Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa.
Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat.
Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan
larutan standar basa untuk menentukan asam. Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi
netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang
berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara donor proton (asam ) dengan penerima proton (basa). Asidimetri
merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa
dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-
senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
LARUTAN STANDAR
Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti, disebut larutan standar atau
larutan lembaga, dimana larutan ini setiap liternya mengandung sejumlah gram ekivalen tertentu.
Sedang banyaknya zat yang akan ditentukan dapat dihitung dari banyaknya volum larutan
standar dengan hukum ekivalen kimia biasa. Proses penambahan larutan standar kedalam larutan
yang akan ditentukan normalitasnya sampai terjadi reaksi yang sempurna disebut titrasi.
Sedangkan larutan yang akan ditentukan normalitasnya disebut larutan yang dititrasi.
Syarat-syarat larutan standar:
1. Reaksi harus sederhana sehingga mudah dituliskan dengan persamaan reaksi kimianya. Zat
yang akan ditentukan harus bereaksi secara kuantitatif dengan larutan standar atau larutan
pereaksi dalam perbandingan yang setara atau secara stokiometri.
2. Reaksi harus terjadi dengan cepat, apabila perlu untuk mempercepat reaksi dapat
ditambahkan suatu katalisator.
3. Pada saat tercapainya titik setara atau ekivalen, di dalam larutan harus terjadi perubahan
yang jelas, baik dalam sifat fisik maupun sifat kimianya.
4. Indikator yang digunakan harus memberikan ketentuan yang jelas saat terjadinya titik akhir
titrasi, misalnya perubahan warna atau terjadinya pembentukan endapan. Apabila ternyata tidak
ada indikator yang mampu menunjukkan saat tercapainya titik ekivalen, amak proses ini dapat
dikerjakan dengan cara :
a. Titrasi secara potensiometri.
b. Titrasi secara konduktometri.
c. Titrasi secara amperometri.
LARUTAN STANDAR PRIMER
Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode
gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan
penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.
Contoh: NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Larutan standar primer adalah larutan standar yang
konsentrasinya diperoleh dengan cara menimbang.
Syarat-syarat larutan baku primer:
- mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius)
dan disimpan dalam keadaan murni.
- tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
- zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
- sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan
karena penimbangan dapat diabaikan.
- zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
- reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung.
kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.
INDIKATOR
Indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk
basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat
saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada
pH tertentu. Berdasarkan sifat asam dan basa, larutan dibedakan menjadi tiga golongan yaitu :
bersifat asam, basa, dan netral. Sifat larutan tersebut dapat ditunjukkan dengan menggunakan
indikator asam-basa, yaitu zat-zat warna yang menghasilkan warna berbeda dalam larutan asam
dan basa. Cara menentukan senyawa bersifat asam, basa atau netral dapat menggunakan kertas
lakmus, larutan indikator atau larutan alami. Misal, lakmus merah dan biru. Berikut ini
dijabarkan beberapa indikator yang sering digunakan dalam titrasi netralisasi baik asidimetri
maupun alkalimetri.
1. Phenol Ptalein (PP)
Phenol Ptalein merupakan asam organik bervalensi dua, bekerja pada pH 8,0 sampai 9,8.
Dalam bentuk molekulnya dan disosiasi H+ yang pertama, PP tidak berwarna atau warnanya
mengikuti pelarutnya.Sedangkan pada disosiasi H+ yang kedua, PP akan berwarna merah muda
sampai merah keunguan..Hal inilah yang mendasari mengapa PP pada suasana asam warnanya
tidak berwarna sedangkan dalam basa berwarna merah. PP cocok digunakan untuk titrasi antara
asam lemah dengan basa kuat karena akan menghasilkan garam normal yang bersifat basa.
2. Sindur Metil (SM)
Sindur Metil merupakan basa organik yang bersifat amfoter karena terdapat Nitrogen
yang memiliki Pasangan Elektron Bebas (PEB) dan gugus asam dari Hidrogen Sulfat. Trayek pH
kerja dari SM berkisar antara 3,1 sampai 4,5. Jika larutan diasamkan maka pH akan turun dan
indikator SM berubah menjadi merah, sedangkan jika ditambahkan basa maka pH akan naik dan
SM berubah warna menjadi kuning. Indikator SM dibuat dalam larutannya dengan konsentrasi
0,1% di dalam air. SM cocok digunakan dalam titrasi antara asam kuat dan basa lemah yang
menghasilkan produk berupa garam normal bersifat asam.
3. Merah Metil (MM)
Merah Metil (MM) sama seperti SM, yaitu berupa basa organik. Apabila dalam suasana
asam, MM akan berwarna merah dan apabila dalam suasana basa MM akan berwarna kuning.
Karena sifat inilah maka indikator MM cocok digunakan pada titrasi asam kuat dan basa lemah.
Indikator MM dapat dibuat sebagai larutannya dengan konsentrasi 0,2% dalam pelarut alkohol
60%.
Titik Akhir (TA) adalah titik dimana telah terjadi perubahan warna pada indikator
yang menandakan titrasi telah selesai dilakukan.
TITIK EKIVALEN
Adapun yang dinamakan Titik Ekuivalen (TE) adalah titik dimana telah terjadi
kesetaraan antara jumlah titrat dan titran.
Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan
menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-
basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit (dari
dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi perubahan warna indikator baik
titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi
dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir
titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi
dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan
indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada
saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral).
CONTOH PENETAPAN KADAR ASIDIMETRI
Asidimetri adalah salah satu teknik titrasi yang yang menggunakan asam sebagai titran.
Asam yang sering dipakai dalam analisis asidimetri adalah HCl. Asam ini harus distandardisasi
dengan larutan baku primer. Larutan baku primer yang sering digunakan untuk standardisasi HCl
adalah larutan boraks. HCl harus distandardisasi karena larutan ini mudah menguap dan mudah
bereaksi dengan senyawa lain di udara.
Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah diketahui normalitasnya, maka untuk
menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Tetapi bila larutan tersebut dibuat baru suatu zat cair yang tidak/belum diketahui
normalitasnya, maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan
rumus :
Vx = N x V x BM
10 x n x K x L
dengan : Vx = volume
n = valensi
K = kadar
L = density
N = normalitas larutan yang akan dibuat
BM = berat molekul zat cair tersebut
V = volume zat cair yang akan dibuat
Boraks digunakan sebagai bahan baku dalam penetapan normalitas HCl karena mudah
diperoleh dalam keadaan murni, cukup stabil, dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi. Reaksi
yang terjadi adalah :
Na2B4O7 + 7H2O 2NaOH + 4H3BO3
2NaOH + 2HCl 2NaCl + 2H2O
Na2B4O7 + 2HCl + 5H2O 2NaCl + 4H3BO3
Hasil akhir titrasi adalah terbentuknya campuran NaCl dengan otoborat (H3BO3) bebas,
sehingga pH larutan dapat dihitung, tanpa melihat perubahan volume dalam titrasi, di mana pK
asam borat = 9,24, maka pH adalah :
½ pKa – ½ log Ca = (9,24/2) + 0,5 = 5,1
Adapun indikator yang paling cocok adalah Metil Merah (MM).
Penetapan kadar Natrium Bikarbonat (NaHCO3) dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan standar HCl menurut reaksi : NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2
https://kokyum.wordpress.com/2011/01/20/asidimetri-dan-alkalimetri/
http://arifqbio.multiply.com/journal/item/7 )
http://dedyanwarkimiaanalisa.blogspot.co.id/2009/11/asidi-alkalimetri.html
Proses titrasi asidimetri dan alkalimetri merupakan salah satu proses titrasi netralisasi. Asidimetri
merupakan suatu titrasi terhadap larutan basa bebas atau garam yang berasal dari basa lemah
dengan larutan standar asam. Dalam proses ini terjadi penggabungan ion H+ dengan ion OH–
membentuk molekul air. Sedangkan alkalimetri adalah suatu proses titrsi larutan asam bebas atau
larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan larutan standar biasa. Dalam perhitungan
selanjutnya, digunakan persamaan antara volume dan konsentrasi masing-masing zat yang
dititrasi dengan penetrasinya dan berlaku rumus sebagai berikut :
V1 X N1 = V2 X N2
Alat :
Bahan :
b. Kristal NaOH tersebut dimasukan kedalam labu takar 250 mL, kemudian ditambahkan
aquades sampai tepat 250 mL.
b. Kristal asam oksalat tersebut dimasukan dalam labu takar 100 mL, kenmudian
ditambahkan aquades sampai tanda batas.
c. Larutan asam oksalat tersebut diambil 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan indikator PP.
a. Larutan HCl 0,1 N akan dibuat sebanyak 100 mL dari HCl pekat.
c. Larutan HCl tersebut dimasukan dalm labu takar 100 mL kemudian ditambahkan aquades.
d. Larutan tersebut dikocok sampai homogen, kemudian ditanda bataskan dengan aquades.
b. Larutan HCl yang dibuat tadi, diambil 25 mL dan ditambahkan indikator MO 3 tetes.
c. Larutan HCl tersebut dititrasi dengan larutan natrium borat yang dibuat.
b. Larutan sampel ditambah dengan indikator yang sesuai sebanyak 2-3 tetes.
Vol. H2SO4/
No. Indikator Vol. NaOH Perubahan warna
sampel
1. 25 mL 3 tetes PP 21,2 mL Tak berwarna merah
2. 25 mL 3 tetes PP 21,1 mL Tak berwarna merah
Ket : Larutan H2SO4 5M dibuat menjadi 0,1 N. Volume larutan H2SO4 5M yang diambil 1 mL
dan ditanda bataskan sampai 100 mL.
I. PERHITUNGAN
= 0,1007 N
NNaOH = 0,0952 N
Nborat =(m.boratxekivalen)/(BMxvol)
= 0,1003 N
NHCl = 0,0740 N
N H2SO4 = 0,0805 N
V. PEMBAHASAN
Titrasi asidi-alkalimetri merupakan titrasi asam-basa dan termasuk dalam titrasi netralisasi
(penetralan). Titrasi asidimetri yaitu titrasi terhadap larutan basa bebas atau garam yang berasal
dari basa lemah dengan menggunakan larutan standar asam. Sedangkan, titrasi alkalimetri yaitu
titrasi terhadap larutan asam bebas atau garam yang berasal dari asam lemah dengan
menggunakan larutan standar basa.
Asidimetri dan alkalimetri yang dilakukan dalam percobaan ini melalui beberapa tahap. Untuk
alkalimetri yaitu pembuatan larutan NaOH dan larutan asam oksalat, kemudian standarisasi
larutan NaOH dengan larutan asam oksalat. Larutan asam oksalat dipakai sebagai larutan standar
karena memiliki kemurnian tinggi, tidak higroskopis dan memiliki berat ekivalen yang cukup
besar, sehinngga tergolong sebagai larutan standar primer. Karena larutan NaOH termasuk basa
kuat sedangkan larutan asam oksalat termasuk asam lemah, Maka, pH saat terjadi titik ekivalen
bersifat basa. Oleh karena itu digunakan indikator fenolftalein, dengan trayek PH antara 8,3-10.
Saat titrasi larutan asam oksalat dengan larutan NaOH, warna larutan berubah dari merah
menjadi tak berwarna. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa normalitas larutan NaOH sebelum
distandarisasi yaitu 0,1009 N, namun setelah distandarisasi, normalitas larutan NaOH yaitu
0,0952 N. Untuk titrasi asidimetri, tahap-tahap yang dilakukan yaitu pembuatan larutan HCl dan
larutan borat, kemudian standarisasi larutan HCl dengan larutan borat. Larutan borat dipakai
sebagai larutan standar karena memiliki beberapa keuntungan yaitu :
5. Titik akhir titrasi dapat terlihat jelas dengan indikator metil orange, karena indikator ini
tidak dipengaruhi oleh asam borak (H3BO3) yang sangat lemah.
Pada standarisasi larutan HCl dengan larutan borat, karena larutan HCl termasuk asam kuat,
sedangkan larutan borat adalah garam dari basa lemah. Maka, pH saat titik ekivalen terjadi
bersifat asam. Oleh karena itu, indikatot yang dipakai adalah indikator metil orange (MO),
dengan trayek pH antara 3,1 – 4,4. Saat titrasi larutan HCl dengan larutan borat, warna larutan
berubah dari merah menjadi orange. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa normalitas larutan
HCl setalah distandarisasi adalah 0,0740 N.
Pada percobaan ini juga dilakukan penentuan normalitas larutan sampel yaitu larutan H2SO4.
Untuk menentukan normalitas larutan H2SO4, maka larutan H2SO4 dititrasi dengan larutan NaOH
standar, dengan indikator PP. Saat titrasi berlangsung, warna larutan berubah dari tak berwarna
menjadi merah. Dari hasil perhitunggan diperoleh bahwa normalitas larutan sampel (H2SO4)
yaitu 0,0805 N. Dari seluruh perobaan yang dilakukan tersebut, dimungkinkan terjadi beberapa
kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut mungkin lebih disebabkan karena ketidak-telitian
waktu pembuatan larutan dan menentukan titik akhir titasi.
ARGENTOMETRI
Titrasi argentometri atau titrasi pengendapan adalah titrasi penetapan kadar yang
didasarkan atau reaksi pembentukan endapan dari zat uji dengan larutan perak nitrat. Istilah
Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Argentometri
merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan menggunakan ion perak.
Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-).
Argentometri adalah suatu proses titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat
(AgNO3) sebagai larutan standard. Argentometri termasuk salah satu cara analisis kuantitatif
dengan sistem pengendapan. Dalam titrasi argentometri, larutan AgNO3 digunakan untuk
menetapkan garam-garam halogen dan sianida karena kedua jenis garam ini dengan ion Ag+ dari
garam standard AgNO3 dapat membentuk suatu endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai
dengan persamaan reaksi berikut ini :
NaX + Ag+ AgX + Na+ ( X = halida ) KCN + Ag+ AgCN + K+ KCN + AgCN
K{Ag(CN)2}.
Cara analisis ini biasanya dipergunakan untuk menentukan ion-ion halogen, ion perak,
ion tiosianat serta ion-ion lainnya yang dapat diendapkan oleh larutan standard nya.
Metode Mohr
Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida. Prinsip
penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis dititrasi
dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida
telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak
membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi.
Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.
Reaksinya:
Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄). Titrasi
harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:
1. Dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut karena terbentuk perak dikromat
(Ag₂Cr₂O₇)
2. Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk
endapan perak hidroksida
1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ
2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃ diatas Ph 7
3. Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺
4. Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺
Hal yang harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak nitrat
peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).
Metode Volhard
Kegunaannya untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl,
Br, I). Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan standarnya
larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS). Indikator menggunakan besi (III) amonium sulfat. Titik
akhir titrasinya terbentuk kompleks besi (III) tiosianat Fe(CNS)²⁺ yang larut, berwarna merah.
Reaksinya:
Jika Ag⁺ sudah habis, maka kelebihan 1 tetes NH₄CNS + Fe³⁺ Fe(CNS)²⁺ + NH₄⁺
Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, yang mana pada titik ekivalen, indikator
teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi
pada permukaan endapan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah, endapan harus dijaga sedapat
mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak harus
dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu encer karena
endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna indikator tidak
jelas. Ion indikator harus teradsorbsi sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus segera
teradsorbsi kuat setelah tercapai titik ekivalen. Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat,
seperti misalnya pada titrasi klorida dengan indikator eosin, yang mana indikator teradsorbsi
lebih dulu sebelum titik ekivalen tercapai (Gandjar dan Rohman, 2007).
Fluoresein adalah sebuah asam organik lemah, yang bisa disebut dengan HFI. Ketika
fluoresein ditambahkan ke dalam botol titrasi, anion FI- tidak diadsorbsi oleh koloid perak
klorida selama ion-ion klorida berlebih. Ketika ion-ion perak berlebih, ion-ion FI- dapat tertarik
ke permukaan partikel-partikel yang bermuatan positif. Agregat yang dihasilkannya berwarna
merah jambu, dan warna ini cukup kuat bagi indikator visual.
Sejumlah faktor harus dipertimbangkan dalam memilih sebuah indikator adsorpsi yang
cocok untuk sebuah titrasi pengendapan. Faktor-faktor ini antara lain (Day and Underwood,
2002):
1. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-partikel besar pada titik
ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan secara drastis permukaan yang tersedia untuk
adsorpsi dari indikator. Sebuah koloid pelindung, seperti dekstrin, harus ditambahkan untuk
menjaga endapan tersebar luas. Dengan kehadiran dekstrin perubahan warna dapat diulang, dan
jika titik akhir terlampaui, dapat dititrasi ulang dengan sebuah larutan klorida standar.
2. Adsorpsi dengan indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen dan meningkat
secara cepat pada titik ekivalen. Beberapa indikator yang tidak cocok teradsorpsi secara kuat
indikator tersebut mereka sebenarnya menggantikan ion utama yang diadsorpsi jauh sebelum
titik ekivalen tersebut dicapai.
3. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion dari indikator asam
lemah atau basa lemah tersedia cukup. Fluoresein, sebagai contoh, mempunyai Ka sekitar 10-7,
dan dalam larutan-larutan yang lebih asam dari pH 7, konsentrasi ion-ion FI- sangat kecil
sehingga tidak ada perubahan warna yang dapat diamati. Fluoresein hanya dapat dipergunakan
dalam skala pH sekitar 7 sampai 10. Diklorofluoresein mempunyai Ka sekitar 10-4 dan dapat
dipergunakan dalam skala pH 4 sampai 10.
4. Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion yang ditambahkan
sebagai titran. Adsorpsi dari indikator kemudian tidak akan terjadi sampai ada kelebihan titran.
Perbedaan metode Mohr , Volhard, dan Fajans
Metode Mohr Metode volhard Metode fajans
Pinsip dasar titrasi larutan ion Cl- oleh Larutan sampel Cl-, Br-, Larutan sampel Cl-,
larutan baku AgNO3, I-/SCN- diperlakuan Br-, I-/SCN dititrasai
indicator K2CrO4 dengan larutan baku dengan larutan baku
AgNO3 berlebih. AgNO3
Kelebihan dititrasi
kembali dengan KSCN
Indicator Larutan K2CrO4, (titran larutan Fe3+/larutan Indicator adsorbs
seperti cosin
ialah AgNO3) Fe(II), (titran ialah
fluorosein,
KSCN atau NH4SCN) difluorosein
Penggunaan Penentuan Cl- atau Br-, I- Penentuan Cl-, Br-, I-, Penentuan Cl-, Br-, I-,
tak dapat ditentukan karena SCN- SCN-
I- terabsorbsi kuat oleh
endapan, sama untuk SCN.
Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator akan tetapi ditunjukkan
dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali
sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojoan akan larut kembali karena
terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.
Cara Leibig hanya menghasilkan titik ahir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi pada
saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara Leibig ini tidak dapat dilakukan pada
larutan amoni-akalis karena ion perak akan membentuk kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini
dapat diatasi dengan menambahkan sedikit larutan kalium iodida.
Hasil perhitungan
Ø Cara Mohr
Dik : V AgNO3 = 44,1 mL
N AgNO3 = 0,1 N
V NaCl = 25 mL
BE NaCl = 58,44 gr/mol
Mg contoh = 1gr = 1000 mg
Penye :
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (indikator K2CrO4)
AgNO3 Ag+ + NO3-
V AgNO3 = V1 + V2 = 44,2 + 44 mL = 44,1 mL
22
N NaCl . V NaCl = N AgNO3. V AgNO3
N NaCl = N AgNO3. V AgNO3
V NaCl
= 0,1 N x 44,1 ml = 0,1764 N
25 ml
DAFTAR PUSTAKA
http://mariskasyafri.blogspot.co.id/2013/11/metode-dalam-titrasi-argentometri.html
http://novelfanila.blogspot.co.id/2016/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html
https://ernairiani.wordpress.com/2012/04/05/titrasi-pengendapan-argentometri/
http://lab-anakes.blogspot.co.id/2015/06/argentometri.html
http://nenyrahmawati.blogspot.co.id/2012/01/penentuan-kadar-nacl-dengan.html