Anda di halaman 1dari 11

Titrasi Asam Basa Dalam Ilmu Kimia

By Ase Satria — Kimia

Titrasi asam basa adalah pembahasan materi kimia yang akan di jelaskan dibawah ini.
Seringkali anda mendengar istilah titrasi, sebenarnya apakah titrasi itu? Metode untuk
menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya
disebut titrasi.

Berdasarkan jenis reaksi dalam proses titrasi, maka titrasi dapat di bedakan menjadi:

1. Titrasi yang melibatkan reaksi asam basa, disebut titrasi asam basa.

2. Titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks, disebut titrasi kompleksometri.

3. Titrasi yang melibatkan reaksi reduksi dan oksidasi disebut titrasi redoks.

Berdasarkan larutan baku yang di gunakan, titrasi dibagi menjadi 2 yakni sebagai berikut:

1. Asidimetri, penentuan konsentrasi larutan basa dengan menggunakan larutan baku asam.

2. Alkalimetri, penentuan konsentrasi larutan asam dengan menggunakan larutan baku basa.

Ada dua cara untuk menentukan titik ekuivalen (arti secara stoikiometri), yaitu ketika titran dan
titer tepat habis bereaksi)

1. Dengan menggunakan pH meter

pH meter dapat digunakan untuk mengetahui perubahan pH selama titrasi di lakukan. Data
pH dengan volume titrasi di gunakan untuk membuat kurva titrasi. Titik ekuivalen merupakan
titik tengah dari kurva titrasi.

2. Indikator asam basa

Indikator di gunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi (keadaan di mana titrasi di hentikan)
yang di tandai dengan adanya perubahan warna. Indikator akan berubah warna ketika titik
ekuivalen terjadi, lebih tepatnya saat titrasi di hentikan. Pada umumnya cara kedua lebih dipilih
karena kemudahan dalam pengamatan, tidak di perlukan alat tambahan, dan sangat praktis,
walaupun tidak seakurat dengan pH meter.

Menentukan Kadar Larutan yang Di Titrasi

Pada dasarnya reaksi dalam titrasi merupakan reaksi penetralan. Bahasan ini tentu sudah kita
pelajari pada pembelajaran sebelumnya. Titrasi di hentikan tepat pada saat jumlah mol ion
H+ setara dengan jumlah mol ion OH-. Pada saat itu larutan bersifat netral dan disebut titik
ekuivalen. Bagaimana cara menetukan titik ekuivalen? Untuk mengamati titik ekuivalen dapat di
gunakan indikator yang perubahan warnanya di sekitar titik ekuivalen. Saat terjadi perubahan
warna itu di sebut titik akhir titrasi.

Pada saat titik ekuivalen maka mol ekuivalen asam akan sama dengan mol ekuivalen basa, maka
hal ini dapat di tulis sebagai berikut:

mol ekuivalen asam = mol ekuivalen basa

Rumus umum titrasi pada saat titik ekuivalen sebagai berikut:

a . Ma . Va = b . Mb . Vb

Keterangan:

a = jumlah valensi ion H+

Ma = molaritas asam

Va = volume asam

b = jumlah valensi ion H+

Mb = molaritas basa

Vb = volume basa

Contoh :
50 mL larutan HCI di titrasi dengan larutan NaOH2 M. Berapakah konsentrasi larutan HCI,
apabila larutan NaOH yang di butuhkan untuk mencapai titik ekuivalen sebanyak 25 mL?

Diketahui : a = 1 b=1

Va = 50 mL Mb = 2 M

Vb = 25 mL

Ditanya : Ma = ...?

Jawab : a . Ma . Va = b . Mb . Vb

1 . Ma . 50 = 1 . 2 . 25

Ma = 1 M

Jadi, konsentrasi larutan HCI yang di titrasi adalah 1 M.

Titrasi asam basa sering disebut asidi-alkalimetri, sedang untuk titrasi pengukuran lain-lain
sering dipakai akhiran-ometri mengggantikan –imertri. Kata metri berasal dari bahasa yunani
yang berarti ilmu proses seni mengukur. I dan O dalam hubungan mengukur sama saja, yaitu
dengan atau dari (with or off). Akhiran I berasal dari kata latin dan O berasal dari kata Yunani.
Jadi asidimetri dapat diartikan pengukuran jumlah asam ataupun pngukuran dengan asam (yang
diukur dalam jumlah basa atau garam). (Harjadi, W.1990)

Reaksi penetralan asam basa dapat digunakan untuk menentukan kadar larutan asam atau larutan
basa. Dalam hal ini sejumlah tertentu larutan asam ditetesi dengan larutan basa, atau sebaliknya
sampai mencapai titik ekuivalen (asam dan basa tepat habis bereaksi). Jika molaritas salah satu
larutan (asam atau basa) diketahui, maka molaritas larutan yang satu lagi dapat
ditentukan. (Michael. 1997)

Jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa maka pH larutan akan naik, sebaliknya jika larutan
basa ditetesi dengan larutan asam maka pH larutan akan turun. Grafik yang menyatakan
perubahan pH pada penetesan asam dengan basa atau sebaliknya disebut kurva titrasi. Kurva
titrasi berbetuk S, yang pada ttik tengahnya merupakan titik ekuivalen. (Michael. 1997)

Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan
pengamatan dengan indikator bil pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi
akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa atau asam kuat
dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104 .pH berubah secara drastis bila
volume titrannya. Pada reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain.
Dalam air proton biasanya tersolvasi sebagai H30. Reaksi asam basa bersifat reversibel.
Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator tergantung
secara tidak langsung pada temperatur. (Khopkar, S.M. 1990)
Pada kedua jenis titrasi diatas, dipergunakan indikator yang sejenis yaitu fenoftalen (PP) dan
metil orange (MO). Hal tersebut dilakukan karena jika menggunakan indikator yang lain,
misalnya TB, MG atau yang lain, maka trayek pHnya sangat jauh dari ekuivalen. (Harjadi, W.
1990)

Pada titrasi asidi-alkalimetri dibagi menjadi dua bagian besar yaitu : (Susanti,1995)

1. Asidimetri. Titrasi ini menggunakan larutan standar asam yang digunakan untuk menentukan
basa. Asam yang biasa digunakan adalah HCl, asam cuka, asam oksalat, asam borat.

2. Alkalimeri. Pada titrasi ini merupakan kebalikan dari asidi-alkalimetri karena larutan yang
digunakan untuk menentukan asam disini adalah basa.

Titirasi asam-basa merupakan cara yang tepat dan mudah untuk menentukan jumlah senyawa-
senyawa yang bersifat asam dan basa. Kebanyakan asam dan basa organik dan organik dapat
dititrasi dalam larutan berair, tetapi sebagian senyawa itu terutama senyawa organik tidak larut
dalam air. Namun demikian umumnya senyawa organik dapat larut dalam pelarut organik,
karena itu senyawa organik itu dapat ditentukan dengan titrasi asam basa dalam pelarut inert.
Untuk menentukan asam digunakan larutan baku asam kaut misalnya HCl, sedangkan untuk
menentuan basa digunakan larutan basa kuat misalnya NaOH. Titik akhir titrasi biasanya
ditetapkan dengan bantuan perubahan indikator asam basa yang sesuai atau dengan bantuan
peralatan seperti potensiometri, spektrofotometer, konduktometer. (Rivai, H, 1990)

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Kadar larutan asam
ditentukan dengan menggunakan larutan basa atau sebaliknya. Titrant ditambahkan titer tetes
demi tetes sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat
habis bereaksi) yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator. Keadaan ini disebut
sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi basa atau
titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang dinetralkan : [H+] =
[OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi
biasanya titik akhir titrasi melewati titik ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering
disebut juga sebagai titik ekuivalen. (Esdi, 2011)

Pada saat titik ekuivalen maka mol-ekuivalen asam akan sama dengan mol-ekuivalen basa, maka
hal ini dapat ditulis sebagai berikut (Esdi, 2011)

mol-ekuivalen asam = mol-ekuivalen basa


Mol-ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara normalitas (N) dengan volume, maka rumus
diatas dapat ditulis sebagai berikut:

N asam x V asam = N asam x V basa

Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam
atau jumlah ion OH- pada basa, sehingga rumus diatas menjadi:

(n x M asam) x V asam = (n x M basa) x V basa

Keterangan :
N = Normalitas
V = Volume
M = Molaritas
n = Jumlah ion H +(pada asam) atau OH- (pada basa).

DAFTAR PUSTAKA

Esdi pangganti. 2011. Titrasi Asam Basa. http://esdikimia.wordpress.com/2011/06/17/titrasi-


asam-basa/diakses pada 20 nov 13, pada pukul 19.23

Harjadi, W. 1990. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Gramedia: Jakarta

Khopkar, S.M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. UI Press: Jakarta

Purba, Michael. 1997. Buku Pelajaran Ilmu Kimia Untuk SMU kelas 2. Erlangga: Jakarta

Rivai, H. 1990. Asas Pemeriksaan Kimia. UI Press: Jakarta

Susanti, S. 1995. Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. LEPHAS: Makassar


1.1 Latar Belakang

Titrasi merupakan suatu metoda untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain
yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang
terlibat di dalam proses titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut
sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi,
titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan pembentukan reaksi kompleks dan lain
sebagainya. (disini hanya dibahas tentang titrasi asam basa).

Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan biasanya diletakan di dalam
Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan
biasanya diletakkan di dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan.

Titrasi asam basa disebut juga titrasi adisi alkalimetri. Kadar atau konsentrasi asam basa larutan
dapat ditentukan dengan metode volumetri dengan teknik titrasi asam basa. Volumetri adalah
teknik analisis kimia kuantitatif untuk menetapkan kadar sampel dengan pengukuran volume
larutan yang terlibat reaksi berdasarkan kesetaraan kimia. Kesetaraan kimia ditetapkan melalui
titik akhir titrasi yang diketahui dari perubahan warna indicator dan kadar sampel untuk
ditetapkan melalui perhitungan berdasarkan persamaan reaksi.

Titrasi asam basa merupakan teknik untuk menentukan konsentrasi larutan asam atau basa.
Reaksi yang terjadi merupakan reaksi asam basa (netralisasi). Larutan yang kosentrasinya sudah
diketahui disebut larutan baku. Titik ekuivalen adalah titik ketika asam dan basa tepat habis
bereaksi dengan disertai perubahan warna indikatornya. Titik akhir titrasi adalah saat terjadinya
perubahan warna indicator.

Tinjauan Pustaka

Standarisasi dapat dilakukan dengan titrasi. Titrasi merupakan proses penentuan


konsentrasi suatu larutan dengan mereaksikan larutan yang sudah ditentukan konsentrasinya
(larutan standar). Titrasi asam basa adalah suatu titrasi dengan menggunakan reaksi asam basa
(reaksi penetralan). Prosedur analisis pada titrasi asam basa ini adalah dengan titrasi
volumemetri, yaitu mengukur volume dari suatu asam atau basa yang bereaksi (Syukri, 1999).

Pada saat terjadi perubahan warna indikator, titrasi dihentikan. Indikator berubah warna pada
saat titik ekuivalen. Pasda titrasi asam basa, dikenal istilah titik ekuivalen dan titik akhir titrasi.
Titik ekuivalen adalah titik pada proses titrasi ketika asam dan basa tepat habis bereaksi. Untuk
mengetahui titik ekuivalen digunakan digunakan indikator. Saat perubahan warna terjadi, saat itu
disebut titik akhir titrasi (Sukmariah, 1990).
Proses penentuan konsentrasi suatu larutan dipastikan dengan tepat dikenal sebagai standarisasi.
Suatu larutan standar kadang-kadang dapat disiapkan dengan menggunakan suatu sampel zat
terlarut yang diinginkan, yang ditimbang dengan tepat, dalam volume larutan yang diukur
dengan tepat. Zat yang memadai dalam hal ini hanya sedikit, disebut standar primer (Sukmariah,
1990).

Zat yang digunakan untuk larutan standar primer, harus memenuhi persyaratan berikut:

1.Mudah diperoleh dalam bentuk murni maupun dalam keadaan yang diketahui
kemurniannya.

2.Harus stabil.

3.Zat ini mudah dikeringkan, tidak higroskopis , sehingga tidak menyerap uap air,
tidak menyerap CO2 pada waktu penimbangan (Sukmariah, 1990).

Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat dengan mudah digunakan
untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur kuantitatif. Kuantitas zat terlarut dalam suatu
volume larutan itu, dimana volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari
hubungan dasar berikut ini:

Mol = liter x konsentrasi molar

atau:

Mmol = ml x konsentrasi molar

Perhitungan-perhitungan stokiometri yang melibatkan larutaan yang diketahui molaritasnya


bahkan lebih sederhana lagi. Dengan devinisi bobot ekuivalen, dua larutan akan bereaksi dengan
tepat satu sama lain bila keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama. Dalam hubungan ini,
kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan yang sama, demikian juga kedua volume
(Brady, 1990).

Analisis kimia yang diketahui terhadap sampel yaitu analisis kualitatif dan analisis kuantitatif.
Analisis kualitatif memberikan informasi mengenai apa saja yang menjadi komponen penyusun
dalam suatu sampel, sedangkan analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai beberapa
banyak komposisi suatu komponen dalam sampel. Dengan kata lain, analisis kualitatif berkaitan
dengan jumlah atau banyaknya senyawa dalam sampel. Analisis kuantitatif konvensional yang
paling sering diterapkan yaitu analisis titrimetri. Analisis titrimetri dilakukan dengan menitrasi
suatu sampel tertentu dengan larutan standar, yaitu larutan yang sudah diketahui konsentrasinya.
Perhitungan didasarkan pada volume titran yang diperlukan hingga tercapai titik ekuivalen
titrasi. Analisis titrimetri yang didasarkan pada terjadinya reaksi asam basa antara sampel dengan
larutan standar disebut analisis asidi alkalimetri. Apabila larutan standar yang digunakan adalah
suatu larutan yang bersifat asam maka analisis yang dilakukan adalahh analisis asidimetri.
Sebaliknya jika digunakan suatu basa sebagai larutan standar, analisis tersebut disebut sebagai
analisis alkalimetri. Konsentrasi larutan asam basa sering menggunakan satuan kemolaran (M),
maka rumusan itu dapat diubah. Konversi dari suatu kemolaran ke normalitasan adalah
mengalikan valensi (n) asam atau basa dengan kemolaran. Sebaliknya dari suatu kenormalan ke
satuan kemolaran adalah membagi kemolaran dengan valensi asam atau basa. Konversi ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:

Dengan rumus :

VA . MA . nA = VB . MB . nB

Keterangan :

VA = Volume sebelum pengenceran

MA = Molaritas sebelum pengenceran

VB = Volume setelah pengenceran

MB = Molaritas setelah pengenceran

nA = Valensi asam

nB = Valensi basa (Keenan, 1991).

Analisis kimiawi menetapkan komposisi kuantitatif dan kualitatif suatu materi. Konstituen-
konstituen yang akan didereksi ataupun ditentukan jumlahnya adalah unsur, rasikal, gugus
fungsi, senyawaan atau fase. Analisis kimia menyangkut aspek analisis yang lebih sempit.
Analisis pada umumnya terdiri atas analisis kualitatif dilakukan sebelum analisis
kuantitatif. Tahapan penentuan analisis kuantitatif adalah dengan usaha mendapatkan sampel,
mengubahnya menjadi keadaan yang dapat terukur, pengukuran konstituen yang dikehendaki,
dan yang terakhir perhitungan dan interprestasi data numerik (Khopkar, 1990).

Istilah analisis titrametri mengacu pada analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan
menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya diketahui dengan tepat, yang diperlukan
untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan
kekuatan (konsentrasi) yang diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak
ditetapkan, dihitung dari volume standar yang digunakan dan hukum-hukum stokiometri yang
diketahui. Dahulu digunakan orang analisis volumetri, tetapi sekarang telah diganti dengan
analisiss titrimetri, karena yang terakhir ini dianggap lebih baik menyatakan proses titrasi,
sedangkan yang disebut terdahulu dapat dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran volume,
seperti yang melibatkan gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang diketahui itu disebut titran,
dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat (Khopkar, 1990).

Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa titrimetri apabila memenuhi persyaratan
berikut:

1. Reaksi harus berlangsung cepat, sehingga titrasi dapat dilakukan dalam waktu yang
tidak terlalu lama.

2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga didapat kesetaraan
yang pasti dalam reaktan.

3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.

4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar (Sukmariah, 1990).

Untuk analisis titrimetri lebih mudah jika kita memahami sistem ekuivalen (larutan normal)
sebab pada titik akhir titrasi jumlah ekuivalen dari zat yang dititrasi = jumlah ekuivalen zat
penitrasi. Berat ekuivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam
reaksinya. Volumetri dapat dibagi menjadi:

1. Asidi dan alkalimetri

2. Oksidimetri

3. Argentometri

Asidimetri adalah yang diketahui konsentrasi asamnya, sedangkan alkalimetri bila yang
diketahui adalah konsentrasi basanya. Titrasi asam basa ada lima. Empat diantaranya adalah:

1. Titrasi asam dengan basa kuat

Diakhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat.

Misal:

HCl + NaOH NaCl + H2O

2. Titrasi asam lemah dan basa kuat

Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat. Misal :
asam asetat dengan NaOH.

CH3COOH + NaOH CH3COONa + H2O

3. Titrasi basa lemah dan asam kuat


Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa lemah dan asam kuat.
Misal : NH4Cl dan HCl

NH4OH + HCl NH4Cl + H2O

4. Titrasi asam lemah dan basa lemah

Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah.
Misal : asam asetat dan NH4OH

CH3COOH + NH4OH CH3COONH4 + H2O (Sukmariah, 1990).

Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti peningkatan kadar logam berat dalam
biota laut yang pada gilirannya melalui rantai makanan akan menimbulkan keracunan akut dan
khronik, bahkan bersifat karsinogenik pada manusia konsumen hasil laut (Keman, 1998).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Pikir (1993) dengan metode Spektroskopi Serapan Atom
(SSA) menyimpulkan bahwa kerang yang berasal dari Pantai Kenjeran Suraba ya, mengandung
logam berat Cadmium (Cd) sebesar 1,22 ppm dan kerang dari Pantai Keputih Surabaya,
mengandung 1,09 ppm logam berat Cadmium. Penelitian lain yang dilakukan dengan metode
yang sama oleh Moesriati (1995) terhadap beberapa jenis ikan dan kerang di Pantai Kenjeran
Surabaya menyatakan bahwa kadar logam berat Cadmium dalam daging kerang adalah 1,21 ppm
(Sukmariah, 1990).

DAFTAR PUSTAKA

Brady, J. E. 1990. Kimia Universitas: Asas dan Struktur Jilid 1. Erlangga, Jakarta.
Keenan, Charles W. dkk. 1991. Ilmu Kimia Untuk Universitas. Jakarta, Erlangga.
Khopkar, S. M. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia, Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran Edisi 2. Binarupa Aksara, Jakarta.
Syukri. 1999. Kimia Dasar 2. Bandung, ITB.

Anda mungkin juga menyukai