Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN HASIL PRAKTIKUM KIMIA

TITRASI ASAM BASA

Disusun Oleh :

Ardhinata Eka Saputra (06)


Azza Usisha Ala Taqwa (07)
Diandra Syagita Nugraha (10)
Elita Evelinanda (12)
Muhammad Atharyudhia Leksmana (21)
Naufal Luthfi Muzakki (25)

XI MIPA 5
SMA NEGERI 1 PURI MOJOKERTO
APRIL 2023
I. Judul Praktikum
“Titrasi Asam Basa.”
II. Tujuan Praktikum
Mengetahui penetralan asam basa dengan metode titrasi dan menentukan
konsentrasi suatu larutan asam atau basa dengan menggunakan titrasi asam basa.
III. Alat dan Bahan
1. 15 ml HCl
2. 25 ml NaOH
3. Statif dan klem
4. Buret
5. Gelas ukur
6. Gelas beker
7. Labu Erlenmeyer
8. Pipet
9. Cairan fenolftalein
IV. Prosedur Praktikum
1. Siapkan buret, statif, dan klem.
2. Isi buret dengan larutan NaOH tepat sampai garis nol (sekitar 25 ml)
dengan bantuan corong/gelas beker.
3. Masukkan 15 ml larutan HCl 0,1 M ke dalam labu erlenmeyer, lalu
tambahkan 3 tetes indikator PP atau cairan fenolftalein ke dalam larutan.
4. Letakkan labu erlenmeyer tepat dibawah buret, lalu buka keran buret
secara perlahan sehingga NaOH dapat menetes ke dalam larutan.
5. Selama penambahan NaOH, goyangkan labu erlenmeyer agar NaOH
dapat tercampur rata dan sampai terjadi perubahan warna yang paling
awal.
6. Amati perubahan warna yang terjadi pada larutan HCl.
7. Catat jumlah NaOH yang digunakan yaitu selisih antara volume akhir dan
volume awal NaOH.
8. Tentukan konsentrasi NaOH yang dipergunakan dengan rumus
V 1 x M 1 = V 2x M 2
9. Lakukan langkah 1-7 sekali lagi dan hitung rata-rata jumlah NaOH yang
terpakai untuk mengetahui titik ekuivalen.
V. Dasar Teori
Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu
zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat yang diketahui
konsentrasinya secara tepat. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi
netralisasi asam basa. Titik ekuivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat
dimana sejumlah asam dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung
terjadi perubahan pH. Pada titik ekuivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam
basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik ekuivalen berada. Pada
umumnya titik ekuivalen tersebut sulit diamati, yang mudah diamati adalah titik
akhir yang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik ekuivalen tercapai. Titrasi
harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi dicapai yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik
ekuivalen . Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil
kesalahan titrasi. Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam kuat dan basa kuat
dalam air terurai dengan sempurna. Oleh karena itu, ion hidrogen dan ion
hidroksida selama titrasi dapat langsung dihitung dari jumlah asam atau basa yang
ditambahkan. Pada titik ekuivalen dari titrasi asam kuat dan basa kuat, pH larutan
pada temperatur 25ESC sama dengan pH air yaitu sama dengan 7.
Seorang analisis mengambil faedah dari perubahan besar dari pH yang terjadi
dalam titrasi agar dapat menentukan kapan titik ekivalen nya akan tercapai. Ada
banyak asam dan basa organik dan basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak
berdisosiasi dan ionnya menunjukkan warna yang berbeda warna. Molekul-
molekul demikian dapat digunakan untuk menentukan kapan cukup titran telah
ditambahkan dan disebut indikator visual. Suatu contoh yang sederhana adalah
para-nitrofenol, yang merupakan suatu asam lemah da berdisosiasi. Bentuk tak
terdisosiasi adalah tak berwarna, tetapi anionnya, yang mempunyai sistem ikatan
tunggal dan ikatan rangkap dua yang berganti-ganti (suatu sistem
terkonjugasikan), berwarna kuning. Molekul-molekul atau ion-ion yang
mempunyai sistem terkonjugasikan, menyerap cahaya dengan panjang gelombang
yang lebih panjang dibandingkan dengan molekul-molekul sebanding tetapi yang
tanpa sistem terkonjugasikan. Cahaya yang diserap sering ada pada bagian
spektrum yang tampak, dan dengan demikian molekul atau ionnya berwarna.
Indikator terkenal fenolftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. la
mula-mula berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan
kehilangan hidrogen ke dua, menjadi ion dengan system terkonjugasikan, maka
dihasilakanlah wrana merah. Metal oren, indikator lain yang secara luas
digunakan, merupakan basa dan berwarna kuning dalam bentuk molekular.
Penambahan ion ion hidrogen menghasilkan suatu kation yang berwarna merah
muda. Perubahan minimum dalam pH yang diperlukan untuk suatu perubahan
warna disebut "jangkau indikator". Pada harga pH antara,warna yang ditunjukkan
bukan warna merah atau kuning, tetapi sedikit agak kuning. Pada pH 5, pKa dari
Hln, kedua bentuk berwarna sama konsentrasinya, yaitu Hln separuh
tenetralisasikan. Seringkali kita mendengar terminolog seperti suatu indikator
yang berubah warna pada pH 5 telah digunakan ini berarti bahwa pKa indikator
sebesar 5 dan jangkauannya sebesar pH 4 sampai 6.
Pada titrasi asam lemah, pemilihan indikator jauh lebih terbatas untuk suatu
asam dengan pKa 5 kira-kira kepunnyaan asam asetat, pH lebih tinggi dari 7 pada
titik ekivalen, dan perubahan dalam pH relatif kecil. Fenolftalein berubah warna
pada kira- kira titik ekivalen dan merupakan indikator yang cocok. Dalam hal
asam yang sangat lemah, misalnya pKa = 9, tidak ada perubahan dalam pH yang
besar terjadi sekitar titik ekivalen. Jadi volume basa yang lebih besar akan
diperlukan untuk merubah warna suatu indikator dan titik ekivalen tidak akan di
deteksi dengan ketepatan yang biasa diharapkan. Kelarutan garam dari asam
lemah tergantung pada pH larutan. Beberapa contoh yang lebih penting dari
garam-garam demikian dalam kimia analitik adalah oksilat sulfida, hidrogsida,
karbonat dan fosfat. Ion hidroksida bereaksi dengan anion garam untuk
membentuk asam lemah, dengan demikian meningkatkan kelarutan garam.
Titrasi merupakan metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa
digunakan dalam laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan.
Karena pengukuran volume memainkan peranan penting dalam titrasi, maka
teknik ini juga dikenali dengan analisa volumetrik. Analisis titrimetri merupakan
satu dari bagian utama dari kimia analitik dan perhitungannya berdasarkan
hubungan stoikhiometri dari reaksi-reaksi kimia. Analisis cara titrimetri
berdasarkan reaksi kimia seperti: aA + tT → hasil dengan keterangan (a) molekul
analit A bereaksi dengan (t) molekul pereaksi T. Pereaksi T, disebut titran,
ditambahkan secara sedikit-sedikit, biasanya dari sebuah buret, dalam bentuk
larutan dengan konsentrasi yang diketahui. Larutan yang disebut belakangan
disebut larutan standar dan konsentrasinya ditentukan dengan suatu proses
standardisasi. Penambahan titran dilanjutkan hingga sejumlah T yang ekivalen
dengan A telah ditambahkan. Maka dikatakan bahwa titik ekivalentitran telah
tercapai. Agar mengetahui bila penambahan titran berhenti, kimiawan dapat
menggunakan sebuah zat kimia, yang disebut indikator, yang bertanggap terhadap
adanya titran berlebih dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau
tidak dapat terjadi tepat pada titik ekivalen. Titik titrasi pada saat indikator
berubah warna disebut titik akhir. Tentunya merupakan suatu harapan, bahwa titik
akhir ada sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Memilih indikator untuk
membuat kedua titik berimpitan (atau mengadakan koreksi untuk selisih
keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari analisa titrimetri. Istilah titrasi
menyangkut proses ntuk mengukur volume titran yang diperlukan untuk mencapai
titik ekivalen. Selama bertahun tahuin istilah Analisa volume metrik sering
digunakan daripada titrimetrik. Akan tetapi dilihat dari segi yang ketat istilah
titrimetric lebih baik, karena pengukuran-pengukuran volume tidak perlu dibatasi
oleh titrasi.
Pada analisa tertentu misalnya , orang dapat mengukur volume gas. Sebuah
reagen yang disebut sebagai peniter, yang diketahui konsentrasi (larutan standar)
dan volumenya digunakan untuk mereaksikan larutan yang dititer yang
konsentrasinya tidak diketahui. Dengan menggunakan buret terkalibrasi untuk
menambahkan peniter, sangat mungkin untuk menentukan jumlah pasti larutan
yang dibutuhkan untuk mencapai titik akhir. Titik akhir adalah titik di mana titrasi
selesai, yang ditentukan dengan indikator. Idealnya indikator akan berubah warna
pada saat titik ekivalensi di mana volume dari peniter yang ditambahkan dengan
mol tertentu sama dengan nilai dari mol larutan yang dititer. Dalam titrasi asam-
basa kuat, titik akhir dari titrasi adalah titik pada saat pH reaktan hamper
mencapai 7, dan biasanya ketika larutan berubah warna menjadi merah muda
karena adanya indikator pH fenolftalein. Selain titrasi asam-basa, terdapat pula
jenis titrasi lainnya.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir
dalam reaksi; titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan eaktan yang
berubah warna). Dalam titrasi asam - basa sederhana, indikator pH dapat
digunakan, sebagai contoh adalah fenolftalein, di mana fenolftalein akan berubah
warna menjadi merahmuda ketika larutan mencapai pH sekitar 8.2 atau
melewatinya. Contoh lainnya dari indikator pH yang dapat digunakan adalah
metal jingga, yang berubah warna menjadi merah dalam asam serta menjadi
kuning dalam larutan alkali.
Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik
reaktan maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan
sebagai "indikator". Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potassium
permanganat (merah muda/ungu) sebagai peniter tidak membutuhkan indikator.
Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi tidak berwarna. Setelah mencapai
titik ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam larutan. Titik ekivalensi
diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama (akibat
kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer. Akibat adanya sifat
logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang sangat tajam sehingga,
satu tetes peniter pada saat hampi rmencapai titik akhir dapat mengubah nilai pH
secara signifikan sehingga terjadilah perubahan warna dalam indikator secara
langsung. Terdapat sedikit perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik
ekivalensi yang sebenarnya dalam titrasi. Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan
indikator, dan besar kesalahannya tidak dapat ditentukan.

VI. Hasil Praktikum


Reaksi :
HCl(aq) + NaOH(aq) = NaCl(aq) + H2O(l)
Keterangan :
 HCl : Asam Kuat
 NaOH : Basa Kuat
Tabel hasil percobaan
Volume Sisa
Volume dan
Percobaan Jumlah PP Awal Volume
Konsentrasi HCl
NaOH NaOH
I 3 tetes 15 mL 0,1M 25 mL 15,25 mL
II 3 tetes 15 mL 0,1M 25 mL 15 mL
Rata-rata Volume 15 mL 25 mL 15,125 mL

Ma × Va × a = Mb × Vb × b Keterangan :
 Ma = Molaritas/ Konsentrasi Asam
0,1 × 15 × 1 = Mb × 15,125 × 1  Mb = Molaritas/ Konsentrasi Basa
1,5 = Mb × 15,125  Va = Volume Asam
 Vb = Volume Basa
Mb = 0,0991 M
 a = Valensi Asam (Jumlah ion H+)
Mb = 0,1 M  b = Valensi Basa (Jumlah ion OH-)

Jadi, NaOH yang diperlukan untuk menitrasi HCl 0,1 M dengan volume 15 mL
sehingga menghasilkan NaCl adalah larutan NaOH dengan konsentrasi 0,1 M dan
memiliki volume 15,125 mL.

VII. Analisis Data


Pada percobaan kali ini, kami melakukan dua kali percobaan titrasi HCl
dengan titran NaOH. Volume HCl yang digunakan sebanyak 15 mL, volume
NaOh awal yang digunakan sebanyak 25 mL, dan juga larutan indikator PP
sebanyak 3 tetes. Hasil yang didapat adalah NaCl (Natrium Klorida) atau yang
biasa disebut dengan garam dapur, serta H2O (Air).
Pada percobaan pertama, kami mendapatkan hasil akhir volume NaOH yang
digunakan untuk titrasi HCl sebanyak 15,25 mL. Pada percobaan kedua, kami
mendapatkan hasil akhir volume NaOH yang digunakan untuk titrasi sebanyak 15
mL.
Kami melakukan perhitungan banyaknya NaOH yang diperlukan dengan cara
meneteskan NaOH secara perlahan dengan mengatur buka tutup kran. Apabila
larutan HCl yang telah ditetesi indikator PP berubah warna menjadi ungu, kami
segera mematikan kran dan mencatat hasilnya.
Setelah mendapatkan seluruh hasil, kami menghitung volume rata-rata dari
HCl dan NaOH yang nantinya akan digunakan untuk menghitung konsentrasi/
molaritas NaOH dengan menggunakan rumus Ma × Va × a = Mb × Vb × b,
sehingga diketahui bahwa konsentrasi NaOH yang digunakan adalah 0,1 M.
Jadi, NaOH yang diperlukan untuk menitrasi HCl 0,1 M dengan volume 15
mL sehingga menghasilkan NaCl adalah larutan NaOH dengan konsentrasi 0,1 M
dan memiliki volume 15,125 mL.
Dapat disimpulkan bahwa titik ekuivalen antara antara HCl dan NaOH cukup
tepat bereaksi karena memiliki konsentrasi dan volume akhir yang tidak beda
jauh.

VIII. Pembahasan
Dalam percobaan titrasi asam basa yang telah kami lakukan, (Titrasi HCl
dengan zat titran NaOH), didapatkan data sebagai berikut.

Reaksi:
HCL(aq) + NaOH(aq) = NaCl(aq) + H2O(l)

Dari reaksi di atas dapat diketahui bahwa perbandingan mol antara HCl dan
NaOH sama (bernilai 1) sehingga untuk menghitung konsentrasi dari larutan HCl
yang didasarkan atas hasil percobaan, maka dapat digunakan persamaan berikut
ini:

Va × Ma = Vb × Mb

Keterangan:
Ma = molaritas asam (HCL)
Mb = molaritas basa kuat (NaOH)
Va = volume asam
Vb = volume basa
Dalam percobaan ke-1, HCl 15 mL dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer,
kemudian ditambahkan 3 tetes penoftalein (PP). NaOH 0,1 M 25 ml dituangkan
ke dalam buret, kemudian dibiarkan menetes setetes demi setetes hingga indikator
berubah warna menjadi ungu, atau titik akhir titrasi tercapai. Didapatkan volume
NaOH yang digunakan sebanyak 15,25 mL.
Sedangkan dalam percobaan ke-2 indikator berubah warna atau titik akhir
titrasi tercapai pada saat volume NaOH 15 mL. Dari selisih diatas terjadi sangat
sedikit kesalahan ini kemungkinan besar disebabkan karena :
1. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.
2. Cara membuka kran yang kurang tepat.
3. Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indikator.

Berdasarkan teori, larutan asam bila direaksikan dengan larutan basa akan
menghasilkan garam dan air. Sifat asam dan sifat basa akan hilang dengan
terbentukanya zat baru yang disebut garam yang memiliki sifat berbeda dengan
sifat zat asalnya (dalam percobaan ini adalah NaCl). Karena hasil reaksinya
adalah air yang memiliki sifat netral, artinya jumlah ion H+ sama dengan jumlah
ion OH- maka reaksi itu disebut dengan reaksi netralisasi atau penetralan.
Pada reaksi penetralan, jumlah asam harus ekuivalen dengan jumlah basa.
Untuk itu perlu ditentukan titik ekivalen reaksi. Titik ekivalen merupakan keadaan
dimana jumlah mol asam tepat habis bereaksi dengan jumlah mol basa. Untuk
menentukan titik ekivalen pada reaksi asam-basa dapat digunakan indikator asam-
basa. Ketepatan pemilihan indikator merupakan syarat keberhasilan dalam
menentukan titik ekuivalen. Pemilihan indikator didasarkan atas pH larutan hasil
reaksi atau sarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat
titik ekuivalen. Salah satu kegunaan reaksi netralisasi adalah untuk menentukan
konsesntrasi asam atau basa yang tidak diketahui. Penentuan konsentrasi ini
dilakukan dengan titrasi asam-basa.
Titrasi merupakan cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume
tertentu dengan menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya dan
mengukur volumenya secara pasti. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-basa maka
disebut dengan titrasi adisialkalimetri. Larutan yang telah diketahui
konsentrasinya disebut dengan titran. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit
(dari dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi perubahan
warna indikator. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan.
Saat terjadi perubahan warna indikator dan ikator dan titrasi diakhiri disebut
dengan titik akhir titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik
ekuivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekuivalen maka semakin
besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan indikator yang tepat
menjadi hal yang sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekuivalen
tercapai.
Perubahan warna pada larutan HCl yang diberi beberapa tetes PP yang
semula berwarna bening menjadi merah muda disebabkan oleh resonansi isomer
elektron. Beberapa indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan
akibatnya akan menunjukkan warna pada range pH yang berbeda. Pada titrasi
asam kuat digunakan indikator fenolftalein (trayek pH 8,3 – 10) karena
kesalahannya paling kecil. Dalam titrasi ini titik akhir pH >7 dan perubahan
warna pada titik akhir titras dan perubahan warna pada titik akhir titrasi adalah
merah muda pekat.

IX. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa titrasi
asam basa adalah proses penentuan konsentrasi larutan dengan cara menetesi
larutan sampel yang belum diketahui standarnya (titrat = HCL) dengan larutan
standar dalam buret (titran = NaOH). Dalam proses titrasi diperlukan penambahan
indikator fenoftalein (PP) yang berfungsi sebagai penentu titik akhir titrasi yang
ditandai dengan perubahan warna larutan sampel (titrat = HCL ) berwarna merah
muda. Dari proses titrasi asam basa yang telah dilakukan didapat hasil akhir
volume NaOH yang digunakan untuk titrasi HCl sebanyak 15,25 mL. Pada
percobaan kedua, kami mendapatkan hasil akhir volume NaOH yang digunakan
untuk titrasi sebanyak 15 mL.

X. Jawaban dari Soal Latihan 1 dan Latihan 2


Latihan 1
1. Larutan NaOH 0,5 M 100 mL diencerkan menjadi 0,05 M. Berapakah
volume air yang harus ditambahkan?
Jawab:
0.5 M x 100 mL = 50 mM (awal)
50 mM / X mL = 0.05M
X mL = 50 mM / 0.05
X Ml = 1000 mL
maka volume yg ditambahkan
1000 – 100 = 900 mL = 0.9 L

2. Jika 25 mL larutan HCl 0,02 M digunakan untuk menitrasi 20 mL larutan


NaOH sampai titik ekuivalen, berapakah konsentrasi larutan NaOH?
Jawab:
a x Va x Ma = b x Vb x Mb
1 x 25 x 0,02 = 1 x 20 x Mb
0,5 = 20 Mb
Mb = 0,025 M
3. Tuliskan persamaan reaksi dari titrasi 25 mL Ca(OH )2 dengan 50 mL HCl
0,3 M!
Jawab:
Titrasi adalah suatu metode analisa kimia yang digunakan untuk
menentukan konsentrasi suatu analit. Maka persamaan reaksi titrasi dari
larutan Ca(OH )2 dan larutan HCl :
Ca(OH )2 (aq ) + 2 HCl(aq) → CaCl2 (aq ) + H 2 O(I )
4. Berdasarkan percobaan titrasi asam kuat HCl dengan basa kuat NaOH
didapatkan data sebagai berikut.

Volume HCL (mL) Volume NaOH (mL)


20 24
20 25
20 25
20 26
Diketahui:
[NaOH] = 0,5 M
V 1HCl = V 2HCl = V 3HCl = V 4 HCl = 20 mL
V 1NaOH = 24 mL
V 2NaOH = V 3NaOH = 25 mL
V 4 NaOH = 26 mL
Ditanya: konsentrasi HCl?
Jawab:
- V rata−rata HCl = (20 + 20 + 20 + 20) /4 = 20 mL
- V rata−rata NaOH = (24 + 25 + 25 + 26) /4 = 25 mL
−¿(1)¿
- Valensi asam HCl → H +¿+Cl ¿

−¿(1)¿
- Valensi basa NaOH → Na +¿+OH ¿

- Konsentrasi HCl
a x Va x Ma = b x Vb x Mb
1 x 20 x Ma = 1 x 25 x 0,5
20 Ma = 12,5
Ma = 0,625 M
5. Sebanyak 30 mL asam sulfat dititrasi dengan larutan Ba(OH )2 0,1 M
sebanyak 15 mL. Tentukan molaritas dari asam sulfat tersebut!
Jawab:
H = SO4 = Ba(OH )2
V 1 x M1 xV a = V 2 x M2 x V b
30 x M 1 x 2 = 15 x 0,1 x 2
M1 = 0,05 M

Latihan 2
1. Jelaskan persyaratan suatu zat dapat digunakan sebagai indikator asam
basa!
Jawab:
- Stabil
Zat yang akan digunakan sebagai indikator asam basa haruslah
memiliki sifat yang stabil. Karen, jika stabil dapat mengubah nilai
perubahan pH. Sehingga menyebabkan kegagalan dalam proses
identifikasi asam basa.
- Memiliki perubahan warna
Dengan adanya perubahan warna pada indikator asam basa, maka kita
bisa lebih mudah dalam proses identifikasi asam basa. Perubahan warna
yang dimaksud adalah perubahan warna ketika terjadi perubahan pH.
Misalnya, perubahan warna metil jingga, pada trayek pH antara 3 - 4
dengan perubahan warna - kuning.

2. Mengapa indikator metil merah tidak dapat digunakan dalam titrasi antara
asam asetat dengan natrium hiroksida?
Jawab:
NaOH - Natrium hidroksida adalah basa yang memiliki pH lebih dari 7,
Semakin tinggi konsentrasinya maka tingkat kebebasan akan lebih besar
mendekati 14. Oleh karena ketika dilakukan titrasi dengan asam asetat
yang merupakan asam lemah, garam yang terbentuk masih bersifat basa
yang memiliki kisaran lebih dari 7. Sedangkan, metil merah memiliki
range pH perubahan warna 4,2 - 6,3 sehingga tidak cocok untuk dijadikan
indikator.

3. Apakah titrasi senyawa yang memiliki titik ekuivalen kurang dari 7?


Jawab:
Titrasi basa lemah dan asam kuat seperti titrasi dengan larutan maka titik
ekuivalennya akan berada pada pH asam yaitu dibawah 7. Jadi, titik
ekuivalen titrasi tersebut adalah<7.

4. Apakah jenis indikator yang dapat digunakan ubtuk menitrasi 50 mL NH 3


0,05 M dengan larutan asam sulfat 0,05 M sebanyak 60 mL?
Jawab:
NH 3 termasuk basa lemah. Asam sulfat termasuk asam kuat. Jadi,
indicator yang dapat digunakan yaitu metil merah dan bromtimol biru.
5. Sebanyak 50 mL asam klorida 0,1 M dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 M
dan membutuhkan 60 mL larutan NaOH. Tentukan titik ekuivalen dan
indikator yang digunakan!
Jawab:

Titik ekuivalen, pH = 7
Jadi, indikator yang digunakan adalah metil merah, bromtimol biru, dan
fenolftalein.
Daftar Pustaka
Belajarkimia. 2008. Titrasi Asam Basa.
http://belajarkima.com/2008/4/titrasi-asam-basa diakses pada tanggal 8
April 2023.
Day, R. A. 1990. Analisis Kimia Kuantitatif edisi keempat. Jakarta : Erlangga
Febrianti Fermi. 2021. Modul Pendamping Pengayaan Kimia (Peminatan).
Malang: CV. Pustaka Grafika.
Team Teaching. 2012. Penuntun Praktikum Kimia Dasar II. Gorontalo: UNG
Roboguru by Ruang Guru. 2019. Kurva Titrasi HCl 0,1 M oleh NaOH 0,1 M.
https://roboguru.ruangguru.com/question/sebanyak-50-ml-0-1-m-dititrasi-
dengan-0-1-m-a_QU-3W7A10D1 diakses pada tanggal 9 April 2023.

Anda mungkin juga menyukai