Semester : V/A
Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang
berjudul “Penetapan Kadar Formaldehid Dalam Pewarna Kuku Secara Titrasi
Asidimetri”
Penyusunan makalah ini diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Analisa
Kosmetika dan Alat Kesehatan. Makalah yang kami susun ini bersumber dari skripsi
penelitian orang lain yang kemudian kami susun kembali dalam bentuk makalah. Semoga
makalah ini bermanfaat dan dapat menambah wawasan bagi yang membacanya, khususnya
bagi diri kami sendiri.
Dalam pembuatan makalah ini tentunya masih banyak kekurangan baik dalam
penulisan maupun dalam teknis penyusunannya. Maka dari itu kritik dan saran yang sifatnya
membangun senantiasa kami harapkan guna perbaikan pembuatan makalah di masa
mendatang.
Penyusun
ii
Daftar Isi
iii
3.4.2.1 Pelaksanaan Standarisasi Natrium Hidroksida 1N...............................12
3.4.2.2 Pelaksanaan Standarisasi Asam sulfat 1 N ..........................................12
3.4.2.3 Pengujian Penetapan Kadar Formaldehida...........................................12
3.5 Analisa Data...........................................................................................................13
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Pemeriksaan Organoleptik................................................................14
4.1.2 Hasil Pemeriksaan Label Kemasan............................................................14
4.1.3 Hasil Analisa Kualitatif
4.1.3.1 Pereaksi Schiff ..................................................................................15
4.1.3.2 Resorsinol ..........................................................................................15
4.1.4 Analisa Kuantitatif.....................................................................................15
4.2 Analisis Data...........................................................................................................16
4.3 Pembahasan............................................................................................................16
5.1 Kesimpulan.............................................................................................................19
5.2 Saran.......................................................................................................................19
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kosmetik merupakan suatu bahan atau produk yang sangat di minati oleh semua
orang. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 445/MenKes/Permenkes/1998
kosmetik adalah sediaan atau panduan bahan yang siap untuk digunakan dibagian luar
badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga
mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi
supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan, tetapi tidak dimaksudkan
untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit (BPOMRI,2008).
Dewasa ini banyak wanita yang ingin tampil cantik dan banyak dari mereka yang
menggunakan kosmetik untuk menunjang penampilanya. Berbagai macam kosmetik
digunakan para wanita untuk tampil cantik seperti bedak, lipstick, celak alis, cat rambut
dan cat kuku. Namun banyak yang tidak menyadari bahwa diantara produk kecantikan
yang biasa mereka gunakan kemungkinan mengandung bahan berbahaya seperti bahan
kimia (phthalates, formaldehid, petroleum), logam berat (timbal, merkuri, arsen,
cadmium) dan zat pewarna sintetis.
Sediaan pewarna kuku merupakan kosmetik penambah daya tarik yang menggunakan
formaldehid sebagai pengawet. Pewarna kuku adalah sediaan rias kuku yang digunakan
untuk maksud menyalut kuku dengan lapisan tidak berwarna atau berwarna
(Almer,2015). Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI
NO.HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 terdapat suatu bahan yang digunakan dalam
kosmetik dengan pembatasan dan persyaratan dalam penggunaan bahan tersebut. Salah
satunya yaitu formaldehida yang dalam penggunaannya sangat diawasi karena dapat
merugikan kesehatan. Formaldehida masih dapat digunakan dalam sediaan pewarna kuku
dengan persyaratan kadar maksimum 5% (BPOMRI,2008).
Formaldehid (CH2O) merupakan suatu campuran organic yang dikenal dengan nama
aldehyde, membeku pada suhu <92oC dan mendidih pada suhu 300oC. formaldehid
dihasilkan dengan membakar bahan yang mengandung karbon. Dalam atmosfer bumi,
formaldehid dihasilkan dari reaksi cahaya matahari dan oksigen terdapat metana dan
hidrokarbon lain yang ada di atmosfer. Formaldehid terdapat dalam bentuk gas, larutan
dan padatan (Windholz, 1979).
Efek yang ditimbulkan oleh formaldehida apabila mengenai kulit yaitu dermatitis
karena reaksi sensitivitasnya (Sartono, 1999). Formaldehida ini berfungsi sebagai bahan
pelarut yang memiliki efek samping sangat berbahaya bagi kesehatan sebab zat ini dapat
menyebabkan kanker. Selain itu, jika dihirup formaldehida dapat menyebabkan iritasi
selaput lendir di mata, hidung, dan tenggorokan (Almer,2012).
Pereaksi Schiff secara kualitatif digunakan untuk identifikasi senyawa aldehid, oleh
sebab itu dilakukan pemanfaatan reaksi warna Schiff untuk menentukan kadar formalin
dalam kutek. Penentuan kadar formalin dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara
lain titrasi volumetrik asam–basa, spektrofotometri sinar tampak dan kromatografi cair
kenerja tinggi. Dalam penelitian ini digunakan metode titrasi asidimetri.
1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang dinyatakan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut.
1) Baga imana cara analisa kualitatif formaldehid dalam sediaan pewarna kuku?
2) Bagaimana cara analisa kualitatif formaldehid dalam sediaan pewarna kuku?
3) Apakah pada sediaan pewarna kuku yang dianalisis mengandung formaldehid sesuai
dengan persyaratan batas penggunaan pada PerKa Badan POM RI
NO.HK.03.1.23.08.11.07517 tahun 2011?
1.3. Tujuan
Pembuatan makalah ini bertujuan untuk :
1) Menyelesaikan tugas mata kuliah Analisa Kosmetika dan Alat Kesehatan yang
diberikan dosen pembimbing.
2) Memperluas pengetahuan mengenai cara analisis kadar formaldehid dalam sediaan
kosmetik.
3) Mengetahui batas yang diperbolehkan penggunaan formaldehid dalam sediaan
kosmetik.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
5. Pewarna (0-1%) yaitu pigmen organik dan anorganik.
6. Pengisi yaitu guanine fish scale atau titanium dioksida dilapisi mica flakes atau
bismut oksiklorida untuk pewarnaan.
7. Bahan pengendap (1%), tetapi tidak selalu ditambahkan
Bahaya pewarna kuku bagi kesehatan apabila mengandung tiga bahan berbahaya yang
biasa ada dalam pewarna kuku yaitu toxic trio (toluene, formaldehide, dan etil asetat).
1. Toluene merupakan zat kimia lain dalam pewarna kuku yang berfungsi
mempertajam warna. Toluene dapat merusak sistem saraf jika digunakan dalam
jangka panjang. Dalam jangka pendek, pengguna dapat merasakan gejala seperti
iritasi mata, pusing, dan mudah lupa.
2. Formaldehid merupakan zat kimia yang sering disebut formalin ini dapat berwujud
gas maupun cairan. Formalin tidak hanya berbahaya saat dikonsumsi saja, namun
juga ketika kita menghirupnya. Jika digunakan dalam waktu yang lama,
formaldehid akan menyebabkan timbulnya berbagai jenis kanker, sakit kepala,
iritasi pada mukosa hidung, mulut, tenggorokan, kerusakan kulit, serta kematian.
Formaldehid bekerja sebagai bahan pengeras serta pengawet pada pewarna kuku.
3. Etil asetat. Zat kimia ini digunakan untuk mengeraskan pewarna kuku. Zat ini
dapat menyebabkan gangguan saraf dan organ dalam seperti ginjal, jantung, dan
paru-paru.
4
6. Shimmer: memiliki kuku yang tampak berkilau seperti mutiara adalah
dambaansebagian besar wanita. Warnanya natural seperti cream dan pearl
memberikan kesan alami di kuku (Wasitaatmadja, 1997).
1. Dermatitis kontak alergi (DKA) terhadap cat kuku, Dermatitis dapat terjadi di sekitar
areapemakaian (periungual) maupun di tempat jauh (dermatitis ektopik).
DKA periungual ditandai dengan eritem dan edema pada lipatan kuku proksimal dan
ujung jari. Dermatitis ektopik sering terjadi pada bagian bawah wajah, samping leher,
dan dada atas. Penyebab utama dermatitis kontak adalah toluen sulfonamid
formaldehidresin (TSFR) atau butiran nikel (khususnya pada dermatitis ektopik)
yangditambahkan agar cat kuku tetap cair.
2. Efek lain yang tidak biasa terjadi pada pemakaian cat kuku adalah leukoderma
padalipatan kuku, keilitis, dermatitis generalisata dan dermatitis kontak granulomatosa
(Wasitaatmadja, 1997).
2.2 Formaldehid
2.2.1 Pengertian Formaldehid
Formaldehid merupakan aldehida dengan rumus kimia H 2CO, yang berbentuk gas
terkandung sekitar 37 % atau cairan yang dikenal sebagai formalin, atau padatan yang
dikenal sebagai paraformaldehyde atau trioxane. Formalin adalah nama dagang larutan
formaldehid dalam air dengan kadar 30 – 40 %. Di pasaran, formaldehid dapat diperoleh
dalam bentuk sudah diencerkan yaitu dengan kadar formaldehidnya 40, 30, 20, dan 10 %
serta dalam bentuk tablet yang berat nya masing – masing 5 gram. Formaldehid yang
merupakan larutan yang tidak berwarna dan baunya sangat menusuk. Biasanya
ditambahkan 10-15 % methanol hingga sebagai pengawet (Cahyadi, 2009).
Formalin yaitu aldehid yang paling sederhana, dibuat secara besar-besaran
melalui oksidasi metanol. Formalin digunakan sebagai disinfektan dan pengawet dan lain-
lain.
5
alkohol, tetapi tidak bercampur dengan kloroform dan eter. Titik didih formalin adalah 96
ºC (Windholz, 1976)
Rumus Bangun Formaldehid:
6
Apabila formaldehid tertelan maka mulut, tenggorokan, dan perut terasa terbakar,
sakit tenggorokan, mual, muntah dan diare yang dapat disertai pendarahan,sakit perut
yang hebat, sakit kepala, hipotesis (tekanan darah rendah), kejang, tidak sadar hingga
koma. Akibat lain yang disebabkan oleh formalin berupa kerusakan hati, jantung, otak,
limpa, pankreas, sistem susunan saraf pusat dan ginjal (Cahyadi, 2006).
Bahan tambahan ini memiliki efek samping sangat berbahaya bagi kesehatan
sebab zat ini jika dihirup terus menerus menyebabkan kanker dalam hidung dan
tenggorokkan. Tapi, apabila formaldehid dalam kadar lebih sedikit, tidak menimbulkan
pengaruh karsinogenik. Efek toksisitasnya uap formaldehida dapat menyebabkan iritasi
pada mata, hidung dan saluran pernafasan bagian atas serta dapat menyebabkan batuk
radang paru – paru dan dermatitis pada kulit (Depkes RI, 1985).
7
2.2.6 Reaksi Pembentukan Warna
8
Reaksi Pembentukan Warna antara Formalin dan Pereaksi shiff (Windholz, 1976).
9
Pada penelitian ini menggunakan metode asidimetri dengan teknik titrasi kembali
yaitu dengan penambahan basa berlebihan supaya bereaksi dengan sampel dan
kelebihan basa dititrasi dengan larutan baku asam H 2SO4 yang merupakan larutan
titran yang diteteskan secara perlahan-lahan melalui buret, untuk melihat titik akhir
titrasi menggunakan indikator tujuannya supaya terjadi perubahan warna indikator
titik pada titrasi dimana indikator warnanya berubah sehingga disebut titik akhir. Hal
ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat, indikator yang digunakan
yaitu biru brotimol. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan,
kemudian dicatat volume titran yang diperlukan untuk mencapai titik akhir. Dengan
menggunakan data volume titran, volume dan konsentrasi titran maka dapat
menghitung kadar titran. Dengan metode ini dapat menentukan kadar senyawa dari
sediaan produk pangan atau bahan baku yang cukup akurat tanpa zat pembanding dan
pada waktu melalakukan titrasi diperlukan suatu indikator untuk menetapkan titik
ekuivalen indikator yang dipakai harus tepat supaya selisih antara titik ekuivalen
dengan titik akhir titrasi menjadi kecil
(Day dan Underwood, 1999).
10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.2.2 Bahan :
a. Natrium sulfit anhidrat P
b. Asam klorida P
c. Asam sulfat
d. Natrium hidroksida 1N
e. Resorsinol P
f. Hidrogen peroksida 3%
g. Biru brotimol
h. Kalium biftalat P
i. Fenolftalein Lp
11
j. Natrium karbonat anhidrat P
k. Merah metil Lp
3.3.2 Sampel
Sampel yang digunakan adalah cat kuku diambil 5 macam sampel bermerk dan tidak
bermerk dengan warna bening (tidak berwarna) dan 1 sampel berwarna yang bermerk.
Sampel diperoleh dari beberapa pedagang kaki lima dan ada dari toko kosmetik di Pasar
Tengah Kota Bandar Lampung.
12
3.4.2 Pelaksanaan Secara Kuantitatif
3.4.2.1 Pelaksanaan Standarisasi Natrium Hidroksida 1 N dengan Kalium biftalat P (FI
IV hal 1216)
1. Timbang seksama kurang lebih 500mg kalium biftalat P yang telah diserbuk dan
dikeringkan pada suhu 120º selama 1 jam.
2. Larutkan dalam 75ml air bebas karbon dioksida P.
3. Ditambahkan 2 tetes fenolftalein Lp.
4. Titrasi dengan larutan natrium hidroksida sampai warna merah jambu mantap.
5. Hitung normalitas.
1 ml NaOH 1N ~ 204,2 mg Kalium biftalat P
13
8. Kelebihan natrium hidroksida dititrasi dengan asam sulfat 1 N menggunakan biru
brotimol sebagai indikator.
14
15
BAB IV
Tabel 1
Data hasil pemeriksaan organoleptik
Tabel 2
Data hasil pemeriksaan label kemasan
16
4.1.3 Hasil Analisa Kualitatif
Tabel 3
Data hasil identifikasi sampel
4.1.3.2 Resorsinol
Tabel 4
Data hasil identifikasi sampel
No Sampel Pengamatan Hasil
1. Baku Terbentuk cincin berwarna merah keunguan.
2. Merk A Terbentuk cincin berwarna merah keunguan. Positif
3. Merk B Terbentuk cincin berwarna merah keunguan. Positif
4. Merk C Terbentuk cincin berwarna merah keunguan. Positif
5. Merk D Terbentuk cincin berwarna merah keunguan. Positif
6. Merk E Terbentuk cincin berwana merah keunguan. Positif
7. Merk F Terbentuk cincin berwarna merah keunguan. Positif
Tabel 5
Data analisa penetapan kadar formaldehid
Kadar Kadar Persyaratan
Sampel Hasil
Formaldehid (%) rata-rata (%) Permenkes
9,05 %
Merk A 9,366 % 9,053 % 5% TMS
8,745 %
8,229 %
Merk B 8,745 % 8,848 % 5% TMS
9,572 %
Merk C 8,848 % 8,434 % 5% TMS
17
10,710 %
5,746 %
10,297 %
Merk D 8,745 % 9,331 % 5% TMS
8,952 %
7,401 %
9,159 %
Merk E 8,435 % 5% TMS
8,745 %
11,847 %
Merk F 8,745 % 9,744 % 5% TMS
8,642 %
Keterangan : MS = Memenuhi syarat
TMS = Tidak memenuhi syarat
x 100%
= X 100%
= 100%
Dari analisa data yang dilakukan, bahwa hasil perhitungan persentase sampel yang tidak
memenuhi syarat yaitu 100 % dari 6 sampel yang diambil di daerah pasar tengah Bandar
4.3 Pembahasan
terlebih dahulu yaitu dengan melihat bentuk, warna, dan bau (tabel 1). Dilanjutkan
dengan pemeriksaan secara fisik yaitu label kemasan yang meliputi pemeriksaan nama
18
produk, nama produsen, komposisi, nomor registrasi, tanggal kadaluarsa, dan nomaor
batch (tabel 2). Kemudian dilakukan penelitian secara kualitatif dan kuantitatif.
Dari hasil penelitian yang dilakukan secara kualitatif dengan menggunakan reaksi warna
terbentuk larutan berwarna merah dan larutan campuran terbentuk cincin warna merah
keunguan. Hal ini dilakukan untuk memastikan sampel positif atau negatif dengan
membandingkan hasil dengan baku pembanding yaitu formalin cair, yang dimana larutan
uji atau sampel direaksikan dengan menggunakan dua pereaksi yang berbeda yaitu
larutan pereaksi Schiff dan Resorsinol. Dari masing-masing sampel ditambahkan larutan
pereaksi schiff akan terbentuknya larutan warna merah yang apabila ditambahkan dengan
perlakuannya berbeda yaitu tabung reaksi yang dimasukkan terlebih dahulu resorsinol
kemudian ditambahkan larutan uji kedalam tabung reaksi yang telah berisi resorsinol dan
ditambahkan sedikit asam sulfat P, dalam penambahan asam sulfat pada larutan harus
melalui dinding karena akan terbentuk cincin berwarna merah keunguan dalam campuran
larutan, jika tidak melalui dinding maka dalam campuran larutan tidak membentuk cincin
sama sekali.
Kemudian dari hasil penelitian secara kuantitatif yaitu Metode yang dilakukan dalam
penelitian penetapan kadar formaldehid pada sediaan cat kuku adalah secara asidimetri
yaitu titrasi secara tidak langsung. Asidimetri secara tidak langsung yaitu kelebihan
natrium hidroksida supaya bereaksi dengan sampel yaitu cat kuku yang mengandung
formaldehid yang merupakan basa dan kelebihan basa dititrasi dengan asam sulfat yang
merupakan larutan titran yang diteteskan secara perlahan-lahan melalui buret, untuk
19
Sampel yang ditimbang dimasukkan ke dalam erlemenyer yang telah berisi 25 ml larutan
erlemenyer selama 15 menit dengan sesekali dikocok setelah itu diangkat dan corong
Untuk melihat titik akhir titrasi menggunakan indikator tujuannya supaya terjadi
perubahan warna indikator titik pada titrasi dimana indikator warnanya berubah sehingga
disebut titik akhir. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini yaitu indikator biru
bromtimol, sampel dari berwarna bening dengan ditambahi indikator larutan menjadi
warna biru kemudian dititrasi menjadi warna kekuning-kuningan dengan dalam suasana
20
BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian sampel cat kuku diperoleh dari masing-masing sampel
merk A didapat kadar rata-rata 9,053 %, sampel merk B yaitu 8,848 %, sampel merk C
yaitu 8,434 %, sampel merk D 9,331 %, sampel merk E yaitu 8,435 %, dan sampel
merk F yaitu 9,744 % yang semua sampel memiliki kandungan formaldehid yang tidak
sesuai dengan berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI No.HK.
03.1.23.08.11.07517 tahun 2011 dengan persyaratan kadar maksimal 5%. Sehingga cat
kuku yang diambil di daerah pasar tengah Bandar Lampung tidak memenuhi syarat.
5.2 SARAN
Kosmetik digunakan pada umumnya untuk mempercantik diri. Namun didalam sediaan
kosmetik ternyata terdapat kandungan zat kimia yang dapat membahayakan apabila
kontak dengan tubuh secara berlebihan dan tidak memenuhi syarat batas
penggunaannya. Salah satu contohnya yaitu formaldehid yang terdapat dalam sediaan
pewarna kuku. Untuk itu sebaiknya kita gunakan kosmetik tersebut tidak secara
berlebihan agar tidak terkena dampak buruk dari penggunaan kosmetik tersebut.
21
Daftar Pustaka
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.(2008). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan. Tentang Badan Kosmetik. Jakarta.
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.(2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan.Tentang Bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam Kosmetik. Jakarta:
Penerbit BPOM
Cahyadi, W. (2009).Analisis dan Aspek Kesehatan: Bahan Tambahan Pangan.Edisi Kedua.
Jakarta: BumiAksara. Halaman 254-262.
Day, R.A., dan Underwood, A.L (1998). Quantitative Analysis.Edisi Keenam. Penerjemah Iis
Sopyan. (2002). Analisis Kimia Kuantitatif.Jakarta: Penerbit Erlangga. Halaman 394.
Depkes RI. (1985). Formularium Kosmetik Indonesia. Jakarta. Halaman 161.
Ditjen POM RI.(1979).Farmakope Indonesia.Edisi Keempat. Jakarta: Dapartemen Kesehatan
RI. Halaman 58, 648, 650, 653, 675, 743-744, 748.
Ditjen POM RI.(1995). Farmakope Indonesia.Edisi Keempat. Jakarta: DapartemenKesehatan
RI. Halaman 1066, 1176.
Fessenden, R. J / Fessenden, J. S, 1986. Kimia Organik. EdisiKetiga. Jilid 2.
Erlangga.
Gandjar, I.G., danRohman, A., (2007). Kimia FarmasiAnalisis.Cetakan I.
Yogyakarta:PustakaPelajar. Halaman 22, 298-312, 319-321, 468.
Harmita, (2004).Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode Dan Cara Perhitungannya. Review
Artikel. MajalahIlmuKefarmasian. 1(3) : 117-119,121-122,127-131.
Khopkar, S.M. (1984). Basic Concept of Analytical Chemistry.Penerjemah A. Saptorahardjo.
(1990). KonsepDasar Kimia Analitik.Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Halaman 216-
217.
Sudjana.(2002). Metode Statistika.Edisi Keenam. Bandung: Tarsito. Halaman 93.
Wasitaatmadja.S. M. (1997). Penuntun Ilmu KosmetikMedik,Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia. Halaman 3.46
22
Wasitaatmadja. S. M. (2007). Ilmu Penyakit Kulit Dan Kelamin. Jakarta: PenerbitUniversitas
Indonesia. Halaman 3.
Windholz, M. (1976).The Merck Index: An Encyclopedia of Chemical and Drugs. Rahway
USA: Merck & Co. Inc.
23
Lampiran 1. Data Panjang Gelombang Maksimum Pereaksi Schiff dengan Larutan Formalin
24
Lampiran 2. Data Kurva Kalibrasi Reaksi Larutan Formalin dengan Pereaksi Schiff
25