Anda di halaman 1dari 46

IODOMETRI

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Sri Utami Sastika ( 122016016)


Ilham Syahzili (122016017)

Dosen Pembimbing

Fakultas Teknik Prodi Teknik Kimia


Universitas Muhammadiyah Palembang
Tahun ajaran 2017/2018

1
KATA PENGHANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ilmiah tentang Iodometri.

Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari
berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami
menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam
pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmiah tentang limbah dan manfaatnya
untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Palembang, 20-07-2017

Penyusun

2
IODOMETRI

1.1 Definisi Iodometri

Iodometri adalah titrasi redoks yang melibatkan titrasi iodin yang diproduksi
dalam reaksi dengan larutan standar tiosulfat. Iodometri merupakan suatu proses
analitis tak langsung yang melibatkan iod. Ion iodida berlebih ditambahkan pada
suatu zat pengoksid sehingga membebaskan iod, yang kemudian dititrasi dengan
natrium tiosulfat.

Dalam proses analitis, iod digunakan sebagai zat pengoksid (iodimetri), dan
ion iodida digunakan sebagai zat pereduksi (iodometri). Relatif beberapa zat
merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung
dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi
banyak pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksis empurna dengan ion iodida,
dan ada banyak penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida
ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang ditentukan dengan larutan natrium
tiosulfat.

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi


(iodimetri). Iodimetri merupakan titrasi langsung dan merupakan metoda
penentuan atau penetapan kuantitatif yang pada dasar penentuannya adalah jumlah
I2 yang bereaksi dengan sample atau terbentuk dari hasil reaksi antara sample
dengan ion iodida . Iodimetri adalah titrasi redoks dengan I2 sebagai penitar.

Titrasi iodimetri merupakan titrasi langsung terhadap zat – zat yang potensial
oksidasinya lebih rendah dari sistem iodium – iodida, sehingga zat tersebut akan
teroksidasi oleh iodium. Cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa
pereduksi iodium yaitu secara langsung disebut iodimetri, dimana digunakan
larutan iodium untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi
secara kuantitatif pada titik ekivalennya.

3
Iodometri adalah titrasi tidak langsung yang digunakan untuk menetapkan
kadar senyawa-senyawa dengan potensial oksidasi yang lebih besar daripada
sistem iodium-iodida atau senyawa –senyawa yang bersifat oksidator seperti
CuSO4.5H2O (Rohman, 2012).

Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan


menggunakan iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu (2);

a. Iodimetri metode langsung, bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan


larutan baku Iodium. Contohnya pada penetapan kadar Asam Askorbat.

b. Iodimetri metode residual ( titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan


larutan baku iodium dalam jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi
dengan larutan baku natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Natrium
Bisulfit.

Dalam titrasi iodimetri, iodin dipergunakan sebagai sebuah agen


pengoksidasi, namun dapat dikatakan bahwa hanya sedikit saja substansi yang
cukup kuat sebagai unsur reduksi yang dititrasi langsung dengan iodin. Karena itu
jumlah dari penentuan-penentuan iodimetrik adalah sedikit. Substansi-substansi
penting yang cukup kuat sebagai unsur-unsur reduksi untuk dititrasi langsung
dengan iodin yaitu zat-zat dengan potensial reduksi yang jauh lebih rendah adalah
tiosulfat, arsenik (III), antimon (III), sulfida, sulfit, timah (II) dan ferosianida, zat-
zat ini bereaksi lengkap dan cepat dengan iod bahkan dalam larutan asam. Dengan
zat pereduksi yang agak lemah, misal arsen trivalen atau stibium trivalen, reaksi
yang lengkap hanya akan terjadi bila larutan dijaga tetap netral atau sangat sedikit
asam, pada kondisi ini potensial reduksi dari zat pereduksi adalah minimum atau
daya mereduksinya adalah maksimum.

Iodium merupakan oksidator yang relatif lemah. Oksidasi potensial sistem


yodium yodida ini dapat dituliskan sebagai reaksi berikut ini :

I2 + 2 e- 2 I- Eo = + 0,535 vol

4
Pada iodometri, sampel yang bersifat oksidator direduksi dengan kalium
iodida berlebihan dan akan menghasilkan iodium yang selanjutnya dititrasi
dengan larutan baku natrium tiosulfat. Banyaknya volume natrium tiosulfat yang
digunakan sebagai titran setara dengan iodium yang dihasilkan dan setara dengan
banyaknya sampel.

Sebagai contoh adalah penentuan kandungan klorin ( Cl2) dalam agen pemutih.
Klorin akan mengoksidasi iodida untuk menghasilkan iodium. Reaksi yang terjadi
adalah :

Cl2 + 2I- -----> 2Cl- + I2

Selanjutnya iodium yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku natrium


tiosulfat menurut reaksi :

2S2O32- + I2 -----> S4O62- + 2I-

Iodometri menurut penggunaan dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu :

a.Titrasi iod bebas.

b.Titrasi oksidator melalui pembentukan iodium yang terbentuk dari iodida.

c.Titrasi reduktor dengan penemtuan iodium yang digunakan.

d.Titrasi reaksi, titrasi senyawa dengan iodium melalui adisi atausubsitusi.

(Roth, 1988: 277-279)

1.1.1 Prinsip umum Iodometri

Iod bebas seperti halogen lain dapat menangkap elektron dari zat pereduksi,
sehingga iod sebagai oksidator. ion I- siap memberikan elektron dengan adanya
zat penangkap elektron, sehingga I- bertindak sebagai zat pereaksi.

Reaksinya :

I2(padat) + 2e → 2I-

5
Chlorine akan membebaskan ion bebas dari larutan KI pada pH 8 atau kurang.
Iodium ini akan dititrasi dengan larutan standar sodium thiosulfate dengan
indikator starch dalam keadaan pH 3-4, sebab pada pH netral reaksi ini tidak
stoikiometri dengan reaksi oksidasi parsial thiosulfate menjadi sulfat.

Penetapan secara kuantitatif zat-zat yang dapat tereduksi / tereduksi


berdasarkan pada reaksi redoks

1.1.2 Proses-proses Iodometri


Ada dua proses metode titrasi iodometri, yaitu :
1. Proses-proses iodometrik langsung
Pada Iodometri langsung sering menggunakan zat pereduksi yang cukup kuat
seperti tiosulfat, Arsen (III), Stibium (III), Antimon (II), Sulfida, sulfite, Timah
(II), Ferasianida. Kekuatan reduksi yang dimiliki oleh beberapa dari substansi ini
tergantung pada konsentrasi ion hidrogen, dan reaksi dengan iodin baru dapat
dianalisis secara kuantitatif hanya bila kita melakukan penyesuaian pH yang
merepotkan.
Dalam proses iodometri langsung ini reaksi antara iodium dan thiosulfat dapat
berlangsung sempurna. Kelebihan ion Iodida yang ditambahkan pada pereaksi
oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, kelebihan ini dapat dititrasi
dengan Natrium Tiosulfat. Menurut cara ini suatu zat reduksi dititrasi secara
langsung oleh iodium, misal pada titrasi Na2S2O3 oleh I2.

2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6

Indikator yang digunakan pada reaksi ini, yaitu larutan kanji. Apabila larutan
thiosulfat ditambahkan pada larutan iodin, hasil akhirnya berupa perubahan
penampakan dari tak berwarna menjadi berwarna biru. Tetapi apabila larutan
iodine ditambahkan kedalam larutan thiosulfat maka hasil akhirnya berupa
perubahan penampakan menjadi berwarna biru.

2. Proses-proses Tak Langsung atau Iodometrik

6
Dalam ion iodida sebagai pereduksi diubah menjadi iodium-iodium yang
terbentuk dititrasi, dengan larutan standar Na2S2O3.
Jadi cara iodometri digunakan untuk menentukan zat pengoksidasi, misal pada
penentuan suatu zat oksidator ini (H2O2). Pada oksidator ini ditambahkan larutan
KI dan asam hingga akan terbentuk iodium yang kemudian dititrasi dengan
larutan.
Na2S2O3. H2O2 + 2HCl → I2 + 2KCl + 2H2O.
Banyak agen pengoksidasi yang kuat dapat dianalisa dengan
menambahkan kalium iodida berlebih dan menitrasi iodin yang dibebaskan.
Karena banyak agen pengoksidasi membutuhkan suatu larutan asam untuk
bereaksi dengan iodin, natrium tiosulfat biasanya dipergunakan sebagai titrannya,
dalam keadaan pH 3-4. Titrasi dengan arsenik (III) (di atas) membutuhkan sebuah
larutan yang sedikit alkalin.(R.A Day, A.L. Underwood. 2002. “ Analisa Kimia
Kuantitatif,” Edisi keenam.hal:298)
Beberapa tindakan pencegahan harus diambil dalam menangani larutan
kalium iodida untuk menghindari kesalahan. Misalnya ion iodida dioksidasi oleh
oksigen dari udara.
4H+ + 4I- + O2 → 2I2 + 2H2O
Reaksi ini lambat dalam larutan netral, tetapi lebih cepat dalam larutan
berasam dan dipercepat oleh cahaya matahari. Setelah penambahan kalium iodida
pada larutan berasam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan harus tidak dibiarkan
untuk waktu yang lama berhubungan dengan udara, karena iodium tambahan akan
terbentuk oleh reaksi yang terdahulu. Nitrit harus tidak ada, karena akan
direduksikan oleh ion iodida menjadi nitrogen (II) oksida yang selanjutnya
dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen dari udara:
2HNO2 + 2H+ +2I- → 2NO + I2 + 2H2O4NO + O2 + 2H2O → 4HNO2
Kalium iodida harus bebas iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam
larutan umtuk mrmbebaskan iodium :
IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O

1.1.3 Titrasi dengan Iodometri

Titrasi dengan Iodometri dapat dibagi menjadi dua cara yaitu :

1. Cara langsung (Iodimetri)

7
Cara langsung disebut iodimetri (digunakan larutan iodium untuk
mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik
ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium
sendiri merupakan oksidator yang lemah.

Reduktor + I2 → 2I-

Na2S2O3 + I2 → NaI + Na2S4O6

 Misalnya pada titrasi Na2S4O6 oleh I2

2Na2S2O3 + I2 → 2NaI + Na2S4O6

Indikator yang digunakan pada reaksi ini, yaitu larutan kanji. Apabila larutan
thiosulfat ditambahkan pada larutan iodine, hasil akhirnya berupa perubahan
penampakan dari tak berwarna menjadi berwarna biru. Tetapi apabila larutan
iodine ditambahkan kedalam larutan thiosulfat maka hasil akhirnya berupa
perubahan penampakan dari berwarna menjadi berwarna biru.

Iodium merupakan oksidator yang relative kuat dengan nilai potensial


oksidasi sebesar +0,535 V. pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi
menjadi iodide sesuai dengan reaksi:

I2 + 2e = 2I

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial


reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai potensial
reduksi lebih kecil dari pada iodium hingga dapat dilakukan titrasi langsung
dengan iodium.

Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk


membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir amilum yang akan
memberikan warna biru pada saat tercapainya titik akhir.

8
Dalam Farmakope Indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk
menetapkan kadar, asam askorbat, natrium askorbat, metampiron (antalagin), serta
natrium tiosulfat dan sediaan injeksi.

Namun titrasi ini juga dapat dilakukan dengan cara menggunakan larutan
iodida, dimana larutan tersebut diubah menjadi iodine, dan selanjutnya dilakukan
titrasi dengan natrium tiosulfat.

Sebagai contoh adalah penetapan kadar vitamin C atau asam askorbat dengan
cara : lebih kurang 400 mg asam askorbat yang ditimbang seksama, larutan dalam
campuran yang terdiri atas 100 ml air bebas karbon dioksida dan 25 ml asam
sulfat encer. Titrasi segera dengan iodium 0,1 N menggunakan indikator kanji
sampai terbentuk warna biru tetap. Tiap ml iodium setara dengan 8,806 mg asam
askorbat.

Dari sekian titrasi iodimetri yang di gunakan , diantaranya:

a. Penetapan vitamin C

Iod dapat menitrasi vitamin C (asam askorbat) secara langsung, perlu


diperhatikan disini iod mengoksidasi gugus fungsional (OH) C = C (OH), menjadi
suatu gugus alfa diketon dalam asam dehidroaaskorbat.

b. Penetapan kadar air menggunakan metode Karl Fischer

Metode ini adalah suatu titrasi air dengan larutan metar alcohol anhydrous yang
mengandung iod, belerang dioksida dan piridin berlebihan. Hal yang perlu
diperhatikan adalah satu mol air bereaksi dengan satu mol iod. (Anonim, 2012) I

odimetri juga dikatakan sebagai analisa titrimetri untuk zat-zat reduktor seperti
natrium tiosulfat, arsenat dengan menggunakan larutan iodin baku secara
langsung.(Anonim, 2012)

2. Cara tidak langsung (Iodometri)

9
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat
yang bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II. Zat–zat ini akan mengoksidasi
iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk ditentukan
dengan menggunakan larutan baku natrium tiosulfat.

Oksidator + KI → I2 + 2e

I2 + Na2S2O3 → NaI + Na2S4O6

Dalam hal ini iodide sebagai perediksi diubah menjadi iodium. Iodium yang
terbentuk dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat. Cara iodometri digunakan
untuk untuk menentukan zat pengoksidasi, misalnya penentuan zat oksidator
H2O2.

Misalnya pada penentuan suatu zat oksidator ini (H2O2).

Pada oksidator ini ditambahkan larutan KI dan asam hingga akan terbentuk
iodium yang kemudian dititrasi dengan larutan Na2S2O3.
H2O2 + 2HCl → I2 + 2KCl + 2H2O.
C) dan sangat larut dalam pelarutan yang mengandung ion iodide.Iodium
sedikit larut dalam air (0,00134 mol/liter pada 25)
Berdasarkan reaksi :
I2 + I- → I3-
dengan tetapan kesetimbangan pada 25 ºC. Larutan baku ion dapat langsung
dibuat dari unsur murninya.

Pada metode iodimetri dan iodometri, larutan harus dijaga supaya pH


larutan lebih kecil dari 8 karena dalam larutan alkali iodium bereaksi dengan
hidroksida (OH-) menghasilkan ion hipoiodit yang pada akhirnya menghasilkan
ion iodat menurut reaksi :

I2 + OH- → HI + IO-

3IO- → IO3- + 2I-

Sehingga apabila ini terjadi maka potensial oksidasinya lebih besar


daripada iodium akibatnya akan mengoksidasi tiosulfat (S2O32-) tapi juga

10
menghasilkan sulfat (SO42-) sehingga menyulitkan perhitungan stoikiometri
(reaksi berjalan tidak kuantitatif). Oleh karena itu, pada metode iodometri tidak
pernah dilakukan dalam larutan basa kuat.

Pada titrasi iodometri titrasi harus dalam keadaan asam lemah atau nertal
karena dalam keadaan alkali akan terbentuk iodat yang terbentuk dari ion
hipoiodit yang merupakan reaksi mula-mula antara iodin dan ion hidroksida,
sesuai dengan reaksi :

I2 + O 2 → HI + IO-

3 IO- → IO3- + 2 I-

Pada proses iodometri atau titrasi tidak langsung banyak zat pengoksid
kuat yang dapat dianalisis dengan menambahkan KI berlebihan dan mentitrasi
iodium yang dibebaskan. Karena banyak zat pengoksid yang menuntut larutan
asam untuk bereaksi dengan iodida, natrium tiosulfat lazim digunakan sebagai
titran. Beberapa tindakan pencegahan perlu diambil untuk menangani KI untuk
menghindari galat. Misalnya ion iodida dioksidai oleh oksigen di udara :

4 H+ + 4 I- + O2 → 2 I2 + 2 H2O

Dalam bidang farmasi metode ini digunakan untuk menentukan kadar zat-
zat yang mengandung oksidator misalnya Cl2, Fe (III), Cu (II) dan sebagainya,
sehingga mengetahui kadar suatu zat berarti mengetahui mutu dan kualitasnya.

Oksidator lebih jarang ditentukan dibandingkan reduktor. Namun


demikian , oksidator dapat ditentukan dengan reduktor. Reduktor yang
lazim dipakai untuk penentuan oksidator adalah kalium iodida, ion titanium (III),
ion besi(II) , dan ion vanadium(II). Cara titrasi redoks yang menggunakan larutan
iodium sebagai pentiter disebut iodimetri, sedangkan
yang menggunakan larutan iodida sebagai pentiter disebut iodometri.(Rivai, 1995:
93)

1.1.4 Perbedaan Iodimetri dan Iodometri

11
Perbedaan Iodimetri Iodometri
Jenis Langsung Tidak Langsung
Jumlah Satu Dua
Contoh I2 + 2Na2S2O4 2NaI KIO3 + 5KI + 3H2SO4 I2- +
reaksi + Na2S4O6 K2SO4 + 3H2O
Analat Reduktor lemah Oksidator
Larutan KIO3 yang direaksikan dengan KI
Iodium
Baku dan menghasilkan iodium

1.1.5 Titrasi Iodometri

a. Pembuatan larutan baku primer kalium dikromat

Kalium dikromat yang telah ditentukan konsentrasinya ditimbang dengan


menggunakan neraca analitis kemudian dilarutkan dengan aquadest di dalam labu
ukur sampai batas kalibrasi.

b. Pembakuan larutan natrium primer dengan kalium dikromat

Larutan thiosulfat (Na2S2O3) sebelum digunakan sebagai larutan standar


dalam proses iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium
dikromat yang merupakan standar primer. Larutan kalium dikromat ditambahkan
dengan 2 mL asam sulfat pekat, warna larutan menjadi kuning bening. Setelah itu
ditambahkan dengan serbuk kalium iodida sekitar 250 mg , larutan berubah
menjadi coklat tua. Fungsi penambahan asam sulfat pekat dalam larutan tersebut
adalah memberikan suasana asam, sebab larutan yang terdiri dari kalium dikromat
dan kalium iodida berada dalam kondisi netral atau memiliki keasaman rendah.

Indikator yang digunakan dalam proses standarisasi ini adalah indikator


amilum 1%. Penambahan amilum yang dilakukan saat mendekati titik akhir
titrasi dimaksudkan agar amilum tidak membungkus iod karena akan
menyebabkan amilum sukar dititrasi untuk kembali ke senyawa semula. Proses
titrasi harus dilakukan sesegera mungkin, hal ini disebabkan sifat I2yang mudah
menuap. Pada titik akhir titrasi iod yang terikat juga hilang bereaksi dengan titran

12
sehingga warna biru mendadak hilang dan perubahannya sangat jelas.
Penggunaan indikator ini untuk memperjelas perubahan warna larutan yang
terjadi pada saat titik akhir titrasi. Sensitivitas warnanya tergantung pada pelarut
yang digunakan. Kompleks iodium-amilum memiliki kelarutan yang kecil dalam
air, sehingga umumnya ditambahkan pada titik akhir titrasi. Jika larutan iodium
dalam KI pada suasana netral dititrasi dengan natrium thiosulfat, maka :

I3– + 2S2O32- → 3I– + S4O62-

S2O32- + I3– → S2O3I– + 2I–

2S2O3I– + I– → S4O62- + I3–

S2O3I– + S2O32- → S4O62- + I–

1.2 Standarisasi Larutan Tiosulfat

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri


adalah natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara
langsung, tetapi harus distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium
thiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan
sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan
standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam
penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang
membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).

Bakteri yng memakan belerang dapat masuk ke dalam larutan dan proses
metaboliknya akan mengakibatkan pembentukan sulfit,sulfat, dan belerang
koloidal.Belerang ini akan mengakibatkan kekeruhan.

Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium


thiosulfat dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan
tembaga.

13
Metode titrasi iodometri yaitu titrasi tidak langsung dimana mula – mula
iodium direaksikan dengan iodida berlebih, kemudian iodium yang terjadi dititrasi
dengan natrium thiosulfat.

Menstandarisasi Larutan Tiosulfat


Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi dengan
menggunakan senyawa oksidator yang memiliki kemurnian tinggi (analytical
grade) seperti K2Cr2O7, KIO3, KBrO3, atau senyawaan tembaga(II).
Bila digunakan Cu(II) maka pH harus dibuffer pada pH 3 dan dipakai tiosianat
untuk masking agent, KSCN ditambahkan pada waktu mendektitik akhir titrasi
dengan tujuan untuk menggantikan I2 yang teradsorbsi oleh CuI. Bila pH yang
digunakan tinggi maka tembaga(II) akan terhidrolisis dan akan terbentuk
hidroksidanya. Jika keasaman larutan sangat tinggi maka cenderung terjadi reaksi
I- sebagai akibat adanya Cu(II) dalam larutan yang megkatalis reaksi tersebut.

Beberapa contoh reaksi iodometri adalah sebagai berikut

2MnO4- + 10 I- + 16 H+ → 2Mn2+ + 5 I2 + 8H2O

Cr2O72- + 6I- → 14 H+ → 2Cr3+ + 3 I2 + 7H2O

2Fe3+ + 2I- → 2Fe2+ + I2

2 Ce4+ + 2I- → 2Ce3+ + I2

Br2 + 2I- → 2Br- + I2

Iodimetri merupakan titrasi redoks yang melibatkan titrasi langsung I2


dengan suatu agen pereduksi. I2 merupakan oksidator yang bersifat moderat, maka
jumlah zat yang dapat ditentukan secara iodimetri sangat terbatas, beberapa
contoh zat yang sering ditentukan secara iodimetri adalah H2S, ion sulfite, Sn2+,
As3+ atau N2H4. Akan tetapi karena sifatnya yang moderat ini maka titrasi dengan
I2 bersifat lebih selektif dibandingkan dengan titrasi yang menggunakan titrant
oksidator kuat.

14
Pada umumnya larutan I2 distandarisasi dengan menggunakan standar
primer As2O3, As2O3 dilarutkan dalam natrium hidroksida dan kemudian
dinetralkan dengan penambahan asam. Disebabkan kelarutan iodine dalam air
nilainya kecil maka larutan I2 dibuat dengan melarutkan I2 dalam larutan KI,
dengan demikian dalam keadaan sebenarnya yang dipakai untuk titrasi adalah
larutan I3-.

I2 + I- → I3-

A. Dengan Kalium Iodat


Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut : Timbang
kurang lebih 150 mg kalium iodat yang sudah dikeringkan pada suhu 120⁰ C
secara seksama, larutkan dalam 25 ml air yang telah dididihkan. Tambahkan 2
gram kalium iodida yang bebas iodat dan 5 ml HCl pekat dalam erlenmeyer
bertutup. Iodium yang dibebaskan dititrasi dengan natrium tiosulfat yang akan
dibakukan sambil terus dikocok. Bila larutan menjadi kuning pucat tambah 100
ml air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dilanjutkan sampai warna biru tepat hilang
(tidak berwarna).

Pada pembakuan di atas reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

KIO₃ + 5KI + 6HCl → 3I₂ + 6KCl + 3H₂O


I₂ + 2Na₂S₂O₃ → 2NaI + Na₂S₄O₆

Pada reaksi di atas valensinya adalah 6 karena 1 mol KIO₃ setara dengan 3 mol I₂,
sedangkan 1 mol I₂ setara dengan 2e. Sehingga 1 mol KIO₃ setara dengan 6e
akibatnya BE KIO₃ sama dengan BM/6.

Perhitungan normalitas dari natrium tiosulfat :


Mgrek natrium tiosulfat = mgrek kalium iodat
ml Na₂S₂O₃ = mg KIO₃ x Valensi
BM KIO₃ x ml Na₂S₂O₃
Kerugian mengunakan kedua garam ini (kalium iodat dan kalium dikromat) :
BSTnya kecil, padahal sebagai BBP.

15
Garam kalium asam iodat, KIO3, HIO3 juga dapat sebagai standar namun garam-
garam tersebut juga memiliki BST yang kecil, yaitu Mr/12 atau sama dengan 32,4.

B. Dengan Kalium dikromat


Kalium dikromat direduksi oleh larutan kalium iodida yang asam dan ion
dibebaskan.
Cr₂O₇²¯ + 6I¯ + 14H⁺ → 2Cr³⁺ + 3I₂ + &H₂O
Reaksi dapat terkena jumlah sesatan :
(1) Jumlah iodida (dari kelebihan iodida dan asam) mudah teroksidasi oleh
udara, terutama dengan adanya garam - garam kromium III, dan
(2) Reaksi tidak berlangsung sekejab. Karena itu, paling baik aliran arus
karbondioksida melalui labu reaksi sebelum dan selama titrasi (suatu metode yang
lebih memudahkan tetapi kurang efisien adalah dengan menambahkan sedikit
natrium hidrogenkarbonat padat kepada larutan yang asam itu, serta menjaga agar
labu tertutup sebanyak mungkin), serta membiarkan selama 5 menit untuk
kelengkapan reaksi.
Taruh 100 cm³ air suling dingin, yang baru dididihkan, dalam sebuah labu
erlenmeyer 500 cm³, sebaiknya 3 g kalium iodida yang bebas iodida, dan 2 g
natrium hidrogenkarbonat yang murni, dan kocok sampai garam – garam itu
melarut. Tambahkan 6 cm³ asam klorida pekat perlahan – lahan sambil mengolak
labu perlahan - lahan untuk mencampurkan cairan – cairan : alirka 25,0 cm³
kalium dikromat 0,1 N standar(1), campurkan larutan – larutan baik – baik, dan
cuci dinding tabung dengan sedikit air yang telah dididihkan, dari botol pencuci.
Sumbat labu (atau tutupi dengan sebuah kaca arloji kecil), dan diamkan di tempat
gelap selama 5 menit untuk melenkapkan reaksi. Bilas sumbat atau kaca arloji;
dan encerkan larutan dengan 300 cm³ air dingin yang telah dididihkan
sebelumnya. Titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan natrium tiosulfat yang
terkandung dalam sebuah buret, sementara terus – menerus cairan diolak supaya
larutan – larutan bercampur. Bila bagian terbesar iod telah bereaksi seperti
ditunjukkan oleh larutan yang memperoleh warna hijau kekuningan, tambahkan 2
cm³ larutan kanji dan bilas ke arah bawah dinding labu; warna harus berubah
menjadi biru. Teruskan penambahan larutan tiosulfat setetetes demi setetes, dan
olak cairan terus – menerus, sampai 1 tetes mengubah warna dari biru kehijauan

16
menjadi hijau muda. Titik akhir tajam, dan mudah diamati pada cahaya yang baik
dengan latar belakang putih. Lakukan suatu penetapan blanko, dengan mengganti
larutan kalium dikromat dengan air suling; jika kalium iodida itu bebas iodat,
blanko ini mestinya kecil terabaikan.
Catatan:
1. Jika ini lebih disukai, boleh ditimbang dengan cermat kira – kira 0,20 g kalium
dikromat pro analis, larutkan dalam 50 cm³ air dingin, yang sebelumnya telah
dididihkan, dan lakukan titrasi seperti diperinci di atas.
Prosedur pilihan lain tersebut, mempergunakan serunutan tembag sulfat sebagai
katalis untuk meningkatkan kecepatan reaksi; akibatnya, asam yang lebih lemah
(asam asetat) boleh digunakan, dan oksidasi oleh atmosfer terhadap asam iodida
akan berkurang. Taruh 25,0 cm³ kalium dikromat 0,1 N dalam sebuah labu
erlenmeyer 250 cm³, tambahkan 5,0 cm³ asam asetat glasial, 5 cm³ tembaga sulfat
0,001 M, dan cuci dinding labu dengan air suling. Tambahkan 30 cm³ larutan
kalium iodida 10 persen, dan titrasi iod yang dibebaskan dengan larutan tiosulfat
kira – kira 0,1 N, dengan memasukkan sedikit indikator kanji menjelang akhir.
Titrasi boleh dilengkapkan dalam 34 menit setelah penambahan larutan kalium
iodida. Kurangi 0,05 cm³ sebagai perhitungan atas iod yang dibebaskan oleh
katalis tembaga sulfat.
Suatu larutan kalium permanganat yang telah distandarisasi dapat digunakan
sebagai ganti larutan kalium dikromat, dengan menambahkan 2 cm³ asam klorida
pekat kepada tiap porsi @ 25 cm³ larutan kalium permanganat; dalam hal ini
prosedur pilihan lain, dimana ditimbang suatu bagian dari garam bersangkutan,
tak dapat dipakai.
C. Dengan larutan iod standar
Jika suatu larutan iod standar tersedia, ini dapat digunakan untuk
menstandarkan larutan tiosulfat. Ukuran Satu porsi @25cm3 larutan iod standar
dan masukkan dalam sebuah labu erlenmeyer 250cm3 , tambahkan kira-kira
150cm3 air suling dan titrasi dengan larutan tiosilfat, dengan menambahkan
2cm3larutan kanji ketika cairan berwarna kuning pucat.
Bila larutan tiosulfat ditambahkan kepada suatu larutan yang mengandung
iod, reaksikeseluruhan yang terjadi dengan cepat dan secara stoikiometris pada
kondisi-kondisi eksperimen biasa (pH <5) adalah:
2S2O32- + I2 → S4O62- +2I- atau 2 S2O32- + I3- → S4O62- + 3I-

17
Telah diperlihatkan bahwa zat perantara S2O3I- yang tak berwarna,
terbentuk oleh reaksi reversibel yang cepat:
S2O32- + I2 ↔ S2O3I- + I-
Zat perantara ini bereaksi dengan ion tiosulfat dengan memberi bagian
utama dari reaksi keseluruhan :
S2O3I- + S2O32- = S4O62- + I-
Zat perantara ini juga bereaksi dengan ion iodida :
2S2O3I- + I- = S4O62- + I3-
Ini menjelaskan pemunculan kembali iod setelah titik akhir pada titrasi
larutan-larutan iod yang sangat encer dengan tiosulfat.

D. Dengan serium (IV) sulfat.


Metode untuk menstandarkan larutan natrium tiosulfat ini,
mempergunakan suatu standar sekunder, tetapi memberi hasil-hasil yang
memuaskan asalkan kondisi-kondisi eksperimen yang diberikan dibawah diikuti
dengan ketat; ini disebabkan oleh fakta bahwa larutan serium (IV) sulfat
mengandung asam bebas, yang dalam hal lain dapat menimbulkan sesatan yang
berarti.
Untuk serium (IV) sulfat 0,1N, gunakan 25,0 cm3 dari larutan natrium
tiosulfat sekitar 0,1N, 0,3-0,4 g kalium iodida murni, 2 cm3 larutan kanji 0,2
persen, encerkan menjadi 250 cm3, dan titrasi dengan larutan serium (IV) sulfat
sampai ke titik akhir kanji iod, yakni sampai ke warna biru permanen yang
pertama.
Reaksinya : 2Cc4+ + 2I- = 2Cc3+ + I2

E. Tembaga

Tembaga murni dapat dipergunakan sebgai standar primer untuk natrium


tiosulfat dan disarankan untuk dipakai ketika tiosulfatnya akan dipergunakan
untuk menentukan tembaga. Telah ditemukan bahwa iodin ditahan oleh adsorpsi
pada permukaan dari endapan tembaga(I) iodida dan harus dipindahkan untuk
mendapatkan hasil-hasil yang benar. Kalium tiosianat biasanya ditambahkan
sesaat sebelum titik akhir titrasi tercapai untuk menyingkirkan iodin yang
diadsorbsi.

18
Tembaga murni dapat digunakan sebagai BBP untuk natrium tiosulfat dan
dianjurkan apabila tiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga.

Potensial standar pasangan Cu(II)-Cu(I),

Cu2+ + e → Cu+

Adalah +0.15 V jadi iodium, E0 = +0.53 V merupakan preaksi oksidasi


yang lebih baik daripada ion Cu(II), maka suatu endapan CuI terbentuk,

2Cu2+ + 4I- → 2CuI(p) + I2

Reaksi dipaksa berlangsung ke kanan dengan pembentukan endapan dan


juga penambahan ion iodide berlebih.

pH larutan harus dipertahankan oleh sistem buffer, larutan ini baik di pH


3-4. Pada pH lebih tinggi hidrolisa sebagian dari ion Cu(II) berlangsung dan
reaksi dengan ion iodida menjadi lambat. Dalam larutan berasam tinggi oksidasi
dengan katalis tembaga dari ion iodida terjadi dengan cepat.

Jika anion(asetat) digunakan dalam buffer membentuk suatu kompleks


yang cukup stabil dengan ion Cu(II), dapat mencegah reaksi berlangsung secara
lengkap antara Cu(II) dan ion iodida. Jika iodium dihilangkan dengan dititrasi
oleh tiosulfat, kompleks Cu(II) berdisosiasi untuk membentuk ion Cu(II) lebih
banyak, inilah yang menyebabkan suatu TA yang terulang kembali.

Iodium ditahan karena adsorpsi pada permukaan endapan tembaga (II)


iodida yang berwarna lebih baik abu-abu disbanding putih. Jika iodium
dihilangkan maka TA akan cepat di dapat,dan dapat berulang jika iodium lambat
dilepaskan dari permukaan. Foote dan Vance menemukan bahwa penambahan
kalium tiosianat, tepat sebelum tercapai TA dan dapat membantu memaksa reaksi
berlangsung sempurna, dengan adanya anion yang membentuk senyawa
kompleks:

2Cu2+ + 2I- + 2SCN- → 2CuSCN(p) + I2

19
Kedua, tembaga(I) tiosianat mungkin terbentuk pada permukaan partikel
tembaga(I) iodide yang sudah mengendap:

CuI(p) + SCN- → CuSCN(p) + I

F. Penentuan-penentuan Iodometrik

iodometrik tembaga banyak dipergunakan baik untuk bijih maupun


paduannya. Metoda ini memberika hasil-hasil yang sempurna dan lebih cepat
daripada penentuan elektrolotik tembaga.

Adapun standarisasi dengan larutan iodium

a) Dengan Arsen Trioksida

Adapun cara pembakuannya dilakukan dengan cara sebagai berikut.


Timbang kurang lebih 150 mg arsen trioksid secara seksama dan larutkan dalam
20 ml NaOH 1 N bila perlu dengan pemanasan, encerkan dengan 40 ml air dan
tambah dengan 2 tetes metil orange dan diikuti dengan penambaha HCl encer
sampai warna kuning berubah menjadi pink. Tambahkan 2 gram NaHCO3, 20 ml
air dan 3 ml larutan kanji. Titrasi dengan baku iodium perlahan-lahan hingga
timbul warna biru tetap.

Arsen trioksid sukar larut dalam air akan tetapi mudah larut dalam larutan
natrium hidroksida (NaOH) dengan membentuk natrium arsenit menurut reaksi :

As2O3 + 6 NaOH → 2 Na2AsO3 + 3 H20

Jika iodium ditambahkan pada larutan alkali maka iodium akan bereaksi
dengan NaOH membentuk natrium hipoiodit atau senyawa-senyawa serupa yang
mana tidak akan bereaksi secara cepat dengan natrium arsenit

2 NaOH + I2 → NaIO + NaI + H2O

Kelebihan natrium hidroksida dinetralkan dengan HCl menggunakan metil


orange sebagai indikator. Penambahan NaHCO3 untuk menetralkan asam iodida
(HI) yang terbentuk yang mana asam iodida ini menyebabkan reaksi berjalan

20
bolak-balik (reversibel). Natrium bikarbonat akan menghilangkan asam iodida
secepat asam iodida terbentuk sehingga reaksi berjalan ke kanan secara sempurna.
Reaksi secara lengkap pada pembakuan iodium dengan arsen trioksid sebagai
berikut :

As2O3 + 6NaOH → 2Na3AsO3 + 3H2O

Na3AsO3 + I2 + 2NaHCO3 → Na3AsO4 + 2NaI + 2CO2 + H2O

Pada reaksi diatas dapat diketahui bahwa valensinya adalah empat. Karena
1 mol As2O3 setara dengan 2 mol Na3AsO3 sedangkan 1 mol Na3AsO3 setara
dengan 1 mol I2 akibatnya 1 mol As2O3 setara dengan 2 mol I2 sehingga
perhitungan normalitas dari iodium setara dengan 2 mol I 2 sehingga perhitungan
normalitas dari iodium :

mgrek iodium = mgrek arsen trioksid

ml I2 x N I2 = mmol As2O3 x valensi

N I2 = mg As2O3 x valensi

BM As2O3 x ml I2

b) Dengan larutan natrium tiosulfat standar

Gunakanlah larutan natrium tiosulfat, yang baru saja distandarkan,


sebaiknya terhadap kalium iodat. Pindahkan 25 cm3 larutan iod itu ke sebuah
Erlenmeyer 250 cm3, encerkan menjadi 100 cm3 dan tambahkan larutan tiosulfat
standar dari buret sampai larutan berwarna kuning pucat. Tambahkan 2
cm3 larutan kanji, dan teruskan penambahan larutan tiosulfat perlahan-lahan
sampai larutan tepat tak berwarna.

21
Reaksi antara iodium dengan tiosulfat yang mana tiosulfat dioksidasi oleh
iodium menjadi tetrationat menurut reaksi :

2S2O32- + I2 → 2I- + S4O62-

Titrasi iodium dengan tiosulfat tidak dapat dilakukan dalam suasana


alkalis dan pH yang diperbolehkan tergantung dari konsentrasi iodium. Supaya
terjadi oksidasi yang kuantitatif dari tiosulfat menjadi tetraionat oleh iodium maka
pH harus kurang dari 7,6 untuk titrasi dengan iodium 0,1 N. Jika larutan iodium
konsentrasinya 0,01 N maka pH nya harus kurang dari 6,5 dan kurang dari 5 jika
konsentrasi iodium 0,001 N. Sedangkan untuk iodium yang sangat encer sekali
maka suasananya harus asam sekali.

1.2.1 Larutan Baku

A. Larutan Baku Iodium

Pembuatan larutan baku iodium

Menurut FI Ed III, larutan iodium 0,1 N dibuat dengan melarutkan 12,69 g


iodium P ke dalam larutan 18 g kalium iodida P dalam 100 ml air, kemudian
diencerkan dengan air hingga 1000 ml. Larutan iodium yang lebih encer (0,02 :
0,001 N) dibuat dengan mengencerkan larutan iodium 0,1 N.

0,335 gram iod melarut dalam 1 dm3 air pada 25⁰C. Selain keterlarutan
yang kecil ini , larutan air iod mempunyai tekanan uap yang cukup berarti, karena
itu konsentrasinya berkurang sedikit disebabkan oleh penguapan ketika ditangani.
Kedua kesulitan ini dapat diatasi dengan melarutkan iod itu dalam larutan air
kalium iodida. Makin pekat larutan itu,makin besar keterlarutan iod. Keterlarutan
yang bertambah ini disebabkan oleh pembentukan ion triiodida:

I2 + I → I3-

22
Larutan yang dihasilkan mempunyai tekanan uap yang jauh lebih rendah
ketimbang suatu larutan iod dalam air murni, akibatnya kehilangan oleh
penguapan menjadi sangat jauh berkurang. Meskipun demikian, tekanan uapnya
masih cukup berarti sehingga harus selalu diambil tindakan-tindakan pencegahan
untuk menjaga agar bejana-bejana yang mengandung iod tetap tertutup,kecuali
sewaktu titrasi yang sesungguhnya. Bila larutan iod dalam iodida dititrasi dengan
suatu reduktor,iod yang bebas bereaksi dengan zat pereduksi itu. Ini menggeser
kesetimbangan ke kiri, dan akhirnya semua triiodida terurai, jadi larutan
berperilaku seakan-akan adalah suatu larutan iod bebas.

Untuk penyiapan larutan iod standar harus digunakan iod pro analisis atau
yang disublimasi-ulang dan kalium iodida yang bebas iodat (misalnya pro
analisis).

Larutan dapat distandarisasi terhadap arsen(III) oksida murni atau dengan


suatu larutan natrium tiosulfat yang baru saja distandarkan terhadap kalium iodat.

Larutan iod paling baik diawetkan dalam botol kecil yang bersumbat-kaca.
Ini harus diisi sepenuhnya,dan disimpan di tempat yang gelap dan dingin.Kontak
dengan gabus atau tutup karet harus dihindari.

Selain menggunakan larutan iodium dalam iodimetri dapat digunakan


larutan baku KIO3 dan KI. Larutan ini cukup stabil dalam menghasilkan iodium
bila ditambahkan asam menurut reaksi :

IO3- + 5I- + 6 H+ → 3I2 + 3H2O

Larutan KIO3 dan KI memiliki dua kegunaan penting, pertama adalah


sebagai sumber dari sejumlah iod yang diketahui dalam titrasi, ia harus
ditambahkan kepada larutan yang mengandung asam kuat, ia tak dapat digunakan
dalam medium yang netral atau memiliki keasaman rendah. Yang kedua, dalam
penetapan kandungan asam dari larutan secara iodometri, atau dalam standarisasi
larutan asam keras.

Pada penggunaan iodium untuk titrasi ada dua sumber kesalahan yaitu :

23
a). Hilangnya iodium karena mudah menguap

b). Iodida dalam larutan asam mudah dioksidasi oleh udara menurut reaksi :

4I + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O

Penguapan dari iodida dapat dikurangi dengan adanya kelebihan iodida


karena terbentuk ion triiodida. Dengan 4% KI, maka penguapan iodium dapat
diabaikan, asalkan titrasinya tidak terlalu lama. Titrasi harus dilakukan dalam labu
tertutup dan dingin. Oksidasi iodida oleh udara dalm larutan netral dapat
diabaikan, akan tetapi oksidasinya bertambah jika pH larutan turun. Reaksi ini
dikatalisis oleh logam dengan valensi tertentu (terutama tembaga), ion nitrit dan
cahaya matahari yang kuat. Oleh karena itu titrasi tidak boleh dilakukan pada
cahaya matahari langsung. Oksidasi iodida oleh udara dapat dipengaruhi oleh
reaksi antara iodida dengan oksidator terutama jika reaksinya berjalan lambat.
Oleh karena itu larutan yang mengandung iodida dan asam tidak boleh dibiarkan
terlalu lama, maka larutan itu harus dibebaskan dari udar sebelum penambahan
iodida. Udara dikeluarkan dengan menambahkan karbondioksida.

B. Larutan Baku Natrium Thiosulfat

Pembuatan larutan baku tiosulfat

Larutan thiosulfat sebelum digunakan sebagai larutan standar dalam proses


iodometri ini harus distandarkan terlebih dahulu oleh kalium iodat yang
merupakan standar primer. Larutan kalium iodat ini ditambahkan dengan asam
sulfat pekat, warna larutan menjadi bening. Dan setelah ditambahkan dengan
kalium iodida, larutan berubah menjadi coklat kehitaman. Fungsi penambahan
asam sulfat pekat dalam larutan tersebut adalah memberikan suasana asam, sebab
larutan yang terdiri dari kalium iodat dan klium iodida bila berada pada suasana
basa iodium akan bereaksi dengan hidroksida menghasilkan ion hipoidit yang
pada akhirnya menghsilkan ion iodat sehingga apabila terjadi maka potensial
oksidasinya lebih besar dari iodium akibatnya akan mengoksidasi thiosulfat tidak

24
hanya menghasilkan tetrationat sehingga menyulitkan perhitungan Reaksinya
adalah sebagai berikut :

IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O

Menurut FI edisi III, larutan baku Na₂S₂O₃ 0,1 N dibuat dengan cara 26
gram natrium tiosulfat P dan 200 mg natrium carbonat P dilarutkan dalam air
bebas CO₂ P segar hingga 1000 ml. Larutan Na₂S₂O₃ yang lebih encer 0,05 N ;
0,02 N ; 0,01 N : 0,1 N dibakukan sebelum digunakan.

Natrium tiosulfat Na₂S₂O₃.5H₂O mudah diperoleh dalam keadaan


kemurnian yang tinggi, tetapi selalu ada sedikit ketidakpastian akan kandungan air
yang setepatnya, karena sifat efloresen (melapuk-lekang) dari garam itu dan
karena alasan - alasan lain . Karena itu zat ini tidak sesuai sebagai standar primer.

Larutan baku tiosulfat jika disimpan lama - lama akan berubah titernya.
Beberapa hal yang menyebabkan sangat kompleks dan saling bertentangan akan
tetapi beberapa faktor yang dapat menyababkan terurainya larutan tiosulfat dapat
disebutka sebagai berikut :

1). Keasaman

Larutan tiosulfat dalam suasana alkali atau netral relatif stabil, tidak
dikenal adanya asam tiosulfat atau hidrogen tiosulfat. Proses peruraiannya sangat
rumit, tetapi fakta yang dapat dikemukakan adalah jika konsentrasi ion hidrogen
lebih besar dari 2,5 x 10⁻⁵ maka terbentuk ion hidrogen sulfit yang sangat tidak
stabil dan terurai menurut reaksi :

HS₂O₃⁻ → HSO₃⁻ + S

Kemudian secara perlahan – lahan akan terurai lagi dan terbentuk


pentationat menurut reaksi :

6H⁺ + 6S₂O₃ → 2S₅O₆2⁻ + 3H₂O

25
Jika HCl pekat maka yang terjadi adalah hidrogen sulfida dan hidrogen
polisulfida dan tidak terbentuk ditionat atau sulfat, sedangkan dengan HCl yang
kurang pekat terutama jika ada katalisator arsen trioksida maka akan terbentuk
pentationat. Larutan tiosulfat paling stabil pada pH antara 9 - 10. Tops
menganjurkan pemberian natrium carbonat, pada pembuatan larutan baku
tiosulfat, akan tetapi hal ini akan mengakibatkan terjadinya reaksi samping pada
saat titrasi larutan iodium yang netral. Di samping itu pada larutan yang sangat
alkalis maka kemungkinan terjadi reaksi sebagai berikut :

3Na₂S₂O₃ + 6NaOH → 2Na₂S + 4Na₂SO₃ + 3H₂O

Mohr juga menunjukan bahwa larutan tiosulfat dalam air diuraikan oleh
asam karbonat menurut reaksi :

H₂O + CO₂ → H₂CO₃

Na₂S₂O₃ + H₂CO₃ → NaHCO₃ + NaHSO₃ + S

2). Oksidasi oleh udara

Tiosulfat secara perlahan – lahan akan dioksidasi oleh udara. Reaksinya


terjadi dalam dua tingkat :

Na₂S₂O₃ + H₂SO₄ → Na₂SO₃ + S (lambat)

Na₂S₂O₃ + ½O₂ → Na₂SO₄ (dapat diukur)

Na₂S₂O₃ + ½O₂ → Na₂SO₄ + S

Menurut Schuleck, sulfur yang terjadi selama peruraian reaksinya


diperkirakan berjalan sebagai berikut :

Na₂S₂O₃ + H₂O → Na₂SO₄ + H₂S

26
H₂S + ½O2 → H₂O + S

Na₂S₂O₃ + ½O₂ → Na₂SO₄ + S

Sebagai alasan terbentuknya tetraionat atau terjadi sulfit sebagai reaksi


antara, karena tembaga mengkatalisis peruraian ini dengan kuat sekali seperti
diketahui bahwa tembaga dengan kuat mengkatalisis oksidasi dari sulfit oleh
udara menurut reaksi :

2Cu₂⁺ + 2S₂O₃²¯ → 2Cu⁺ + S₄O₆²¯ (segera)

2Cu⁺ + ½O₂ → 2Cu²⁺ + O²¯ (lambat)

O²¯ + 2H⁺ → H₂O (lambat)

2Cu²⁺+ S₂O₃²¯ + ½O₂ + 2H⁺ → 2Cu⁺ + S₄O₆²¯ + H₂O

Dari kenyataan di atas, maka dianjurkan pembuatan larutan baku tiosulfat


dengan air yang didestilasi dengan alat gelas dan sejauh mungkin bebas dari
tembaga. Dari penelitian Kilpatrick diketemukan bahwa larutan tiosulfat yang
dibuat dengan air suling biasa terurai sebanyak 20 % setelah 200 hari.

3). Mikroorganisme

Dari beberapa percobaan ternyata bahwa sumber utama peruraian larutan baku
tiosulfat adalah disebabkan adanya mikroorganisme dalam larutan tersebut.
Ternyata ada mikroorganisme dalam udara yang menggunakan sulfur dengan cara
mengambil sulfur dari tiosulfat menjadi sulfit yang oleh udara langsung dioksidasi
menjadi sulfat. Ada beberapa bakteri dalam udara yang bersifat demikian. Proses
metabolisme dari bakteri itu mungkin melalui reaksi sebagai berikut :

Na₂S₂O₃ + H₂O + O → Na₂S₂O₆ + 2NaOH, dan

Na₂S₂O₃ → NaSO₃ + S

Na₂SO₃ + O → NaSO₄ dan

27
S + 3O + H₂O → H₂SO₄

Oleh karena itu larutan tiosulfat yang dibuat steril akan stabil sekali dan hanya
kalau terjadi kontaminasi bakteri belerang maka akan terurai perlahan - lahan.

1.3 Reaksi Reduksi dan Oksidasi pada Iodometri

Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan oksidasi reduksi dipergunakan secara


luas oleh analisis titrimetrik. Ion-ion dari berbagai unsur dapat hadir dalam
kondisi oksidasi yang berbeda-beda, menghasilkan kemungkinan banyak reaksi
redoks. Banyak dari reaksi-reaksi ini memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam
analisi titrimetrik dan penerapan-penerapannya cukup banyak.
Iodometri adalah analisa titrimetrik yang secara tidak langsung untuk zat yang
bersifat oksidator seperti besi III, tembaga II, dimana zat ini akan mengoksidasi
iodida yang ditambahkan membentuk iodin. Iodin yang terbentuk akan ditentukn
dengan menggunakan larutan baku tiosulfat .

Oksidator + KI → I2 + 2e

I2 + Na2 S2O3 → NaI + Na2S4O6

Sedangkan iodimetri adalah merupakan analisis titrimetri yang secara langsung


digunakan untuk zat reduktor atau natrium tiosulfat dengan menggunakan larutan
iodin atau dengan penambahan larutan baku berlebihan. Kelebihan iodine dititrasi
kembali dengan larutan tiosulfat.

Reduktor + I2 → 2I-
Na2S2 O3 + I2 → NaI +Na2S4 O6

Dalam reaksi redoks harus selalu ada oksidator dan reduktor ,sebab bila
suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron ), maka harus
ada suatu unsur yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (menangkap
electron) ,jadi tidak mungkin hanya ada oksidator saja ataupun reduktor saja.

28
Dalam metoda analisis ini , analat dioksidasikan oleh I2 , sehingga I2 tereduksi
menjadi ion iodida :

A ( Reduktor ) + I2 → A ( Teroksidasi ) + 2 I -

Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah) , sehingga hanya zat-zat
yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan
adalah amilum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir penitaran .

I2 + 2 e - → 2 I-

Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada 25◦C ,
namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida . iod membentuk
kompleks triiodida dengan iodida :

I2 + I- → I3-

Ion cenderung dihidrolisis membentuk asam iodide dan hipoiodit :

I2 + H2O → HIO + H+ + I-

Larutan standar iod harus disimpan dalam botol gelap untuk mencegah peruraian
HIO oleh cahaya matahari .

2HIO → 2 H+ + 2 I- +O2 (g)

Iodometri adalah titrasi yang menggunakan larutan Na2S2O3 sebagai titran untuk
menentukan kadar iyodium yang dibebaskan pada suatu reaksi redoks. Reaksi
yang terjadi adalah

Oksidator + 2I- → I2 + reduktor

I2 + S2O32- → 2I- + S4O62-S

Iod merupakan oksidator yang tidak terlalu kuat (lemah), sehingga hanya zat-zat
yang merupakan reduktor kuat yang dapat dititrasi. Indikator yang digunakan
adalah amylum yang akan memberikan warna biru pada titik akhir titrasi.

29
I2 + 2 e - → 2 I-

Iod merupakan zat padat yang sukar larut dalam air (0,00134 mol/L) pada 25°C,
namun sangat larut dalam larutan yang mengandung ion iodida. Iod membentuk
kompleks triiodida dengan iodida :

I2 + I- → I3-

Ion cenderung dihidrolisis membentuk asam iodida dan hipoiodit :

I2 + H2O → HIO + H+ + I-

Larutan standar iod harus disimpan dalam botol gelap untuk mencegah peruraian
HIO oleh cahaya matahari.

2HIO → 2 H+ + 2 I- +O2 (g)

Warna larutan iod 0,1 N cukup tua sehingga iod dapat bertindak sendiri
sebagai indikator. Iod juga memberikan suatu warna ungu atau lembayung pada
pelarut seperti CCl4 (kloroform), dan kadang-kadang digunakan untuk
mendeteksi titik akhir. Namun lebih lazim digunakan suatu larutan amylum,
karena warna biru tua kompleks pati-iod berperan sebagai uji kepekaan terhadap
iod. Kepekaan itu lebih besar dalam larutan sedikit asam dari pada dalam larutan
netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida. Molekul iod diikat pada
permukaan beta amilosa, suatu konstituen amylum.

Larutan iod merupakan larutan yang tidak stabil, sehingga perlu


distandarisasi berulang kali. Sebagai Oksidator lemah, iod tidak dapat bereaksi
terlalu sempurna, karena itu harus dibuat kondisi yang menggeser kesetimbangan
kearah hasil reaksi antara lain dengan mengatur pH atau dengan menambahkan
bahan pengkompleks.

Larutan iod sering distandardisasi dengan larutan Na2S2O3. Selain itu


bahan baku primer yang paling banyak digunakan ialah As2O3 pada pH tengah.
Berdasarkan reaksi :

30
I2 + 2 e- → 2 I- E◦= 0,536 volt

H3AsO3 + H2O → H3AsO4 + 2 H+ + 2 e- E◦= 0, 559 volt

———————————————————————–

H3AsO3 + H2O + I2 H3 → AsO4 + 2 H+ + 2 I- E◦= -0,023 volt

Reaksi diatas menunjukkan bahwa sebenarnya iod terlalu lemah untuk


mengoksidasi H3AsO4. Namun dengan mentitrasi pada pH cukup tinggi, maka
kesetimbangan digeser kekanan (H+ yang terbentuk diikat oleh OH- dalam larutan
yang berkelebihan OH- itu). Pada umumnya pH tersebut diantara 7 dan 9, tidak
terlalu basa, karena akan mendorong disproporsional I2 terlalu banyak. Untuk
mengatur pH tersebut, larutan yang agak asam dijenuhi dengan NaHCO 3 yang
akan menghasilkan penahan dengan pH antara 7 dan 8.

 Berikut ini beberapa hal yang membedakan titrasi iodometri dengan


iodimetri :

1. Iodometri

a) untuk menentukan kadar reduktor

contoh : SO2, H2S, Zn2+ , Cd2+ , Hg2+ , Pb2+, Cisteine, glutathione, mercaptoethanol,
Glucose (dan gula-gula pereduksi lain)

b) Satu reaksi

c) Larutan standar yang digunakan adalah Iodin (I2)

2. Iodimetri

a) untuk menentukan kadar oksidator

contoh :HOCl, Br2, IO3– , IO4– , O2, H2O2, O3, NO2–, Cu 2+, MnO4–, MnO2

b) Dua reaksi

31
c) Larutan standar: natrium tiosulfat

Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi yang


ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan larutan
natrium tiosulfat. Reaksi antara iodium dan tiosulfat berlangsung secara
sempurna (Underwood, 1986).

1.3.1 Reaksi Reduksi-oksidasi

1. Reduksi

Reduksi terjadi hanya pada senyawa oksidator. Oksidator adalah senyawa


yang dalam reaksi redoks mengoksidasi senyawa lain, yaitu bertindak sebagai
penangkap elektron sehingga mengalami pengurangan bilangan oksidasi.

2. Oksidasi

Oksidasi hanya terjadi pada senyawa reduktor. Reduktor adalah senyawa


yang dalam reaksi redoks mereduksi senyawa lain yang bertindak sebagai
pendonor donor elektron sehingga mengalami pertambahan bilangan oksidasi
(biloks).

Larutan standar yang dipergunakan dalam kebanyakan proses iodometrik


adalah natrium tiosulfat. Garam ini biasanya tersedia sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara
langsung, tetapi harus distandarisasi terhadap standar primer. Larutan natrium
tiosulfat tidak stabil untuk waktu yang lama. Sejumlah zat padat digunakan
sebagai standar primer untuk larutan natrium tiosulfat. Iodium murni merupakan
standar yang paling nyata, tetapi jarang digunakan karena kesukaran dalam
penanganan dan penimbangan. Lebih sering digunakan pereaksi yang kuat yang
membebaskan iodium dari iodida, suatu proses iodometrik (Underwood, 1986).

Iodimentri termasuk titrasi redoks dengan I2 sebagai titran sepetri dalam


reaksi redoks umumnya yang harus selalu ada oksidator dam reduktor, sebab bila
suatu unsur bertambah bilangan oksidasinya (melepaskan electron), maka harus

32
ada suatu unsure yang bilangan oksidasinya berkurang atau turun (Menangkap
electron), jadi tidak mungkin hanya ada oksidator atau reduktor saja. Dalam
metode analisis ini analit dioksidasikan oleh I2, sehingga I2 tereduksi menjadi ion
iodide, dengan kata lain I2 bertindak sebagai oksidator dengan reaksi :

I2 + 2e- → 2l-

Indikator yang digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi biasanya


adalah kanji atau amilum 0,5-1%, karbon tetraklorida atau kloroform dapat
mengetahui titik akhir titrasi akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan
(disperse koloidal) kanji. Warna yang terjadi adalah biru tua hasil reaksi I 2 –
Amilum. Titrasi iodimetri dilakukan dalam keadaan netral atau dalam kisaran
asam lemah dan basa lemah. pH tinggi (basa kuat) maka iodine dapat mengalami
reaksi disproporsionasi menjadi hipoidat.

I2 + 2OH - → IO3- + I- + H2O (Hamdani, 2012)

Dalam proses analitik, iodium digunakan sebagai pereaksi oksidasi


(iodimetri). Relatiff beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat
untuk dititrasi secara langsung dengan iodium, maka jumlah penentuan penentuan
iodimetrik adalah sedikit, akan tetapi banyak pereaksi oksidasi yang cukup kuat
untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak penggunaan proses
iodimetrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi oksidasi
yang ditentukan, dengan pembahasan iodium yang kemudian dititrasi dengan
larutan natrium tiosulfat.

Iodium merupakan oksidator yang relatif kuat dengan nilai potensial


oksidasi sebesar +0,535√. Pada saat reaksi oksidasi, iodium akan direduksi
menjadi iodida sesuai dengan reaksi.

I2 + 2e → 2 l-

Iodium akan mengoksidasi senyawa-senyawa yang mempunyai potensial


reduksi yang lebih kecil dibanding iodium. Vitamin C mempunyai reduksi yang

33
lebih kecil daripada iodium sehingga dapat dilakukan titrasi langsung dengan
iodium.

Larutan baku iodium yang telah dibakukan dapat digunakan untuk


membakukan larutan natrium tiosulfat. Deteksi titik akhir pada iodimetri ini
dilakukan dengan menggunakan indikator amilum yang akan memberikan warna
biru pada saat tercapainya titik akhir.

Pada farmakope indonesia, titrasi iodimetri digunakan untuk menetapkan


kadar asam askorbat, natrium tiosulfat, metampiron (antalgin), serta natrium
tiosulfat dan sediaan injeksi. (Ibnu Gholib, 2007)

Larutan I2 digunakan untuk mengoksidasi reduktor secara kuantitatif


pada titik ekuivalennya. Namun, cara pertama ini jarang diterapkan karena
I2 merupakan oksidator lemah, dan adanya oksidator kuat akan memberikan
reaksi samping dengan reduktor. Adanya reaksi samping ini mengakibatkan
penyimangan hasil penetapan. (Mulyono, 2011)

1.4 Penentuan Kadar Cu dengan Larutan Natrium Tiosulfat


Pada penentuan kadar Cu dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi
beberapa perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi. Tembaga murni
dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat dan
direkomendasikan jika thiosulfat harus digunakan untuk menetapkan tembaga.
Dengan reaksi :

2CU2+ + 4I– → 2CUI(S) + I2

10 mL larutan tembaga sulfat ditambahkan dengan 2 mL asam sulfat pekat


untuk memberikan suasana asam dan larutan masih berwarna biru bening, setelah
itu kedalamnya ditambahkan 250 mg KI dan campuran tersebut diitrasi dengan
larutan baku natrium tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat tua
menjadi larutan yang berwarna coklat muda. Kemudian larutan tersebut
ditambahkan dengan 2 mL larutan amilum 1 % menghasilkan larutan yang semula
berwarna kuning muda menjadi biru tua, Penambahan indikator amilum 1% ini

34
dimaksudkan agar memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan
tersebut. kemudian larutan tersebut dititrasi kembali dengan larutan natrium
tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat hilang. Untuk lebih memperjelas
terjadinya reaksi tersebut, ke dalam larutan ditambahkan amilum. Bertemunya
I2 dengan amilum ini akan menyebabakan larutan berwarna biru kehitaman.
Selanjutnya titrasi dilanjutkan kembali hingga warna biru hilang dan menjadi
putih susu.

I2 + amilum → I2-amilum

I2-amilum + 2S2O32- → 2I– + amilum + S4O6–

Catatan : setelah penambahan KI, mulut erlenmayer harus ditutupi dengan pelastik
crap. Pengocokan yang dilakukan tidak kuat, yaitu dengan titrasi lambat. Hal ini
dilakukan agar iodida di dalam larutan tidak menguap dan teroksidasi (rusak).

Jika perubahan warna larutan dari coklat tua menjadi coklat muda sudah
tebentuk, larutan indikator amylum ditambahkan kedalamnya. Kemudian campura
dititrasi cepat, yaitu dengan pengocokan yang kuat. Hal ini dilakukan agar ikatan
antara iodida dan amylum cepat lepas, sehingga kesalahan dalam menentukan titik
akhir titrasi dapat diminimalisir.

Hal yang perlu diperhatikan setelah penambahan amilum adalah adanya


sifat adsorpsi pada permukaan endapan tembaga(I) iodida. Sifat ini menyebabkan
terjadinya penyerapan iodium dan apabila iodium ini dihilangkan dengan cara
titrasi, maka titik akhir titrasi akan tercapai terlalu cepat. Oleh karena itu, sebelum
titik akhir titrasi tercapai, yaitu pada saat warna larutan yang dititrasi dengan
Na2S2O3 akan berubah dari biru menjadi bening, dilakukan penambahan kalium
tiosianat KCNS.

Kegunaan Iodometri
Kegunaan iodometri adalah untuk menetapkan kadar larutan iodin, larutan
natrium tiosulfat dan zat-zat yang dapat bereaksi dengan iodida membebaskan

35
iodin.
Contoh Kegunaannya:

1). Penetapan kadar CaOCl2 dalam kaporit

CaOCl2 + 2HCl → CaCl2 + H2O + Cl2


Cl2+ 2 KI→ 2KCl + I2

2). Penetapan kadar Kalium Bikromat

Cr2O72- + 14H3O+ + 6e → 2Cr3+ + 21H2O


( 2I- → I2 + 2e ) x 3
Cr2O72- + 14H3O+ + 6I- → 2Cr3+ + 7H2O + 3I2

3). Penetapan kadar FeCl3


KI + HCl → KCl + HI
FeCl3 + 2HI → 2HCl + 2FeCl3 + I2
4). Penetapan kadar CuSO4
2CuSO4 + 4KI → 2K2SO4 + 2CuI2
2CuI2 → 2CuI + I2
2CuSO4 + 4KI→ 2K2SO4 + 2CuI + I2
5). Penetapan kadar NaClO dalam pemutih
Cl2 + 2NaOH → NaCl + NaClO + H2O
Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan
dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini disebabkan
karena factor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indicator yang dapat dipakai
untuk iodide. Oleh sebab itu, titrasi kembali merubakan proses titrasi yang sangat
baik untuk titrasi yang melibatkan iodide. Senyawaan iodide umumnya KI
ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang
terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan.
Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat
(umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indicator amilum jadi perubahan
warnanya dari biru tua kompleks amilum I2 sampai warna ini tepat hilang.

36
Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai
berikut:
2 I2 + H2O → IO3- + 5 I- + 6 H+
3 I- + S4O62- → I2 + 2 S2O32-
Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan
tepat bereaksi dengan 6 mmol S2O32- (ingat 1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2
mmol S2O32-) sehingga mmol IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32-.
Beberapa alasan yang dapat dijabarkan karena analit yang bersifat sebagai
oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan
oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak
stoikiometri. Alasan kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks
dengan beberapa ion logam seperti Besi(II).

1.5 Contoh Perhitungan

1). Pembakuan Na2S2O3O2


Pipet 10,0 ml KIO30,01 N masukkan dalam Erlenmeyer tambah larutan 1 ml
larutan KI 10% dan 1 ml H2SO4 10%. Titrasi dengan Na2S2O3 O,O1N sampai
warna kuning muda, tambahkan larutan amilum 1%. Lanjutkan titrasi sampai
warna biru hilang. Ternyata Na2S2O3 yang diperlukan 10,50 ml. hitung N
Na2S2O3 ?

Diketahui : N1 = 0,01
V1 = 10
V2 = 10,50

Ditanya : N2...?

Jawab : N1 . V1 = N2 . V2
0,01 . 10 = N2 . 10,50
N2 = 0,01 . 10
10,50
N2 = 0,0095 N

37
2). Pembakuan larutan I2 0,01N degan Na2S2O3 hasil standarisasi pada soal no.1.
Pipet 10,0 ml larutan I2 masukkan dalam erlenmeyer. Titrasi dengan Na2S2O3 hasil
standarisasi pada soal no. 1 sampai warna kuning muda. Tambahkan larutan
aluminium 1%. Lanjutkan titrasi sampai warna biru hilang. ternyata Na 2S2O3 yang
diperlukan 9,10 ml. hitung N I2 ?
Diketahui : N1 = 0,0095
V1 = 9,10
V2 = 10

Ditanya : N2...?

Jawab: N1 . V1 = N2 . V2
0,0095 . 9,10 = N2 . 10
N2 = 0,0095 . 9,10
10
N2 = 0,0086 N

3). Untuk menentukan kadar air brom dalam suatu larutan, ke dalam 50 mL
larutan tersebut ditambahkan larutan KI berlebih. Iodium yang terjadi tepat dapat
di titer dengan 40 mL larutan Na2S2O3 0,125 N. Berapa gram brom yang terdapat
dalam tiap liter air brom tersebut?

Diketahui : V1 = 50 ML

V2 = 40 ML

N2 = 0,125 N

Ditanya : gr.... ?

Jawab : V1 . N1 = V2 . N2

50 . N1 = 40 . 0,125

38
N1 = 40 . 0,125

50

= 0,1 N

Gr = Bm x N x V = 79 x 0,1 x 50 = 0,395 gr

1000 1000

4). Sebanyak 0,261 gram MnO2 dan larutan, ke dalam larutan KI berlebih. Berapa
mL volume larutan Na2S2O3 0,1 N yang dibutuhhkan untuk menghilangkan iodium
yang telah terbentuk ? (Ar Mn= 55 , O=16) MnO 2 akan mengalami reduksi
menjadi ion Mn2+)

Diketahui : gr = 0,261

N1 = 0,1 n

Ditnya : Volume... ?

Jawab : Gr = Bm x N x V

1000

0,261 = 87 x 0,1 x V

1000

261 = 87 x 0,1

261 = 8,7 V

V= 261 = 30 mL

8,7

39
5). Kedalam 100 mL larutan Na2S2O3 ditambahkan X gram iodium, sehingga
normalitas larutan tersebut berubah dari 0,1 N menjadi 0,075 N. Berapakah
besarnya haarga X?

Diketahui : V = 100 mL

Gr =X

N1 = 0,1

N2 = 0,075

Ditanya : harga X (gr)....?

Jawab : Gr = Bm x N x V = 158 x 0,1 x 100 = 1,58 gr

1000 1000

6). Kalium bikromat (K2Cr2O7) direaksikan dengan kalium iodida (KI) dalam
larutan asam. Iodium yang terbentuk tepat dapat dititer dengan 35 mL larutan
Na2S2O3 0,125 N. Berapa gram massa kalium bikromat yang telah bereaksi?

Diketahui : V = 35 mL

N = 0,125 N

Ditanya gr.....?

Jawab : Gr = Bm x N x V = 294,2 x 0,125 x 35 = 1,28 gr

1000 1000

7). Larutan 0,1 N Na2BO4O7.H20 (boraks) dengan berat 1,88 gr dengan volume 25
mL, di titrasi dengan 0,1 N HCL. Hitung volume larutan HCL?

40
Diketahui : N1 = 0,1 N Gr boraks = 1,88
N2 = 0,2 N
V1 = 25

Ditanya :V2...?

Jawab: N1 . V1 = N2 . V2
0,1 . 25 = 0,2. V2
V2 = 2,5 = 25 mL
0,1

8). Larutan NaOH 25 mL dan 0,2 N, di tambahkan 1-2 tetes indikator PP


kemudian di titrasi dengan 0,1 N HCL. Berapa volume HCL?

Diketahui : N1 = 0,2 N
N2 = 0,1 N
V1 = 25

Ditanya :V2...?

Jawab: N1 . V1 = N2 . V2
0,2 . 25 = 0,1. V2
V2 = 5 = 50 mL
0,1

9). .Dengan menambahkan KI berlebih pada K2CrO7. Iodium yang dibebaskan


dititrasi dengan 48,8 ml 0,1 N Na2SO3 untuk memperoleh titik akhir. Hitunglah
jumlah K2CrO7 dalam larutan. Mr K2CrO7 = 294,2

Reaksinya:

Cr2O72- + 6I- + 14H+ --> 2Cr3+ + 3I2 + 7H2O

41
2S2O32- + I2 --> S4O62- + 2I-

Cr2O72- ≡ 3I2 ≡ 6S2O32- ≡ 6 Equivalent

n Cr2O72- ≡ n S2O32-

n Cr2O72- ≡ (N x V)/6

n Cr2O72- ≡ ( 0,1N x 48,8 ml ) / 6

n Cr2O72- ≡ 0,813 mmol

g = 0,813 mmol x Mr
g = 0,813 mmol x 294,2
g = 239,3 mg = 0,2393 gram

Sehingga jumlah K2CrO7 dalam larutan adalah 0,2393 gram.

10). Pembakuan Larutan Baku Na2S2O3 dengan Larutan Baku KIO3 0,1N

N KIO3 = 0,1009 N

V KIO3 = 25 mL

V Na2S2O3 = 0,4 mL

N Na2S2O3 =……..?

Jawab : N1 . V1 = N2 . V2
0.1009 . 25 = N2 . 0,4
N2 = 0,1009 . 25
0,4
N2 = 6,25 N

11). Penentuan Kadar Cu2+ dalam CuSO4.5H2O

V Na2S2O3 = 0,55 mL

42
N Na2S2O3 = 6,25 N

Massa sampel = 1 gr

% Cu2+ dalam sampel = ……?

2 S2O32- + I2 → S4O62- + 2I-

2 mgrek S2O32- = mgrek I2

2 (V x N) S2O32- = mol I2 x e I2

mol I2 = 2

=2

= 0,0034375 mol

Reaksi :

2 Cu2+ + 4 I- → 2 CuI- + I2

mol Cu2+ = 2 mol I2

= 2 x 3,4375 x 10-3 mol

= 6,8 x 10-3 mol

massa Cu2+ = mol Cu2+ x BA Cu2+

= 6,8 x 10-3 mol x 63,546 mol

= 0,4321 gr

% Cu dalam sampel = 43,21

12). Pembakuan Na2S2O3

Vol K2Cr2O7 Volume Na2S2O3

43
10ml 2,2ml

10ml 2ml

Rata rata 2,1ml

Perhitungan :

V1 . N1 = V2 . N2

2,1. N1 = 10 . 0,1

N1 = 10 . 0,1

2,1

= 0,4762N Na2S2O3

13). Penentuan kadar sampel Cu2+

Volume Sampel Volume Na2S2O3

10 ml 5,9ml

10ml 6,2ml

Rata rata 6,05ml

Perhitungan:

V1.N1 =V2.N2

6,05 . 0,4762 = 10 . N2

N2 = 6,05 . 0,4762

10

44
N2 = 0,2882 N Cu2+

14). Hasil titrasi Na2S2O3 0,005 N dengan KIO3 0,005 N:

Vol. titrasi 1 : 25 ml

Vol. titrasi 2 : 25,8 ml

Vol. titrasi 3 : 24,6 ml

Vol. titrasi rata – rata : 25,133 ml

KIO3 = Na2S2O3

V1 . N1 = V2 . N2

25 ml . 0,005 N= 25,133 ml . N2

0,125 = 25,133 . N2

N2 = 0,125

25,133

=0,0049 N

Jadi normalitas dari Na2S2O3 pada titrasi iodometri ini adalah 0,0049 N

45
46

Anda mungkin juga menyukai