Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Perkembangan teknologi komunikasi di era globalisasi membawa


pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan dunia. Mobilitas yang tinggi,
kecepatan dalam mendapatkan informasi, kemudahan berkomunikasi pola
hidup yang serba instan dan multitasking menjadi sebuah ciri kebutuhan
masyarakat saat ini. Keberadaan media cetak dan elektronik semakin tergeser
dengan adanya internet.

Internet inilah yang kemudian melahirkan media-media baru seperti media


online dan media sosial mulai dari blog, facebook, twitter, instagram, line,
whatsapp, dan lain-lain. Masyarakat akhirnya beralih kebiasaan dari pembaca
koran, pemirsa televisi, dan pendengar setia radio menjadi bloger, kolektor
media sosial, atau bahkan sebagian besar membentuk komunitas online untuk
saling berbagi info lewat dunia maya. Singkatnya, kini masyarakat beralih
menjadi netizen (warga internet). Berdasarkan survey Brandwatch 2016 telah
didapatkan fakta dan statistik media sosial dari 7,3 miliar penduduk dunia per
Juli 2015 tercatat hasil di antaranya “Sebanyak 3,17 miliar pengguna
internet, 2,3miliar pengguna media sosial aktif dengan rata-rata pengguna
internet memiliki 5 akun media sosial, tahun 2016 pengguna media sosial
naik 176 juta, dan setiap hari ada 1 juta pengguna media sosial mobile
yang setara dengan 12 orang per detik” (Prasetyo, 2017). Fenomena ini
meyakinkan bahwa kehidupan manusia sejatinya tidak bisa lepas dari media.
Informasi dan komunikasi resmi menjadi kebutuhan primer yang sulit
ditinggalkan.

Kini, akses internet bisa dilakukan oleh siapa saja, kapan saja, dan dimana
saja. Keberagaman informasi yang ditawarkan, keleluasaan dalam
membentuk koneksi pertemanan, kebebasan dalam beropini dalam lingkup

1
sedunia menjadikan terpaan media semakin besar karena setiap orang
memiliki kepentingan masing-masing. Hal semacam ini yang kemudian
dimanfaatkan oleh sejumlah oknum tidak bertanggungjawab untuk
membagikan berita hoaks atau berita bohong dengan maksud memprovokasi
pihak lawan, sedangkan masyarakat internet (netizen) cenderung meneruskan
kembali atau mengomentari segala info yang mereka minati tanpa berpikir
panjang, sehingga isu palsu tersebut viral dan si pembuat berita hoaks meraup
keuntungan.

Realita saat ini berita hoaks semakin menyerbu internet terlihat dari
hasil survey tentang Wabah Hoax Nasional oleh Mastel (2017), bahwa
saluran penyebaran berita hoaks tiga tertinggi berasal dari media sosial
berupa facebook pada urutan tertinggi 92,40%, aplikasi chatting 62,80%,
dan situs web 34,90%. Berita hoaks sendiri lebih condong membawa
dampak negatif dari pada dampak positif. Bramy Biantoro (2016)
menyebutkan ada empat bahaya yang ditimbulkan dari berita hoaks, yakni
hoaks membuang waktu dan uang, hoaks jadi pengalih isu, hoaks sebagai
sarana penipuan publik, serta hoaks sebagai pemicu kepanikan publik.
Dilansir dari berbagai sumber, ada beberapa macam isu hoaks di antaranya
terkait agama, permasalahan sosial, dan politik.

Kita wajib membaca dengan teliti dan menelusuri sumber dari berita
tersebut dan yang terpenting adalah jangan terlalu mudah untuk menyebar
luaskan berita tersebut sebelum berita tersebut diketahui kebenarannya. Dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik Pasal 28 Ayat 1 dijelaskan bahwa setiap orang
dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan
yang mengakibatkan kerugian, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar
rupiah).

2
Dari hasil survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa
Internet Indonesia (APJII, 2016) , di Indonesia sendiri terhitung 132,7
juta pengguna internet dan 129,2 juta di antaranya menggunakan internet
untuk membuka media sosial. Namun, di sisi lain ada fakta yang
mencengangkan, berdasarkan survei UNESCO, “Tingkat literasi Indonesia
di posisi 60 dari 61 negara” (Murdaningsih,2016), ini menunjukkan bahwa
sebagian besar masyarakat Indonesia masih lemah dalam mengonfirmasi
kebenaran informasi yang telah diterima. Salah satu cara mengatasi hoaks
adalah literasi media yakni kemampuan memahami dan menggunakan
media massa sebagai proses komunikasi massa secara efektif dan efisien.
Sederhananya, berita tidak serta merta diterima oleh masyarakat,
melainkan masing-masing pribadi mampu mem-filter berita mana yang
yang harus dibagikan dan berita mana yang harus disimpan sendiri. Sebagai
upaya penanganan isu hoaks yang semakin gencar di Indonesia, dilansir dari
BBC Indonesia , “Presiden Joko Widodo meminta adanya tindakan tegas
terhadap situs-situs berita yang menyebar kebohongan, dengan judul
provokatif, dan sumber yang tidak jelas Menkominfo pun melakukan
pemblokiran beberapa situs yang dinilai hoaks dan radikal.” (Artharini,
2017). Sedangkan Dewan Pers melakukan pembenahan Undang-undang ITE
terhadap media-media online. Dari kalangan masyarakat sendiri ada juga
yang membentuk forum Komunitas Anti Fitnah di Facebook seperti
Turn Back Hoax dan Indonesian Hoaxes untuk menangkal hoaks.

Melihat isu berita hoaks yang marak diperbincangkan saat ini,


peneliti tertarik untuk menggali lebih dalam terkait cara menyikapi
pemberitaan hoaks di kalangan mahasiswa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana tanggapan masyarakat mengenai maraknya berita hoaks di
media sosial?
2. Apa saja faktor yang memicu berita hoaks mudah tersebar di media sosial?
3. Bagaimana cara menyikapi berita hoaks di media sosial?

3
4. Apakah berita hoaks yang tersebar di media sosial dapat mengancam
persatuan dan kesatuan bangsa?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui tanggapan masyarakat mengenai berita hoaks di media sosial.
2. Mengetahui faktor apa saja yang memicu berita hoaks mudah tersebar di
media sosial.
3. Mengetahui cara menyikapi berita hoaks di media sosial.
4. Mengetahui pengaruh berita hoaks terhadap persatuan dan kesatuan
bangsa.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan bagi para
pembaca dan peneliti selanjutnya dari segi cara menyikapi pemberitaan
hoaks.
1.4.2 Manfaat Praktis
Bagi para pembaca yang pernah menerima berita hoaks
diharapkan karya tulis ini nantinya bisa dijadikan referensi atau
rujukan dan solusi terkait perilaku dalam menyikapi pemberitaan
hoaks.

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Umum Tentang Hoaks


2.1.1 Definisi Hoaks
Hoax adalah kabar, informasi, berita palsu atau bohong. Sedangkan
dalam KBBI disebut dengan hoaks yang artinya berita bohong. Hoaks
merupakan ekses negatif kebebasan berbicara dan berpendapat di internet.
Khususnya media sosial dan blog. Sedangkan menurut wikipedia, Hoaks
adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya untuk
mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu
bahwa berita tersebut adalah palsu.

Hoaks bertujuan membuat opini publik, menggiring opini,


membentuk persepsi, juga untuk bersenang-senang yang menguji
kecerdasan dan kecermatan pengguna internet dan media sosial.

2.1.2 Muncul dan Berkembangnya Hoaks

Hoaks dibuat seseorang atau kelompok dengan beragam tujuan,


mulai dari sekedar main-main, hingga tujuan ekonomi (penipuan), dan
politik (propaganda/pembentukan opini publik) atau agitasi (hasutan).
Hoaks biasanya muncul ketika sebuah isu mencuat ke permukaan, namun
banyak hal yang belum terungkap atau menjadi tanda tanya.

Di Indonesia, hoaks marak sejak pemilihan presiden 2014 sebagai


dampak gencarnya kampanye di media sosial. Hoaks bermunculan guna
menjatuhkan citra lawan politik alias kampanye hitam alias kampanye
negatif.

Menurut Dewan Pers, di Indonesia maraknya hoaks juga karena


adanya krisis kepercayaan terhadap media mainstream sehingga publik
menjatuhkan ke media abal-abal. Menurut Yosep Adi Prasetyo selaku

5
Ketua Dewan Pers mengatakan hoaks merupakan dampak berubahnya
fungsi media sosial dari media pertemanan menjadi sarana
menyampaikan pendapat politik dan mengomentari pendirian orang lain.

2.1.3 Ciri-Ciri Berita Hoaks


a. Didistribusikan via email atau media sosial karena efeknya
lebih besar
b. Berisi pesan yang membuat cemas dan panik para pembacanya
c. Diakhiri dengan himbauan agar si pembaca segera mem-
forward warning tersebut ke forum yang lebih luas. Hoaks
memanfaatkan iktikad baik si pembaca, sehingga pembaca
email ini tanpa meneliti terlebih dahulu kebenaran beritanya,
langsung segera menyebarkannya ke forum yang lebih luas.
Akibatnya lalu lintas peredaran data di internet makin padat
dengan berita yang tidak benar.
d. Biasanya pengirim awal hoaks ini tidak diketahui identitasnya.
2.2 Tinjauan Umum Tentang Media Sosial
2.2.1 Pengertian Media Sosial

Media Sosial adalah media online yang mendukung interaksi


sosial. Melalui media sosial setiap orang bisa membuat, menyunting
sekaligus mempublikasikan sendiri konten berita, promosi, artikel, foto,
dan video. Selain lebih fleksibel, dan luas cakupannya, lebih efektif dan
efisien, cepat, interaktif, dan variatif.

2.2.2 Sejarah Media Sosial

Media sosial muncul didasari ide untuk menghubungkan orang-


orang dari seluruh belahan dunia. Media sosial sendiri sebenarnya telah
ada pada tahun 1978. Saat itu meskipun masih menggunakan telepon
yang tersambung modem, telah ditemukan sistem papan buletin yang
menggunakan surat elektronik untuk berhubungan dengan orang lain.

6
Tahun 1995 muncul situs GeoCities, yaitu media yang dapat
menyimpan data website agar dapat diakses. Munculnya GeoCities
menjadi tonggak dasar adanya website sekarang. Pada tahun 1997,
Classmates juga didirikan. Fokus utama jejaring tersebut adalah pada
hubungan antar mantan teman sekolah. Tidak lama berselang,
SixDegrees hadir sebagai situs jejaring sosial yang membuat hubungan
pertemanan tanpa harus saling mengenal terlebih dahulu. Karena lebih
canggih dari Classmates, akhirnya berbagai kalangan menyebut
SixDegrees sebagai media sosial pertemanan pertama di dunia.

Selanjutnya pada tahun 1999 lahir situs yang disebut Blogger. Situs
ini memfasilitasi penggunanya untuk bisa membuat halaman situsnya
sendiri. Blogger dapat memuat opini tentang berbagai hal, mulai dari
masalah pribadi hingga yang berbau sosial maupun politik. Kemudian
pada tahun 2000 mulai lahir Frienster. Kelahirannya menjadikan media
sosial sangat fenomenal. Kemunculannya pun mendorong berdirinya
situs-situs jejaring sosial lainnya seperti LinkedIn (2003), MySpace
(2003), Facebook (2004), dan Twitter (2006).

2.2.3 Media Sosial dan Virtual Reality

Perkembangan internet adalah fenomena dalam dunia komunikasi.


Media baru tersebut membawa perubahan-perubahan, tidak saja dalam
perangkat penyebaran pesan, tetapi juga perubahan di masyarakat.
Berkaitan dengan perubahan perangkat peredaran pesan, muncullah
fasilitas seperti blog, e-mail, chatting, e-paper, media sosial (facebook,
twitter).

Apa yang terjadi pada media komunikasi penyebaran pesan diatas


tentu membawa konsekuensi perubahan pada masyarakat. Konsekuensi
itu kemudian membentuk sebuah ciri khas yang berbeda dengan
kenyataan masyarakat sekarang. Secara fisik, jumlah anggota, kuantitas
lalu lintas pesan, jenis pesan berbeda dengan kenyataan masyarakat pada

7
saat ini. Sebut saja ada bentuk masyarakat lain selain masyarakat riil
yang dikenal secara konseptual atau kenyataan. Masyarakat itulah yang
dinamakan masyarakat virtual (muncul akibat internet).

Masyarakat maya (virtual/cyber comunity) yang secara definitif


bisa diartikan sebagai sebuah kehidupan masyarakat manusia yang tidak
dapat secara langsung diindera melalui penginderaan manusia, namun
dapat dirasakan dan disaksikan sebagai sebuah realitas. Mereka ini
memakai seluruh metode kehidupan yang dikembangkan di dalam segi
kehidupan maya.

Masyarakat maya juga mengalami perubahan. Perubahan ini bisa


bersifat fisikal dan sosial. Perubahan fisikal misalnya perubahan mesin-
mesin komputer (nenek,anak,cucu). Jika mesin itu orang tua, ia
melahirkan komputer (anak). Semua itu terus berubah sejalan dengan
tingkat perkembangan masyarakat.

Sementara itu perubahan sosial diantaranya bisa diindikasikan


dengan munculnya era baru hubungan antar manusia termasuk buruknya
(cybercrime dll). Artinya, hubungan dalam masyarakat maya juga ada
kejahatan seperti masyarakat nyata. Jika masyarakat nyata ada
perampokan, penjarahan, garong dan semacamnya, dalam masyarakat
maya ada kejahatan yang disebut dengan cybercrime. Cybercrime bisa
dibagi menjadi tiga, antara lain :

a. Cybercrime yang menyerang individu (against person)


b. Cybercrime yang menyerang hak milik (against property)
c. Cybercrime yang menyerang pemerintah (againts goverment)

Yang termasuk dalam kelompok cybercrime yang menyerang individu


antara lain :

8
a) Pornografi. Pornografi dilakukan dengan membuat, memasang,
mendistribusikan, dan menyebarkan materi yang berbau pornografi,
cabul, serta mengekspos hal-hal yang tidak pantas.
b) Cyberstalking. Kegiatan yang dilakukan untuk mengganggu atau
melecehkan seseorang dengan memanfaatkan komputer, misalnya
dengan menggunakan email yang dilakukan secara berulang-ulang
seperti halnya teror di dunia cyber. Gangguan tersebut bisa saja
berbau seksual, religius, dan lain sebagainya.
c) Cyber-Tresspass. Kegiatan ini dilakukan dengan melanggar area
privasi orang lain, seperti misalnya Web Hacking. Breaking ke Pc,
Probbing, dan Port Scanning.

Dampak munculnya komunitas virtual adalah munculnya indentitas


palsu. Hal demikian bisa dilihat dari identitas di jejaring sosial. Banyak
diantara individu-individu itu yang menyembunyikan identitas dirinya.
Bahkan seseorang tidak peduli dengan identitas orang lain yang palsu
tersebut. Dalam hal ini terjadi pengaburan ramai-ramai. Artinya, identitas
tidak penting sejauh bisa tetap terjadi interaksi. Anehnya, tak jarang
pengaburan itu diikuti dengan pelanggaran moral,sistem nilai, moral
yang sudah disepakati sejak dahulu.

2.2.4 Jenis-Jenis Media Sosial

Media sosial secara substansial mengubah cara komunikasi antara


organisasi, masyarakat, serta individu. Adapun jenis-jenis dari media
sosial, sebagai berikut:18

a. Collaborativ Project

Merupakan suatu media sosial yang dapat membuat konten. Khalayak


pun dapat mengakses konten secara global. Ada dua subkategori yang
termasuk kedalam collaborative project dalam media sosial, yakni
Wiki dan bookmark social. Wiki adalah situs yang memunkinkan

9
penggunanya untuk menambahkan, menghapus, dan mengubah konten
berbasis teks. Wiki yang paling populer di internet adalah Wikipedia.
Sedangkan subkategori lainnya adalah applikasi bookmark social yang
memunkinkan adanya pengumpulan berbasis kelompok dan rating
dari link internet dan konten media.

Contoh : Haro dan Ensyclopedia Britanica

b. Blogs dan Microblogs

Blog sendiri ialah sebuah website yang memfasilitasi penyampaian


sebuat opini, pengalaman, atau kegiatan sehari-hari dari penulisnya.
Pada kenyataannya, blogs dan microblogs banyak digunakan oleh
perusahaan untuk memasarkan sebuah produk. Begitu pula apara
selebritis. Mereka memanfaatkan blog sebagai sarana untuk
menginformasikan kegiatan-kegiatan yang mereja lakukan, sehingga
para fans dapat mengetahui hal-hal baru tentang idolanya. Beberapa
contohnya antara lain :

o Kaskus o Multiply
o Blogger o Plurk
o Wordpress
c. Content Communities

Content community merupakan sebuah aplikasi yang bertujuan saling


berbagi foto dan video dengan orang yang dituju. Contohnya youtube.

d. Social Networking sites

Situs jejaring sosial adalah aplikasi yang memungkinkan


pengguna untuk terhubung dengan pengguna lain melalui profil
pribadi atau akun pribadinya. Profil pribadi mencakup semua jenis

10
informasi termasuk foto, video, file audio, dan blog. Situs jejaring
sosial ini umumnya memiliki fitur seperti pesan instan dan email.
Selain itu, situs tersebutjuga dapat membantu seseorang untuk
melakukan apa yang mereka inginkan.

Contohnya adalah :
a) Geocities
b) Six Degrees
c) Friendster
d) Yahoo Messanger
e) Facebook
f) Twitter
g) Blackberry Messenger
h) Whatsapp
i) Instagram
j) Line
Media sosial yang paling diminati oleh masyarakat di Indonesia
antara lain adalah Facebook, Line, Whatsapp, Instagram, Twitter dan
blog. Rata-rata setiap individu memiliki banyak akun media sosial.

11
BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode,


sistematika, dan pemikiran tertentu, yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa permasalahan tertentu dengan jalan menganalisisnya. Kecuali itu, maka
juga diadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk
kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang
timbul di dalam gejala bersangkutan.

Metode penelitian adalah cara atau jalan yang ditempuh sehubungan


dengan penelitian yang dilakukan, yang memiliki langkah-langkah yang
sistematis. Sugiyono menyatakan bahwa : “Metode penelitian dapat diartikan
sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat
ditemukan, dikembangkan, dan dibuktikan, suatu pengetahuan tertentu sehingga
dapat digunakan untuk memahami, memecahkan, dan mengantisispasi masalah”.

Metode penelitian mencakup prosedur dan teknik penelitian. Metode


penelitian merupakan langkah penting untuk memecahkan masalah-masalah
penelitian. Dengan menguasai metode penelitian, bukan hanya dapat memecahkan
berbagai masalah penelitian, namun juga dapat mengembangkan bidang keilmuan
yang diteliti. Selain itu, memperbanyak penemuan-penemuan baru yang
bermanfaat bagi masyarakat luas dan dunia pendidikan.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif karena


dalam pelaksanaannya meliputi data, analisis dan interpretasi tentang arti
dan data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif
yakni mencari dan mengumpulkan data yang ada di lapangan dengan
tujuan untuk mengetahui faktor-faktor, unsur-unsur, dan suatu sifat dari
fenomena di masyarakat.

12
3.2 Sumber Data

Ada dua jenis data yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu data primer
dan data sekunder.

3.2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang didapat peneliti dari sumber pertama baik
individu atau perseorangan seperti hasil wawancara atau pengisian
kuesioner yang biasa dilakukan oleh peneliti. Dalam penelitian ini yang
menjadi data primer adalah data yang berkaitan dengan wawancara dengan
pihak responden baik umum maupun kampus. Disamping wawancara
peneliti juga memperoleh data dari para responden dengan berbagai umur
dengan cara menyebarkan kuesioner yang telah disediakan oleh peneliti.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh atau dikumpulkan melalui


buku-buku, brosur dan artikel yang didapat dari website yang berkaitan
dengan penelitian. Atau data yang berasal dari orang-orang kedua atau
bukan data yang datang secara langsung, data ini mendukung pembahasan
dan penelitian, untuk itu beberapa sumber buku atau data yang di peroleh
akan membantu dan mengkaji secara kritis penelitian tersebut. Untuk
memperoleh data tersebut peneliti mengambil beberapa website, dan
contoh penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang digunakan adalah


sebagai berikut:

3.3.1 Metode Angket (Kuesioner)

Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan


cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada

13
responden untuk dijawabnya. Kuesioner digunakan oleh peneliti sebagai
instrumen penelitian, metode yang digunakan adalah dengan kuesioner
tertutup.

Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel penelitian disediakan


oleh peneliti, yaitu kuesioner yang berisi pertanyaan dengan pilihan
jawaban multi choice (pilihan ganda).

3.3.2 Metode Wawancara (Interview)

Merupakan teknik pengambilan data dimana peneliti langsung berdialog


dengan responden untuk menggali informasi dari responden. Pada
dasarnya terdapat dua jenis wawancara yaitu wawancara terstruktur dan
wawancara bebas tidak terstruktur. Wawancara terstrukur yaitu jenis
wawancara yang disusun secara terperinci. Wawancara tidak terstruktur
yaitu jenis wawancara yang hanya memuat garis besar yang akan
ditanyakan. Pada penelitian ini dilakukan wawancara kepada 5 pihak
kampus seperti dosen, mahasiswa dan bagian staf lainnya serta 5
masyarakat umum untuk mendapatkan data tertentu, terutama apabila data
yang diperoleh melalui metode dokumentasi ada yang belum jelas.

3.3.3 Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan dari buku-buku, jurnal, website,


maupun sumber data lain yang berhubungan dengan penelitian. Untuk
penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dari beberapa
website, dan contoh penelitian yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.4 Teknik Pengolahan Data

Data yang telah terkumpul selanjutnya diolah. Semua data yang


terkumpul kemudian disajikan dalam susunan yang baik dan rapi.
Kuesioner dan hasil wawancara kemudian diolah untuk mendapatkan nilai
persentase. Tahap-tahap pengolahan data tersebut adalah:

14
1. Penyuntingan
Semua daftar pertanyaan dan jawaban wawancara, data kuesioner yang
berhasil dikumpulkan selanjutnya diperiksa terlebih dahulu dan
dikelompokkan.
2. Penyusunan dan Perhitungan Data
Penyusunan dan perhitungan data dilakukan secara manual dengan
menggunakan alat bantu berupa komputer.
3. Penyajian Diagram
Data yang telah disusun dan dihitung selanjutnya disajikan dalam
bentuk diagram. Pembuatan diagram tersebut dilakukan dengan cara
membuat digram pada komputer karena data dipindahkan dari data ke
kerangka diagram pada komputer yang telah disiapkan.
3.5 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Ujung
Pandang yang beralamat di Jalan Perintis Kemerdekaan 10, Makassar pada
bulan Maret hingga April 2019. Kemudian penulis melakukan penelitian
lanjutan dengn mencari data-data melalui informan mulai April 2019.
3.6 Analisis Data

Tahap-tahap pengolahan data hasil penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pemeriksaan akan kelengkapan jawaban.


Pada tahap ini data yang diperoleh diperiksa kembali untuk mencari
jawaban dari kuesioner dan wawancara yang tidak lengkap.
2. Tally, yaitu menghitung jumlah atau frekuensi dari masing-masing
jawaban dalam kuesioner dan hasil wawancara.
3. Menghitung persentase jawaban responden dalam bentuk diagram
tunggal melalui distribusi frekuensi dan persentase.

15
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pembahasan

Hoax adalah usaha untuk menipu atau mengakali pembaca/pendengarnya


untuk mempercayai sesuatu, padahal sang pencipta berita palsu tersebut tahu
bahwa berita tersebut adalah palsu. Salah satu contoh pemberitaan palsu yang
paling umum adalah mengklaim sesuatu barang atau kejadian dengan suatu
sebutan yang berbeda dengan barang/kejadian sejatinya. Suatu pemberitaan
palsu berbeda dengan misalnya pertunjukan sulap; dalam pemberitaan palsu,
pendengar/penonton tidak sadar sedang dibohongi, sedangkan pada suatu
pertunjukan sulap, penonton justru mengharapkan supaya ditipu (Wikipedia,
n.d.).

Media sosial dinilai menjadi sarang penyebaran berita bohong atau hoax.
Hal ini dibuktikan dari survey yang telah kami lakukan pada 40 responden,
bahwa mereka semua pernah mendapatkan berita hoaks di media sosial.
Maraknya berita hoaks di media sosial ini tentunya sangat mengganggu,
karena seharusnya media sosial berfungsi sebagai tempat memperoleh
informasi. Tapi seiring berkembangnya teknologi, media sosial beralih fungsi
menjadi tempat penyebaran berita hoaks.

Adapun factor-faktor yang memicu penyebaran berita hoaks di media sosial


yaitu :

1. Ingin menjatuhkan pihak lain


Banyak pihak-pihak tertentu yang membuat berita bohong/hoaks untuk
mendapatkan popularitas dan menjatuhkan pihak lain. Pihak yang
menyebarkan berita hoax biasanya ingin mendapatkan kehidupan yang
lebih baik daripada pihak yang dijatuhkan.

16
2. Kurangnya filter dari masyarakat
Kurangnya kesadaran dari masyarakat dalam memilah berita yang
didapatkan dari media sosial. Dan juga tidak adanya inisiatif untuk
mencari kebenaran dari berita yang didapatkan.
3. Mudah diakses
Kemudahan mengakses media sosial sekarang ini menyebabkan
penyebaran berita hoax sangat mudah didapatkan diberbagai media seperti
Instagram dan WhatsApp.
4. Info dari Kerabat
Mendapat kabar yang disebarkan oleh orang yang dipercaya membuat
Anda dengan mudah yakin begitu saja. Penyebabnya karena otak Anda
seolah ‘melemah’ karena kepercayaan yang sudah diberikan kepada si
penyebar informasi. Apalagi jika info Anda peroleh dari teman dekat atau
saudara.
Jika hal itu terus-menerus dibiarkan, maka akan berdampak bagi
persatuan dan kesatuan bangsa. Apabila kita memperhatikan Sila ke-3 dari
Pancasila yaitu “Persatuan Indonesia”, maka adapun penyebaran hoaks
termasuk dari tindakan yang dapat mencederai Sila ketiga dari Pancasila.
Kepanikan publik karena berita hoaks dapat menimbulkan perselisihan
ditengah-tengah masyarakat. Pemerintah pun mengambil tindakan tegas
dengan mengesahkan UU no.11/Tahun 2008 tentang ITE terkait pelanggaran
Freedom of Speech. UU ITE ini tidak bermaksud untuk meniadakan
kebebasan pada pasal 28 UUD 1945, namun sebagai penegasan bahwa
pemerintah menghargai kebebasan berpendapat individu dan batas bagi
individu untuk tidak mengganggu kebebasan orang lain apalagi dengan
memengaruhinya dengan berita hoaks. Dampak yang dapat ditimbulkan dari
penyebaran berita hoaks di media sosial ini yaitu sebagai berikut :
1. Mengurangi waktu produktif di masyarakat
Hoaks yang dibaca dan kemudian diyakini benar oleh pembacanya dapat
mengakibatkan efek terkejut (biasanya hoaks dibuat dengan kata-kata yang
menggemparkan) sehingga berpengaruh dengan produktivitas masyarakat.

17
Masyarakat akan lebih berfokus pada pembahasan mengenai hal-hal yang
sebenarnya tidak pernah terjadi. Selain itu pula, tidak sedikit kasus seorang
sahabat dapat menjadi musuh lantaran termakan oleh berita hoaks.
2. Pengalihan isu
Pengalihan isu merupakan pengalihan dari fokus masalah besar yang
seharusnya menjadi sorotan publik. Sebagai contoh terkini adalah, pada
kasus hoaks yang dilakukan oleh Ratna Sarumpaet. Hoaks yang dibuat
oleh Ratna Sarumpaet membuat sebagian dari rakyat Indonesia menjadi
mengalihkan perhatiannya kepada hal tersebut daripada fokus untuk
menyoroti masalah yang lebih besar, yaitu bencana Gempa Bumi yang
melanda kota Palu dan Tsunami di Donggala.
3. Penipuan Publik
Jenis penipuan ini biasanya bertujuan untuk menarik simpati masyarakat
yang percaya dengan hoaks tersebut, lalu ketika dianjurkan untuk
menyumbangkan sejumlah uang dan anehnya ada saja yang mau
menyumbangkan uang tersebut tanpa mau berpikir lebih dalam ataupun
detail apakah berita tersebut terbukti benar ataupun salah. Banyak orang
yang akhirnya tertipu dengan hoaks tersebut dan pada akhirnya terlanjur
mengirimkan sejumlah uang yang sangat besar.
4. Pemicu Kepanikan Sosial
Hoax yang satu ini memuat berita yang merangsang kepanikan khalayak
publik, dan beritanya berisikan tentang tindak kekerasan atau suatu
musibah tertentu. Salah satu contohnya adalah hoax tentang kecelakaan
hilangnya pesawat Garuda Indonesia dengan tujuan Jakarta – Palu
beberapa waktu lalu. Hoax ini begitu cepat menyebar sampai media massa
maupun media online harus mengklarifikasi berita tersebut agar
masyarakat tidak panik ataupun percaya dengan hoaks tersebut.
Kondisi tersebut dapat dicegah dengan melakukan edukasi terhadap
masyarakat akan bahaya hoaks, bekerja sama dengan layanan penyedia media
sosial serta penegakan hukum. Selain itu, penyebaran berita hoaks juga dapat
dicegah mulai dari diri sendiri dengan cara melakukan hal-hal sebagai berikut:

18
1. Berhati-hati dengan judul provokatif

Berita hoax seringkali menggunakan judul sensasional yang


provokatif, misalnya dengan langsung menudingkan jari ke pihak tertentu.
Isinya pun bisa diambil dari berita media resmi, hanya saja diubah-ubah
agar menimbulkan persepsi sesuai yang dikehendaki sang pembuat hoax.

Oleh karenanya, apabila menjumpai berita denga judul provokatif,


sebaiknya Anda mencari referensi berupa berita serupa dari situs online
resmi, kemudian bandingkan isinya, apakah sama atau berbeda. Dengan
demikian, setidaknya Anda sebabagi pembaca bisa memperoleh
kesimpulan yang lebih berimbang.

2. Cermati alamat situs

Untuk informasi yang diperoleh dari website atau mencantumkan


link, cermatilah alamat URL situs dimaksud. Apabila berasal dari situs
yang belum terverifikasi sebagai institusi pers resmi -misalnya
menggunakan domain blog, maka informasinya bisa dibilang meragukan.

Menurut catatan Dewan Pers, di Indonesia terdapat sekitar 43.000


situs di Indonesia yang mengklaim sebagai portal berita.

Dari jumlah tersebut, yang sudah terverifikasi sebagai situs berita


resmi tak sampai 300. Artinya terdapat setidaknya puluhan ribu situs yang
berpotensi menyebarkan berita palsu di internet yang mesti diwaspadai.

3. Periksa fakta

Perhatikan dari mana berita berasal dan siapa sumbernya? Apakah dari
institusi resmi seperti KPK atau Polri? Sebaiknya jangan cepat percaya
apabila informasi berasal dari pegiat ormas, tokoh politik, atau pengamat.

19
Perhatikan keberimbangan sumber berita. Jika hanya ada satu sumber,
pembaca tidak bisa mendapatkan gambaran yang utuh.

Hal lain yang perlu diamati adalah perbedaan antara berita yang dibuat
berdasarkan fakta dan opini. Fakta adalah peristiwa yang terjadi dengan
kesaksian dan bukti, sementara opini adalah pendapat dan kesan dari
penulis berita sehingga memiliki kecenderungan untuk bersifat subyektif.

4. Cek keaslian foto

Di era teknologi digital saat ini , bukan hanya konten berupa teks yang
bisa dimanipulasi, melainkan juga konten lain berupa foto atau video. Ada
kalanya pembuat berita palsu juga mengedit foto untuk memprovokasi
pembaca.

Cara untuk mengecek keaslian foto bisa dengan memanfaatkan mesin


pencari Google, yakni dengan melakukan drag-and-drop ke kolom
pencarian Google Images. Hasil pencarian akan menyajikan gambar-
gambar serupa yang terdapat di internet sehingga bisa dibandingkan.

5. Ikut serta grup diskusi anti-hoax

Di Facebook terdapat sejumlah fanpage dan grup diskusi anti hoax,


misalnya Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage &
Group Indonesian Hoax Buster, Fanpage Indonesian Hoaxes, dan Grup
Sekoci.

Di grup-grup diskusi ini, netizen bisa ikut bertanya apakah suatu


informasi merupakan hoax atau bukan, sekaligus melihat klarifikasi yang
sudah diberikan oleh orang lain. Semua anggota bisa ikut berkontribusi
sehingga grup berfungsi layaknya crowdsourcing yang memanfaatkan
tenaga banyak orang.

20
4.2 Hasil dan Analisis Data

Pada karya tulis ilmiah ini, salah satu metode pengumpulan data
menggunakan metode surver dengan responden meliputi pengguna media
sosial dari berbagai macam usia. Proses dilakukan melalui penyebaran
kuesioner pada 40 responden. Pengambilan sampel responden dilakukan
meyebar dari kalangangan mahasiswa hingga masyarakat umum. Hal ini
bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh masyarakat pengguna media sosial
mengetahui tentang bahaya hoax yang kerap kali terkandung dalam konten
media sosial.

Berikut adalah hasil data yang diperoleh melalui kuesioner dalam


pengumpulan data penulisan karya tulis ini :

4.2.1 Jenis Kelamin dan Usia


31-35
tahun
26-30 5%
tahun
10%

laki perem 21-25


tahun
laki puan 18%
40% 60% 15-20
tahun
67%

Gambar 1 : Diagram Jenis Kelamin dan Usia Pengguna Media Sosial


Dari 40 responden, pengguna media sosial yang paling banyak berjenis
kelamin perempuan dengan total 60 %. Adapun untuk usia, responden
terbanyak berada pada usia 15-20 tahun dengan presentasi 67%. Hal ini
menunjukkan bahwa pengguna media sosial didominasi oleh usia pelajar
sekolah menengah sampai mahasiswa perguruan tinggi.
4.2.2 Alokasi Waktu dan Jenis Media Sosial

21
< 2 jam
0%
2-4 jam Lainnya
10% 10%
Facebook
13%
Line
> 6 jam 3%
50% 4-6 jam WhatsApp Instagram
40% 17% 57%

Gambar 2 : Diagram Alokasi Waktu dan Media Sosial Terfavorit


Sebagian besar responden mengalokasikan waktunya untuk menggunakan
media sosial lebih dari 6 jam. Jenis media sosial berdasarkan yang paling
sering digunakan antara lain Instagram, WhatsApp, Facebook, dan Line. Rata-
rata aktivitas yang dilakukan antara lain konsumsi berita, update status, dan
mencari hiburan.
4.2.3 Intensitas dan Jenis Berita Hoax di Media Sosial

Sering Tidak Kesehata


sekali pernah n
8% 0% 10%

Sosial Politik
Sering Jarang 25% 45%
42% 50%

SARA
20%

Gambar 3 : Diagram Intensitas dan Jenis Berita Hoax di Media Sosial

Sebanyak 42% dari responden sering menemukan berita hoax dalam konten
media sosial. Ada pun berita hoax yang sering dijumpai terkait masalah
politik. Dari data tersebut menunjukkan bahwa hoax saat ini semakin mudah
menyebar melalui media sosial karena sifatnya yang mudah dan cepat untuk
diakses. Pengalokasian waktu penggunaan media yang cukup besar, otomatis
menjadikan responden akan lebih sering menjumpai porsi bacaan berita hoax
serta kemungkinan terpancing provokatif hoax menjadi semakin besar.

22
4.2.4 Faktor Maraknya Hoax dan Kemampuas Memilah Informasi
Tidak
mampu
3%
Mudah 70 30
Banyak diakses 17%
yang 22%
membag Mampu
ikan 45%
Kurangn
45% ya filter 50 50
dari 35%
media
sosial
33%

Gambar 4 : Diagram Faktor Maraknya Hoax dan Kemampuas Memilah


Informasi

Berdasarkan diagram di atas, factor penyebab maraknya hoax adalah karena


banyak yang membagikan, selain itu kurangnya filter dari media sosial turut
menyumbang 33% dari total keseluruhan factor penyebab maraknya hoax.
Persentase responden dalam kemampuan memilah informasi berdasarkan
fakta sudah banyak yang dapat memilah berita hoax, tetapi masih terdapat 3%
dari responden yang tidak mampu memilah berita hoax di media sosial. Hal
ini biasanya dikarenakan banyaknya bahasa yang provokatif serta data-data
palsu untuk meyakinkan pengguna media sosial untuk mempercayai hoax.

4.2.5 Dampak dari Berita Hoax

Memicu kebencian
25%

Menimbulkan opini
negatif Membuka peluang
50% penipuan
15%

Menaikkan angka
kriminalitas
10%

23
Gambar 5 : Diagram Dampak dari Berita Hoax
Berdasarkan diagram di atas, dampak dari berita hoax adalah menimbulkan
opini negative dengan persentase 50% . selain itu dapat memicu kebencian
kepada pihak lain.

24
BAB V

PENUTUP

1. KESIMPULAN

2. SARAN

Saran dari penulis adalah alangkah baiknya untuk meningkatkan


budaya membaca dan senantiasa mengingatkan lingkungan sekitar
sehingga menguatkan masyarakat dalam menghadapi maraknya berita
hoaks.

25
DAFTAR PUSTAKA

KBBI Daring, Hoaks, https://kbbi.kemdikbud.go.id. Diakses tanggal 3 April


2017.
Herlinda. Pengertian Hoax: Asal Usul dan Contohnya.
http://www.komunikasipraktis.com/. Diakses tanggal 20 Februari
2017.
Wikipedia. Pemberitaan Palsu. https://id.wikipedia.org/wiki/Pemberitaan
_palsu. Diakses 20 Februari 2017.
Herlinda, Hoax. http://www.komunikasipraktis.com. Diakses tanggal 20
Februari 2017.
Anto Satriyo Nugroho, Tips Menghadapi Hoax dan Spam.
www.ilmukomputer.com. Diakses tanggal 20 februari 2017.
Nurudin. 2012. Media Sosial Baru dan Munculnya Revolusi Proses
Komunikasi. Yogyakarta

Warta Media.co.id, Media Sosial Dinilai Jadi Sarang Penyebaran Berita


Hoax. https://www.wartaekonomi.co.id/read170362/media-sosial-
dinilai-jadi-sarang-penyebaran-berita-hoax.html. Diakses tanggal 09
Februari 2018

26

Anda mungkin juga menyukai