Anda di halaman 1dari 9

ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI

ABSTRAK
Asidimetri adalah analisa titrimetri yang menggunakan asam kuat sebagai titrannya dan
sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa. Sedangkan alkalimetri pada
prinsipnya adalah analisa titrimetri yang menggunakan basa kuat sebagai titrannya dan
analitnya adalah asam atau senyawa yang bersifat asam. Percobaan ini bertujuan untuk
membuat larutan standar HCl 0,1 N dan menetapkan konsentrasi larutan tersebut dengan cara
standarisasi dengan larutan borax dan natrium karbonat anhidrous, membuat larutan standar
primer asam oksalat dan menentukan kadar asam cuka yang diperdagangkan.
Dalam percobaan ini larutan dibuat dengan cara pengenceran kemudian dilakukan titrasi
dengan larutan-larutan standar tertentu sehingga didapatkan harga konsentrasi dari larutan
hasil pengenceran tersebut. Selain itu dalam percobaan ini digunakan metode titrimetri untuk
menganalisa kadar suatu sampel dengan proses asidimetri maupun alkalimetri.
Dari hasil percobaan didapatkan larutan hasil standarisasi HCl adalah 0,0662 N dan 0,867 N
dan larutan hasil standarisasi NaOH adalah 0,0113 N, Sedangkan kadar asam cuka yang
diteliti adalah 0,24 %, serta kadar NH3 yang terkandung dalam 0,2 gram NH4Cl adalah
sebesar 10,75 %.
Kata Kunci : asidimetri, alkalimetri, larutan standar.
PERCOBAAN 1
ASIDIMETRI DAN ALKALIMETRI
1.1 PENDAHULUAN
1.1.1 Tujuan Percobaan
Tujuan percobaan ini adalah :
1. Membuat larutan standar HCl 0,1 N serta menetapkan konsentrasi larutan standar HCl
dengan cara standarisasi dengan larutan borax (Na2B4O7.10H2O) dan Na2CO3 anhidrous.
2. Membuat larutan standar NaOH dan standarisasi dengan asam oksalat.
3. Menentukan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan serta menentukan kadar
NH3 dalam garam ammonium (NH4Cl).
1.1.2 Latar Belakang
Pada prinsipnya asidimetri adalah analisa titrimetri yang menggunakan asam kuat sebagai
titrannya dan sebagai analitnya adalah basa atau senyawa yang bersifat basa, ataupun
pengukuran dengan asam (yang diukur jumlah basa atau garamnya). Sedangkan alkalimetri
pada prinsipnya adalah analisa titimetri yang menggunakan basa kuat sebagai titrannya dan
analitnya adalah asam atau senyawa yang bersifat asam.
Larutan yang biasa dipakai sebagai titran dalam alkalimetri adalah NaOH, KOH, dan
Ba(OH)2 yang merupakan larutan baku standar sekunder. Larutan yang biasa digunakan
dalam analisa ini adalah NaOH karena harganya relatif murah.
Indikator yang sering digunakan dalam percobaan asidimetri dan alkalimetri adalah indikator
metil merah dan metil orange untuk asidimetri karena skala pH pada kedua indikator memang
berkisar pada larutan yang bersifat asam dan indikator PP untuk alkalimetri karena skala pH
pada indikator PP berkisar pada larutan yang bersifat basa.

1.2 DASAR TEORI


Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi akan melibatkan pengukuran yang seksama
volume-volumenya suatu asam dan suatu basa yang tepat akan saling menetra1kan. Reaksi
penetralan atau asidimetri dan alkalimetri adalah salah satu dari empat golongan utama dalam
penggolongan reaksi dalam analisis titrimetri. Asidi alkalimetri ini melibatkan titrasi basa
bebas atau basa yang terbentuk karena hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah, dengan
suatu standar (asidimetri) dan titrasi asam bebas yang terbentuk dari hidrolisis garam yang
berasal dari basa lemah, dengan suatu basa standar (alkali metri). Reaksi-reaksi ini
melibatkan senyawa ion hidrogen dan ion hidroksida untuk membentuk air (Bassett, 1994).
Analisis volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, di mana zat dibiarkan bereaksi dengan zat
yang lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan dari buret dalam bentuk larutan.
Konsentrasi larutan yang tidak diketahui (analit) kemudian dihitung. Syaratnya adalah reaksi
harus berlangsung secara cepat, reaksi berlangsung kuantitatif dan tidak ada reaksi samping
(Khopkar, 1990).
Dalam menguji suatu reaksi untuk menetapkan apakah reaksi itu dapat digunakan untuk suatu
titrasi, pembuatan suatu kurva titrasi akan membantu pemahaman untuk titrasi asam basa
suatu kurva titrasi terdiri dari suatu alur pH atau pOH versus ml titran. Kurva semacam itu
membantu dalam mempertimbangkan kelayakan suatu titrasi dan dalam memilih indikator
yang tepat (Underwood, 1999).
Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa dan garam.
Asam didefinisikan sebagai zat yang bila dilarutkan dalam air, mengalami disosiasi dengan
pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif. Asam kuat berdisosiasi hampir
sempurna dengan pengenceran yang sedang, karena itu ia merupakan elektrolit kuat. Asam
lemah berdisosiasi hanya sedikit pada konsentrasi sedang bahkan pada konsentrasi rendah
(Svehla, 1990).
Kuat relatif asam dan basa dalam larutan bergantung pada afinitas mereka terhadap proton
yang berlainan. Makin kuat asam, makin lemah basa konjugatnya. Dari kumpulan reaksi
kimia yang dikenal relatif sedikit yang dapat digunakan sebagai dasar untuk titrasi, suatu
reaksi memenuhi persyaratan berikut sebelum digunakan.
1. Reaksi harus berjalan sesuai dengan suatu persamaan reaksi tertentu. Tidak boleh ada
reaksi samping.
2. Reaksi harus berjalan sampai boleh dikatakan lengkap pada titik ekivalensi. Dengan kata
lain, tetapan keseimbangan reaksi harus sangat besar.
3. Beberapa metode harus tersedia untuk menetapkan kapan titik ekivalensi tercapai. Suatu
inidikator haruslah tersedia atau beberapa metode secara instrumen dapat digunakan untuk
memberitahu analisis kapan penambahan titran dihentikan.
4. Reaksi berjalan cepat (dalam beberapa menit saja)
(Day dan Underwood, 1999).
Untuk indikator asam-basa biasanya dibuat dalam bentuk larutan Indikator asam basa adalah
zat yang berubah warnanya atau membentuk fluoresen atau kekeruhan pada suatu range
(trayek) pH tertentu. Indikator asam basa terletak pada titik ekivalen dan ukuran dari pH. Zatzat indikator dapat berupa asam atau basa, larut dan stabil serta akan menunjukkan perubahan
warna yang kuat, biasanya merupakan zat organik (Khopkar, 1990).
Air murni tidak mempunyai rasa, bau, dan warna. Bila mengandung zat tertentu, air dapat
tersa asam, pahit, asin, dan sebagainya. Air yang mengandung zat lain dapat pula menjadi
warna. Cairan yang berasa asam disebut larutan asam, yang terasa asin disebut larutan garam,
sedangkan yang terasa licin dan pahit disebut larutan basa (Syukri, 1999).
Zat-zat anorganik dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan penting : asam, basa, dan

garam. Asam secara paling sederhana didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam
air, mengalami disosiasi dengan pembentukan ion hidrogen sebagai satu-satunya ion positif.
Basa, secara paling sederhana dapat didefinisikan sebagai zat, yang bila dilarutkan dalam iar,
mengalami disosiasi dengan pembentukan ion-ion hidroksil sebagai satu-satunya ion negatif
(Svehla, 1979).
Air mengandung ion dalam jumlah kecil sekali. Hal itu disebabkan oleh terjadinya rekasi
asam basa sesama molekul air (autoionisasi) dan membentuk kesetimbangan :
H2O + H2O H3O+ + OHDengan kata lain, air adalah elektrolit lemah dan bila H3O+ disederhanakan menjadi H+,
maka kesetimbangan itu ditulis sebagai :
H2O H+ + OHJika larutan mengandung asam, berarti menambahkan jumlah H+, dan akan menggeser
kesetimbangan ke kiri sampai tercapai kesetimbangan baru. Pada kesetimbangan baru,
konsentrasi H+ lebih besar dari pada OH-, tetapi perkaliannya tetap 10-14. Hal yang sama
akan terjadi bila air ditambah bas sehingga dicapai kesetimbangan baru dengan nilai [OH-] >
[H+] dan perkaliannya tetap 10-14.
Berdasarkan konsentrasi ion tersebut, larutan dibagi tiga, yaitu :
Larutan asam : [H+] > [OH-]
Larutan netral : [H+] = [OH-] = 10-7
Larutan basa : [H+] < [OH-]
(Syukri, 1999).
Analisis titrimetrik adalah salah satu divisi besar dalam kimia analitik. Perhitungan yang
tercakup di dalamnya berdasarkan pada hubungan stokiometrik dari reaksi kimia yang
sederhana.
Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan pada rekasi kimia seperti :
aA + tT produk
Di mana a molekul analit, A, bereaksi dengan t molekul pereaksi, T. Pereaksi T, yang disebut
titran, ditambahkan secara kontinu, biasanya dari sebuah buret, dalam wujud larutan yang
konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan standar, dan konsentrasinya ditentukan
dengan sebuah proses yang dinamakan standarisasi. Penambahan dari titran tetap dilakukan
sampai jumlah T secara kimiawi sama dengan yang telah ditambahkan kepada A. selanjutnya
akan dikatakan titik ekivalen dari titrasi telah dicapai. Agar diketahui kapan harus berhenti
menambahkan titran, maka dapat menggunakan bahan kimia, yaitu indikator, yang bereaksi
terhadap kehadiran titran yang berlebih dengan melakukan perubahan warna. Perubahan
warna ini bisa saja terjadi persis pada titik ekivalen , tetapi bisa juga tidak. Titik dalam titrasi
dimana indikator berubah warnanya disebut titik akhir ( Day dan Underwood).
Indikator adalah zat warna larut yang perubahan warnanya tampak jelas dalam rentang pH
yang sempit. Jenis indikator yang khas adalah asam organik yang lemah yang mempunyai
warna berbeda dari basa konjugatnya. Indikator yang baik mempunyai intensitas warna yang
sedemikian rupa sehingga hanya beberapa tetes larutan indikator encer yang harus
ditambahkan ke dalam larutan yang sedang diuji. Konsentrasi molekul indikator yang sangat
rendah ini hampir tidak berpengaruh terhadap pH larutan. Perubahan warna indikator
mencerminkan pengaruh asam dan basa lainnya yang terdapat dalam larutan (Oxtoby, 2001).
Reaksi kimia yang mungkin di perlakukan sebagai basis dari penentuan titrimetrik telah
dikelompokan ke dalam empat tipe :
a. Asam-Basa. Ada sejumlah besar asam dan basa yang dapat ditentukan oleh titrimetri. Jika
HA mewakili asam yang akan ditentukan dan B mewakili basa, rekasinya adalah sebagai
berikut
HA + OH- A- + H2O
dan

B + H3O+ BH+ + H2O


b. Oksidasi-reduksi (redoks). Reaksi kimia yang melibatkan oksidasi-redoksi dipergunakan
secara luas dalam analitis titrimetrik. Sebagai contoh, besi dengan tingkat oksidasi +2 dapat
dititrasi dengan sebuah larutan standar dari serium (IV) sulfat :
Fe2+ + Ce 4+ Fe3+ + Ce3+
c. Pengendapan. Pengendapan dari kation perak dengan anion halogen dipergunakan secara
luas dalam prosedur titremetrik. Reaksinya adalah sebagai berikut
Ag+ + X- AgX (s)
d. Pembentukan kompleks. Contoh dari reaksi di mana terbentuk suatu kompleks antara ion
perak dan sianida :
Ag+ + 2 CN- Ag (CN)-2
(Oxtoby, 2001).
Sejauh ini, realtif sedikit reaksi kimia yang dapat dipergunakan sebagai basis untuk titrasi.
Sebuah reaksi harus memenuhi beberapa persyaratan sebelum reaksi tersebut dapat
dipergunakan :
a. Reaksi tersebut harus diproses sesuai persamaan kimiwai tertentu. Seharusnya tidak ada
sampingan.
b. Reaksi tersebut harus diproses sampai benar-benar selesai pada titik ekivalensi.
c. Harus tersedia beberapa metode untuk menentukan kapan titik ekivalen tercapai.
d. Diharapkan reaksi berjalan cepat, sehingga titrasi dapat diselesaikan dalam beberapa menit
(Day dan Underwood, 1999).

1.3 METODOLOGI PERCOBAAN


1.3.1 Alat
Alat-alat yang digunakan dalam percobaan ini adalah bekker gelas, Erlenmeyer, gelas ukur,
labu ukur, pipet tetes, corong, buret, gelas arloji, batang pengaduk, pipet volume dan
propipet, sudip, neraca analitik, pemanas.
Rangkaian Alat :
Keterangan :
1.buret
2. statif dan klef
3. erlenmeyer

Gambar 1.1 Alat titrasi

1.3.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah HCl pekat, akuades, borax,
Na2CO3, asam oksalat (H2C2O4.2H2O), ammonium klorida (NH4Cl), asam cuka, indikator
PP, indikator metil merah, indikator metal orange, NaOH Kristal

1.3.3 Prosedur Percobaan


1.3.3.1 Standarisasi dengan Borax
1. Menimbang dengan tepat 0,2 gram borax, memasukkan ke dalam Erlenmeyer dan
melarutkan dengan aquades sebanyak 25 mL lalu mengocok hingga larut.
2. Menambahkan indikator metil merah sebanyak 3 tetes. Menitrasi dengan larutan HCl dari
percobaan sebelumnya sehingga warna berubah dari kuning menjadi merah muda. Mencatat
volume titrannya.
3. Melakukan percobaan di atas sebanyak dua kali.
1.3.3.2 Standarisasi dengan Na2CO3 anhidrous
1. Menimbang 0,2 gram Na2CO3. Melarutkan dalam aquades sebanyak 60 mL dalam
erlenmeyer dan kocok dengan baik.
2. Menambahkan indikator metal orange sebanyak 3 tetes. Menitrasi dengan larutan HCl
sampai warna berubah dari warma orange menjadi merah muda. Mencatat volume titrannya.
3. Melakukan percobaan di atas sebanyak dua kali.
1.3.3.2 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat
1. Menimbang 0,63 gram asam oksalat dengan gelas arloji. Memasukkan ke dalam
erlenmeyer 250 mL. larutkan dalam air sampai volume 100 mL.
2. Mengambil sebanyak 10 mL dan menambahkan indikator PP sebanyak 3 tetes.
3. Menitrasi dengan larutan NaOH sampai warna larutan menjadi merah muda dan mencatat
volume titrannya.
4. Melakukan percobaan sebanyak dua kali.
1.3.3.3 Menentukan Kadar NH3 dalam Amonium Klorida
1. Menimbang 0,2 gram NH4Cl dan memasukkan ke dalam erlenmeyer 250 mL.
Menambahkan 75 mL larutan NaOH yang telah distandarisasikan.
2. Mengocok dengan baik dan panaskan sampai uapnya keluar tidak merubah warna kertas
lakmus yang telah dibasahi dengan aquades.
3. Menambahkan 3 tetes indikator metil merah dan menitrasi dengan larutan standar HCl
sampai titik ekivalen.
4. Melakukan percoaan sebanyak dua kali.
1.3.3.4 Penentuan Kadar Asam dalam Asam Cuka yang Diperdagangkan
1. Menimbang labu ukur, setelah itu masukkan 5 mL asam cuka, menimbang lagi contoh,
kemudian menghitung berat asam cukanya.
2. Memipet 10 mL asam cuka ke dalam erlenmeyer dan menambahkan 3 tetes indikator PP.
3. Menitrasi dengan larutan NaOH standar sampai berwarna merah muda. Mencatat volume
titrannya.
4. Melakukan percobaan sebanyak dua kali.

1.4 HASIL DAN PEMBAHASAN


1.4.1 Hasil
1.4.1.1 Asidimetri
1.4.1.1.1 Standarisasi dengan Borax

Tabel 1.4.1 Standarisasi dengan Borax


No. Langkah Percobaan Hasil Pengamatan
1. Menimbang 0,2 gram Borax, melarutkan dengan akuades sebanyak 25 ml Campuran
homogen Warna bening
2. Menambahkan 3 tetes methyl red Warna kuning
3. Menitrasi dengan HCl V0 = 0 ml
V1=13,1 ml,
V = 13.1 ml
warna pink
1.4.1.1.2 Standarisasi dengan Na2CO3 anhidrous
Tabel 1.4.2 Standarisasi dengan Na2CO3 anhidrous
No. Langkah Percobaan Hasil Pengamatan
1. Menimbang 0,2 gram Borax, melarutkan dengan akuades sebanyak 25 ml Warna bening
2. Menambahkan 3 tetes methyl orange Warna kuning
3. Menitrasi dengan HCl V0 = 0
V1 = 59,4 ml
V = 59,4 ml
1.4.1.2 Alkalimetri
1.4.1.2.1 Membuat Larutan Standar NaOH
Tabel 1.4.3 Membuat Larutan Standar NaOH
No. Langkah Percobaan Hasil Pengamatan
1. Menimbang 1 gr NaOH, melarutkan dengan akuades V = 250 ml
1.4.1.2.2 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat
Tabel 1.4.4 Standarisasi NaOH dengan Asam Oksalat
No. Langkah Percobaan Hasil Pengamatan
1. Menimbang asam oksalat 0,6 gram
2. Memasukkan dalam erlenmeyer dan menambahkan air V = 100 ml
3. Mengambil sebanyak 10 ml larutan oksalat warna bening
4. Menambahkan 3 tetes PP warna bening
5. Menitrasi dengan NaOH V1 = 0 ml, V2 = 10 ml
V = 10 ml
warna pink

1.4.1.2.3 Menentukan kadar NH3 dalam NH4Cl


Tabel 1.4.5 Menentukan kadar NH3 dalam NH4Cl
No. Langkah Percobaan Hasil Pengamatan
1. Menimbang NH4Cl, memasukkan ke erlenmeyer, menambahkan larutan NaOH sebanyak
75 ml massa 0,2 gram
2. Mengocok dan memanaskan warna bening
3. Menambahkan 3 tetes methyl-red warna kuning
4. Menitrasi dengan HCl V1 = 0 ml, V2=59,4 ml
V = 59,4 ml
warna merah muda

1.4.1.2.3 Menentukan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan


Tabel 1.4.6 Menentukan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan
No. Langkah Percobaan Hasil Pengamatan
1. Menimbang botol kosong 195.9 gram
2. Menimbang 5 ml asam cuka + botol kosong tersebut
Berat asam cuka =
200,4-195,9 = 4,5 gram
3. Memasukkan asam cuka ke dalam labu ukur 250 ml dan menambahkan akuades
sampai tanda batas V = 250 ml
3. Memipet 10 ml asam cuka ke dalam erlenmeyer dan menambahkan 3 tetes Indikator PP
warna bening
4. Menitrasi dengan NaOH standar V1 = 0 ml, V1=1,7 ml
V = 1,7 ml
1.4.2 Pembahasan
1.4.2.1 Asidimetri
1.4.2.1.1 Standarisasi dengan Borax
Pertama adalah membuat larutan borax, massa borax untuk membuat larutan standar yaitu 0,2
gram. BM borax = 384,4 gram/mol dan volume pengenceran sebanyak 25ml. Dari beberapa
variabel diatas dapat dilihat reaksi pelarut borax yaitu :
Na2B4O7 + 2H2O H2B4O7 + 2 NaOH
Setelah itu ditambahkan indicator metal merah sebanyak 3 tetes sehingga terjadi perubahan
warna pada borax menjadi kuning. Hal ini dikarenakan indicator metil merah yang memiliki
trayek PH 4,2-6,3 berwarna kuning jika dalam larutan basa. Kemudian larutan ini dititrasi
dengan HCl 0,1 N. Titrasi ini dilakukan hingga warna kuning berubah menjadi pink.
Perubahan warna ini terjadi karena adanya ion H+ dari HCl dan perubahan ini menandai titik
akhir titrasi. Larutan HCl dibakukan dengan Na2B4O7.10H2O titrasi dimaksudkan untuk
menghilangkan gas Co2 yang terbentuk sehingga dapat membuat indicator merubah warna
larutan tersebut
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Na2B4O7.10H2O + 2HCl 4H3BO3 + 2NaCl + 5H2O
atau Na2B4O7.5H2O + 2HCl 2NaCl + 4H3BO4
Dari data yang diperoleh dapat dihitung Normalitas dari larutan HCl yaitu 0,077 N.

1.4.2.1.2 Standarisasi dengan Na2CO3 anhidrous


Standarisasi larutan HCl dilakukan dengan melarutkan 0,2 gram Na2CO3 dan melakukan
pengenceran hingga volume 60 ml. Kemudian ditambahkan dengan 3 tetes indikator methylorange, lalu dititrasi dengan larutan HCl. Larutan Na2CO3 bertindak sebagai larutan bakunya
karena kepekatannya telah diketahui dalam molaritas.
Reaksi antara Na2CO3 dan HCl yang terjadi adalah :
2Na+ CO3++2HCl+Cl- H2CO3+2NaCl
Secara singkat dituliskan :
Na2CO3 + 2NaCl CO2 + H2O
Dari pengulangan percobaan di dapat volume titrasi sebesar 59,4 ml dan konsentrasi Na2CO3
sebesar 0,0628 N dan V titran sebesar 0,0594, V titrannya besar karena PH pada titik akhir
titrasi lebih besar daripada trayek PH indikator metil merah. PH pada titik akhir titrasi
pertama yaitu 8,3 karena terbentuk garam NaHCO3 yang sedikit basa dan trayek PH
indikator metil merah 4,4-6,2 sehingga parlu HCl yang banyak untuk mencapai trayek PH
tersebut
1.4.2.2 Alkalimetri
1.4.2.2 1 Pembuatan larutan standar NaOH
Pada percobaan ini larutan standar NaOH diperoleh dari melarutkan 1 gram NaOH dengan
akuades sampai 250 ml. larutan di panaskan agar NaOH yang sebelumnya padatan dapat
hancur dan larut bersama akuades. Larutan standar NaOH digunakan untuk perhitungan
selanjutnya, dan untuk menitrasi.
Reaksi pelarutan NaOH adalah sebagai berikut :
NaOH + H2O Na+ + OH- + H2O
Berdasarkan perhitungan diperoleh konsentrasi NaOH sebesar 0,1 N.
1.4.2.2.2 Standarisasi NaOH dengan asam oksalat
Pada saat larutan asam oksalat dititrasi dengan larutan standar NaOH yang telah dibuat
sebelumnya terjadi rekasi sebagai berikut :
C2H2O4 . 2H2O + NaOH NaCHO4 + CO2 + H2O
Titrasi dihentikan setelah larutan yang mula-mula berwarna bening berubah warna menjadi
pink. Perubahan warna terjadi menunjukkan bahwa titik ekivalen telah tercapai, setelah
melakukan titrasi dengan NaOH diperoleh normalitas asam oksalat adalah 0,1332 N dan
NaOH sebesar 0,1 N. V titrannya besar karena asam oksalat membutuhkan ion OH- yang
lebih banyak untuk mencapai titik ekivalen sehingga volume titran yang dipergunakanpun
lebih banyak.
1.4.2.2.3 Penentuan kadar NH3 dalam Amonium Klorida
Untuk mengetahui seberapa besar kandungan NH3 dalam NH4Cl, terlebih dahulu dilakukan
penimbangan sebanyak 0,2 gram NH4Cl dimasukkan dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 75
ml larutan NaOH yang telah dibuat kemudian dikocok dan dipanaskan. Setelah dipanaskan
ditetesi methyl red baru dititrasi dengan HCl
Pada saat penambahan NaOH ke dalam larutan NH4Cl, terjadi reaksi sebagai berikut :
NH4Cl + NaOH NH3 + NaCl + H2O
Reaksi titrasinya sebagai berikut :
HCl + NaOH NaCl + H2O
Dari hasil perhitungan didapatkan kadar NH3 dalam NH4Cl sebesar 50,45 % , V titrasi besar
sama seperti diatas PH pada titik akhir. Titrasi lebih sedikit basa, karena ada ammonia yang
bersifat basa lemah , dan trayek PH indicator metil merah sebesar 4,4-6,2 sehingga perlu
lebih banyak HCl.

1.4.2.2.4 Penentuan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan


Pada percobaan ini, praktikan menggunakan asam cuka cap Bata sebagai sampel. Mula-mula
asam cuka diambil se banyak 5 ml, kemudian ditentukan beratnya dan diencerkan. Setelah itu
ditambahkan Indikator PP untuk menunjukkan titik akhir pada saat asam cuka dititrasi
dengan larutan baku NaOH.
Reaksi yang terjadi pada saat titrasi berlangsung sebagai berikut :
NaOH + CH3COOH CH3COONa + H2O
Asam asetat (CH3COOH) termasuk salah satu contoh protolit lemah, yaitu molekul atau ion
yang dapat ikut serta dengan proton yang keseimbangan asam basanya ditentukan oleh
tetapan protolisisnya. Asam cuka atau sering dikenal asam asetat yang sering digunakan harus
diencerkan terlebih dahulu dengan air karena jika tidak bisa berbahaya bagi pemakai.
Perhitungan kadar asam cuka dilakukan untuk membandingkan kadar asam yang tertera di
label dengan percobaan yang dilakukan. Dalam sampel 5 ml cuka terkandung 0,0816 gram
CH3COOH dengan kadarnya sekitar 1,8133%.

1.5 PENUTUP
1.5.1 Kesimpulan
1. Untuk menstandarisasikan larutan Borax 0,0418 N sebanyak 25 ml diperlukan 0,0134 ml
atau 13,4 ml larutan HCl dengan konsentrasi normalitas sebesar 0,0779 N
2. Larutan standar HCl 0,1 N sebanyak 59,4 ml digunakan untuk standarisasi larutan Na2CO3
dengan konsentrasi normalitas 0,0634 N
3. Untuk membuat 1 gram NaOH dengan konsentrasi normalitas sebesar 0,1 N
4. Dalam menstandarisasikan larutan oksalat 0,1332 N sebanyak 100 ml diperlukan larutan
baku NaOH 1 N sebanyak 10 ml
5. Kadar NH3 yang terkandung dalam 0,2 gram NH4Cl adalah sebesar 50,45 %
6. Kadar asam yang terkandung dalam 5 ml asam cuka cap Botol adalah sebesar 1,8133%.
1.5.2 Saran
1. Sebaiknya alat-alat yang digunakan pada percobaan mencukupi dan sesuai dengan
percobaan tersebut, sehingga praktikan tidak mendapatkan masalah karena kekurangan alat.
2. Asisten laboratorium seharusnya lebih memperhatikan pekerjaan praktikan sehingga tidak
terjadi kesalahan prosedur.
- See more at: http://dwitaariyanti.blogspot.co.id/2010/07/asidimetri-danalkalimetri.html#sthash.wg6m50yN.dpuf

Anda mungkin juga menyukai