Anda di halaman 1dari 3

MODUL : 10

JUDUL MODUL : TEKNIK ANALISIS TITRASI (STANDARISASI LARUTAN STANDAR SEKUNDER)

TUJUAN : Mahasiswa mampu menentukan konsentrasi NaOH dengan Larutan standar asam.

TEORI DASAR

Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan suatu zat
dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat yang diketahui konsentrasinya secara
tepat. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi netralisasi asam basa. Salah satu
cara dalam penentuan kadar larutan asam basa adalah dengan melalui proses titrasi asidi-
alkalimetri. Cara ini cukup menguntungkan karena pelaksanaannya mudah dan cepat, ketelitian
dan ketepatannya juga cukup tinggi. Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar
yaitu asidimetri dan alkalimetri.
Titik ekuivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah asam
dinetralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi perubahan pH. Pada titik
ekuivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang dihasilkan dari netralisasi asam basa. Indikator
yang digunakan pada titrasi asam basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik ekuivalen
berada. Pada umumnya titik ekuivalen tersebut sulit diamati, yang mudah diamati adalah titik
akhir yang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik ekuivalen tercapai. Titrasi harus dihentikan
pada saat titik akhir titrasi dicapai yang ditandai dengan perubahan warna indikator. Titik akhir
titrasi tidak selalu berimpit dengan titik ekuivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita
dapat memperkecil kesalahan titrasi.
Pada titrasi asam kuat dan basa kuat, asam kuat dan basa kuat dalam air terurai dengan
sempurna. Oleh karena itu, ion hidrogen dan ion hidroksida selama titrasi dapat langsung
dihitung dari jumlah asam atau basa yang ditambahkan. Pada titik ekuivalen dari titrasi asam
kuat dan basa kuat, pH larutan pada temperatur 25ËšC sama dengan pH air yaitu sama dengan
7.
( Penuntun Praktikum Kimia Dasar II, UNG 2012 : 05 ).
Ada banyak asam dan basa organik dan basa organik lemah yang bentuk-bentuk tak
berdisosiasi dan ionnya menunjukka wrana yang berbeda warna. Molekul-molekul demikian
dapat digunakan untuk menentukan kapan cukup titran telah ditambahkan dan disebut
indikator visual. Suatu contoh yang sederhana adalah para-nitrofenol, yang merupakan suatu
asam lemah berdisosiasi. Bentuk tak terdisosiasi adalah tak berwarna, tetapi anionnya, yang
mempunyai sistem ikatan tunggal dan ikatan rangkap dua yang berganti-ganti (suatu system
terkonjugasikan), berwarna kuning. Molekul-molekul atau ion-ion yang mempunyai system
terkonjugasikan, menyerap cahaya dengan panjang gelombang yang lebih panjang
dibandingkan dengan molekul-molekul sebanding tetapi yang tanpa system terkonjugasikan.
Cahaya yang diserap sering ada pada bagian spectrum yang tampak, dan dengan demikian
molekul atau ionnya berwarna.
Indikator terkenal phenoftalein merupakan asam diprotik dan tak berwarna. Ia mula-
mula berdisosiasi menjadi suatu bentuk tak berwarna dan kemudian, dengan kehilangan
hidrogen ke dua, menjadi ion dengan system terkonjugasikan, maka dihasilakanlah wrana
merah. Metal oranye, indikator lain yang secara luas digunakan, merupakan basa dan berwarna
kuning dalam bentuk molekular. Penambahan ion hidrogen menghasilkan suatu kation yang
berwarna merah muda.
Kelarutan garam dari asam lemah tergantung pada pH larutan. Beberapa contoh yang
lebih penting dari garam-garam demikian dalam kimia analitik adalah oksilat sulfida, hidrogsida,
karbonat dan fosfat. Ion hidroksida bereaksi dengan anion garam untuk membentuk asam
lemah, dengan demikian meningkatkan kelarutan garam. ( R.A. Day, Jr. Analisa Kimia Kuantitatif
: 141-145).
Titrasi merupakan metode analisa kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan dalam
laboratorium untuk menentukan konsentrasi dari reaktan. Karena pengukuran volum
memainkan peranan penting dalam titrasi, maka teknik ini juga dikenali dengan analisa
volumetrik. Analisis titrimetri merupakan satu dari bagian utama dari kimia analitik dan
perhitungannya berdasarkan hubungan stoikhiometri dari reaksi-reaksi kimia.
Banyak metode yang dapat digunakan untuk mengindikasikan titik akhir dalam reaksi;
titrasi biasanya menggunakan indikator visual (larutan reaktan yang berubah warna). Dalam
titrasi asam-basa sederhana, indikator pH dapat digunakan, sebagai contoh adalah fenolftalein,
di mana fenolftalein akan berubah warna menjadi merah muda ketika larutan mencapai pH
sekitar 8.2 atau melewatinya. Contoh lainnya dari indikator pH yang dapat digunakan adalah
metil jingga, yang berubah warna menjadi merah dalam asam serta menjadi kuning dalam
larutan alkali. Tidak semua titrasi membutuhkan indikator. Dalam beberapa kasus, baik reaktan
maupun produk telah memiliki warna yang kontras dan dapat digunakan sebagai "indikator".
Sebagai contoh, titrasi redoks menggunakan potasium permanganat (merah muda/ungu)
sebagai peniter tidak membutuhkan indikator. Ketika peniter dikurangi, larutan akan menjadi
tidak berwarna. Setelah mencapai titik ekivalensi, terdapat sisa peniter yang berlebih dalam
larutan.Titik ekivalensi diidentifikasikan pada saat munculnya warna merah muda yang pertama
(akibat kelebihan permanganat) dalam larutan yang sedang dititer. Akibat adanya sifat
logaritma dalam kurva pH, membuat transisi warna yang sangat tajam; sehingga, satu tetes
peniter pada saat hampir mencapai titik akhir dapat mengubah nilai pH secara signifikan—
sehingga terjadilah perubahan warna dalam indikator secara langsung. Terdapat sedikit
perbedaan antara perubahan warna indikator dan titik ekivalensi yang sebenarnya dalam
titrasi. Kesalahan ini diacu sebagai kesalahan indikator, dan besar kesalahannya tidak dapat
ditentukan.
(Http://belajarkimia.com/2008/04/titrasi-asam-basa)

Anda mungkin juga menyukai