Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

ANALISA KOSMETIKA DAN ALAT KESEHATAN

PENETAPAN KADAR FORMALDEHID DALAM PEWARNA KUKU


SECARA TITRASI ASIDIMETRI

Disusun Oleh Kelompok 2 :


ADINDA P23135016001
AULIA SUCIARINI P23135016011
DAIVY ATIYA ADVISA P23135016014
FENTY CITRA DEWI P23135016029
FIBY FIJRIANTI P23135016030
HARIS FADILAH P23135016034

Semester : V/A

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II


PROGRAM STUDI D-III ANALISA FARMASI DAN MAKANAN
Jl. Raya Ragunan No. 29 C, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12550
2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul “Penetapan Kadar Formaldehid Dalam Pewarna Kuku Secara Titrasi
Asidimetri”
Penyusunan makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Analisa
Kosmetika dan Alat Kesehatan. Makalah yang kami susun ini bersumber dari skripsi
penelitian orang lain yang kemudian kami susun kembali dalam bentuk makalah. Semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi yang membacanya, khususnya
bagi diri kami sendiri.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan baik dalam
penulisan maupun dalam teknis penyusunannya. Maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun senantiasa kami harapkan guna perbaikan pembuatan makalah di masa
mendatang.

Jakarta, September 2018

Penyusun

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar .............................................................................................................ii


Daftar Isi ......................................................................................................................iii
1.1 Latar Belakang .......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................................2
1.3 Tujuan ....................................................................................................................2
2.1 Pewarna Kuku
2.1.1 Pengertian Pewarna Kuku..............................................................................3
2.1.2 Komposisi dan Kandungan Pewarna Kuku....................................................3
2.1.3 Jenis-Jenis Pewarna Kuku..............................................................................4
2.1.4 Efek Samping yang Terjadi pada Pemakaian Cat Kuku................................5
2.2 Formaldehid
2.2.1 Pengertian Formaldehid.................................................................................5
2.2.2 Sifat Fisika Kimia Formaldehid.....................................................................5
2.2.3 Penggunaan Formaldehid...............................................................................6
2.2.4 Bahaya Penggunaan Formalehid pada Kosalkes............................................6
2.2.5 Pereaksi Schiff................................................................................................7
2.2.6 Reaksi Pembentukan Warna...........................................................................8
2.3 Metode Titrasi
2.3.1 Analisa Volumetri..........................................................................................8
2.3.2 Titrasi Asam Basa..........................................................................................8
3.1 Waktu dan Tempat
3.1.1 Waktu Penelitian.............................................................................................10
3.1.2 Tempat Penelitian...........................................................................................10
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat..................................................................................................................10
3.2.2 Bahan..............................................................................................................10
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi........................................................................................................11
3.3.2 Sampel..........................................................................................................11
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pelaksanaan Secara Kualitatif......................................................................11
3.4.1.1 Larutan uji untuk reaksi dengan pereaksi Schiff ....................................11
3.4.1.2 Larutan untuk reaksi dengan resorsinol..................................................11
3.4.2 Pelaksanaan Secara Kuantitatif....................................................................12

iii
3.4.2.1 Pelaksanaan Standarisasi Natrium Hidroksida 1N...............................12
3.4.2.2 Pelaksanaan Standarisasi Asam sulfat 1 N ..........................................12
3.4.2.3 Pengujian Penetapan Kadar Formaldehida...........................................12
3.5 Analisa Data...........................................................................................................13
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Pemeriksaan Organoleptik................................................................14
4.1.2 Hasil Pemeriksaan Label Kemasan............................................................14
4.1.3 Hasil Analisa Kualitatif
4.1.3.1 Pereaksi Schiff ..................................................................................15
4.1.3.2 Resorsinol ..........................................................................................15
4.1.4 Analisa Kuantitatif.....................................................................................15
4.2 Analisis Data...........................................................................................................16
4.3 Pembahasan............................................................................................................16
5.1 Kesimpulan.............................................................................................................19
5.2 Saran.......................................................................................................................19

iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kosmetik merupakan suatu bahan atau produk yang sangat di minati oleh semua
orang. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/MenKes/Permenkes/1998
kosmetik adalah sediaan atau panduan bahan yang siap untuk digunakan dibagian luar
badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga
mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi
supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan
untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (BPOMRI,2008).
Dewasa ini banyak wanita yang ingin tampil cantik dan banyak dari mereka yang
menggunakan kosmetik untuk menunjang penampilanya. Berbagai macam kosmetik
digunakan para wanita untuk tampil cantik seperti bedak, lipstick, celak alis, cat rambut
dan cat kuku. Namun banyak yang tidak menyadari bahwa diantara produk kecantikan
yang biasa mereka gunakan kemungkinan mengandung bahan berbahaya seperti bahan
kimia (phthalates, formaldehid, petroleum), logam berat (timbal, merkuri, arsen,
cadmium) dan zat pewarna sintetis.
Sediaan pewarna kuku merupakan kosmetik penambah daya tarik yang menggunakan
formaldehid sebagai pengawet. Pewarna kuku adalah sediaan rias kuku yang digunakan
untuk maksud menyalut kuku dengan lapisan tidak berwarna atau berwarna
(Almer,2015). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI
NO.HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 terdapat suatu bahan yang digunakan dalam
kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan dalam penggunaan bahan tersebut. Salah
satunya yaitu formaldehida yang dalam penggunaannya sangat diawasi karena dapat
merugikan kesehatan. Formaldehida masih dapat digunakan dalam sediaan pewarna kuku
dengan persyaratan kadar maksimum 5% (BPOMRI,2008).
Formaldehid (CH2O) merupakan suatu campuran organic yang dikenal dengan nama
aldehyde, membeku pada suhu <92oC dan mendidih pada suhu 300oC. formaldehid
dihasilkan dengan membakar bahan yang mengandung karbon. Dalam atmosfer bumi,
formaldehid dihasilkan dari reaksi cahaya matahari dan oksigen terdapat metana dan
hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehid terdapat dalam bentuk gas, larutan
dan padatan (Windholz, 1979).
Efek yang ditimbulkan oleh formaldehida apabila mengenai kulit yaitu dermatitis
karena reaksi sensitivitasnya (Sartono, 1999). Formaldehida ini berfungsi sebagai bahan
pelarut yang memiliki efek samping sangat berbahaya bagi kesehatan sebab zat ini dapat
menyebabkan kanker. Selain itu, jika dihirup formaldehida dapat menyebabkan iritasi
selaput lendir di mata, hidung, dan tenggorokan (Almer,2012).
Pereaksi Schiff secara kualitatif digunakan untuk identifikasi senyawa aldehid, oleh
sebab itu dilakukan pemanfaatan reaksi warna Schiff untuk menentukan kadar formalin
dalam kutek. Penentuan kadar formalin dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara
lain titrasi volumetrik asam–basa, spektrofotometri sinar tampak dan kromatografi cair
kenerja tinggi. Dalam penelitian ini digunakan metode titrasi asidimetri.

1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dinyatakan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1) Baga imana cara analisa kualitatif formaldehid dalam sediaan pewarna kuku?
2) Bagaimana cara analisa kualitatif formaldehid dalam sediaan pewarna kuku?
3) Apakah pada sediaan pewarna kuku yang dianalisis mengandung formaldehid sesuai
dengan persyaratan batas penggunaan pada PerKa Badan POM RI
NO.HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011?

1.3. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
1) Menyelesaikan tugas mata kuliah Analisa Kosmetika dan Alat Kesehatan yang
diberikan dosen pembimbing.
2) Memperluas pengetahuan mengenai cara analisis kadar formaldehid dalam sediaan
kosmetik.
3) Mengetahui batas yang diperbolehkan penggunaan formaldehid dalam sediaan
kosmetik.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pewarna Kuku


2.1.1 Pengertian Pewarna Kuku
Pewarna kuku adalah sediaan rias kuku yang digunakan untuk maksud
menyalut kuku dengan lapisan tidak berwarna atau mewarnai kuku dengan warna,
baik warna kemudaan maupun warna kontras nyata, sesuai dengan estetika kuku yang
dikehendaki (Depkes RI, 1985).
Kuku biasanya berwarna putih, dengan keadaan tertentu kuku bisa berubah
warna menjadi lebih kusam, lebih kehitaman atau kekuningan. Pewarna kuku atau
vernis kuku dibutuhkan untuk menutupi warna kuku yang kurang baik
(Wasitaatmadja, 1997).
Pewarna kuku mempunyai bahan komposisi yang berisi zat warna dalam
pelarut yang cepat mengering, mudah mengeras, lekat pada kuku dan tahan goresan
yaitu terdiri dari pelarut pigmen, zat plastik, zat pembentuk selaput utama, dan zat
pembentuk selaput pelengkap (Wasitaatmadja, 1997). Selain itu, mungkin juga
ditambahkan bahan pengawet atau bahan pengeras contohnya formaldehid yang
masih bisa digunakan dengan batasan dan persyaratan dalam penggunaannya.

2.1.2 Komposisi dan Kandungan Pewarna Kuku


Komponen yang menyusun pewarna kuku adalah :.
1. Pembentuk selaput utama/film (15%) yaitu nitroselulosa, polimer metakrilat,
polimer vinil, merupakan komponen tahan air yang menghasilkan selaput
mengkilat dan melekat pada nail plate.
2. Selaput untuk membentuk resin (7%) yaitu formaldehid, p-toluene sulfonamid,
poliamide, akrilat, alkyd dan vinil resin, untuk melekatkan kuku dengan cat dan
meningkatkan kilauan.
3. Plasticizer/zat plastik (7%) yaitu dibutil pthalat, dioktil pthalat, untuk memberikan
efek kilau serta mencegah kutek retak, trikresil pospat, kamfor, minyak jarak,
trifenil fosfat untuk meningkatkan kelenturan.
4. Pelarut dan cairan lain (70%) untuk memodifikasi viskositas yaitu asetat, keton,
toluene, xylene, alkohol, metilen klorida, eter.

3
5. Pewarna (0-1%) yaitu pigmen organik dan anorganik.
6. Pengisi yaitu guanine fish scale atau titanium dioksida dilapisi mica flakes atau
bismut oksiklorida untuk pewarnaan.
7. Bahan pengendap (1%), tetapi tidak selalu ditambahkan

Bahaya pewarna kuku bagi kesehatan apabila mengandung tiga bahan berbahaya yang
biasa ada dalam pewarna kuku yaitu toxic trio (toluene, formaldehide, dan etil asetat).

1. Toluene merupakan zat kimia lain dalam pewarna kuku yang berfungsi
mempertajam warna. Toluene dapat merusak sistem saraf jika digunakan dalam
jangka panjang. Dalam jangka pendek, pengguna dapat merasakan gejala seperti
iritasi mata, pusing, dan mudah lupa.
2. Formaldehid merupakan zat kimia yang sering disebut formalin ini dapat berwujud
gas maupun cairan. Formalin tidak hanya berbahaya saat dikonsumsi saja, namun
juga ketika kita menghirupnya. Jika digunakan dalam waktu yang lama,
formaldehid akan menyebabkan timbulnya berbagai jenis kanker, sakit kepala,
iritasi pada mukosa hidung, mulut, tenggorokan, kerusakan kulit, serta kematian.
Formaldehid bekerja sebagai bahan pengeras serta pengawet pada pewarna kuku.
3. Etil asetat. Zat kimia ini digunakan untuk mengeraskan pewarna kuku. Zat ini
dapat menyebabkan gangguan saraf dan organ dalam seperti ginjal, jantung, dan
paru-paru.

2.1.3 Jenis-Jenis Pewarna Kuku


1. Matte: jenis pewarna kukuini adalah yang paling sering di temui. Warnanya tidak
mengilap, cenderung warna original dan tak banyak pilihan.
2. Glitter: jenis pewarna kuku yang ini cocok untuk dikenakan saat pergi ke pesta.
Terutama bila tidak terlalu suka pada aksesoris yang menyolok, pewarna kuku
glitter dapat menggantikan aksesoris.
3. Color Changing Nail Polish:pewarna kuku ini dapat berubah warna sesuai
dengantemperatur tubuh dan lingkungan.
4. Metallik: warna cat kuku jenis ini cukup digemari, karena memberikan kesan
eksotik dengan beberapa pilihan warna dasar silver, gold, dan tembaga.
5. Extra shine: Memberikan kesan basah yang cukup lama, kuku terlihat berkilau
sempurna dan manis.

4
6. Shimmer: memiliki kuku yang tampak berkilau seperti mutiara adalah
dambaansebagian besar wanita. Warnanya natural seperti cream dan pearl
memberikan kesan alami di kuku (Wasitaatmadja, 1997).

2.1.4 Efek Samping Yang Terjadi Pada Pemakaian Cat Kuku

1. Dermatitis kontak alergi (DKA) terhadap cat kuku, Dermatitis dapat terjadi di sekitar
areapemakaian (periungual) maupun di tempat jauh (dermatitis ektopik).
DKA periungual ditandai dengan eritem dan edema pada lipatan kuku proksimal dan
ujung jari. Dermatitis ektopik sering terjadi pada bagian bawah wajah, samping leher,
dan dada atas. Penyebab utama dermatitis kontak adalah toluen sulfonamid
formaldehidresin (TSFR) atau butiran nikel (khususnya pada dermatitis ektopik)
yangditambahkan agar cat kuku tetap cair.

2. Efek lain yang tidak biasa terjadi pada pemakaian cat kuku adalah leukoderma
padalipatan kuku, keilitis, dermatitis generalisata dan dermatitis kontak granulomatosa
(Wasitaatmadja, 1997).

2.2 Formaldehid
2.2.1 Pengertian Formaldehid
Formaldehid merupakan aldehida dengan rumus kimia H 2CO, yang berbentuk gas
terkandung sekitar 37 % atau cairan yang dikenal sebagai formalin, atau padatan yang
dikenal sebagai paraformaldehyde atau trioxane. Formalin adalah nama dagang larutan
formaldehid dalam air dengan kadar 30 – 40 %. Di pasaran, formaldehid dapat diperoleh
dalam bentuk sudah diencerkan yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20, dan 10 %
serta dalam bentuk tablet yang berat nya masing – masing 5 gram. Formaldehid yang
merupakan larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Biasanya
ditambahkan 10-15 % methanol hingga sebagai pengawet (Cahyadi, 2009).
Formalin yaitu aldehid yang paling sederhana, dibuat secara besar-besaran
melalui oksidasi metanol. Formalin digunakan sebagai disinfektan dan pengawet dan lain-
lain.

2.2.2 Sifat Fisika Kimia Formaldehid


Formaldehid merupakan cairan jernih tidak berwarna dengan bau yang menusuk,
uap dapat merangsang selaput lendir hidung dan tenggorokan dan mempunyai rasa yang
membakar. Bobot tiap milliliter adalah 1,08 gram. Dapat bercampur dengan air dan

5
alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter. Titik didih formalin adalah 96
ºC (Windholz, 1976)
Rumus Bangun Formaldehid:

2.2.3 Penggunaan Formaldehid


Penggunaan utama formaldehid dalam kosmetik adalah sebagai pengawet dan
bahan pengeras kuku. Bahan tambahan kosmetik tersebut masih diizinkan dalam
Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 yaitu dengan
persyaratan kadar kurang dari 5 %. Selain itu Larutan formaldehida 37% dalam air
(formalin) untuk mengawetkan specimen biologi dalam laboratorium / museum, karena
dapat membunuh germs (desinfektan). Dalam bidang farmasi formalidehid digunakan
sebagai obat penyakit kutil karena kemampuan formaldehid yang dapat merusak protein
(Cahyadi, 2009).

2.2.4 Bahaya Penggunaan Formaldehid Pada Kosmetik


Formaldehid bekerja sebagai bahan pengeras serta pengawet kutek. Zat ini disebut
sebagai karsinogen atau penyebab kanker. Bila kutek yang mengandung formaldehid
tersentuh tangan, maka akan timbul reaksi alergi, kerusakan kulit, dan berujung pada
kondisi kulit dermatitis yang ditandai dengan perubahan warna, kulit menjadi merah,
mengeras, mati rasa dan ada rasa terbakar dan kerusakan jaringan kulit.
Formaldehid yang terhirup melalui pernapasan akan menyebabkan paparan akut
berupa pusing, rhinitis, rasa terbakar, bronkhitis, edema pulmonary dan pneumonia
dikarenakan mengecilnya bronkus dan menyebabkan akumulasi cairan di paru. Pada
orang yang sensitif dapat menyebabkan alergi, asma, dan dermatitis. Jika terpapar secara
terus menerus dapat mengakibatkan kerusakan pada hati, ginjal, jantung, dan
mengakibatkan berbagai penyakit seperti kanker, hermatemesis, hematuria, proteinuria,
vertigo, koma dan kematian.
Apabila terkena mata dapat menimbulkan iritasi mata yang menyebabkan mata
memerah, terasa sakit, dan gatal-gatal, penglihatan kabur dan mengeluarkan air mata.
Bahkan dalam konsentrasi tinggi formalin dapat menyebabkan pengeluaran air mata yang
hebat dan terjadi kerusakan pada lensa mata.

6
Apabila formaldehid tertelan maka mulut, tenggorokan, dan perut terasa terbakar,
sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare yang dapat disertai pendarahan,sakit perut
yang hebat, sakit kepala, hipotesis (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga
koma. Akibat lain yang disebabkan oleh formalin berupa kerusakan hati, jantung, otak,
limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat dan ginjal (Cahyadi, 2006).
Bahan tambahan ini memiliki efek samping sangat berbahaya bagi kesehatan
sebab zat ini jika dihirup terus menerus menyebabkan kanker dalam hidung dan
tenggorokkan. Tapi, apabila formaldehid dalam kadar lebih sedikit, tidak menimbulkan
pengaruh karsinogenik. Efek toksisitasnya uap formaldehida dapat menyebabkan iritasi
pada mata, hidung dan saluran pernafasan bagian atas serta dapat menyebabkan batuk
radang paru – paru dan dermatitis pada kulit (Depkes RI, 1985).

2.2.5 Pereaksi Schiff


Pereaksi Schiff merupakan sebuah zat warna fuchsin yang berubah warna jika
sulfur oksida dilewatkan kedalamnya. Jika terdapat sedikit aldehid, warnanya akan
berubah mejadi merah keungu-unguan yang terang. Akan tetapi, pereaksi ini harus
digunakan dalam keadaan dingin, karena keton bisa bereaksi dengan pereaksi ini sangat
lambat menghasilkan warna yang sama. Jika dipanaskan, maka reaksi dengan keton akan
lebih cepat, sehingga berpotensi memberikan hasil yang membingungkan. Jika pereaksi
Schiff cepat berubah warna menjadi merah keungu-unguan, maka dihasilkan aldehid dari
sebuah alkohol primer.Jika tidak ada perubahan warna dalam pereaksi Schiff, atau hanya
sedikit warna pink yang terbentuk dalam beberapa menit, maka tidak dihasilkan aldehid,
sehingga tidak ada alkohol primer.Karena terjadi perubahan warna pada larutan kalium
dikromat (VI) yang bersifat asam, maka harus terdapat alkohol sekunder (Fessenden,
1986).

7
2.2.6 Reaksi Pembentukan Warna

8
Reaksi Pembentukan Warna antara Formalin dan Pereaksi shiff (Windholz, 1976).

2.3 Metode Titrasi


2.3.1 Analisa volumetri
Analisa volumetri juga dikenal sebagai titrimetri, di mana zat dibiarkan
bereaksi dengan zat yang lain yang konsentrasinya diketahui dan dialirkan sedikit
demi sedikit dari dalam buret, dalam bentuk larutan. Penambahan titrasi diteruskan
sampai titran secara kimia setara dengan analit. Maka dapat dikatakan telah tercapai
titik ekuivalensi dari titrasi itu. Untuk mengetahui kapan penambahan titran itu
dihentikan menggunakan suatu zat yang disebut dengan indikator, yang munculnya
kelebihan titran dengan perubahan warna. Reaksi kimia yang dapat berperan sebagai
dasar untuk penetapan titrimetri dengan mudah dapat dikelompokkan dalam empat
jenis :
1. Asam-basa
2. Oksidasi-reduksi (redoks)
3. Pengendapan
4. Pembentukan kompleks

2.3.2 Titrasi Asam Basa


Penetralan asam basa merupakan salah satu metode volumetri. Pada titrasi penetralan
asam basa ada dua metode yang digunakan yaitu asidimetri dan alkalimetri.
Asidimetri adalah metode yang digunakan untuk menetapkan kadar senyawa basa
yang direaksikan dengan larutan baku bersifat asam.
Sedangkan alkalimetri adalah metode yang digunakan untuk penetapan kadar senyawa
asam yang direaksikan dengan larutan baku bersifat basa (Vogel, 1994).

9
Pada penelitian ini menggunakan metode asidimetri dengan teknik titrasi kembali
yaitu dengan penambahan basa berlebihan supaya bereaksi dengan sampel dan
kelebihan basa dititrasi dengan larutan baku asam H 2SO4 yang merupakan larutan
titran yang diteteskan secara perlahan-lahan melalui buret, untuk melihat titik akhir
titrasi menggunakan indikator tujuannya supaya terjadi perubahan warna indikator
titik pada titrasi dimana indikator warnanya berubah sehingga disebut titik akhir. Hal
ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat, indikator yang digunakan
yaitu biru brotimol. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan,
kemudian dicatat volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik akhir. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titran maka dapat
menghitung kadar titran. Dengan metode ini dapat menentukan kadar senyawa dari
sediaan produk pangan atau bahan baku yang cukup akurat tanpa zat pembanding dan
pada waktu melalakukan titrasi diperlukan suatu indikator untuk menetapkan titik
ekuivalen indikator yang dipakai harus tepat supaya selisih antara titik ekuivalen
dengan titik akhir titrasi menjadi kecil
(Day dan Underwood, 1999).

10
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat


3.1.1 Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2013.

3.1.2 Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Balai Riset Dan Standarisasi
Industri Bandar Lampung di Jl. Soekarna-Hatta Km 1, ByPass Rajabasa
Bandar Lampung.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat :
a. Tabung reaksi
b. Pipet tetes
c. Pipet ukur
d. Erlemenyer
e. Penangas air
f. Buret
g. Balp
h. Beaker glass

3.2.2 Bahan :
a. Natrium sulfit anhidrat P
b. Asam klorida P
c. Asam sulfat
d. Natrium hidroksida 1N
e. Resorsinol P
f. Hidrogen peroksida 3%
g. Biru brotimol
h. Kalium biftalat P
i. Fenolftalein Lp

11
j. Natrium karbonat anhidrat P
k. Merah metil Lp

3.3 Populasi dan Sampel


3.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah sediaan cat kuku yang beredar di Pasar Tengah Bandar
Lampung.

3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah cat kuku diambil 5 macam sampel bermerk dan tidak
bermerk dengan warna bening (tidak berwarna) dan 1 sampel berwarna yang bermerk.
Sampel diperoleh dari beberapa pedagang kaki lima dan ada dari toko kosmetik di Pasar
Tengah Kota Bandar Lampung.

3.4 Prosedur Penelitian


3.4.1 Pelaksanaan Secara Kualitatif
3.4.1.1 Larutan uji untuk reaksi dengan pereaksi Schiff (MA PPOM 1988/1989)
1. Sampel diencerkan dengan air sampai didapat kadar lebih kurang 5mg/ml.
2. Satu tetes larutan uji ditambah satu tetes pereaksi Schiff, terbentuk warna merah
yang tidak hilang dengan penambahan asam sulfat pekat.

3.4.1.2 Larutan untuk reaksi dengan resorsinol (MA PPOM 1988/1989)


1. Sampel diencerkan dengan air sampai didapat kadar lebih kurang 5mg/ml.
2. Tambahkan sedikit resorsinol padat dimasukan dalam tabung reaksi dan satu tetes
larutan uji.
3. Campuran dikocok sampai resorsinol melarut.
4. kemudian melalui dinding tabung dialirkan asam sulfat pekat ke dalam campuran
pada batas kedua cairan akan terbentuk cincin merah ungu.

12
3.4.2 Pelaksanaan Secara Kuantitatif
3.4.2.1 Pelaksanaan Standarisasi Natrium Hidroksida 1 N dengan Kalium biftalat P (FI
IV hal 1216)
1. Timbang seksama kurang lebih 500mg kalium biftalat P yang telah diserbuk dan
dikeringkan pada suhu 120º selama 1 jam.
2. Larutkan dalam 75ml air bebas karbon dioksida P.
3. Ditambahkan 2 tetes fenolftalein Lp.
4. Titrasi dengan larutan natrium hidroksida sampai warna merah jambu mantap.
5. Hitung normalitas.
1 ml NaOH 1N ~ 204,2 mg Kalium biftalat P

3.4.2.2 Pelaksanaan Standarisasi Asam sulfat 1 N dengan Natrium karbonat anhidrat P


(FI hal 1212)
1. Timbamg seksama lebih kurang 3 gram Natrium Karbonat anhidrat P baku primer
yang telah dipanaskan pada suhu ± 270° selama 1 jam.
2. Larutkan dalam 100ml aquadest.
3. Tambahkan 2 tetes merah metil Lp.
4. Tambahkan asam perlahan-lahan dari buret sampai larutan berwarna merah jambu
lemah.
5. Panaskan sampai mendidih, lanjutkan titrasi sampai warna merah jambu lemah
tidak hilang dengan meneruskan pendidihan.
6. Hitung normalitas.
1ml Asam Sulfat 1 N ~ 52,99mg Natrium Karbonat anhidrat

3.4.2.3 Pelaksanaan Pengujian Penetapan Kadar Formaldehida (MA PPOM 1988/1989)


1. Dipipet 25ml Natrium Hidroksida 1 N ke dalam labu erlemenyer 250ml.
2. Ditambahkan 25ml hidrogen peroksida 3%.
3. Ditambahkan lebih kurang 3 gram cuplikan yang telah ditimbang.
4. Diatas labu erlemenyer diletakkan corong gelas.
5. Campuran dipanaskan di atas tangas air selama 15 menit sambil sesekali dikocok.
6. Kemudian labu diangkat dari tangas air.
7. Corong dicuci dengan air, didinginkan.

13
8. Kelebihan natrium hidroksida dititrasi dengan asam sulfat 1 N menggunakan biru
brotimol sebagai indikator.

1ml Natrium Hidroksida 1 N ~ 30,03 mg HCHO

3.5 Analisa Data


Data yang diperoleh dari hasil persentasi penetapan kadar yang mengandung
Formaldehida dihitung berdasarkan rumus:
1
(%) = (25.N1 -V2 N2 ) x x 30,03 x 100%
Bu
Keterangan:
N1 = Normalitas larutan natrium hidroksida
N2 = Normalitas larutan asam sulfat yang terpakai
V2 = Volum larutan asam sulfat yang terpakai
Bu = Bobot cuplikan yang ditimbang

Setelah didapatkan kadar rata-rata dari masing-masing sampel, kemudian dihitung


persentase sampel yang tidak memenuhi persyaratan kadar formaldehida yaitu kadar
maksimum 5%.

Jumlah sampel yang tidak memenuhi syarat:

jumlah sampel yang tidak memenuhi syarat


x 100%
jumlah keseluruhan sampel

14
15
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Hasil Pemeriksaan Organoleptik

Tabel 1
Data hasil pemeriksaan organoleptik

Nama Produk Bentuk Warna Bau


Tidak berwarna
Merk A Cair Khas
(bening)
Tidak berwarna
Merk B Cair Khas
(bening)
Tidak berwarna
Merk C Cair Khas
(bening)
Tidak berwarna
Merk D Cair Khas
(bening)
Tidak berwarna
Merk E Cair Khas
(bening)
Merk F Cair Merah jambu Khas

4.1.2 Hasil Pemeriksaan Label Kemasan

Tabel 2
Data hasil pemeriksaan label kemasan

No Nama Alamat Tanggal No. Nama


Komposisi No. Reg
. Produk Produsen Kadaluarsa Batch Produsen
1. Merk A Ada Ada Ada Ada Ada Ada
2. Merk B Ada Ada Ada Ada Ada Ada
Tidak Tidak
3. Merk C Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada ada
Tidak
4. Merk D Ada Ada Ada Tidak ada Ada
ada
Tidak Tidak
5. Merk E Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada ada
Tidak Tidak
6. Merk F Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
ada ada

16
4.1.3 Hasil Analisa Kualitatif

4.1.3.1 Pereaksi Schiff

Tabel 3
Data hasil identifikasi sampel

No Sampel Pengamatan Hasil


1. Baku Warna merah, ditambahkan H2SO4 P warna tidak hilang
2. Merk A Warna merah, ditambahkan H2SO4 P warna tidak hilang. Positif
3. Merk B Warna merah, ditambahkan H2SO4 P warna tidak hilang. Positif
4. Merk C Warna merah, ditambahkan H2SO4 P warna tidak hilang. Positif
5. Merk D Warna merah, ditambahkan H2SO4 P warna tidak hilang. Positif
6. Merk E Warna merah, ditambahkan H2SO4 P warna tidak hilang. Positif
7. Merk F Warna merah, ditambahkan H2SO4 P warna tidak hilang. Positif

4.1.3.2 Resorsinol

Tabel 4
Data hasil identifikasi sampel
No Sampel Pengamatan Hasil
1. Baku Terbentuk cincin berwarna merah keunguan.
2. Merk A Terbentuk cincin berwarna merah keunguan. Positif
3. Merk B Terbentuk cincin berwarna merah keunguan. Positif
4. Merk C Terbentuk cincin berwarna merah keunguan. Positif
5. Merk D Terbentuk cincin berwarna merah keunguan. Positif
6. Merk E Terbentuk cincin berwana merah keunguan. Positif
7. Merk F Terbentuk cincin berwarna merah keunguan. Positif

4.1.4 Analisa Kuantitatif

Tabel 5
Data analisa penetapan kadar formaldehid
Kadar Kadar Persyaratan
Sampel Hasil
Formaldehid (%) rata-rata (%) Permenkes
9,05 %
Merk A 9,366 % 9,053 % 5% TMS
8,745 %
8,229 %
Merk B 8,745 % 8,848 % 5% TMS
9,572 %
Merk C 8,848 % 8,434 % 5% TMS

17
10,710 %
5,746 %
10,297 %
Merk D 8,745 % 9,331 % 5% TMS
8,952 %
7,401 %
9,159 %
Merk E 8,435 % 5% TMS
8,745 %
11,847 %
Merk F 8,745 % 9,744 % 5% TMS
8,642 %
Keterangan : MS = Memenuhi syarat
TMS = Tidak memenuhi syarat

4.2 Analisa Data

Analisa data dilakukan perhitungan persentase yaitu :

Persentase sampel yang tidak memenuhi syarat

x 100%

= X 100%

= 100%
Dari analisa data yang dilakukan, bahwa hasil perhitungan persentase sampel yang tidak

memenuhi syarat yaitu 100 % dari 6 sampel yang diambil di daerah pasar tengah Bandar

Lampung yaitu cat kuku telah diteliti tidak memenuhi syarat.

4.3 Pembahasan

Sebelum dilakukan analisa kualitatif dan kuantitatif, dilakukan pemeriksaan organoleptik

terlebih dahulu yaitu dengan melihat bentuk, warna, dan bau (tabel 1). Dilanjutkan

dengan pemeriksaan secara fisik yaitu label kemasan yang meliputi pemeriksaan nama

18
produk, nama produsen, komposisi, nomor registrasi, tanggal kadaluarsa, dan nomaor

batch (tabel 2). Kemudian dilakukan penelitian secara kualitatif dan kuantitatif.

Dari hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan reaksi warna

terbentuk larutan berwarna merah dan larutan campuran terbentuk cincin warna merah

keunguan. Hal ini dilakukan untuk memastikan sampel positif atau negatif dengan

membandingkan hasil dengan baku pembanding yaitu formalin cair, yang dimana larutan

uji atau sampel direaksikan dengan menggunakan dua pereaksi yang berbeda yaitu

larutan pereaksi Schiff dan Resorsinol. Dari masing-masing sampel ditambahkan larutan

pereaksi schiff akan terbentuknya larutan warna merah yang apabila ditambahkan dengan

asam sulfat P warna tidak hilang. Sedangkan dengan penambahan resorsinol

perlakuannya berbeda yaitu tabung reaksi yang dimasukkan terlebih dahulu resorsinol

kemudian ditambahkan larutan uji kedalam tabung reaksi yang telah berisi resorsinol dan

ditambahkan sedikit asam sulfat P, dalam penambahan asam sulfat pada larutan harus

melalui dinding karena akan terbentuk cincin berwarna merah keunguan dalam campuran

larutan, jika tidak melalui dinding maka dalam campuran larutan tidak membentuk cincin

sama sekali.

Kemudian dari hasil penelitian secara kuantitatif yaitu Metode yang dilakukan dalam

penelitian penetapan kadar formaldehid pada sediaan cat kuku adalah secara asidimetri

yaitu titrasi secara tidak langsung. Asidimetri secara tidak langsung yaitu kelebihan

natrium hidroksida supaya bereaksi dengan sampel yaitu cat kuku yang mengandung

formaldehid yang merupakan basa dan kelebihan basa dititrasi dengan asam sulfat yang

merupakan larutan titran yang diteteskan secara perlahan-lahan melalui buret, untuk

melihat titik akhir titrasinya dengan menggunakan indikator biru bromtimol.

19
Sampel yang ditimbang dimasukkan ke dalam erlemenyer yang telah berisi 25 ml larutan

natrium hidroksida 1 N dan 25 ml hidrogen peroksida 3 %. Sebelum dititrasi sampel dan

campuran dipanaskan di atas penangas air dengan diletakkannya corong di atas

erlemenyer selama 15 menit dengan sesekali dikocok setelah itu diangkat dan corong

dicuci dengan air, kemudian didinginkan.

Untuk melihat titik akhir titrasi menggunakan indikator tujuannya supaya terjadi

perubahan warna indikator titik pada titrasi dimana indikator warnanya berubah sehingga

disebut titik akhir. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu indikator biru

bromtimol, sampel dari berwarna bening dengan ditambahi indikator larutan menjadi

warna biru kemudian dititrasi menjadi warna kekuning-kuningan dengan dalam suasana

asam pH antara 3,0-4,6.

20
BAB V
PENUTUP

5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian sampel cat kuku diperoleh dari masing-masing sampel
merk A didapat kadar rata-rata 9,053 %, sampel merk B yaitu 8,848 %, sampel merk C
yaitu 8,434 %, sampel merk D 9,331 %, sampel merk E yaitu 8,435 %, dan sampel
merk F yaitu 9,744 % yang semua sampel memiliki kandungan formaldehid yang tidak
sesuai dengan berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.
03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 dengan persyaratan kadar maksimal 5%. Sehingga cat
kuku yang diambil di daerah pasar tengah Bandar Lampung tidak memenuhi syarat.

5.2 SARAN
Kosmetik digunakan pada umumnya untuk mempercantik diri. Namun didalam sediaan
kosmetik ternyata terdapat kandungan zat kimia yang dapat membahayakan apabila
kontak dengan tubuh secara berlebihan dan tidak memenuhi syarat batas
penggunaannya. Salah satu contohnya yaitu formaldehid yang terdapat dalam sediaan
pewarna kuku. Untuk itu sebaiknya kita gunakan kosmetik tersebut tidak secara
berlebihan agar tidak terkena dampak buruk dari penggunaan kosmetik tersebut.

21
Daftar Pustaka

Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.(2008). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan. Tentang Badan Kosmetik. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.(2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan.Tentang Bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam Kosmetik. Jakarta:
Penerbit BPOM
Cahyadi, W. (2009).Analisis dan Aspek Kesehatan: Bahan Tambahan Pangan.Edisi Kedua.
Jakarta: BumiAksara. Halaman 254-262.
Day, R.A., dan Underwood, A.L (1998). Quantitative Analysis.Edisi Keenam. Penerjemah Iis
Sopyan. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif.Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 394.
Depkes RI. (1985). Formularium Kosmetik Indonesia. Jakarta. Halaman 161.
Ditjen POM RI.(1979).Farmakope Indonesia.Edisi Keempat. Jakarta: Dapartemen Kesehatan
RI. Halaman 58, 648, 650, 653, 675, 743-744, 748.
Ditjen POM RI.(1995). Farmakope Indonesia.Edisi Keempat. Jakarta: DapartemenKesehatan
RI. Halaman 1066, 1176.
Fessenden, R. J / Fessenden, J. S, 1986. Kimia Organik. EdisiKetiga. Jilid 2.
Erlangga.
Gandjar, I.G., danRohman, A., (2007). Kimia FarmasiAnalisis.Cetakan I.
Yogyakarta:PustakaPelajar. Halaman 22, 298-312, 319-321, 468.
Harmita, (2004).Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Review
Artikel. MajalahIlmuKefarmasian. 1(3) : 117-119,121-122,127-131.
Khopkar, S.M. (1984). Basic Concept of Analytical Chemistry.Penerjemah A. Saptorahardjo.
(1990). KonsepDasar Kimia Analitik.Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 216-
217.
Sudjana.(2002). Metode Statistika.Edisi Keenam. Bandung: Tarsito. Halaman 93.
Wasitaatmadja.S. M. (1997). Penuntun Ilmu KosmetikMedik,Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia. Halaman 3.46

22
Wasitaatmadja. S. M. (2007). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: PenerbitUniversitas
Indonesia. Halaman 3.
Windholz, M. (1976).The Merck Index: An Encyclopedia of Chemical and Drugs. Rahway
USA: Merck & Co. Inc.

23
Lampiran 1. Data Panjang Gelombang Maksimum Pereaksi Schiff dengan Larutan Formalin

24
Lampiran 2. Data Kurva Kalibrasi Reaksi Larutan Formalin dengan Pereaksi Schiff

25

Anda mungkin juga menyukai