Anda di halaman 1dari 13

Percobaan 8.

Transistor Sebagai Saklar/Driver dan LED

PERCOBAAN 8
TRANSISTOR SEBAGAI SAKLAR/DRIVER DAN LED
Tujuan:

Memahami pemilihan arus pada penyalaan LED yang benar

Memahami penggunaan transistor saklar dan driver

______________________________________________________________________________
______
8.1 Teori Dasar
8.1.1 LED ( Light Emitting Diode)
Karena tersedia dalam banyak warna, maka LED biasanya digunakan sebagai lampu indikator.
LED dapat memancarkan cahaya yang sangat kuat dengan daya yang kecil. Dalam kisaran arus
20 mA dapat menghasilkan cahaya yang terang. Pada gambar 8.1 ditunjukkan foto sebuah LED
dengan warna hijau, merah, dan kuning.

Gamabr 8.1 Foto Sebuah LED


LED mempunyai dua kaki (terminal) yaitu: panjang (anoda) dan pendek (katoda). Karena LED
dibungkus dengan bahan transparan maka konstruksi di dalamnya dapat terlihat dengan jelas.
Jika panjang dari kedua kaki telah berubah (dipotong), masih dapat ditentukan kaki-kaki anoda
dan katoda dengan cara melihat bagian dalam LED. Sisi yang langsing adalah bagian anoda, dan
sisi yang gendut adalah bagian katoda. Artinya, dalam aplikasi, sisi yang langsing harus
mendapat tegangan lebih positif dibanding dengan sisi yang gendut. Detail uraian ini, dan simbul
dari LED ditunjukkan pada gamabar 8.2.

Gambar 8.2 Detail konstruksi LED dan Simbul Listriknya


Karakteristik kelistrikan yang penting untuk diketahui adalah:
1. Arus maju (If): adalah besarnya arus listrik yang diperlukan agar LED mengeluarkan
cahaya dalam satuan Ampere (A).
2. Tegangan maju (Vf): adalah besarnya tegangan listrik yang diperlukan agar LED
mengeluarkan cahaya dalam satuan Volt (V):
3. Daya (P): adalah besarnya daya listrik yang diperlukan agar LED mengeluarkan cahaya
dalam satuan Watt (W).
Jika sejumlah arus listrik diumpankan pada LED, maka akan memancarkan cahaya. LED yang
redup berarti arus yang mengalir melaluinya terlalu kecil, jika warnanya berubah menuju orange
artinya arus yang melaluinya terlalu besar. Jumlah arus yang tepat menghasilkan kecerahan yang
baik tanpa terjadi perubahan warna. Untuk membatasi besarnya arus, biasanya dalam aplikasi
dipasang sebuah resistor seri dengan nilai yang tepat, seperti ditunjukkan pada gambar 8.3.

Gambar 8.3 LED Dipasang Seri Dengan Sebuah Resistor


8.1.2. Transistor Sebagai Saklar

Transistor terdiri dari dua junction dengan susunan NPN atau PNP. Urutan junction ini
digunakan sebagai identifikasi tipe, yaitu tipe NPN atau tipe PNP, selain itu P atau N adalah
menunjukkan material yang digunakan. Masing-masing junction diberi nama, seperti
ditunjukkan pada gambar 8.4.

Gambar 8.4. Junction Pada Transistor


Transistor merupakan perangkat terkontrol arus, artinya, jika pada terminal B (basis) diberi arus
kecil akan merangsang pada kaki emitor-kolektor atau kolektor emitor untuk mengalirkan arus
yang lebih besar puluhan sampai ratusan kali lipat. Sekian kali lipat ini berbeda untuk setiap
transistor dan dapat dilihat pada datasheet dengan notasi hfe (atau beta).
Perhatikan pada gambar 8.5, jika Vs diatur sedemikian rupa mengakibatkan arus mengalir
menuju B sebesar 1 mA, dan jika hfe(dc) dari transistor sama dengan 100, maka arus yang
mengalir menuju kaki C (kolektor) adalah 100 mA, dan yang mengalir melalui kaki E (emitor)
adalah 101 mA. Dengan adanya resistor yang dipasang pada kaki kolektor menyebabkan
tegangan jatuh padanya menjadi lebih besar ketika arus yang melaluinya lebih besar. Dengan
demikian tegangan pada kolektor-emitor jatuh bahkan bisa mendekati 0,1 volt. Kesimpulannya,
transistor tersebut dapat digunakan sebagai saklar. Dalam aplikasi sebenarnya, penggunaan
transistor sebagai saklar ini dipekerjakan pada frekuensi ON-OFF yang tinggi, sebagai
gambaran bisa sampai di atas 80 kHz yang diterapkan pada rangkaian switching regulator. Tidak
semua transistor dapat digunakan untuk saklar berkecepatan tinggi, jadi harus dipilih transisor
yang telah dirancang sesuai kegunaannya.

Gambar 8.5 Rangkaian Pembiasan Pada Transistor


Pada gambar 8.6, transistor digunakan sebagai driver. Fungsi transistor ini adalah untuk

menguakan arus dari perangkat kontrol yang terlalu lemah jika digunakan secara langsung untuk
mengaktifkan sebuah relay.

Gambar 8.6 Transistor Sebagai Driveer


8.2 Alat dan Bahan

AVO

Resistor

2,2 k, 1 k, 470, 220, dan 100 Ohm

1 masing-masing 1 buah

LED

merah, kuning, hijau

1 buah

Dioda

1N1002 (atau yang lainnya)

1 buah

Transistor

BD 139 (atau yang lainnya)

1 buah

Relay

5 volt dan 12 volt

1 buah

Protoboard

1 buah

Power supply (variabel) 5 volt

1 buah

2 buah

8.3 Langkah Percobaan


8.3.1 Percobaan 1
1. Rakitlah rangkaian seperti ditunjukkan pada gambar 8.3. dengan tegangan catu 5 volt dan
nilai R sebesar 3,3 kilo-Ohm.

2. Hidupkan sumber catu tegangan, dan amati pancaran cahaya yang dihasilkan. Catat
dengan memilih jawaban berikut (redup, agak cerah, cerah, cerah menuju orange).
3. Ukur tegangan pada kedua terminal LED
4. Ulangi langkah 1 s/d 3 untuk beberapa nilai resisansi berikut ini: 2,2 k, 1 k, 470, 220,
dan 100 Ohm. Hasilnya: catat dalam sebuah tabel.api menggunakan LED dengan warna
yang berbeda.
5. Ulangi percobaan 1 s/d 4 tet
6. Analisis dan beri kesimpulan dari hasil percobaan anda.
8.3.2 Percobaan 2
1. Rakitlah rangkaian seperti pada gambar 8.5. Tegangan Vcc = 12 volt, dan Vb = 0 volt.
2. Pasang volt meter pada resistor Rc ( 100 Ohm) dan Ampmeeter pada Rb ( 1 kilo-Ohm)
3. Naikkan Vb dari 0 sampai 5 volt dalam 6 step (naik 1 volt per step) dan catat arus Ib dan
tegangan Vc pada masing-masing step.
4. Analisis dan beri kesimpulan dari hasil percobaan anda.
5. Ulangi percobaan dari poin 1 - 4, tapi dengan terlebih dahulu menambahkan sebuah LED
secara seri dengan Rc.
8.3.2 Percobaan3
Ulangi point 1 - 4 pada percobaan 2, tapi terlebih dahulu menggantikan LED dan RC dengan
sebuah relay 12 volt. Hasil pengukuran anda beri catatan nilai arus ketika relay mulai beerubah
kondisi dari ON menjadi OF (ditandai dengan terdengarnya suara spesifik).
8.4 Tugas
1. Berapa arus LED ketika memancarkan cahaya yang sempurna
2. Berapa nilai hfe(dc) transistor BD 139 berdasarkan datasheet
3. Hitung secara teoritis nilai arus yang melalui Rb (1 k-Ohm) dan Rc (100 Ohm) ketika Vb
= 3 volt

Posted by Yulianto Malang at 11:38 PM

Driver Motor DC menggunakan 2 Relay


Posted by Elga Aris Prastyo Posted on 4/01/2014 01:48:00 p.m. with 2 comments
Kali ini Workshop Electronics 3 in 1 akan berbagi dan mengedukasi mengenai Driver
Motor DC dengan menggunakan 2 Relay saja. Sesuai dengan namanya, rangkaian
ini berfungsi untuk mengendalikan perputaran motor DC. Selain itu driver motor DC
juga dapat dikatakan sebagai penggerak motor DC. untuk lebih jelasnya
rangkaiannya seperti dibawah ini:

Prinsip kerja rangkaian diatas adalah sebagai berikut:


1. Pada saat titik A mendapat logika 1 dan titik B mendapat logika 0 maka Relay
1 akan ON dan Relay 2 tetap OFF, sehingga arus akan mengalir ke motor
dengan melewati Relay 1 dan menuju Relay 2, maka motor akan berputar ke
kanan. Dan seterusnya arus akan looping.
2. Pada saat titik A mendapat logika 0 dan titik B mendapat logika 1 maka Relay
1 akan OFF dan Relay 2 ON, sehingga arus akan mengalir ke motor dengan
melewati Relay 2 dan menuju Relay 2, maka motor akan berputar ke kiri. Dan
seterusnya arus akan looping.
3. Pada saat titik A dan tititk B sama-sama berlogika 0 atau berlogika 1 maka
motor akan BREAK atau mengerem/berhenti.

Rangkaian Start - Stop Elektronika Menggunakan Relay


Posted by Elga Aris Prastyo Posted on 8/02/2013 12:05:00 p.m. with No comments

Sudah lama tidak berbagi ilmu dikarenakan ada kegiatan Praktek Industri. Kali ini
saya akan berbagi sedikit menegenai Rangkaian Start - Stop Elektronika
Menggunakan Relay. Saya mendapat rangkaian ini setelah melihat aplikasi Start Stop Alarm untuk keadaan darurat untuk industri. Berikut adalah rangkaian
sederhananya yang saya buat sendiri :

Rangkaian ini menggunakan sumber daya DC 24 Volt. Komponen Switching


utamanya adalah relay DC 24 Volt model DPDT 8 kaki. Untuk tegangan dan Alat
output yang digunakan dapat disesuaikan dengan kebutuhan. Semoga bermanfaat.

Pengertian Relay dan Fungsinya


Pengertian Relay dan Fungsinya Relay adalah Saklar (Switch) yang dioperasikan secara
listrik dan merupakan komponen Electromechanical (Elektromekanikal) yang terdiri dari 2
bagian utama yakni Elektromagnet (Coil) dan Mekanikal (seperangkat Kontak Saklar/Switch).
Relay menggunakan Prinsip Elektromagnetik untuk menggerakkan Kontak Saklar sehingga
dengan arus listrik yang kecil (low power) dapat menghantarkan listrik yang bertegangan lebih
tinggi. Sebagai contoh, dengan Relay yang menggunakan Elektromagnet 5V dan 50 mA mampu
menggerakan Armature Relay (yang berfungsi sebagai saklarnya) untuk menghantarkan listrik
220V 2A.

Gambar Bentuk dan Simbol Relay


Dibawah ini adalah gambar bentuk Relay dan Simbol Relay yang sering ditemukan di Rangkaian
Elektronika.

Prinsip Kerja Relay


Pada dasarnya, Relay terdiri dari 4 komponen dasar yaitu :
1. Electromagnet (Coil)
2. Armature
3. Switch Contact Point (Saklar)

4. Spring

Berikut ini merupakan gambar dari bagian-bagian Relay :

Kontak Poin (Contact Point) Relay terdiri dari 2 jenis yaitu :

Normally Close (NC) yaitu kondisi awal sebelum diaktifkan akan selalu berada
di posisi CLOSE (tertutup)

Normally Open (NO) yaitu kondisi awal sebelum diaktifkan akan selalu berada
di posisi OPEN (terbuka)

Berdasarkan gambar diatas, sebuah Besi (Iron Core) yang dililit oleh sebuah kumparan Coil yang
berfungsi untuk mengendalikan Besi tersebut. Apabila Kumparan Coil diberikan arus listrik,
maka akan timbul gaya Elektromagnet yang kemudian menarik Armature untuk berpindah dari
Posisi sebelumnya (NC) ke posisi baru (NO) sehingga menjadi Saklar yang dapat menghantarkan
arus listrik di posisi barunya (NO). Posisi dimana Armature tersebut berada sebelumnya (NC)
akan menjadi OPEN atau tidak terhubung. Pada saat tidak dialiri arus listrik, Armature akan
kembali lagi ke posisi Awal (NC). Coil yang digunakan oleh Relay untuk menarik Contact Poin
ke Posisi Close pada umumnya hanya membutuhkan arus listrik yang relatif kecil.

Arti Pole dan Throw pada Relay


Karena Relay merupakan salah satu jenis dari Saklar, maka istilah Pole dan Throw yang dipakai
dalam Saklar juga berlaku pada Relay. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai Istilah
Pole and Throw :

Pole : Banyaknya Kontak (Contact) yang dimiliki oleh sebuah relay

Throw : Banyaknya kondisi yang dimiliki oleh sebuah Kontak (Contact)

Berdasarkan penggolongan jumlah Pole dan Throw-nya sebuah relay, maka relay dapat
digolongkan menjadi :

Single Pole Single Throw (SPST) : Relay golongan ini memiliki 4 Terminal, 2
Terminal untuk Saklar dan 2 Terminalnya lagi untuk Coil.

Single Pole Double Throw (SPDT) : Relay golongan ini memiliki 5 Terminal, 3
Terminal untuk Saklar dan 2 Terminalnya lagi untuk Coil.

Double Pole Single Throw (DPST) : Relay golongan ini memiliki 6 Terminal,
diantaranya 4 Terminal yang terdiri dari 2 Pasang Terminal Saklar sedangkan
2 Terminal lainnya untuk Coil. Relay DPST dapat dijadikan 2 Saklar yang
dikendalikan oleh 1 Coil.

Double Pole Double Throw (DPDT) : Relay golongan ini memiliki Terminal
sebanyak 8 Terminal, diantaranya 6 Terminal yang merupakan 2 pasang Relay
SPDT yang dikendalikan oleh 1 (single) Coil. Sedangkan 2 Terminal lainnya
untuk Coil.

Selain Golongan Relay diatas, terdapat juga Relay-relay yang Pole dan Throw-nya melebihi dari
2 (dua). Misalnya 3PDT (Triple Pole Double Throw) ataupun 4PDT (Four Pole Double Throw)
dan lain sebagainya.

Untuk lebih jelas mengenai Penggolongan Relay berdasarkan Jumlah Pole dan Throw, silakan
lihat gambar dibawah ini :

Fungsi-fungsi dan Aplikasi Relay


Beberapa fungsi Relay yang telah umum diaplikasikan kedalam peralatan Elektronika
diantaranya adalah :
1. Relay digunakan untuk menjalankan Fungsi Logika (Logic Function)
2. Relay digunakan untuk memberikan Fungsi penundaan waktu (Time Delay
Function)
3. Relay digunakan untuk mengendalikan Sirkuit Tegangan tinggi dengan
bantuan dari Signal Tegangan rendah.

4. Ada juga Relay yang berfungsi untuk melindungi Motor ataupun komponen
lainnya dari kelebihan Tegangan ataupun hubung singkat (Short).

Anda mungkin juga menyukai