Anda di halaman 1dari 19

Titrasai Asam Basa

1.

Pendahuluan
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan

menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan
berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan
reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang
melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi
asam basa)
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai titrant dan biasanya diletakan
di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai
titer dan biasanya diletakkan di dalam buret. Baik titer maupun titrant biasanya berupa
larutan.
2.

Prinip Titrasi Asam Basa


Titrasi asam basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa, sehingga akan terjadi

perubahan pH larutan yang dititrasi. Secara percobaan, perubahan pH dapat diikuti dengan
mengukur pH larutan yang dititrasi dengan elektrode pada pH meter. Reaksi antara asam
dan basa, dapat berupa asam kuat atau lemah dengan basa kuat atau lemah, meliputi
berikut ini ;
Tabel 1.1 Harga pH titik ekivalensi titrasi asam basa

Dari Ph titik ekivalen tersebut dapat dipilih indicator untuk titrasi asam basa yang
mempunyai harga kisaran pH tertentu.

3.

Kurva Titrasi Asam Basa


Pada titrasi asam dengan basa, maka kurva titrasinya merupakan hubungan antara

volume basa sebagai penitrasi (sumbu X) dengan pH (sumby Y) seperti pada Gamba 1.2a,
dengan bertambahnya basa sebagai penitrasi maka pH larutan yang dititrasi akan
meningkat.
Sedangkan pada titrasi basa dengan asam, maka kurva titrasinya merupakan
hubungan antara volume asam sebagai penitrasi (sumbu X) dengan pH (sumby Y) seperti
pada Gambar 1.2b, dengan bertambahnya asam sebagai penitrasi maka pH larutan yang
dititrasi akan menurun.

Gambar 1.2. Kurva titrasi asam kuat dengan basa kuat (a) dan kurva titrasi basa
kuatdengan asam kuat (b)
4.

Cara Mengetahui Titik Ekivalen


Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa.
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,
kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh
kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalent.
2. Memakai indicator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum
proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen
terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak

diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.


Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indicator yang perbahan
warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indicator diusahakan sesedikit mungkin dan
umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka
titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan
dengan memilih indicator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.

Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indicator disebut
sebagai titik akhir titrasi.
5.

Rumus Umum Titrasi


Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan mol-

ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
mol - ekuivalen asam = mol - ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka
rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
N x Vasam = N x Vbasa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada
asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:
n x M x Vasam = n x V x Mbasa
keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH (pada basa)
6.

Indikator Asam Basa


Indikator asam basa merupakan asam organik lemah dan basa organik lemah yang

mempunyai dua warna dalam pH larutan yang berbeda. Pada titrasi asam dengan basa,
maka indikator yang digunakan adalah asam kedua yang merupakan asam yang lebih
lemah dan konsentrasi indikator berada pada tingkat kecil.
Pada titrasi asam dengan basa, indikator (asam lemah) akan bereaksi dengan basa
sebagai penitrasi setelah semua asam dititrasi (bereaksi) dengan basa sebagai penitrasi.
Sebagai contoh indikator asam (lemah), HInd, karena sebagai asam lemah maka reaksi
ionisasinya adalah sebagai berikut :

Indikator asam basa sebagai HInd mempunyai warna tertentu dan akan berubah
bentuk menjadi Ind-setelah bereaksi dengan basa sebagai penitrasi yang juga akan berubah
warna.

6.1.

Rentang pH Indikator

A.

Pentingnya pKind
Berpikirlah tentang indikator yang umum, HInd dimana Ind adalah bagian

indikator yang terlepas dari ion hidrogen yang diberikan keluar. Karena hal ini
hanya seperti asam lemah yang lain, anda dapat menuliskan ungkapan Ka untuk
indikator tersebut. Kita akan menyebutnya Kind untuk memberikan penekanan
bahwa yang kita bicarakan di sini adalah mengenai indikator.
Pikirkanlah apa yang terjadi pada setengah reaksi selama terjadinya
perubahan warna. Pada titik ini konsentrasi asam dan ion-nya adalah sebanding.
Pada kasus tersebut, keduanya akan menghapuskan ungkapan Kind.
B. Rentang pH Indikator
Indikator tidak berubah warna dengan sangat mencolok pada satu pH tertentu
(diberikan oleh harga pKind-nya). Malahan, mereka mengubah sedikit rentang pH.
Dengan mengasumsikan kesetimbangan benar-benar mengarah pada salah
satu sisi, tetapi sekarang anda menambahkan sesuatu untuk memulai pergeseran
tersebut. Selama terjadi pergeseran kesetimbangan, anda akan memulai untuk
mendapatkan lebih banyak dan lebih banyak lagi pembentukan warna yang kedua,
dan pada beberapa titik mata akan mulai mendeteksinya.
Sebagai contoh, jika anda menggunakan jingga metil pada larutan yang
bersifat basa maka warna yang dominan adalah kuning. Sekarang mulai tambahkan
asam karena itu kesetimbangan akan mulai bergeser. Pada beberapa titik akan
cukup banyak adanya bentuk merah dari jingga metil yang menunjukkan bahwa
larutan akan mulai memberi warna jingga. Selama anda melakukan penambahan
asam lebih banyak, warna merah akhirnya akan menjadi dominan yang mana anda
tidak lagi melihat warna kuning.
Terjadi perubahan kecil yang berangsur-angsur dari satu warna menjadi warna
yang lain, menempati rentang pH. Secara kasar aturan ibu jari, perubahan yang
tampak menempati sekitar 1 unit pH pada tiap sisi harga pKind. Harga yang pasti
untuk beberapa indicator dapat kita lihat pada table berikut ini :

Tabel 6.1. Kisaran harga pH indikator asam basa dan perubahanwarnanya (Fritz dan
Schenk, 1979).

Jadi indikator yang dipilihuntuk titrasi asam basa, adalah indikator yang
mempunyai kisaran harga pH yang berada pada sekitar harga pH titik ekivalen.

TITRASI BEBAS AIR


1.

PENDAHULUAN
Asam - asam dan basa - basa lemah seperti alkaloid dan asam - asam organik sukar

larut dalam air dan kurang reaktif tidak dapat ditetapkan kadarnya secara titrasi dengan
asam atau basa (asidimetri atau alkalimetri) dalam pelarut air. Kesulitan ini dapat diatasi
dengan melaksanakan titrasi dalam lingkungan yang bebas air atau menggunakan pelarut
yang bukan air.
Pada dasarnya titrasi bebas air termasuk reaksi netralisasi juga, tetapi berbeda
dengan konsep netralisasi dari Arhenius yang menyatakan bahwa reaksi netralisasi adalah
reaksi antara ion-ion hydrogen dengan ion-ion hidroksida dalam larutan asam-basa berair;
titrasi suatu senyawa asam dengan larutan baku basa; titrasi suatu senyawa basa dengan
larutan baku asam. Dalam larutan berair netralisasi juga dapat diinterpretasikan sebagai
reaksi antara pemberi proton ( proton donor ) dan penerima proton ( proton akseptor)
Teori TBA sangat singkat, sebagai berikut : air dapat bersifat asam lemah dan basa
lemah. Oleh karena itu, dalam lingkungan air, air dapat berkompetisi dengan asam-asam
atau basa-basa yang sangat lemah dalam hal menerima atau memberi proton, sebagaimana
ditunjukkan pada reaksi :
H2O + H+
Akan berkompetisi dengan

H3O+
RNH2 + H+

H2O + B
OH + BH+
Akan berkompetisi dengan ROH + B

RNH3+
RO- + BH+

Reaksi kompetisi air dengan asam lemah dengan basa lemah untuk memberi atau
menerima proton.
Adanya pengaruh kompetisi ini berakibat pada kecilnya titik infleksi pada kurva
tritrasi asam sangat lemah dan basa sangat lemah sehingga mendekati batas pH 0 dan 14.
Oleh karena itu deteksi titik akhir titrasi sangat sulit. Sebagai aturan umum : basa - basa
dengan pKa < 7 atau asam - asam dengan pKa > 7 tidak dapat ditentukan kadarnya secara
tepat pada media air. Berbagai macam pelarut organic dapat digunakan untuk
menggantikan air, karena pelarut-pelarut ini kurang berkompetisi secara efektif dengan
analit dalam hal menerima atau memberi proton.

2.

Pelarut
Titrasi bebas air (TBA) merupakan prosedur titrimetri yang paling umum yang

digunakan untuk uji-uji dalam farmakope. Metode ini mempunyai 2 keuntungan, yaitu (i)
Metode ini cocok untuk titrasi asam-asam atau basa-basa yang sangat lemah, dan (ii)
pelarut yang digunakan adalah pelarut organik yang juga mampu melarutkan analit-analit
organik. Prosedur yang paling umum digunakan untuk titrasi basa-basa organik adalah
dengan menggunakan titran asam perklorat dalam asam asetat.
Adanya air harus dihindari pada titrasi bebas air, karna adanya H 2O yang
merupakan basa lemah akan berkompetisi dengan basa-basa nitrogen lemah untuk bereaksi
dengan asam perklorat (HCLO4) yang digunakan sebagai titran menurut reaksi:
H2O + HCLO4

H3O+ + CLO4-

RNH2 + HCLO4

RNH3 + CLO4-

Disamping itu dengan adanya air maka ketajaman titik akhir juga akan berkurang.
Secara eksperimen, adanya air tidak boleh lebih dari 0,05% sehingga tidak mengakibatkan
pengaruh yang nyata pada pengamatan titik akhir titrasi.
Untuk lebih memahami tentang titrasi bebas air, berikut adalah definisi istilah
pelarut yang digunakan :
1. Pelarut aprotik
Adalah pelarut yang dapat menurunkan ionisasi asam-asam dan basa-basa. Termasuk
dalam kelompok pelarut ini adalah pelarut-pelarut non polar seperti benzene, karbon
tetraklorida serta hidrokarbon alifatik.
2. Pelarut protofilik ( proto = proton, filik = suka )
Adalah pelarut yang dapat menaikkan ionisasi asam lemah dengan menggabungkan
proton yang dimilikinya. Dengan demikian senyawa-senyawa yang bersifat basa seperti nbutil amin, piridin, dimetil formamid, trimetil amin termasuk dalam kelompok ini. Pelarut
ini biasa digunakan dalam analisis senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah seperti
fenol.
3. Pelarut protogenik
Adalah pelarut yang mengahsilkan proton. Yang termasuk dalam kelompok ini adalah
asam-asam kuat seperti asam klorida dan asam sulfat. Pelarut kelompok ini kurang
bermanfaat dalam titrasi bebas air.

4. Pelarut amfiprotik
Adalah pelarut yang mempunyai sifat gabungan dari protofilik dan protogenik sehingga
pelarut ini dapat menghasilkan atau menerima poton. Yang termasuk pelarut kelompok ini
adalah air, alkohol, dan asam asetat glacial. Sebagai contoh asam asetat dapat
menghasilkan ion asetat dan proton.
3.

Kemampuan Pelarut Untuk Mendiferensiasi


Sebelumnya telah dijelaskan bahwa air meratakan mineral mineral yang terdapat

di dalam asam asam perklorat, klorida, dan nitrat. Artinya, dalam larutan berair, asam ini
nampak sama kuat. Namun dalam pelarut asam seperti asam asetat, kekuatan asam
perklorat yang lebih besar atas, misalnya asam klorida, memungkinkan asam perklorat
untuk dititrasi dalam satu tahap terpisah dari asam klorida tersebut. Dari kedua
kesetimbangan:
HClO4 + HOAc
HCl + HOAc

H2OAc+ + ClO-4
H2OAc+ +Cl-

Yang pertama berjalan lebih banyak kekanan dari pada yang kedua. Sehingga dalam
titrasi suatu campuran dua asam dalam pelarut asam asetat, terhadap dua patahan dalam
kurva titrasi, dan asam tersebut dikatakan terdiferensiasi.
4.

Larutan Baku (standar)


Semua perhitungan dalam titrimetri didasarkan pada konsentrasi titrasi titran

sehingga konsentrasi titran harus dibuat secara teliti. Titran semacam ini disebut dengan
larutan baku (standar). Konsentrasi larutan dapat dinyatakan dengan normalitas, molaritas,
atau bobot per volume.
Suatu larutan standar dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah senyawa baku
tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut ditimbang secara tepat dalam volume larutan
yang diukur dengan tepat. Larutan standar ada dua macam yaitu larutan baku primer dan
larutan baku sekunder. Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi. Larutan
baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu proses dimana larutan
baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer disebut dengan standarisasi.
Suatu senyawa dapat digunakan sebagai baku primer jika memenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
a) Mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan dan disimpan dalam keadaan murni

b) Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi (100 0,02%) atau dapat dimurnikan
dengan penghabluran kembali.
c) Tidak berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan merupakan baku
primer).
d) Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari udara.
e) Susunan kimianya tepat sesuai jumlahnya.
f) Mempunyai berat ekivalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan akan menjadi
lebih kecil.
g) Mudah larut.
h) Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stoikiometri, cepat dan terukur.
5.

Indikator
Netralisasi adalah reaksi antara ion H + dari asam dan ion OH- dan membentuk

molekul air. Reaksi netralisasi harus sesempurna mungkin. Untuk mencapai maksud
tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti tersebut dibawah ini:
1. Dengan terbentuknya hasil reaksi yang mengalami disosiasi lemah
2. Dengan terjadinya hasil reaksi sebagai gas atau sebagai endapan
3. Dengan memisahkan ion sebahai ion kompleks
Untuk menentukan titik akhir titrasi (titik ekivalen) pada proses netralisasi ini
digunakan indikator.
Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organic komplek dalam
bentuk asam (HIn) atau dalam bentuk basa (InOH) yang mampu dalam berada dalam
keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari
bentuk satu ke bentuk yang lain pada konsentrasi H+ atau pada pH tertentu.
Indikator yang berupa asam
Indikator yang berupa basa

HIn
H+ + In- (1)
InOH
In+ + H-...(2)
Warna
warna
bentuk molekul
bentuk ion

Suatu indikator yang berupa asam organic menurut persamaan keseimbangan (1),
apabila dalam larutan banyak ion H + atau dalam suasana asam makakeseimbangan akan
kekiri, yaitu kearah bentuk molekul yang tidak terion. Sebaliknya, dalam suasana basa
keseimbangan akan bergeser kekanan sehingga indikator akan lebih banyak terion, dan
warna yang ditunjukkan merupakan warna dalam bentuk ionnya.
5.1.

Indikator untuk Titrasi bebas air

Bentuk resonansi yang berbeda dari indikator berlaku baik untuk titrasi bebas air
tapi perubahan warna pada titik akhir titrasi untuk bervariasi dari titrasi, karena mereka
bergantung pada sifat titran. Warna sesuai dengan titik akhir yang benar dapat didirikan
dengan melakukan titrasi potensiometri sambil mengamati perubahan warna indikator.
Mayoritas titrasi bebas air dilakukan dengan menggunakan berbagai indikator yang
cukup terbatas di sini adalah beberapa contoh yang khas.

Kristal Violet: Digunakan sebagai 0,5% b / v larutan dalam asam asetat glasial.
Berubah warna dari ungu adalah melalui biru diikuti oleh hijau, kemudian menjadi
kuning kehijauan, dalam reaksi di mana basa seperti piridin yang dititrasi dengan
asam perklorat.

Red: Digunakan sebagai solusi b / v 0,2% dalam dioksan dengan kuning untuk
mengubah warna merah.

Naftol Benzein: Bila dipekerjakan sebagai solusi b / v 0,2% dalam asam etanoat
memberikan kuning untuk mengubah warna hijau. Ini memberi poin akhir tajam di
nitro metana yang mengandung anhidrida etanoat untuk titrasi basa lemah terhadap
asam perklorat.

Quenaldine Merah: Digunakan sebagai indikator untuk penentuan obat dalam


larutan dimetilformamida. Sebuah solusi b / v 0,1% dalam etanol memberikan
perubahan warna dari merah ungu ke hijau pucat.

Biru timol: Digunakan secara luas sebagai indikator untuk titrasi zat bertindak
sebagai asam dalam larutan dimetil formamida. Sebuah solusi b / v 0,2% dalam
metanol memberikan perubahan warna yang tajam dari kuning ke biru pada titik
akhir.

6.

Tetapan Dielektrik
Suatu asam basa dalam pelarut SH akan mengalami kesetimbangan sebagai berikut;

HB + SH > H2S+.BDalam pelarut yang memiliki konstanta dielektrik yang tinggi pasangan ion tersebut
akan terdisosiasi sempurna membentuk ion bebas.
H2S+.B- > H2S+ + BSehingga reaksi keseluruhan yang terjadi adalah:

HB + SH > H2S+ + BDisimpulkan bahwa keasaman dan kebasaan suatu senyawa bergantung pada
tetapan ionisasi (Ki) dan tetapan disosiasi (Kd) dari pelarutyang digunakan. untuk senyawa
asam kuat dapat diasumsikan bahwa Ki >>> 1 maka Ka= Kd dan Kb=Kd. Sedangkan
untuk asam atau basa lemah diasumsikan bahwa Ki<<HNO3>HOAc dan menyetarakan
keasaman asam mineral HClO4, H2SO4 , HCl dan HNO3. Dari kedua contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa asam dan basa dalam pelarut amfiprotik kesempurnaan reaksinya
bergantung pada kerakter keasaman dan kebasaan pelarut, tetapan dielektrik pelarut,
keasaman dan kebasaan senyawa, tetapan autoprotolisis pelarut.

ASIDIMETRI DALAM PELARUT BEBAS AIR


1. Pendahuluan
Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantatif terhadap senyawa-senyawa
yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Analisis titrimetri dari sejumlah
senyawa-senyawa basa lemah dalam asam asetat glacial memungkinkan untuk
menggunakan larutan baku asam perklorat sebagai titran. Senyawa-senyawa tersebut
adalah senyawa-senyawa amina, garam-garam amina, garam-garam alkali dari asam-asam
organic, garam-garam dari asam-asam anorganik lemah, dan asam-asam amino.
2. Pelarut
Pelarut yang digunakan dalam asidimetri bebas air ini dapat bersifat netral atau
bersifat asam. Pemilihan pelarut ditentukan oleh karakteristik dari senyawa yang akan
ditentukan kadarnya.
Pelarut-pelarut netral seperti alcohol, kloroform, benzene,dan dioksan atau asetil
asetat merupakan pelarut aprotik dan amfiprotik. Sedangkan pelrut yang bersifat asam
seperti asam asetat glacial, asam asetat anhidrat digunakan untuk senyawa-senyawa yang
bersifat basa.
3. Indikator
Untuk titrasi basa lemah dan garam-garamnya:
1.
Kristal violet
2.
Metilrosanilin klorida
3.
Merah kuinaldin
4. Alfa naftol benzein
5.
Hijau malakit
Untuk senyawa basa yang relative lebih kuat:
1.

Metal merah

2.

Metal orange

3.

Timol blue
4. Larutan baku
Titran yang paling sering digunakan adalah asam perklorat, dalam pelarut asam

asetat glacial atau pelarut yang relative netral seperti dioksan. Titran ini berfungsi sebagai
larutan baku. Asam perklorat merupakan asam terkuat yang sudah umum yang bereaksi
sempurna dengan basa-basa lemah.
4.1.

Contoh pembakuan asam perklorat 0,1 N

Prosedur :
Timbang kurang lebih 700 mg kalium biftalat secara saksama (sebelumnya
dipanaskan pada suhu 105oC selama 3 jam), larutkan dalam asam asetat glacial
dalam Erlenmeyer 250 ml. Tambahkan 2 tetes indikator Kristal violet dan titrasi
dengan asam perklorat hingga warna violet menjadi biru kehijauan.
Tiap ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 20,42 mg kalium biftalat.
Penetapan Kadar
Titrasi Bebas Air Cara I ( FI III : 823)
Untuk basa dan garamnya kecuali dinyatakan lain, larutkan sejumlah
zat seperti yang tertera pada masing masing monografi dalam sejumlah
volume asam asetat glacial P yang sebelumnya telah dinetralkan dengan
asam perklorat 0,1 N menggunakan indicator Kristal violet P ,bila perlu
dihangatkan kemudian dinginkan. Titrasi dengan asam perklorat 0,1 N
hingga perubahan warna indicator sampai sesuai dengan harga maksimum
dF/dV. Jika titrasi dilakukan secara potensiometri, E adalah daya elektrotik
dalam mV dan V adalah volume dalam ml.
Coffein ( FI III : 175)
Lakukan penatapan menurut Cara I yang tertera pada Titrasi Bebas
Air menggunakan 400mg yang ditimbang seksama larutkan dalam 40 ml
anhidrat asetat P, panaskan, dinginkan, tambahkan 80 ml benzene P.
1 ml asam perklorat 0,1 N setara dengan 19,42 mg C8H10N4O2
Mekanisme Kerja
Coffein
1) Disiapkan alat dan bahan.
2) Ditimbang 52 mg coffein.
3) Dimasukkan dalam Erlenmeyer.
4) Ditambah 2 tetes indikator Kristal violet.
5) Titrasi dengan HClO3 Sampai larutan warna hijau zamrud.
Mekanisme Reaksi
Reaksi titran dengan pelarut
O
HClO4
CH3

+ CH3 C

, H+ + ClO4
O

O
C CH3

O
CH3-C

O
C-

Reaksi sampel dengan pelarut


CH3
O
N

CH3 N

+ CH3 C

C-CH3

N
O

Coffein
O
+ CH3 - C

O
C- CH3

Reaksi titran dengan sampel


O

CH3

CH3-N
+HClO4

O
CH3
Coffein

H+ + ClO4O

N
CH3

CH3-N

CH3

4.2.

Perhitungan
Data
SAMPEL
Coffein (BM 194,19)
1
2
3

Cara 1 =

BERAT SAMPEL
(mg)
260
260
260

VOLUME TITRAN
(ml)
8,75
9,00
9,50

V. N. BE
Mg sampel

% Kadar 1 = 8,75 x 0,1470 x 194,2

x 100% = 96,07 %

260
% Kadar 2 = 9,00 x 0,1470 x 194,2 x 100% = 98,81 %
260
% Kadar 3 = 9,50 x 0,1470 x 194,2

x 100% = 104,30 %

260
% Kadar rata - rata = 96,07 % + 98,81 % + 104,30 % = 99,73 %
3
Cara 2 : mgrek Coffein = mgrek HCLO4
% Kadar 1 =

mg / BE = V. N
mg/194,2 = 8,75 x 0,1470
mg = 249,79

% kadar 2 =

mg / BE = V. N
mg/194,2 = 9,00 x 0,1470
mg = 256,93

% kadar 3 =

mg / BE = V. N
mg/194,2 = 9,50 x 0,1470

mg = 271,20
% kadar rata-rata =

4.3.

Menurut FI III
Koffeina mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0%
C8H10N4O2 dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Jadi kadar kaffeina masuk rentang kadar sesuai literatur, dengan kadar
kaffeina 99,73 %

ALKALIMETRI DALAM PELARUT BEBAS AIR


1.

Pendahuluan
Alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan

menggunakan baku basa. Beberapa senyawa yang bersifat asam lemah dapat ditetapkan
kadarnya secara kuantitatif dalam pelarut bebas air yang sesuai dengan titik akhir yang
tajam. Senyawa-senyawa tersebut adalah asam-asam halide, asam-asam anhidrida,asamasam amino, fenol, sulfonamide, dan garam - garam organic dari asam - asam organic.
Asam borat yang merupakan asam anorganik lemah dapat dengan mudah dititrasi
dengan menggunakan etilendiamin sebagai titran. Ketiga H+ dari H3BO3 dapat dideteksi
dengan menggunakan potensiometer untuk mengamati terjadinya titik akhir titrasi.
2.

Pelarut
Pelarut - pelarut yang bersifat basa seperti etilen diamin dapat meningkatkan

keasaman dari asam - asam lemah seperti fenol sehingga fenol dapat ditetapkan kadarnya
secara kuaintitatif dengan menggunakan larutan baku litium atau Natrium metoksida.
Faktor faktor yang dipertimbangkan dalam memilih pelarut :
1.
2.
3.
4.
3.

Kelarutan dari senyawa- senyawa yang akan dianalisis dalam pelarut.


Kekuatan relatif kebasaan dari pelarut.
Ketajaman titik akhir.
Ketidak reaktifan pelarut.
Indikator
Pengamatan titik akhir dapat menggunakan potensiometer atau secara visual.

Penggunaan potensiometer merupakan pemilihan utama untuk menentukan titik akhir


titrasi bebas air. Pemilihan indikator secara visual berdasarkan pengalaman empiric dan
dilakukan secara trial and error. Pengalaman menunjukkan bahwa azo violet merupakan
indikator pilihan untuk titrasi asam - asam yang keasamannya lemah atau medium dalam
pelarut butil amin; timol blue merupakan indikator pilihan untuk titrasi asam - asam yang
keasamannya lemah atau medium dalam pelarut dimetil formamid.
Dalam titrasi dengan logam alkoholat, azo violet akan berubah warna sebelum
timol blue. Warna biru cerah merupakan warna titik akhir titrasi untuk indikator azo violet
dan timol blue.

4.

Larutan baku

Titran yang sering digunakan pada TBA senyawa-senyawa yang bersifat asam
lemah adalah natrium metoksida , litium metoksida dalam methanol, atau tetrabutil
ammonium hidroksida dalam dimetilformamid. Kalium metoksida yang merupakan basa
yang lebih kuat, tidak digunakan karena dapat membentuk endapan gelatinus. Dalam
beberapa keadaan yang mana natrium metoksida juga membentuk endapan gelatinus maka
litium metoksida merupakan pilihan. Titran - titran basa lainnya adalah natrium
aminometoksida (merupakan basa yang paling kuat), dan natrium trifenilmetan yang
digunakan untuk senyawa-senyawa yang bersifat asam lemah seperti fenol dan pirol.
4.1.

Contoh pembakuan Natrium metoksida


Larutkan kurang lebih 400 mg asam benzoate yang ditimbang saksama

dalam 80 ml dimetil formamida, tambahkan 3 tetes indikator timol blue dan titrasi
dengan Natrium metoksida sampai terbentuk warna biru. Lakukan koreksi
banyaknya volume Natrium metoksida yang diperlukan untuk mentitrasi 80 ml
dimetil formamida.
Tiap ml Natrium metoksida 0,1 N setara dengan 12,21 mg asam benzoate.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia III. Jakarta: Depkes RI.
Astutinur, rini. 2012. Titrasi-bebas-air. http://riniastutinur.blogspot.com
Diakses pada tanggal 14 Oktober 2012, pukul 8:45
Gandjar, I.G., dkk. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mursyidi, Ahmad Dr., Rohman, Abdul. 2008. Volumetri dan Gravimetri. Yogyakarta:
UGM Press.
Underwood., Day. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai