Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Titrasi merupakan salah satu cara untuk menentukan konsentrasi larutan
suatu zat dengan cara mereaksikan larutan tersebut dengan zat lain yang diketahui
konsentrasinya. Prinsip dasar titrasi asam basa didasarkan pada reaksi nertalisasi
asam basa (Brady, 1990).
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya
diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya
disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer
maupun titrant biasanya berupa larutan (Syukri, 1999).
Titik ekivalen pada titrasi asam basa adalah pada saat dimana sejumlah
asam tepat di netralkan oleh sejumlah basa. Selama titrasi berlangsung terjadi
perubahan pH. pH pada titik equivalen ditentukan oleh sejumlah garam yang
dihasilkan dari netralisaasi asam basa. Indikator yang digunakan pada titrasi asam
basa adalah yang memiliki rentang pH dimana titik equivalen berada. Pada
umumnya titik equivalen tersebut sulit untuk diamati, yang mudah dimatai adalah
titik akhir yaang dapat terjadi sebelum atau sesudah titik equivalen tercapai.
Titrasi harus dihentikan pada saat titik akhir titrasi tercapai, yang ditandai dengan
perubahan warna indikator. Titik akhir titrasi tidak selalu berimpit dengan titik
equivalen. Dengan pemilihan indikator yang tepat, kita dapat memperkecil
kesalahan titrasi (Harjadi, 1990).
Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau
konsentrasi asam basa larutan dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan
teknik titrasi asam basa. Volumetri adalah teknik analisis kimia kuantitatif untuk
menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume larutan yang terlibat reaksi
berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui titik akhir
titrasi yang diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk
ditetapkan melalui perhitungan berdasarkan persamaan reaksi (Harjadi, 1990).
Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan
asam atau basa. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi).

1
Larutan yang kosentrasinya sudah diketahui disebut larutan baku. Titik ekuivalen
adalah titik ketika asam dan basa tepat habis bereaksi dengan disertai perubahan
warna indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya perubahan warna
indicator (Keenan, 1991).

1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum kali ini yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat mengetahui definisi titrasi asam basa.
2. Agar mahasiswa mengetahui prinsip-prinsip titrasi asam basa.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Titrasi Asam Basa


Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses
penentuan konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah
ditentukan konsentrasinya (larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi
dengan menggunakan reaksi asam basa (reaksi penetralan). Prosedur analisis pada
titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi volumemetri, yaitu mengukur volume
dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).
Titrasi asam basa merupakan contoh analisis volumetri yaitu cara atau
metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran, dan dilepaskan dari
perangkat gelas yang disebut buret. Proses titrasi asam basa sering dipantau
dengan penggambaran pH larutan yang di analisis sebagai fungsi jumlah titran
yang ditambahkan gambar yang diperoleh tersebut kurva pH atau kurva titrasi
yang didalamnya terdapat kurva ekivalen yaitu titik dimana titrasi dihentikan (Ika,
2009).
Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya
dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai
contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa,
titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi
kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan
lain sebagainya (Harry, 1990).
Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator
berubah warna pada saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah
titik ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi
ketika asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk mengetahui titik ekuivalen
digunakan digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu disebut titik
akhir titrasi (Sukmariah, 1990).
Untuk mengetahui kapan penambahan larutan standar itu harus dihentikan,
digunakan suatu zat yang biasanya berupa larutan, yang biasanya disebut dengan

3
larutan indicator yang ditambahkan kedalam larutan yang di uji sebelum
penetesan larutan uji dilakukan. Larutan indicator ini menanggapi munculnya
kelebihan larutan uji dengan perubahan warna. Perubahan warna ini dapat atau
tidak dapat tepat pada titik kesetaraan. Titrasi asam basa pada saat indicator
berubah warna disebut titik akhir titrasi. Umumnya larutan uji adalah larutan
standar elektrolit kuat, seperti asam klorida dan natrium hidroksida (Sujono,
2003).

2.2 Indikator Asam Basa


Sifat suatu larutan dapat ditunjukkan dengan menggunakan indikator asam
basa, yaitu zat-zat warna yang warnanya berbeda dalam larutan asam, basa, dan
garam. Untuk mengidentifikasi sifat dari larutan asam, basa, dan netral bias
menggunakan kertas lakmus. Alat lain yang dapat digunakan untuk
menidenifikasi suatu larutan bersifat asam, basa, atau netral adalah fenolftalein,
metil jingga, dan metil merah (Azizah, 2004).
Indicator asam basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH
lingkungannya berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun basanya
merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen akan mempunyai pH = 7.
Tetapi apabila asamnya ataupun basanya merupakan elektrolit lemah, garam yang
terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada titik ekivalen akan mempunyai pH > 7
(bereaksi basa ) atau pH < 7 (bereaksi asam). Harga pH yang tepat dapat dihitung
dari tetapan ionisasi dari asam atau basa lemah tersebut dan dari konsentrasi
larutan yang di peroleh. Titik akhir asam basa dapat di tentukan dengan indicator
asam basa (Harjanti, 2008).
Indikator yang sering digunakan dalam titrasi asam basa yaitu indikator
fenolftalein. Berikut ini merupakan karakteristik dari indikator fenolftalein :
 pH < 0 : berwarna jingga (kondisi sangat asam).
 pH 0-8,2 : tidak berwarna (kondisi asam atau mendekati netral).
 pH 8,2-12 : berwarna pink keunguan (kondisi basa).
 pH > 12 : tidak berwarna (kondisi sangat basa).
Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih
sedekat mungkin dengan titik equivalent, hal ini dapat dilakukan dengan memilih

4
indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan
dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator disebut
sebagai “titik akhir titrasi” (Raymond, 2004).
Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan
untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen 4-
10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah,
jika penitrasian adalah basa atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi
asam lebih besar dari 104 .pH berubah secara drastis bila volume titrannya. Pada
reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air
proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel.
Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna
indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M.
1990).

2.3 Prinsip Titrasi Asam Basa


Prinsi yang terjadi pada saat titrasi asam basa yaitu, titrasi asam basa
melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan asam
ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant
ditambahkan titer tetes demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya
secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi) yang biasanya ditandai
dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”,
yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau titik
dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan
cara melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik
akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati
titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik
ekuivalen (Iin, 2012).
Pada saat titik ekuivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian catat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titer maka bisa
dihitung konsentrasi titran tersebut (Iin, 2012)

5
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan (netralisasi). Salah satu
contoh titrasi asam basa yaitu titrasi asam kuat-basa kuat seperti natrium
hidroksida (NaOH) dengan asam hidroklorida (HCl), persamaan reaksinya sebagai
berikut:
NaOH(aq) + HCl(aq) NaCl (aq) + H2O(l)
(Iin, 2012).

2.4 Cara Mengetahui Titik Ekivalen


Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam
basa, yaitu :
1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi
dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk
memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah “titik
ekuivalent”.
2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant
sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan.
Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak
diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis.
(Iin, 2012).

2.5 Rumus Umum Titrasi


Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan
mol-ekuivalent basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut:
Mol - ekuivalen asam = Mol - ekuivalen basa
Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan
volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai:
N x V asam = N x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan
jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas
menjadi:
N x M asam x V asam = N x M basa x V

6
Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = jumlah ion H+ (pada asam) atau OH – (pada basa)
(Purba, 1997).

7
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Praktikum Pengukuran pH ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi,
Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa pada
hari Jumat, 5 Oktober 2018 pukul 13.20 – 15.20 WIB.

3.2 Alat dan bahan


Alat-alat yang digunakan dalam praktikum kali ini diantaranya adalah
gelas beaker 250 ml, erlenmeyer 250 ml, buret, statif, botol semprot, dan pipet
tetes.
Bahan yang digunakan dalam praktikum kali ini diantaranya adalah larutan
HCl 0,1 N sebanyak 50 ml, larutan contoh yaitu larutan NaOH, serta indicator
fenolftalein.

3.3 Cara Kerja :


Cara kerja yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1. Dimasukkan larutan standar HCl ke dalam buret 50 ml.
2. Dimasukkan 25 ml NaOH ke dalam Erlenmeyer.
3. Ditambahkan 2-3 tetes larutan indikator fenolftalein.
4. Dilakukan titrasi sampai terjadi perubahan warna.
5. Dicatat berapa volume larutan standar yang terpakai.
6. Diulangi titrasi secara duplo atau triplo.
7. Ditentukan berapa konsentrasi atau kadar NaOH dengan rumus :
V1 x M1 x N1 = V2 x M2 x N2

8
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 hasil pengamatan titrasi
Titrasi ke- Volume larutan standar Konsentrasi laturan (NaOH)
(HCl 0,1 N) (mL) (N)
1 2 mL 0,008 N
2 2,7 mL 0,0108 N
3 1,5 mL 0,006 N

4.2 Pembahasan
Titrasi adalah cara analisis tentang pengukuran jumlah larutan yang di
butuhkan untuk bereaksi secara tetap dengan zat yang terdapat dengan larutan
lain.
Pada praktikum kali ini kita melakukan atau mengulangi titrasi asam basa
sebanyak lima kali percobaan.
Pada percobaan kami menentukan konsentrasi NaOH dengan
menggunakan proses titrasi antara larutan HCl sebanyak 0,1 N, dengan larutan
NaOH. 25 ml larutan NaOH dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 3
tetes indikator PP (fenolftalein), lalu ditetesi dengan larutan HCl yang sudah
disediakan dalam buret setetes demi setetes sampai ekuivalen atau habis bereaksi.
Pada percobaan ini banyak nya HCl yang digunakan dalam proses titrasi adalah
adalah sebanyak 2 ml dengan warna yang dihasilkan dari titik ekuivalen tersebut
adalah kepink-pinkan, sehingga dapat ditentukan konsentrasi NaOH dengan
menggunakan rumus :
N x M x V basa = N x M asam x V asam
Sehingga didapat hasil dari konsentrasi NaOH itu sebesar 0,008 N
Pada percobaan kedua kami menentukan kembali konsentrasi NaOH
dengan menggunakan proses titrasi antara larutan HCl sebanyak 0,1 N, dengan
larutan NaOH. 25 ml larutan NaOH dimasukkan ke dalam erlenmeyer lalu
ditambahkan 3 tetes indikator PP (fenolftalein), lalu ditetesi dengan larutan HCl

9
yang sudah disediakan dalam buret setetes demi setetes sampai ekuivalen atau
habis bereaksi. Pada percobaan kedua ini banyak nya HCl yang digunakan dalam
proses titrasi adalah adalah sebanyak 2,7 ml dengan warna yang dihasilkan dari
titik ekuivalen tersebut adalah pink muda, sehingga dapat ditentukan konsentrasi
NaOH dengan menggunakan rumus :
N x M x V basa = N x M asam x V asam
Sehingga didapat hasil dari konsentrasi NaOH itu sebesar 0,0108 N.
Dan pada percobaan terakhir yaitu percobaan kelima kami menentukan
lagi konsentrasi NaOH dengan menggunakan proses titrasi antara larutan HCl
sebanyak 0,1 N, dengan larutan NaOH. 25 ml larutan NaOH dimasukkan ke
dalam erlenmeyer lalu ditambahkan 3 tetes indikator PP (fenolftalein), lalu ditetesi
dengan larutan HCl yang sudah disediakan dalam buret setetes demi setetes
sampai ekuivalen atau habis bereaksi. Pada percobaan terakhir ini banyak nya HCl
yang digunakan dalam proses titrasi adalah sebanyak 1,5 ml dengan warna yang
dihasilkan dari titik ekuivalen tersebut adalah pink bening atau hamper bening,
sehingga dapat ditentukan konsentrasi NaOH dengan menggunakan rumus :
N x M x V basa = N x M asam x V asam
Sehingga didapat hasil dari konsentrasi NaOH itu sebesar 0,006 N.

10
BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil pengamata serta pembahasan yang ada, maka dapat
disimpulkan bahwa banyaknya volume larutan HCl yang dibutuhkan pada
percobaan ke-1 untuk mencapai titik ekuivalen atau habis bereaksi adalah 2 ml
dengan berwarna kepink-pinkan serta hasil konsentrasi yang diperoleh larutan
NaOH sebanyak 0,008 N. Pada percobaan ke-2 banyaknya volume larutan HCl
yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekuivalen atau habis bereaksi adalah 2,7 ml
dengan warna pink muda atau merah muda serta dengan hasil konsentrasi yang
diperoleh larutan NaOh sebanyak 0,0108 N. Dan pada percobaan terakhir
banyaknya volume yang dibutuhkan untuk mencapai titik ekuivalen atau habis
bereaksi adalah 1,5 ml dengan warna pink bening atau hamper tidak berwarna
serta hasil konsentrasi yang diperoleh larutan NaOH sebanyak 0,006 N.
Dengan demikian hasil yang paling mendekati titik ekuivalen adalah
percobaan terakhir dengan volume 1,5 ml serta warna yang dihasilkan pada
larutan tersebut adalah pink bening atau hampir tidak berwarna.

5.2 Saran
Sebaiknya dalam praktikum kali ini kita harus lebih berhati-hati dalam
melakukan percobaannya agar tidak terjadi kegagalan dalam praktikum. Serta
menjaga kebersihan alat-alatnya sehingga pada saat praktikum tidak terjadi
kegagalan juga karena kurangnya kebersihan alat yang digunakan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Azizah, Utiya. 2004. Larutan Asam Dan Basa. Kemendikbud : Jakarta.


Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga: Jakarta.
Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta
Harjanti. 2008. Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.) dan
Pemakaiannya Sebagai Indicator Analisis Volumetri. Jurnal Rekayasa
Proses.
Vol. 2, No. 2 (diakses pada Rabu, 25 Oktober 2018 pukul 22.13 WIB).
Harry firman.1990. Kimia Dasar II. IKIP Bandung : Bandung
Ika, Dani. 2009. Alat Otomarisasi Pengukuran Kadar Vitamin C dengan Metode
Titrasi Asam Basa. Jurnal Neutrino. Vol. 1. No 1. (diakses pada Rabu, 18
Oktober 2018 pukul 21.25 WIB).
Iin Lestari. 2012. Prinsip Titrasi Asam Basa
https://iinlestari.wordpress.com/2012/04/26/prinsip-titrasi-asam-basa/
Diakses pada Selasa, 17 Oktober 2017 pukul 22.56
Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Erlangga : Jakarta
Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga:
Jakarta
Sujono. 2003. Sistem Pengukur Molaritas Larutan dengan Metode Titrasi Asam
Basa
Berbasis Komputer, Universitas Budi Luhur : Jakarta
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara : Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. ITB : Bandung

12

Anda mungkin juga menyukai