Anda di halaman 1dari 18

MATERI ASIDI ALKALIMETRI

Titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri adalah titrasi dengan menggunakan larutan standar asam untuk menentukan basa.
Asam-asam yang biasanya dipergunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat.
Sedangkan alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang menggunakan
larutan standar basa untuk menentukan asam. Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi
netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang
berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara donor proton (asam ) dengan penerima proton (basa). Asidimetri
merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat basa
dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya alkalimetri adalah penetapan kadar senyawa-
senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
LARUTAN STANDAR
Larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti, disebut larutan standar atau
larutan lembaga, dimana larutan ini setiap liternya mengandung sejumlah gram ekivalen tertentu.
Sedang banyaknya zat yang akan ditentukan dapat dihitung dari banyaknya volum larutan
standar dengan hukum ekivalen kimia biasa. Proses penambahan larutan standar kedalam larutan
yang akan ditentukan normalitasnya sampai terjadi reaksi yang sempurna disebut titrasi.
Sedangkan larutan yang akan ditentukan normalitasnya disebut larutan yang dititrasi.
Syarat-syarat larutan standar:
1. Reaksi harus sederhana sehingga mudah dituliskan dengan persamaan reaksi kimianya. Zat
yang akan ditentukan harus bereaksi secara kuantitatif dengan larutan standar atau larutan
pereaksi dalam perbandingan yang setara atau secara stokiometri.
2. Reaksi harus terjadi dengan cepat, apabila perlu untuk mempercepat reaksi dapat
ditambahkan suatu katalisator.
3. Pada saat tercapainya titik setara atau ekivalen, di dalam larutan harus terjadi perubahan
yang jelas, baik dalam sifat fisik maupun sifat kimianya.
4. Indikator yang digunakan harus memberikan ketentuan yang jelas saat terjadinya titik akhir
titrasi, misalnya perubahan warna atau terjadinya pembentukan endapan. Apabila ternyata tidak
ada indikator yang mampu menunjukkan saat tercapainya titik ekivalen, amak proses ini dapat
dikerjakan dengan cara :
a. Titrasi secara potensiometri.
b. Titrasi secara konduktometri.
c. Titrasi secara amperometri.
LARUTAN STANDAR PRIMER
Adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui metode
gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana, setelah dilakukan
penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu.
Contoh: NaCl, asam oksalat, asam benzoat. Larutan standar primer adalah larutan standar yang
konsentrasinya diperoleh dengan cara menimbang.
Syarat-syarat larutan baku primer:
- mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120 derajat celcius)
dan disimpan dalam keadaan murni.
- tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
- zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan tertentu.
- sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar, sehingga kesalahan
karena penimbangan dapat diabaikan.
- zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
- reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik dan langsung.
kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan secara tepat dan mudah.

LARUTAN STANDAR SEKUNDER


Adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan
menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.
Contoh: NaOH. Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan
cara mentitrasi dengan larutan standar primer.
Syarat-syarat larutan baku sekunder:
- derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer
- mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan
- larutannya relatif stabil dalam penyimpanan

INDIKATOR
Indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk asam atau dalam bentuk
basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk warna yang berbeda dan dapat
saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada
pH tertentu. Berdasarkan sifat asam dan basa, larutan dibedakan menjadi tiga golongan yaitu :
bersifat asam, basa, dan netral. Sifat larutan tersebut dapat ditunjukkan dengan menggunakan
indikator asam-basa, yaitu zat-zat warna yang menghasilkan warna berbeda dalam larutan asam
dan basa. Cara menentukan senyawa bersifat asam, basa atau netral dapat menggunakan kertas
lakmus, larutan indikator atau larutan alami. Misal, lakmus merah dan biru. Berikut ini
dijabarkan beberapa indikator yang sering digunakan dalam titrasi netralisasi baik asidimetri
maupun alkalimetri.
1. Phenol Ptalein (PP)
Phenol Ptalein merupakan asam organik bervalensi dua, bekerja pada pH 8,0 sampai 9,8.
Dalam bentuk molekulnya dan disosiasi H+ yang pertama, PP tidak berwarna atau warnanya
mengikuti pelarutnya.Sedangkan pada disosiasi H+ yang kedua, PP akan berwarna merah muda
sampai merah keunguan..Hal inilah yang mendasari mengapa PP pada suasana asam warnanya
tidak berwarna sedangkan dalam basa berwarna merah. PP cocok digunakan untuk titrasi antara
asam lemah dengan basa kuat karena akan menghasilkan garam normal yang bersifat basa.
2. Sindur Metil (SM)
Sindur Metil merupakan basa organik yang bersifat amfoter karena terdapat Nitrogen
yang memiliki Pasangan Elektron Bebas (PEB) dan gugus asam dari Hidrogen Sulfat. Trayek pH
kerja dari SM berkisar antara 3,1 sampai 4,5. Jika larutan diasamkan maka pH akan turun dan
indikator SM berubah menjadi merah, sedangkan jika ditambahkan basa maka pH akan naik dan
SM berubah warna menjadi kuning. Indikator SM dibuat dalam larutannya dengan konsentrasi
0,1% di dalam air. SM cocok digunakan dalam titrasi antara asam kuat dan basa lemah yang
menghasilkan produk berupa garam normal bersifat asam.
3. Merah Metil (MM)
Merah Metil (MM) sama seperti SM, yaitu berupa basa organik. Apabila dalam suasana
asam, MM akan berwarna merah dan apabila dalam suasana basa MM akan berwarna kuning.
Karena sifat inilah maka indikator MM cocok digunakan pada titrasi asam kuat dan basa lemah.
Indikator MM dapat dibuat sebagai larutannya dengan konsentrasi 0,2% dalam pelarut alkohol
60%.

TITIK AKHIR TITRASI

Titik Akhir (TA) adalah titik dimana telah terjadi perubahan warna pada indikator
yang menandakan titrasi telah selesai dilakukan.

TITIK EKIVALEN

Adapun yang dinamakan Titik Ekuivalen (TE) adalah titik dimana telah terjadi
kesetaraan antara jumlah titrat dan titran.

CARA MELAKUKAN TITRASI

Titrasi adalah cara penentuan konsentrasi suatu larutan dengan volume tertentu dengan
menggunakan larutan yang sudah diketahui konsentrasinya. Bila titrasi menyangkut titrasi asam-
basa maka disebut dengan titrasi adisi-alkalimetri. Titran ditambahkan sedikit demi sedikit (dari
dalam buret) pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi perubahan warna indikator baik
titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Saat terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi
dihentikan. Saat terjadi perubahan warna indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir
titrasi dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik ekivalen. Semakin jauh titik akhir titrasi
dengan titik ekivalen maka semakin besar kesalahan titrasi dan oleh karena itu, pemilihan
indikator menjadi sangat penting agar warna indikator berubah saat titik ekivalen tercapai. Pada
saat tercapai titik ekivalen maka pH-nya 7 (netral).
CONTOH PENETAPAN KADAR ASIDIMETRI

Asidimetri adalah salah satu teknik titrasi yang yang menggunakan asam sebagai titran.
Asam yang sering dipakai dalam analisis asidimetri adalah HCl. Asam ini harus distandardisasi
dengan larutan baku primer. Larutan baku primer yang sering digunakan untuk standardisasi HCl
adalah larutan boraks. HCl harus distandardisasi karena larutan ini mudah menguap dan mudah
bereaksi dengan senyawa lain di udara.

Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah diketahui normalitasnya, maka untuk
menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Tetapi bila larutan tersebut dibuat baru suatu zat cair yang tidak/belum diketahui
normalitasnya, maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan
rumus :
Vx = N x V x BM
10 x n x K x L
dengan : Vx = volume
n = valensi
K = kadar
L = density
N = normalitas larutan yang akan dibuat
BM = berat molekul zat cair tersebut
V = volume zat cair yang akan dibuat
Boraks digunakan sebagai bahan baku dalam penetapan normalitas HCl karena mudah
diperoleh dalam keadaan murni, cukup stabil, dan memiliki berat ekuivalen yang tinggi. Reaksi
yang terjadi adalah :
Na2B4O7 + 7H2O 2NaOH + 4H3BO3
2NaOH + 2HCl 2NaCl + 2H2O
Na2B4O7 + 2HCl + 5H2O 2NaCl + 4H3BO3
Hasil akhir titrasi adalah terbentuknya campuran NaCl dengan otoborat (H3BO3) bebas,
sehingga pH larutan dapat dihitung, tanpa melihat perubahan volume dalam titrasi, di mana pK
asam borat = 9,24, maka pH adalah :
½ pKa – ½ log Ca = (9,24/2) + 0,5 = 5,1
Adapun indikator yang paling cocok adalah Metil Merah (MM).
Penetapan kadar Natrium Bikarbonat (NaHCO3) dapat dilakukan dengan menggunakan
larutan standar HCl menurut reaksi : NaHCO3 + HCl NaCl + H2O + CO2

CONTOH PENETAPAN KADAR ALKALIMETRI


Alkalimetri adalah titrasi yang menggunakan basa sebagai titran. Basa yang sering
dipakai dalam analisis alkalimetri adalah NaOH. Larutan baku primer yang sering digunakan
untuk standardisasi NaOH adalah larutan asam oksalat. NaOH perlu distandardisasi karena
senyawa ini bersifat higroskopis sehingga mudah mengikat air dan bereaksi dengan CO2 di
udara. Pembuata larutan standar dari zat yang berbentuk cair sering disebut cara pengenceran,
yaitu dari zat cair yang lebih pekat menjadi lebih cair.cara ini dapat dilakukukan pada cairan
yang telah diketahui normalitasnya. Apabila suatu larutan standar dibuat dari zat cair yang telah
diketahui normalitasnya, maka untuk menentukan banyaknya volume yang akan diencerkan
digunakan rumus :
V1 x N1 = V2 x N2
Tetapi bila larutan tersebut dibuat baru suatu zat cair yang tidak/belum diketahui
normalitasnya, maka untuk menetukan banyaknya volume yang akan diencerkan digunakan
rumus :
Vx = N x V x BM
10 x n x K x L
dengan : Vx = volume
n = valensi
K = kadar
L = density
N = normalitas larutan yang akan dibuat
BM = berat molekul zat cair tersebut
V = volume zat cair yang akan dibuat

Standarisasi larutan NaOH


Dengan Asam Oksalat (H2 C2 O4 . 2H2O)
0,2 – 1,25 gr asam oksalat dimasukkan ke dalam elenmeyer 250 ml. Bilas dengan aquadest dan
larutkan sampai volume 50 ml. Tambah 2 atau 3 tetes indikator Phenol Phtalein (PP). Titrasi
dengan larutan NaOH dari buret sampai warna merah muda

PENETAPAN KADAR SECARA ASIDI ALKALIMETRI


Dalam bidang farmasi, asidi-alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar suatu obat
dengan teliti karena dengan titrasi ini, penyimpangan titik ekivalen lebih kecil sehingga lebih
mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai dengan suatu perubahan warna,
begitu pula dengan waktu yang digunakan seefisien mungkin. Beberapa senyawa yang
ditetapkan kadarnya secara asidi dan alkalimetri dalam Farmakope Indonesia Edisi IV
diantaranya adalah:Amfetamin sulfat dan sediaan tabletnya,Amonia,Asam asetat,Asam
benzoat,Asam klorida,Asam salisilat,Asam sitrat,Asam sulfat,Asam tartrat, dan lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
http://graciez-pharmacy.blogspot.co.id/2012/11/asidi-alkalimetri.html
(Anonim, 1972, Farmakope Indonesia, Edisi II, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Vogel, A.I., 1978, A Text Book of Quantitative Inorganic Analysis, 4 Ed., Longmans, Green and
Co. London, New York, Toronto.)
http://www.asymmetricalife.net/2016/05/titrasi-netralisasi-asidimetri-alkalimetri.html

(Sulistiowati dkk. 2014. Analisis Volumetri. Bogor : SMK - SMAK Bogor)

https://kokyum.wordpress.com/2011/01/20/asidimetri-dan-alkalimetri/

(Mudjiran.Diktat Analisis Kuantitatif Bagian Volumetri.Yogyakarta:STTN-BATAN

Siswantoro.dkk.2010.Petunjuk Praktikum Kimia Analisis.Yogyakarta:STTN-BATAN.

http://arifqbio.multiply.com/journal/item/7 )

http://dedyanwarkimiaanalisa.blogspot.co.id/2009/11/asidi-alkalimetri.html
Proses titrasi asidimetri dan alkalimetri merupakan salah satu proses titrasi netralisasi. Asidimetri
merupakan suatu titrasi terhadap larutan basa bebas atau garam yang berasal dari basa lemah
dengan larutan standar asam. Dalam proses ini terjadi penggabungan ion H+ dengan ion OH–
membentuk molekul air. Sedangkan alkalimetri adalah suatu proses titrsi larutan asam bebas atau
larutan garam yang berasal dari asam lemah dengan larutan standar biasa. Dalam perhitungan
selanjutnya, digunakan persamaan antara volume dan konsentrasi masing-masing zat yang
dititrasi dengan penetrasinya dan berlaku rumus sebagai berikut :

V1 X N1 = V2 X N2

V1 : Volume zat penetrasi/standar (mL).

N1 : Normalitas zat penetrasi/standar (gr ekivalen/L).

V2 : Volume zat yang dititrasi (mL).

N2 : Normalitas zat yang diititrasi (mL)

II. ALAT DAN BAHAN

Alat :

1. Gelas arloji 6. Gelas beker 11. Labu takar

2. Sendok sungu 7. Corong gelas 12. Gelas ukur

3. Neraca analitik 8. Pipet volum 13. Pipet tetes

4. Erlenmeyer 9. Bulbpipet 14. Lemari asam

5. Buret 10. Statif

Bahan :

1. Kristal NaOH 4. Aquades

2. Kristal asam oksalat 5. Kristal Natrium Borat

3. HCL pekat 6. Indikator MO dan PP

III. LANGKAH KERJA


1. Membuat larutan NaOH 0,1 N.

a. Kristal NaOH ditimbang sebanyak 1 gram.

b. Kristal NaOH tersebut dimasukan kedalam labu takar 250 mL, kemudian ditambahkan
aquades sampai tepat 250 mL.

c. Larutan NaOH disimpan dalam botol dan ditutup rapat.

1. Penentuan normalitas larutan NaOH 0,1 N dengan asam oksalat.

a. Kristal asam oksalat (H2C2O4.2H2O) ditimbang sebanyak 0,63 gram.

b. Kristal asam oksalat tersebut dimasukan dalam labu takar 100 mL, kenmudian
ditambahkan aquades sampai tanda batas.

c. Larutan asam oksalat tersebut diambil 25 mL dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan
ditambahkan indikator PP.

d. Larutan dalam erlenmeyer tersebut dititrasi dengan larutan NaOH 0,1 N.

e. Titrasi diulangi 2-3 kali.

2. Membuat larutan HCl 0,1 N.

a. Larutan HCl 0,1 N akan dibuat sebanyak 100 mL dari HCl pekat.

b. Larutan HCl pekat diambil sebanyak X mL (sesuai perhitungan)

c. Larutan HCl tersebut dimasukan dalm labu takar 100 mL kemudian ditambahkan aquades.

d. Larutan tersebut dikocok sampai homogen, kemudian ditanda bataskan dengan aquades.

3. Penentuan normalitas HCl 0,1 N.

a. Larutan natrium borat 0,1 N dibuat sebanyak 100 mL.

b. Larutan HCl yang dibuat tadi, diambil 25 mL dan ditambahkan indikator MO 3 tetes.

c. Larutan HCl tersebut dititrasi dengan larutan natrium borat yang dibuat.

d. Titrasi diulangi 2-3 kali.


e. Normalitas HCl tersebut ditentukan dengan perhitungan.

4. Penentuan larutan sampel (H2SO4 0.1 N).

a. Larutan sampel diambil beberapa mL.

b. Larutan sampel ditambah dengan indikator yang sesuai sebanyak 2-3 tetes.

c. Larutan sampel dititrasi dengan larutan standar.

d. Titrasi diulangi 2-3 kali

e. Normalitas larutan sampel ditentukan dengan perhitungan.

IV. DATA PERCOBAAN

1. Pembuatan larutan NaOH 0,1 N

BM NaOH : 40,0 gr/mol

Massa NaOH : 1,009 gr

Vol. NaOH : 250 mL

2. Standarisasi normalitas larutan NaOH dengan asam oksalat (H2C2O4).

Massa oksalat : 0,635 gr

BM oksalat : 126,07 gr/mol

Vol. pengenceran : 100 mL

No. Vol. oksalat Indikator Vol. NaOH Perubahan warna


1. 25 mL 3 tetes PP 26,5 mL Merah tak berwarna
2. 25 mL 3 tetes PP 26,4 mL Merah tak berwarna

3. Pembuatan larutan HCl 0,1 N.

Vol. HCl diambil : 0,830 mL

BM HCl pekat : 36,5 gr/mol


BD HCl pekat : 1,190 gr/ml

Prosen HCl pekat : 37 %

Vol. pengenceran : 100 mL

4. Standarisasi larutan HCl dengan larutan Na2B4O7.10H2O.

Massa borat : 1,913 gr

BM borat : 381,37 gr/mol

Vol. pengenceran : 100 mL

No. Vol. HCl Vol. Na2B4O7 Indikator Perubahan warna


1. 25 mL 18,5 mL 3 tetes MO Merah orange
2. 25 mL 18,4 mL 3 tetes MO Merah orange

5. Penentuan larutan sampel.

Vol. H2SO4/
No. Indikator Vol. NaOH Perubahan warna
sampel
1. 25 mL 3 tetes PP 21,2 mL Tak berwarna merah
2. 25 mL 3 tetes PP 21,1 mL Tak berwarna merah

Ket : Larutan H2SO4 5M dibuat menjadi 0,1 N. Volume larutan H2SO4 5M yang diambil 1 mL
dan ditanda bataskan sampai 100 mL.

I. PERHITUNGAN

a. Standarisasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat.

Nas. oksalat =(m.oksalatxekivalen)/(BMxvol)

=(0,635 gr x 2)/(126,07 gr/molx 0,1 L)

= 0,1007 N

Vol. as. oksalat rata-rata = 25 mL

Vol. NaOH rata-rata = 26,45 mL


NNaOH = ( Vas. oksalat X Nas. oksalat)/VNaOH

NNaOH = (25 mL X 0,1007 N)/26,45 mL

NNaOH = 0,0952 N

b. Standarisasi larutan HCl dengan larutan borat.

Nborat =(m.boratxekivalen)/(BMxvol)

=(0,913 grx2)/(381,37gr/mol x 0,1 L)

= 0,1003 N

Vol. borat rata-rata = 18,45 mL

Vol. HCl rata-rata = 25 mL

NHCl = (Vborat X Nborat )/Vol HCl

NHCl = (18,45 mL X 0,1003 N)/25 mL

NHCl = 0,0740 N

e. Penentuan normalitas larutan sampel (H2SO4).

Vol. NaOH rata-rata = 21.15 mL

Vol. H2SO4 rata-rata = 25 mL

NH2SO4 = (VNaOH X NNaOH )/V H2SO4

N H2SO4 = (21,15 mL X 0,1007 N)/25 mL

N H2SO4 = 0,0805 N

V. PEMBAHASAN

Titrasi asidi-alkalimetri merupakan titrasi asam-basa dan termasuk dalam titrasi netralisasi
(penetralan). Titrasi asidimetri yaitu titrasi terhadap larutan basa bebas atau garam yang berasal
dari basa lemah dengan menggunakan larutan standar asam. Sedangkan, titrasi alkalimetri yaitu
titrasi terhadap larutan asam bebas atau garam yang berasal dari asam lemah dengan
menggunakan larutan standar basa.
Asidimetri dan alkalimetri yang dilakukan dalam percobaan ini melalui beberapa tahap. Untuk
alkalimetri yaitu pembuatan larutan NaOH dan larutan asam oksalat, kemudian standarisasi
larutan NaOH dengan larutan asam oksalat. Larutan asam oksalat dipakai sebagai larutan standar
karena memiliki kemurnian tinggi, tidak higroskopis dan memiliki berat ekivalen yang cukup
besar, sehinngga tergolong sebagai larutan standar primer. Karena larutan NaOH termasuk basa
kuat sedangkan larutan asam oksalat termasuk asam lemah, Maka, pH saat terjadi titik ekivalen
bersifat basa. Oleh karena itu digunakan indikator fenolftalein, dengan trayek PH antara 8,3-10.
Saat titrasi larutan asam oksalat dengan larutan NaOH, warna larutan berubah dari merah
menjadi tak berwarna. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa normalitas larutan NaOH sebelum
distandarisasi yaitu 0,1009 N, namun setelah distandarisasi, normalitas larutan NaOH yaitu
0,0952 N. Untuk titrasi asidimetri, tahap-tahap yang dilakukan yaitu pembuatan larutan HCl dan
larutan borat, kemudian standarisasi larutan HCl dengan larutan borat. Larutan borat dipakai
sebagai larutan standar karena memiliki beberapa keuntungan yaitu :

1. Borat memiliki berat ekivalen yang tinggi ( 1 grek borat = 190,72).

2. Borat mudah dimurnikan dengan jalan rekristalisasi.

3. Tidak perlu memanaskan sampai berat tetap (konsatan).

4. Secara praktis, borat tidak higroskopis.

5. Titik akhir titrasi dapat terlihat jelas dengan indikator metil orange, karena indikator ini
tidak dipengaruhi oleh asam borak (H3BO3) yang sangat lemah.

Pada standarisasi larutan HCl dengan larutan borat, karena larutan HCl termasuk asam kuat,
sedangkan larutan borat adalah garam dari basa lemah. Maka, pH saat titik ekivalen terjadi
bersifat asam. Oleh karena itu, indikatot yang dipakai adalah indikator metil orange (MO),
dengan trayek pH antara 3,1 – 4,4. Saat titrasi larutan HCl dengan larutan borat, warna larutan
berubah dari merah menjadi orange. Dari hasil perhitungan diperoleh bahwa normalitas larutan
HCl setalah distandarisasi adalah 0,0740 N.

Pada percobaan ini juga dilakukan penentuan normalitas larutan sampel yaitu larutan H2SO4.
Untuk menentukan normalitas larutan H2SO4, maka larutan H2SO4 dititrasi dengan larutan NaOH
standar, dengan indikator PP. Saat titrasi berlangsung, warna larutan berubah dari tak berwarna
menjadi merah. Dari hasil perhitunggan diperoleh bahwa normalitas larutan sampel (H2SO4)
yaitu 0,0805 N. Dari seluruh perobaan yang dilakukan tersebut, dimungkinkan terjadi beberapa
kesalahan. Kesalahan-kesalahan tersebut mungkin lebih disebabkan karena ketidak-telitian
waktu pembuatan larutan dan menentukan titik akhir titasi.
ARGENTOMETRI

Titrasi argentometri atau titrasi pengendapan adalah titrasi penetapan kadar yang
didasarkan atau reaksi pembentukan endapan dari zat uji dengan larutan perak nitrat. Istilah
Argentometri diturunkan dari bahasa latin Argentum, yang berarti perak. Argentometri
merupakan titrasi pengendapan sampel yang dianalisis dengan menggunakan ion perak.
Biasanya, ion-ion yang ditentukan dalam titrasi ini adalah ion halida (Cl-, Br-, I-).
Argentometri adalah suatu proses titrasi yang menggunakan garam argentum nitrat
(AgNO3) sebagai larutan standard. Argentometri termasuk salah satu cara analisis kuantitatif
dengan sistem pengendapan. Dalam titrasi argentometri, larutan AgNO3 digunakan untuk
menetapkan garam-garam halogen dan sianida karena kedua jenis garam ini dengan ion Ag+ dari
garam standard AgNO3 dapat membentuk suatu endapan atau suatu senyawa kompleks sesuai
dengan persamaan reaksi berikut ini :
NaX + Ag+  AgX + Na+ ( X = halida ) KCN + Ag+  AgCN + K+ KCN + AgCN 
K{Ag(CN)2}.
Cara analisis ini biasanya dipergunakan untuk menentukan ion-ion halogen, ion perak,
ion tiosianat serta ion-ion lainnya yang dapat diendapkan oleh larutan standard nya.

Metode Mohr

Kegunaan metode Mohr yaitu untuk penetapan kadar Klorida atau Bromida. Prinsip
penetapannya larutan klorida atau bromida dalam suasana netral atau agak alkalis dititrasi
dengan larutan perak nitrat menggunakan indikator kromat. Apabila ion klorida atau bromida
telah habis diendapkan oleh ion perak, maka ion kromat akan bereaksi dengan ion perak
membentuk endapan perak kromat yang berwarna coklat merah sebagai titik akhir titrasi.
Larutan standarnya yaitu larutan perak nitrat menggunakan indikator larutan kalium kromat.

Reaksinya:

NaCl + AgNO₃ AgCl (endapan) + NaNO₃

2AgNO₃ + K₂CrO₄ (endapan) + 2KNO₃

Titik akhir titrasi terjadi perubahan warna pada endapan menjadi merah coklat (AgCrO₄). Titrasi
harus dilakukan pada suasana netral atau sedikit alkalis karena:

1. Dalam suasana asam endapan AgCrO₄ akan larut karena terbentuk perak dikromat
(Ag₂Cr₂O₇)
2. Dalam suasana basa perak nitrat akan bereaksi dengan ion hidroksida membentuk
endapan perak hidroksida

AgNO₃ + NaOH AgOH (endapan) + NaNO₃

Gangguan pada titrasi ini antara lain disebabkan oleh:

1. Ion yang akan mengendap lebih dulu dari AgCl, misalnya: F, Br, CNSˉ
2. Ion yang membentuk kompleks dengan Ag⁺, misalnya: CNˉ, NH₃ diatas Ph 7
3. Ion yang membentuk kompleks dengan Clˉ, misalnya: Hg²⁺
4. Kation yang mengendapkan kromat, misalnya: Ba²⁺

Hal yang harus dihindari: cahaya matahari langsung atau sinar neon karena larutan perak nitrat
peka terhadap cahaya (reduksi fotokimia).

Metode Volhard

Kegunaannya untuk penetapan kadar perak atau garamnya, penetapan kadar halida (Cl,
Br, I). Prinsip penetapan kadar perak ditetapkan dengan cara titrasi langsung. Larutan standarnya
larutan tiosianat (KCSN atau NH₄CNS). Indikator menggunakan besi (III) amonium sulfat. Titik
akhir titrasinya terbentuk kompleks besi (III) tiosianat Fe(CNS)²⁺ yang larut, berwarna merah.

Reaksinya:

Ag⁺ + NH₄CNS AgCNS (endapan putih) + NH₄⁺

Jika Ag⁺ sudah habis, maka kelebihan 1 tetes NH₄CNS + Fe³⁺ Fe(CNS)²⁺ + NH₄⁺

Metode K. Fajans
Pada metode ini digunakan indikator adsorbsi, yang mana pada titik ekivalen, indikator
teradsorbsi oleh endapan. Indikator ini tidak memberikan perubahan warna kepada larutan, tetapi
pada permukaan endapan (Gandjar dan Rohman, 2007).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam metode ini ialah, endapan harus dijaga sedapat
mungkin dalam bentuk koloid. Garam netral dalam jumlah besar dan ion bervalensi banyak harus
dihindarkan karena mempunyai daya mengkoagulasi. Larutan tidak boleh terlalu encer karena
endapan yang terbentuk sedikit sekali sehingga mengakibatkan perubahan warna indikator tidak
jelas. Ion indikator harus teradsorbsi sebelum tercapai titik ekivalen, tetapi harus segera
teradsorbsi kuat setelah tercapai titik ekivalen. Ion indikator tidak boleh teradsorbsi sangat kuat,
seperti misalnya pada titrasi klorida dengan indikator eosin, yang mana indikator teradsorbsi
lebih dulu sebelum titik ekivalen tercapai (Gandjar dan Rohman, 2007).
Fluoresein adalah sebuah asam organik lemah, yang bisa disebut dengan HFI. Ketika
fluoresein ditambahkan ke dalam botol titrasi, anion FI- tidak diadsorbsi oleh koloid perak
klorida selama ion-ion klorida berlebih. Ketika ion-ion perak berlebih, ion-ion FI- dapat tertarik
ke permukaan partikel-partikel yang bermuatan positif. Agregat yang dihasilkannya berwarna
merah jambu, dan warna ini cukup kuat bagi indikator visual.
Sejumlah faktor harus dipertimbangkan dalam memilih sebuah indikator adsorpsi yang
cocok untuk sebuah titrasi pengendapan. Faktor-faktor ini antara lain (Day and Underwood,
2002):
1. AgCl seharusnya tidak diperkenankan untuk mengental menjadi partikel-partikel besar pada titik
ekivalen, mengingat hal ini akan menurunkan secara drastis permukaan yang tersedia untuk
adsorpsi dari indikator. Sebuah koloid pelindung, seperti dekstrin, harus ditambahkan untuk
menjaga endapan tersebar luas. Dengan kehadiran dekstrin perubahan warna dapat diulang, dan
jika titik akhir terlampaui, dapat dititrasi ulang dengan sebuah larutan klorida standar.
2. Adsorpsi dengan indikator seharusnya dimulai sesaat sebelum titik ekivalen dan meningkat
secara cepat pada titik ekivalen. Beberapa indikator yang tidak cocok teradsorpsi secara kuat
indikator tersebut mereka sebenarnya menggantikan ion utama yang diadsorpsi jauh sebelum
titik ekivalen tersebut dicapai.
3. pH dari media titrasi harus dikontrol untuk menjamin sebuah konsentrasi ion dari indikator asam
lemah atau basa lemah tersedia cukup. Fluoresein, sebagai contoh, mempunyai Ka sekitar 10-7,
dan dalam larutan-larutan yang lebih asam dari pH 7, konsentrasi ion-ion FI- sangat kecil
sehingga tidak ada perubahan warna yang dapat diamati. Fluoresein hanya dapat dipergunakan
dalam skala pH sekitar 7 sampai 10. Diklorofluoresein mempunyai Ka sekitar 10-4 dan dapat
dipergunakan dalam skala pH 4 sampai 10.
4. Amat disarankan bahwa ion indikator bermuatan berlawanan dengan ion yang ditambahkan
sebagai titran. Adsorpsi dari indikator kemudian tidak akan terjadi sampai ada kelebihan titran.
Perbedaan metode Mohr , Volhard, dan Fajans
Metode Mohr Metode volhard Metode fajans
Pinsip dasar titrasi larutan ion Cl- oleh Larutan sampel Cl-, Br-, Larutan sampel Cl-,
larutan baku AgNO3, I-/SCN- diperlakuan Br-, I-/SCN dititrasai
indicator K2CrO4 dengan larutan baku dengan larutan baku
AgNO3 berlebih. AgNO3
Kelebihan dititrasi
kembali dengan KSCN
Indicator Larutan K2CrO4, (titran larutan Fe3+/larutan Indicator adsorbs
seperti cosin
ialah AgNO3) Fe(II), (titran ialah
fluorosein,
KSCN atau NH4SCN) difluorosein

Persamaan Ag++ Cl- AgCl  Ag++ X- AgX  Ag++ X- AgX


reaksi
Ag+ + CrO4-  Ag2CrO4 Ag+ + SCN-  AgX//Ag+ + cosin,
 (coklat kemerahan)
Ag2SCN (putih) AgX/Ag-cosinat
Fe3+ + SCN- (biru kemerahan).
Fe(SCN)2+ merah darah
Syarat [CrO4-] = 1.1 x 10-2 M Dalam suasana asam Adsorbs harus
nitrat. khusus terjadi sesudah TE.
[CrO4-] > 1.1 x 10-2 M
penentuan I- indicator Tida ada garam lain
Terjadi sebelum TE dan baru diberikaan setelah yang menyebabkan
ion I- mengendap koagulasi. Dapat
sebaliknya. pH=6-8
semua, karena I- dapat digunaan pada
Jika pH<6 [CrO4-] dioksidasikan oleh Fe3+ pH=4. Endapan
berupa koloidal.
berkurang.
2H+ + CrO4- 2HCrO4-
Cr2O72- + H+. Jika pH > 10
akan membentuk AgOH /
Ag2O

Penggunaan Penentuan Cl- atau Br-, I- Penentuan Cl-, Br-, I-, Penentuan Cl-, Br-, I-,
tak dapat ditentukan karena SCN- SCN-
I- terabsorbsi kuat oleh
endapan, sama untuk SCN.
Metode Leibig
Pada metode ini, titik akhir titrasinya tidak ditentukan dengan indikator akan tetapi ditunjukkan
dengan terjadinya kekeruhan. Ketika larutan perak nitrat ditambahkan kepada larutan alkali
sianida akan terbentuk endapan putih, tetapi pada penggojoan akan larut kembali karena
terbentuk kompleks sianida yang stabil dan larut.

Cara Leibig hanya menghasilkan titik ahir yang memuaskan apabila pemberian pereaksi pada
saat mendekati titik akhir dilakukan perlahan-lahan. Cara Leibig ini tidak dapat dilakukan pada
larutan amoni-akalis karena ion perak akan membentuk kompleks Ag(NH3)2+ yang larut. Hal ini
dapat diatasi dengan menambahkan sedikit larutan kalium iodida.

CONTOH ZAT YANG DAPAT DITENTUKAN KADARNYA DENGAN ARGENTOMETRI


Sesuai dengan namanya, penetapa kadar ini menggunakan perak nitrat (AgNO3). Garam ini
merupakan satu-satunya garam perak yang terlarutkan air sehingga reaksi peak nitrat dengan
garam lain akan menghasilkan endapan. Garam-garam, seperti natrium klorida (NaCl) dan
kalium sianida (KCN), dapat ditentukan kadarnya dengan cara berikut ini (Cairns, 2008).
AgNO3 + NaCl  AgCl (endapan) + NaNO3
AgNO3 + KCN  AgCN (endapan) + KNO3
Sampel garam dilarutkan di dalam air dan di titrasi dengan larutan perak nitrat standar
sampai keseluruhan garam perak mengendap. Jenis titrasi ini dapat menunjukkan titik akhirnya
sendiri (self-indicating), tetapi biasanya suatu indikator dipilih yang menghasilkan endapan
berwarna pada titik akhir. Pada penetapan kadar NaCl, kalium kromat ditambahkan ke dalam
larutan; setelah semua NaCl bereaksi, tetesan pertama AgNO3 berlebih menghasilkan endapan
perak kromat berwarna merah yang mengubah warna larutan menjadi coklat merah ( Cairns,
2008).
PENETAPAN KADAR DENGAN ARGENTOMETRI
Dalam dunia farmasi, metode argentometri dapat digunakan dalam penetapan kadar suatu
sediian obat. Contohnya ammonium klorida , fenderol hidrobromida , kalium klorida ,
klorbutanol , meftalen , dan sediaan tablet lainnya.
1. Penetapan kadar amonium klorida (NH4Cl) dengan metode argentometri
Ditimbang seksama ±100 mg sampel ,larutkan dalam 100ml air,dipipet 10ml larutan
kedalam erlenmeyer 250 ml ,ditambahkan larutan sampel dengan 0,5-1ml larutan K2CrO4
5%,dititrasi larutan dengan larutan AgNO3 0,1 N hingga titik akhir tercapai,dihitung kadar
amonium klorida.
2.Penetapan Kadar Efedrin HCL Metode Pengendapan (Argentometri)
Ditimbang 250 mg efedrin HCl ,Dilarutkan dengan aquadest sebanyak 250 ml,Dipipet 20
ml larutan Efedrin HCl ,Ditambahkan 3 tetes indikator K2CrO4 ,Dititrasi dengan larutan AgNO3
hingga terjadi perubahan warna dari kuning sampai terbentuk endapan merah bata.
3. Penetapan Papaverin HCL Dengan Metode Argentometri
Ditimbang seksama sempel papaverin HCL yang setara dengan 10ml AgNO3 0,1 N
,larutkan dengan 100ml air suling ,tambhkan indikator K2CrO4 0,005 M dan titrasi dengan
AgNO3 0,1 N. Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna dari kuning menjadi merah
coklat atau merah bata. Contoh perhitungan penetapan NaCl dalam garam dapur (cara Mohr)

labu V NaCl V AgNO3 N AgNO3 Vrata-rata AgNO3 Perubahan warna Endapan


Awal Akhir
1. 25 mL 44,2 mL 0,1 N (44,2 + 44) mL kuning merah putih, pucat bata
2. 25 mL 44 mL 0,1 N = 44,1 mL kuning merah putih,pucat bata

Hasil perhitungan
Ø Cara Mohr
Dik : V AgNO3 = 44,1 mL
N AgNO3 = 0,1 N
V NaCl = 25 mL
BE NaCl = 58,44 gr/mol
Mg contoh = 1gr = 1000 mg
Penye :
a. Standarisasi AgNO3 dengan NaCl (indikator K2CrO4)
AgNO3 Ag+ + NO3-
V AgNO3 = V1 + V2 = 44,2 + 44 mL = 44,1 mL
22
N NaCl . V NaCl = N AgNO3. V AgNO3
N NaCl = N AgNO3. V AgNO3
V NaCl
= 0,1 N x 44,1 ml = 0,1764 N
25 ml

b. Penentuan NaCl dalam garam dapur (cara Mohr)


NaCl Na+ + Cl-
Kadar NaCl = V AgNO3 x N AgNO3 x BE NaCl X 100%
Massa contoh
= 44,1 ml x 0,1 N x 58,44 gr/mol X 100%
1 gr
= 0,0441 L x 0,1 L/ek x 58,44 gr /mol X 100%
1 gr
= 25,77 %

DAFTAR PUSTAKA

http://mariskasyafri.blogspot.co.id/2013/11/metode-dalam-titrasi-argentometri.html

http://novelfanila.blogspot.co.id/2016/03/v-behaviorurldefaultvmlo.html

https://ernairiani.wordpress.com/2012/04/05/titrasi-pengendapan-argentometri/

http://lab-anakes.blogspot.co.id/2015/06/argentometri.html

http://nenyrahmawati.blogspot.co.id/2012/01/penentuan-kadar-nacl-dengan.html

Anda mungkin juga menyukai