Anda di halaman 1dari 18

BAB V

TITRASI REDOKS

5.1 Teori mengenai oksidasi–reduksi

Suatu reaksi yang berlangsung dengan perpindahan elektron disebut reaksi

oksidasi reduksi, dimana senyawa yang melepaskan elektron itu disebut teroksidasi

sedang senyawa yang menerima elektron tersebut disebut tereduksi.

Contoh:

Fe3+ +1e Fe2+

Ce4+ +1e Ce3+

Sn4+ + 2e Sn2+

Atau secara umum : Oks + ne red

(bentuk teroksidasi) (bentuk tereduksi)

Jadi dalam suatu reaksi oksidasi-reduksi selalu terlihat 2 sistim yaitu sistim

oksidasi dan sistim reduksi (disingkat : redoks). Dari satu sistim akan dibebaskan

elektron, maka elektron akan diikat oleh sistim yang kedua.

Misalnya dalam oksidasi ion Fe2+ oleh ion Ce4+ kita mempunyai 2 bagian reaksi:

Fe2+ Fe3+ + e

Ce4+ + e Ce3+

Fe2+ + Ce4+ Fe3+ + Ce3+

Intensitas dari suatu reaksi redoks ditentukan oleh potential oksidasinya.

Jika suatu logam dicelupkan ke dalam larutan ionnya, misalnya Zn ke dalam larutan

ZnSO4, maka akan terjadi perbedaan potensial R antara logam dan larutan tersebut.

1
Besarnya beda potensial ini ditentukan oleh jenis istim tersebut, dengan

perbandingan konsentrasi antara bentuk teroksidasi dan bentuk tereduksi. Potensial

ini disebut potensial oksidasi.

Kita ambil sebagai contoh sistim:

Oks + ne Red

Maka potential oksidasi R adalah :

0,06 (0ks)
E = Eo + log
n (Re d )

Eo = Konstanta yang karakteristik, tergantung pada jenis sistem yaitu

potential oksidasi sistem pada saat (0ks) = (Red)

(0ks) = konsentrasi bentuk oksidasi

(Red) = konsentrasi bentuk reduksi

n = jumlah elektron yang terlibat dalam reaksi

Contoh:

1. Reaksi reduksi dari arsenat  arsenit

H3AsO4 + 2H+ + 2e H3 As03 + H2O

Potential oksidaasinya:

0,060 ( H 3 AsO4 ) ( H  ) 2
E = Eo + log
2 ( H 3 AsO3 )

2. Reaksi reduksi MnO4-  Mn2+

MnO4- + 8 H+ + 5 e Mn2+ + 4 H2O

Potential oksidasinya:


0,060 ( MnO4 ) ( H  )8
E = Eo + log
5 ( Mn 2 )

2
Dalam kedua contoh ini, kadar air tidak diperhitungkan, sebab titrasi biasanya

dijalankan dalam lingkungan yang encer. Sehingga penambahan/pengurangan air oleh

reaksi yang jumlahnya relatif kecil dapat diabaikan.

Dari reaksi di atas, ternyata bahwa (H +) juga menentukan reaksi akhir

kesetimbangan. Dalam lingkungan asam kuat, H2AsO4 dapat direduksikan secara

kuantitatif menjadi H3AsO3 oleh AI sedang dalam lingkungan basa asam arsenit

(H3AsO3) akan dioksidasi oleh iodium. Juga dengan permanganat terjadi hal yang

sama. Dalam lingkungan asam MnO4 akan direduksi menjadi Mn2+. Dalam

lingkungan basa hanya sampai MnO2.

Dalam lingkungan basa kuat, MnO4 yang berwarna hijau sering terjadi ion

permanganat (MnO4-) mempunyai warna yang tajam sehingga 1 tetes 0,1 N MnO 4

masih memberikan warna yang jelas dalam lingkungan 500 cc larutan. Dalam

kebanyakzan titrasi oksidimetri MnO4 dipakai dalam lingkungan asam. Dalam hal ini

MnO4 akan tereduksi menjadi Mn2+ yang tidak berwarna. Dalam lingkungan yang

netral, MnO4 hanya dapat tereduksi menjadi MnO2.

MnO4- + 4 H+ + 3 e  Mn2+ + 4 H2O

5.2 Beberapa Oksidator

1. Kalium permanganat; KMnO4

KMnO4 adalah suatu oksidator kuat. Dalam lingkungan asam reduksi KMnO 4

akan terjadi menurut reaksi berikut:

MnO4- + 8 H+ + 5 e  Mn2+ + 4 H2O

3
sedangkan dalam lingkungan asam lemah, netral dan basa Mn yang bervalensi +7 ini

akan direduksi menjadi Mn bervalensi +4 sehingga akan terbentuk MnO2.

MnO4- + 2 H2O + 3 e MnO2 + 4 OH-

Dalam menitrasi larutan yang tak berwarna dengan KMnO4 tidak dibutuhkan

suatu indikator. Reaksi KMnO4 dengan reduktor-reduktor berlangsung cepat dalam

suasana asam. Namun demikian, KMnO4 mempunyai kekurangan-kekurangan:

a. Sukar memperoleh KMnO4 yang betul-betul murni (p.a) sebab selalu dikotori

oleh sedikit MnO2. Sebab itu larutan standar KMnO4 harus dibakukan

(distandarisasi).

b. Aquadestilata selalu mengandung sespora reduktor yang akan bereaksi dengan

KMnO4 membentuk MnO2. Larutan KMnO4 tidak dapat disimpan beberapa

lama.

2. Ceric Sulfat; Ce (SO4)2

Sekarang telah diperoleh dalam bentuk murni sebagai garam rangkap Ceric-

ammonium – sulfat. Ce2(SO4)4 atau Ce (SO4)2 adalah suatu oksidator kuat dan dipakai

hanya dalam lingkungan asam.

Ce4+ + e Ce3+

Larutannya berwarna kuning jelas dan dalam larutan yang tidak terlalu encer

titik akhir titrasi dapat juga ditentukan tanpa indikator. Meskipun demikian pada

umumnya lebih disukai memakai indikator. Ce (SO 4)2 mempunyai kebaikan dari

KMnO4 sebab lebih stabil.

Jika titrasi harus dijalankan dalam lingkungan asam dengan indikator berlebihan

(cara tidak langsung) dan dididihkan, maka lebih disukai memakai Ceric Sulfat ini.

4
Keuntungan lain, Ceric sulfat dapat dipakai untuk menentukan garam Ferro dalam

lingkungan HCl. Sedang dengan KMnO 4 hal ini tidak mungkin sebab HCl-nya juga

dioksidasi oleh MnO4-.

3. Manganic sulfat; Mn2 (SO4)3

Larutan Mn (III) sulfat sebagai oksidator dikenal pertama kali pada tahun

1935 oleh A.R.J.P. ubelohde. Reaksi-reaksi yang terjadi di sini hanyalah perpindahan-

perpindahan elektron-elektron, sangat cepat dan menunjukkan titik ekuivalent yang

tepat.

Contoh: Fe2+ + Mn3+ Fe3+ + Mn2+

Mn (III) sulfat memberikan titik ekivalen yang tepat pada penetapan ferro

dalam lingkungan ion Cl, NO2, H2O2, oksolat dan garam-garam vonadit. Larutan Mn

(III) sulfat mempunyai warna merah tua, harus di simpan dalam botol biru dan di

tempat yang gelap sebab dapat diuraikan oleh cahaya matahari.

a Mn3+ Mn2+ + Mn4+

4. Kalium bichromat; K2Cr2 O7

Dapat diperoleh dengan reskristalisasi dari air, kemudian dikeringkan pada

150–180oC. Karena itu larutan baku dengan normalitas yang tepat dapat dibuat

dengan menimbang garamnya yang kering ini. Kemudian melarutkannya dalam

volume tertentu. Normalitasnya tidak akan berobah pada penyimpanan. Pada

pemakaiannya sebagai oksidator Cr3+ yang berwarna hijau karena itu dibutuhkan

indikator:

Cr2O7 + 14H+ 6 e  2 Cr3+ + 7H2O

5
Sebagai indikator dipakai diphenylamine, diphenylamine sulfonic acid,

diphenyl benzidine. Jika dipakai ketiga indikator tersebut maka perlu ditambahkan.

H3PO4 untuk menurunkan potential oksidasi dengan pembentukan kompleks

(FeHPO4)+ dengan ion-ion Ferri. Indikator tersebut memberi warna hijau terhadap

larutan ferro ion yang menjadi biru hijau sesaat sebelum titik ekivalen tercapai.

Pada set titik ekivalen, akan terbentuk warna violet yang konstan. Penambahan

H3PO4 dapat diganti dengan N-phenilathranilet atau 5,56 dimethyl ferroin. Asam N-

phenilanthranilat lebih murah harganya. Indikator ini dibuat dengan melarutkan 0,25

g padatan tersebut dalamc 12 ml NaOH 0,1 N dan diencerkan sampai 250 ml.

Perubahan warna dari hijau – merah violet. Dimethyl ferroin adalah indikator yang

mahal. Karena itu untuk setiap titrasi hanya dipakai 1–2 tetes dengan kepekatan

0,025 M dalam air. Perubahan warna dari hijau dan orange (kalau ada Cl -) dan

merah – hijau kuning (kalau ada SO4).

K2Cr2O7 hanya dipakai dalam larutan yang asam dan pada temperatur kamar

segera tereduksi menjadi asam garam chromi. HCl dingin tidak mereduksi jika

konsentrasinya tidak lebih 1 atau 2 N. Larutan K 2Cr2O7 juga mudah direduksi oleh

zat-zat organik.

5. Iodium

Dibandingkan dengan keempat oksidator di atas maka Iodium mempunyai

potential oksidasi yang paling rendah. Dalam keadaan murni dapat diperoleh

dengan sublimasi. Dapat dipakai sebagai larutan beku primer (lihat Iodometri).

Larutan Iodine berwarna kuning coklat sehingga kita tidak memerlukan indikator.

6
Akan tetapi lebih disukai memakai indikator larutan kanji yang membentuk

senyawa adsorbsi dengan I2 yang berwarna biru terang.

6. Kalium Iodat; KIO3

Dapat dimurnikan dengan rekristalisasi dari air. Kemudian dikeringkan pada

180oC. Reagensia ini penting untuk reaksi-reaksi yang memakai I 2 (dibuat baru) dan

konsentrasinya diketahui.

IO3- + 5 I- + 6 H+  3 I2 + 3 H2O

Dengan penambahan KI dan asam ke dalam larutan KIO 3 standar akan dibebaskan I2

dalam jumlah yang ekivalen dengan reaksi di atas.

7. Kalium Bromat; KBrO3

Dapat diperoleh murni dengan reksristalisasi dari air. Kemudian dipanaskan

pada 180oC. KBrO3 adalah suatu oksidator kuat dalam lingkungan asam. Di sini

KBrO3 direduksi jadi Bromida seterusnya bereaksi dengan Bromat membebaskan

Br2.

BrO3- + 5 Br- + 6H+  3Br2 + 3 H2O

Bebasnya Br2 ini akan ditandai dengan timbulnya warna kuning.

5.3 Beberapa Reduktor

Larutan-larutan baku reduktor digunakan untuk menentukan kadar oksidator-

oksidator. Kebanyakan reduktor ini tidak dalam udara, lambat laun akan

teroksidasi.

1. Garam-garam Ferro

Larutan garam-garam ferro akan dioksidasi oleh udara dengan lambat, oksidasi

ini berjalan relatif cepat kalau lingkungan netral. Tapi dihalangi dalam lingkungan

7
asam. Stabilitasi maximum dapat diperoleh jika larutan tersebut mengandung

0,5-1 N H2SO4. Tapi ini harus dibakukan lagi setiap kali akan dipakai. Larutan baku

garam ferro sering dipakai untuk penentuan oksofator-oksidator.

Larutan yang asam dari Ce (SO4)2, Cr2O7 dapat dititrasi secara langsung dengan

larutan garam ferro. Dalam titrasi MnO 4- digunakan cara tidak langsung yaitu

dengan menambahkan larutan ferro dalam kelebihan, kemudian kelebihan ini dititrasi

kembali, sebab kalau dengan titrasi langsung seringkali hasilnya kurang baik.

2. Natrium thiosulfat; Na2S2O3

Na2S2O3 penting untuk iodimetri. Larutan garamnya yang murni dalam air

cukup stabil. Tapi adanya sedikit CO2 dalam aquadest menyebabkan peruraian dari

agaram ini.

S2O3= + H+  HSO3 + S

(Ion H+ berasal dari : CO2 + H2O  HCO3- + H+)

Juga S2O3 akan dioksidasi oleh udara walaupun dengan lambat. Dalam hal ini sulfat

yang terjadi lebih lanjut akan dioksidasi menjadi sulfat.

S2O3 =  SO3= + S (lambat)

1
S2O3 = + O2  SO4= (cepat)
2

1
S2O3 = + O2  SO4= + S
2

Juga ada kemungkinan terjadinya tetrathionat, terutama jika dalam larutan tersebut

ada sespora Cu yang merupakan katalisator pada peruraian ini.

2 Cu2+ + 2 S2O32-  2 Cu + S4O62- (cepat)

8
1
2 Cu++ + O2 + 2 H+  2 Cu2+ n+ H2O (lambat)
2

3. Arsentrioksida; As2O3

Mudah diperoleh dalam bentuk murni, sangat tepat untuk penetapan kadar

I2 dengan memakai KMnO4 dalam lingkungan Na2CO3. Untuk penetapan Ce (SO4)2

dan MnO4- dipakai As2O3 dalam lingkungan asam, juga dapat dipakai untuk titrasi

Bromat.

As2O3 sukar larut dalam air, tapi mudah larut dalam NaOH. Larutan baku

basa dibuat dengan melarutkan sejumlah tertentu As2O3 murni dalam NaOH

berlebih, dan kelebihan NaOH dinetralkan dengan HCl. Larutan As2O3 yang alkalis

tidak boleh disimpan sebab akan dioksidasi jadi arsenat.

4. Natrium Oksalat; Na2C2O4.2H2O dan Asam oksalat; H2C2O4.2H2O.

Kedua zat ini dapat diperoleh dalam bentuk murni dan sering dipakai untuk

distandarisasi MnO4- dan Co (SO4)2. Normalitas kedua zat ini akan menurun jika

disimpan, terutama jika sinar matahari dalam hal ini terjadi peruraian sebagai

berikut:

H2C2O4  CO2 + CO + H2O

Larutan Na3 O2C4 dan H2C2O4 harus disimpan di tempat yang gelap dalam botol

yang mengandung alkali. Dalam kondisi ini larutan-larutan tersebut dapat disimpan

lama.

5.4 Oksidasi dengan Chloramine T

Chloramine T merupakan garam Nax dari derivat NaChloro teluena

sulphonemide B menya = 281.70, dapat diperoleh dalam keadaan murni. Larutannya

dalam aqua bereaksi seperti hypochlotida, tapi lebih stabil.

9
Chloramine T:

Cl

CH3 - S - N . 3 H2O = (CH3.C6H4.SO2N, Cl) Na.3 H2O

O O Cl

+H2O
Reaksinya : (CH3.C6H4.SO2 NCl) Na CH3.C6H4. SO2NH2 + NaOCl

Chloramine T bereaksi dengan KI dalam larutan asam, membebaskan I2.

(CH3.C6H4.SO2 NCl) Na + 2 KI + 2 HCl CH3. C6H4, SO4 NH2


+ KCl + NaCl + I2
Chloramine T merupakan senyawa yang termurah untuk penetapan

kadar trivalent As atau Sb. Bereaksi dalam asam encer / -5 %. Bila asam

terlalu pekat akan terjadi perobahan sekunder.

1 1
Berat ekivalen = x B.M = 281.70 = 140.85. Ini ternyata juga dari
2 2

reaksinya:

(CH3C6H4.SO2N Cl) Na + 2H+ + 2 e- CH3.C6H4. SO2NH2 + NaS1.

Dengan arsenit reaksinya berlangsung sebagai berikut:

2 (CH3C6H4.SO2N Cl) Na + As2O3 + H2O  2 CH3.C6H4SO2NH2

+ As2O5 + 2 NaCl

Membuat larutan standar 0,1 N Chloramine T (C.A.T)

Larutan 14,5 gr C.A.T. dalam aqua, encerkan hingga 1 liter ini akan

merupakan larutan standar primer, maka harus distandarisasi dengan cara sebagai

berikut:

10
1. 250 cc liter. CAT dipipet dengan tepat. Kemudian tambahkan berturut-turut 2

cc HCl 2N, 10 cc larutan KI I2 yang dibebaskan dititrasi dengan larutan baku

Na2S2O3 0,1 n dengan indikator amylum.

2. Pipet 25 cc larutan standar 0,1 N As2O3 yang mengandung kristal KI dan 1 cc

indikator anylum. Ini dititrasi dengan larutan CAT 0,1 N sampai terjadi warna

biru.

Pemakaian larutan standar chloramine T

1. Penetapan kadar Nitrit

Timbang dengan teliti 1,5 g MaNO2, larutkan dalam sebuah labu tukar 500 cc.

Encerkan dengan aqua (yang telah didihkan, kemudian dinginkan) sampai garis

tanda. Ke dalam sebuah erlemenyer masukkan 50.0 ml larutan baku C.R.T.,

dengan pipet tambahkan 25 ml larutan nitrit. Tambahkan beberapa ml asam

asetat. Garam natrium tersebut dipecahkan dengan pemisahan chloromine bebas

sebagai awan putih yang dengan cepat berkurang intensitasnya. Setelah 2 menit

tambahkan larutan KI 10% berlebihan. Judium yang dibebaskan dititrasi dengan

Na2S2O3 0,1 N sampai titik ekivalen.

Buat percobaan blanko : 50,0 ml larutan C.R.T + larutan KI dan asam encer,

dititrasi dengan larutan S2O3 0,1 N perbedaan hasil kedua titrasi adalah setara

dengan nitrit.

Reaksinya:

(CH3C6H4.SO2HCl) Na + NaNO2 + H2O CH3.C6H4. SO2NH2

(CH3C6H4.SO2 NCl Na = 2 Na2S2O3 = NaNO2

(ml Na2S2O3 1 N = 0,02301 g NO2- = 0,03456 g NaNO2

11
2. Penetapan Kadar Ferrocyannide

Diskusi:

(Fe (CN)6)4- akan dioksidasi secara kwantitatif oleh C.A.T. dalam lingkungan

asam lemah (25% isi HCl 1 N)

Reaksi:
(CH3C6H4.SO2.NCl) Na + 2  Fe (CN ) 6 
3

CH3.C6H4NH2 + 2  Fe (CN ) 6 
3
 NaCl
1 ml 1 N chloramine T = 0,5684 gr K 4  Fe (CN ) 6  = 0.21209
 Fe (CN ) 6  4

Dasarnya:

Dengan menambahkan larutan C.A.T berlebihan pada larutan ferrocyanide

dalam lingkungan asam lemah pada 40oC. Kelebihan C.A.T ditetapkan

dengan menambahkan larutan standar Na3 AsO3 berlebihan setelah lebih

dulu diberi NaHCO3.

Caranya:

Timbang dengan teliti 1 gr K4 Fe(CN)6. Larutan dalam 100 cc aqua di dalam

erlemenyer bertutup. Panaskan 40oC. Tambahkan 2,5 cc HCl 1N, larutan

standar C.A.T. 0,1 N. kocok-kocok kemudian tambahkan lagi 1 -1.5 g.

NaHCO3. Kocok sampai larut lalu tambahkan lagi dengan volume tertentu

tapi berlebihan larutan standar Na3AsO3 0,1 N. Kelebihan Na3AsO3

ditetapkan dengan memberi kristal KI dan 2 cc amylum. Ini dititrasi dengan

larutan C.R.T. standar sampai menjadi warna biru.

5.5 Oksidasi dengan Na-hypochlorit

Hyphochlorit adalah pengoksidasi kuat dalam larutan alkalis, potensial

reduksi standar dari setengah cell adalah 0,89 volt.

12
OCl- + H2O + 2 e Cl- + 2 OH-

1
Jadi B ekivalen = B.M 2 , sedangkan Hypobromit (potential standar =
2

0,7 V) kurang stabil jika disediakan langsung dari Br2 dan alkali.

Ini dapat disaksikan bila pereduksi dalam larutan asam (HCl 0,1 N – 2,0 N)

mengandung H2SO4. Iodida akan membentuk senyawa kompleks yang kekal

dan reaksid akan berhenti sampai Iodin terbentuk. Dalam lingkungan asam 4N

Iodat tereduksi dan terbentuk ICl yang bekerja sebagai pengoksida yang keras.

Dalam reaksi ini I2 dan ICl dalam larutan CHCl3 atau CCl4 Iodin berwarna

merah violet dan ICl kuning.

IO3- + 5 KI + 6 H+ + 5 Cl-  6 5 ICl + 3 H2O

Titik dimana I2 sudah berubah jadi ICl dapat ditentukan dalam perubahan

warna dari merah violet – kuning, jika beberapa ml dikocok dalam CHCl3 /CCl4

Reaksinya:

1. KIO3 + 5 KI + 6 HCl  6 KCl + 3 H2O + 3 I2

2. 2KIO3 +c 5H3AsO3 + 2HCl  2KCl + 5 H3AsO4 + I2 + H2O

3. 4KIO3 + 12H3AsO3 + HgSO4  K2SO4 + K2 HgJ4 + 12H3AsO4

4. KIO3 + 2 KI + 6 HCl + 2 HCl  3 HCl + 3 ICl + 3 ICl + 3 H2O

5. KIO3 + 3 H3AsO3 + 2 HCl  H3AsO4 + KCl + ICl + H2O

6. KIO3 + 2 I2 + 6 HCl  KCl + 5 ICl + 3H2O

Pembentukan larutan standar 0,1 N KIO3

KIO3 dikeringkan pada 120oC selama 1 jam dan dinginkan dalam

exicator. Timbang dengan teliti 5.350 gr, larutkan dalam labu takar 1 liter

13
encerkan sampai garis tanda. Larutan ini hanya berharga 0,1 N untuk reaksi

dalam lingkungan asam.

JO3- + 6H+ + Cl- + 4 e ICl + 3 H2O

5.6 Oksidasi dengan KBrO3

KBrO3 merupakan oksidator kuat dalam larutan asam. Zat pereduksi

mengubah BrO3- menjadi Br-.

BrO3- + 6H+ + 6e Br- + 3 H2O

Jadi berat ekivalen = 1/6 M = 1/6 x 167.02 = 27.84

Jadi berarti larutan 0,1 N mengandung 2.784 gr KBrO 3/1. Pada akhir titrasi

akan timbul Br2 bebas.

BrO3- + 5Br- + 6H+ 3 Br2 + 3 H2O

Ini ternyata karena warnanya yang kuning, tapi lebih baik dengan memakai

indikator methyl orange, methyl red, Napthel Blue Black atau Carmen Indigo.

Indikator ini biasanya warnanya dalam lingkungan asam, tapi oleh kelebihan

pertama dari Brom akan terurai. Dengan indikator oksidasi yang irreversible

permainan indikator selalu terjadi terlalu cepat, waktu mendekati titik ekivalen

harus ditambahkan lagi sedikit indikator.

Titrasi langsung dengan Bromat memakai indikator irreversibble biasanya

dikerjakan dalam lingkungan asam yang kepekatannya paling sedikit 1,5–2,0 N.

Pada akhirnya titrasi terdapat sedikit Cl2 bebas sehingga akan mengelantong

warna indikator pada kelanjutan dari titrasi.

Reaksinya:

Br3- + 6 H+ + 6e-  Br- + 3 H2O

14
BrO3- + 5 Hr- + 6H+  3Br2 + 3 H2O

10Cl- + 2BrO3- + 12H+  5Cl2 + Br2 + 6H2O

Titrasi di sini harus dikerjakan lambat sekali sehinggan perubahan indikator

segera dapat diamati. Jika memakai indikator yang berwarna tua misalnya

Napthol Blue Black. Bordeaux maka zat warna akan menjadi pucat pada saat

titik ekivalen telah dekat, karena banyaknya BrO3-.

Maka untuk ini harus ditambahkan 1 tetes lagi indikator. Pada titik

ekivalen indikator akan terurai jadi tak berwarna.

Beberapa zat tidak dapat dioksidasi langsung dengan KBrO 3, tapi dapat

bereaksi secara kwantitatif dengan Br2 yang terlepas. Larutan asam dari Br 2

yang terlepas ini dapat diketahui konsentrasinya dari larutan lembaga KBrO 3

dengan penambahan asam dan Bromida berlebihan.

BrO3- + 5 Br- + 6 H+  3 Br2 + 3 H2O

Di sini 1 mol Br3- memberikan 6 atom Br, jadi berat ekivalen = 1/6 BM

KBrO3.

Br2 mudah menguap, maka harus dikerjakan pada temperatur serendah-

rendahnya dan botol pereaksi harus ditutup, dengan gelas berasah. Br2 yang

terjadi dapat ditentukan secara Iodometri dengan menambahkan kelebihan KI,

dan I2 yang terlepas dititrasi dengan larutan St. Na2 S2O3.

Br2- + 2 KI  I2 + 2 KBr

I2 + 2 Na2S2O3  Na2S2O6 + 2 NaJ

15
KBrO3 dapat diperoleh dalam keadaan murni 99,9%. Dapat dikeringkan pada

temperatur 120 – 15oC selama 1 - 2 jam. Kemudian dinginkan dalam exicator.

Ini dapat dipakai sebagai larutan St. Primeir.

Membuat larutan standar 0,1 N KBrO3

Keringkan garam KBrO3 pada 120oC 1-2 jam lalu dinginkan dalam

eksikator. Timbang dengan teliti 2.784 gram larutkan dalam labu takar 1 liter

kemudian encerkan sampai garis tanda.

Pemakaian larutan Standar KBrO3

Penetapan kadar As atau Sb

Sb atau As harus dalam valensi 3. Reaksinya dengan KBrO3 adalah

sebagai berikut:

2KBrO3- + As2O3 + 2 HCl  2 KCl + 3 As2O5 + 2 HBr

1 ml 1 N KBrO3  0,04946 gr As2O3  0,03746 gr As

 0,07288 gr Sb2O3  0,06088 gr Sb

Untuk penetapan kadar ini biasanya dipakai

1. Larutan standar 0,1 N Na3AsO3 dengan larutan standar KBrO3

2. Untuk penetapan kadar Sb dalam “tartarate emetic”

Cara penetapan ini ada 2 metode

Metode A

Dengan memakai indikator irreversible. Ambil 25 ml larutan standar Na 3As3

0,1 N masukkan dalam erlenmeyer 250 cc. Tambahkan 25 cc aqua dan 15 cc

HCl pekat. Sebagai indikator dipakai 2 tetes larutan methyl Red atau Naphthol

Blue Black 0,1%. Kemudian dititrasi perlahan-lahan sambil dikocok dengan

16
larutan standar KBrO3 0,1 N. Setelah titik akhir hampir tercapai penambahan

tetes demi tetes dilakukan dengan interval waktu 2 – 3 detik sehingga warnanya

hilang. Jika warna indikator jadi pucat tambahkan 1 tetes indikator lagi. Jika

kemudian warnanya hilang sekonyong-konyong menandakan titik ekivalen

sudah dilampaui.

Metode B

Dengan indikator yang reversible

Pipet 25 cc larutan standar Na3AsO3 0,1 N tambahkan berturut-turut 10 cc larutan

KBr 10%, 6 cc pekat, 10 cc H2O dan 1 cc  naphthol flavone sebagai indikator.

Ini dititrasi dengan larutan standar KBrO3 sampai timbul warna orange .

Tapi kadang-kadang masih diperlukan penambahan 1 tetes indikator lagi pada

saat titik akhir hampir tercapai.

Selain naphtholflavone dapat juga dipakai p-Ethoksy Crysoicline Perubahan

warnanya ialah dari merah tak berwarna.

5.7 Reduksi dengan mercuro nitrat

Mercuro nitrat dapat dipakai untuk titrasi langsung ion Fe3+. Dalam hal

ini thiocyanat harus dalam kelebihan. Ternyata ion merkuro mereduksi

kompleks Ferrithiocyanat membentuk ion merkuri thiocyanat seperti reaksi

berikut.

Hg2+ + 2  Fe (CNS ) 6  2 Fe2+ + 2  Hg (CNS ) 4 


2
 4 CNS 

Reaksi setengah cell ditulis sebagai berikut:

Hg22+ 2 Hg2+ + 2e

17
1
Berat ekivalen dari Hg2 (NO3)2 = x BM = 262.22
2

Hg2 (NO3)2 tidak bisa dijadikan larutan baku primer karena tidak diperoleh

murni, larutan ini dibakukan dengan larutan standar ferri ammonium sulfat, KmnO4;

K2Cr2 O7 atau Ce (SO4)2. Aplikasi yang penting dari larutan ini ialah: penetapan

chlorat, hydroksylamine, per sulfat dan H2O2.

Membuat larutan standar Hg2 (NO3)2 0,1 N

Timbang 30 gr Hg2(NO3)2 ; larutkan dalam 1 liter HNO3. 0,8 N yang bebas dari

oksida-oksida Nitrogen yang terlarut.

Standarisasi : dengan ferri am-sulfat;

Timbang  1,0 gram ferri am-sulfat; larutkan dalam HNO3 0,5 N, encerkan dengan

HNO3 ini sampai 60 cc.

Tambahkan lagi titrant tetes tetes, kocok baik-baik dan biarkan 15 detik tiap-tiap

tetes hingga larutan tetap tak berwarna untuk 1 menit.

1 ml 0,1 N Hg (NO3)2 = 0,005585 gr Fe.

18

Anda mungkin juga menyukai