Anda di halaman 1dari 84

MODUL KEPERAWATAN

Perawatan Luka Modern pada WSD, Personal Hygiene,


dan Perawatan Luka WDS Paska Rumah Sakit

Penyususn:
Novian M. Adiutama
Khairun Nisa
M. Saleh Nuwa
Sandy Alfa W. A.
Yani Erniawati
M. Afif Hilmi
Trijati Puspita L.
Dr. Tintin Sukartini, S.Kp., M.kes.
Sjenie F. Areros, SST.

PRAKTIK KLINIK MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2017

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kehadirat Tuhan Yang
Maha Kuasa karena atas rahmat dan dan karunia-Nya,
buku modul yang berjudul Modul Keperawatan :
Perawatan Luka Modern pada WSD, Personal Hygiene,
dan Perawatan Luka WDS Paska Rumah Sakit telah
tersusun dengan baik. Modul ini disusun berdasarkan
hasil pengkajian pada perawatan luka WSD yang
dilakukan ruangan Palem 1 RSUD Dr. Soetomo
Surabaya dan beberapa dibuat oleh penyusun untuk
meningkatkan teknik perawatan luka pada pasien yang
terpasang dengan WSD berdasarkan eviden base nursing.
Modul ini diharapkan bisa menjadi petunjuk (Guide For
Nurse) dalam memberikan perawatan luka yang baik
bagi pasien di ruangan. Kami menyadari bahwa buku
modul ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu kritik
dan saran yang membangun dari pembaca sangat kami
harapkan demi kesempurnaan tulisan ini dimasa yang
akan datang. Akhirnya segala sifat kesempurnaan
hanyalah milik Tuhan Yang Maha Esa semata. Semoga
modul ini bermanfaat bagi penigkatan ilmu keperawatan,
khususnya perawatan luka pada pasien yang terpasang
WSD

Surabaya, Mei 2017

Penyusun
iii
DAFTAR ISI

H
HALAMAN JUDUL.............................................. i alaman
KATA PENGANTAR ............................................ ii
DAFTAR ISI.......................................................... iv

BAB 1 PENDAHULUAN..................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................... 1
1.2 Tujuan ..................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN TEORI .................................. 4


2.1. Anatomi Fisiologi Kulit.......................... 4
2.2. Fisiologi Penyembuhan Luka ................ 5
2.3. Managemen Perawatan Luka Modern.... 10
2.4. Perawatan Luka WSD dengan
Modern Dressing................................... 15
2.5. Pendokumentasian Perawatan Luka ...... 21

BAB 3 PENUTUP................................................. 27
3.1. Kesimpulan ............................................ 27
3.2. Saran....................................................... 27

DAFTAR PUSTAKA

iv
1. Perawatan Luka
Modern Pada WSD

1
1. Latar Belakang
Luka merupakan terputusnya kontinuitas suatu
jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan. Luka
ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur anatomis, sifat,
proses penyembuhan dan lama penyembuhan. Adapun
berdasarkan sifat yaitu : abrasi, kontusio, insisi, laserasi,
terbuka, penetrasi, puncture, dan lain-lain, sedangkan
klasifikasi berdasarkan struktur lapisan kulit meliputi:
superfisial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial
thickness, yang melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan
full thickness yang melibatkan epidermis, dermis, lapisan
lemak, fascia dan bahkan sampai ke tulang (Dealey, 2005)
Pada saat ini, perawatan luka telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat terutama dalam dua
dekade terakhir ini. Teknologi dalam bidang kesehatan
juga memberikan kontribusi yang sangat untuk
menunjang praktek perawatan luka ini. Disamping itu
pula, isu terkini yang berkait dengan manajemen
perawatan luka ini berkaitan dengan perubahan profil
pasien, dimana pasien dengan kondisi penyakit
degeneratif dan kelainan metabolic semakin banyak
ditemukan. Kondisi tersebut biasanya sering menyertai

2
kekompleksan suatu luka dimana perawatan yang tepat
diperlukan agar proses penyembuhan bisa tercapai
dengan optimal (Kartika, 2015)
Luka pada pasien yang terpasang Water Sealed
Drainage (WSD) adalah merupakan salah satu jenis luka
yang dibuat dengan sengaja untuk tujuan terapi. Bekas
insisi luka WSD dikatakan sebagai luka bersih. Luka ini
akan sembuh setelah selang WSD dilepaskan. Selama
dalam proses perawatan, luka ini bisa mengalami infeksi
akibat perawatan yang tidak sesuai, baik dari perawat
maupun pasien atau kondisi kormobid pasien itu sendiri.
Oleh karena itu manajemen perawatan luka yang baik
harus di perhatikan guna menjaga luka agar tetap bersih
sampai dilakukan pengangkatan selang dan selanjutnya
menutup dengan sendirinya sesuai dengan tahapan
penyembuhan luka (Durai, Hoque, & Davies, 2010)
Pada luka WSD sering kita temukan kondisi luka
yang banyak memiliki cairan, adanya slough, dan bahkan
terjadi infeksi. Kondisi ini akan mengakibatkan luka
akan mengalami proses penyembuhan yang lambat
setelah dilakukan pengangkatan selang WSD dan bahkan
mengakibatkan komplikasi yang lebih jauh pada pasien
yaitu infeksi atau sampai sepsis. Dengan demikian,
3
perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan
keterampilan yang adekuat terkait dengan proses
perawatan luka yang dimulai dari pengkajian yang
komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat,
implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan
selama perawatan serta dokumentasi hasil yang
sistematis (Mohammed, 2015)
Perawatan luka yang saat ini dilakukan diruangan
masih menggunakan metode konvensional dimana masih
menggunakan teknik yang lama yaitu menggunakan kasa
sebagai penutup luka. Metode konvensional merupakan
suatu teknik dimana menggunakan sistim kasa kering
dan kasa basah untuk menjaga kondisi luka. Metode ini
sebenarnya sudah kurang efektif dalam perawatan luka,
baik luka akut maupun luka kronik. Saat ini perawatan
luka sudah beralih dari metode konvensional ke metode
modern yaitu menggunakan berbagai dressing untuk
menutup luka yang dikenal dengan perawatan luka
modern.
Metode perawatan luka modern lebih
mengedepankan prinsip moisture balance (suasana
lembab) dalam perawatan luka, yang dimana untuk
menjaga kondisi ini digunakan balutan modern yang
4
dikenal dengan modern dressing. Selama ini, banyak
yang beranggapan bahwa suatu luka akan cepat sembuh
jika luka tersebut telah mengering. Namun faktanya,
lingkungan luka yang seimbang kelembabannya
memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen di
dalam matriks nonselular yang sehat. Pada luka akut,
moisture balance memfasilitasi aksi faktor pertumbuhan,
cytokines dan chemokines yang mempromosi
pertumbuhan sel dan menstabilkan matriks jaringan luka.
Jika Terlalu lembab di lingkungan luka dapat merusak
proses penyembuhan luka dan merusak sekitar luka,
menyebabkan maserasi tepi luka. Sementara itu,
kurangnya kondisi kelembaban pada luka menyebabkan
kematian sel, dan tidak terjadi perpindahan epitel dan
jaringan matriks. Untuk menciptakan suasana lembab,
pada cara perawatan luka konvensional memerlukan kasa
sebagai balutan dan Na Cl untuk membasahi. Kemudian
luka dikompres kasa lembab dan diganti sebelum kasa
mengering, dalam hal ini, memerlukan penggantian kasa
yang sering. Sementara untuk metode perawatan modern,
dalam menciptakan suasana lembab menggunakan
modern dressing, misalnya dengan ca alginat atau
hydrokoloid (Kartika, 2015)
5
Pada perawatan luka secara modern ini harus
tetap diperhatikan pada tiga tahapanya yakni mencuci
luka, membuang jaringan mati dan memilih balutan.
Mencuci luka bertujuan untuk menurunkan jumlah
bakteri dan membersihkan dari sisa balutan lama, serta
debrimen jaringan nekrotik atau membuang jaringan dari
sel yang mati dari permukaan luka. Pemilihan balutan
merupakan tahap penting untuk mempercepat proses
penyembuhan pada luka. Tujuan dari pemilihan balutan
luka ini adalah untuk membuang jaringan mati, benda
asing atau partikel dari luka. Belutan juga dapat
mengontrol kejadian infeksi atau melindungi luka dari
trauma dan invasi bakteri. Pemilihan balutan harus
mampu mempertahankan kelembaban luka, selain juga
berfungsi sebagai penyerap cairan luka. Balutan juga
harus nyaman digunakan dan steril serta cost
effective(Kartika, 2015)
1.2 Tujuan
1.2.1 Menjelaskan tentang anatami fisiologi kulit
1.2.2 Menjelaskan tentang fisiologi penyembuhan luka
1.2.3 Menjelaskan tentang perawatan luka modern.
1.2.4 Menjelaskan tentang perawatan luka WSD
dengan modern dressing
6
2.1 Anatomi Fisiologi Kulit
Kulit merupakan lapisan yang menutupi tubuh
manusia bagian luar. Menurut (Elaine N. Marieb,
Wilhelm, & Mallatt, 2012) Kulit terdiri dari 3 lapisan
diantaranya :
2.1.1 Epidermis
Epidermis merupakan bagian kulit paling luar.
Ketebalan epidermis berbeda-beda pada berbagai bagian
tubuh, yang paling tebal berukuran 1 mili meter misalnya
pada telapak tangan dan telapak kaki, dan yang paling
tipis berukuran 0,1 mili meter terdapat pada kelopak
mata, pipi, dahi dan perut.Sel-sel epidermis
disebut keratinosit. Epidermis melekat erat pada dermis
karena secara fungsional epidermis memperoleh zat-zat
makanan dan cairan antar sel dari plasma yang
merembes melalui dinding- dinding kapiler dermis ke
dalam epidermis.
2.1.2 Dermis ( Korium)
Kulit jangat atau dermis menjadi tempat ujung
saraf perasa, tempat keberadaan kandung rambut,
kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit (Sebacea) atau
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah
bening, dan otot penegak rambut (muskulus arektor pili).
7
Sel-sel umbi rambut yang berada di dasar kandung
rambut, terus-menerus membelah dalam membentuk
batang rambut. Kelenjar palit yang menempel di saluran
kandung rambut, menghasilkan minyak yang mencapai
permukaan kulit melalui muara kandung rambut. Kulit
jangat sering disebut kulit sebenarnya dan 95 % kulit
jangat membentuk ketebalan kulit. Ketebalan rata-rata
kulit jangat diperkirakan antara 1 - 2 mm dan yang
paling tipis terdapat di kelopak mata serta yang paling
tebal terdapat di telapak tangan dan telapak kaki.
Susunan dasar kulit jangat dibentuk oleh serat-
serat, matriks interfibrilar yang menyerupai selai dan
sel-sel.
2.1.3 Hipodermis / Subcutis.
Lapisan ini terutama mengandung jaringan
lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-saraf yang
berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang
dari pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan
kulit jangat. Jaringan ikat bawah kulit berfungsi sebagai
bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ
tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan
sebagai cadangan makanan. Ketebalan dan kedalaman
jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh, paling
8
tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak
mata. Jika usia menjadi tua, kinerja liposit dalam
jaringan ikat bawah kulit juga menurun. Bagian tubuh
yang sebelumnya berisi banyak lemak, lemaknya
berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin
kehilangan kontur.

Gambar 1.1 Anatomi kulit (sumber (Rizzo, 2010) )

9
2.2 Fisiologi Penyembuhan Luka
2.2.1 Pengertian Luka
Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu
jaringan oleh karena adanya cedera atau pembedahan.
Luka ini bisa diklasifikasikan berdasarkan struktur
anatomis, sifat, proses penyembuhan dan lama
penyembuhan. Luka adalah rusaknya kesatuan atau
komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat
substansi jaringan yang rusak atau hilang (Dealey, 2005)
Sedangkan klasifikasi berdasarkan struktur
lapisan kulit meliputi: superfisial, yang melibatkan
lapisan epidermis; partial thickness, yang melibatkan
lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang
melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia dan
bahkan sampai ke tulang.
Berdasarkan proses penyembuhan, dapat
dikategorikan menjadi tiga, yaitu:
1) Healing by primary intention
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukan bersih,
biasanya terjadi karena suatu insisi, tidak ada
jaringan yang hilang. Penyembuhan luka
berlangsung dari bagian internal ke ekseternal.
2) Healing by secondary intention
10
Terdapat sebagian jaringan yang hilang, proses
penyembuhan akan berlangsung mulai dari
pembentukan jaringan granulasi pada dasar luka dan
sekitarnya.
3) Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, biasanya
sering disertai dengan infeksi, diperlukan penutupan
luka secara manual.
Klasifikasi berdasarkan lama penyembuhan bisa
dibedakan menjadi dua yaitu: akut dan kronis. Luka
dikatakan akut jika penyembuhan yang terjadi dalam
jangka waktu 2-3 minggu. Sedangkan luka kronis adalah
segala jenis luka yang tidak tanda-tanda untuk sembuh
dalam jangka lebih dari 4-6 minggu. Luka insisi bisa
dikategorikan luka akut jika proses penyembuhan
berlangsung sesuai dengan kaidah penyembuhan normal
tetapi bisa juga dikatakan luka kronis jika mengalami
keterlambatan penyembuhan (delayed healing) atau jika
menunjukkan tanda-tanda infeksi.
Menurut tingkat Kontaminasi terhadap luka
dibedakan menjadi luka bersih dan luka bersih
terkontaminasi. Clean Wounds (Luka bersih), yaitu luka
bedah tak terinfeksi yang mana tidak terjadi proses
11
peradangan (inflamasi) dan infeksi pada sistem
pernafasan, pencernaan, genital dan urinari tidak terjadi.
Luka bersih biasanya menghasilkan luka yang tertutup;
jika diperlukan dimasukkan drainase tertutup (misal;
Jackson Pratt). Kemungkinan terjadinya infeksi luka
sekitar 1% - 5%. Clean-contamined Wounds (Luka bersih
terkontaminasi),merupakan luka pembedahan dimana
saluran respirasi, pencernaan, genital atau perkemihan
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu
terjadi, kemungkinan timbulnya infeksi luka adalah 3% -
11%.
2.2.2 Mekanisme Terjadinya Luka
1) Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris
oleh instrumen yang tajam. Misal yang terjadi akibat
pembedahan. Luka bersih (aseptik) biasanya tertutup
oleh sutura seterah seluruh pembuluh darah yang
luka diikat (Ligasi)
2) Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat
benturan oleh suatu tekanan dan dikarakteristikkan
oleh cedera pada jaringan lunak, perdarahan dan
bengkak.

12
3) Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit
bergesekan dengan benda lain yang biasanya dengan
benda yang tidak tajam.
4) Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat
adanya benda, seperti peluru atau pisau yang masuk
kedalam kulit dengan diameter yang kecil.
5) Luka gores (Lacerated Wound), terjadi akibat benda
yang tajam seperti oleh kaca atau oleh kawat.
6) Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang
menembus organ tubuh biasanya pada bagian awal
luka masuk diameternya kecil tetapi pada bagian
ujung biasanya lukanya akan melebar.
7) Luka Bakar (Combustio)
2.2.3 Proses Penyembuhan Luka
Luka akan sembuh sesuai dengan tahapan yang
spesifik dimana bisa terjadi tumpang tindih (overlap),
Proses penyembuhan luka tergantung pada jenis jaringan
yang rusak serta penyebab luka tersebut. Fase
penyembuhan luka dibedakan atas fase inflamasi,
proliferasi dan maturase:

1) Fase inflamasi :
13
Ciri-ciri
a) Hari ke 0-5
b) Respon segera setelah terjadi injuri
c) Pembekuan darah
d) Untuk mencegah kehilangan darah
e) Karakteristik : tumor, rubor, dolor, color, functio
laesa.
f) Fase awal terjadi haemostasis
g) Fase akhir terjadi fagositosis
h) Lama fase ini bisa singkat jika tidak terjadi
infeksi
2) Fase proliferasi
a) Terjadi setelah 24 jam terjadi injuri dan
berlanjut sampai kurang lebih 21 hari
b) Fase ini terdiri dari beberapa tahapn penting
diantaranya : Sintesis kolagen, garnulasi dan
epitelisasi.
c) Jaringan granulasi
pada Luka nampak
merah segar, mengkilat. Jaringan granulasi
terdiri dari kombinasi : Fibroblasts, sel
inflamasi, pembuluh darah yang baru,
fibronectin and hyularonic acid
14
d) Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertama ditandai
dengan penebalan lapisan epidermis pada
tepian luka sedangkan pada luka insisi
Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama.
e) Proses pembentukan kolagen membutuhkan
support oksigen, besi, seng, magnesium dan
protein.
3) Fase maturasi atau remodeling

a) Berlangsung mulai haari ke 21 sampai dengan 2


tahun
b) Terbentuknya kolagen yang baru yang
mengubah bentuk luka serta peningkatan
kekuatan jaringan (tensile strength)
c) Terbentuk jaringan parut (scar tissue)
d) 50-80% sama kuatnya dengan jaringan
sebelumnya
15
e) Terdapat pengurangan secara bertahap pada
aktivitas selular and vaskularisasi jaringan yang
mengalami perbaikan.
2.2.4 Faktor Yang Mempengaruhi Proses
Penyembuhan Luka
1) Status imunologi atau kekebalan tubuh
Penyembuhan luka adalah proses biologis yang
kompleks, terdiri dari serangkaian peristiwa
berurutan bertujuan untuk memperbaiki jaringan
yang terluka. Peran sistem kekebalan tubuh dalam
proses ini tidak hanya untuk mengenali dan
memerangi antigen baru dari luka, tetapi juga untuk
proses regenerasi sel.
2) Kadar gula darah
Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi
insulin, seperti pada penderita diebetes melitus, juga
menyebabkan nutrisi tidak dapat masuk ke dalam
sel, kibatnya terjadi penurunan protein dan kalori
tubuh.
3) Rehidrasi dan pencucian luka
Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka,
jumlah bakteri di dalam luka akan berkurang,

16
sehingga jumlah eksudat yang dihasilkan bakteri
akan berkurang.
4) Nutrisi
Nutrisi memainkan peran tertentu dalam
penyembuhan luka. Misalnya, vitamin C sangat
penting untuk sintesis kolagen, vitamin A
meningkatkan epitelisasi, dan seng (zinc) diperlukan
untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Semua nutrisi,
termasuk protein, karbohidrat, lemak, vitamin, dan
mineral, baik melalui dukungan parenteral maupun
enteral, sangat dibutuhkan. Malnutrisi menyebabkan
berbagai perubahan metabolik yang mempengaruhi
penyembuhan luka.
5) Kadar albumin darah
Albumin sangat berperan untuk mencegah edema,
albumin berperan besar dalam penentuan tekanan
onkotik plasma darah. Target albumin dalam
penyembuhan luka adalah 3,5-5,5 g/dl.
6) Suplai oksigen dan vaskulerisasi
Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif,
seperti proliferasi sel, pertahanan bakteri,
angiogenesis, dan sintesis kolagen. Penyembuhan
luka akan terhambat bila terjadi hipoksia jaringan.
17
7) Nyeri
Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus
peningkatan hormon glukokortikoid yang
menghambat proses penyembuhan luka.
8) Kortikosteroid
Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-
faktor pertumbuhan dan deposisi kolagen dalam
penyembuhan luka. Steroid juga menekan sistem
kekebalan tubuh / sistem imun yang sangat
dibutuhkan dalam penyembuhan luka.
2.3 Management Perawatan Luka Modern
2.3.1 Konsep moist dalam perawatan luka
Moist artinya lembab. Perawatan luka modern
merupakan perawatan luka yang menggunakan modern
dressing sebagai pembalut luka untuk menjaga suasana
lembab pada luka. Selama ini, banyak yang beranggapan
bahwa suatu luka akan cepat sembuh jika luka tersebut
telah mengering. Namun bukti penelitian menunjukan
bahwa kondisi moist merupakan kondisi yang paling
efektif dalam proses penyembuhan luka. Hal ini
dikarenakan lingkungan luka yang seimbang
kelembabannya memfasilitasi pertumbuhan sel dan
proliferasi kolagen di dalam matriks nonselular yang
18
sehat. Pada luka akut, moisture balance memfasilitasi
aksi faktor pertumbuhan, cytokines dan chemokines yang
mempromosi pertumbuhan sel dan menstabilkan matriks
jaringan luka. Jika Terlalu lembab di lingkungan luka
dapat merusak proses penyembuhan luka dan merusak
sekitar luka, menyebabkan maserasi tepi luka. Sementara
itu, kurangnya kondisi kelembaban pada luka
menyebabkan kematian sel, dan tidak terjadi perpindahan
epitel dan jaringan matriks (Gitarja, 2014)
2.3.2 Konsep TIME dalam perawatan luka
Dalam perawatan luka modern dikenal dengan
konsep TIME, baik luka akut maupun luka kronik.
Penjabaran dari konsep TIME tersebut adalah sebagai
berikut (Flanga 2004)
1) Tissue managemen (manajemen jaringan)
Manajemen jaringan luka dengan cara
menghilangkan jaringan Nekrotik dan Slough agar
dasar luka dapat jelas terlihat sehingga memudahkan
dalam penentuan jenis balutan yang paling tepat.
Manajemen Jaringan dapat dilakukan melalui:
a) Autolytic Debridement

19
Menghilangkan jaringan nekrotik secara
automatis tanpa memberikan kerusakan pada
jaringan yang sehat.
b) Biologycal debridement
Mengatasi jaringan mati dengan bantuan makhluk
hidup contohnya Magot (larva pemakan jaringan
mati)
c) Enzymatik debridement.
Menggunakan enzim untuk proses debridement,
misalnya madu dan lidah buaya
d) Mechanical debridement
Tekhnik debridement secara mekanik, misalnya
Swabbing dengan Kassa
e) Surgical debridement.
Debridement yang dilakukan di ruang operasi.
Diantara kelima cara manajemen jaringan di atas,
yang terbaik adalah autolytic debridement hanya
saja memerlukan waktu yang lama.
2) Inflammation and Infection Control (manajemen
inflamasi dan kontrol infeksi)
Faktor lain yang dapat menghambat penyembuhan
luka adalah Inflamasi dan infeksi, sehingga perlu
dilakukan pengkajian apakah luka mengalami
20
infeksi atau tidak, bila terjadi infeksi maka infeksi
harus di atasi dengan menggunakan balutan yang
dapat mengatasi infeksi sedangkan luka yang tidak
infeksi, luka perlu di cegah agar tidak terjadi infeksi.
Selain itu perlu di perhatikan pula waktu inflamasi,
inflamasi yang memanjang tanda dini adanya
hambatan penyembuhan.
3) Moisture Balance
Langkah selanjutnya adalah menjaga Keseimbangan
kelembaban Luka dengan cara menggunalan balutan
dengan daya serap tinggi untuk luka hiper eksudat,
atau lakukan pengompresan untuk luka yang kering
sehingga didapatkan keseimbangan kelembaban
4) Epithelial Edge
Manajemen luka yang sering terlupakan adalah tepi
luka. Tepi luka yang keras dan kering akan
menghambat proses epitelisasi dalam penyembuhan
luka. Sehingga tepi luka harus disiapkan sejak dini.
Luka yang sehat ditandai dengan adanya epitelisasi
pada tepi luka, bila dalam 2-4 minggu tidak ada
kemajuan tepi luka lakukan reassessment epithelial
edge

21
2.3.3 Tujuan perawatan luka berdasarkan warna
dasar luka
Berdasarkan kondisi warna luka, metode yang
sering dikenal adalah RYB/Red Yellow Black (Merah
Kuning Hitam)
1) Luka dasar merah
Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah
adalah mempertahankan lingkungan luka dalam
keadaan lembap, mencegah trauma atau perdarahan
serta mencegah adanya eksudat.
2) Luka dasar kuning
Tujuan perawatan adalah meningkatkan sistem
autolisis debridement agar luka berwarna merah,
kontrol eksudat, menghilangkan bau tidak sedap dan
mengurangi atau /menghindari kejadian infeksi.
3) Luka dasar hitam
Tujuan perawatan sama dengan luka dasar warna
kuning, yaitu pembersihan jaringan mati dengan
debridement, baik dengan autolysis debridement
maupun dengan pembedahan.

2.3.4 Modern Dressing

22
Ada beberapa modern dressing yang sering
digunakan dalam perawatan luka. Berikut ini
rekomendasi modern dressing berdasarkan bukti
penelitian :
1) Semipermeable Film Dressing
Dilapisi dengan bahan perekat,
tipis, transparan, mengandung
polyurethane film. Permeabel
terhadap gas, tapi impermeabel terhadap cairan dan
bakteri, mendukung kelembaban termasuk pada
nerve endings sehingga mengurangi nyeri, dan
yang paling penting adalah memudahkan inspeksi
pada luka.
2) FoamDressing
Mengandung Polyurethane foam, tersedia dalam
kemasan sheets (lembaran) atau cavity filling.
Dressing ini sangat cocok digunakan pada luka
dengan severe hingga high eksudat.

3) Hydrocolloids
Balutan ini mengandung partikel hydroactive
23
(hydrophilic) yang terikat dalam polymer
hydrophobic. Partikel hydrophilic-nya mengabsorbsi
kelebihan kelembaban pada luka dan
menkonversikannya ke dalam bentuk gel. Hydrogel
dapat bertahan 5-7 hari bergantung karakter eksudat.
4) Hydrogels
Salah satu contoh colloid yang berbahan dasar
gliserin atau air mengembang dalam air (exudat
luka). Mirip dengan hydrocolloid tapi dalam bentuk
gel.

5) CalciumAlginate
Terbuat dari polysakarida rumput laut (seawed
polysacharida), dapat menghentikan perdarahan
minor pada luka, tidak lengket, menyerap eksudat
dan berubah menjadi gel bila kontak dengan cairan
tubuh.

24
6) Hidrofobik
Terbuat dari katun yang mengandung bahan aktif
dialcylcarbamoil chloride yang bersifat hidrofobik
kuat. Sifat ini sama dengan karakteristik bakteri
sehingga diharapkan dapat terjadi ikatan secara
fisika dan dengan pergantian dressing, bakteri yang
ada di permukaan luka juga terangkat.
7) Hydrofiber
Terbuat dari serat carboxymethylcellulose (CMC)
yang mampu menyerap banyak eksudat dan berubah
menjadi gel sehingga tidak menimbulkan trauma
jaringan saat pergantian balutan.
8) SilverDressing
Silver dressing cocok digunakan untuk luka kronis
yang tak kunjung sembuh. Memiliki kemampuan
dalam mengendalikan kolonisasi bakteri pada
permukaan luka sehingga mempercepat
reephitelisasi hingga 40 % dibanding penggunaan
cairan antibiotik.
9) Metcovazin

25
Bentuk salep dengan bahan dasar Zink dan vaselin
(Metcovazin red, Metcovazin regular, dan
Metcovazin gold)
a) Metcovazin red :penggunaan luka dasar merah,
suport sintesa collagen dengan bahan aktif
hydrocolloid
b) Metcovazin regular : penggunaan untuk luka
kronik dengan dasar kuning atau hitam.
c) Metcovazin gold : penggunaan untuk luka
infeksi (kolonisasi bakteri dengan bahan aktif
Cadoximer iodin)
10) Polyhexanide (cairan pencuci luka)
Sangat baik digunakan
pada luka akut maupun
luka kronik. Pada luka
yang terpasang WSD
sangat dianjurkan untuk
mencegah terjadinya infeksi. Penelitian Perez R et
al. Wound Management (2010)bahwa cairan ini
sangat ampuh untuk membunuh bakteri yang
resisten. Significant reduction of MRSA at 48 and 72
hours (p<0.05) compared to the other treatment
groups. Removal of MRSA biofilm was only
26
demonstrated using Prontosan; both saline solutions
failed to reduce MRSA counts
2.4 Perawatan Luka WSD dengan Modern
Dressing
2.4.1 Pengkajian luka
Tahap awal dalam perawatan luka adalah
melakukan pengkajian terhadap luka. Tujuan dilakukan
pengkajian luka adalah untuk mendapatkan informasi
yang relevan tentang pasien dan luka, memonitor proses
penyembuhan luka, menentukan program perawatan luka
pada pasien, dan mengevaluasi keberhasilan perawatan
Pada luka dengan pemasangan selang WSD. Ada
beberapa aspek yang menjadi fokus pengkajian. Pada
dasarnya ada 2 hal yang menjadi fokus pengkajian yaitu
pengkajian menyeluruh (holistic assessment) dan wound
assessment (pengkajian luka) itu sendiri. Aspek yang
dikaji pada holistic assessment adalah penyebab luka
(etiology), lamanya luka (Duration of the wound)dan
faktor yang menghambat penyembuhan luka (Factor that
impede healing).
Penyebab luka WSD adalah luka yang dibuat
dengan sengaja untuk tujuan terapi. Luka WSD
merupakan jenis luka bersih. Luka WSD bisa menjadi
27
luka bersih terkontaminasi sebagai akibat tindakan
perawatan yang tidak steril, kebersihan diri lingkungan
dan pasien yang kurang. Lamanya luka WSD tergantung
dari lamanya selang WSD ditanam di pleura. Ada
beberapa faktor yang menghambat penyembuhan luka
yaitu factor kormobid (penyakit penyerta) misalnya
kanker atau diabetes mellitus, penggunaan obat-obatan
misalnya golongan kortikosteroid, penurunan oksigenasi
dan perfusi jaringan, perubahan nutrisi dan hidrasi serta
hambatan psikososial misalnya faktor keluarga, dan
keuangan.
Pada pengkajian luka ada beberapa aspek yang
perlu di kaji diantaranya :
1) Location ( Letak Luka )
Letak luka pada area dada, tergantung pada paru
yang dilakukan pemasangan WSD.
2) Stage luka ( stadium luka )
a) Stage I : Lapisan epidermis utuh, namun terdapat
erithema atau perubahan warna
b) Stage II : Kehilangan kulit superfisial dengan
kerusakan lapisan epidermis dan dermis.
Erithema dijaringan sekitar yang nyeri, panas

28
dan edema. Exudte sedikit sampai sedang
mungkin ada.
c) Stage III : Kehilangan sampai dengan jaringan
subcutan, dengan terbentuknya rongga (cavity),
terdapat exudat sedang sampai banyak.
d) Stage IV : Hilangnya jaringan subcutan dengan
terbentuknya (cavity), yang melibatkan otot,
tendon dan/atau tulang. Terdapat exudate sedang
sampai banyak.
3) Wound base ( Dasar Luka )
Dasar luka bisa dibedakan atas Hitam, merah dan
kuning (R,Y,M)
4) Type of tissue ( Epitelisasi
Granulasi Slough )
a) Hitam atau Nekrotik yaitu eschar yang
mengeras dan nekrotik, mungkin kering atau
lembab.
b) Kuning atau Sloughy yaitu jaringan mati yang
fibrous, kuning dan slough.
c) Merah atau Granulasi yaitu jaringan granulasi
sehat.
d) Pink atau Epithellating yaitu terjadi epitelisasi.

29
e) Kehijauan atau terinfeksi yaitu terdapat tanda-
tanda klinis infeksi seperti nyeri, panas,
bengkak, kemerahan dan peningkatan exudate.
5) Dimention ( Pengukuran Luka )
Dimensi ukuran meliputi ukuran panjang, lebar,
kedalaman atau diameter ( lingkaran ). Pengkajian
dan evaluasi kecepatan penyembuhan luka dan
modalitas terapi adalah komponen penting dari
perawatan luka. Semua luka memerlukan pengkajian
2 dimensi pada luka terbuka dan pengkajian 3
dimensi pada luka berrongga atau berterowongan.
6) Exudates ( Cairan Luka )
Hal yang perlu dicatat tentang exudate adalah jenis,
jumlah, warna, dan konsistensi
a) Jenis Exudate, ada berbagai jenis exudate
diantaranya Serous (cairan berwarna jernih),
hemoserous (cairan serous yang mewarna merah
terang), Sanguenous (cairan berwarna darah
kental/pekat), Purulent kental mengandung
nanah)
b) Jumlah, Kehilangan jumlah exudate luka
berlebihan, seperti tampak pada luka bakar atau
fistula dapat mengganggu keseimbangan cairan
30
dan mengakibatkan gangguan elektrolit. Kulit
sekitar luka juga cenderung maserasi jika tidak
menggunkan balutan atau alat pengelolaan luka
yang tepat.
c) Warna, Ini berhubungan dengan jenis exudate
namun juga menjadi indikator klinik yang baik
dari jenis bakteri yang ada pada luka terinfeksi
(contoh, pseudomonas aeruginosa yang
berwarna hijau/kebiruan).
d) Konsistensi, Ini berhubungan dengan jenis
exudate, sangat bermakna pada luka yang
edema dan fistula.
7) Odor ( Bau Tidak Sedap )
Bau pada luka berhubungan dengan infeksi luka dan
kontaminasi luka oleh cairan tubuh seperti faeces
terlihat pada fistula. Bau mungkin juga berhubungan
dengan proses autolisis jaringan nekrotik pada
balutan oklusif (hidrocolloid).
8) Wound edge ( Tepi Luka )
Tepi luka perlu dikaji untuk mengetahui ada
tidaknya udem, callus maupun epitelisasi.
9) Periwound skin ( Kulit Sekitar
Luka )
31
Inspeksi dan palpasi kulit sekitar luka akan
menentukan apakah ada sellulitis, edema, benda
asing, ekzema, dermatitis kontak atau maserasi.
Vaskularisasi jaringan sekitar dikaji dan batas-
batasnya dicatat. Catat warna, kehangatan dan waktu
pengisian kapiler jika luka mendapatkan penekanan
atau kompresi.
10) Sign of Infection ( Tanda Infeksi )
Infeksi klinis dapat didefinisikan sebagai
pertumbuhan organisme dalam luka yang berkaitan
dengan reaksi jaringan. (Westaby 1985). Reaksi
jaringan tergantung pada daya tahan tubuh host
terhadap invasi mikroorganisme. Derajat daya tahan
tergantung pada faktor-faktor seperti status
kesehatan umum, status nutrisi, pengobatan dan
derajat kerusakan jaringan. Infeksi mempengaruhi
penyembuhan luka dan mungkin menyebabkan
dehiscence, eviserasi, perdarahan dan infeksi
sistemik yang mengancam kehidupan. Secara
reguler klien diobservasi terhadap adanya tanda dan
gejala klinis infeksi sistemik atau infeksi luka.
Berdasarkan kondisi infeksi, luka diklasifiksikan
atas:
32
a) Luka Bersih.
Tidak ada tanda-tanda infeksi. Luka dibuat
dalam kondisi pembedahan yang aseptik, tidak
termasuk pembedahan pada sistem perkemihan,
pernafasan atau pencernaan.
b) Bersih terkontaminasi.
Luka pembedahan pada sistem perkemihan,
pernafasan atau pencernaan. Luka
terkontaminasi oleh flora normal jaringan yang
bersangkutan namun tidak ada reaksi host.
c) Kontaminasi.
Kontaminasi oleh bakteri diikuti reaksi host
namun tidak terbentuk pus/nanah.
d) Infeksi.
Terdapat tanda-tanda klinis infeksi dengan
peningkatan kadar leukosit atau makrophage.
11) Wound Pain ( nyeri )
Penyebab nyeri pada luka, baik umum maupun lokal
harus dipastikan. Apakah nyeri berhubungan dengan
penyakit, pembedahan, trauma, infeksi atau benda
asing. Atau apakah nyeri berkaitan dengan praktek
perawatan luka atau prodak yang dipakai. Nyeri
harus diteliti dan dikelola secara tepat.
33
2.4.2 Perawatan Luka WSD
Setelah melakukan pengkajian tahap selanjutnya
adalah melakukan perawatan luka. Data yang diperoleh
pada pengkajian menjadi dasar dalam pengambilan
keputusan untk managemen perawatan luka. Adapun
tahapan perawatan luka WSD sebagai berikut
1) Jelaskan prosedur dan tujuan dari tindakan yang
akan dilakukan
2) Melakukan komunikasi terapeutik sebelum
selama dan sesudah dilakukan perawatan.
3) Cuci tangan pada air mengalir sebelum
melakukan tindakan
4) Cuci tangan dengan alkohol gel saat mengganti
sarung tangan
5) Gunakan sarung tangan dan lakukan penggantian
sarung tangan, saat mengkaji dan mencuci, serta
membalut luka ( sekurangya 3 kali )
6) Membuka balutan dengan hati-hati untuk
mencegah terjadinya perdarahan / trauma pada luka.
7) Lakukan pencucian luka dengan menggunakan
cairan yang sesuai bilas dengan cairan non-toksik
lalu keringkan (anjuran (polihexanyde). Juga

34
bersihkan area selang dada dari pangkal keluar
kurang lebih 10-15 cm.
8) Bersihkan tepi luka dan kulit sekitar luka
9) Lakukan pengkajian luka dengan seksama sesuai
prosedur dan format pengkajian luka
10) Bila terdapat jaringan nekrosis (berwarna kuning
atau hitam), lakukan debridement ( dengan gunting
atau bisturi )
11) Berikan topikal terapi yang sesuai berdasarkan
warna luka, banyaknya eksudat dan ada tidaknya
infeksi :
a. Warna dasar luka
JENIS
PINK MERAH KUNING HITAM
TOPIKAL
Metcovazin
Hydroactive
Gel
Hydrocolloid
pasta / powder
Kalsium
Alginate
Hydrocellulosa
Collagen

35
b. Banyaknya exudate
JENIS TIDAK
BANYAK SEDANG SEDIKIT
TOPIKAL ADA
Metcovazin +
gamge
Transparent
film
Hidrokoloid
Kalsium
alginate
Hydrocellulose
Polyurethane
foam

c. Tanda Infeksi

JENIS GRAM GRAM KUMAN


JAMUR
TOPIKAL + - ANAEROB

Hydrofobic
Silver
Metcovazin
gold
12) Balut luka secara occlusive / tertutup (moisture
balance), pada beberapa jenis topical tidak
memerlukan kasa lagi sebagai balutan kedua missal :
hydrocolloid dan polyurethane foam
13) Berikan tambahan padding / gause bila eksudat
sangat banyak / ( sesuaikan dengan kondisi ) dan
tutup dengan perekat yang transparan.

36
14) Kaji pergerakan dan rasa nyaman pasien setelah
dibalut.
15) Bersihkan dan rapikan alat
16) Berikan informasi kapan mengganti balutan.
17) dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan

37
2.5 Pendokumentasian Perawatan Luka
2.5.1 Pengkajian Luka

PENGKAJIAN LUKA
Identitas Pasien
Nama :
Jenis Kelamin :
Usia :
Diagnosa :
Doctors :
Nurse :

GAMBAR PROGESS LUKA

Date : Date : Date :

Date : Date : Date :


CATATAN:

38
LOKASI LUKA ( beri tanda X )

Depan Belakang

39
Items Pengkajian Date Date Date Date
1. Ukuran 1= P X L < 4
Luka cm
2= P X L 4 <
16 cm
3= P X L 16
< 36 cm
4= P X L 36
< 80 cm
5= P X L >
80 cm
2. Kedalaman 1= Stage 1
2= Stage 2
3= Stage 3
4= Stage 4
5=Necrosis
Wound
3. Tepi Luka 1. = samar,
tidak
jelas
terlihat
2. = batas
tepi
terlihat,
menyatu
dengan
dasar
luka
3. = jelas,
tidak
menyatu
dasar
luka
4. = jelas,
tidak
menyatu
dgn dasar
luka,
tebal
5. = jelas,

40
fibrotic,
parut
tebal/
hyperker
atonic
4. Goa 1= tidak ada
2= goa < 2
cm di
area
manapun
3= goa 2-4
cm < 50
%
pinggir
luka
4= goa 2-4
cm >
50%
pinggir
luka
5= goa > 4
cm di
area
manapun
5. Tipe 1= tidak ada
Eksudate 2= bloody
3=serosangu
ineous
4= serous
5= purulent
6. Jumlah 1= kering
Eksudate 2= moist
3= sedikit
4= sedang
5= banyak
7. Warna Kulit 1= pink atau
Sekitar normal
Luka 2=merah
terang
jika di

41
tekan
3= putih atau
pucat
atau
hipopigm
entasi
4=merah
gelap /
abu2
5=hitam atau
hyperpig
mentasi
8. Jaringan 1=nosweling
Yang Edema atau
edema
2=non
pitting
edema
kurang
dari < 4
cm
disekitar
luka
3=non
pitting
edema >
4cm
disekitar
luka
4=pitting
edema
kurang
dari <
4cm
disekitar
luka
5=krepitasi
atau
pitting
edema >
4 cm
42
9. Jaringan 1= kulit utuh
Granulasi atau
stage 1
2=terang
100 %
jaringan
granulasi
3= terang 50
%
jaringan
granulasi
4= granulasi
25 %
5= tidak ada
jaringan
granulasi
10. Epitelisasi 1=100%
epitelsasi
2= 75 % -
100 %
epitelsasi
3= 50 % -
75%
epitelsasi
4= 25 % - 50
%
epitelsasi
5= < 25 %
epitelsasi

SKOR TOTAL
PARAF DAN NAMA
PETUGAS

1 15 30 55

43
Jaringan Regenerasi Degenerasi
Sehat luka luka
( beri tanda X dan tanggal pada status kondisi luka )

2.5.2 CATATAN PERKEMBANGAN

Tgl
(Date)

Luka
(Wound)
Stadium Luka
(Wound Stage)
Dasar Luka
(Wound Bed)

Cairan Luka
(Exudate)
Kulit Sekitar
(Surrounding Skin)
Rasa Sakit
(Pain)
Ukuran
(Measure)

Cara Membalut yang


telah dilakukan
dan produk yang
digunakan (previous
dressing performance
and current product
used)

TTD

44
PERAWATAN LUKA (WOUND CARE)
PERKEMBANGAN dan DOKUMENTASI (PROGRESS
and DOCUMENTATION)

Petunjuk Cara Penggunaan Form (Guidelines for Use of


Form)

LUKA (WOUND) Jika lebih dari satu luka, beri nomor


untuk tiap luka dan gunakan di dalam kotak ini.
Pastikan nomor pengkajian (if more than 1 wound,
give each wound a number and use numeral in this
box. Ensure same number as in assessment)
STADIUM LUKA (WOUND STAGE) Harus
memperlihatkan stadium paling bawah sampai luka
membaik. Gunakan stadium untuk mengindikasikan
form pengkajian luka (Should demonstrate lower
stages as wound progresses towards healing. Use
stages as indicated on wound assessment form)
DASAR LUKA (WOUND BED) Estimasi persentase tiep
luka jaringan, misal 10% eschar 40% sloughy 45%
granulasi 5% epitel baru. Juga harus di
dokumentasikan disini apabila dilakukan debridemang
dengan menggunakan alat tajam (Estimate % wound
tissue type eg 10% eschar eschar 40% sloughy 45%
granulating 5% newly epithialted. Should also
document here when conservative sharp wound
dbridement performed (CSWD)
CAIRAN LUKA (EXUDATE) Iindikasikan tipe, kepekatan
dan perkiraan volume, Penambahan jumlah cairan dan
bau yang tidak sedap dapat berarti adanya infeksi
(Indicate type, odour, viscosity and approximate

45
volume, increased exudate volume and odour may
indicate infection)
KULIT SEKITAR LUKA (SURROUNDING SKIN)
Adanya indikasi jaringan bereaksi terhadap perekat
serta status umum (Indicate tissue reactions to
adhesives as well as general status)
RASA SAKIT (PAIN) Dokumentasi perubahan tingkat rasa
sakit, penghilang rasa sakit yang dibutuhkan untuk
tindakan dll. Meningkatnya rasa sakit dapat
diakibatkan oleh infeksi (Document alterarions in pain
levels, pain relief required for procedure etc. increased
pain levels my indicate infection)
UKURAN LUKA (WOUND MEASUREMENT) Harus di
dokumentasikan minimal tiap hari sekali. Lampirkan
jika ada pengambilan foto atau jiplakan (to be
documented at least fornightly. Indicate if photograph
or tracing taken)
PERFORMA BALUTAN (DRESSING PERFORMANCE)
Indikasikan kepatutan dari metode yang digunakan dan
pergantian produk balutan (indicates appropriateness of
current regime and changes to dressing products)

46
3.1 KESIMPULAN
a. Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi
produk perawatan luka pada pasien yang
terpasang WSD dapat memberikan nilai optimal
jika digunakan secara tepat
b. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka
pada pasien yang terpasang WSD adalah
pengkajian luka yang komprehensif agar dapat
menentukan keputusan klinis yang sesuai dengan
kebutuhan pasien
c. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis
diperlukan untuk menunjang perawatan luka yang
berkualitas
3.2 SARAN
Diharapkan setelah membaca makalah ini, dalam
perawatan WSD dapat meminimalkan resiko infeksi
dan dapat meningkatkan kesembuhan dan d
kesehatan pasien

DAFTAR PUSTAKA
47
Dealey, C. (2005). THE CARE OF WOUNDS: A
GUIDE FOR NURSES (3rd ed). united kingdom:
Blackwell Publishing Ltd.
Durai, R., Hoque, H., & Davies, T. W. (2010). Managing
a Chest Tube and Drainage System, 91(2), 275284.
Elaine N. Marieb, Wilhelm, P. B., & Mallatt, J. (2012).
Human Anatomy. (S. Beauparlant, Ed.) (6th ed).
United States of America: ,media update.
Falanga, V. (2004) Wound bed preparation: science
applied to practice, in European Wound
Management Association (EWMA) Position
Document, Wound Bed Preparation in Practice.
MEP Ltd, London.
Gitarja, W. sri. (2014). Perawatan Luka: student
Handbook CWCCA. Bogor: wocare center.
Kartika, R. W. (2015). Perawatan Luka Kronis dengan
Modern Dressing, 42(7), 546550.
Mohammed, H. M. (2015). Chest tube care in critically
ill patient: A comprehensive review. Egyptian
Journal of Chest Diseases and Tuberculosis, 64(4),
849855.
https://doi.org/10.1016/j.ejcdt.2015.06.002
48
Rizzo, D. C. (2010). fundamentals of anatomy
physiology (3th ed). United States of America.

49
2. Personal Hygiene

1.1 Latar Belakang


50
Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan
profesional yang merupakan bagian integral dari
pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-
spiritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu,
keluarga dan masyarakat baik sakit maupun sehat yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia. Hal ini
bermakna dalam pemberian asuhan keperawatan
profesional kepada masyarakat sesuai dengan kaidah
keperawatan sebagai profesi. Karakteristik profesi salah
satunya berorentasi pada pelayanan mengunakan
keahlian demi pemenuhan kebutuhan pasien termasuk
pemenuhan kebutuhan dasar.
Kebutuhan dasar manusia merupakan fokus
dalam asuhan keperawatan. Bagi pasien yang mengalami
gangguan kesehatan, maka kemungkinan ada satu atau
beberapa kebutuhan dasar pasien yang akan terganggu.
Kebutuhan dasar manusia dibagi menjadi kebutuhan
fisik, psikologis dan sosial. Kebutuhan fisik harus
dipenuhi lebih dahulu karena merupakan kebutuhan yang
terbesar meliputi nutrisi, istirahat, oksigen, eliminasi,
kegiatan seksual, oleh karena itu perawat harus memiliki
kemampuan dan pengetahuan cara pemenuhan

51
kebutuhan dasar manusia, dengan memantau dan
mengikuti perkembangan kemampuan pasien dalam
melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari untuk
memenuhi kebutuhan dasar terutama pasien imobilisasi.
Pasien imobilisasi memerlukan bantuan dalam
memenuhi kebutuhan fisik, karena pasien tidak mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri. Imobilisasi
didefinisikan secara luas sebagai tingkat aktivitas yang
kurang dari mobilitas optimal. Mobilitas sendiri adalah
pergerakan yang memberikan kebebasan dan
kemandirian bagi seseorang. Walaupun jenis aktivitas
berubah sepanjang kehidupan manusia, mobilitas adalah
pusat untuk berpartisipasi dalam dan menikmati
kehidupan. Ada beberapa pasien yang harus tinggal di
tempat tidur untuk periode waktu lama. Imobilisasi yang
lama berdampak negatif yaitu mempengaruhi kulit secara
langsung dan beberapa organ tubuh lainnya. Kemampuan
pasien dan tujuan pengobatan harus tetap diingat apabila
tingkat aktifitas dari setiap pasien sudah terbentuk. Oleh
sebab itu perawat harus menemukan cara untuk
meningkatkan aktivitas yang tepat untuk pasien,
sehingga tingkat kemandirian pasien dalam memenuhan
kebutuhannya meningkat terutama kebutuhan perawatan

52
diri, meliputi kebersihan diri pasien yang berperan dalam
prosese penyembuhan pasien.
Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan
merupakan hal yang sangat penting dan harus
diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi
kesehatan dan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri
sangat berpengaruh diantaranya kebudayaan,
sosial,keluarga, pendidikan. Persepsi seseorang terhadap
kesehatan,serta perkembangan ( dalam Tarwoto &
Wartonah 2006).
Praktik hygiene sama dengan peningkatan
kesehatan. Dengan implementasi tindakan hygiene
pasien, atau membantu anggota keluarga untuk
melakukan tindakan itu dalam lingkungan rumah sakit,
perawat menambah tingkat kesembuhan pasien. Dengan
mengajarkan cara hygiene pada pasien, pasien akan
berperan aktif dalam meningkatkan kesehatan dan
partisipan dalam perawatan diri ketika memungkinkan
(dalam Perry & Potter, 2005).
Jika seseorang sakit,biasanya masalah kebersihan
kurang diperhatikan. Hal initerjadi karena kita
menganggap masalah kebersihan adalah masalah
sepele,padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat
53
mempengaruhi kesehatan secara umum (dalam Tarwoto
& Wartonah 2006).
Kebutuhan dasar manusia merupakan fokus
dalam asuhan keperawatan. Bagi pasien yang mengalami
gangguan kesehatan, maka kemungkinan ada satu atau
beberapa kebutuhan dasar pasien yang akan terganggu.
Kebutuhan dasar manusia dibagi menjadi kebutuhan
fisik,psikologis dan sosial. Kebutuhan fisik harus
dipenuhi lebih dahulu karena merupakan kebutuhan yang
terbesar meliputi nutrisi, istirahat, oksigen, eliminasi,
kegiatan seksual, oleh karena itu perawat harus memiliki
kemampuan dan pengetahuan cara pemenuhan
kebutuhan dasar manusia, dengan memantau dan
mengikuti perkembangan kemampuan pasien dalam
melaksanakan aktifitas kehidupan sehari-hari untuk
memenuhi kebutuhan dasar terutama pasien imobilisasi.
Personal hygiene adalah suatu tindakan untuk
memelihara kebersihan dan kesehatan seseorang untuk
kesejahteraan fisik dan psikis, kurang perawatan diri
adalah kondisi dimana seseorang tidak mampu
melakukan perawatan kebersihan untuk dirinya. Melihat
hal itu personal hygiene diartikan sebagai hygiene
perseorangan yang mencakup semua aktivitas yang
54
bertujuan untuk mencapai kebersihan tubuh, meliputi
membasuh, mandi, merawat rambut, kuku, gigi, gusi dan
membersihkan daerah genital.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran dan
kemampuan masyarakat agar menjaga kesehatan diri
sendiri terlebih dahulu, sehingga dapat meningkatkan
derajat kesehatan lingkungan sekitar.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui pengertian personal
hygiene
2. Untuk memahami apa saja faktor yang
mempengaruhi personal hygiene
3. Untuk mengetahui dan memahami personal
hygiene
4. Untuk mengetahui jenis personal hygiene
5. Untuk mengetahui dan memahami apa saja
dampak yang sering ditimbulkan

2.1 Pengertian Personal Hygine

55
Personal Hygiene berasal dari bahasa Yunani
yaitu personal yang artinya perorangan dan hygiene
berarti sehat. Kebersihan seseoang adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan seseoran
untuk kesejahteraan fisik dan psikis. Menurut Poter.
Perawatan diri adalah salah satu kemampuan dasar
manusia dalam memenuhi kebutuhannya guna
memepertahankan kehidupannya, kesehatan dan
kesejahteraan sesuai dengan kondisi kesehatannya, klien
dinyatakan terganggu keperawatan dirinya jika tidak
dapat melakukan perawatan diri ( Depkes 2000).
Defisit perawatan diri adalah gangguan
kemampuan untuk melakukan aktifitas perawatan diri
(mandi, berhias, makan, toileting) (Nurjannah, 2004).
Menurut Poter. Perry (2005), Personal hygiene adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseorang untuk kesejahteraan fisik dan psikis,
kurang perawatan diri adalah kondisidimana seseorang
tidak mampu melakukan perawatan kebersihan untuk
dirinya(dalam Tarwoto dan Wartonah 2006)
Jika seseorang sakit, biasanya masalah
kebersihan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena

56
kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah
sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat
mempengaruhi kesehatan secara umum. Karena itu
hendaknya setiap orang selalu berusaha supayapersonal
hygiennya dipelihara dan ditingkatkan. Kebersihan
dankerapian sangat penting dan diperlukan agar
seseorang disenangidan diterima dalam pergaulan, tetapi
juga karena kebersihan diperlukan agar seseorang dapat
hidup secara sehat.
2.2 Faktor yang mempengaruhi personal hygiene
a. Citra tubuh
Penampilan umum klien dapat menggambarkan
pentinya hygiene pada orang tersebut. Citra tubuh
merupakan konsep subjektif seseorang tentang
penampilan fisiknya. Citra tubuh ini dapat sering
berubah. Citra tubuh mempengaruhi cara
mempertahankan hygiene. Jika seorang klien rapi sekali
maka perawat mempertimbaagkan rincian kerapian
ketika merencanakan keperawatan dan berkonsultasi
pada klien sebelum membuat keputusan tentang
bagaimana memberikan peraatan hygienis. Karena citra
tubuh klien dapat berubah akibat pembedahan atau

57
penyakit fisik maka perawat harus membuat suatu usaha
ekstra untuk meningkatkan hygiene.
b. Praktik sosial.
Kelompok-kelompok social wadah seorang klien
berhubungan dapat mempengaruhi praktik hygiene
pribadi. Selama masa kanak-kanak, kanak-kanak
mendapatkan praktik hygiene dari orang tua mereka.
Kebiasaan keluarga, jumlah orang di rumah, dan
ketersediaan air panas dan atau air mengalir hanya
merupakan beberapa faktok yang mempengaruhi
perawatan kebersihan.
c. Status sosio-ekonomi
sumber daya ekonomi seeorang mempengruhi jenis
dan tingkat praktik kebersihan yang digunakan.
Perawat harus menentukan apakah klien dapat
menyediakan bahan-bahan yang penting seperti
deodorant, sampo, pasta gigi dan kometik. Perawat
juga harus menentukan jika penggunaan produk-
produk ini merupakan bagian dari kebiasaan social
yang dipraktikkan oleh kelompok social klien.
d. Pengetahuan
Pengtahuan tentang pentingnya hygiene dan
implikasinya bagi kesehatan mempengaruhi praktik
58
hygiene. Kendati demikian, pengetahuan itu sendiri
tidaklah cukup. Klien juga harus termotivasi untuk
memelihara perawatan-diri. Seringkali,
pembelajaran tentang penyakit atau kondisi
mendorong klien untuk meningkatkan hygiene.
Pembelajaran praktik tertentu yang diharapkan dan
menguntungkan dalam mngurangi resiko kesehatan
dapat memotivasi seeorang untuk memenuhi
perawatan yang perlu.
e. Kepercayaan kebudayaan klien dan nilai pribadi
mempengaruhi perawatan hygiene. Orang dari latar
kebudayaan yang berbeda mengikuti praktik
keperawatan diri yang berbeda pula. Di asia
kebersihan dipandang penting bagi kesehatan. Di
Negara-negara eropa, bagaimanapun, hal ini biasa
untuk mandi secara penuh hanya sekali dalam
seminggu.
f. Pilihan Pribadi
Setiap klien memiliki keinginan individu dan pilihan
tentang kapan untuk mandi, bercukur, dan
melakukan perawatan rambut . klien memilih produk
yang berbeda (mis. Sabun, sampo, deodorant, dan
pasta gigi) menurut pilihan pribadi.
59
g. kondisi fisik.
Orang yang menderita penyakit tertentu (mis.
Kanker tahap lanjut) atau menjalani operasi sering
kali kekurangan energi fisik atau ketangkasan untuk
melakukan hygiene pribadi.
2.3 Tipe personal hygiene
1. Kesehatan Gigi dan Mulut
Mulut beserta lidah dan gigi merupakan sebagian
dari alat pencerna makanan. Mulut berupa suatu
rongga yang dibatasi oleh jaringan lunak, dibagian
belakang berhubungan dengan tengggorokan dan
didepan ditutup oleh bibir. Lidah terdapat didasar
rongga mulut terdiri dari
jaringan yang lunakdan ujung-ujung syaraf
pengecap. Gigi terdiri dari jaringan keras yang
terdapat di rahang atas dan bawah yang tersusun rapi
dalam lengkungan (Depdikbud, 1986:33). Makanan
sebelum masuk ke dalam perut, perlu dihaluskan,
maka makanan tersebut dihaluskan oleh gigi dalam
rongga mulut. Lidah berperan sebagai pencampur
makanan,penempatan makanan agar dapat dikunyah
dengan baik danberperan sebagai indera perasa dan
pengecap. Penampilan wajah sebagian ditentukan
60
oleh tata letak gigi. Disamping itu juga sebagai
pembantu pengucapan kata-kata dengan jelas dan
terang (Soenarko, 1984:28). Seperti halnya dengan
bagian tubuh yang lain, maka mulut dan gigi juga
perlu perawatan yang teratur dan seyogyanya sudah
dilakukan sejak kecil. Untuk pertumbuhan gigi yang
sehat diperlukan sayur-sayuran yang cukup mineral
seperti zat kapur, makanan dalam bentuk buah-
buahan yang mengandung vitamin A atau C sangat
baik untuk kesehatan gigi dan mulut. Gosok gigi
merupakan upaya atau cara yang terbaik untuk
perawatan gigi dan dilakukan paling sedikit dua kali
dalam sehari yaitu pagi dan pada waktu akan tidur.
Dengan menggosok gigi yang teratur dan benar
maka plak yang adapada gigi akan hilang. Hindari
kebiasaan menggigit benda-benda yang keras dan
makan makanan yang dingin dan terlalu panas
(Depdikbud, 1986: 30). Gigi yang sehat adalah gigi
yang rapi, bersih, bercahaya, gigi tidak berlubang
dan didukung oleh gusi yang kencang dan berwarna
merah muda. Pada kondisi normal, dari gigi dan
mulut.
2. Kesehatan Rambut dan kulit rambut.
61
Rambut berbentuk bulat panjang, makin ke ujung
makin kecil dan ujungnya makin kecil. Pada bagian
dalam berlubang dan berisi zat warna. Warna rambut
setiap orang tidak sama tergantung zat warna yang
ada di dalamnaya. Rambut dapat tumbuh dari
pembuluh darah yang ada di sekitar
rambut(Depdikbud, 1986:23). Rambut merupakan
pelindung bagi kulit kepala dari sengatan matahari
dan hawa dingin. Dalam kehidupan sehari-hari
sering nampak pemakaian alat perlindungan lain
seperti topi, kain kerudung dan masih banyak lagi
yang lain. Penampilan akan lebih rapi dan menarik
apabila rambut dalam keadaan bersih dan sehat.
Sebaliknya rambut yang dalam keadaan kotor,
kusam dan tidak terawat akan terkesan jorok dan
penampilan tidak menarik. Rambut dan kulit kepala
harus selalu sehat dan bersih, sehingga perlu
perawatan yang baik. Untuk perawatan rambut dapat
ditempuh dengan berbagai cara namun demikian
cara yang dilakukan adalah cara pencucian rambut.
Rambut adalah bagian tubuh yang paling banyak
mengandung minyak. Karena itu kotoran, debu, asap
mudah melekat dengan demikian maka pencucian
62
rambut adalah suatu keharusan. Pencucian rambut
dengan shampoo dipandang cukup apabila dilakukan
dua kali dalam seminggu (Depdikbud, 1986:12).
Rambut yang sehat yaitu tidak mudah rontok dan
patah,tidak terlalu berminyak dan terlalu kering serta
tidak berketombe dan berkutu.
Tujuan bagi klien yang membutuhkan perawatan
rambut dan kulit kepala meliputi sebagai berikut:
1. Pola kebersihan diri klien normal.
2. Klien akan memiliki rambut dan kulit kepala
bersih yang sehat.
3. Klien akan mencapai rasa nyaman dan harga diri.
4. Klien dapat mandiri dalam kebersihan diri
sendiri.
5. Klien akan berpartisipasi dalam praktik
perawatan rambut.
3. Kesehatan kulit
Kulit terletak diseluruh permukaan luar tubuh.
Secara garis besar kulit dibedakan menjadi 2 bagian
yaitu bagian luar yang disebut kulit ari dan bagian
dalam yang disebut kulit jangat. Kulit ari berlapis-
lapis dan secara garis besar dapat dikelompokkan
menjadi 2 kelompok, yaitu lapisan luar yang disebut
63
lapisan tanduk dan lapisan dalam yang disebut
lapisan malpighi. Kulit jangat terletak disebelah
bawah atau sebelah dalam dari kulit ari (Depdikbud,
1986:16).Kulit merupakan pelindung bagi tubuh dan
jaringan dibawahnya. Perlindungan kulit terhadap
segala rangsangan dar iluar, dan perlindungan tubuh
dari bahaya kuman penyakit. Sebagai pelindung
kulitpun sebagai pelindung cairan-cairan tubuh
sehingga tubuh tidak kekeringan dari cairan. Melalui
kulitlah rasa panas, dingin dan nyeri dapat dirasakan.
Guna kulit yang lain sebagai alat pengeluaran
ampas-amps berupa zat yang tidak terpakai melalui
keringat yang keluar lewat pori-pori. (Soenarko,
1984:4). Kulit yang baik akan dapat menjalankan
fungsinya dengan baik sehingga perlu dirawat. Pada
masa yang modern sekarang ini tersedia berbagai
cara modern pula berbagai perawatan kulit. Namun
cara paling utama bagi kulit, yaitu pembersihan
badan dengan cara mandi. Perawatan kulit dilakukan
dengan cara mandi 2 kali sehari yaitu pagi dan sore.
Tentu saja dengan air yang bersih. Perawatan kulit
merupakan keharusan yang mendasar (Depdikbud,
1986:23). Kulit yang sehat yaitu kulit yang selalu
64
bersih, halus, tidak ada bercak-bercak merah, tidak
kaku tetapi lentur (fleksibel).
4. Kesehatan Telinga
Telinga dapat dibagi dalam tiga bagian yaitu bagian
paling luar, bagian tengah, dan daun telinga. Telinga
bagian luar terdiri dari lubang telinga dan daun
telinga. Telinga bagian tengah terdiri dari ruang yang
terdiri dari tiga buah ruang tulang pendengaran. Di
telinga bagian dalam terdapat alat keseimbangan
tubuh yang terletak dalam rumah siput (Depdikbud,
1986 :30).
Telinga merupakan alat pendengaran, sehingga
berbagai macam bunyi- bunyi suara dapat didengar.
Di samping sebagai alat pendengaran telinga juga
dapat berguna sebagai alat keseimbangan tubuh.
Menjaga kesehatan telinga dapat dilakukan dengan
pembersihan yang berguna untuk mencegah
kerusakan dan infeksi telinga. Telinga yang sehat
yaitu lubang telinga selalu bersih,untuk mendengar
jelas dan telinga bagian luar selalu bersih.
5. Kesehatan Kuku
Kuku terdapat di ujung jari bagian yang melekat
pada kulit yang terdiri dari sel-sel yang masih hidup.
65
Bentuk kuku bermacam-macam tergantung dari
kegunaannya ada yang pipih, bulat panjang, tebal
dan tumpul (Depdikbud, 1986:21). Guna kuku
adalah sebagai pelindung jari, alat kecantikan,
senjata, pengais dan pemegang (Depdikbud ,
1986:22). Bila untuk keindahan bagi wanita karena
kuku harus relatif panjang, maka harus dirawat
terutama dalam hal kebersihannya. Kuku jari tangan
maupun kuku jari kaki harus selalu terjaga
kebersihannya karena kuku yang kotor dapat
menjadi sarang kuman penyakit yang selanjutnya
akan ditularkan kebagian tubuh yang lain.
6. Kesehatan Mata Perawatan Mata
Pembersihan mata biasanya dilakukan selama mandi
dan melibatkan pembersihan dengan washlap bersih
yang dilembabkan kedalam air. Sabun yang
menyebabkan panas dan iritasi biasanya dihindari.
Perawat menyeka dari dalam ke luar kantus mata
untuk mencegah sekresi dari pengeluaran ke dalam
kantong lakrimal. Bagian yang terpisah dari washlap
digunakan sekali waktu untuk mencegah penyebaran
infeksi. Jika klien memiliki sekresi kering yang tidak
dapat diangkat dengan mudah dengan menyeka,
66
maka perawat dapat meletakkan kain yang lembab
atau kapas pada margin kelopak mata pertama kali
untuk melunakkan sekresi. Tekanan langsung jangan
digunakan diatas bola mata karena dapat
meyebabkan cedera serius. Klien yang tidak sadar
memerlukan perawatan mata yang lebih sering.
Sekresi bias berkumpul sepanjang margin kelopak
mata dan kantus sebelah dalam bila refleks berkedip
tidak ada atau ketika mata tidak dapat menutup
total. Mata dapat dibersihkan dengan kapas steril
yang diberi pelembab normal salin steril. Air mata
buatan bisa diperlukan, dan pesanan untuk itu harus
diperoleh dai dokter. Tindakan pencegahan harus
digunakan jika potongan kecil digunakan pada mata
karena dapat meyebabkan cedera kornea.
7. Kesehatan Hidung
Klien biasanya mengangkat sekresi hidung secara
lembut dengan membersihkan ke dalam dengan tisu
lembut. Hal ini menjadi hygiene harian yang
diperlukan. Perawat mencegah klien jangan
mengeluarkan kotoran dengan kasar karena
mengakibatkan tekanan yang dapat mencenderai
gendang telinga, mukosa hidung, dan bahkan
67
struktur mata yang sensitif. Perdarahan hidung
adalah tanda kunci dari pengeluaran yang kasar,
iritasi mukosa, atau kekeringan. Jika klien tidak
dapat membuang sekresi nasal, perawat membantu
dengan menggunakan washlap basah atau aplikator
kapas bertangkai yang dilembabkan dalam air atau
salin. Aplikator seharusnya jangan dimasukkan
melebihi panjang ujung kapas. Sekresi nasal yang
berlebihan dapat juga dibuang dengan pengisap.
Pengisap nasal merupakan kontraindikasi dalam
pembedahan nasal atau otak.
2.4 Jenis personal hygiene
Berdasarkan waktu pelaksanaannya Menurut
Alimul (2006) personal hygiene berdasarkan waktu
pelaksanaannya dibagi menjadi empat yaitu:
a. Perawatan dini hari
Merupakan personal hygiene yang dilakukan pada
waktu bangun tidur, untuk melakukan tindakan
untuk tes yang terjadwal seperti dalam pengambilan
bahan pemeriksaan (urine atau feses), memberikan
pertolongan seperti menawarkan bedpan atau urinal
jika pasien tidak mampu ambulasi, mempersiap
kanpasien dalam melakukan sarapan atau makan

68
pagi dengan melakukan tindakan personal hygiene,
seperti mencuci muka, tangan, menjaga kebersihan
mulut,
b. Perawatan pagi hari
Merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah
melakukan sarapan atau makan pagi seperti
melakukan pertolongan dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi (BAB / BAK), mandi atau
mencuci rambut, melakukan perawatan kulit,
melakukan pijatan pada punggung, membersihkan
mulut, kuku, rambut, serta merapikan tempat tidur
pasien. Hal ini sering disebut sebagai perawatan pagi
yang lengkap.
c. Perawatan siang hari
Merupakan personal hygiene yang dilakukan setelah
melakukan berbagai tindakan pengobatan atau
pemeriksaan dan setelah makan siang dimana pasien
yang dirawat di rumah sakit seringkali menjalani
banyak tes diagnostik yang melelahkan atau
prosedur di pagi hari. Berbagai tindakan personal
hygiene yang dapat dilakukan, antara lain mencuci
muka dan tangan, membersihkan mulut, merapikan
tempat tidur, dan melakukan pemeliharaan
kebersihan lingkungan kesehatan pasien.
69
d. Perawatan menjelang tidur
Merupakan personal hygiene yang dilakukan pada
saat menjelang tidur agar pasien relaks sehingga
dapat tidur atau istirahat dengan tenang. Berbagai
kegiatan yang dapat dilakukan, antara lain
pemenuhan kebutuhan eliminasi (BAB / BAK),
mencuci tangan dan muka, membersihkan mulut,
dan memijat daerah punggung.
2.5 Dampak yang sering ditimbulkan
1. Dampak Fisik
Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang
karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan
dengan baik. Gangguan fisik yang sering terjadi
adalah Gangguan intergritas kulit, gangguan
membrane mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga, dan gangguan fisik pada kuku.
2. Dampak Psikososial
Masalah sosial yang berhubungan dengan personal
hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman,
kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga
diri, aktualisasi diri, dan gangguan interaksi social.

70
3.1 KESIMPULAN
Kebersihan dangat dipengaruhi oleh nilai individu
dan kebiasaan. Hal-hal yang sangat berpengaruh itu di

71
antaranya kebudayaan , sosial, keluarga, pendidikan,
persepsi seseorang
terhadap kesehatan, serta tingkat perkembangan.
Personal Hygiene yaitu personal yang artinya perorangan
dan hygiene berarti sehat. Kebersihan seseoang adalah
suatu tindakan untuk memelihara kebersihan dan
kesehatan seseoran untuk kesejahteraan fisik dan psikis.
3.2 SARAN
Makalah ini mebahas tentang Personal Hygiene
yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, di
harapkan setelah membaca makalah ini untuk dapat di
terapkan dalam kehidupan sehari-hari untuk
meningkatkan derajat kesehatan seseorang.

DAFTAR PUSTAKA
Kozier, Erb 2009. Buku Ajar Praktik Keperawatan
Klinis. Edisi 5 Jakarta. EGC

72
Perry. P. 2006. Fundamental Keperawatan Konsep
Proses dan Praktek. Jakarta EGC.
Semadi. 2012. Modul Pelatihan dan PedomanPersonal
Hygiene Univ. Udayana

73
3. Perawatan Pasien WSD di Rumah

PERAWATAN KLIEN SETELAH PELEPASAN


SELANG WSD
74
Selamat pagi, semoga Anda senantiasa diberi
kesehatan oleh Tuhan yang Maha Esa, Amiin. Modul ini
Kami buat dengan tujuan agar Anda mudah dalam
memahami perawatan Klien setelah pemasangan selang
WSD khususnya bagi Klien dan Keluarga. Berikut
adalah beberapa hal yang harus diperhatikan pada saat
perawatan di rumah.
1.1 Kebutuhan Nutrisi
1) Diit TKTP
Klien setelah dari rumah sakit membutuhkan
nutrisi yang lebih daripada klien yang sehat. Apalagi
klien post pelepasan selang WSD, dimana terdapat luka
yang dibuat karena tindakan WSD. Diit yang diberikan
pada klien ini adalah diit TKTP (Tinggi Kalori Tinggi
Protein). Untuk mempercepat proses penyembuhan luka
diberikan makanan yang tinggi kadar protein dan tinggi
kalori.
Pada modul ini, Kita akan melihat komponen-
komponen dari makan dengan protein tinggi yang dapat
membantu dalam penyembuhan luka lebih cepat. Protein
adalah salah satu komponen penting dari pola makan
seimbang dan tubuh menggunakannya untuk
membangun serta memperbaiki jaringan yang rusak.
75
Mengkonsumsi makanan yang kaya protein juga
meningkatkan sistem kekebalan tubuh yang membantu
proses penyembuhan dan membantu mencegah infeksi.
Kandungan protein yang disarankan untuk orang
sehat adalah 0,8 gram per kg berat badan. Sedangkan
bagi klien post pelepasan selang WSD yang memiliki
luka disarankan mengkonsumsi protein antara 1,2- 1,5
gram per kg berat badan.
Beberapa sumber protein adalah daging, ikan,
putih telur, kacang- kacangan (tempe, tahu, tauco, sari
kedelai dll), bayam, susu. Sumber protein ini sangat
mudah didapat dan murah harganya. Kita juga dapat
memanfaatkan pekarangan kita untuk menanannya.
Klien dengan luka juga dianjurkan untuk minum
air putih minimal 2000l/hari. Hal ini sangat penting agar
Anda tetap menjaga tubuh terhidrasi dengan minum
banyak air. Hal ini tidak hanya membantu proses
penyembuhan dengan alami, tetapi juga membantu
dalam pencernaan dan penyerapan makanan.
Selain tinggi protein, klien ini juga membutuhkan
asupan tinggi kalori. Luka pada tubuh sering disertai
dengan menurunnya nafsu makan, tetapi sangat penting
bagi Anda untuk makan, untuk memberikan tubuh nutrisi
yang diperlukan. Jika merasa sulit untuk makan tiga kali

76
sehari, Anda dapat memecahnya menjadi enam porsi
kecil sehingga Anda tidak merasa makan berlebihan.
Anda dapat merencanakan pola makan Anda sedemikian
rupa sehingga tubuh mendapatkan jumlah kalori dan
protein yang diperlukan.
2) Buah- buahan
Buah- buahan yang tinggi protein adalah cara
yang pasti untuk dapat menuai beberapa nutrisi penting
agar tetap sehat. Buah yang tinggi protein antara lain
adalah buah jambu, kelapa muda, alpukat, pisang, kurma,
markisa, persik (bluberi, ceri, nanas, rusberi, kismis dan
jeruk keprok). Buah mengandung berbagai vitamin,
serat, mineral dan antoksidan yang berguna untuk
menumbuhkan jaringan baru serta serat untuk
melancarkan proses pencernaan sehingga mudah jika
buang air besar (BAB)/ tidak mengejan.
3) Tinggi serat
Sayuran yang dianjurkan dikonsumsi adalah sayuran
yang tinggi serat serta tinggi protein karena bermanfaat
untuk menjaga tubuh agar tetap sehat selalu. Sayuran ini
adalah brokoli, bayam, asparagus, kacang- kacangan dll.
Serat yang terkandung dalam sayuran sangat berguna
untuk melancarkan BAB.
1.2 Aktivitas
77
Sekarang Anda sudah mengetahui tentang
kebutuhan nutrisi yang Anda perlukan demi kesembuhan
Anda. Selanjutnya Kami akan menunjukkan aktivitas apa
saja yang tidak boleh dilakukan oleh klien post pelepasan
selang WSD.
Pada saat pelepasan selang WSD terdapat
jaringan yang terbuka, yaitu pleura dan kulit. Karena
adanya robekan pada jaringan pleura dan kulit, maka ada
beberapa hal yang tidak boleh dilakukan, yaitu: Batuk
Keras, Bersin, Mengangkat barang- barang berat,
Kencing atau mengejan, Jangan merokok Gerakan
nafas yang kuat merupakan faktor presipitasi yang
memudahkan terjadinya robekan. Aktivitas ini
menyebabkan tekanan intrabronkial meningkat akibatnya
robekan pada pleura terbuka dan menyebabkan udara
bisa masuk ke dalam. Jika udara masuk ke dalam ruang
pleura, tekanan pada pleura akan menjadi lebih besar
daripada tekanan paru- paru, menyebabkan paru kolap
sebagian atau seluruhnya. Ada cara agar aktivitas diatas
bisa diatasi yaitu dengan cara bersin atau batuk dengan
menutup mulut. Cara ini bisa mengurangi besarnya
tekanan pada paru- paru saat batuk atau bersin.
1.3 Luka yang ada
78
Semua dari kita pasti pernah terluka. Seringkali
pada saat proses penyembuhan luka akan terasa gatal.
Beberapa teori menyatakan bahwa hal ini terjadi
dikarenakan kekeringan pada kulit yang baru saja
terbentuk, sementara itu ada juga yang yang berpendapat
bahwa gatal pada luka yang hampir sembuh karena
akibat tumbuhnya jaringan kulit. Namun, jangan tergoda
untuk menggaruknya dengan keras karena dapat
merusak dan menyebabkan perdarahan bahkan infeksi,
sehingga akhirnya akan membuat lama proses
penyembuhan.
1.4 Kebersihan Diri dan Lingkungan
Kebersihan seseorang adalah suatu tindakan
untuk memelihara kebersihan dan kesehatan fisik dan
psikis. Tujuan melakukan kebersihan diri dan lingkungan
adalah meningkatkan derajat kesehatan seseorang,
memelihara kebersihan diri seseorang, memperbaiki
personal hygiene yang kurang, mencegah penyakit,
menciptakan keindahan dan meningkatkan rasa percaya
diri.
Kebersihan diri pada klien post pelepasan selang
WSD membantu mengurangi sumber infeksi dan
meningkatkan perasaan nyaman pada klien. Kebersihan
diri dan lingkungan bisa dilakukan dengan mandi dan
79
ganti pakaian minimal 2 kali sehari, mengganti alas
tempat tidur serta membersihkan lingkungan sekitar. Jaga
kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari
infeksi, baik pada luka jahitan maupun luka.

DAFTAR PUSTAKA

Soeparman, Sarwono Waspadji, (1998). Ilmu Penyakit


Dalam, Jilid II, Balai penerbit FKUI.

Hood Alsagaff, M. Jusuf Wibisono, Winariani,(2004).


Buku Ajar Ilmu Penyakit Paru dan Saluran Nafas
FK UNAIR- RSUD dr. Soetomo, Surabaya

80
Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson, (1995). Buku Ajar
Patofosiologi. EGC: Jakarta

81

Anda mungkin juga menyukai