Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

Konsep Dasar Pencucian Luka Sesuai Evidence Besed Perawatan Luka


Konsep Lembab dan Persiapan Dasar Luka Dengan Konsep Time
Management

Dibuat untuk memenuhi salah satu nilai mata kuliah Keperawatan Luka

Dosen Pembimbing :

Zakiah Rahman S.Kep, Ns, M.Kep

Disusun Oleh :

Wulan Aprilianti (212113005)

Nadya Paramitha ( 212113024 )

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN

STIKES HANG TUAH TANJUNG PINANG

T.A 2023/2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah ini dapat tersusun sampai dengan selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya. kelompok sangat berharap semoga makalah ini dapat
menambah pengetahuan dan pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh
lagi agar makalah ini bisa pembaca praktekkan dalam tindakan keperawatan. Bagi kami
sebagai penyusun merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Tanjungpinang ,30 Agustus


2023

Kelompok 3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................1

A. Latar Belakang ...........................................................................................................1


......................................................................................................................................
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................2
C. Tujuan Penelitisn .......................................................................................................2
D. Manfaat ......................................................................................................................2
......................................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................3

1. Kosep Perawatan Luka Moist Wound Healing..........................................................3


a. Definisi ..................................................................................................................3
.................................................................................................................................
b. Prisip Moist Wound Healing ................................................................................5
c. Menejeman Luka Moist Wound Healing..............................................................6
d. Jenis jenis balutan luka .........................................................................................7
e. Cara perawatan luka Moist Wound Healing..........................................................7
f. Teknik perawatan luka Moist Wound Healing......................................................8
2. Konsep TIME Manajement .......................................................................................9
a. Tissue Management...............................................................................................9
b. Infection-Inflamation Control..............................................................................10
c. Moisture Balance Management...........................................................................11
d. Epitelization Advancement Management............................................................13
BAB III PENUTUP.........................................................................................................15

A. Kesimpulan...............................................................................................................15
B. Saran ........................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Teknik moist wound healing atau modern wound dressing merupakan metode
perawatan luka tertutup dengan tetap mempertahankan kelembaban untuk mempercepat
proses penyembuhan dan pertumbuhan jaringan baru juga mencegah terjadinya infeksi
pada luka (Ose et al., 2018), sehinga metode ini dapat dikatakan lebih efektif
penggunaannya dibandingkan dengan metode konvensionalyaitu dengan teknik
perawatan luka kering (Suwito, 2016). Selain itu, perawatan luka dengan metode modern
dressing juga dapat melindungi luka dari paparan bakteri, tidak menimbulkan luka baru,
penyerapan eksudat yang lebih maksimal,dan mengurangi masa perawatan di rumah
sakit (Subandi & Sanjaya, 2020).

Terapi modern dressing dengan ozon lebih efektif untuk mencegahterjadinya


infeksi akibat luka dan mempercepat penyembuhan pasien pada masainflamasi
(Mardiyono et al., 2019). Metode modern dressing ini memilikikeunggulan yang
membuatnya berbeda dari metode lainnya yaitu dengan memiliki metode TIME
Management, dimana dilakukan pengangkatan jaringanmati, pengkontrolan infeksi,
penggunaan dressing yang tepat dan juga menjagaproses penyembuhan luka. Teknik ini
mengoptimalkan kerja dari growth factors,neutrofil, fibroblast, protease dan makrofag
(Kartika, 2015).

Tugas perawat dalam mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut kepada pasien
terutama dalam perawatan luka dengan metode moist wound healing adalah perawat
dituntut untuk memberikan asuhan keperawatan secara tepat, dimana mereka harus
mempunyai pengetahuan, keterampilan yang baik dalam melakukan perawatan luka
mulai dari melakukan pengkajian yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat,
implementasi tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta
dokumentasi hasil yang sistematis (Merdekawati & AZ, 2017), sehingga perawat
memiliki peran yang sangat penting dalam melakukan manajemen keperawatan luka
untuk mempercepat kesembuhan pasien, perawat tidak hanya berfokus pada mengganti
balutan tetapi juga memperhatikan kelembaban luka tersebut.

Hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan luka dengan metode
moist wound healing, yakni perawat harus memahami prinsip luka, melakukan
perawatan yang tepat sesuai dengan perkembangan teknik modern dressing dan juga
produk-produk balutan luka lembab. Namun faktanya, masih banyak perawat yang
belum mengetahui tentang perawatan luka dengan metode moist wound healing sehingga
menyebabkan sikap perawat yang negatif dan ju

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu konsep perawatan luka lembab/ moist wound healing?
2. Bagaimana Prisip Moist Wound Healing ?
3. Bagaimana Menejeman Luka Moist Wound Healing?
4. Ada berapa Jenis jenis balutan luka Moist Wound Healing?
5. Bagaimana Cara perawatan luka Moist Wound Healing ?
6. Apa itu Konsep TIME Manajement keperawatan luka?
C. Tujuan Penelitian

Tujuan dibuat makalah ini adalah untuk mengetahui konsep keperawatan tentang
perawatan luka menggunakan metode moist wound healing Elvi, 2016).

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan bacaan atau referensi dalam
meningkatkan pengetahuan dan juga sikap yang harus dimiliki oleh calon-calon perawat
untuk melakukan perawatan luka menggunakan metode moist wound healing.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Kosep Perawatan Luka Moist Wound Healing


A. Defenisi
Moist Wound Healing atau nama lain dari Moist Wound Care merupakan
proses penyembuhan luka secara lembab atau moist dengan mempertahankan isolasi
lingkungan luka berbahan oklusive dan semi oklusive (Rika & Elvi, 2016).Moist
Wound Care mendukung terjadinya proses pernyembuhan luka sehingga terjadi
pertumbuhan jaringan secara alami yang bersifat lembab dan dapat mengembang
apabila jumlah eksudat berlebih dan mencegah kontaminasi bakteri dari luar (Ose et
al., 2018).
Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah menggunakan prinsip
moisture balance yang disebutkan lebih efektif dibantingkan metode konvensional.
Perawatan luka mengggunakan prinsip ini dikenal sebagai modern dressing menitik
beratkan pada prinsip “moist” sehingga jaringan luka mengalami kesempatan untuk
berproliferasi mengalamai kesempatan untuk berprofilerasi melakukan siklus
perbaikan sel dengan baik (Bowszyc et al., 1995).
Penelitian lain juga menyatakan bahwa lingkungan yang lembab dapat
mempercepat respon inflamasi, sehingga poliferasi sel menjadi lebih cepat (Bryant,
2007). Dalam suasana lembab, metabolisme sel akan menjadi lebih baik karena
tersedia air, nutrisi dan vitamin lebih banyak. Efek suasana lembab dapat mencegah
dehridrasi jaringan, kematian sel, mempercepatn angiogenesis, meningkatkan
pemecahan jaringan mati dan fibrin serta mengurangi nyeri saat medikasi (Makoto,
2012).
Maibach, Bashir dan McKibbon (2002) dalam (Naralia & Ariani, 2018)
mengatakan bahwa metode lembab dengan balutan tertutup secara klinis memiliki
keuntungan akan meingkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar
lapiran air yang tipis, mengurangi resiko infeksi dan timbulnya jangan parut.
Beberapa keunggulan metode ini dibandingkan dengan kondisi luka yang kering
adalah meningkatkan re-epitalisasi 30-50%, meningkatkan sintesa kolagen sebanyak
20-60%, dan rata-rata re-epitalisasi dengan kelembabab 2-6 kali lebih cepat dan
epitalisasi terjadi 3 hari lebih awal daripada luka yang dibiarkan terbuka dan
mengering.

B. Prinsip Moist Wound Healing


Prinsip Moist Wound Care antara lain adalah pertama, dapat mengurangi
dehidrasi dan kematian sel karena sel-sel neutrophil dan makrofag tetap hidup dalam
kondisi lembab, serta terjadi peningkatan angiogenesis pada balutan berbahan
oklusive (Merdekawati & AZ, 2017). Prinsip kedua, yaitu meningkatkan
debridement autolysis dan mengurangi nyeri. Pada lingkungan lembab enzim
proteolitik dibawa ke dasar luka dan melindungi rasa nyeri saat debridemen. Prisip
ketiga, yaitu meningkatkan re-epitalisasi pada luka yang lebar dan dalam.Proses
epitalisasi membutuhkan suplai darah dan nutrisi. Pada krusta yang kering dapat
menekan atau menghalangi suplai darah dan memberikan barrier pada epitalisasi
(Rika & Elvi, 2016).
C. Manajemen Perawatan Luka dengan Metode Moist Wound Healing
Wocare clinic (2007) dalam Buku Panduan Pelatihan Perawatan Luka(2018),
menyatakan bahwa manajemen perawatan luka moist wound healing terdiri dari tiga
tahapan, diantaranya adalah:
 Mencuci Luka
Pencucian luka merupakan hasil pokok untuk meningkatkan, memperbaiki,
mempercepat penyembuhan luka dan kemungkinan terjadinya infeksi. Tujuannya
adalah untuk membuang jaringan kerosis, membuang cairan luka yang berlebih dan
membuang sisa balutan yang digunakan. Pencucian luka dilakukan setiap
penggatian balutan luka (Maryumi, 2013). Gitarja (2008) mengatakan bahwa cairan
terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah cairan fisiologis yang non-toksik
pada proses penyembuhan luka yaitu cairan normal salin (NaCl 0,9%) atau dapat
menggunakan air steril atau air matang suam-suam kuku.
Cairan antiseptic yang sering menimbulkan bahaya alergi dan perlukaan kulit
seperti pividone iodine, alcohol 70%, H2O2 (Hidrogen Peroksida), cairan hipoklorit
dan rivanol. Tujian utama dari penggunaan antiseptic yang tepat guna adalah untuk
mencegah terjadinya kontaminasi bakteri pada luka. Namun perlu diperhatikan
bahwa kebanyakan antiseptik dapat merusak jaringan fibroblast yang sangat
dibutuhkan pada proses penyembuhan luka.
Ada beberapa teknik pencucian luka diantaranya adalah swabbing (menyeka),
scrubbing (menggosok), showering (irigasi), whirpool dan bathing (menggguyur).
Mencuci dengan teknik swabbing (menyeka) dan scrubbing (menggosok) tidak
terlalu dianjurkan karena menyebabkan trauma dan perdarahan sehingga dapat
meningkatkan inflamasi pada jaringan granulasi dan epithelium juga membuat
bakteri terdistrubusi
bukan malah mengangkat bakteri. Teknik showering (irigasi), whirpool dan bathing
(menggguyur) adalah teknik yang paling sering digunakan dan banyak riset yang
mendukung teknik ini. Keuntungan teknik ini adalah karakteristik status luka dan
sekitar luka (Ekaputra, 2013). Menurut Keastet al (2004 dalam Ekaputra, 2013)
menyatakan MEASURE sebagai istilah atau framework dalam mengkaji luka yaitu
dalam tabel berikut: dengan teknik tekanan yang cukup dapat mengagkat bakteri
yang terkolonisasi, mengurangi terjadinya trauma dan mencegah terjadinya infeksi
silang (Gitarja, 2008).Setelah luka bersih dicuci, dilanjutkan dengan mengkaji
kondisiluka. Pengkajian luka ditunjukkan pada pengumpulan data khusus
karakteristik status luka dan sekitar luka (Ekaputra, 2013). Menurut Keastet al (2004
dalam Ekaputra, 2013) menyatakan MEASURE sebagai istilah atau framework
dalam mengkaji luka yaitu dalam tabel berikut:

Istilah Parameter Isi parameter


M Measure Panjang, lebar dan kedalaman luka

E Exudate Kualitas dan kuantitas eksudat

A Apprearance Dasar luka, tipe jaringan dan jumlah

S Suffering Tipe nyeri dan skala/ derajat luka

U Undermining Ada atau tidak kerusakan sekitar luka

R Re-evaluate Memonitor semua parameter secara teratur

E Edge Kondisi tepi luka dan sekitar luka

 Membuang jaringan Nekrotik


Nakrotik adalah perubahan morphologi yang diindikasikan oleh adanya sel mati
yang disebabkan oleh degradasi enzim secara progresif dan ini merupakan respon
yang normal dari tubuh terhadap jaringan rusak. Jaringan nekrotik dapat
menghalangi proses penyembuhan luka dengan menyediakan tempat untuk
pertumbuhan bakteri. Untuk menolong penyembuhan luka, tindakan debridement
sangat dibutuhkan (Gitarja, 2018).
Debridement merupakan tindakan membuang jaringan nekrotik/slough pada
luka. Tindakan tersebut merupakan bagian dari manajemen persiapan dasar luka
dalam perawatan luka dengan metode moist wound healing (Maryumi, 2013).

 Memilih Balutan Luka


Memilih balutan merupakan hasl yang harus dilakukan untuk memperbaiki
kerusakan jaringan integumen. Berhasil tidaknya perawatan luka, tergantung kepada
kemampuan perawat dalam memilih balutan luka yang tepat, efektif dan efesien
(Gitarja, 2018).
Balutan luka terbagi menjadi dua yaitu balutan primer dan balutan sekunder.
Balutan primer merupakah balutan yang melindungi langsung dan menempel pada
dasar luka. Balutan primer dapat berupa topikal terapi seperti salep luka maupun gel
seprti lembaran penutup luka. Sedangkan balutan sekunder merupakan balutan luka
yang digunkan untuk meneutup balutan primer ketika balutan primer tidak
melindungi secara sempurna dari kontaminasi (Bryant, 2017).
Bux dan Malhi (1996 dalam Bryant, 2017) mengatakan kebanyakan balutan
luka yang beredar saat ini adalah balutan semiocclusive daripada occlucive.
Occlusive dressing merupakan balutan. yang tertutup rapat, baik air maupun udara
(seperti penguapan, oksigendan karbondioksida) tidak dapat melewati balutan
tersebut, sedangan semiocclusive adalah balutan yang tertutup rapat namun masih
memungkinkan masuknya udara dalam level rendah.
D. Jenis-jenis Balutan Luka yang Mampu Mempertahankan Kelembaban
Bryant (2007) menyatakan bahwa ada beberapa jenis balutan luka yang mampu
mempertahankan kelembaban antara lain:
1) Calcium Alginate

Balutan ini digunakan untuk dressing primer dan masih memerlukan bakutan
sekunder. Balutan dari calium alginate berfungsi menyerap cairan luka yang
berlebihan, dapat menutup luka, menjaga keseimbangan lembab disekitar luka,
mudah digunakan, bersifat elastis, antibakteri dan non-toksik dan menstimulasi
proses pembekuan darah yang terbuat dari rumput laut dan akan berubah menjadi
gel jika bercapur dengan cairan luka. Untuk memperoleh hasil yang optimal balutan
ini harus diganti sekali sehari. Keterangan:

 Indikasi : Luka dengan eksudat sedang sampai berat


 Kontraindikasi : Luka dengan jaringan nekrotik dan kering dan luka bakar derajar III
(Kartika, 2015).
2. Hidrogel
Balutan dengan hydrogel dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik
oleh tubuh sendiri. Berbahan dasar gliserin atau air yang dapat memberikan
kelembaban, dan digunakan sebagai dressing primer dan memerlukan balutan
sekunder (pad/ kasa dan transparent film).Topikal ini tepat digunakan untuk luka
bewarna hitam (nekrotik) dengan eksudat minimal atau tidak ada. Keterangan :
a. Indikasi : Digunakan pada jenis luka dengan cairan yang sedikit.
b. Kontraindikasi : Luka yang banyak mengeluarkan cairan (Kartika,
2015)
2) Foam Silikon Lunak
Balutan ini berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat
banyak (absorbant dressing) sebagai dressing primer atau sekunder.Terbuat dati
polyurethane, non-adherent wound contact layer dan highly absorptive. Silion
membantu mencegah balutan foam melekat pada permukaan luka atau sekitar kulit
pada pinggir luka. Keterangan:
1. Indikasi : Eksudat sedang sampai berat.
2. Kontraindikasi : Luka dengan eksudat minimal dan jaringan nekrotik hitam
(Kartika, 2015).
3) Hydrocolloid
Balutan ini berfungsi mempertahankan luka dalam suasana lembab, melindungi
luka dari trauma dan menghindari luka dari resiko infeksi, mampu menyerap
eksudat tetap minimal. Balutan ini sebagai dressing primer atau sekunder support
autolysis untuk mengangkat karingan nekrotik atau slough. Terbuat dari pectin,
gelatin, carboxymethycellulose dan elastomers. Balutan jenis ini biasanya diganti
satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya, lokasi luka, derajat
paparan kerutankerutan dan potongan-potongan dan inkontinensia. Keterangan:
a. Indikasi : Luka kaki, luka bernanah, luka bewarna kemerahan dengan
epitelisasi dan eksudat minimal.
b. Kontraindikasi : Tidak digunakan pada luka yang terinfeksi atau
luka grade III-IV (Kartika, 2015).
4) Hidrofiber
Hidrofiber digunakan pada luka dengan drainase yang sedang atau banyak dan
luka yang dalam dan membutuhkan balutan sekunder. Hidrofiber juga digunakan
pada luka yang kering sepanjang kelembaban balutan tetap dipertahankan (dengan
menambahkan larutan normal salin atau NaCl 0,9%). Balutan ini dipakai selama 7
hari, tergantung pada jumlah drainase pada luka.

E. Cara Perawatan Luka dengan Modern Dressing


Berdasarkan kondisi warna luka, metode yang sering digunakan sering dikenal
adalah RYB/ Red Yellow Black (Merah – Kuning – Hitam) (Kartika, 2015).
1. Luka dasar merah
Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah mempertahankan
lingkungan luka dalam keadaan lembab, mencegah trauma, mencegah trauma
atau perdarahan serta mencegah eksudat.
2. Luka dasar kuning
Tujuan perawatan adalah meningkatkan system autolysis debridement agar luka
bewarna merah, control eksudat, menghilangkan bau tidak sedap dan
mengurangi atau menghindari kejadian infeksi.
3. Luka dasar Hitam
Tujuan perawatan sama dengan luka dasar warna kuning yaitu pembersihan
jaringan mati dengan debridement, baik dengan autolysis debridement maupun
dengan pembedahan.

F. Teknik Perawatan Luka Moist Wound Healing


Pada awal observasi perawat luka harus mengetahui kategori luka aman dan
luka infeksi. Dimana tahap infeksi biasanya terjadi kemerahan, nyeri,hangat
disekitar luka bila dipegang dan adanya eksudat. Pada modern dressing
diperkenalkan infection control dimana infeksi dikontrol agar tidak menimbulkan
masalah dan menimbulkan kematian jaringan/ sel bagi luka. Bila ada infeksi, maka
tindakan yang akan dilakukan seperti kultur dan penggunaan dressing antimikronial
seperti silver. Selama proses penurunan infeksi teknik modern menggunakan teknik
persiapan dasar luka atau Wound Bed Preparation (WBP), persiapan luka ini
membantu proses penyembuhan luka dimana menciptakan lingkungan
penyembuhan secara optimal dengan meningkatkan vaskularisasi yang baik, dasar
luka dengan eksduat minimal atau bahkan tidak ada eksudat.

2. Konsep TIME Management


TIME (Tissue management, Infection control, Moisture balance management,
epitelization Management)
TIME terdiri dari berbagai strategi yang dapat dilakukan pada berbagai macam
tipe luka yang berbeda-beda untuk mengoptimalkan penyembuhan luka.
International Wound Bed Preparation Advisory Board (IWBPAB) banyak
mengembangkan konsep persiapan dasar luka. Persiapan dasar luka adalah
penatalaksanaan luka sehingga dapat meningkatkan penyembuhan dari dalam tubuh
diri sendiri atau memfasilitasi efektifitas terapi yang lain. Metode ini bertujuan
mempersiapkan dasar luka dari adanya infeksi, benda asing, atau jaringan mati
menjadi merah terang dengan proses epitelisasi yang baik. TIME Management
diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Vincent Falanga dan Dr. Gary Sibbllad
berdasarkan pengalamanya merawat luka kronis pada tahun 2003 yang disponsori
oleh produk Smith dan Nephew dalam penelitian ini sehingga keluar lah akronim
(sebutan) manajemen TIME. T Tissue Management (manajemen jaringan), I
Inflammation atau Infection Control (pengendalian infeksi), M Moist Balance
(Keseimbangan kelembapan), dan E Edge of the Wound (pinggiran luka) (Ousey,
2021).

a. Tissue Management (Manajemen Jaringan)


T yang ada dalam TIME berhubungan dengan tampilan fisik dari dasar
luka. Tampilan dasar luka bisa berwarna hitam atau jaringan nekrotik, warna
kuning atau slough dan juga warna merah atau jaringanya sudah bergranulasi
(Halim, et.al 2012)Jaringan nekrotik yang menempel pada luka akan
mengganggu klinis untuk mengkaji kedalaman luka dan kondisi luka. Sehingga
pengkajian luka sering tidak tepat akibat jaringan nekrotik menghalanginya.
Observasi dari luar terlihat luka sudah menghitam saja, padahal dibagian dalam
atau dibawah jaringan nekrotik sudah bermunculan undermining yang juga
berkontribusi dalam menghambat proses penyembuhan luka (Halim et.al 2012)
Hal lain terjadi akibat jaringan nekrotik ini menjadi tempat yang sangat
baik untuk pertumbuhan dan perkembangan bakteri. Koloni bakteri di aringan
nekrotik dapat memproduksi metalloproteinase yang memberikan efek negative
terhadap komponen matriks ekstraseluler selama proses penyembuhan (Halim
et,al 2012)
Manajemen jaringan adalah tindakan yang dilakukan pada T akronim
TIME. Manajemen jaringan adalah proses menyingkirkan jaringan mati atau
jaringan nekrotik, bakteri dan sel yang menghambat proses penyembuhan luka
sehingga dapat menurunkan kontaminasi luka dan kerusakan jaringan. Tujuan
dari manajemen jaringan adalah untuk mengembalikan dasar luka yang sesuai
dengan fungsi matriks ekstraseluler yang optimal. Manajemen jaringan yang
dimaksudkan dalam pembahasan ini sering kita kenal dengan istilah
debridement (Halim et.al 2012)
Tindakan utama manajemen jaringan adalah melakukan debridement yang
dimulai dari mengkaji dasar luka sehingga dapat dipilih jenis-jenis debridement
yang akan dilakukan. Debridement adalah sebuah kegiatan mengangkat atau
menghilangkan jaringan mati (devaskularisasi), jaringan terinfeksi, dan benda
asing dari dasar luka sehingga dapat ditemukan dasar luka dengan vaskularisasi
yang baik. Untuk mendapatkan dasar luka yang baik (tidak ada jaringan yang
mati dan benda asing), diperlukan tindakan debridement secara berkelanjutan.
Kaji luka, lingkungan dan factor, sistemik pasien sebelum melakukan
debridement, tentukan pencapaian hasil dan pilih jenis debridement yang cocok
untuk pasien tersebut.
Pengangkatan jaringan mati (Manajemen T) memerlukan waktu tambahan
dalam penuuembuhan luka. Waktu efeketif dalam pengangkatan jaringan mati
yaitu sekitar dua minggu (14 hari) dan tentunya tanpa daktu penyulit yang
berarti, misal GDS terkontrol, penyumbatan atau gangguan pebuluh darah
teratasi, mobilisasi baik dan lain sebagainya. jika kondisi sistemik pasien tidak
medukung, persiapan dasar luka akan memanjang hingga 4-6 minggu.
(Arisanty, 2013)

b. Infection-Inflamation Control ( Manajemen Infeksi dan Inflamasi)


TIME yang ke dua adalah Infection-Inflamation Control yaitu kegiatan
mengatasi perkembangan jumlah kuman pada luka. Inflamasi merupakan
respon normal tubuh ketika terjadi cedera pada jaringan tubuh. respon ini
bertujuan untuk melindungi atau meperbaiki kerusakan. Hal ini ditandai dengan
panas, kemerahan, nyeri dan bengkak yang merupakan tanda-tanda klinis dari
terjadinya infeksi. Untuk dapat membedakan keduanya dibutuhkan pemahaman
terhadap proses penyembuhan luka dan memastikan tanda serta gejala yang
normalnya muncul pada masing-masing tahap penyembuhan luka.
Sebelum terjadi infeksi, ada proses perkembangbiakan kuman mulai dari
kontaminasi, kolonisasi, kolonisasi krisis, kemudian infeksi. Luka dikatakan
infeksi jika ada tanda tanda inflamasi/infeksi, eksudat purulent, bertambah, dan
berbau, luka meluas/ break down, dan pemeriksaan penunjang diagnostic
menunjukan leucosis dan makrofag meningkat, kultur eksudat menunjukan
bakteri >106 /g jaringan. (Schult et., 2003 dalam Arisanty 2013)
c. Moisture Balance Management ( Manajemen pengaturan kelembapan luka)

M akronim TIME bermaksud untuk meningkatkan keseimbangan


kelembapan yang bertujuan untuk mendorong penyembuhan dengan prinsip
penyembuhan luka kelembapan. Luka yang kering dan dehidrasi data
mengakibatkan nyeri dan gatal pada pasien. Luka kering juga dapat
menghambat penyembuhan luka karena sel epitel tidak bisa berpindah melalui
jaringan (Mat saat, 2012)
Kebanyakan luka memiliki derajat yang basah dikarenakan keberadaan
eksudat. Hal ini merupakan fenomena yang normal pada semua jenis luka dan
dengan berbagai etiologi. Produksi eksudat ini merupakan bagian dari proses
inflamasi yang terjadi pada luka. Pada luka operasi produksi eksudat adalah hal
normal pada 48 hingga 72 jam, namun secara umum bila eksudat yang
dihasilkan banyak dan dalam tempo waktu yang panjang justru
mengakibatkakn keterlambatan penyembuhan luka. (Mat Saat, 2012)
Matt Saat (2012) mengemukakan evolusi kelembapan pada penyembuhan
luka (moist wound healing) bahwa cairan yang berlebihan pada luka kronis
dapat menyebabkan dangguan kegiatan sel mediator seperti growth factor pada
jaringan. Banyaknya eksudat pada luka kronis dapat menimbulkan maserasi
dan perlukaan baru pada daerah sekitar luka sehingga konsep kelembapan yang
dikembangkan adalah keseimbangan kelembapan luka. Tujuan manajemenya
adalah melindungi kulit sekitar luka, menyerap eksudat, mempertahankan
kelembapan dan mendukung penyembuhan luka dengan menetukan jenis dan
fungsi balutan yang akan digunakan. Balutan tersebut harus bersifat
memberikan kelembapan bila luka kering dan menyerap kelembapan bila luka
basah.
d. Epitelization Advancement Management (Manajemen Tepi Luka)
Perkembangan tepi luka dalam pengertian keratinosit dan kontraksi luka
adalah satu dari indicator utama penyembuhan luka. Secara sederhana
keratinosit tidak mampu berproliferasi dan mengangkat seluruh jaringan
nekrotik, biofilm, hipergranulasi, slough, munculnya kalus. Untuk
menghilangkan lingkungan yang merugikan dalam proses penyembuhan luka,
maka perlu dilakukan debridement. Pengendalian infeksi serta peradangan yang
berlebihan harus dicapai untuk mengurangi tingkat prostease ke level normal
sehingga dengan kondisi tersebut replica sel epitel dapat terjadi.
Proses epiletisasi adalah proses penutupan luka yang dimulai dari tepi luka,
sedangkan proses penutupan luka terjadi pada fase poliferasi. Tepi luka yang
siap melakukan proses penutupan (epitelisasi) adalah tepi luka yang halus,
bersih, tipis, menyatu dengan dasar luka, dan lunak. Dasar luka yang belum
menyatu dengan tepi luka disebabkan oleh adanya kedalaman, undermining,
atau jaringan mati. Jika di tepi luka masih ada nekrosis jaringan nekrosis
tersebut harus diangkat. Jika ada undermining dan kedalaman maka proses
granulasi harus dirangsang dengan menciptakan konsidi yang sangat lembab
dan seimbang. Jika terjadi kesamaan antara tinggi luka dengan tepi luka maka
proses epitelisasi dapat terjadi dengan baik dan rata. Jika dasar luka belum
menyatu dengan tepi luka, namun proses epitelisasi telahterjadi, hal ini
dapat menyebabkan luka sembuh dengan permukaan yang tidak rata.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Moist Wound Healing atau nama lain dari Moist Wound Care merupakan proses
penyembuhan luka secara lembab atau moist dengan mempertahankan isolasi
lingkungan luka berbahan oklusive dan semi oklusive (Rika & Elvi, 2016).Moist
Wound Care mendukung terjadinya proses pernyembuhan luka sehingga terjadi
pertumbuhan jaringan secara alami yang bersifat lembab dan dapat mengembang
apabila jumlah eksudat berlebih dan mencegah kontaminasi bakteri dari luar (Ose et
al., 2018).
Prinsip Moist Wound Care antara lain adalah pertama, dapat mengurangi
dehidrasi dan kematian sel karena sel-sel neutrophil dan makrofag tetap hidup dalam
kondisi lembab, serta terjadi peningkatan angiogenesis pada balutan berbahan
oklusive (Merdekawati & AZ, 2017). Prinsip kedua, yaitu meningkatkan debridement
autolysis dan mengurangi nyeri. Pada lingkungan lembab enzim proteolitik dibawa ke
dasar luka dan melindungi rasa nyeri saat debridemen. Prisip ketiga, yaitu
meningkatkan re-epitalisasi pada luka yang lebar dan dalam.Proses epitalisasi
membutuhkan suplai darah dan nutrisi. Pada krusta yang kering dapat menekan atau
menghalangi suplai darah dan memberikan barrier pada epitalisasi (Rika & Elvi,
2016).
Wocare clinic (2007) dalam Buku Panduan Pelatihan Perawatan Luka(2018),
menyatakan bahwa manajemen perawatan luka moist wound healing terdiri dari tiga
tahapan, diantaranya adalah: Mencuci Luka,Membuang jaringan nekrotik,Memilih
balutan luka. Bryant (2007) menyatakan bahwa ada beberapa jenis balutan luka yang
mampu mempertahankan kelembaban antara lain:Calcium Alginate,Hidrogel,Foam
Silikon Lunak,Hydrocolloid,Hidrofiber . Berdasarkan kondisi warna luka, metode
yang sering digunakan sering dikenal adalah RYB/ Red Yellow Black (Merah –
Kuning – Hitam) (Kartika, 2015).
TIME terdiri dari berbagai strategi yang dapat dilakukan pada berbagai macam
tipe luka yang berbeda-beda untuk mengoptimalkan penyembuhan luka. manajemen
TIME. T Tissue Management (manajemen jaringan), I Inflammation atau Infection
Control (pengendalian infeksi), M Moist Balance (Keseimbangan kelembapan), dan E
Edge of the Wound (pinggiran luka) (Ousey, 2021).
B. SARAN
Bagi mahasiswa, diharapkan makalah ini menjadi bahan masukan dan informasi
untuk lebih memahami konsep perawatan luka pada pasien menggunakan metode
moist wound healing.
DAFTAR PUSTAKA

Rika, F., & Elvi, O. (2016). Aplikasi Modern Wound Care Pada Perawatan Luka Infeksi di
RS Pemerintah Kota Padang. Nurse Jurnal Keperawatan, 12(2), 159–165.
Subandi, E., & Sanjaya, K. A. (2020). Efektifitas Modern Dressing Terhadap Proses
Penyembuhan Luka Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Kesehatan, 10(1), 1273–1284.
https://doi.org/10.38165/jk.v10i1.7
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D).
Suwito, A. (2016). Penggunaan Balutan Modern (Hydrocoloid) Untuk Penyembuhan Luka
Diabetes Mellitus Tipe Ii. Jurnal Iptek Terapan, 10(1), 18–23.
https://doi.org/10.22216/jit.2016.v10i1.392
Tulasi, D. (2010). MERUNUT PEMAHAMAN TAKSONOMI BLOOM : PenemuanAwal
Taksonomi. 9, 359–371.
Yanti, B., Wahyudi, E., Wahiduddin, W., Novika, R. G. H., Arina, Y. M. D.,
Martani, N. S., & Nawan, N. (2020). Community Knowledge, Attitudes, and Behavior
Towards Social Distancing Policy As Prevention Transmission of Covid-19 in
Indonesia. Jurnal Administrasi Kesehatan Indonesia, 8(2),
4.https://doi.org/10.20473/jaki.v8i2.2020.4-14
Yulianto, A. (2016). Hubungan Tingkat Pengetahuan Tentang Perawatan LukaDengan
Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Prosedur Perawatan Luka. Jurnal Ilmiah
Kesehatan, 5(10). https://doi.org/10.35952/jik.v5i10.34

Anda mungkin juga menyukai