Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan reaksi oksidasi-oksidasi
dipergunakan secara luas dalam analisa titrimetrik. Ion-ion dari berbagai
unsure dapat hadir dalam kondisi yang berbeda,menghasilkan kemunkinan
terjadi banyak reaksi redoks. Dalam banyak prosedur analisis analitnya
memiliki lebih dari satu kondisi oksidasi sehingga harus di konversi
menjadi satu kondisi oksidasi tunggal sebelum titrasi (Day & Underwood,
2004).
Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri)mengacu kepada
titrasi dengan suatu larutan iod standar.Metode titrasi iodometri tidak
langsung (iodometri) adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang
dibebaskan dalam reaksi kimia (Basset,1994).
Titrasi iodometri yaitu titrasi yang tidak langsung dimana oksidator
yang dianalisa kemudian direaksikan dengan ion iodide berlebih dalam
keadaan yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara
kuantitatif dan titrasi dengan larutan standar.Titrasi iodometri ini termasuk
golongan titrasi redoks dimana mengacu pada transfer electron (Day &
Undewood, 2004).
Larutan standar yang digunakan dalam proses iodometri adalah
natrium tiosulfat.Garamini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat
Na2S2O3.5H2O. Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan
secara langsung, tetapi harus distandarisasi dengan larutan baku
primer.Larutan natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu yang lain (Day
& Underwood, 2004).
Istilah oksidasi mengacu pada setiap perubahan kimia dimana
terjadi kenaikan bilangan oksidasi,sedangkan reduksi digunakan untuk
setiap penurunan bilangan oksidasi.Berati proses oksidasi disertai
hilangnya electron sedangkan reduksi memperoleh electron.Oksidator
adalah senyawa dimana atom yang terkandung mengalami penurunan
oksidasi.Sebaliknya pada reduktor, atom yang berlangsung bersama dan
saling menkompensasi satu sama lain.Istilah oksidator reduktor mengacu
pada suatu senyawa,tidak kepada atomnya saja (Khopkar,2003).
Warna larutan iodium adalah cukup kuat sehingga iodium dapat
bekerja sebagai indikatornya sendiri.Akan tetapi lebih umum digunakan
suatu larutan kanji,karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium
dipakai untuk suatu uji peka terhada iodium.(Day & Underwood,1986).
Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk
natrium tiosulfat dan dianjurkan apabila natrium tiosulfat harus digunakan
untuk penentuan tembaga. (Day & Underwood,2004)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Reaksi-reaksi kimia yang melibatkan reaksi oksidasi-reduksi


dipergunakan secara luas dalam analisa titrimetric.ion-ion dari berbagai unsur
dapat hadir dalam kondisi yang berbeda- beda, menghasilkan kemungkinan
terjadi banyak reaksi redoks. Dalam banyak prosedur analisis, analitnya
memiliki lebih dari satu kondisi oksidasi sehinggaharus dikonversi menjadi
satu kondisi oksidasi tunggal sebelum titrasi (Underwood.1998:287).
Titrasi dengan iodium dibedakan menjadi :
1. Iodimetri (cara langsung)
2. Iodometri (cara tidak langsung) reaksi dasar pada titrasi ini adalah :
13- + 2e- + 31-Eo = +0,54V.
Pada iodometri zat yang akan ditentukan direaksikan dengan ion
iodida berlebih biasanya digunakan KI berlebih. Zat pertama akan direduksi
dengan membebaskan iodium yang ekivalen jumlahnya. Iodium yang
dibebaskan ini kemudian dititrasi dengan larutan standar tiosulfat (Anonim).
Iodimetri adalah oksidasi kuantitatif dari senyawa pereduksi dengan
menggunakan iodium. Iodimetri ini terdiri dari 2, yaitu Iodimetri metode
langsung, bahan pereduksi langsung dioksidasi dengan larutan baku Iodium.
Contohnya pada penetapan kadar Asam Askorbat.Iodimetri metode residual
(titrasi balik), bahan pereduksi dioksidasi dengan larutan baku iodium dalam
jumlah berlebih, dan kelebihan iod akan dititrasi dengan larutan baku
natrium tiosulfat. Contohnya pada penetapan kadar Natrium Bisulfit.
Iodometri adalah bahan pengoksidasi yang mengoksidasi Kalium iodide (KI)
dalam suasana asam, sehingga Iod yang dibebaskan ( Rahma, GM. 2011).
Metode titrasi iodometri langsung (kadang-kadang dinamakan
iodimetri) mengacu pada titrasi titrasi dengan suatu larutan iod standar.
Metode titrasi iodometri tak langsung kadang-kadang diamakan iodometri
adalah berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia.
Potensial reduksi normal dar sistem reversibal Adalah :
I2 + 2e 2I
Adalah 0,5345 volt. Persamaan di atas mengacu kepada suatu larutan air yang
jenuh dengan adanya iod padat. Reaksi sel setengah ini akan terjadi misalny
menjelang akhir titrasi dari iodidda menjadi relative lebih rendah. Dekat
permulaan atau dalam kebanyakana titrasi iodometri, bila ion iodide berlbih,
maka terbentulah ion triioidida(Vogel,1994:)
BAB III

METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan tempat


a. Waktu :
b. Tempat :
B. Alat dan bahan
a. Alat
b. Bahan
C. Prosedu kerja
a. Standarisasi Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3
1) Disiapkan alat dan bahan
2) Ditimbang padatan Na2S2O3 pada neraca analitik sebanyak 3,95
gram.
3) Dipindahkan padatan Na2S2O3 pada beaker glass dan ditambahkan
sedikit air aquadest.
4) Diaduk menggunakan batang pengaduk hingga larutan benar-benar
terlarut.
5) Dipindahkan ke dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan air
aquadest hingga miniskus bawah menggunakan botol semprot .
6) Dihomogenkan dengan cara di bolak-balikkan.
b. Standarisasi KIO3
1) Dituangkan larutan Na2S2O3 sedikit ke dalam beaker glass
kemudian tuangkan ke dalam buret untuk di bilas dulu.
2) Dimasukkan larutan Na2S2O3 ke dalam buret hingga 50 ml.
3) Diambil larutan KIO3 10 ml ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian
di pindahkan ke Erlenmeyer.
4) Ditambahkan KIO3 20%. 5 ml diukur dilabu ukur kemudian di
pindahkan ke Erlenmeyer yang dicampur dengan KIO3.
5) Ditambahkan lagi H2SO4 8 ml diukur dilabu ukur kemudian
dipindahkan juga ke Erlenmeyer yang sudah dicampur KIO3, KI
dan H2SO4.
6) Dititrasi hingga berubah warna. Di awal mulanya coklat pekat di
titrasi hingga menjadi warna kuning terang.
7) Ditambahkan amilum kemudian berubah warna menjadi biru,
berarti di titrasi ulang. Tapi, jika tidak ada perubahan warna artinya
titrasi sudah selesai.
8) Dicatat titik akhir titrasinya.
c. Untuk CU (II)
1) Diambil larutan CU(II) ke dalam beaker gelas.
2) Dipipet 10 ml larutan Cu (II) ke dalam Erlenmeyer.
3) Ditambahkan KI 20% 5 ml dan H2SO4 4 N.
4) Dimasukkan dan dititrasi dengan Na2S2O3.
5) Dititrasi hingga warna kuning terang menjadi putih susu.
6) Ditambahkan amilum, ketika tidak ada perubahan warna yang
berwarna biru, artinya titrasinya selesai. Tetapi, jika berwarna biru
maka.
7) Dititrasi kembali hingga warna biru hilang.
8) Dicatat titik akhir titrasinya
BAB IV

HASIL PENGAMATAN

A. Standarisasi Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3

NO KIO3 ( mL ) KIO3 (N) Na2S2O3 ( mL ) Perubahan warna

1 Coklat pekat menjadi


10 ml 0,1 N 17,7 ml kuning terang
2

B. Penetapan kadar Cu(II) dalam CuSO45H2O

NO Sampel (mg ) Na2S2O3 ( mL ) Perubahan warna

1 Coklat merah menjadi


200 mg 17,6 ml putih susu mengendap
2

REAKSI

a. Standarisasi Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3


Oksi : 2I- I2 + 2e X5 10I- 5I2 + 10e
Red : 10e + 12H+ + 2 IO3- I2 + 6H2O X1 10e + 12H+ +2CO3-
I2 + 6H2O
10I- + 2IO3- 2H+ 6I2 + 6H2O
Reaksi lengkapnya :
2KIO3 + 6H2SO4 + 10 KI 6 I2 + 6 K2SO4 + 6 H2O
Oksi : 2 S2O32- S4O62- + 2e
Red : I2 + 2e 2I-
2S2O32- + I2 S4O62- + 2I-
Reaksi lengkapnya
2 Na2S2O3 + I2 2 NaI + Na2S4O6
b. Penetapan Cu (II) dalam CuSO4.5H2O
Oksi : 2I- I2 + 2e X1 2I- I2 + 2e
Red : Cu2+ + e Cu2+ X2 2Cu2+ + 2e 2Cu+
2I + 2Cu2+ I2 +2Cu+
Reaksi lengkapnya
2CuSO4.5H2O + 4KI 2 CuI + 2 K2SO4 + I2 + 10H2O

Oksi : 2 S2O32- S4O6 + 2e

Red : I2 + 2e 2 I-

2S2O32+ + I2 S4O62- + 2I-

Reaksi lengkapnya

2 Na2S2O3 + I2 2NaI + Na2S4O6

PERHITUNGAN

a. Standarisasi Na2S2O3 dengan bahan baku KIO3


V KIO3 x N KIO3 = V Na2S2O3 x N Na2S2O3
10 ml x 0,1 N = 17,7 ml x N Na2S2O3
1
N.Na2S2O3 = 17,7

N.Na2S2O3 = 0,0564 N

b. Penetapan Cu(II) dalam CuSO45H2O

FP V Na2S2O3 N Na2S2O3 Bst Cu2+


%Cu = 100%
Mg sampel
10 17,6 0,0564 63,55
= 100%
200

= 3,154 %


% Cu teoritis = 100%
4.52

63,5
= 249,5 100%

= 25, 45 %

Mr FeSO4.7H2O
Kemurnian sampel = %
Ar Fe

249,5
= x 25, 45 %
63,5

= 0,1239 %

Pembahasan

Pada praktikum kali ini praktikan melakukan percobaan tentang


iodometri dimana titrasi iodometri adalah titrasi yang tidak langsung yang dimana
oksidator yang denalisis kemudian di reaksikan dengan ion iodide berlebih dalan
keadaan yang sesuai, selanjutnya iodioum di bebaskan secara kuantitatif dan
dititrasi dengan larutan standar.

Pada percobaan ini praktikan menggunakan larutan standar primer KIO3


untuk menstandarisasikan larutan Na2S2O3. Standarisasi ini dilakukan karena
konsentrasi natrium tiosulfat belum diketahui. Pada Erlenmeyer, Erlenmeyer
ditambahkan larutan KI 20% yang bertujuan agar KI mampu mereduksi tembaga
II menjadi tembaga I, sedangkan tembaga II tersebut teroksidasi menjadi I2 dalam
larutan berasam, sehingga membentuk iodide, dan ditambahkan larutan H2SO4 4N
yang bertujuan untuk membuat keadaan dalam keadaan yang suasana yang asam.
Penentuan kadar Cu2+ dengan larutan baku Na2S2O3 akan terjadi beberapa
perubahan warna larutan sebelum titik akhir titrasi. Sampel yang akan diketahui
kadarnya ditambahkan dengan KI dan asam sulfat dan dititrasi dengan larutan
baku natrium tiosulfat hingga larutan yang semula berwarna coklat pekat menjadi
larutan warna kuning terang. Kemudian ditambahkan larutan amilum sebagai
indikator menghasilkan larutan yang semula berwarna kuning terang menjadi
kuning biru. Ini ketika penambahan indikator amilum yang dimaksud untuk
memperjelas perubahan warna yang terjadi pada larutan tersebut. Apakah pada
titrasi telah sampai pada titrasi atau belum. Kemudian larutan tersebut dititrasi
kembali dengan larutan natrium tiosulfat hingga warna biru pada larutan tepat
hilang sehingga menghasilkan warna putih susu mengendap yang menandakan
sudah tercapainya titik akhir titrasi.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan pada iodometri dapat disimpulkan bahwa


pada standarisasi Na2S2O3 dengan KIO3 sebagai larutan baku, dimana natrium
tiosulfat yang terdapat dalam buret dan pada Erlenmeyer 10 ml KIO 0,1 N, 5 ml
KI 20% dan 8 ml H2SO4 kemudian dititrasi akan berubah warna kuning terang dan
ditambahkan indikator amilum untuk mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai
dengan perubahan warna menjadi bening mengendap pada volume 17,7 ml. pada
penetapan kadar Cu (II) dalam CuSO45H2O 4N pada Erlenmeyer yang berisi 10
ml Cu (II) kemudian dititrasi sehingga menghasilkan warna kuning. Ditambahkan
indikator amilum untuk mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai dengan
hilangnya warna biru pada sampel dan perubahan warna menjadi putih susu pada
volume 17,6 ml.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai