Anda di halaman 1dari 11

5

Bab II

II. 1

Tinjauan Pustaka

Oksidator K2Cr2O7, KMnO4 dan KBrO3

Pada suatu reaksi redoks zat yang mengoksidasi zat lain disebut oksidator atau zat
pengoksidasi, sedangkan zat yang mereduksi zat lain disebut reduktor atau zat
pereduksi. Pada reaksi redoks, oksidator direduksi sedangkan reduktor dioksidasi.
Hubungan antara oksidator, reduktor dan perubahan bilangan oksidasi serta
perubahan elektron dapat dilihat pada Tabel II.1 :
Tabel II. 1 Hubungan oksidator, reduktor dan perubahan bilangan oksidasi
Pengertian

Bilangan Oksidasi

Perubahan elektron

Oksidasi

bertambah

pelepasan elektron

Reduksi

berkurang

penerimaan elektron

Oksidator

berkurang

menerima elektron

Reduktor

bertambah

memberikan elektron

Oksidator yang umum digunakan antara lain adalah sebagai berikut :


1) Kalium Permanganat, KMnO4
Kalium permanganat adalah oksidator kuat. Zat ini digunakan sebagai desinfektan
dan digunakan dalam laboratorium untuk menganalisis kadar besi dalam baja dengan
mengoksidasi ion Fe2+ (Hiskia Ahmad, 2001). Underwood (1983), menyatakan
bahwa kalium permanganat digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama
seratus tahun lebih. Ia merupakan suatu pereaksi yang mudah diperoleh, tidak mahal,
dan tidak memerlukan suatu indikator, kecuali kalau digunakan larutan-larutan yang
sangat encer. Satu tetes permanganat 0,1 N memberikan suatu warna merah muda
yang jelas pada larutan yang biasanya digunakan dalam suatu titrasi. Warna ini
digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi. Permanganat mengalami reaksi

kimia yang bermacam-macam, karena mangan dapat berada dalam keadaan-keadaan


oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7. Reaksi-reaksi yang dimaksud diikhtisarkan sebagai
berikut :
(a) MnO4- + 8H+ + 5e

Mn2+ + 4H2O ; Eo = +1,51 V

Persamaaan reaksi (1) di atas merupakan sebuah reaksi yang berlangsung dalam
larutan-larutan yang sangat berasam (0,1 N atau lebih).
(b) MnO4- + 4H+ + 3e

MnO2 + 2H2O ; Eo = +1,70 V

Pada persamaan reaksi di atas, reaksi berlangsung dalam larutan-larutan dengan


tingkat keasaman rendah, dan digunakan dalam batas-batas pH antara 2 sampai
12.
(c) MnO4- + 3H2P2O72- + 8H+ + 4e

Mn(H2P2O7)33- + 4H2O ; Eo = +1,50 V

Pada persamaan reaksi menunjukkan bahwa keadaan oksidasi +3 tidak stabil,


tetapi anion pembentuk kompleks seperti pirofosfat atau fluorida akan
menstabilkan ion.
(d) MnO4- +

MnO42-

Eo = +0,54 V

Reaksi pada persamaan reaksi di atas hanya terjadi dalam larutan alkali 1 M.
Dalam larutan dengan pH lebih rendah, reaksi (b) akan terjadi. Barium klorida
biasanya ditambahkan untuk mengendapkan BaMnO4 yang akan menghilangkan
warna hijau dari ion MnO42- dan juga mencegah terjadinya reduksi lebih lanjut
(Underwood, 1983).
Kristal KMnO4 untuk pembuatan larutan sering terkontaminasi oleh MnO2;
disamping itu MnO2 juga mudah terbentuk di dalam larutan karena adanya berbagai
bahan organik. Pada pembuatan larutannya, sesudah kristal larut, sebaiknya larutan
dipanaskan untuk mempercepat oksidasi zat-zat organik dan setelah dingin, larutan
disaring untuk memisahkan MnO2. Tentu penyaringan ini tidak boleh menggunakan
kertas saring karena mudah teroksidasi. Selanjutnya larutan disimpan dalam botol
berwarna gelap dan tanpa penambahan basa (Harjadi, W., 1993).

Pada titrasi besi (II) dengan permanganat dalam medium asam klorida akan
mengakibatkan terjadinya reaksi reduksi dimana klorida secara parsial akan
teroksidasi menjadi klor atau asam hipoklorit, sehingga diperlukan permanganat
secara berlebih. Adanya mangan(II) di dalam larutan dapat mencegah reaksi reduksi
ini. Pada titrasi besi(II) oleh permanganat dalam medium asam klorida, mangan(II)
ditambahkan sebelum titrasi dalam bentuk pereaksi Zimmerman-Reinhardt. Pereaksi
ini terdiri dari suatu larutan mangan sulfat, MnSO4, yang dilarutkan dalam asam
sulfat-posfat encer (Dick, J.G, 1973).
Dick, J.G (1973), juga menyatakan bahwa pada media dimana asam sulfat dilibatkan,
penambahan asam fosfat sebelum titrasi adalah bertujuan untuk mempertajam
perubahan warna pada titik akhir. Ion fosfat membentuk suatu kompleks besi-fosfat
tak berwarna yang stabil. Perubahan warna terjadi dari tidak berwarna menjadi merah
muda, di mana permanganat bertindak sebagai indikator pada titik akhir. Namun
sebelum mencapai titik akhir, larutan berwarna kuning atau hijau kuning yang
disebabkan karena tingginya konsentrasi Fe3+. Di dalam titrasi besi(II) vs
permanganat titran biasanya bertindak sebagai indikator, dimana penambahan titran
secara berlebih akan memberikan warna merah muda pada larutan.
2) Kalium Dikromat, K2Cr2O7
Kalium dikromat pro analisis mempunyai kemurnian tak kurang dari 99,9 persen dan
memuaskan untuk kebanyakan tujuan. Dalam larutan asam, ion Cr2O72-(aq) dapat
direduksi menjadi ion Cr3+(aq) yang berwarna hijau. Jumlah ion Cr2O72- yang
berubah menjadi Cr3+ dapat digunakan untuk menentukan jumlah zat pereduksi.
Prinsip ini digunakan dalam alat uji alkohol dalam nafas peminum minuman
beralkohol (mengandung etanol). Peminum alkohol mengeluarkan napas dan
dihembuskan melalui alat ini. Alkohol dalam napas mereduksi dikromat yang
berwarna jingga menjadi Cr3+ yang berwarna hijau. Perubahan warna pada alat
menunjukkan jumlah uap alkohol dalam udara di paru-paru seseorang (Hiskia
Ahmad, 2001).

Kalium dikromat dapat diperoleh dalam derajat kemurnian yang tinggi dan
mempunyai berat ekivalen cukup tinggi, tidak higroskopis, berwujud padatan dan
larutannya sangat stabil. Berat ekivalen kalium dikromat adalah seperenam bobot
molekularnya, atau 49,03 g/ek (Harjadi, W., 1993).
Kalium dikromat merupakan pereaksi oksidasi cukup kuat, dan mempunyai
persamaan reaksi reduksi :
Cr2O72- + 14H+ + 6e

2Cr3+ + 7H2O

Potensial standar dari reaksi di atas adalah +1,33 V. Kalium dikromat tidak mahal
dan sangat stabil dalam larutan, dan dapat diperoleh dalam bentuk cukup murni untuk
pembuatan larutan standar secara langsung. Sering digunakan sebagai standar primer
untuk larutan natrium tiosulfat. Penggunaan utama dari larutan dikromat adalah titrasi
besi dalam asam klorida Dick, J.G., 1973). Adanya ion klorida dalam jumlah sedang
tidak mempengaruhi titrasi ini.
Untuk titrasi Fe2+ dengan kalium dikromat dipakai indikator asam-difenilamin dalam
asam sulfat (difenilamin sulfonat). Perubahan warnanya ialah dari hijau (ion Cr+3)
menjadi violet (Underwoood, 1993).
3) Kalium Bromat, KBrO3
Underwood9 menyatakan bahwa kalium bromat, KBrO3, merupakan pereaksi oksidasi
kuat. Persamaan reaksi reduksinya dapat dilihat pada persamaan reaksi di bawah ini
dengan potensial standar reaksi :
BrO3- + 6H+ + 6e
adalah

Br- + 3H2O

+1,44 V. Pereaksi dapat dipergunakan dalam dua cara, sebagai oksidan

langsung untuk pereaksi reduksi tertentu, dan untuk pembuatan sejumlah brom.
Titrasi Secara Langsung
Sejumlah pereaksi reduksi, seperti arsen (III), antimon (III), besi (II), dan sulfida
organik tertentu dan disulfida dapat dititrasi secara langsung dengan suatu larutan

kalium bromat. Konsentrasi larutan biasanya sekitar 1 M dalam asam klorida. Titik
akhir titrasi ditentukan oleh terbentuknya brom, yang ditunjukkan oleh persamaan
reaksi berikut :
BrO3- + 5Br- + 6H+

3Br2 + 3H2O

Warna kuning dari brom bebas yang dihasilkan pada titik akhir titrasi ini dapat
digunakan untuk deteksi titik akhir titrasi, tetapi akan lebih baik jika digunakan
indikator-indikator seperti jingga metil, merah metil, hitam naftalena 12B, Xylidine
Ponceau, dan Fuchsine.
Brominasi Senyawa Organik
Suatu larutan standar kalium bromat dapat dipergunakan untuk pembuatan sejumlah
brom. Brom dapat digunakan untuk brominasi secara kuantitatif berbagai senyawa
organik. Biasanya brom ditimbulkan dalam jumlah berlebih terhadap jumlah yang
diperlukan untuk brominasi senyawa organik agar reaksi tersebut berlangsung
sempurna. Beberapa zat tidak dapat dioksidasi langsung dengan kalium bromat, tetapi
bereaksi secara kuantitatif dengan brom berlebih. Larutan brom dalam suasana asam
dengan konsentrasi yang tepat, dapat diperoleh dari suatu larutan kalium bromat
standar dengan menambahkan asam dan suatu bromida berlebih :
BrO3- + 5Br- + 6H+

3Br2 + 3H2O

Berdasarkan persamaan reaksi tersebut, 1 mol bromat menghasilkan enam atom


brom, maka ekivalennya adalah KBrO3/6, yang identik dengan ekivalen dari kalium
bromat sendiri.
Reaksi bromat agak lambat, tetapi kecepatannya dapat ditingkatkan dengan
meningkatkan konsentrasi ion hidrogen. Biasanya sedikit ammonium molibdat
ditambahkan sebagai katalis. Berat ekuivalennya adalah seperenam bobot
molekularnya yaitu 27,84 gr/ek. Kalium bromat mudah diperoleh dalam keadaan
kemurnian yang tinggi dimana produk pro analisisnya mempunyai nilai kadar paling
sedikit 99,9 persen. Larutannya dalam air stabil untuk waktu tak terbatas, sehingga
dapat digunakan sebagai suatu standar primer. Karena larutan kalium bromat sangat

10

stabil maka biasanya tidak memerlukan standardisasi kembali hingga periode normal
dari waktu larutan (Harjadi, W., 1993).
Penampilan brom di dalam larutan secara umum menunjukkan titik-akhir titrasi
(perubahan warna menjadi kuning pucat), sehingga dapat bertindak sebagai indikator
pada titrasi KBrO3. Methyl red dan methyl orange adalah contoh indikator yang
sering digunakan. Beberapa indikator redoks yang dapat menunjukkan perubahan
warna secara reversibel dapat digunakan pada titrasi KBrO3; seperti pethoxychrysoidin (merah menjadi tak berwarna), kuinolina yellow (kuning-hijau
menjadi tak berwarna) dan - naphthoflavone (kuning menjadi jingga kecoklatan)
(Underwood, 1983).

II. 2

Titrimetri Redoks

Vogel (1994) menyatakan bahwa titrimetri mengacu pada analisis kimia kuantitatif
yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang konsentrasinya
diketahui dengan tepat, yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan
larutan dari zat yang akan ditetapkan. Larutan dengan kekuatan (konsentrasi) yang
diketahui tepat itu, disebut larutan standar. Bobot zat yang hendak ditetapkan,
dihitung dari volume larutan standar yang digunakan dan hukum-hukum stoikiometri
yang diketahui. Larutan standar biasanya ditambahkan dari dalam suatu buret. Proses
penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap, disebut titrasi, dan zat yang
akan ditetapkan, dititrasi. Titik (saat) pada mana reaksi itu tepat lengkap, disebut
titik ekivalen (setara) atau titik-akhir teoritis (atau titik-akhir stoikiometri).
Lengkapnya titrasi, lazimnya harus terdeteksi oleh suatu perubahan, yang tidak dapat
diamati oleh mata, yang dihasilkan oleh larutan standar itu sendiri (misalnya kalium
permanganat), atau lebih lazim lagi, oleh penambahan suatu reagensia pembantu yang
dikenal sebagai indikator. Setelah reaksi antara zat dan larutan standar praktis
sempurna, indikator harus memberi perubahan visual yang jelas (misalnya suatu
perubahan warna atau pembentukan kekeruhan), dalam larutan yang sedang dititrasi.

11

Titik pada saat ini terjadi, disebut titik-akhir titrasi. Pada titrasi yang ideal, titikakhir yang terlihat, akan terjadi bersamaan dengan titik-akhir stoikiometri atau
teoritis. Namun, dalam praktek, biasanya akan terjadi perbedaan yang sangat sedikit;
yang disebut sebagai kesalahan (error) titrasi. Indikator dan kondisi-kondisi
eksperimen harus sedemikian, sehingga perbedaan antara titik-akhir terlihat dan titik
ekivalen, adalah sekecil mungkin.
Sebelumnya penentuan konsentrasi secara titrasi disebut sebagai analisis volumetrik,
tetapi sekarang telah diganti dengan analisis titrimetri, karena yang terakhir ini
dianggap lebih baik menyatakan proses titrasi, sedangkan istilah sebelumnya dapat
dikacaukan dengan pengukuran-pengukuran yang melibatkan volume, seperti
pengukuran gas-gas. Reagensia dengan konsentrasi yang diketahui itu disebut titran
(titrant) dan zat yang sedang dititrasi disebut titrat.
Dalam analisis titrimetri, suatu reaksi harus memenuhi kondisi-kondisi berikut :
1. Harus ada suatu reaksi yang sederhana, yang dapat dinyatakan dengan suatu
persamaan kimia. Zat yang akan ditetapkan harus bereaksi lengkap dengan
reagensia dalam proporsi yang stoikiometrik atau ekivalen.
2. Reaksi harus praktis berlangsung dalam sekejap atau berjalan dengan sangat cepat
sekali (kebanyakan reaksi ionik memenuhi kondisi ini). Dalam beberapa keadaan,
penambahan suatu katalis akan menaikkan kecepatan reaksi.
3. Harus ada perubahan yang menyolok dalam energi-bebas, yang menimbulkan
perubahan dalam beberapa sifat fisika atau kimia larutan pada titik-ekivalen.
4. Harus tersedia suatu indikator, dimana perubahan sifat-sifat fisika (warna atau
pembentukan endapan), harus dengan tajam untuk menetapkan titik-akhir titrasi.
Jika tak tersedia indikator yang dapat dilihat mata untuk mendeteksi titik
ekivalen, penentuan titik ekivalen ini sering dapat dilakukan dengan mengikuti
perubahan hal-hal berikut selama jalannya titrasi : (a) potensial antara sebuah
elektrode indikator dan sebuah elektrode pembanding (elektrode referensi)
(titrasi potensiometri); (b) perubahan dalam konduktivitas (daya hantar jenis)

12

listrik larutan itu (titrasi konduktometri); (c) arus listrik yang mengalir melalui
sel titrasi antara sebuah elektrode indikator (misalnya, elektrode merkuriummenetes) dan sebuah elektrode pembanding yang telah didepolarisasi (misalnya
elektrode kalomel jenuh) pada e.m.f yang sesuai (titrasi amperometri); atau (d)
perubahan absorbans larutan (titrasi spektrofotometri).
Metode titrasi lazimnya dapat dipakai untuk ketelitian yang tinggi dan memiliki
beberapa keuntungan dibandingkan gravimetri. Metode ini memerlukan peralatan
yang lebih sederhana dan umumnya cepat dikerjakan serta pemisahan yang
menjemukan dan sukar dapat dihindari. Untuk analisis titrimetri diperlukan (i)
bejana-bejana pengukur yang dikalibrasi, termasuk buret, pipet, dan labu-volumetri;
(ii) zat-zat dengan kemurnian yang diketahui untuk penyiapan larutan-larutan standar;
(iii) indikator visual atau metode instrumental untuk mendeteksi lengkapnya reaksi.
Gambar ilustrasi dari alat-alat yang diperlukan untuk analisis titrimetri dapat dilihat
pada Gambar II.1 berikut :

Buret

Labu Erlenmeyer

Pipet volume

Labu Takar

Gambar II. 1 Ilustrasi alat-alat yang diperlukan dalam titrimetri

13

Reaksi yang digunakan dalam analisis titrimetri dapat dibagi dalam dua golongan
utama, yaitu :
(a) Reaksi dimana tidak terjadi perubahan keadaan-oksidasi; reaksi ini bergantung
pada bersenyawanya ion-ion.
(b) Reaksi yang melibatkan suatu perubahan keadaan-oksidasi, atau dengan kata lain,
pemindahan elektron (Reaksi oksidasi-reduksi).
Yang termasuk dalam golongan reaksi oksidasi-reduksi adalah termasuk semua reaksi
yang melibatkan perubahan bilangan-oksidasi atau pemindahan elektron antara zatzat yang bereaksi. Larutan standarnya adalah zat pengoksid ataupun zat pereduksi.
Zat pengoksid yang utama adalah kalium permanganat, kalium dikromat, serium (IV)
sulfat, iod, kalium iodat, dan kalium bromat. Zat pereduksi yang sering digunakan
adalah senyawa besi(II) dan timah(II), natrium tiosulfat, arsen(III) oksida,
merkurium(I) nitrat, vanadium(II)

klorida atau sulfat, kromium(II) klorida atau

sulfat, dan titanium(III) klorida atau sulfat.

Alexeyev (1994) menyatakan bahwa kekuatan oksidasi dan reduksi dari suatu zat
ditunjukkan dari harga potensial oksidasi dari zat tersebut. Potensial oksidasi tersebut
diperoleh dengan menempatkan suatu elektroda yang terbuat dari suatu logam murni,
misalnya platina ke dalam suatu larutan yang berisi zat yang dapat mengoksidasi atau
mereduksi, dimana logam akan melepaskan sejumlah elektron untuk mengoksidasi
zat atau mendapatkan elektron dari zat pereduksi. Dalam hal ini elektroda mempunyai
kutub positif atau kutub negatif dimana pada suatu potensial tertentu akan
menyeimbangkan distribusi elektron dalam larutan. Makin kuat daya oksidasi suatu
pengoksidasi dalam larutan, maka makin banyak muatan positif pada elektroda dalam
larutan tersebut. Suatu kemampuan dimana suatu ion dapat mengoksidasi atau
mereduksi ion lain pada satu satuan aktivitas (atau konsentrasi molar) dikenal sebagai
potensial oksidasi larutan.

14

Di dalam setiap sistem redoks dibuat suatu pembedaan antara bentuk yang teroksidasi
(mempunyai valensi yang lebih tinggi) dan bentuk yang tereduksi (valensi lebih
rendah). Suatu bentuk yang teroksidasi dari tiap sistem redoks merupakan suatu zat
pengoksidasi, dan bentuk yang direduksi merupakan suatu zat pereduksi. Selanjutnya,
makin kuat daya pengoksidasi suatu zat, maka makin lemah daya pereduksinya dan
sebaliknya. Dalam percobaan penentuan potensial oksidasi dari beberapa sistem
redoks, yang harus diperhitungkan bukan hanya kekuatan mengoksidasi dan
mereduksi dari suatu zat saja melainkan juga dari konsentrasi relatif/standar dalam
larutan. Untuk membandingkan hasil yang diperoleh, konsentrasi zat haruslah sama.
Kekuatan oksidasi ini dikenal sebagai potensial standar, dan disimbolkan dengan
Eo (Khopkar, S.M., 1990).

II. 3

Konsep Laboratory Based-Learning

Pendidikan kimia perlu difokuskan pada kegiatan memproses pelajaran dibanding


proses pengajaran. Dalam hal ini konsep Laboratory Based-Learning mengajak siswa
untuk belajar memahami suatu konsep dengan melakukan suatu eksperimen, bukan
hanya dengan menyaksikan saja. Siswa diberi suatu pengalaman tersendiri sehingga
mendorong timbulnya rasa keingintahuan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan dari
dalam diri mereka sendiri, mendesain, dan mengerjakan sendiri suatu eksperimen,
memproses data dan menyajikan penemuan mereka (Senkbeil, et all, 1999).
Laboratorium merupakan suatu tempat yang menarik untuk mengajar dan belajar
sains (ilmu pengetahuan). Ditempat inilah para siswa diberi kesempatan untuk
berpikir tentang sesuatu, berdiskusi dan memecahkan suatu masalah. Mc Keachie
(2003), dalam tulisannya tentang pengajaran di laboratorium pada suatu perguruan
tinggi, mengatakan bahwa pengajaran dengan pemanfaatan laboratorium yang
memberikan pengalaman langsung kepada siswa dalam pengamatan dan penggalian
bahan-bahan ilmu pengetahuan adalah salah satu metode yang dapat mengembangkan
pemahaman dan apresiasi. Pelatihan dalam laboratorium sering kali digunakan untuk
mengembangkan keterampilan yang penting dalam kemajuan dan pengamatan sains.

15

Laboratorium sains dapat memperkaya pengalaman para siswa yang mana merupakan
salah satu tempat yang dapat memberi kesempatan pada para siswa untuk
mempraktekkan suatu ilmu pengetahuan yang telah dilakukan oleh para ahli
sebelumnya. Agar dalam pelaksanaanya dapat se-efektif mungkin, maka para siswa
bukan hanya perlu memahami bagaimana cara melakukan suatu eksperimen, tetapi
juga mengapa eksperimen itu dilakukan dan apa tujuannya dalam hubungannya untuk
memahami suatu konsep, hubungan, atau proses.
Shulman dan Tamir (2003), dalam Second Handbook of Research on Teaching,
menyatakan bahwa ada lima sasaran keterampilan yang dapat dicapai dalam
pemakaian Laboratory Based-Learning, yaitu :
1. Keterampilan - manipulasi, inquiry, investigasi, organisasi dan komunikatif
2. Konsep misalnya, hipotesis, model teori, kategori taksonomi
3. Kemampuan kognitif berpikir kritis, pemecahan masalah, aplikasi, analisis, dan
sintesis
4. Pemahaman alami terhadap ilmu pengetahuan kegiatan para ahli sains,
bagaimana para ahli bekerja, keberadaan suatu metode yang dilakukan ahli sains,
hubungan antara sains dan teknologi dan berbagai disiplin ilmu pengetahuan
lainnya
5. Sikap misalnya, rasa keingintahuan, minat, pengambilan resiko, obyektivitas,
ketelitian, kepercayaan diri, ketekunan, kepuasan, rasa tanggung jawab,
konsensus, kerjasama dan rasa suka terhadap sains.

Anda mungkin juga menyukai