Anda di halaman 1dari 8

Asidimetri – Alkalimetri

Asidimetri-alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yaitu reaksi antara ion


hidrogen (H+) yang berasal dari asam dengan ion hidroksida (OH-) yang berasal dari
basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan
sebagai reaksi antara pemberi proton (asam) dengan penerima proton.

Dalam analisis titrimetri atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif untuk
mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan baku
(standar) yang kadar (konsentrasinya) telah diketahui secara teliti dan reaksinya
berlangsung secara kuantitatif.

Asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-


senyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam. Sebaliknya, Alkalimetri
merupakan penetapan kadar senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan
menggunakan baku basa.

Dalam analisis larutan asam dan basa, titrasi akan melibatkan pengukuran yang
saksama volume-volumenya suatu asam dan suata basa basa yang tepat saling
menetralkan.

1. Prinsip Titrasi Asam Basa

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant.
Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan
menggunakan larutan basa dan sebaliknya.

Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen
( artinya secara stoikiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut
sebagai “titik ekuivalen”, yaitu titik dimana konsentrasi asam sama dengan konsentrasi
basa atau titik dimana jumlah basa yang ditambahkan sama dengan jumlah asam yang
dinetralkan : [H+] = [OH-]. Sedangkan keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara
melihat perubahan warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir
titrasi ini mendekati titik ekuivalen, tapi biasanya titik akhir titrasi melewati titik
ekuivalen. Oleh karena itu, titik akhir titrasi sering disebut juga sebagai titik ekuivalen.

Pada saat titik ekuivalent ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat
volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan
data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar
titrant.

Titrasi netralisasi adalah titrasi yang didasarkan pada reaksi antara suatu asam
dengan basa.

H3O+ + OH- ⇔ 2 H2O

Dalam titrasi ini berlaku hubungan jumlah ekivalen asam (H3O+) sama dengan
jumlah ekivalen basa (OH-).

Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui konsentrasinya.
Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu:

1. Larutan Baku Primer adalah suatu larutan yang telah diketahui secara tepat
konsentrasinya melalui metode grayimetri. Nilai konsentrasi dihitung melali
perumusan sederhana, setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi
tersebut dan dilarutkan dalam volume tertentu
Contoh : NaCl, asam oksalat, asam benzoat

Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diperoleh dengan
cara menimbang.
Syarat-syarat larutan baku primer:
- mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan (jika mungkin pada suhu 110-
120 derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni.
- tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara.
- zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan
kepekaan tertentu.
- sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar,
sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan.
- zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih.
- reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik
dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan
secara tepat dan mudah.

2. Larutan baku sekunder


Adalah suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan
menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri.
Contoh: NaOH
Larutan standar sekunder adalah larutan yang konsentrasinya diperoleh dengan cara
mentitrasi dengan larutan standar primer.
Syarat-syarat larutan baku sekunder:
- derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer.
- mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan.
- larutannya relatif stabil dalam penyimpanan

Larutan baku yang digunakan pada titrasi netralisasi adalah asam kuat atau basa
kuat, karena zat-zat tersebut bereaksi lebih sempurna dengan analit dibandingkan
dengan jika dipakai asam atau basa yang lebih lemah. Larutan baku asam dapat dibuat
dari HCl, H2SO4 atau HClO4, sedangkan larutan baku basa dibuat dari NaOH atau
KOH.

Larutan baku primer adalah larutan yang konsentrasinya dapat ditentukan dengan
perhitungan langsung dari berat zat yang mempunyai kemurnian tinggi, stabil dan
bobot ekivalen tinggi kemudian dilarutkan sampai volume tertentu. Sedangkan larutan
baku sekunder, konsentrasinya harus ditentukan terlebih dahulu dengan
pembakuan/standarisasi terhadap baku primer.
Contoh:

Baku primer : Na2CO3, Na2B4O7, Kalium Hidrogen Ptalat (KHP), H2C2O4

Baku sekunder : HCl, H2SO4, NaOH, KOH

Titrasi netralisasi dapat berlangsung antara asam kuat dengan basa kuat;
asam/basa lemah dengan basa atau asam kuat seperti:

NH4OH + HCl → Nacl + H2O (basa lemah dengan asam kuat)

CH3COOH + OH- → CH3COO- + H2O (asam lemah dengan basa kuat)

CH3COO– + H3O+ → CH3COOH + H2O (garam dengan asam kuat)

NH4+ + OH– → NH3 + H2O (garam dengan asam kuat)

Kedua contoh terakhir di atas menggambarkan titrasi garam monofungsional.


Garam-garam tersebut dalam air mengalami hidrolisis menghasilkan larutan yang
bersifat asam atau basa. Apakah garam-garam ini dititrasi dengan asam atau basa
bergantung pada nilai Ka dan Kb. Bila nilai Ka>Kb (larutan lebih bersifat asam), maka
garam tersebut dapat dititrasi dengan basa, bila sebaliknya (Ka<Kb), garam tersebut
dapat dititrasi dengan asam. Titik ekivalen dicapai pada pH larutan CH3COOH atau
NH4OH
Gambar set alat titras

2. Cara Mengetahui Titik Ekuivalen

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekuivalen pada titrasi asam basa, antara
lain:

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi


dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk
memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah
“titik ekuivalen”.

Indikator Perubahan warna Pelarut

Asam Basa
Thimol biru Merah Kuning Air

Metil kuning Merah Kuning Etanol 90%

Metil jingga Merah Kuning-jingga Air


Metil merah Merah Kuning Air

Bromtimol biru Kuning Biru Air

Fenolftalein Tak berwarna Merah-ungu Etanol 70%

thimolftalein Tak berwarna biru Etanol 90%


2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan dua hingga tiga tetes
(sedikit mungkin) pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini
akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi
dihentikan. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator
yang perubahan warnanya dipengaruhi oleh pH.

Pada umumnya cara kedua lebih dipilih karena kemudahan dalam pengamatan,
tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis, walaupun tidak seakurat dengan pH
meter.

Gambar berikut merupakan perubahan warna yang terjadi jika menggunakan indikator
fenolftalein.
pH <0 0−8.2 8.2−12.0 >12.0

Kondisi Sangat asam Asam atau mendekati netral Basa Sangat basa

Warna Jingga Tidak berwarna Pink keunguan Tidak


berwarna

Sebelum mencapai titik ekuivalen Setelah mencapai titik ekuivalen

Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat
mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang
tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan.
Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”.

Kelebihan dan Kekurangan Asam Basa

Menurut Arrhenius, larutan bersifat asam jika senyawa tersebut melepaskan ion
hidronium (H3O+) saat dilarutkan dalam air atau asam adalah zat yang dalam air
melepaskan ion H+.

Menurut Arrhenius, basa adalah senyawa yang dapat melepas ion hidroksida
(OH-) jika dilarutkan dalam air.

Kelebihan dan kekurangan teori asam basa arrhenius, yaitu :

1. Kelebihan

Mampu menyempurnakan teori asam yang dikemukakan oleh Justus Von


Liebig. Liebig menyatakan bahwa setiap asam memiliki hidrogen (asam berbasis
hidrogen). Pernyataan ini tidak tepat, sebab basa juga memiliki hidrogen.

2. Kekurangan

a. Teori asam basa Arrhenius terbatas dalam pelarut air, namun tidak dapat
menjelaskan reaksi asam basa dalam pelarut lain atau bahkan reaksi
tanpa pelarut.
b. Teori asam basa Arrhenius hanya terbatas sifat asam dan basa pada
molekul, belum mampu menjelaskan sifat asam dan basa ion seperti
kation dan anion.
c. Tidak menjelaskan mengapa beberapa senyawa yang mengandung
hidrogen dengan bilangan oksidasi +1 (seperti HCl) larut dalam air
untuk membentuk larutan asam, sedangkan yang lain seperti CH4 tidak.
d. Tidak dapat menjelaskan mengapa senyawa yang tidak memiliki OH-,
seperti Na2CO3 memiliki karakteristik seperti basa.

Anda mungkin juga menyukai