PENDAHULUAN
Kini, akses internet bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana
saja. Keberagaman informasi yang ditawarkan, keleluasaan dalam
membentuk koneksi pertemanan, kebebasan dalam beropini dalam lingkup
1
sedunia menjadikan terpaan media semakin besar karena setiap orang
memiliki kepentingan masing-masing. Hal semacam ini yang kemudian
dimanfaatkan oleh sejumlah oknum tidak bertanggungjawab untuk
membagikan berita hoaks atau berita bohong dengan maksud memprovokasi
pihak lawan, sedangkan masyarakat internet (netizen) cenderung meneruskan
kembali atau mengomentari segala info yang mereka minati tanpa berpikir
panjang, sehingga isu palsu tersebut viral dan si pembuat berita hoaks meraup
keuntungan.
Realita saat ini berita hoaks semakin menyerbu internet terlihat dari
hasil survey tentang Wabah Hoax Nasional oleh Mastel (2017), bahwa
saluran penyebaran berita hoaks tiga tertinggi berasal dari media sosial
berupa facebook pada urutan tertinggi 92,40%, aplikasi chatting 62,80%,
dan situs web 34,90%. Berita hoaks sendiri lebih condong membawa
dampak negatif dari pada dampak positif. Bramy Biantoro (2016)
menyebutkan ada empat bahaya yang ditimbulkan dari berita hoaks, yakni
hoaks membuang waktu dan uang, hoaks jadi pengalih isu, hoaks sebagai
sarana penipuan publik, serta hoaks sebagai pemicu kepanikan publik.
Dilansir dari berbagai sumber, ada beberapa macam isu hoaks di antaranya
terkait agama, permasalahan sosial, dan politik.
Kita wajib membaca dengan teliti dan menelusuri sumber dari berita
tersebut dan yang terpenting adalah jangan terlalu mudah untuk menyebar
luaskan berita tersebut sebelum berita tersebut diketahui kebenarannya. Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik Pasal 28 Ayat 1 dijelaskan bahwa setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).
2
Dari hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII, 2016) , di Indonesia sendiri terhitung 132,7
juta pengguna internet dan 129,2 juta di antaranya menggunakan internet
untuk membuka media sosial. Namun, di sisi lain ada fakta yang
mencengangkan, berdasarkan survei UNESCO, “Tingkat literasi Indonesia
di posisi 60 dari 61 negara” (Murdaningsih,2016), ini menunjukkan bahwa
sebagian besar masyarakat Indonesia masih lemah dalam mengonfirmasi
kebenaran informasi yang telah diterima. Salah satu cara mengatasi hoaks
adalah literasi media yakni kemampuan memahami dan menggunakan
media massa sebagai proses komunikasi massa secara efektif dan efisien.
Sederhananya, berita tidak serta merta diterima oleh masyarakat,
melainkan masing-masing pribadi mampu mem-filter berita mana yang
yang harus dibagikan dan berita mana yang harus disimpan sendiri. Sebagai
upaya penanganan isu hoaks yang semakin gencar di Indonesia, dilansir dari
BBC Indonesia , “Presiden Joko Widodo meminta adanya tindakan tegas
terhadap situs-situs berita yang menyebar kebohongan, dengan judul
provokatif, dan sumber yang tidak jelas Menkominfo pun melakukan
pemblokiran beberapa situs yang dinilai hoaks dan radikal.” (Artharini,
2017). Sedangkan Dewan Pers melakukan pembenahan Undang-undang ITE
terhadap media-media online. Dari kalangan masyarakat sendiri ada juga
yang membentuk forum Komunitas Anti Fitnah di Facebook seperti
Turn Back Hoax dan Indonesian Hoaxes untuk menangkal hoaks.
3
4. Apakah berita hoaks yang tersebar di media sosial dapat mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tanggapan masyarakat mengenai berita hoaks di media sosial.
2. Mengetahui faktor apa saja yang memicu berita hoaks mudah tersebar di
media sosial.
3. Mengetahui cara menyikapi berita hoaks di media sosial.
4. Mengetahui pengaruh berita hoaks terhadap persatuan dan kesatuan
bangsa.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para
pembaca dan peneliti selanjutnya dari segi cara menyikapi pemberitaan
hoaks.
1.4.2 Manfaat Praktis
Bagi para pembaca yang pernah menerima berita hoaks
diharapkan karya tulis ini nantinya bisa dijadikan referensi atau
rujukan dan solusi terkait perilaku dalam menyikapi pemberitaan
hoaks.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Ketua Dewan Pers mengatakan hoaks merupakan dampak berubahnya
fungsi media sosial dari media pertemanan menjadi sarana
menyampaikan pendapat politik dan mengomentari pendirian orang lain.
6
Tahun 1995 muncul situs GeoCities, yaitu media yang dapat
menyimpan data website agar dapat diakses. Munculnya GeoCities
menjadi tonggak dasar adanya website sekarang. Pada tahun 1997,
Classmates juga didirikan. Fokus utama jejaring tersebut adalah pada
hubungan antar mantan teman sekolah. Tidak lama berselang,
SixDegrees hadir sebagai situs jejaring sosial yang membuat hubungan
pertemanan tanpa harus saling mengenal terlebih dahulu. Karena lebih
canggih dari Classmates, akhirnya berbagai kalangan menyebut
SixDegrees sebagai media sosial pertemanan pertama di dunia.
Selanjutnya pada tahun 1999 lahir situs yang disebut Blogger. Situs
ini memfasilitasi penggunanya untuk bisa membuat halaman situsnya
sendiri. Blogger dapat memuat opini tentang berbagai hal, mulai dari
masalah pribadi hingga yang berbau sosial maupun politik. Kemudian
pada tahun 2000 mulai lahir Frienster. Kelahirannya menjadikan media
sosial sangat fenomenal. Kemunculannya pun mendorong berdirinya
situs-situs jejaring sosial lainnya seperti LinkedIn (2003), MySpace
(2003), Facebook (2004), dan Twitter (2006).
7
saat ini. Sebut saja ada bentuk masyarakat lain selain masyarakat riil
yang dikenal secara konseptual atau kenyataan. Masyarakat itulah yang
dinamakan masyarakat virtual (muncul akibat internet).
8
a) Pornografi. Pornografi dilakukan dengan membuat, memasang,
mendistribusikan, dan menyebarkan materi yang berbau pornografi,
cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
b) Cyberstalking. Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau
melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya
dengan menggunakan email yang dilakukan secara berulang-ulang
seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja
berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
c) Cyber-Tresspass. Kegiatan ini dilakukan dengan melanggar area
privasi orang lain, seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke Pc,
Probbing, dan Port Scanning.
a. Collaborativ Project
9
penggunanya untuk menambahkan, menghapus, dan mengubah konten
berbasis teks. Wiki yang paling populer di internet adalah Wikipedia.
Sedangkan subkategori lainnya adalah applikasi bookmark social yang
memunkinkan adanya pengumpulan berbasis kelompok dan rating
dari link internet dan konten media.
o Kaskus o Multiply
o Blogger o Plurk
o Wordpress
c. Content Communities
10
informasi termasuk foto, video, file audio, dan blog. Situs jejaring
sosial ini umumnya memiliki fitur seperti pesan instan dan email.
Selain itu, situs tersebutjuga dapat membantu seseorang untuk
melakukan apa yang mereka inginkan.
Contohnya adalah :
a) Geocities
b) Six Degrees
c) Friendster
d) Yahoo Messanger
e) Facebook
f) Twitter
g) Blackberry Messenger
h) Whatsapp
i) Instagram
j) Line
Media sosial yang paling diminati oleh masyarakat di Indonesia
antara lain adalah Facebook, Line, Whatsapp, Instagram, Twitter dan
blog. Rata-rata setiap individu memiliki banyak akun media sosial.
11
BAB III
METODE PENELITIAN
12
3.2 Sumber Data
Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer
dan data sekunder.
Data primer adalah data yang didapat peneliti dari sumber pertama baik
individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau pengisian
kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang
menjadi data primer adalah data yang berkaitan dengan wawancara dengan
pihak responden baik umum maupun kampus. Disamping wawancara
peneliti juga memperoleh data dari para responden dengan berbagai umur
dengan cara menyebarkan kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti.
13
responden untuk dijawabnya. Kuesioner digunakan oleh peneliti sebagai
instrumen penelitian, metode yang digunakan adalah dengan kuesioner
tertutup.
14
1. Penyuntingan
Semua daftar pertanyaan dan jawaban wawancara, data kuesioner yang
berhasil dikumpulkan selanjutnya diperiksa terlebih dahulu dan
dikelompokkan.
2. Penyusunan dan Perhitungan Data
Penyusunan dan perhitungan data dilakukan secara manual dengan
menggunakan alat bantu berupa komputer.
3. Penyajian Diagram
Data yang telah disusun dan dihitung selanjutnya disajikan dalam
bentuk diagram. Pembuatan diagram tersebut dilakukan dengan cara
membuat digram pada komputer karena data dipindahkan dari data ke
kerangka diagram pada komputer yang telah disiapkan.
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung
Pandang yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan 10, Makassar pada
bulan Maret hingga April 2019. Kemudian penulis melakukan penelitian
lanjutan dengn mencari data-data melalui informan mulai April 2019.
3.6 Analisis Data
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Media sosial dinilai menjadi sarang penyebaran berita bohong atau hoax.
Hal ini dibuktikan dari survey yang telah kami lakukan pada 40 responden,
bahwa mereka semua pernah mendapatkan berita hoaks di media sosial.
Maraknya berita hoaks di media sosial ini tentunya sangat mengganggu,
karena seharusnya media sosial berfungsi sebagai tempat memperoleh
informasi. Tapi seiring berkembangnya teknologi, media sosial beralih fungsi
menjadi tempat penyebaran berita hoaks.
16
2. Kurangnya filter dari masyarakat
Kurangnya kesadaran dari masyarakat dalam memilah berita yang
didapatkan dari media sosial. Dan juga tidak adanya inisiatif untuk
mencari kebenaran dari berita yang didapatkan.
3. Mudah diakses
Kemudahan mengakses media sosial sekarang ini menyebabkan
penyebaran berita hoax sangat mudah didapatkan diberbagai media seperti
Instagram dan WhatsApp.
4. Info dari Kerabat
Mendapat kabar yang disebarkan oleh orang yang dipercaya membuat
Anda dengan mudah yakin begitu saja. Penyebabnya karena otak Anda
seolah ‘melemah’ karena kepercayaan yang sudah diberikan kepada si
penyebar informasi. Apalagi jika info Anda peroleh dari teman dekat atau
saudara.
Jika hal itu terus-menerus dibiarkan, maka akan berdampak bagi
persatuan dan kesatuan bangsa. Apabila kita memperhatikan Sila ke-3 dari
Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia”, maka adapun penyebaran hoaks
termasuk dari tindakan yang dapat mencederai Sila ketiga dari Pancasila.
Kepanikan publik karena berita hoaks dapat menimbulkan perselisihan
ditengah-tengah masyarakat. Pemerintah pun mengambil tindakan tegas
dengan mengesahkan UU no.11/Tahun 2008 tentang ITE terkait pelanggaran
Freedom of Speech. UU ITE ini tidak bermaksud untuk meniadakan
kebebasan pada pasal 28 UUD 1945, namun sebagai penegasan bahwa
pemerintah menghargai kebebasan berpendapat individu dan batas bagi
individu untuk tidak mengganggu kebebasan orang lain apalagi dengan
memengaruhinya dengan berita hoaks. Dampak yang dapat ditimbulkan dari
penyebaran berita hoaks di media sosial ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengurangi waktu produktif di masyarakat
Hoaks yang dibaca dan kemudian diyakini benar oleh pembacanya dapat
mengakibatkan efek terkejut (biasanya hoaks dibuat dengan kata-kata yang
menggemparkan) sehingga berpengaruh dengan produktivitas masyarakat.
17
Masyarakat akan lebih berfokus pada pembahasan mengenai hal-hal yang
sebenarnya tidak pernah terjadi. Selain itu pula, tidak sedikit kasus seorang
sahabat dapat menjadi musuh lantaran termakan oleh berita hoaks.
2. Pengalihan isu
Pengalihan isu merupakan pengalihan dari fokus masalah besar yang
seharusnya menjadi sorotan publik. Sebagai contoh terkini adalah, pada
kasus hoaks yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet. Hoaks yang dibuat
oleh Ratna Sarumpaet membuat sebagian dari rakyat Indonesia menjadi
mengalihkan perhatiannya kepada hal tersebut daripada fokus untuk
menyoroti masalah yang lebih besar, yaitu bencana Gempa Bumi yang
melanda kota Palu dan Tsunami di Donggala.
3. Penipuan Publik
Jenis penipuan ini biasanya bertujuan untuk menarik simpati masyarakat
yang percaya dengan hoaks tersebut, lalu ketika dianjurkan untuk
menyumbangkan sejumlah uang dan anehnya ada saja yang mau
menyumbangkan uang tersebut tanpa mau berpikir lebih dalam ataupun
detail apakah berita tersebut terbukti benar ataupun salah. Banyak orang
yang akhirnya tertipu dengan hoaks tersebut dan pada akhirnya terlanjur
mengirimkan sejumlah uang yang sangat besar.
4. Pemicu Kepanikan Sosial
Hoax yang satu ini memuat berita yang merangsang kepanikan khalayak
publik, dan beritanya berisikan tentang tindak kekerasan atau suatu
musibah tertentu. Salah satu contohnya adalah hoax tentang kecelakaan
hilangnya pesawat Garuda Indonesia dengan tujuan Jakarta – Palu
beberapa waktu lalu. Hoax ini begitu cepat menyebar sampai media massa
maupun media online harus mengklarifikasi berita tersebut agar
masyarakat tidak panik ataupun percaya dengan hoaks tersebut.
Kondisi tersebut dapat dicegah dengan melakukan edukasi terhadap
masyarakat akan bahaya hoaks, bekerja sama dengan layanan penyedia media
sosial serta penegakan hukum. Selain itu, penyebaran berita hoaks juga dapat
dicegah mulai dari diri sendiri dengan cara melakukan hal-hal sebagai berikut:
18
1. Berhati-hati dengan judul provokatif
3. Periksa fakta
Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari
institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya
apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.
19
Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber,
pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.
Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat
berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan
kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari
penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.
Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang
bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada
kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi
pembaca.
20
4.2 Hasil dan Analisis Data
Pada karya tulis ilmiah ini, salah satu metode pengumpulan data
menggunakan metode surver dengan responden meliputi pengguna media
sosial dari berbagai macam usia. Proses dilakukan melalui penyebaran
kuesioner pada 40 responden. Pengambilan sampel responden dilakukan
meyebar dari kalangangan mahasiswa hingga masyarakat umum. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh masyarakat pengguna media sosial
mengetahui tentang bahaya hoax yang kerap kali terkandung dalam konten
media sosial.
21
< 2 jam
0%
2-4 jam Lainnya
10% 10%
Facebook
13%
Line
> 6 jam 3%
50% 4-6 jam WhatsApp Instagram
40% 17% 57%
Sosial Politik
Sering Jarang 25% 45%
42% 50%
SARA
20%
Sebanyak 42% dari responden sering menemukan berita hoax dalam konten
media sosial. Ada pun berita hoax yang sering dijumpai terkait masalah
politik. Dari data tersebut menunjukkan bahwa hoax saat ini semakin mudah
menyebar melalui media sosial karena sifatnya yang mudah dan cepat untuk
diakses. Pengalokasian waktu penggunaan media yang cukup besar, otomatis
menjadikan responden akan lebih sering menjumpai porsi bacaan berita hoax
serta kemungkinan terpancing provokatif hoax menjadi semakin besar.
22
4.2.4 Faktor Maraknya Hoax dan Kemampuas Memilah Informasi
Tidak
mampu
3%
Mudah 70 30
Banyak diakses 17%
yang 22%
membag Mampu
ikan 45%
Kurangn
45% ya filter 50 50
dari 35%
media
sosial
33%
Memicu kebencian
25%
Menimbulkan opini
negatif Membuka peluang
50% penipuan
15%
Menaikkan angka
kriminalitas
10%
23
Gambar 5 : Diagram Dampak dari Berita Hoax
Berdasarkan diagram di atas, dampak dari berita hoax adalah menimbulkan
opini negative dengan persentase 50% . selain itu dapat memicu kebencian
kepada pihak lain.
24
BAB V
PENUTUP
1. KESIMPULAN
2. SARAN
25
DAFTAR PUSTAKA
26