Anda di halaman 1dari 31

BAB II

TEORI DASAR

2. 1 Sistem Kontrol Nonlinier

2. 1. 1 Pengantar Sistem Nonlinier

Sistem Nonlinier. Sistem nonlinier adalah system yang dinyatakan oleh persamaan
nonlinier. Beberapa contoh persamaaan nonlinier adalah:

y = sin x
y = x2
z = x2 + y2

(Pada persamaan terakhir, z adalah suatu fungsi nonlinier dari x dan y).
Suatu persamaan diferensial disebut nonlinier jika tidak berlaku prinsip superposisi.
Beberapa contoh persamaan diferensial nonlinier adalah:

2
d 2 x  dx 
   x  A sin t
dt 2  dt 

  x 2 1
d 2x dx
2
 x0
dt dt
d 2 x dx
  x  x2  0
dt 2 dt

Walaupun beberapa hubungan fisik sering kali dinyatakan dengan persamaan linier, tetapi
dalam kebanyakan kasus hubungan yang sebenarnya adalah tidak benar – benar linier.
Pada kenyataannya, suatu studi sistem fisik yang cermat menyatakan bahwa “sistem
linier” hanya benar-benar linier pada daerah kerja yang terbatas. Dalam praktik, beberapa
sistem elektromekanik, sistem hidraulik, sistem pneumatik, dan sebagainya, melibatkan
hubungan nonlinier di antara beberapa variabel. Sebagai contoh, keluaran suatu
komponen dapat mengalami saturasi untuk sinyal masukan yang besar, mungkin terjadi
suatu ruang mati (Dead Space) yang mempengaruhi sinyal-sinyal kecil. (Ruang mati
suatu komponen adalah daerah kisaran kecil suatu masukan, di mana komponen tidak
peka). Ketidaklinieran hukum kuadrat dapat terjadi dalam beberapa komponen, misalnya,
peredam yang digunakan pada system fisik mungkin linier untuk operasi kecepatan
rendah, tetapi menjadi nonlinier pada kecepatan tinggi, dan gaya redaman mungkin
sebanding dengan kuadrat dari kecepatan kerja. Beberapa contoh kurva karakteristik
ketidaklinieran ini ditunjukkan pada gambar 2.1.

Perhatikan bahwa beberapa system kontrol yang penting adalah nonlinier untuk setiap
ukuran sinyal. Sebagai contoh, pada system kontrol dua posisi (On-Off), aksi
pengontrolan adalah “On” dan “Off” dan tidak terdapat hubungan yang linier antara
masukan dan keluaran kontroler.

Keluaran Keluaran Keluaran

Masukan Masukan Masukan

Ketidaklinieran saturasi Ketidaklinieran daerah mati Ketidaklinieran hukum kuadrat

Gambar 2.1 Kurva karakteristik beberapa ketidaklinieran

Sebenarnya beberapa hubungan diantara besaran-besaran fisis adalah tidak benar- benar
linier, sekalipun didekati dengan persamaan-persamaan linier terutama untuk
penyederhanaan matematik. Penyederhanaan ini berlaku jika jawaban persoalan yang
diperoleh sesuai dengan hasil eksperimen. Salah satu karakteristik yang paling penting
dari system nonlinier adalah ketergantungan perilaku respon system pada besar dan jenis
masukan. Sebagai contoh, system nonlinier mungkin mempunyai respon yang sangat
berbeda jika diberi masukan-masukan tangga yang besar (magnitude) yang berbeda.

Seperti yang dijelaskan sebelumnya, system nonlinier berbeda dengan system linier
terutama dalam hal prinsip superposisi yang tidak berlaku pada system nonlinier. Sistem
nonlinier menunjukkan beberapa fenomena yang tidak dipunyai oleh system linier,
sehingga dalam penyelidikan system semacam ini kita harus mengenal fenomena-
fenomena yang titunjukkan oleh system nonlinier.

.. .
m x  f x  kx  k ' x  0 ........................ ( 2. 1)

Di mana:
x = perpindahan massa
m = massa
f = koefisien gesekan viskos dari peredam
kx + k’x3 = gaya pegas nonlinier

Gambar 2. 2 Sistem mekanik

Parameter-parameter m, f, dan k adalah konstanta positif, sedangkan k’ mungkin positif


atau negatif. Jika k’ positif, pegas tersebut dinamakan pegas keras; jika k’ negative,
disebut pegas lunak. Persamaan diferensial nonlinier ini, persamaan (2. 1) disebut
persamaan Duffing dan telah sering dibahas dalam bidang mekanika nonlinier. Jawab
pers. (2. 1) merupakan osilasi teredam jika system diberi syarat awal tidak nol. Dalam
suatu penyelidikan eksperimental, ternyata bahwa jiak amplitude mengecil, maka
frekuensi osilasi bebas tersebut mungkin mengecil atau membesar, bergantung masing-
masing pada k’ > 0 atau k’ < 0. Apabila k’ = 0, frekuensi osilasi bebas tidak berubah
sekalipun amplitudanya mengecil. (ini merupakan kasus sistem linier). Karakteristik ini
ditunjukkan pada gambar 2. 3, yang memperagakan bentuk osilasi bebas. Gambar 2. 4
melukiskan hubungan frekuensi-amplituda untuk kasus harga k’ lebih besar dari, sama
dengan, dan kurang dari nol.

Gambar 2. 3 Bentuk gelombang osilasi bebas pada system yang dinyatakan oleh pers.
(2.1).
Pada studi eksperimental system nonlinier, ketergantungan frekuensi-amplituda dapat
dideteksi secara mudah. Ketergantungan frekuensi-amplituda merupakan salah satu
karakteristik dasar yang paling penting dari osilasi system nonlinier. Grafik yang
diperlihatkan pada gambar 2. 4 menyatakan ada tidaknya ketidaklinieran dan juga
menunjukkan derajat ketidaklinierannya.

Gambar 2. 4 Kurva amplituda terhadap frekuensi untuk osilasi bebas pada system yang
dinyatakan oleh pers. (2. 1)

Osilasi eksitasi diri atau “Limit Cycle”. Fenomena lain yang dapat diamati dari suatu
system nonlinier adalah osilasi eksitasi diri (Self Exited) atau “Limit Cycle”. Tinjau suatu
system yang dinyatakan pada persamaan sebagai berikut:

m x  f 1  x 2  x  kx  0
.. .

Di mana m, f, dan k adalah besaran positif. Besaran ini disebut besaran Van Der Pol.
Ketidaklinieran system ini terdapat pada suku redamannya. Pada pengujian suku ini, kita
perhatikan bahwa untuk harga x yang kecil redamannya akan berharga negatif , sehingga
sebenarnya akan memberikan energi ke system, sedangkan harga x yang besar
redamannya berharga positif, sehingga akan mengambil energi dari system. Jadi, dapat
kita harapkan bahwa system semacam inidapat menunjukkan osilasi terus menerus.
Karena tidak ada fungsi penggeraknya, maka osilasi ini disebut osilasi eksitasi diri atau
“Limit Cycle”. Perhatikan bahwa jika suatu system hanya memiliki satu Limit Cycle,
seperti dalam kasus system yang sedang dibahas ini, maka amplituda Limit Cycle-nya
tidak bergantung pada syarat awalnya.

2. 1. 2 Sistem Kontrol Nonlinier

Pada sistem kontrol konvensional, adalah berkaitan dengan sistem kontrol yang linier dan
tidak berubah terhadap waktu ( linear time invariant system ). Teknik yang digunakan
pada sistem linier tersebut tetap mempunyai peranan yang kuat didalam menyelidiki sifat,
kelakuan dan kinerja sistem, pada sistem – sistem yang sebenarnya bersifat tidak linier,
namun didekati secara linier. Pada kenyataannya, semua sistem fisik ( sistem yang ada
dalam praktik ) mempunyai sifat yang non linier, yaitu suatu sifat dimana hubungan
antara masukan dan keluaran sistem adalah non linier. Dengan demikian jika dianalisa
dan dirancang secara teknik linier, maka sifat – sifat penting dari ketidak linieran tersebut
yang terabaikan.
Sifat yang linier tersebut sebenarnya adalah sebagian kecil dari sifat yang dipunyai oleh
sistem fisik yang sebenarnya, karena dalam sistem fisis yang sebenarnya mengandung
juga bagian yang bersifat non linier, misalnya kejenuhan ( Saturation ), daerah mati
( Dead Zone ), lompatan resonansi ( Jump – Resonance ), Hysterisis, Sub – Harmonic
Generation, dan lain sebagainya, dimana letak ketidak linieran tersebut diabaikan pada
sistem – sistem yang dianggap linier.

Beberapa jenis ketidaklinieran dapat dijumpai dalam sistem kontrol yang sebenarnya, dan
ini dapat dibagi menjadi dua kelompok, tergantung apakah ketidaklinieran tersebut timbul
dalam sistem secara inheren (alamiah, tak sengaja), atau memang disengaja. Berikut ini,
pertama-tama kita akan membahas ketidaklinieran inheren baru kemudian ketidaklinieran
yang disengaja. Akhirnya kita akan membahas pendekatan dalam analisis dan desain
sistem kontrol ninlinier.
Ketidaklinieran Inheren. Ketidaklinieran inheren terjadi pada sistem kontrol yang
terjadi secara tidak sengaja (tak terhindarkan). Contoh ketidaklinieran ini adalah:
1. Saturasi
2. daerah mati (Dead Zone)
3. histerisis
4. ”Backlash”
5. gesekan statik, gesekan Coulomb, dan gesekan ketidaklinieran yang lain.
6. pegas nonlinier
7. ketermampatan fluida
Pada umumnya, ada ketidaklinieran tersebut dalam sistem kontrol menimbulkan
pengaruh yang merugikan pada sistem kontrol.
Sebagai contoh, ”Backlash” dapat menimbulkan ketidakstabilan sistem, sedangkan
daerah mati akan menimbulkan kesalahan keadaan tunak.

Ketidaklinieran yang disengaja (Intentional nonlonieritis). Beberapa elemen nonlinier


memang secara disengaja dipasang pada sistem untuk memperbaiki performansi sistem
atau untuk menyederhanakan konstruksi sistem, atau keduanya. Sistem nonlinier yang
dirancang secara tepat untuk melakukan suatu fungsi seringkali mempunyai sifat unggul
dari peninjauan ekonomi, berat, ruang dan keandalan dibandingkan dengan sistem linier
yang didisain untuk melakukan tugas yang sama. Contoh yang paling sederhana dari
sistem nonlinier yang disengaja adalah sistem yang digerakkan oleh relay. Contoh-contoh
lain dapat dijumpai pada sistem kontrol optimal yang seringkali menggunakan kontroler
nonlinier yang rumit.

Pada sistem kontrol non linier, semua sifat yang berlaku pada sistem linier tidak berlaku
lagi. Untuk sistem non linier, persamaan kerja sistem dinyatakan dengan persamaan
differensial non linier. Sebagai gantinya, metode yang digunakan untuk menganalisa
sistem kontrol non linier adalah Metode fungsi penggambaran ( Describing Function
Method ), metode bidang fase ( Phase – Plane Metode ), Metode Liapunov, dan lain
sebagainya. Pada sistem linier, keluaran sistem tidak bergantung pada besarnya amplitudo
masukannya, sedangkan pada sistem non linier, keluaran sistem tergantung pada besarnya
amplitudo masukan. Jadi, pada suatu masukan dengan nilai amplitudo tertentu pada
sistem non linier, sistem dapat dalam keadaan stabil namun pada masukan amplitudo
yang lain, sistem menjadi tidak stabil. Jadi, keluaran atau tanggapan sistem non linier ini
sangat peka terhadap amplitudo masukan.

Pendekatan pada disain dan analisis sistem kontrol nonlinier. Tidak ada suatu metode
umum untuk mengkaji semua sistem nonlinier karena persamaan diferensial nonlinier
sebenarnya sama sekali tidak memiliki suatu metode pemecahan secara umum. (Jawab
eksak hanya dapat diperoleh untuk suatu persamaan diferensial nonlinier sederhana.
Untuk beberapa persamaan diferensial nonlinier yang penting dalam praktik, kita hanya
dapat memperoleh jawab pendekatan, dan jawab ini hanya berlaku pada kondisi yang
terbatas, yakni di sekitar titik pendekatan). Karena tidak ada suatu pendekatan umum,
maka kita dapat mengambil setiap persamaan nonlinier, atau sekelompok persamaan-
persamaan yang mempunyai kemiripan satu sama lain, dan berusaha mengembangkan
suatu metoda analaisis yang dapat diterapkan pada kelompok persamaan tersebut.
(Perhatikan bahwa sekalipun dapat dilakukan perumuman yang sangat terbatas dalam
kelompok persamaan – persamaan yang serupa, akan tetapi perumuman secara luas dari
suatu jawab khusus tidak mungkin diperoleh).

Suatu cara untuk menganalisis dan mendesain sekelompok khusus sistem kontrol
nonlinier dengan derajat ketidaklinieran yang kecil, adalah menggunakan teknik
linierisasi ekivalen, dan kemudian menyelesaikan persoalan yang diperoleh dari hasil
linierisasi. Metode ”Describing Function” yang akan dibahas pada bab ini merupakan
salah satu metode linierisasi ekivalen. Pada beberap kasus praktis, kita terutama
memperhatikan kestabilan sistem kontrol nonlinier, sehingga jawab analitik dari
persamaan diferensial nonlinier mungkin tidak diperlukan. ( Menentukan kriteria
kestabilan jauh lebih mudah daripada mencari jawab analitik). Metode ”Describing
Function” memungkinkan kita untuk mempelajari kestabilan beberapa sistem kontrol
nonlinier sederhana dari segi wawasan frekuensi. Metode ”Describing Function”
memberikan informasi mengenai kestabilan sistem berapapun ordenya, tetapi tidak
memberikan informasi yang eksak mengenai karakteristik respon waktu.

Pada sistem nonlinier ini ada peristiwa yang disebut dengan LIMIT CYCLE, dimana
terjadi osilasi berkelanjutan denga frekuensi dan amplitudo yang tetap. Penentuan adanya
limit cycle ini bukanlah pekerjaan yang mudah, sebab limit cycle tersebut tergantung baik
pada jenis maupun amplitudo sinyal exitasi ( sinyal penggerak ). Studi kestabilan sistem –
sistem nonlinier pada kenyataannya memerlukan adanya informasi mengenai jenis dan
amplitudo masukan – masukan, kondisi – kondisi awal, dan lain sebagainya.

2. 2 Analisis Describing Function Sistem Kontrol Nonlinier

2. 2. 1 Metode Describing Function

Metode ”Describing Function” adalah suatu metode pendekatan untuk menentukan


kestabilan sistem kontrol nonlinier tanpa penggerak ( Unforced ). Konsep Describing
Function sebenarnya adalah pengembangan dari konsep Transfer Function yang
digunakan pada sistem kontrol linier, sehingga dapat diterapkan pada sistem kontrol
nonlinier. Untuk menganalisa sifat sistem kontrol nonlinier, khususnya didalam
menentukan kestabilan sistem, salah satunya adalah dengan menggunakan metode
Describing Function. Dengan metode ini, sistem kontrol nonlinier diuji kinerjanya
dengan sinyal masukan yang berupa gelombang sinusoidal murni, yaitu :

x (t )  X sin  t

Keluaran sistem kontrol nonlinier akibat adanya gelombang x(t) tersebut, pada umumnya
berupa gelombang periodik yang bukan sinusoidal lagi.
Gelombang periodik tersebut, yaitu y(t) dapat diuraikan menurut deret Fourier menjadi
penjumlahan dari gelombang dasar ( Fundamental Wave ) dengan frekuensi , dan
gelombang – gelombang harmonisnya dengan frekuensi 2 , 3 , ......., n
Secara matematik ditulis :
n
y (t )  [ A
n0
n sin nt  Bn cos nt ]

2
1
Dimana : An 
  y(t ) cos nt
0

2
1
Bn 
  y (t ) sin nt
0

y n  An  jBn

Yn  y n  A 2 n  Bn2

Bn
 n  y n  tan 1

An

( n = 0, 1, 2, .......,  )

Pada metode Describing Function ini, semua gelombang harmonis diabaikan, sehingga :

y (t )  A1 cos t  B1 sin t

Maka amplitudo gelombang dasar adalah :

Y1  A12  B 21
Dan
A1
1  tan  1
B1
Selanjutnya didefinisikan bahwa yang dimaksud dengan Describing Function adalah
perbandingan antara amplitudo gelombang dasar yang keluar dari komponen nonlinier
dengan gelombang yang masuk ke komponen nonlinier, yang biasanya ditulis dengan N :

Y1
Describing  Function  N   1 ...............( 2. 2 )
X

2. 2. 2 Kriteria Kestabilan Nyquist

Kriteria kestabilan Nyquist merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode


Describing Function. Penerapan kriteria kestabilan Nyquist untuk sistem kontrol
nonlinier, adalah seperti penggunaan metode Describing Function sebagai berikut:

Gambar 2. 5 Diagram Blok Sistem Kontrol Nonlinier

Analisis "Describing Function". Pertama kali kita akan membahas cara menggunakan
"Describing Function" elemen-elemen nonlinier dalam analisis kestabilan sistem kontrol
nonlinier. Kita akan menunjukkan bahwa jika terjadi osilasi terus menerus pada keluaran
sistem, maka ampltuda dan frekuensi osilasi dapat ditentukan dari kaji grafis dalam
wawasan frekuensi.

Dari blok diagram di atas, persamaan karakteristik sistem adalah :

1  N ( X ,  ) G ( j ) H ( j )  0

Sehingga :
1
G ( j ) H ( j )   .......... .......( 2. 3 )
N ( X ,)

Dengan N ( X ,  ) adalah Describing Function.

Jika pers. (2. 3) dipenuhi, maka keluaran sistem akan mempunyai "Limit Cycle". Kondisi
ini merupakan kasus di mana tempat kedudukan G(jω) melalui titik kritis.

Pada analisis "Describing Function", analisis respon frekuensi konvensional dimodifikasi


sedemikian rupa sehingga seluruh tempat kedudukan -1 / N dan tampat kedudukan G(jω)
akan memberikan informasi kestabilan.

Untuk menentukan kestabilan sistem, kita gambar tempat kedudukan -1 / N dan tempat
kedudukan G(jω). Pada analisis ini, kita anggap bahwa bagian linier dari sistem adalah
fasa minimum, atau semua pole dan zero dari G(s) terletak di sebelah kiri sumbu khayal
bidantermasuk sumbu jω. Kriteria kestabilannya adalah bahwa jika tempat kedudukan
-1 / N tidak dilingkupi oleh tempat kedudukan, G(jω), maka sistem stabil, atau tidak ada
"Limit Cycle" pada keadaan tunak.

Sebaliknya, jika tempat kedudukan -1 / N dilingkupi oleh tempat kedudukan G(jω), maka
sistem tidak stabil, sehingga keluaran sistem jika dikenai suatu gangguan akan membesar
sampai terjadi kerusakan atau membesar sampai suatu harga batas yang ditentukan oleh
penyetop mekanik atau alat pengaman lainnya.

Jika tempat kedudukan -1 / N dan tempat kedudukan G(jω) saling memotong, maka
keluaran sistem akan menunjukkan osilasi terus menerus, atau suatu "Limit Cycle".
Osilasi terus menerus semacam ini bukan osilasi sinusoida, tetapi dapat didekati dengan
osilasi sinusoida. Osilasi terus menerus ini dicirikan oleh harga X pada tempat kedudukan
-1/N dan harga ω pada tempat kedudukan G(jω) di titik perpotongan kedua tempat
kedudukan tersebut.
Dengan demikian, maka kriteria kestabilan Nyquist untuk sistem kontrol nonlinier adalah
sebagai berikut :
1
a. Bagian kurva  yang dilingkari oleh kurva G ( j ) H ( j )
N ( X ,)

adalah daerah di mana nilai – nilai amplitudo input ke sistem kontrol nonlinier
tersebut menyebabkan sistem tidak stabil.
1
b. Bagian kurva  yang tidak dilingkari oleh kurva G ( j ) H ( j )
N ( X ,)

adalah daerah di mana nilai – nilai amplitudo input ke sistem kontrol nonlinier
tersebut menyebabkan sistem stabil.
c. Nilai amplitudo input, dan nilai frekuensi ω yang menyebabkan kurva

1
G ( j ) H ( j ) berpotongan dengan kurva  , akan
N ( X ,)

menyebabkan terjadinya Limit Cycle, yaitu osilasi pada sistem nonlinier.

Gambar 2. 6 Analisis Kriteria Kestabilan Nyquist Pada Sistem Kontrol Nonlinier

Kestabilan "Limit Cycle". Kestabilan "Limit Cycle" dapat diperkirakan sebagai berikut:
Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar 2. 6. Anggap bahwa titik A pada tempat
kedudukan -1/N mempunyai harga X yang kecil, dimana X adalah amplituda sinyal
masukan pada elemen nonlinier, sedangkan titik B pada tempat kedudukan -1/N
mempunyai harga X yang besar. Harga X pada tempat kedudukan -1/N membesar pada
arah dari titik A ke titik B.

Selanjutnya anggap bahwa adanya suatu ganggauan kecil memperkecil amplituda


masukan sinusoida pada elemen nonlinier. Anggap bahwa titik kerja pada titik kerja pada
tempat kedudukan -1/N bergerak dari titik A ke titik D. Selanjutnya titik D merupakan
titik kritis. Pada kasus ini, tempat kedudukan G(jω) tidak melingkupi titik kritis, oleh
karena itu ampltuda masukan elemen nonlinier akan mengecil, sehingga titik kerja
bergerak lebih lanjut ke kiri. Jadi, titik A mempunyai karakteristik divergen, sehingga
merupakan "Limit Cycle" tidak stabil.

Selanjutnya tinjau kasus di mana gangguan yang kecil diberikan pada sistem yang
bekerja di titik B. Anggap bahwa titik kerja pada tempat kedudukan -1/N digeser ke titik
E. Pada kasus ini tempat kedudukan G(jω) tidak melingkupi titik kritis (titik E).
Ampltuda masukan sinusoida pada elemen nonlinier mengecil, sehingga titik kerja
bergerak kembali ke titik B.

Dengan cara yang sama, anggap bahwa suatu gangguan yang kecil menyebabkan titik
kerja sistem bergerak dari titik B ke titik F. Selanjutnya tempat kedudukan G(jω) akan
melingkupi titik kritis (titik F). Oleh karena itu, ampltuda osilasi akan membesar,
sehingga titik kerja bergerak kembali dari titik F ke titik B. Jadi, titik B mempunyai
karakteristik konvergen, sehingga operasi sistem di titik B adalah stabil; dengan kata lain,
"Limit Cycle" di titik ini adalah stabil.

Untuk sistem yang ditunjukkan pada gambar 2. 6, "Limit Cycle" stabil pada titik B dapat
diamati secara eksperimental, tetapi "Limit Cycle" tidak stabil di titik A tidak dapat
diamati.
Ketelitian analisis "Describing Function". Perhatikan bahwa amplituda dan frekuensi
"Limit Cycle" yang ditunjukkan oleh titik potong tempat kedudukan -1/N dan tempat
kedudukan G(jω) merupakan harga pendekatan.

Jika tempat kedudukan -1/N dan tempat kedudukan G(jω) berpotongan hampir secara
tegak lurus, maka biasanya ketelitian analisis "Describing Function" biasanya bagus.
(Jika harmonik yang lebih tinggi diredam, maka ketelitiannya istimewa. Jika tidak
demikian maka ketelitiannya adalah dari bagus ke kurang).

Jika tempat kedudukan G(jω) menyinggung, atau hampir menyinggung tempat


kedudukan -1/N, maka ketelitian informasi yang diperoleh dari analisis "Describing
Function" bergantung pada seberapa jauh G(jω) akan meredam harmonik-harmonik yang
lebih tinggi. Pada beberapa kasus, terdapat osilasi yang terus menerus; pada kasus yang
lain, tidak terdapat osilasi. Ini bergantung pada sifat. G(jω). Meskipun demikian dapat
kita katakan bahwa sistem berada pada ambang "Limit Cycle" jika tempat kedudukan
-1/N dan tempat kedudukan G(jω) saling bersinggungan.

2. 3 Pengontrolan Dua Posisi (On-Off) Nonlinier

2. 3. 1 Tinjauan Mengenai Pengontrolan Dua Posisi (On-Off)

Pengontrolan dua posisi atau ”On – Off”. Dalam sistem kontrol dua posisi, elemen
penggerak hanya memiliki dua posisi tetap, yang dalam beberap hal, benar – benar
merupakan posisi ”On” dan ”Off”. Kontrol dua posisi atau On – Off relatif sederhana
dan murah, oleh karenanya banyak digunakan dalam sistem kontrol di industri maupun di
rumah – rumah. Misal sinyal keluaran kontroler adalah m(t) dan sinyal kesalahan
penggerak adalah e(t). Pada kontrol dua posisi, sinyal m(t) akan tetap pada harga
maksimum atau minimumnya, bergantung pada tanda sinyal kesalahan penggerak, positif
atau negatif, sedemikian rupa sehingga :
m(t )  M 1 untuk e(t )  0
 M 2 untuk e(t )  0

Gambar 2. 7 (a) dan (b) menunjukkan diagram blok kontroler dua posisi. Daerah harga
sinyal kesalahan penggerak antara posisi ”On” dan ”Off” disebut celah differensial
( Differential Gap ). Suatu celah differensial ditunjukkan pada gambar 2. 7 (b). celah
differensial ini menyebabkan keluaran kontroler m(t) tetap pada harga semula sampai
sinyal kesalahan penggerak bergeser sedikit dari harga nol. Pada beberapa kasus, celah
differensial ini disebabkan oleh gesekan yang tidak diinginkan dan kelambanan gerak.
Meskipun demikian, sering diinginkan adanya celah differernsial untuk mencegah operasi
mekanisme ”On – Off” yang terlalu sering.
Aksi pengontrolan dua posisi atau ”On – Off” dengan celah differensial ( Differential
Gap) disebut pengontrolan dua posisi ( On – Off ) dengan histerisis.

Gambar 2. 7 (a) Diagram Blok Kontroler ”On-Off” (b) Diagram Blok Kontroler ”On-
Off” Dengan Celah Differensial (Histerisis)

Ketidaklinieran "On-Off". Ketidaklinieran "On-Off" sering disebut ketidaklinieran dua


posisi. Tinjau elemen "On-Off" yang mempunyai kurva karakteristik seperti ditunjukkan
pada gambar 2. 8(a). Keluaran elemen ini adalah konstan positif atau konstan negatif,
sedangkan gambar 2. 8(b) menunjukkan bentuk gelombang masukan dan keluaran.
Gambar 2. 8. (a) Kurva karakteristik masukan-keluaran dari ketidaklinieran "On-Off";
(b) Bentuk gelombang masukan dan keluaran dari ketidaklinieran "On-Off".

Keluaran sistem untuk metode ”Describing Function” adalah


y  t   A1 cos t  B1 sin t
2 2
1 1
An   y  t  cos nt dan Bn   y t  sin nt
 0
 0

Y1  A12  B12

2 2
M  2
  2

Y1     cos t  d  t     cos t  d  t       sin t  d  t     sin t  d  t  
   
0   0

Y1 
M

sin  t  
0
 sin  t  
2
   cos  t 
2 
0
 cos t  
2
 2

M 4M
Y1    0  0    0  0  2      1  1  1    1  
2
 ;
 
4M
dalam hal ini A1  0 dan B1 

Jadi, Describing Function untuk ketidaklinieran On-Off adalah
4M
N  0 o ............................. ( 2. 4)
X
Jelaslah bahwa "Describing Function" elemen "On-Off" adalah besaran nyata, dan hanya
merupakan fungsi dari amplituda masukan X.

Gambar 2. 9. (a) Kurva karakteristik masukan-keluaran dari ketidaklinieran "On-Off"


dengan histerisis; (b) Bentuk gelombang masukan dan keluaran dari ketidaklinieran "On-
Off" dengan histerisis.

Ketidaklinieran "On-Off" dengan histerisis. Tinjau elemen "On-Off" dengan histerisis


yang mempunyai kurva karakteristik masukan - keluaran seperti yang ditunjukkan pada
gambar 2. 9(a). Bentuk gelombang masukan dan keluarannya ditunjukkan pada gambar
2. 9(b). Jelaslah bahwa keluarannya merupakan gelombang persegi, tetapi ketinggalan
dari masukan sebesar ωt1 = sin-1 (h/X). Oleh karena itu "Describing Function" elemen
ketidaklinieran ini adalah:
4M  h 
N    sin 1   .......... .......... ......... ( 2. 5)
X X 

2. 3. 2 Contoh Penerapan Pengontrolan Dua Posisi (On-Off) Pada Sebuah Tangki


Penampungan Cairan

Gambar 2. 10 (a) Sistem pengontrolan tinggi muka cairan; (b) Kurva aliran masuk
terhadap kesalahan dari kontroler

Gambar 2. 10 (a) menunjukkan diagram skematik suatu sistem pangontrolan tinggi muka
cairan. Pergerakan pelampung menentukan posisi dari sakelar listrik jenis air raksa yang
selanjutnya akan membuka atau menutup katup selenoid listrik. Jika katup membuka,
maka cairan akan mengalir ke dalam tangki. Aksi kontrol tersebut adalah "On-Off"
dengan histerisis. Kurva laju aliran masuk terhadap kesalahan ditunjukkan pada gambar
2. 10 (b). [Histerisis dengan lebar 2h tersebut disebut celah diferensial (Differential
Gap)]. Dengan kontrol dua posisi, maka katup akan membuka (penuh) atau menutup
(penuh). Jadi laju aliran air masuk adalah konstan positif, atau nol.

Anggap bahwa tinggi muka cairan sedang turun dan katup aliran masuk tertutup. Pada
saat tinggi muka cairan pada gambar 2. 10 (a) mencapai AA', yakni posisi terbawah dari
celah diferensial (Differential Gap), maka kontak sakelar air raksa menutup sehingga
katup aliran masuk membuka. Pada mulanya laju kenaikannya adalah tinggi. Dengan
naiknya tinggi muka cairan dalam tangki, maka aliran keluar akan membesar karena
tekanannya membesar. Akibatnya aliran masuk neto ke dalam tangki mengecil. Pada saat
tinggi muka cairan pada gambar 2. 10 (b) mencapai BB', maka kontak sakelar air raksa
akan membuka , sehingga katup aliran masuk akan menutup. Selanjutnya tinggi muka
cairan akan mulai turun.

Gambar 2. 11. (a) Kurva tinggi muka cairan terhadap waktu untuk kondisi 1; (b) Kurva
tinggi muka cairan terhadap waktu untuk kondisi 2.

Gambar 2. 11 (a) menunjukkan kurva tinggi muka cairan terhadap waktu pada kondisi 1,
jika laju kenaikan tinggi muka cairan pada waktu katub aliran masuk membuka jauh lebih
kecil dari laju penurunan tinggi muka cairan pada waktu katup menutup. Di sini waktu
"On" jauh lebih lama dari waktu "Off". Gambar 2. 11 (b) menunjukkan kurva tinggi
muka cairan terhadap waktu pada kondisi 2. Waktu "On" jauh lebih singkat dari waktu
"off". Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2. 11 sinyal keluaran berubah-ubah terus di
antara dua harga batas yang diperlukan untuk membuat elemen penggerak berubah dari
satu posisi tetap, ke posisi tetap lainnya. Perhatikan bahwa kurva keluaran tersebut
mengikuti salah satu di antara dua kurva eksponensial, yaitu kurva pengisian dan kurva
pengosongan. Osilasi keluaran antara dua batas tersebut merupakan karakteristik respon
yang khas dari sistem kontrol dua posisi.
Pada kedua kondisi tersebut, tinggi muka cairan berosilasi di sekitar harga yang
diinginkan. Jadi sistem tersebut memiliki perilaku "Limit Cycle". Pada setiap kasus,
aliran masuk rata-rata sama dengan aliran keluar rata-rata. Laju aliran masuk-aliran
keluar menentukan bentuk kurva tinggi muka cairan terhadap waktu. Jika laju kenaikan
tinggi muka cairan sama dengan penurunan tinggi muka cairan jika katup menutup, maka
lama "On" dan lama "Off" akan sama.

Perhatikan bahwa pelebaran celah diferensial (Differential Gap) akan memperkecil


frekuensi operasi sakelar air raksa, dan katup solenoid. Ini biasanya berarti akan
memperpanjang umur peralatan. Amplituda osilasi keluaran dapat diperkecil dengan
memperkecil celah diferensial. Akan tetapi hal ini akan menyebabkan kenaikan angka
"switching" "On-Off" per menit sehingga akan memperpendek umur ketahanan
komponen. Besar celah diferensial harus ditentukan berdasarkan beberapa pertimbangan,
seperti ketelitian yang diperlukan dan umur komponen. Kelemahan operasi dengan
frekuensi operasi yang lebih rendah adalah bahwa variasi tinggi muka cairan dalam
tangki menjadi lebih besar.

Akhirnya, harus diingat bahwa kontrol jenis "On-Off" adalah paling ekonomis,
kepekaannya paling tinggi, dan perawatannya paling mudah. Oleh karena itu, dalam suatu
penerapan tertentu, jika adanya "Limit Cycle" dengan amplituda kecil diperbolehkan,
maka penggunaan kontrol jenis lain adalah merupakan suatu kesalahan.

2. 4 Sistem Tinggi Permukaan Air Pada Tangki Penampungan

2. 4. 1 Sekilas Mengenai Unit Tangki Penampungan

(cari di internet)

2. 4. 2 Sistem Tinggi Permukaan Cairan Menurut Hukum Fisika


Hukum-hukum aliran fluida. dalam menganalisis sistem yang melibatkan aliran fluida,
kita perlu membagi daerah aliran menjadi aliran laminer dan aliran turbulen, sesuai
dengan besarnya bilangan Reynold. Jika bilangan Reynold lebih besar dari 3000-4000,
maka aliran tersebut disebut aliran turbulen. Aliran disebut laminer, jika bilangan
Reynold lebih kecil dari 2000. Dalam hal laminer, aliran fluida mengikuti garis-garis arus
tanpa turbulensi. Sistem yang menyebabkan aliran turbulen seringkali harus dinyatakan
dengan persamaan diferensial nonlinier, sedangkan sistem yang melibatkan aliran laminer
dapat dinyatakan dalam persamaan diferensial linier. (Proses-proses industri seringkali
melibatkan aliran cairan melalui pipa-pipa penghubung dan tangki-tangki. aliran dalam
proses semacam itu seringkali turbulen, bukan laminer).

Catatan:

1. Aliran laminer adalah aliran fluida dari zat-zat seperti air, darah, minyak mesin,
gliserin, udara, dan lain sebagainya, yang bergerak secara terarah di sepanjang
medium tempat fluida itu bergerak dengan Viskositas (gaya gesek antar fluida)
konstan.

2. Aliran turbulen adalah aliran fluida dari zat-zat seperti air, darah, minyak mesin,
gliserin, udara, dan lain sebagainya, yang bergerak menjadi tidak terarah (acak) di
sepanjang medium tempat fluida itu bergerak ketika kecepatan aliran fluida menjadi
cukup besar. Aliran turbulen suatu fluida tergantung pada kerapatan, dan Viskositas
fluida, dan pada jari-jari pipa.

3. Bilangan reynold (NR) adalah bilangan tak berdimensi (dapat dinyatakan dalam
kumpulan satuan apapun, asalkan konsisten) yang dapat menggolongkan aliran fluida.
Bilangan reynold (NR) didefinisikan sebagai:

2 r 
NR 

dengan:

NR : Bilangan Reynold
r : Jari-jari medium alir, m, atau cm
ρ : Kerapatan fluida, Kg/m3 atau gr/m3
ν : kecepatan aliran fluida, m/s atau cm/s
η : Koefisien Viskositas fluida, Pa.S atau mPa.s

Eksperimen menunjukkan bahwa aliran adalah laminer bila bilangan Reynold kurang dari
2000, dan turbulen jika lebih besar dari 3000-4000. Diantara nilai-nilai ini, aliran adalah
tidak stabil, dan dapat berubah antara satu jenis ke jenis yang lain.

Tahanan dan kapasitansi sistem tinggi muka cairan. Kita perlu memperkenalkan
konsep tahanan dan kapasitansi untuk menjelaskan karakteristik dinamik sistem tinggi
muka cairan.

Tinjau aliran yang melalui suatu pipa pendek yang menghubungkan dua buah tangki.
Tahanan aliran cairan untuk suatu penghalang didefinisikan sebagai perubahan beda
tinggi muka (beda tinggi muka cairan di dua tangki) yang diperlukan untuk menimbulkan
satu satuan perubahan laju aliran:jadi,

Perubahan beda tinggi muka, m


R
Perubahan laju aliran, m 3 / s
Gambar 2. 12 (a) Sistem tinggi muka cairan; (b) Kurva tinggi tekan terhadap laju aliran

Karena hubungan antara laju aliran dan beda tinggi muka untuk aliran laminer dan
turbulen adalah berbeda, maka kita akan meninjau kedua kasus tersebut pada pembahasan
berikut ini.

Tinjau sistem tinggi muka cairan yang ditunjukkan pada gambar 2. 12 (a). Pada sistem
ini, cairan menyembur melalui katup beban di samping tangki. Jika aliran melalui
penghalang ini laminer, maka hubungan antara laju aliran keadaan tunak dan tinggi tekan
keadaan tunak pada penghalang tersebut diberikan oleh:

Q = KH

di mana:
Q = Laju aliran keadaan tunak cairan, m3/s
K = Koefisien, m3/s
H = Tinggi tekan keadaan tunak, m

Perhatikan bahwa hukum aliran laminer analog dengan hukum Coulomb, yang
menyatakan bahwa arus berbanding langsung dengan beda potensial.

Untuk aliran laminer, tahanan R diperoleh sebagai berikut:

dH H
R  
dQ Q

Tahanan aliran laminer adalah konstanta dan analog dengan tahanan listrik.

Jika aliran yang melalui penghalang adalah turbulen, maka laju aliran keadaan tunaknya
diberikan oleh:

Q  R H

di mana:
Q = Laju aliran keadaan tunak cairan, m3/s
K = Koefisien, m2.5/s
H = Tinggi tekan keadaan tunak, m

Tahanan Rt untuk aliran turbulen diperoleh dari:

dH 2H
Rt  
dQ Q

Harga tahanan aliran turbulen bergantung pada laju aliran dan tinggi tekan.
Dengan menggunakan tahanan aliran turbulen, kita dapat melinierkan hubungan antara Q
dan H, seperti yang diberikan oleh persamaan (2. 6). Linierisasi ini berlaku dengan syarat
bahwa perubahan tinggi tekan dan laju aliran dari masing-masing harga keadaan
tunaknya adalah kecil.

Hubungan yang dilinierkan diberikan oleh:

2H
Q
Rt

Harga Rt dapat dianggap konstan jika perubahan tinggi tekan dan laju aliran adalah kecil.

Dalam beberapa kasus praktis, harga koefisien K, pada persamaan (2.6) yang bergantung
pada koefisien aliran dan luas penghalang, tidak diketahui. Selanjutnya tahanan tersebut
dapat ditentukan dengan menggambar kurva tinggi tekan terhadap laju aliran yang
didasarkan pada data eksperimental dan mengukur kemiringan kurva pada titik kerja.
Suatu contoh gambar semacam itu ditunjukkan pada gambar 2. 12 (b), yang juga
menunjukkan titik kerja keadaan tunak dan tahanan Rt. (Tahanan Rt adalah kemiringan
kurva pada titik kerja). Pendekatan linier tersebut didasarkan pada kenyataan bahwa
kurva yang sebenarnya tidak berbeda jauh dari garis singgungnya jika titik kerja tidak
diubah terlalu besar.

Kapasitansi C pada suatu tangki didefinisikan sebagai perubahan jumlah cairan yang
tersimpan, yang diperlukan untuk menimbulkan satu satuan potensial (tinggi tekan).
(Potensial adalah besaran yang menunjukkan tingkat energi sistem).

Perubahan cairan yang tersimpan, m 3


C
Perubahan tinggi tekan, m

Harus diingat bahwa kapasitas (m3) dan kapasitansi (m2) adalah berbeda. Kapasitansi
tangki sama dengan luas penampang lintangnya. Jika luas penampang besarnya konstan,
maka kapasitansinya adalah konstan untuk setiap tinggi tekan.
2. 5 Penurunan Fungsi Alih Sistem Tinggi Permukaan Air Pada Tangki
Penampung

2. 5. 1 Penurunan Fungsi Alih Sistem Tinggi Permukaan Air Pada Satu Tangki
Penampung

Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar 2. 12 (a). Variabel-variabel yang terlihat,
didefinisikan sebagai berikut:

Q = Laju aliran keadaan tunak ( sebelum terjadi perubahan), m3/menit


qi = deviasi kecil laju aliran masuk dari harga keadaan tunaknya, m3/menit
qo = deviasi kecil laju aliran keluar dari harga keadaan tunaknya, m3/menit
H = tinggi tekan keadaan tunak (sebelum terjadi perubahan), m
h = deviasi kecil tinggi tekan dari keadaan tunaknya, m

Seperti yang telah dinyatakan sebelumnya bahwa suatu sistem dapat dianggap linier jika
alirannya adalah laminer. Sekali pun alirannya turbulen, sistem dapat dilinierkan jika
perubahan harga variabel-variabelnya adalah kecil. Berdasarkan pada anggapan bahwa
sistem adalah linier atau yang dilinierkan, persamaan diferensial sistem ini dapat
diperoleh sebagai berikut: Karena aliran masuk dikurangi aliran keluar selama selang
waktu kecil dt adalah sama dengan jumlah penambahan cairan yang tersimpan dalam
tangki, kita lihat bahwa:

C dh = (qi – qo) dt

Dari definisi tahanan, hubungan antara qo dan h diberikan oleh:

h
qo 
R
Persamaan diferensial sistem ini untuk harga R yang konstan, menjadi:

dh
RC  h  Rq i ......................(2. 7)
dt

Perhatikan bahwa RC adalah konstanta waktu. Dengan mencari transformasi Laplace


kedua ruas persamaan (2. 7), dengan menganggap syarat awal nol, kita peroleh:

(RCs - 1)H(s) = RQi(s)

di mana:
H(s) =  [h] dan Q(s) =  [Qi]

Jika qi dianggap sebagai masukan, dan h sebagai keluaran, maka fungsi alih sistem
adalah:

H  s R

Qi  s  RCs  1

Meskipun demikian, jika qo diambil sebagai keluaran dan masukannya masih sama, maka
fungsi alihnya menjadi:

Qo  s  1

Qi  s  RCs  1

di mana kita telah menggunakan hubungan

1
Qo  s   H  s
R

2. 5. 2 Penurunan Fungsi Alih Sistem Tinggi Permukaan Air Pada Dua Tangki
Penampung Dengan Interaksi
Gambar 2. 13 Sistem tinggi permukaan air pada dua tangki dengan interaksi

Tinjau sistem yang ditunjukkan pada gambar 2. 13. Pada sistem ini, dua tangki tersebut
saling berinteraksi. Dengan demikian maka fungsi alihnya tidak sama dengan hasil
perkalian dua buah fungsi alih orde pertama.

Berikut ini kita akan meninjau variasi-variasi kecil dari harga-harga keadaan tunaknya.
Dengan menggunakan simbol yang didefinisikan pada gambar 2. 13, dapat kita peroleh
persamaan sistem ini sebagai berikut:

h1  h2
 q1 .........................(2. 8)
R1

dh1
C1  q  q1 .................(2. 9)
dt

h2  h3
 q 2 ...................(2. 10)
R2

dh2
C2  q1  q 2 .............(2. 11)
dt
Fungsi alih sistem dua tangki berinteraksi, dengan menggunakan penyelesaian dari
persamaan (2. 8) sampai (2. 11), kita peroleh:

Transformasi Laplace:

H1  s  H 2  s
 Q1  s  ............................(2. 12)
R1  s 

C1 S  s  H 1  s   Q  s   Q1  s  .................(2. 13)

H 2  s
 Q2  s  ....................................(2. 14)
R2  s 

C 2 S  s  H 2  s   Q1  s   Q2  s  ............(2. 15)

Jika persamaan (2. 13) disubstitusikan ke dalam persamaan (2. 12), maka persamaannya
akan menjadi:

Q1  R1 C1 S  1  Q  H 2 C1 S ..............(2. 16)

Sedangkan jika persamaan (2. 10) disubstitusikan ke dalam persamaan (2. 11), maka
persamaannya akan menjadi:

Q2  R2 C 2 S  1  Q1 ...........................(2. 17)
Sehingga jika persamaan (2. 17) disubstitusikan ke dalam persamaan (2. 16), maka
persamaannya dapat diselesaikan sebagai berikut:

Q2   R2 C 2 S  1 R1C1 S  1 R2 C1 S   Q


Jika q dianggap sebagai masukan, dan q2 sebagai keluaran, maka fungsi alih sistem ini
adalah:

Q2  s  1
 .............(2. 18)
Q s  R1 R2 C1 C 2 S   R1 C1  R2 C 2  R2 C1  S  1
2

Anda mungkin juga menyukai