Anda di halaman 1dari 86

PROPOSAL TRAINING OF TRAINER

“PERAWATAN LUKA MODERN” DI PSTW BUDI MULIA 3


JAKARTA SELATAN

Disusun Oleh :

Atanasius Agung Andika Nur Aisyah


Cony Choirunnisa Nur Khasanah
Deby Silvia Nurhadi
Desi Nurmalita Hastuti Nurhayah
Dina Ananda Putri Zarapurwamudita S
Nurul Asri Wijayanti Sylva Auluna S
Tiara Damayanti Sugeng Eko Putro
Tri Cahyaningsih Ulfa Oca Octavia
Dinda Putri Kurnia Nurhikmah
Yulianita Sri Apriana
Dian Astriany Porulery Neni Widiastutu
Nunung Puji Lestari Megalinda Siahaan
Apfia Rosvita Budiati Arimbo Janzen

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA

JAKARTA

2017

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan
hidayat-Nya penulisan dan penyusunan proposal yang berjudul “Proposal
Training Of Trainer (Perawatan Luka Modern)” dapat terselesaikan.

Proposal ini merupakan salah satu tugas mata ajar Keperawatan Gerontik di
STIKes PERTAMEDIKA. Tak lupa juga penulis mengucapkan terima kasih
kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini,
khususnya kepada:
1. Bapak Drs.Marjito, M.Si selaku Kepala Panti Sasana Tresna Werdha Budi
Mulia 3
2. Bapak/Ibu dosen mata ajar Keperawatan Gerontik yang telah memberikan
tugas dan petunjuk dalam menyelesaikan makalah ini.
3. Kedua orang tua penulis yang telah memberikan dukungan baik dalam
bentuk materi dan non materi.
4. Teman-teman yang sudah bersedia membantu.
5. Dan semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang
telah banyak membantu dalam pembuatan makalah ini.

Proposal ini penulis harapkan dapat memperdalam sekaligus dapat menambah


pengetahuan tentang bagaimana menerapkan Keperawatan Gerontik bagi
pembacanya. Penulis menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak
kekurangan. Untuk itu penulis sangat berterimakasih bila ada pihak-pihak yang
mengkoreksi proposal ini dan memberikan kritik dan saran supaya penulis dapat
memperbaikinya.

Jakarta, April 2017

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Tujuan Kegiatan ............................................................................................ 3
C. Manfaat Kegiatan .......................................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
A. Konsep Lansia ............................................................................................... 5
1. Pengertian Lansia ...................................................................................... 5
2. Karakteristik Lansia .................................................................................. 5
3. Proses Menua ............................................................................................ 6
4. Teori Psikologis ...................................................................................... 13
5. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia ........................... 15
B. Konsep Luka ............................................................................................... 19
1. Definisi .................................................................................................... 19
2. Jenis Luka ............................................................................................... 19
3. Fase Penyembuhan Luka......................................................................... 21
4. Faktor-Faktor yang dapat Penghambat Penyembuhan Luka .................. 30
5. Komplikasi .............................................................................................. 31
6. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka .......................... 32
C. Konsep Perawatan Luka .............................................................................. 33
1. Definisi Perawatan Luka ......................................................................... 33
2. Pengkajian Luka ...................................................................................... 33
3. Penatalaksanaan Perawatan Luka ........................................................... 35
4. Balutan-balutan Perawatan Luka ............................................................ 40
BAB III RANCANGAN KEGIATAN ................................................................. 56
A. Sasaran ........................................................................................................ 56
B. Pengorganisasian ......................................................................................... 56
C. Perencanaan................................................................................................. 56

iii
D. Metode, Media, dan Instrumen ................................................................... 58
E. Susunan Acara ............................................................................................. 60
F. Proses Pelaksanaan...................................................................................... 61
G. Skanerio Kegiatan ....................................................................................... 64
H. Rencana evaluasi ......................................................................................... 68
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 69
Kesimpulan ........................................................................................................... 69
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 70

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien
adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan
memberikan perawatan kulit yang terencana dan konsisten. Perawatan kulit
yang tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan terjadinya gangguan
integritas kulit. Gangguan integritas kulit dapat diakibatkan oleh tekanan yang
lama, iritasi kulit atau imobilisasi dan berdampak akhir timbulnya luka
dekubitus (Potter & Perry, 2010). Hal tersebut diakibatkan oleh karena pada
imobilisasi terjadi gesekan, tekanan, jaringan bergeser satu dengan yang lain,
dan penurunan sirkulasi darah pada area yang tertekan, sehingga terjadi
ischemia pada jaringan yang tertekan. Kondisi yang ada dapat diperburuk lagi
dengan adanya infeksi, trauma, kegemukan, berkeringat, dan nutrisi yang
buruk (Asmadi, 2008).

Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat proses
patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai organ tertentu
(Potter & Perry, 2010). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa
membran dan tulang atau organ tubuh yang lain.

Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk merawat


luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit membran
mukosa atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang dapat merusak
permukaan kulit. Perawatan luka menggunakan berbagai bahan perawatan
antara lain balutan, larutan pembersih, larutan antiseptik, balutan sekunder dan
semprotan perekat. Pembalut luka Pembalutan luka bertujuan untuk
mengabsorsi eksudat dan melindungi luka dari kontaminasi eksogen.

Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka yang


tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive
dan semi oklusive. Metode moist wound healing adalah metode untuk

1
2

mempertahankan kelembaban luka dengan menggunakan balutan penahan


kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan pertumbuhan jaringan dapat
terjadi secara alami. Moist Wound Healing bertujuan untuk mempertahankan
isolasi lingkungan luka yang tetap lembab dengan menggunakan balutan
penahan-kelembaban, oklusive dan semi oklusive, dengan mempertahankan
luka tetap lembab dan dilindungi selama proses penyembuhan dapat
mempercepat penyembuhan 45 % dan mengurangi komplikasi infeksi dan
pertumbuhan jaringan parut residual. Penanganan luka ini saat ini digemari
terutama untuk luka kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure ulcers, dan
diabetic foot ulcers. Cairan pada luka kronik ini juga menghancurkan matrik
protein ekstraselular dan faktor-faktor pertumbuhan, menimbulkan inflamasi
yang lama, menekan proliferasi sel, dan membunuh matrik jaringan. Dengan
demikian, untuk mengefektifkan perawatan pada dasar luka, harus
mengutamakan penanganan cairan yang keluar dari permukaan luka untuk
mencegah aktifitas dari biokimiawi yang bersifat negatif/merugikan.

Keuntungan menggunakan Moist Wound Healing yaitu Mengurangi


pembentukan jaringan parut, meningkatkan produksi faktor pertumbuhan,
mengaktivasi protease permukaan luka untuk mengangkat jaringan
devitalisasi/yang mati, menambah pertahanan immun permukaan luka,
meningkatkan kecepatan angiogenesis dan proliferasi fibroblast dan,
meningkatkan proliferasi dan migrasi dari sel-sel epitel disekitar lapisan air
yang tipis

Balutan luka yang moist seperti foam/busa, alginate, hydrocolloid, hydrogel,


dan film transparant. Hydrocolloid merupakan balutan yang tahan terhadap air
yang membantu pencegah kontaminasi bakteri. Hydroclloid menyerap eksudat
dan melindungi lingkungan dasar luka secara alami selain itu, dengan
menggunakan Hydrogel, hydrogel merupakan gel hydropilik yang
meningkatkan kelembaban pada area luka. Pada luka tekan balutan luka sangat
berperan penting dengan fungsi salah satunya yaitu membantu melindungi
luka dari injuri yang berulang dan membantu melindungi luka dari kuman
penyakit dan mencegah luka terinfeksi
3

Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 03 merupakan panti sosial yang
menampung lansia terlantar dengan jumlah lansia saat ini 275 orang. Lansia
keseluruhan di panti dilayani oleh 23 tenaga PNS, dan 28 orang tenaga
pelayanan sosial. Masing-masing PNS bertanggung jawab atas satu ruangan,
dibantu oleh 3-4 orang tenaga pelayanan sosial. Adapun dari PSTW Budi
Mulia memiliki dua sasana yang terletak didaerah Kampong Duku, Kramat
Jati, Jakarta Timur, yaitu: 1) Sasana Tresna Werdha Budi Mulia Duku 3
dengan kapasitas lansia sebanyak 23 WBS perempuan, dan jumlah petugas
PNS 2 orang, tenaga pelayanan sosial 5 orang. 2) Sasana Tresna Werdha Budi
Mulia Dukuh 5 dengan kapasitas 25 WBS perempuan, dengan tenaga PNS 2
orang, dan tenaga pelayanan sosial 5 orang.

Berdasarkan hasil survey yang dilakukan, didapatkan jumlah WBS yang


mengalami luka di panti sebanyak 9 orang terdiri dari ruang Cendrawasih 1
orang, ruang Observasi 2 orang, ruang kenanga 2 orang, ruang merpati 1
orang, ruang kutilang 2 orang dan ruang mawar 1 orang, dan petugas yang
mengurus WBS setelah diwawancara mengenai perawatan luka, mereka
mengatakan tidak mengetahui bagaimana cara merawat luka yang tepat dan
terbaru. Mereka juga mengatakan belum sepenuhnya menguasai teknik
perawatan luka modern di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 3. Untuk
itu, kami menyimpulkan bahwa teknik perawatan luka modern belum
sepenuhnya dikuasai oleh petugas di Panti Sasana Tresna Werdha Budi Mulia
3, sehingga perlu diberikan penambahan pengetahuan tentang teknik
perawatan luka modern.

B. Tujuan Kegiatan
1. Petugas PSTW Budi Mulia 03 dapat mengulangi pengertian luka.
2. Petugas PSTW Budi Mulia 03 dapat mengulangi jenis-jenis luka.
3. Petugas PSTW Budi Mulia 03 dapat mengulangi proses fisiologis
penyembuhan luka.
4. Petugas PSTW Budi Mulia 03 dapat mengulangi teori teknik perawatan
luka modern
4

5. Petugas PSTW Budi Mulia 03 dapat menguasai teknik perawatan luka


modern

C. Manfaat Kegiatan
1. Manfaat Bagi Pelayanan Keperawatan
Dapat menjadi salah satu intervensi tindakan keperawatan dalam
menangani luka pada lansia dengan perawatan luka modern di Panti
Sasana Tresna Werdha Budi Mulia 3.

2. Manfaat Bagi Perkembangan Ilmu Keperawatan


Dapat menjadi sumber ilmu dan informasi untuk menambah wawasan
dalam penanganan luka pada lansia dengan metode perawatan luka
modern.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Lansia
1. Pengertian Lansia
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) bahwa usia lanjut meliputi
usia pertengahan (middle age) yaitu kelompok usia 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) yaitu kelompok usia 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) yaitu
kelompok usia 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) yaitu kelompok usia
diatas 90 tahun. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam
Bab 1 Pasal 1 Ayat 2 yaitu Lanjut Usia adalah yang mencapai usia 60
tahun ke atas. Departemen Kesehatan RI membagi lansia sebagai berikut:
1) Kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa virilitas, 2)
Kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium, 3) Kelompok usia
lanjut (kurang dari 65 tahun) senium.

2. Karakteristik Lansia
Menurut Keliat dalam Maryam (2008), lansia memiliki karakteristik
sebagai berikut:
a. Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan Pasal 1 ayat (2) UU No.13
tentang kesehatan).
b. Kebutuan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit,
dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi
adaptif hingga kondisi maladaptif
c. Lingkungan tempat tinggal yang bervariasi.

Karakteristik penyakit yang dijumpai pada lansia diantaranya:


a. Penyakit yang sering multiple, saling berhubungan satu sama lain
b. Penyakit bersifat degeneratif, serta menimbulkan kecacatan
c. Gejala sering tidak jelas, berkembang secara perlahan
d. Masalah psikologis dan sosial sering terjadi bersamaan
e. Lansia sangat peka terhadap penyakit infeksi akut

5
6

f. Sering terjadi penyakit yang bersifat iatrogenik

Hasil penelitian profil penyakit lansia di empat kota (Padang, Bandung,


Denpasar, dan Makasar) adalah sebagai berikut (Santoso, 2009):
a. Fungsi tubuh yang dirasakan menurun; penglihatan (76,24%); daya
ingat (69,3%); seksual (58,04%); kelenturan (53,23% ); gigi dan mulut
(51,12%)
b. Masalah kesehatan yang sering muncul: sakit tulang atau sendi
(69,39%); sakit kepala (51,5%); daya ingat menurun (38,51%); selera
makan menurun (30,08%); mual atau perut perih (26,66%); sulit tidur
(24,88%); dan sesak napas (21,28%)
c. Penyakit kronis: reumatik (33,14%); hipertensi (20,66%); gastritis
(11,34%); dan penyakit jantung (6,45%).

3. Proses Menua
Menua (aging) adalah proses alamiah yang biasanya disertai perubahan
kemunduran fungsi dan kemampuan sistem yang ada di dalam tubuh
sehingga terjadi penyakit degeneratif. Proses menua adalah proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri (Nugroho, 2000 dalam Silvanasari 2012). Penuaan
adalah proses normal dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat
terjadi pada semua orang pada saat mereka mencapai usia tahap
perkembangan kronologis tertentu. Penuaan merupakan fenomena yang
kompleks dan multidimensional yang dapat diobservasi di dalam satu sel
dan berkembang sampai pada keseluruhan sistem (Stanley & Beare, 2007).
Proses penuaan merupakan akumulasi secara progresif dari berbagai
perubahan fisiologi organ tubuh yang berlangsung seiring berlalunya
waktu. Proses penuaan akan meningkatkan kemungkinan terserang
penyakit bahkan kematian (Azizah, 2011 dalam Silvanasari, 2012).
7

4. Teori Proses Menua


a. Teori Biologis
Teori biologi merupakan teori yang menjelaskan mengenai proses fisik
penuaan yang meliputi perubahan fungsi dan struktur organ,
pengembangan, panjang usia dan kematian (Christofalo dalam Stanley,
2006). Perubahan yang terjadi di dalam tubuh dalam upaya berfungsi
secara adekuat untuk dan melawan penyakit dilakukan mulai dari
tingkat molekuler dan seluler dalam sistem organ utama. Teori biologis
mencoba menerangkan menganai proses atau tingkatan perubahan
yang terjadi pada manusia mengenai perbedaan cara dalam proses
menua dari waktu ke waktu serta meliputi faktor yang mempengaruhi
usia panjang, perlawanan terhadap organisme dan kematian atau
perubahan seluler.

1) Teori Genetika
Teori genetika merupakan teori yang menjelaskan bahwa penuaan
merupakan suatu proses yang alami di mana hal ini telah
diwariskan secara turun-temurun (genetik) dan tanpa disadari untuk
mengubah sel dan struktur jaringan. Teori genetika terdiri dari teori
DNA, teori ketepatan dan kesalahan, mutasi somatik, dan teori
glikogen. DNA merupakan asam nukleat yang berisi pengkodean
mengenai infornasi aktivitas sel, DNA berada pada tingkat
molekuler dan bereplikasi sebelum pembelahan sel dimulai,
sehingga apabila terjadi kesalahan dalam pengkodean DNA maka
akan berdampak pada kesalahan tingkat seluler dan mengakibatkan
malfungsi organ. Teori genetika dengan kata lain mengartikan
bahwa proses menua merupakan hal yang tidak dapat dihindari dan
akan semakin terlihat bila usia semakin bertambah. Teori ini juga
bergantung dari dampak lingkungan pada tubuh yang dapat
mempengaruhi susunan molekular.
8

2) Teori Wear and Tear (Dipakai dan Dirusak)


Teori Wear And Tear mengajukan akumulasi sampah metabolik
atau zat nutrisi dapat merusak sintesis DNA. August Weissmann
berpendapat bahwa sel somatik nomal memiliki kemampuan yang
terbatas dalam bereplikasi dan menjalankan fungsinya. Kematian
sel terjadi karena jaringan yang sudah tua tidak beregenerasi. Teori
wear and tear mengungkapkan bahwa organisme memiliki energi
tetap yang terseddia dan akan habis sesuai dengan waktu yang
diprogramkan

b. Teori Rantai Silang


Teori rantai silang mengatakan bahwa struktur molekular normal yang
dipisahkan mungkin terikat bersama-sama melalui reaksi kimia. Agen
rantai silang yang menghubungkan menempel pada rantai tunggal.
dengan bertambahnya usia, mekanisme pertahanan tubuh akan semakin
melemah, dan proses cross-link terus berlanjut sampai terjadi
kerusakan. Hasil akhirnya adalah akumulasi silang senyawa yang
menyebabkan mutasi pada sel, ketidakmampuan untuk menghilangkan
sampah metabolik.

c. Teori Riwayat Lingkungan


Menurut teori ini, faktor yang ada dalam lingkungan dapat membawa
perubahan dalam proses penuaan. Faktor-faktor tersebut merupakan
karsinogen dari industri, cahaya matahari, trauma dan infeksi.

d. Teori Imunitas
Teori imunitas berhubungan langsung dengan proses penuaan. Selama
proses penuaan, sistem imun juga akan mengalami kemunduran dalam
pertahanan terhadap organisme asing yang masuk ke dalam tubuh
sehingga pada lamsia akan sangat mudah mengalami infeksi dan
kanker.1 perubahan sistem imun ini diakibatkan perubahan pada
jaringan limfoid sehingga tidak adanya keseimbangan dalam sel T
9

intuk memproduksi antibodi dan kekebalan tubuh menurun. Pada


sistem imun akan terbentuk autoimun tubuh. Perubahan yang terjadi
merupakan pengalihan integritas sistem tubuh untuk melawan sistem
imun itu sendiri.

e. Teori Lipofusin dan Radikal Bebas


Radikal bebas merupakan contoh produk sampah metabolisme yang
dapat menyebabkan kerusakan apabila terjadi akumulasi. Normalnya
radikal bebas akan dihancurkan oleh enzim pelindung, namun
beberapa berhasil lolos dan berakumulasi di dalam organ tubuh.
Radikal bebas yang terdapat di lingkungan seperti kendaraan bermotor,
radiasi, sinar ultraviolet, mengakibatkan perubahan pigmen dan
kolagen pada proses penuaan.

Radikal bebas tidak mengandung DNA. Oleh karena itu, radikal bebas
dapat menyebabkan gangguan genetik dan menghasilkan produk-
produk limbah yang menumpuk di dalam inti dan sitoplasma. Ketika
radikal bebas menyerang molekul, akan terjadi kerusakan membran
sel; penuaan diperkirakan karena kerusakan sel akumulatif yang pada
akhirnya mengganggu fungsi.

Dukungan untuk teori radikal bebas ditemukan dalam lipofusin, bahan


limbah berpigmen yang kaya lemak dan protein. Peran lipofusin pada
penuaan mungkin kemampuannya untuk mengganggu transportasi sel
dan replikasi DNA. Lipofusin, yang menyebabkan bintik-bintik
penuaan, adalah dengan produk oksidasi dan oleh karena itu
tampaknya terkait dengan radikal bebas.

f. Teori Neuroendokrin
Teori neuroendokrin merupakan teori yang mencoba menjelaskan
tentang terjadinya proses penuaan melalui hormon. Penuaan terjadi
karena adanya keterlambatan dalam sekresi hormon tertentu sehingga
10

berakibat pada sistem saraf. Hormon dalam tubuh berperan dalam


mengorganisasi organ-organ tubuh melaksanakan tugasnya dam
menyeimbangkan fungsi tubuh apabila terjadi gangguan dalam tubuh.

Pengeluaran hormon diatur oleh hipotalamus dan hipotalamus juga


merespon tingkat hormon tubuh sebagai panduan untuk aktivitas
hormonal. Pada lansia, hipotalamus kehilangan kemampuan dalam
pengaturan dan sebagai reseptor yang mendeteksi hormon individu
menjadi kurang sensitif. Oleh karena itu, pada lansia banyak hormon
yang tidak dapat dapat disekresi dan mengalami penurunan
keefektivitasan.

Penurunan kemampuan hipotalamus dikaitkan dengan hormon kortisol.


Kortisol dihasilkan dari kelenjar adrenal (terletak di ginjal) dan kortisol
bertanggung jawab untuk stres. Hal ini dikenal sebagai salah satu dari
beberapa hormon yang meningkat dengan usia. Jika kerusakan kortisol
hipotalamus, maka seiring waktu hipotalamus akan mengalami
kerusakan. Kerusakan ini kemudian dapat menyebabkan
ketidakseimbangan hormon sebagai hipotalamus kehilangan
kemampuan untuk mengendalikan system (Sunaryo, 2016).

g. Teori Organ Tubuh (Single Organ Theory)


Teori penuaan organ tunggal dilihat sebagai kegagalan penyakit yang
berhubungan dengan suatu organ tubuh vital. orang meninggal karena
penyakit atau keausan, menyebabkan bagian penting dari tubuh
berhenti fungsi sedangkan sisanya tubuh masih mampu hidup. Teori ini
berasumsi bahwa jika tidak ada penyakit dan tidak ada kecelakaan,
kematian tidak akan terjadi.
11

h. Teori Umur Panjang dan Penuaan (Longervity and Senescence


Theories)
Palmore (1987) mengemukakan dari beberapa hasil studi, terdapat
faktor-faktor tambahan berikut yang dianggap berkontribusi untuk
umur panjang: tertawa; ambisi rendah, rutin setiap hari, percaya pada
Tuhan; hubungan keluarga baik, kebebasan dan kemerdekaan;
terorganisir, perilaku yang memiliki tujuan, dan pandangan hidup
positif. Wacana yang timbul dari teori ini adalah sindrom penuaan
merupakan sesuatu yang universal, progresif, dan berakhir dengan
kematian.

i. Teori Harapan Hidup Aktif dan Kesehatan Fungsional Penyedia


layanan kesehatan juga tertarik dalam masalah ini karena kualitas
hidup tergantung secara signifikan berkaitan dengan tingkat fungsi.
pendekatan fungsional perawatan pada lansis menekankan pada
hubungan yang kompleks antara biologis, sosial, dan psikologis yang
mempengaruhi kemampuan fungsional seseorang dan
kesejahteraannya.

j. Teori Medis (Medical Theory)


Teori medis geriatri mencoba menjelaskan bagaimana perubahan
biologis yang berhubungan dengan proses penuaan mempengaruhi
fungsi fisiologis tubuh manusia. Biogerontologi merupakan
subspesialisasi terbaru yang bertujuan menentukan hubungan antara
penyakit tertentu dan proses penuaan. Metode penelitian yang lebih
canggih telah digunakan dan banyak data telah dikumpulkan dari
subjek sehat dalam studi longitudinal, beberapa kesimpulan menarik
dari penelitian tiap bagian berbeda
12

k. Teori Sosiologi
Teori sosiologi merupakan teori yang berhubungan dengan status
hubungan sosial. Teori ini cenderung dipengaruhi oleh dampak dari
luar tubuh.
1) Teori Kepribadian
Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan
psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik
lansia. Teori pengembangan kepribadian yang dikembangkan oleh
Jung menyebutkan bahwa terdapat dua tipe kepribadian yaitu
introvert dan ekstrovert. Lansia akan cenderung menjadi introvert
kerenan penurunan tanggungjawab dan tuntutan dari keluarga dan
ikatan sosial.

2) Teori Tugas Perkembangan


Tugas perkembangan merupakan aktivitas dan tantangan yang
harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam
hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses.pada kondisi tidak
danya pencapaian perasaan bahwa ia telah menikmati kehidupan
yang baik, maka lansia tersebut berisiko untuk memiliki rasa
penyeselan atau putus asa.

3) Teori Disengagement (Penarikan Diri)


Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran
masyarakat dan tanggung jawabnya. Lansia akan dikatakan
bahagia apabila kontak sosial telah berkurang dan tanggungjawab
telah diambil oleh generasi yang lebih muda. Manfaat dari
pengurangan kontak sosial bagi lansia adalah agar dapat
menyediakan eaktu untuk mengrefleksi kembali pencapaian yang
telah dialami dan untuk menghadapi harapan yang belum dicapai.
13

4) Teori Aktivitas
Teori ini berpendapat apabila seorang lansia menuju penuaan yang
sukses maka ia harus tetap beraktivitas.kesempatan untuk turut
berperan dengan cara yang penuh arti bagi kehidupan seseorang
yang penting bagi dirinya adalah suatu komponen kesejahteraan
yang penting bagi lansia. Penelitian menunjukkan bahwa hilangnya
fungsi peran lansia secara negatif mempengaruhi kepuasan hidup,
dan aktivitas mental serta fisik yang berkesinambungan akan
memelihara kesehatan sepanjang kehidupan.

5) Teori Kontinuitas
Teori kontinuitas mencoba menjelaskan mengenai kemungkinan
kelanjutan dari perilaku yang sering dilakukan klien pada usia
dewasa. Perilaku hidup yang membahayakan kesehatan dapat
berlangsung hingga usia lanjut dan akan semakin menurunkan
kualitas hidup.

6) Teori Subkultur
Lansia, sebagai suatu kelompok, memiliki norma mereka sendiri,
harapan, keyakinan, dan kebiasaan; karena itu, mereka telah
memiliki subkultur mereka sendiri. Teori ini juga menyatakan
bahwa orang tua kurang terintegrasi secara baik dalam masyarakat
yang lebih luas dan berinteraksi lebih baik di antara lansia lainnya
bila dibandingkan dengan orang dari kelompok usia berbeda. Salah
satu hasil dari subkultur usia akan menjadi pengembangan
"kesadaran kelompok umur" yang akan berfungsi untuk
meningkatkan citra diri orang tua dan mengubah definisi budaya
negatif dari penuaan.

4. Teori Psikologis
Teori psikologis merupakan teori yang luas dalam berbagai lingkup karena
penuaan psikologis dipengaruhi oleh faktor biologis dan sosial, dan juga
14

melibatkan penggunaan kapasitas adaptif untuk melaksanakan kontrol


perilaku atau regulasi diri.
1) Teori Kebutuhan Manusia
Banyak teori psikologis yang memberi konsep motivasi dan
kebutuhan manusia. Teori Maslow merupakan salah satu contoh yang
diberikan pada lansia. Setiap manusia yang berada pada level pertama
akan mengambil prioritas untuk mencapai level yang lebih tinggi;
aktualisasi diri akan terjadi apabila seseorang dengan yang lebih
rendah tingkat kebutuhannya terpenuhi untuk beberapa derajat, maka
ia akan terus bergerak di antara tingkat, dan mereka selalu berusaha
menuju tingkat yang lebih tinggi.

2) Teori Keberlangsungan Hidup dan Perkembangan Kepribadian.


Teori keberlangsungan hidup menjelaskan beberapa perkembangan
melalui berbagai tahapan dan menyarankan bahwa progresi sukses
terkait dengan cara meraih kesuksesan di tahap sebelumnya. ada
empat pola dasar kepribadian lansia: terpadu, keras-membela, pasif-
dependen, dan tidak terintegrasi (Neugarten et al.). Teori yang
dikemukakan Erik Erikson tentang delapan tahap hidup telah
digunakan secara luas dalam kaitannya dengan lansia. Ia
mendefinisikan tahap-tahap kehidupan sebagai kepercayaan vs
ketidakpercayaan, otonomi vs rasa malu dan keraguan, inisiatif vs rasa
bersalah, industri vs rendah diri, identitas vs difusi mengidentifikasi,
keintiman vs penyerapan diri, generativitas vs stagnasi, dan integritas
ego vs putus asa. Masing-masing pada tahap ini menyajikan orang
dengan kecenderungan yang saling bertentangan dan harus seimbang
sebelum dapat berhasil dari tahap itu. Seperti dalam teori
keberlangsungan hidup lain, satu tahapan menentukan langkah menuju
tahapan selanjutnya.
15

3) Recent and Evolving Theories


Teori kepribadian genetik berupaya menjelaskan mengapa beberapa
lansia lebih baik dibandingkan lainnya.; hal ini tidak berfokus pada
perbedaan dari kedua kelompok tersebut. Meskipun didasarkan pada
bukti empiris yang terbatas, teori ini merupakan upaya yang
menjanjikan untuk mengintegrasikan dan mengembangkan lebih
lanjut beberapa teori psikologi tradisional dan baru bagi lansia. Tema
dasar dari teori ini adalah perilaku bifurkasi atau percabangan dari
seseorang di berbagai aspek seperti biologis, sosial, atau tingkat fungsi
psikososial. Menurut teori ini, penuaan didefinisikan sebagai
rangkaian transformasi terhadap meningkatnya gangguan dan
ketertiban dalam bentuk, pola, atau struktur. (Sunaryo, 2016)

5. Perubahan-Perubahan Yang Terjadi Pada Lanjut Usia


Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial dan
psikososial.
1) Perubahan Fisik
a) Sel
Jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh menurun, dan
cairan intraseluler menurun.
b) Kardiovaskuler
Katup jantung menebal dan kaku, kemampuan memompa darah
menurun (menurunnya kontraksi dan volume), elastisitas
pembuluh darah menurun, serta meningkatnya resistensi
pembuluh darah perifer sehungga tekanan darah meningkat.
c) Respirasi
Otot-otot pernapasan kekuatannya menurun dan kaku, elastisitas
paru menurun, kapasitas residu menigkat sehimgga menarik napas
lebih berat, alveoli melebar dan jumlahnya menurun, kemampuan
batuk menurun, serta terjadi penyempitan pada bronkus.
16

d) Persarafan
Saraf panca indera mengecil sehingga fungsinya menurun serta
lambat dalam merespons dan waktu bereaksi khususnya yang
berhubungan dengan stress. Berkurang atau hilangnya lapisan
mielin akson, sehingga menyebabkan berkurangnya respon
mootorik dan refleks.
e) Muskuloskeletal
Cairan tulang menurun sehingga mudah rapuh (osteoporosis),
bungkuk (kifosis), persendian membesar dan menjadi kaku (atrofi
otot), kram, tremor, tendon mengerut, dan mengalami sklerosis.
f) Gastrointestinal
Esofagus melebar, asam lambung menurun, lapar menurun, dan
peristaltik menurun sehingga daya absorpsi juga ikut menurun.
Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori menuurun
sehingga kemampuan mengonsentrasi urine ikut menurun.
g) Vesika Urinaria
Otot-otot melemah, kapasitasnya menurun, dan retensi urine.
Prostat: Hipertrofi pada 75% lansia.
h) Vagina
Selaput lendir mengering dan sekresi menurun.
i) Pendengaran
Membran timpani atrofi sehingga terjadi gangguan pendengaran.
Tulang-tulang pendengaran mengalami kekakuan.
j) Penglihatan
Respons terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap
menurun, akomodasi menurun, lapang pandang menurun, dan
katarak.
k) Endokrin
Produksi hormon menurun.
l) Kulit
Keriput serta kulit kepala dan rambut menipis, rambut dalam
hidung dan telinga menebal, elastisitas menurun, vaskularisasi
17

menurun, rambut memutih (uban), kelenjar keringat menurun,


kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh berlebihan seperti
tanduk.
m) Belajar dan memori
Kemampuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori
(daya ingat) menurun karena proses encoding menurun.
n) Intelegensi
Secara umum tidak banyak berubah.
o) Personality dan adjustment (pengaturan)
Tidak banyak perubahan, hampir seperti saat muda.
p) Pencapaian (Achievement)
Sains, filosofi, seni, dan musik sangat mempengaruhi.

2) Perubahan Sosial
a) Peran : Post power syndrome, single woman, dan single
parent.
b) Keluarga :Kesendirian, kehampaan.
c) Teman
Ketika lansia lainnya meninggal, maka muncul perasaan kapan
akan meninggal. Berada di rumah terus menerus akan cepat pikun
(tidak berkembang).
d) Abuse
Kekerasan berbentuk verbal (dibentak) dan nonverbal (dicubit,
tidak diberi makan)
e) Masalah hukum
Berkaitan dengan perlindungan aset dan kekayaan pribadi yang
dikumpulkan sejak masih muda.
f) Pensiun
Kalau menjadi PNS akan ada tabungan (dana pensiun). Kalau
tidak, anak dan cucu yang akan memberi uang.
g) Ekonomi
18

Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan yang cocok bagi lansia


dan income security.
h) Rekreasi
Untuk ketenangan bathin
i) Keamanan
Jatuh, terpeleset.
j) Transportasi
Kebutuhan akna sistem transportasi yang cocok bagi lansia.
k) Politik
Kesempatan yang sama untuk terlibat dan memberikan masukan
dalam sistem politik yang berlaku.
l) Pendidikan
Berkaitan dengan pengentasan buta aksara dan kesempatan untuk
tetap belajar sesuai dengan hak asasi manusia.
m) Agama
Melaksanakan ibadah
n) Panti Jompo
Merasa dibuang atau diasingkan
o) Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory,
frustasi, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi
kematian, perubahan keinginan, depresi, dan kecemasan. Dalam
psikologi perkembangan, lansia dan perubahan yang dialaminya
akibat proses penuaan digambarkan oleh hal-hal berikut:
(1) Keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus
bergantung pada orang lain.
(2) Status ekonominya dangat terancm, sehinigga cukup
beralasan untuk melakukan berbagai perubahan besar dalam
pola hidupnya.
(3) Menentukan kondisi hidup yang sesuai dengan perubahan
status ekonomi dan kondisi fisik.
19

(4) Mencari teman baru untuk menggantikan suami atau istri


yang telah meninggal atau pergi jauh atau cacat.
(5) Mengembangkan kegiatan baru untuk mengisi waktu luang
yang semakin bertambah.
(6) Mulai terlihat dalam kegiatan masyarakat yang secara khusus
direncanakan untuk orang dewasa
(7) Mulai merasakan kebahagiaan dari kegiatan yang sesuai
untuk lansia dan memiliki kemauan untuk mengganti
kegiatan lama yang berat dengan yang lebih cocok
(8) Menjadi sasaran atau dimanfaatkan oleh para penjual obat
dan kriminalitas karena mereka tidak sanggup lagi
mempertahankan diri.
(Sunaryo, 2016)

B. Konsep Luka
1. Definisi
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal akibat
proses patalogis yang berasal dari internal dan eksternal dan mengenai
organ tertentu (Lazarus, et al., 1994 dalam Potter & Perry, 2006). Luka
adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau
organ tubuh yang lain. Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul
seperti hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress
simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri, dan
kematian sel (Kozier, 2011).

2. Jenis Luka
a. Berdasarkan sifat
Abrasi, kontusio, insisi, laserasi, terbuka, penetrasi, puncture, sepsis,
dan lain-lain. Klasifi kasi berdasarkan struktur lapisan kulit, meliputi:
superfi sial, yang melibatkan lapisan epidermis; partial thickness, yang
melibatkan lapisan epidermis dan dermis; dan full thickness yang
20

melibatkan epidermis, dermis, lapisan lemak, fascia, dan bahkan sampai


ke tulang (Kartika, 2015)

b. Berdasarkan proses penyembuhan


1) Penyembuhan primer (healing by primary intention)
Tepi luka bisa menyatu kembali, permukaan bersih, tidak ada
jaringan yang hilang. Biasanya terjadi setelah suatu insisi.
Penyembuhan luka berlangsung dari internal ke eksternal.
2) Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention)
Sebagian jaringan hilang, proses penyembuhan berlangsung mulai
dari pembentukan jaringan granulasi di dasar luka dan sekitarnya.
3) Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka berlangsung lambat, sering disertai infeksi,
diperlukan penutupan luka secara manual.
(Kartika, 2015)

c. Berdasarkan lama waktu penyembuhannya


1) Luka Akut (jika 2-3 minggu)
Luka akut adalah luka trauma yang biasanya segera mendapat
penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak
terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak
dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan.
Contohnya adalah luka sayat, luka bakar, luka tusuk.
2) Luka Kronik (luka yang tidak ada tannda-tanda sembuh dalam
jangka 4-6 minggu)
Luka kronik adalah luka yang berlangsung lama atau sering timbul
kembali (rekuren) atau terjadi gangguan pada proses penyembuhan
yang biasanya disebabkan oleh masalah multi faktor dari penderita.
Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan,
tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk
timbul kembali. Contohnya adalah ulkus tungkai, ulkus vena, ulkus
21

arteri (iskemi), penyakit vaskular perifer ulkus dekubitus, neuropati


perifer ulkus dekubitus.
(Kartika, 2015)

3. Fase Penyembuhan Luka


Proses fisiologis Penyembuhan Luka dapat dibagi ke dalam 4 fase utama,
yaitu:
a. Fase Respon Vaskuler
Dalam beberapa detik setelah terjadinya luka, apa pun jenisnya,
pembuluh darah mengecil untuk menghentikan perdarahan dan
mengurangi pajanan terhadap bakteri. Proses pembekuan dimulai.
Platelet menggumpal dan menghentikan perdarahan. Pada saat
bersamaan, sistem plasma protein mulai membentuk jaringan fibrosa.
Sewaktu platelet bertemu dengan jaringan fibrin diatas pembuluh
darah yang terbuka, mereka akan menempel (terjadi agregasi) dengan
serat fibrin dan membentuk sebuah sumbatan. Gabungan dari bekuan
darah dan serum menutupi luka selagi luka mengalami proses
penyembuhan dan mencegah hilangnya darah dan plasma lebih lanjut.
Platelet juga melepaskan berbagai macam protein dan faktor
pertumbuhan untuk merangsang penyembuhan.

Pembuluh darah kapiler melebar 10-30 menit setelah luka dan tetap
melebar selama beberapa saat karena serotonin yang dilepaskan oleh
platelet. Plasma mengalir pada area luka untuk mengencerkan racun
yang disekresi oleh organisme, membawa oksigen dan nutrisi yang
diperlukan untuk perbaikan jaringan, dan membawa fagosit ke daerah
luka. Daerah yang terluka menjadi hangat dan merah; perubahan-
perubahan ini adalah manifestasi klasik dari inflamasi dan fase
inflamasi dari proses penyembuhan luka dimulai.
22

Kata kunci :
1. Platelet
2. Jaringan fibrin
3. Dilatasi kapiler
(Black dan Hawks, 2014)

b. Fase inflamasi
Inflamasi terjadi saat sel mengalami luka. Luka pada sel dapat terjadi
karena trauma, kurang oksigen, dan nutrisi, zat kimia, invasi
mikroorganisme, suhu yang ekstrim, atau radiasi ion. Inflamasi juga
dapat terjadi karena adanya sel yang mati. Inflamasi dimulai sejak saat
terjadinya luka dan dapat berlangsung hingga 4-6 hari, tergantung
berat ringannya luka. Proses inflamasi sanagt diperlukan dalam proses
penyembuhan, sehingga sering dikatakan “tidak ada inflamasi, tidak
ada penyembuhan”.

Tujuan inflamasi adalah untuk membatasi efek berbahaya dari bakteri


atau luka dengan mengahncurkan atau menetralisasi organisme dan
membatasi penyebarannya ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, respon
inflamasi menyediakan kondisi yang sesuai untuk memicu perbaikan
jaringan, seperti yang diilustrasikan pada peta konsep. Tidak seperti
respon imun yang menggunakan antibodi tertentu untuk sebuah respon
yang pelan dan terencana, inflamasi memeliki efek yang segera.
Sayangnya, para medis menggunakan kata radang untuk
menggambarkan sebuah luka yang tidak sembuh secara normal. Perlu
dibedakan antara normal proses dari peradangan dan kata radang,
yang artinya peradangan yang berlebihan dan kemungkinan terjadinya
infeksi.

Efek Walling-Off atau Pembatasan timbul pada area yang rusak untuk
mencegah penyebaran agen berbahaya ke jaringan tubuh yang lain.
Bekuan fibrinigen menyumbat saluran getah bening dan ruang
23

jaringan sehingga cairan sulit mengalir ke daerah tersebut. Proses ini,


suatu area tergantung oleh zat yang berbeda di dalamnya. Misalnya,
stafilokokus menginvasi dan menghancurkan jaringan sekitar dengan
cepat, oleh karena itu proses pembatasan yang terjadi juga timbul
dengan cepat untuk mencegah penyembaran. Namun, stafilokokus
dapat mencerna dinding pembatas, yang menyebabkan stafilokokus
berkembang biak dan menyebar. Oleh karena itu, infeksi streptokokus
memiliki kecenderungan untuk memasuki organ lain (misal : katup
jantung) dan dihubungkan dengan tingkat mortalitas yang lebih tinggi.

Aktivitas sel darah putih. Selama fase ini, sel adrah putih menjadi
aktof membersihkan luka dan memulai proses penyembuhan
selanjutnya.

Neutrofil merupakan organisme pertahanan penting, karena neutrofil


adalah sel yang pertama dan terbanyak datang di daerah luka. Aliran
darah yang melambat memungkinkan neutrofil untuk meninggalkan
pusat aliran darah dan melapisi dinding kapiler, sebuah proses yang
disebut “trotoar (pavementing) atau marginasi”, karena sel-sel
tersusun seperti bata pada tepi jalan. Histamin menstimulasi sel yang
melapisi kapiler untuk mengonstriksi, membentuk ruang bebas di
dinding. Neutrofil yang awalnya terlalu besar untuk melewati lapisan
tersebut, dapat melewati dinding kapiler dan masuk ke area jaringan
yang luka dan memulai proses fagositosis melalui proses yang disebut
“diapedisis”. Neutrofil memfagosit bakteri, sel mati dan sisa sel. Sel-
sel ini jangka hidupnya pendek, tetapi efeknya dalam membersihkan
luka dari kotoran bila jumlah bakteri tidak terlalu banyak (misal >
100.000 tiap gram jaringan).

Neutrofil terkadang disebut polymorphonuclear neutrophils (PMNs),


atau polys, karena bentuk sel inti mereka yang tidak teratur. Sekitar
60% dari sel darah putih yang beredar adalah neutrofils. Neutrofil
24

dewasa tampak bersegmen, dan disebut “bands“. Bands tidak efektif


dalam fagositosis. Peningkatan pada jumlah sel darah putih bersegmen
menunjukkan infeksi yang lebih berat karena tulang susum
melepaskan sel-sel imatur. Leukosit juga merupakan penghasil utama
interderon.

Jumlah oksigen pada luka mempengaruhi efektivitas sel-sel fagosit.


Makrofag dan neutrofil dapat bekerja pada lingkungan anaerob, tapi
kemampuan mereka untuk mencerna bakteria melambat. Makrofag
menjadi tidak aktif ketika kadar oksigen di jaringan tidak sama dengan
kadar oksigen yang terikat pada hemoglobin atau oksigen terlarut.
Kadar oksigen normal di jaringan adalah di atau > 30 mmHg.

Sel darah putih lain. Eosinofil dan basofil juga bermigrasi ke area
luka. Eosinofil membantu mengontrol respons inflamasi dengan
mengeluarkan antihistamin. Basofil mengeluarkan histamin. Limfosit
membantu makrofag lebih efektif pada area luka melalui beberapa
proses. Limfosit dikontrol oleh hormon adrenokortikal.

Mediator fase inflamasi


Sel mast adalah sel yang penting dalam inflamasi. Sewaktu sel mast
terstimulasi, ia akan melepaskan histamni dan serotonin, yang akan
menyebabkan dilatasi kapiler. Sel mast dapat terstimulasi oleh banyak
faktor, seperti luka fisik (misal : luka robek, luka bakar, pajanan sinar
x), luka kimia (misal : racun, bisa ular, sengatan lebah) atau respon
imunologis (misal : reaksi hipersensitivitas pada alergi).

Sel mast juga menghasilkan leukotrin dan prostaglandin. Kedua zat


kimia ini menyebabkan respons yang serupa dengan histamin, tetapi
respons yang dihasilkan berlangsung lebih lama. Prostaglandin juga
menyebabkan rasa nyeri dan cenderung timbul pada fase akhir
25

inflamasi. Aspirin dan NSAID lainnya dapat menghambat produksi


prostaglandin serta dapat mengurangi inflamasi dan nyeri.

Kinin adalah protein plasma yang terlibat dalam inflamasi. Pada awal
luka, kinin meningkatkan permeabilitas vaskular dan memungkinkan
leukosit masuk ke jaringan. Pada akhir proses inflamasi, kinin bekerja
dengan prostaglandin untuk menimbulkan nyeri dan kontraksi otot
polos dan inti meningkatkan kemoktasis leukosit. Kinin meningkatkan
permeabilitas vaskuler, cairan dalam luka, dan jumlah leukosit yang
ada untuk membantu fagositosis. Kini yang utama adalah bradikinin.

Sitokin mengatur pergerakan, diferensiasi, dan pertumbuhan leukosit.


Sitokin yang paling dipahami adalah interleukin, dan interferon.
Interleukin memicu pertumbuhan dan fungsi beberapa sel. Interleukin
berperan dalam manifestasi klinis dari inflamasi, baik akut maupun
kronis seperti demam, anoreksia, kaheksia, dan pergerkana PMNs ke
area luka. Interferon memicu imunitas melalui beberapa proses,
khusunya memicu pematangan sel B dan menahan fungsi supresor sel
T.

Sistem komplemen terdiri dari sekelompok protein plasma yang


biasanya diam di darah cairan interstisial dan permukaan mukosa.
Mikroorganisme atau kompleks antigen-antibodi mengaktivasi sistem
komplemen. Pengaktifan komplemen memicu inflamasi dan
mendorong pergerakan leukosit ke area luka. Aspek akhir dari aktivasi
sistem komplemen adalah pelapisan mikroba agar mereka rentan
terhadap fagositosis. Banyak bakteri memiliki kapsul luar yang tahan
terhadap fagosistosis.

Kata kunci :
1. Neutrofil
2. Makrofag
26

3. Mediator inflamasi
4. Limfosit dan sel darah putih lain
(Black dan Hawks, 2014)
27

c. Fase Proliferasi
Fase ini mempunyai beberapa proses yaitu deposisi kolagen,
angiogenesis (pembentukan pembuluh darah baru), pertumbuhan
jaringan granulasi, dan kontraksi luka. Fase ini berakhir dua – tiga
minggu setelah luka tapi proses penyembuhan tidaklah berhenti dan
berlanjut hingga 1-2 tahun.

Fibroblas menyintesisi kolagen dan jaringan garnulasi. Makrofag di


jaringan terus mengontrol benda asing di jaringan yang terluka.
Makrofag juga menyekresi faktor angiogenesis (AGF), yang
menstimulasi pembentukan pembuluh darah baru diujung pembuluh
darah yang terluka. Makrofag juga menyekresi sitokin lain seperti
platelet-derived growth factor (PDGF), transforming growth factor
(TGF), interleukin-1 (IL-1) dan basic fibroblast growth factor (bFGF).
Sel ini memiliki peran utama dalam penyembuhan luka. Luka dapat
sembuh tanpa leukosit, tetapi penyembuhan luka akan terganggu
secara signifikan.

Miofibrolas pada luka menyebabkan luka berkontraksi. Kontraksi luka


sangatlah penting untuk bertahan hidup. Jika luka pada cedera akut
tidak berkontraksi, akan terjadi infeksi sebagai komplikasi yang
mematikan pada semua cedera akut. Kontraksi tidak diinginkan pada
beberapa luka karena kecacatan kosmestik yang timbul. Kontraktur
jaringan perut dpaat mengakibatkan kecacatan yang bermakna:
kontraktur pada jaringan parut dileher dapat menarik dagu ke dada.
Luka di atas sendi juga dapat mengakibatkan kontraktur parah.
Kontraktur juga timbul pada irgan dalam seperti usus, payudara, dan
hati.

Epitalisasi adalah perpindahan dari sel-sel epitel dari ujung luka


difolikel rambut pada luka. Ketika epitel melapisi sebuah luka, maka
luka itu dianggap tertutup atau sembuh. Luka yang luar atau dalam
28

kadang membutuhkan pencangkokan kulit sebab migrasu epidermis


biasanya terbatas sejauh 3 cm. Proses epitalisasi dapat dipercepat jika
luka terjaga kelembabpannya.

Mediator fase poliferasi


Faktor-faktor pertumbuhan, berkomunikasi antara sel-sel area luka.
Lusinan faktor pertumbuhan dan sitokin memimpin penyembuhan
luka. Mereka dapat mengawali sel-sel lain untuk memasuki fase
pertumbuhan, atau mereka dpaat memindahkan suatu sel dari fase
pertumbuhan ke fase pembentukan DNA. Luka yang gagal sembuh
mungkin kekurangan faktor pertumbuhan dan riset klinis saat ini
berupaya untuk menentukan faktor apa yang dapat diberikan secara
topikal untuk menstimulasi penyembuhan luka.

Matriks mrtalloprotease, sekolompok enzim yang mendegradasi


jaringan luka. Secara normal, perbaikan luka dan penghancuran luka
terjadi secara seimbang pada luka yang smebuh. Luka kronis yang
tidak kunjung sembuh memiliki jumlah MMPs yang lebih banyak
daripada luka yang sembuh tepat pada waktunya.

Biofilm, sekelompok bakteri yang berada dipermukaan luka terbuka.


Mereka ditemukan secara natural hampir diseluruh lingkungan,
termasuk kolam. Biofilm, dapat menyebabkan pembusukan gigi,
infeksi pada katup jantung, dan infeksi saluran kemih. Pada luka
terbuka, organisme menempel pada jaringan luka dan akhirnya
membentuk sebuah lapisan yang mencegah antibiotik masuk ke area
tersebut; organisme yang resistan terhadap antibiotik dapat tumbuh
dilapisan biologis tersebut. Biofilm cenderung menyebabkan banyak
infeksi pada luka dan keterlambatan penyembuhan luka dan
menemukan cara untuk mengontrol dan mengahancurkan biofilm
adalah sebuah riset yang digalakkan dalam penyembuhan luka.
29

Kata kunci :
1. Fibrolast
2. Endapan (deposisi) kolgen
3. Angiogenesis
4. Jaringan granulasi
5. Epitelium
6. Endotelium
(Black dan Hawks, 2014)

d. Fase Maturasi (Remodelling)


Maturasi ditandai dengan remodelling jaringan parut. Fase ini timbul
setahun atau lebih setelah luka menutup. Selama fase maturasi,
jaringan parut mengalami remodelling, kapiler menghilang, dan
jaringan parut memperoleh 2/3 dari kekuatan aslinya. Remodelling
adalah proses sintesis dan lisis dari kolagen. Remodelling memberikan
kekuatan tegangan pada luka.

Jaringan parut tidak pernah sekuat atau bertahan lama seperti jaringan
normal. Kekuatan tegangan tidak pernah mencapai 80% pada jaringan
parut. Selama 12 bulan setelah cedera, jaringan parut menjadi matang
dan tipis serta putih, bukannya merah dan menonjol seperti pada
jaringan granulasi. Parut adalah bagian normal dari penyembuhan
luka. Beberapa parut sulit dilihat sedangkan lainnya tampak jelas
seumur hidup klien.
30

Kata kunci :
1. Pembentuka kembali kolagen
2. Maturasi jaringan parut
(Black dan Hawks, 2014)

4. Faktor-Faktor yang dapat Penghambat Penyembuhan Luka


Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, ada
banyak faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka, yaitu
(Morrison, 2004):

a. Faktor instrinsik
Faktor instrinstik meliputi faktor- faktor patofisiologi umum
(misalnya, gangguan kardiovaskuler, malnutrisi, gangguan metabolik
dan endokrin, penurunan daya tahan terhadap infeksi) dan faktor
fisiologi normal yang berkaitan dengan usia dan kondisi lokal yang
merugikan pada tempat luka (misalnya, eksudat yang berlebihan,
dehidrasi, infeksi luka, trauma kambuhan, penurunan suhu luka,
pasokan darah yang buruk, edema, hipoksia lokal, jaringan nekrotik,
pengelupasan jaringan yang luas, produk metabolik yang berlebihan,
dan benda asing).
31

b. Faktor Ekstrinsik
Faktor ekstrinsik meliputi penatalaksanaan luka yang tidak tepat
(misalnya, pengkajian luka yang tidak tepat, penggunaan bahan
perawatan luka primer yang tidak sesuai, dan teknik penggantian
balutan yang ceroboh).

Faktor instrinsik dan ekstrinsik penyembuhan luka (Black dan Hawks,


2014)

5. Komplikasi
Menurut Potter & Perry (2006) komplikasi penyembuhan luka meliputi:
a. Infeksi Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala dari infeksi sering
muncul dalam 2-7 hari setelah pembedahan. Gejalanya berupa infeksi
termasuk adanya purulen, peningkatan drainase, nyeri, kemerahan,
bengkak disekeliling luka, peningkatan suhu, dan peningkatan jumlah
sel darah putih.
b. Dehisen Dehisen adalah terpisahnya lapisan luka secara parsial atau
total. Dehisen sering terjadi pada luka pembedahan abdomen dan
terjadi setelah regangan mendadak, misalnya batuk, muntah atau
duduk tegak di tempat tidur.
c. Eviserasi Terpisahnya lapisan luka secara total dapat menimbulkan
eviserasi (keluarnya organ viseral melalui luka yang terbuka). Bila
terjadi evisersasi, perawat meletakkan handuk steril yang dibasahi
32

dengan salin normal steril di atas jaringan yang keluar untuk


mencegah masuknya bakteri dan kekeringan pada jaringan tersebut.
d. Fistul Fistul adalah saluran abnormal yang berada diantara dua buah
organ atau diantara organ dan bagian luar tubuh.

6. Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka


a. Status imunologi atau kekebalan tubuh
Penyembuhan luka adalah proses biologis yang kompleks, terdiri dari
serangkaian peristiwa berurutan bertujuan untuk memperbaiki
jaringan yang terluka. Peran sistem kekebalan tubuh dalam proses ini
tidak hanya untuk mengenali dan memerangi antigen baru dari luka,
tetapi juga untuk proses regenerasi sel.
b. Kadar gula darah
Peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi insulin, seperti pada
penderita diebetes melitus, juga menyebabkan nutrisi tidak dapat
masuk ke dalam sel, akibatnya terjadi penurunan protein dan kalori
tubuh.
c. Rehidrasi dan pencucian luka
Dengan dilakukan rehidarasi dan pencucian luka, jumlah bakteri di
dalam luka akan berkurang, sehingga jumlah eksudat yang dihasilkan
bakteri akan berkurang.
d. Nutrisi
Nutrisi memainkan peran tertentu dalam penyembuhan luka.
Misalnya, vitamin C sangat penting untuk sintesis kolagen, vitamin A
meningkatkan epitelisasi, dan seng (zinc) diperlukan untuk mitosis sel
dan proliferasi sel. Semua nutrisi, termasuk protein, karbohidrat,
lemak, vitamin, dan mineral, baik melalui dukungan parenteral
maupun enteral, sangat dibutuhkan. Malnutrisi menyebabkan berbagai
perubahan metabolik yang mempengaruhi penyembuhan luka.
33

e. Kadar albumin darah


Albumin sangat berperan untuk mencegah edema, albumin berperan
besar dalam penentuan tekanan onkotik plasma darah. Target albumin
dalam penyembuhan luka adalah 3,5-5,5 g/dl.
f. Suplai oksigen dan vaskulerisasi
Oksigen merupakan prasyarat untuk proses reparatif, seperti
proliferasi sel, pertahanan bakteri, angiogenesis, dan sintesis kolagen.
Penyembuhan luka akan terhambat bila terjadi hipoksia jaringan.
g. Nyeri
Rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan hormon
glukokortikoid yang menghambat proses penyembuhan luka.
h. Kortikosteroid
Steroid memiliki efek antagonis terhadap faktor-faktor pertumbuhan
dan deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid juga menekan
sistem kekebalan tubuh/sistem imun yang sangat dibutuhkan dalam
penyembuhan luka.
(Kartika, 2015)

C. Konsep Perawatan Luka


1. Definisi Perawatan Luka
Perawatan luka adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
merawat luka agar dapat mencegah terjadinya trauma (injuri) pada kulit
membran mukosa atau jaringan lain, fraktur, luka operasi yang dapat
merusak permukaan kulit. Serangkaian kegiatan itu meliputi pembersihan
luka, memasang balutan, mengganti balutan, pengisian (packing) luka,
memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman yang meliputi
membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase,
pemasangan perban (Briant, 2007).

2. Pengkajian Luka
a. Status nutrisi pasien: BMI (body massindex), kadar albumin
b. Status vaskuler: Hb, TcO2
c. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan imunosupresan
yang lain
34

d. Penyakit yang mendasari: diabetes atau kelainan vaskulerisasi


lainnya7
e. Kondisi luka:
1) Warna dasar luka
Dasar pengkajian berdasarkan warna: slough (yellow), necrotic
tissue (black), infected tissue (green), granulating tissue (red),
epithelialising (pink
2) Lokasi, ukuran, dan kedalaman luka
3) Eksudat dan bau
4) Tanda-tanda infeksi
5) Keadaan kulit sekitar luka: warna dan kelembapan
6) Hasil pemeriksaan laboratorium yang mendukung

Berdasarkan kondisi warna luka, metode yang sering dikenal adalah


RYB/Red Yellow, Black (Merah – Kuning – Hitam).
a. Luka dasar merah
Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah
mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembap,
mencegah trauma/perdarahan serta mencegah eksudat.

b. Luka dasar kuning


Tujuan perawatan adalah meningkatkan sistem autolisis
debridement agar luka berwarna merah, kontrol eksudat,
menghilangkan bau tidak sedap dan mengurangi/menghindari
kejadian infeksi.
35

c. Luka dasar hitam


Tujuan perawatan sama dengan luka dasar warna kuning, yaitu
pembersihan jaringan mati dengan debridement, baik dengan
autolysis debridement maupun dengan pembedahan.

3. Penatalaksanaan Perawatan Luka


a. Perawatan luka berdasarkan karakteristik luka
1) Perawatan luka yang memiliki jaringan nekrotik
Jaringan nekrotik sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus
iskemi, ulkus neuropatik, ulkus vena, dan ulkus dekubitus.
Debridemen adalah pengangkatan jaringan yang sudah mengalami
nekrosis yang bertujuan untuk menyokong pemulihan luka.
Indikasi debridemen adalah luka akut atau kronik dengan jaringan
nekrosis, luka terinfeksi dengan jaringan nekrotik. Pemilihan
metode debridemen harus berdasarkan karakteristik jaringan
nekrotik yang ada pada luka klien. Menurut Suriadi (2007) ada
beberapa cara debridement diantaranya :
a) Debridemen mekanik, yaitu dengan kompres basah kering (wet
to dry), hidroterapi, dan irigasi luka. Metode debridemen
36

mekanik ini diindikasikan untuk luka dengan jumlah jaringan


nekrotik yang banyak dan luka infeksi. Dengan demikian
pemantauaan untuk daerah yang terkena mudah untuk
dilakukan.
b) Debridemen pembedahan (surgical), yaitu dengan bedah insisi.
Metode ini merupakan cara yang paling cepat untuk membuang
jaringan nekrotik dalam jumlah banyak. Dampak negatif dari
debridemen ini adalah peningkatan resiko pasien terhadap
perdarahan, anestesi, dan sepsis. Fakta yang sering terjadi
adalah banyak infeksi yang terjadi setelah operasi terutama
pada orang-orang yang memiliki status kesehatan yang tidak
optimal.
c) Debridemen autolisis, yaitu lisisnya jaringan nekrotik dengan
sendirinya oleh enzim badan sel darah putih, yang memasuki
daerah luka selama proses inflamasi. Debridemen autolisis
hanya digunakan pada klien yang tidak terinfeksi dengan
jumlah jaringan nekrotik yang terbatas. Debridemen autolisis
ini dapat dilakukan dengan menggunakan balutan yang dapat
mempertahankan kelembaban seperti hidrokoloid, hidrogel,
alginat.

2) Penatalaksanaan luka yang terinfeksi


Kebanyakan luka kronis dikontaminasi oleh mikroorganisme
yang sangat banyak yang tampaknya tidak memperlambat proses
penyembuhan. Pada luka infeksi yang menghasilkan bau dapat
menggunakan balutan arang aktif (Activated charcoal dressing)
sebagai penghilang rasa bau (deodoriser) yang efektif. Jika
terdapat eksudat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, maka
balutan busa yang menyerap dan dilapisi arang (Morrison, 2008).
37

3) Penatalaksanaan luka dengan banyak eksudat


Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan tampak jelas terinfeksi
telah diangkat dari bidang luka, luka dapat terus menghasilkan
eksudat dalam jumlah banyak yang dapat menembus balutan
non-oklusif dan meningkatkan risiko infeksi luka. Eksudat dapat
juga mengikis tepi luka jika jaringan sekitarnya menjadi
terendam air. Volume eksudat berkurang pada waktunya, tetapi
sampai stadium tersebut diperlukan balutan yang bisa menyerap
dan tidak melekat. (Morrison, 2008).
Luka-luka yang bereksudat dibagi ke dalam tiga kategori,
tergantung kedalaman dan tingkat eksudat yang dihasilkan
(Morrison, 2008), antara lain :
a) Untuk luka-luka superfisial dengan eksudat sedikit sampai
sedang, pemilihan balutan meliputi: Lembaran hidrokoloid.
Lembar balutan ini tidak memerlukan balutan sekunder dan
cukup mudah untuk melihat kapan balutan tersebut perlu
diganti.
b) Untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai
banyak, pilihan balutan seperti balutan alginat.
c) Untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak,
pilihan balutan meliputi: granula atau pasta hidrokoloid,
hidrogel yang bergranulasi balutan alginat, balutan alginat
dalam bentuk pita atau tali sangat berguna untuk
membungkus luka yang sempit, balutan busa. Universitas
Sumatera Utara

4) Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat


Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam
merupakan suatu cara pembalutan yang sangat bermanfaat
khususnya pada luka dalam yang bersih berbentuk cawan, seperti
sinus pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas didaerah
sakrum. Untuk luka yang lebih kecil, pasien atau yang memberi
38

perawatan, dapat melakukan desinfeksi dua kali sehari dengan


foam stent atau menutup luka tersebut.

b. Perawatan luka berdasarkan etiologinya (Suriadi, 2008)


1) Luka insisi bedah
Lakukan pengkajian kondisi area operasi yang meliputi kondisi
balutan, adanya perdarahan, drain, insisi atau jahitan. Lakukan
pembersihan luka dimulai pada pusat luka ke arah keluar dan
secara perlahan-lahan karena luka setelah operasi terdapat sedikit
edema. Gunakan normal salin untuk membersihkan luka. Hindari
penggunaan larutan yang bersifat sitotoksik seperti hydrogen
perokside dan povidone iodine karena dapat merusak jaringan dan
memperlambat penyembuhan luka. Pertahankan kondisi luka tetap
bersih dan termasuk lingkungan tempat tidur pasien. Penggantian
balutan tergantung pada kondisi balutan bersih atau kotor. Bila
kondisi balutan kering dan bersih balutan diganti 2 atau 3 hari
sekali setelah operasi dan juga tergantung jenis balutan yang
digunakan. Jenis balutan yang disarankan adalah balutan yang
dapat mempertahankan kelembaban. Penggunaan kasa dan salin
normal, saat penggantian balutan kering akan menekan permukaan
yang mengakibatkan pertumbuhan jaringan sehat yang terganggu
dan menimbulkan rasa nyeri.

2) Ulkus Arteri
Lakukan pengkajian tanda-tanda infeksi, bila keadaan luka kering
dan eskar keras, jangan lakukan debridemen. Hindari terapi
(kompresi) karena dapat menghambat aliran darah. Lakukan
balutan dengan teknik steril dan pertahankan lingkungan dalam
keadaan lembab. Gunakan balutan hidrokoloid jika ada untuk
menjaga kelembaban lingkungan luka. Pada saat berbaring posisi
kepala ditinggikan 5 sampai 7 derajat yang bertujuan untuk
menyokong sirkulasi daerah kulit dan ke bagian ekstremitas.
39

3) Ulkus Vena
Lakukan pengkajian kondisi area luka. Ganti balutan dengan teknik
steril. Bersihkan luka dengan salin normal. Bila terdapat jaringan
nekrotik lakukan debridemen. Lakukan terapi kompresi, yang
bertujuan untuk memperlancar aliran limfatik, reduksi tekanan vena
superfisial dan mengurangi aliran balik ke pembuluh vena yang
dalam. Pemberian obat topikal tergantung jumlah eksudat dan
ukuran luka, ada tidaknya infeksi dan karakteristik sekeliling luka.
Apabila menggunakan balutan untuk kelembaban lingkungan dapat
menggunakan hidrokoloid, transparan film, dan foam. Lakukan
peninggian posisi pada daerah kaki, hal yang dapat meningkatkan
sensitivitas pada sekeliling luka.; hindari larutan atimikrobial,
hindari bahan yang sifatnya lengket. Prinsip perawatan luka pada
ulkus vena adalah meningkatkan pengisian kembali ke vena, yang
akan menyebabkan statis vena menurun.

4) Neuropati perifer ulkus diabetik


Penggunaan balutan pada neoropatik perifer ulkus diabetik dapat
disesuaikan dengan jumlah eksudat yang dihasilkan oleh luka.
Balutan yang sering digunakan adalah hidrogel. Balutan ini
digunakan ketika luka sedang kering dengan tujuan menghasilkan
sedikit cairan untuk melembabkan permukaan luka. Balutan foam
digunakan ketika luka menghasilkan cairan eksudat yang banyak
sampai sedang dan balutan alginat digunakan ketika luka
menghasilkan banyak cairan eksudat.

5) Ulkus Dekubitus
Perawatan luka dekubitus mencakup 3 prinsip , debridemen,
pembersihan dan dressing. Debridemen dilakukan untuk mencegah
infeksi yang lebih luas. Debridemen bertujuan untuk mengangkat
jaringan yang sudah mengalami nekrosis. Pada setiap luka yang
akan diganti selalu dibersihkan. Bahan-bahan yang perlu dihindari
40

untuk membersihkan luka seperti povidone iodine, larutan sodium


hypoclorite. Gunakan normal salin sebagai larutan pembersih luka.
Gunakan balutan hidrokoloid, tetapi jika luka menghasilkan banyak
cairan eksudat (lebih dari 50% balutan primer dalam rentang waktu
kurang dari 24 jam dan balutan sekunder telah basah) gunakan
alginate

6) Luka
Suatu kerusakan integritas kulit yang dapat terjadi ketika kulit
terpapar suhu atau pH, zat kimia, gesekan, trauma tekanan dan
radiasi. Respon tubuh terhadap berbagai cedera dengan proses
pemulihan yang kompleks dan dinamis yang menghasilkan
pemulihan anatomi dan fungsi secara terus menerus disebut dengan
penyembuhan luka. Penyembuhan luka terkait dengan regenerasi
sel sampai fungsi organ tubuh kembali pulih, ditunjukkan dengan
tanda-tanda dan respon yang berurutan dimana sel secara bersama-
sama berinteraksi, melakukan tugas dan berfungsi secara normal.
Idealnya luka yang sembuh kembali normal secara struktur
anatomi, fungsi dan penampilan (Handayani, 2016).

4. Balutan-balutan Perawatan Luka


Perawatan luka menggunakan berbagai bahan perawatan antara lain
balutan, larutan pembersih, larutan antiseptik, balutan sekunder dan
semprotan perekat. Pembalut luka Pembalutan luka bertujuan untuk
mengabsorsi eksudat dan melindungi luka dari kontaminasi eksogen.
Penggunaan balutan juga harus disesuaikan dengan karakteristik luka.
Jenis-jenis balutan antara lain:
a. Balutan kering
Luka-luka dengan kulit yang masih utuh atau tepi kulit yang
dipertautkan mempunyai permukaan yang kering sehingga balutan
tidak akan melekat, maka pada keadaan seperti ini paling sering
digunakan kasa dengan jala-jala yang lebar, kasa ini akan
41

melindungi luka dan memungkinkan sirkulasi udara yang baik


melalui balutan. Dengan demikian uap lembab dari kulit dapat
menguap dan balutan tetap kering.

b. Balutan basah kering


Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon,
poliester, atau kombinasi dari serat lainnya. Kasa dari kapas
digunakan sebagai pembalut pertama dan kedua, kasa tersedia
sebagai pembalut luka, spons, pembalut melingkar dan kaus kaki.
Berbagai produk tenunan ada yang kasar dan berlubang, tergantung
pada benangnya. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk
membungkus, seperti balutan basah lembab normal salin. Kasa katun
kasar, seperti balutan basah lembab normal salin, digunakan untuk
debridemen non selektif (mengangkat debris atau jaringan yang
mati).

c. Balutan modern
Kemajuan ilmu pengetahuan dalam perawatan luka telah mengalami
perkembangan yang sangat pesat. Hal ini tidak terlepas dari
dukungan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Perkembangan ilmu tersebut dapat dilihat dari banyaknya inovasi
terbaru dalam perkembangan produk bahan pembalut luka modern.
Bahan pembalut luka modern adalah produk pembalut hasil
teknologi tinggi yang mampu mengontrol kelembapan disekitar luka.
Bahan balutan luka modern ini di disesuaikan dengan jenis luka dan
eksudat yang menyertainya. Jenis-jenis balutan luka yang mampu
mempertahankan kelembaban antara lain (Briant, 2007):
1) Kalsium Alginat
Alginat banyak terkandung dalam rumput laut cokelat dan
kualitasnya bervariasi. Polisakarida ini digunakan untuk bahan
regenerasi pembuluh darah, kulit, tulang rawan, ikatan sendi dan
sebagainya. Apabila pembalut luka dari alginat kontak dengan
42

luka, maka akan terjadi infeksi dengan eksudat, menghasilkan


suatu jel natrium alginat. Jel ini bersifat hidrofilik, dapat
ditembus oleh oksigen tapi tidak oleh bakteri dan dapat
mempercepat pertumbuhan jaringan baru. Selain itu bahan yang
berasal dari alginat memiliki daya absorpsi tinggi, dapat
menutup luka, menjaga keseimbangan lembab disekitar luka,
mudah digunakan, bersifat elastis. antibakteri, dan nontoksik.
Alginat adalah balutan primer dan membutuhkan balutan
sekunder seperti film semi-permiabel, foam sebagai penutup.
Hal ini disebabkan karena balutan ini menyerap eksudat,
memberi kelembaban, dan melindungi kulit di sekitarnya agar
tidak mudah rusak. Untuk memperoleh hasil yang optimal
balutan ini harus diganti sekali sehari. Balutan ini dindikasi
untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak
dan untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak
sedangkan kontraindikasinya adalah tidak dinjurkan untuk
membalut luka pada luka bakar derajat III, luka kering dan
jaringan nekrotik (Kartika, 2015).

2) Hidrogel
Dapat membantu proses peluruhan jaringan nekrotik oleh tibih
sendiri. Berbahan dasar gliserin/air yang dapat memberikan
kelembapan; digunakan sebgaai dressing primer dan
memerlukan balutan sekunder (pad/kassa dan transparent film).
Dapat digunakan untuk luka nektotik/berwarna hitam/kuning
dnegan eksudat minimal atau tidak ada (Kartika, 2015).
43

Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa,


atau jel) yang tidak berperekat yang mengandung polimer
hidrofil berikatan silang yang dapat menyerap air dalam volume
yang cukup besar tanpa merusak kekompakkan atau struktur
bahan. Jel akan memberi rasa sejuk dan dingin pada luka, yang
akan meningkatkan rasa nyaman pasien. Jel diletakkan langsung
diatas permukaan luka, dan biasanya dibalut dengan balutan
sekunder (foam atau kasa) untuk mempertahankan kelembaban
sesuai level yang dibutuhkan untuk mendukung penyembuhan
luka. Indikasi balutan ini adalah digunakan pada jenis luka
dengan cairan yang sedikit sedangkan kontraindikasinya adalah
luka yang banyak mengeluarkan cairan.

3) Foam Silikon
Dapat menyerap cairan luka yang jumlahnya sangat banyak
sebagai dressing primer atau sekunder. Balutan jenis ini
menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada permukaan
yang kontak dengan luka, terbuat dari polyurethane, non-
adherent wound contact layer, highly absorptive. Silikon
membantu mencegah balutan foam melekat pada permukaan
luka atau sekitar kulit pada pinggir luka. Hasilnya
menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat mengganti
balutan, dan membantu proses penyembuhan. Balutan luka
silikon lunak ini dirancang untuk luka dengan drainase dan luas.
44

Indikasi : eksudat sedang sampai berat. Kontraindikasi : luka


dengan eksudat minimal, jaringan nekrotik hitam.

4) Hidrokoloid
Balutan hidrokoloid bersifat ”water-loving” dirancang elastis
dan merekat yang mengandung jell seperti pektin atau gelatin
dan bahan-bahan absorben atau penyerap lainnya. Balutan
hidrokoloid bersifat semipermiabel, semipoliuretan padat
mengandung partikel hidroaktif yang akan mengembang atau
membentuk jel karena menyerap cairan luka. Bila dikenakan
pada luka, drainase dari luka berinteraksi dengan komponen-
komponen dari balutan untuk membentuk seperti jel yang
menciptakan lingkungan yang lembab yang dapat merangsang
pertumbuhan jaringan sel untuk penyembuhan luka. Balutan
hidrokoloid ada dalam bermacam bentuk, ukuran, dan ketebalan.
Balutan hidrokoloid digunakan pada luka dengan jumlah
drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis ini biasanya diganti
satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode aplikasinya,
lokasi luka, derajat paparan kerutan-kerutan dan potongan-
potongan, dan inkontinensia. Balutan ini diindikasi kan pada
luka pada kaki, luka bernanah, luka berwarna kemerahan dengan
epitelisasi dan eksudat minimal sedangkan kontraindikasi
balutan ini adalah tidak digunakan pada luka yang terinfeksi
atau grade III-IV.
45

5) Hidrofiber
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan
tenunan atau balutan pita yang terbuat dari serat sodium
carboxymethylcellusole, beberapa bahan penyerap sama dengan
yang digunakan pada balutan hidrokoloid. Komponen-
komponen balutan akan berinteraksi dengan drainase dari luka
untuk membentuk gel yang lunak yang sangat mudah dieliminir
dari permukaan luka.

Hidrofiber digunakan pada luka dengan drainase yang sedang


atau banyak, dan luka yang dalam dan membutuhkan balutan
sekunder. Hidrofiber dapat juga digunakan pada luka yang
kering sepanjang kelembaban balutan tetap dipertahankan
(dengan menambahkan larutan normal salin). Balutan hidrofiber
dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada jumlah drainase
pada luka.

6) Antimikrobial Hydrophobic
Terbuat dari diakylcarbamoil chloride, non absorben, non
adhesif. Digunakan untuk luka eksudat sedang sampai banyak,
luka infeksi, memerlukan balutan sekunder (Kartika,2015).
46

7) Medical Collagen Spange


Terbuat dari bahan collagen dan spong. Digunakan untuk
merangsang percepatan pertumbuhan jaringan luka dengan
eksudat minimal dan memerlukan balutan sekunder
(Kartika,2015).

8) Film Dressing
Digunakan sebagai secondary dressing dan untuk luka-luka
superfisial dan non eksudat atau untuk luka post-operasi. Terbuat
dari polyrethane film yang disertai perekat adhesif ; tidak
menyerap eksudat. Indikasi : luka dengan epitelisasi, low
exudate, luka insisi. Kontraindikasi : luka infeksi, eksudat
banyak (Kartika,2015).

d. Larutan pembersih
Proses pembersihan luka terdiri dari memilih cairan yang tepat untuk
membersihkan luka dan menggunakan cara-cara mekanik yang tepat
untuk memasukkan cairan tersebut tanpa menimbulkan cedera pada
jaringan luka (AHPCR, 1994). Tujuan pembersih luka adalah untuk
menegeluarkan debris organik maupun anorganik sebelum
menggunakan balutan untuk mempertahankan lingkungan yang
optimum pada tempat luka untuk proses penyembuhan. Adanya
debris yang terus menerus, termasuk benda asing, jaringan lunak
yang mengalami devitalisasi, krusta, dan jaringan nekrotik dapat
memperlambat penyembuhan dan menjadi fokus infeksi.
Membersihkan luka dengan lembut tetapi mantap akan membuang
kontaminan yang mungkin akan menjadi sumber infeksi. Cairan
47

pembersih yang dianjurkan adalah Sodium klorida. Normal salin


aman digunakan pada kondisi apapun

Sodium klorida atau natrium klorida tersusun atas Na dan Cl yang


sama seperti plasma. Larutan ini tidak mempengaruhi sel darah
merah (Henderson, 1992). Sodium klorida tersedia dalam beberapa
konsentrasi, yang paling sering adalah sodium klorida 0,90 %. Ini
adalah konsentrasi normal dari sodium klorida dan untuk alasan ini
Sodium Klorida disebut juga salin normal (Lilley& Aucker, 1999).
Normal salin merupakan larutan isotonis yang aman untuk tubuh,
tidak iritan, melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering,
menjaga kelembapan disekitar luka, membantu luka menjalani
proses penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih
murah (Briant, 2007).

e. Agen topikal
Agen topikal terdiri dari antiseptik dan antibakteri. Antiseptik adalah
bahan kimia yang dioleskan pada kulit atau jaringan yang hidup
untuk menghambat dan membunuh mikroorganisme (baik yang
bersifat sementara maupun yang tinggal menetap pada luka) dengan
demikian akan mengurangi jumlah total bakteri yang ada pada luka.
Pada perawatan luka modern, pemakaian antiseptik yang
diperkenalkan oleh Lister, seperti povidone-iodine, hypoclorite,
asam asetat tidak digunakan lagi pada luka-luka terbuka dan luka
bersih seperti luka bedah (akut) dan luka-luka kronik. Pemakaian
povidone iodine hanya digunakan pada luka-luka akut maupun
kronik yang dapat menunjukkan kesembuhan (healable wound), luka
yang mengalami infeksi. Povidone iodine juga digunakan untuk
mensterilkan alat dan permukaan kulit yang utuh yang akan
dioperasi. Sehingga, untuk mencegah kerusakan jaringan baru pada
luka, WHO menyarankan agar tidak lagi menggunakan antiseptik
pada luka bersih, tetapi menggunakan normal salin sebagai agen
48

pembersih (WHO, 2010). Agen topikal golongan antibiotik yang


sering digunakan adalah bacitracin, silver sulfadiazine, neomysin,
polymyxin. Pemberian antibakteri diindikasikan pada luka yang
memiliki tanda-tanda infeksi.

f. Balutan sekunder (Secondary dressing)


Balutan sekunder adalah bahan perawatan luka yang memberikan
efek terapi atau berfungsi melindungi, megamankan dan menutupi
balutan primer. Jenis-jenis balutan sekunder antara lain:
1) Pita perekat (adhesive tape) Beberapa pita perekat yang sering
digunakan dalam perawatan luka antara lain :
b) Plester cokelat terdiri dari bahan tenunan katun sewarna kulit
dengan perekat Zinc oksida berpori dengan daya lekat kuat
namun tidak sakit saat dilepas. Plester ini diindikasikan untuk
plester serbaguna, retensi bantalan penutup luka, fiksasi infus.
c) Plester luka Non Woven, terbuat dari bahan akrilik yang
hipoalergenik. Kertas pelindung terbuat dari silikon bergaris
dan memiliki crack back, yang memudahkan pemakaian
(teknik asepsis), mengikuti lekuk tubuh, perlindungan
menyeluruh untuk mencegah kontaminasi. Plester ini
memiliki daya lekat optimal (tidak terlalu lengkat dikulit
namun tidak mudah lepas). Plester ini diindikasikan untuk
retensi bantalan penutup luka, fiksasi infus. Contoh : Biopore,
Hipavix.

g. Balutan Perekat (Adhesive Dressing)


1) Perekat Alginat, perekat hidrokoloid, transparent film.
2) Perban, Balutan tubular, balutan kompresi tinggi.
3) Semprotan perekat
Semprotan perekat merupakaan cara lain untuk mempertahankan
balutan agar tetap pada tempatnya.
49

Beberapa lapis kasa diletakkan langsung pada luka, kemudian


balutan dipenuhi dengan semprotan perekat, dan setelah mengering,
kelebihan kasa digunting. Jenis ini disemprotkan langsung pada luka
yang akan segera mengering dan memberikan perlindungan yang
baik (Morrison, 2007).

D. Konsep Moist Wound Healing


1. Definisi Wound Healing
Moist Wound Healing adalah mempertahankan isolasi lingkungan luka
yang tetap lembab dengan menggunakan balutan penahan-kelembaban,
oklusive dan semi oklusive. Penanganan luka ini saat ini digemari
terutama untuk luka kronik, seperti ”venous leg ulcers, pressure ulcers,
dan diabetic foot ulcers”. Metode moist wound healing adalah metode
untuk mempertahankan kelembaban luka dengan menggunakan balutan
penahan kelembaban, sehingga penyembuhan luka dan pertumbuhan
jaringan dapat terjadi secara alami.

Substansi biokimia pada cairan luka kronik berbeda dengan luka akut.
Produksi cairan kopious pada luka kronik menekan penyembuhan luka
dan dapat menyebabkan maserasi pada pinggir luka. Cairan pada luka
kronik ini juga menghancurkan matrik protein ekstraselular dan faktor-
faktor pertumbuhan, menimbulkan inflamasi yang lama, menekan
proliferasi sel, dan membunuh matrik jaringan. Dengan demikian, untuk
mengefektifkan perawatan pada dasar luka, harus mengutamakan
penanganan cairan yang keluar dari permukaan luka untuk mencegah
aktifitas dari biokimiawi yang bersifat negatif/merugikan.

Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah menggunakan


prinsip moisture balance, yang disebutkan lebih efektif dibandingkan
metode konvensional. Perawatan luka menggunakan prinsip moisture
balance ini dikenal sebagai metode modern dressing. Selama ini, ada
anggapan bahwa suatu luka akan cepat sembuh jika luka tersebut telah
mengering. Namun faktanya, lingkungan luka yang kelembapannya
50

seimbang memfasilitasi pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen dalam


matriks nonseluler yang sehat. Pada luka akut, moisture balance
memfasilitasi aksi faktor pertumbuhan, cytokines, dan chemokines yang
mempromosi pertumbuhan sel dan menstabilkan matriks jaringan luka.
Jadi, luka harus dijaga kelembapannya. Lingkungan yang terlalu lembap
dapat menyebabkan maserasi tepi luka, sedangkan kondisi kurang lembap
menyebabkan kematian sel, tidak terjadi perpindahan epitel dan jaringan
matriks (Kartika, 2015).

Perawatan luka modern harus tetap memperhatikan tiga tahap, yakni


mencuci luka, membuang jaringan mati, dan memilih balutan. Mencuci
luka bertujuan menurunkan jumlah bakteri dan membersihkan sisa
balutan lama, debridement jaringan nekrotik atau membuang jaringan dan
sel mati dari permukaan luka. Perawatan luka konvensional harus sering
mengganti kain kasa pembalut luka, sedangkan perawatan luka modern
memiliki prinsip menjaga kelembapan luka dengan menggunakan bahan
seperti hydrogel. Hydrogel berfungsi menciptakan lingkungan luka tetap
lembap, melunakkan serta menghancurkan jaringan nekrotik tanpa
merusak jaringan sehat, yang kemudian terserap ke dalam struktur gel dan
terbuang bersama pembalut (debridemen autolitik alami). Balutan dapat
diaplikasikan selama tiga sampai lima hari, sehingga tidak sering
menimbulkan trauma dan nyeri pada saat penggantian balutan (Kartika,
2015).

Jenis modern dressing lain, yakni Ca Alginat, kandungan Ca-nya dapat


membantu menghentikan perdarahan. Kemudian ada hidroselulosa yang
mampu menyerap cairan dua kali lebih banyak dibandingkan Ca Alginat.
Selanjutnya adalah hidrokoloid yang mampu melindungi dari kontaminasi
air dan bakteri, dapat digunakan untuk balutan primer dan sekunder.
Penggunaan jenis modern dressing disesuaikan dengan jenis luka.Untuk
luka yang banyak eksudatnya dipilih bahan balutan yang menyerap cairan
seperti foam, sedangkan pada luka yang sudah mulai tumbuh granulasi,
51

diberi gel untuk membuat suasana lembap yang akan membantu


mempercepat penyembuhan luka (Kartika, 2015).

2. Tujuan Moist Wound Healing


Sesuai dengan pengertiannya, Moist Wound Healing bertujuan untuk
mempertahankan isolasi lingkungan luka yang tetap lembab dengan
menggunakan balutan penahan-kelembaban, oklusive dan semi oklusive,
dengan mempertahankan luka tetap lembab dan dilindungi selama proses
penyembuhan dapat mempercepat penyembuhan 45 % dan mengurangi
komplikasi infeksi dan pertumbuhan jaringan parut residual.

Bertambahnya produksi eksudat adalah bagian dari fase inflamasi yang


normal pada proses penyembuhan luka. Peningkatan permeabilitas
kapiler pembuluh darah, menyebabkan cairan yang kaya akan protein
masuk ke rongga interstitial. Hal ini meningkatkan produksi dari cairan
yang memfasilitasi pembersihan luka dari permukaan luka dan
mempertahankan kelembaban lingkungan lokal yang maksimal untuk
memaksimalkan penyembuhan. Keseimbangan kelembaban pada
permukaan balutan luka adalah faktor kunci dalam mengoptimalkan
perbaikan jaringan; mengeliminasi eksudat dari luka yang berlebihan
pada luka kronik yang merupakan bagian penting untuk permukaan luka
(Kartika, 2015).

3. Keuntungan dari permukaan luka yang lembab


a. Mengurangi biaya
Biaya pembelian balutan oklusif lebih mahal dari balutan kasa
konvensional, tetapi dengan mengurangi frekuensi penggantian balutan
dan meningkatkan kecepatan penyembuhan dapat menghemat biaya
yang dibutuhkan.
b. Mempercepat fibrinolisis.
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih cepat
oleh neutrofi l dan sel endotel dalam suasana lembap.
c. Mempercepat angiogenesis.
52

Keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan merangsang


pembentukan pembuluh darah lebih cepat.
d. Menurunkan risiko infeksi
Kejadian infeksi ternyata relatif lebih rendah jika dibandingkan dengan
perawatan kering.
e. Mempercepat pembentukan growth factor.
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk
membentuk stratum korneum dan angiogenesis.
f. Mempercepat pembentukan sel aktif.
(Kartika, 2015).

4. Perbandingan permukaan luka yang lembab dengan luka yang


terbuka
a. Kelembaban meningkatkan epitelisasi 30-50%
b. Kelembaban meningkatkan sintesa kolagen sebanyak 50 %
c. Rata-rata re-epitelisasi dengan kelembaban 2-5 kali lebih cepat
d. Mengurangi kehilangan cairan dari atas permukaan luka

Perbandingan permukaan luka yang lembab dan luka terbuka

6. Teknik Mempertahankan Kelembaban Luka


a. Prinsip Dasar Perawatan Luka
Ada tiga prinsip dasar penyembuhan luka.
1) Identifikasi dan kontrol penyebab sebaik mungkin
53

2) Konsen dengan dukungan ”patient centered”


3) Optimalisasi perawatan pada luka

b. Optimalisasi perawatan pada luka


1) Mengurangi dehidrasi dan kematian sel
Seperti telah dijelaskan pada fase penyembuhan luka bahwa sel-sel
seperti neutropil dan magrofag membentuk fibroblast dan perisit.
Dan sel-sel ini tidak dapat berfungsi pada lingkungan yang kering.

2) Meningkatkan angiogenesis
Tidak hanya sel-sel yang dibutuhkan untuk angiogenesis juga
dibutuhkan lingkungan yang lembab tetapi juga angiogenesis
terjadi pada tekanan oksigen rendah, balutan ”occlusive” dapat
merangsang proses angiogenesis ini.

3) Meningkatkan debridement autolisis


Dengan mempertahankan lingkungan lembab sel neutropil dapat
hidup dan enzim proteolitik dibawa ke dasar luka yang
memungkinkan mengurangi/menghilangkan rasa nyeri saat
debridemen. Proses ini dilanjutkan dengan degradasi fibrin yang
memproduksi faktor yang merangsang makrofag untuk
mengeluarkan faktor pertumbuhan ke dasar luka.

4) Meningkatkan re-epitelisasi
Pada luka yang lebih besar, lebih dalam sel epidermal harus
menyebar diatas permukaan luka dari pinggir luka serta harus
mendapatkan suplai darah dan nutrisi. Krusta yang kering pada
luka menekan/menghalangi suplai tersebut dan memberikan barier
untuk migrasi dengan epitelisasi yang lambat.
54

5) Barier bakteri dan mengurangi kejadian infeksi


Balutan oklusif membalut dengan baik dapat memberikan barier
terhadap migrasi mikroorganisme ke dalam luka. Bakteri dapat
menembus kasa setebal 64 lapisan pada penggunaan kasa lembab.
Luka yang dibalut dengan pembalut oklusif menunjukkan kejadian
infeksi lebih jarang daripada kasa pembalut konvensional tersebut.

6) Mengurangi nyeri
Diyakini luka yang lembab melindungi ujung saraf sehingga
mengurangi nyeri.

7. Penyembuhan Luka Membutuhkan Pendekatan


a. Patient centered:
ingat selalu bahwa apa yang menyebabkan sesorang menderita luka
dan atau luka kronik. Kita dapat mengembangkan rencana penanganan
yang baik tetapi bila pasien tidak melibatkan pasien akan berhasil.
b. Holistic:
Praktek yang baik membutuhkan pengkajian pasien ”whole”/secara
menyeluruh, bukan ”lubang pada pasien”/”hole in the patient”. Semua
kemungkinan faktor-faktor yang berkontribusi harus dieksplorasi.
c. Interdisciplinary:
Perawatan luka adalah bisnis yang komplek membutuhkan ketrampilan
dari berbagai disiplin, ketrampilan perawatan, fisioterapis, terapi
okupasi, dietisian, dan dokter umum dan spesialis (dermatologis, bedah
plastik, dan bedah vaskular sesuai dengan yang dibutuhkan). Kadang-
kadang memerlukan/melibatkan pekerja sosial.
d. Evidence based:
Pada saat ini lingkungan penanganan harus berdasarkan pada kebaikan
dan ”cost efekctive”.
55

8. Cara Perawatan Luka Modern Dengan Hydrogel


Alat yang disiapkan
1. Sabun clean care
2. Salep Metcovazin
3. Handscoon
4. Apron
5. Underpad
6. Kassa steril
7. Nacl / air matang untuk bilas
8. Plester

Langkah-langkah
1. Observasi luka
2. Pakai handscoon, apron dan underpad
3. Cuci luka dan sekitarnya dengan sabun
4. Bilas dengan Nacl/air matang
5. Keringkan dengan menggunakan kassa
6. Gunakan salep dan ratakan dengan kassa steril, tempel ke luka dengan kassa
yang tadi digunakan untuk meratakan salep
7. Letakkan kassa kering 2 lapis diatas kassa ke 1
8. Plester
9. Jika kassa yang paling atas basah (rembes), ganti kassa yang paling atas,
kassa yang menempel langsung dengan salep jangan diganti
10. Ganti balutan semua setelah 3 hari (lakukan langkah 1-8)
BAB III
RANCANGAN KEGIATAN

A. Sasaran
Pramuwisma PSTW :
1. Kriteria Inklusi
Semua pramusosial.
2. Kriteria Eksklusi
Pramusosial yang tidak hadir pada jadwal kerja.

B. Pengorganisasian
1. Nama Kegiatan : Training of Trainer
2. Pokok Bahasa : Perawatan Luka
3. Sasaran : Staf PSTW Budi Mulia 3 Jakarta Selatan
4. Hari, tanggal : Jum’at, 21-04-2017
5. Waktu : 13.00 – selesai WIB
6. Tempat : Aula utama PSTW Budi Mulia 3

C. Perencanaan
a. Penanggung jawab : Sugeng Eko Putro Prabowo
Uraian tugas :
1) Bertanggung jawab mulai dari persiapan sampai pelaksanaan kegiatan
2) Mengkoordinir anggota kelompok dan menjelaskan tugas dan peran-
peran masing-masing
3) Memimpin pertemuan untuk mempersiapkan pelaksanaan kegiatan
b. Leader : Sugeng Eko Putro Prabowo
Uraian Tugas :
1) Membuka presentasi
2) Presentasi mengenai
c. Co-leader : Yulianita
Uraian Tugas :
1) Mengambil alih posisi leader jika kegiatan menyimpang
2) Mengingatkan leader tentang waktu

56
57

d. Pembawa Acara: Apfia Rosvita Budiati


Uraian Tugas :
1) Mengatur acara selama acara pelaksanaan TOT perawatan luka
2) Membuka dan menutup kegiatan TOT perawatan luka
e. Observer :
Arimbo Janzen, Nur Khasanah, Dina Ananda Putri, Sri Apriana
Uraian tugas :
1) Mencatat hasil dari diskusi dan Tanya jawab
2) Mencatat hasil kegiatan secara menyeluruh
3) Mengamati jalannya kegiatan
f. Fasilitator :
Sylva Auluna Suparman, Deby Silvia, Dinda Putri Kurnia, Nurhikmah,
Zarapurwamudita Savitri, Tiara Damayanti
Uraian tugas:
1) Memfasilitasi peserta untuk mengungkapkan pendapat dalam diskusi
dan Tanya jawab
2) Memfasilitasi peserta yang kurang aktif
3) Mempersiapkan alat pendukung lain untuk kegiatan.
g. Instruktur /Role model :
Nur Aisyah, Cony Choirunnissa, Nurhayah, Ulva Oca Octavia, tri
Cahyaningsih, Nunung Puji Lestari, Neni Widiastutu, Megalinda Siahaan
Uraian Tugas : Memperagakan perawatan luka pada lansia.
h. Role Model pasien :
Nurhadi, Dian Astriany Porulery, Atanasius Agung Andika,
Uraian tugas : Menjadi pasien dengan luka.
i. Dokumentasi : Desi Nurmalita
Uraian tugas : Mendokumentasikan acara TOT.
j. Perlengkapan : Nurul Asri
Uraian tugas : memastikan bahwa peralatan yang akan digunakan tersedia.
58

D. Metode, Media, dan Instrumen

1. Metode yang di gunakan :


a. Ceramah dan Tanya jawab
b. Demonstrasi dan redemonstrasi
2. Media
a. Laptop
b. LCD
c. Handout
d. Sound system
e. Soal pre dan post
3. Instrumen
Baki yang berisi Kassa Steril, NaCl, salep dan sabun clean care,
handscoon dan plester.
4. Setting tempat
a. Fase orientasi

Layar
Penyaji
Operator

peserta peserta peserta peserta

peserta peserta peserta peserta

peserta peserta peserta peserta

Instruktur Observer Fasilitator


59

b. Fase demostrasi dan redemonstrasi

Observer

Instruktur Instruktur
Pasien Meja Fasilitator Pasien Meja Fasilitator
Peserta

Peserta

Peserta

Peserta

Peserta

Peserta

Peserta

Peserta
Observer
Observer

Instruktur
Pasien Meja Fasilitator
Peserta

Peserta

Peserta

Peserta

Observer
60

E. Susunan Acara

NO WAKTU KEGIATAN
1 13.00 – 13.15 Pembukaan

Doa pembuka acara TOT oleh Nurhadi

Sambutan dari perwakilan panitia TOT oleh Sugeng

Sambutan dosen pembimbing

Sambutan dari kepala panti Drs. Marjito, M.Si.


13.15 – 13.25 Pre Test
2

13.25 – 14.05 Persentasi Materi


3

14.05– 14.15 Sesi Diskusi dan Tanya Jawab


4

14.15 – 14.45 Skill Station


5

14.45 – 14.55 Post Test


6

14.55 – 15.00 Kesan dan Pesan


7

15.00 – 15.05 Pemberian Reward Post test


8

15.05 – 15.10
Penutup
9
Doa penutup
61

F. Proses Pelaksanaan

NO Waktu Kegiatan
1 110 Pelaksanaan
menit  Pre Test
“Baiklah sebelum penyampaian materi, kita akan
memberikan pre test terlebih dahulu kepada teman-teman
semua. Untuk mengetahui sejauh mana teman-teman sudah
mengerti atau memahami tentang perawatan luka. Waktu
mengerjakan pre test hanya 10 menit. Silahkan fasilitator
untuk membagikan lembar soal pre test-nya.”

“Waktu mengerjakan pre test sudah selesai silahkan


fasilitator untuk mengumpulkan lembar pre testnya”

 Penyampaiann Materi
“Baiklah acara selanjutnya adalah penyampaian materi
TOT tentang perawatan luka pada lansia yang berlangsung
dengan waktun ± 15 menit, dimohon untuk tetap tenang dan
memeperhatikan. Kepada presentator yaitu Nur Aisyah,
dipersilahkan untuk menyampaikan materi.”

 Demonstrasi
“Terimakasih kepada saudari Nur Aisyah atas presentasinya
tentang perawatan luka. Selanjutnya adalah demonstrasi
atau peragaan poerawatan luka. Sebelum demonstrasi
dilkakukan, kami akan membagi teman-teman dalam 3
kelompok, di mana nanti setiap kelompok akan difasilitasi
oleh satu orang instruktur. Instruktur tersebut antara lain
Cony Choirunnissa, Nurhayah, Ulva Oca Octavia, tri
Cahyaningsih. Kepada para instruktur kami persilahkan.”
62

 Skill Station
“Selanjutnya adalah skill station yaitu kegiatan dimana
teman-teman diberi kesempatan untuk memperagakan ulang
atau re-demonstrasi langkah-langkah perawatan luka yang
akan dibantu oleh teman-teman instruktur. Kepada semua
instruktur silahkan dibantu.”

 Sesi Diskusi dan Tanya Jawab


“Penyampaian materi, demontrasi dan skill station telah
selesai. Selanjutnya kita masuk ke sesi diskusi dan tanya
jawab yang akan dipandu oleh Arimbo Janzen, Nur
Khasanah, Dina Ananda Putri, Sri Apriana, sesi diskusi
dan tanya jawab ini berlangsung 10 menit untuk 1-3
pertanyaan.”

 Post test dan Kuisioner


“Baiklah sebelum kita ke acara selanjutnya, kami akan
memberikan lembar soal post test mengenai materi
perawatan luka yang telah disampaikan. Post test ini
bertujuan untuk menilai sejauh mana penyampaian materi
yang telah disampaikan dapat dipahami dan dimengerti oleh
teman-teman. Pengisian post test dilakukan 10 menit”
“Waktu untuk pengisian post test dan kuesioner telah habis,
untuk fasilitator dibantu untuk mengumpulkannya.”

 Kesan dan Pesan


“Selanjutnya kita masuk ke sesi kesan dan pesan. Kami
meminta kesediaan teman-teman yang telah mengikuti
kegiatan ini untuk maju dan memberikan kesan dan pesan
selama mengikuti kegiatan TOT ini.”

 Reward Post Test


“Selanjutnya kita masuk ke sesi yang ditunggu-tunggu yaitu
63

reward post test bagi peserta yang mampu menjawab soal


post test dengan nilai terbaik.”
5 menit Penutupan

 Doa Penutup
“Baiklah selanjutnya adalah acara doa penutup yang akan
dipimpin oleh saudara Nurhadi. Kepada saudara Rahmat
Hidayat kami persilahkan.”

“Terima kasih atas partisipasi para peserta dan kami


mengucapkan wassalamualaikum wr.wb...”
64

G. Skanerio Kegiatan

No Waktu Kegiatan
1 15 menit Pembukaan
- Memberikan salam pembukaan dan memperkenalkan diri
“Assalamualaikum Wr. Wb. Selamat siang dan salam sejahtera bagi
kita semua. Pertama-tama mari kita panjatkan puji dan syukur
kepada Allah SWT yang telah memberikan berkah sehat dan selamat
pada hari ini di mana kita dapat berkumpul di ruang serbaguna di
PSTW Budi Mulia 3 Margaguna, Jakarta.’’

“Terimakasih kami sampaikan kepada Bapak Drs.Marjito M,Si.


Selaku pimpinan panti yang telah berkenan dalam kegiatan TOT ini
beserta para staf, Kepada ibu pembimbing dari STIKES
PERTAMEDIKA dan kepada peserta TOT’’.

- Memperkenalkan Diri
“Perkenalkan kami adalah mahasiswa/i dari STIKes Pertamedika
Studi Profesi yang akan mengadakan kegiatan Training Of Trainer.
Kegiatan ini kami tujukan kepada pramu sosial di panti ini.”
“Sebelumnya kami akan bacakan susunan acara pada acara siang
hari ini, yaitu:
1. Pembukaan
2. Pembacaan doa
3. Sambutan-Sambutan
4. Pre-test
5. Presentasi Materi
6. Skill Station
7. Sesi Diskusi dan Tanya Jawab
8. Kesan dan Pesan
9. Reward Post test
10. Penutup”

- Kontrak Waktu
65

“Kegiatan TOT ini akan kita lakukan selama ± 2 jam, kita bersama-
sama mempelajari tentang Perawatan Luka”.

- Menjelaskan Tujuan Yang Ingin Dicapai Pada Akhir Pelatihan


“Kegiatan ini bertujuan untuk menambah pengetahuan teman-teman
pramu social dalam memberikan intervensi dengan tindakan
Perawatan Luka”

- Menjelaskan Tata Cara Dalam Acara


“Agar acara ini dapat berjalan dengan baik, maka saya perlu
menginformasikan tata tertib pelatihan antara lain :
1. Peserta diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hingga
akhir
2. Peserta diharap tidak meninggalkan ruangan bila acara belom
selesai, terkecuali diizinkan oleh petugas
3. Selama Acara TOT berlangsung, diharapkan untuk tertib”

- Doa Pembuka
“Baiklah sebelum acara dimulai mari kita semua berdoa terlebih
dahulu agar acara kegiatan TOT ini berjalan dengan lancar. Doa
akan dipimpin oleh saudara Nurhadi, kepada saudara Nurhadi kami
persilahkan”.

- Sambutan-Sambutan
“Terima kasih kepada saudara Nurhadi yang telah memimpin doa-
nya. Baiklah selanjutnya kita akan mendengarkan sambutan dari
ketua pelaksana kegiatan Training Of Trainer, saudara Sugeng.
Kepada Saudara Sugeng kami persilahkan”.

“Terima Kasih kepada Saudara Sugeng, selanjutnya sambutan dari


ketua koordinator keperawatan gerontik yaitu Ibu Ns. Tati Suryati,
S.Kep., M.Kep., Sp. KJ. Kepada Ibu Ns. Tati Suryati, S.Kep.,
M.Kep., Sp. KJ kami persilahkan”.
66

“Terima Kasih kepada Ibu Ns. Tati Suryati, S.Kep., M.Kep., Sp. KJ
atas sambutannya, selanjutnya adalah sambutan dari Kepala panti
Drs. Mardjito M.Si sekaligus membuka acara TOT ini, kepada
Bapak Mardjito kami persilahkan”.

“Terimakasih kepada Drs. Mardjito M.Si yang telah memberikan


sambutannya sekaligus membuka acara TOT”.

2 110 Menit Pelaksanaan


- Pre Test
“Baiklah sebelum penyampaian materi, kami akan memberikan pre
test terlebih dahulu kepada para peserta TOT. untuk mengetahui
sejauh mana para peserta mengenali atau memahami tentang
perawatan luka. Waktu mengerjakan pre test hanya 10 menit.
Silakan fasilitator untuk memberikan lembar soal pre test nya.”

“Waktu mengerjakan pre test sudah selesai. Silakan fasilitator untuk


mengumpulkan lembar pre test nya.”
- Penyampaian materi
“Baiklah, acara selanjutnya adalah penyampaian materi TOT
tentang perawatan luka yang berlangsung dengan waktu ± 40 menit,
dimohon untuk tetap tenang dan memperhatikan. Setelah presentasi
selesai, diberikan kesempatan untuk 3 orang penyangga. Kepada
presenter yaitu saudari Nur Aisyah kami persilakan.
- Demonstrasi
“Terima kasih kepada saudari Nur Aisyah atas pemaparan materi
tentang perawatan luka. Selanjutnya adalah demonstrasi atau
peragaan dari perawatan luka yang akan dicontohkan oleh 4 orang
instruktur kami, yaitu saudari Cony Choirunnissa, Nurhayah, Ulva
Oca Octavia, tri Cahyaningsih. Kepada para instruktur kami
persilakan.”
- Skill Station
“Selanjutnya adalah skill station yaitu kegiatan di mana para
67

peserta melakukan secara bergantian usai pemeragaan perawatan


luka yang akan dibantu oleh para instruktur. Kepada para
instruktur silakan dibantu.”
- Sesi diskusi dan tanya jawab
“Penyampaian materi dan demonstrasi telah selesai. Selanjutnya
kita masuk ke sesi diskusi dan tanya jawab yang akan dibantu oleh
Arimbo Janzen, Nur Khasanah, Dina Ananda Putri, Sri Apriana.
Sesi diskusi dan tanya jawab ini berlangsung selama 10 menit.
Untuk 3 pertanyaan.”
- Post test dan kuisioner
“Baiklah, sebelum kita ke acara selanjutnya, kami akan memberikan
lembar soal post test yang terkait dengan penyampaian materi
perawatan luka yang telah disampaikan. Post test ini bertujuan
apakah penyampaian materi yang telah disampaikan dapat
dipahami dan dimengerti oleh para peserta. Pengisian post test
dilakukan 10 menit.”
“Waktu untuk pengisian post test dan kuisioner telah habis, untuk
para fasilitator dimohon untuk membantu pengumpulan kuisioner
post test.”
- Kesan dan Pesan
“Selanjutnya, sebelum menutup acara kegiatan TOT ini kita akan
mendengarkan kesan dan pesan. Bagi para peserta atau bapak ibu
sekalian kami mempersilahkan untuk maju dan memberikan kesan
dan pesan terhadap kegiatan TOT kita hari ini.”
- Reward Post test
“Selanjutnya kita masuk ke sesi yang ditunggu-tunggu yaitu reward
post test bagi peserta yang mampu menjawab soal post test dengan
nilai terbaik.”
3 5 menit Penutup
- Doa penutup
“Baiklah selanjutnya adalah acara doa penutup yang akan di
pimpin oleh saudara Nurhadi, kepada saudara Nurhadi kami
persilahkan”.
68

“Untuk mengingatkan kembali tentang materi kita, saya


menyimpulkan bahwa intervensi perawatan luka pada lansia sangat
bermanfaat bagi kita semua”
“Terimakasih atas partisipasi para peserta kurang lebihnya kami
mohon maaf wabillahi taufik wal hidayah wassalamualaikum
wr.wb.”

H. Rencana evaluasi

1. Evaluasi input
a. Tim berjumlah 26 orang yang terdiri dari seorang leader, 4 orang instruktur, 6
orang fasilitator, 4 orang observer,
b. Lingkungan tenang dan tepat waktu
c. Peralatan : Lcd, Laptop, Sound system, Hand Out, Soal Pre Dan Post Test.
2. Evaluasi proses
a. Minimal 75% peserta dapat meningikuti dari awal sampai berakhirnya kegiatan.
b. Minimal 75% peserta aktif mengikuti kegiatan.
c. Maksimal 25% peserta yang keluar dari kegiatan.
3. Evaluasi out put
a. Minimal 50% peserta mampu mendemonstrasikan perawatan luka
b. Pelaksanaan kegiatan tepat waktu
BAB IV
PENUTUP

Kesimpulan
Penggunaan ilmu dan teknologi serta inovasi produk perawatan luka dapat memberikan nilai
optimal jika digunakan secara tepat. Prinsip utama dalam manajemen perawatan luka adalah
pengkajian luka yang komprehensif agar dapat menentukan keputusan klinis yang sesuai
dengan kebutuhan pasien. Diperlukan peningkatan pengetahuan dan keterampilan klinis
untuk menunjang perawatan luka yang berkualitas, terutama dalam penggunaan modern
dressing.

69
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Teknik Prosedural Keperawatan: Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar
Klien. Jakarta: Salema Medika.

Black, Joyce M & Hawks, Jane Hokanson. (2014). Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Singapore: Elsevier.

Bryant, Ruth. (2007). Acute & Chronic Wounds; Current Manangement Concept .
Philadelphia : Mosby Elsevier.

Handayani, L.T. (2016). Studi Meta Analisis Perawatan Luka Kaki Diabetes Dengan Modern
Dressing. Fakultas Ilmu KEsehatan Universitas Muhammadiyah Jember.

Kartika, Ronald W. (2015). Perawatan Luka Kronis dengan Modern Dressing. CDK-
230/Vol.42/no.7. Jakarta : RS Gading.

Kozier, B. (2011). Fundamental Keperawatan. Jakarta: EGC.

L. Stanley. (2007). Buku Ajar Patologi Robbins. Edisi7. Jakarta: EGC

Marrelli, T.M. (2008). Buku Saku Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Maryam, R., & Siti, et al. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta:
Salemba Medika.

Morison. M.J. (2008). Manajemen Luka. Jakarta: EGC.

O’Leary. (2007). The Physiologic Basis of Surgery. Philadelphia : Lippincort Company.

Potter, P.A., & A.G. Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses,
dan Praktek. Jakarta: EGC.

Sunaryo, et al . (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Penerbit Andi.

70
LAMPIRAN
Lampiran 1
Tindakan Balutan Pertama Tn.W
Hari Pertama
1. Mengobservasi luka

3,5

5 2
2
2. Memakai handscoon, apron dan Underpad.
3. Mencuci luka dan sekitarnya dengan sabun.
4. Membilas dengan Nacl/air matang.
5. Mengeringkan dengan menggunakan kassa.
6. Menggunakan salep dan ratakan dengan kassa steril, tempel ke luka dengan kassa yang
tadi digunakan untuk meratakan salep.
7. Meletakkan kassa kering 2 lapis diatas kassa ke 1.
8. Memplester.

Catatan :
1. Jika kassa yang paling atas basah (rembes), ganti kassa yang paling atas, kassa yang
menempel langsung dengan salep jangan diganti.
2. Ganti balutan semua setelah 3 hari (lakukan langkah 1-8).
Lampiran 2
Tindakan Balutan Pertama Tn.M
Hari Pertama
1. Mengobservasi luka

Panjang luka :
Lebar luka :
Kedalaman luka :
2. Memakai handscoon, apron dan Underpad.
3. Mencuci luka dan sekitarnya dengan sabun.
4. Membilas dengan Nacl/air matang.
5. Mengeringkan dengan menggunakan kassa.
6. Menggunakan salep dan ratakan dengan kassa steril, tempel ke luka dengan kassa yang
tadi digunakan untuk meratakan salep.
7. Meletakkan kassa kering 2 lapis diatas kassa ke 1.
8. Memplester.

Catatan :
1. Jika kassa yang paling atas basah (rembes), ganti kassa yang paling atas, kassa yang
menempel langsung dengan salep jangan diganti.
2. Ganti balutan semua setelah 3 hari (lakukan langkah 1-8).
Lampiran 3
Tindakan Balutan Pertama Ny.T
Hari Pertama
1. Mengobservasi luka

Panjang luka :
Lebar luka :
Kedalaman luka :
2. Memakai handscoon, apron dan Underpad.
3. Mencuci luka dan sekitarnya dengan sabun.
4. Membilas dengan Nacl/air matang.
5. Mengeringkan dengan menggunakan kassa.
6. Menggunakan salep dan ratakan dengan kassa steril, tempel ke luka dengan kassa yang
tadi digunakan untuk meratakan salep.
7. Meletakkan kassa kering 2 lapis diatas kassa ke 1.
8. Memplester.

Catatan :
1. Jika kassa yang paling atas basah (rembes), ganti kassa yang paling atas, kassa yang
menempel langsung dengan salep jangan diganti.
2. Ganti balutan semua setelah 3 hari (lakukan langkah 1-8).
Lampiran 6

Soal Pre “Perawatan Luka Modern”

1. Ada berapa jenis luka berdasarkan lama waktu penyembuhan luka?


a. 2
b. 4
c. 6

2. Ada berapa fase penyembuhan luka?


a. 3
b. 4
c. 6

3. Menurut anda, apa arti perawatan luka?

4. Menurut anda, apa arti perawatan luka modern? Sebutkan 3 kata!

5. Alat apa saja yang diperlukan untuk perawatan luka modern?


a. Kassa steril
b. Salep untuk penyembuhan luka
c. Air matang
d. a dan b benar
e. Semua benar
Lampiran 7

Soal Post “Perawatan Luka Modern”

1. Ada berapa jenis luka berdasarkan lama waktu penyembuhan luka?


a. 2
b. 4
c. 6

2. Ada berapa proses penyembuhan luka?


a. 3
b. 4
c. 6

3. Menurut anda, apa arti perawatan luka?

4. Menurut anda, apa arti perawatan luka modern? Sebutkan 3 kata!

5. Alat apa saja yang diperlukan untuk perawatan luka modern?


a. Kassa steril
b. Salep untuk penyembuhan luka
c. Air matang
d. a dan b benar
e. Semua benar
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN PERTAMEDIKA
(STIKes PERTAMEDIKA)
Jl. Bintaro Raya No.10 Tanah Kusir, Kebayoran Lama Utara, Jakarta Sealatan

DAFTAR HADIR TRAINING OF TRAINER (TOT)


“PERAWATAN LUKA MODERN”
Jum’at, 21 April 2017

NO NAMA TANDA TANGAN


Lampiran 9

HASIL TOT “PERAWATAN LUKA MODERN”


JUM’AT 21 APRIL 2017

1. Peserta hadir ada 23 orang


2. Diskusi dengan pertanyaan peserta
a. Bagaimana dengan WBS dapat mandi sendiri dengan adanya luka?
Saat mandi, balutan WBS tutup dengan plastik. Jika kassa yang terluar basah, kasa
tersebut dapat diganti dengan tidak mengganti kassa yang ada gel yang menutupi luka.
b.Apa saja komposisi di salep metcovazin?
Komposisi salep ini yang tahu hanya bagian kimia (aqua, petrolatum,parrafinum,
liquidum, zinc oxide, chitosan, glyceryl stearate, carbomer, cetearyl alcohol, polysorbate
60, ceteareth 33, glyceryl dibehenate, DMDM hydantion, potassium hydroxide)
c. Efektifan mana, perawatan luka yang dilakukan gerbong pertama dengan yang sekarang?
Tergantung jenis luka. Luka pada WBS kami sangat cepat penyembuhannya, baru sekali
ganti balutan saja, luka sudah terlihat merah yang menandakan luka tersebut mengalami
proses penyembuhan.
d.Pada WBS Tn.W dan Tn M, lukanya karena apa?
Tn.W dikarenakan bokong yang selalu tertekan sehingga tidak ada sirkulasi darah yang
berjalan dan selalu mengikat kain dipinggar. Tn.M akibat luka garukan.
3. Nilai Pre Test : 6,2 %
Nilai Post Tesr : 80 %
Kesimpulan : penjelasan yang sudah dijelaskan oleh kelompok kepada peserta dapat
dipahami dan menambah ilmu bagi peserta
Lampiran 10

DAFTAR TOPIK DISKUSI

No Topik Diskusi Tanggal dan Paraf


Pembimbing
1. Membahas Laporan Proposal TOT 17 April 2017
Pembimbing : Bu Ria
18 April 2017
Pembimbing : Bu Dewi

FORMAT HASIL DISKUSI

Hari / Tanggal : 17 April 2017 dan 18 April 2017


Ruang : Wisma
Pembimbing : Bu Dewi dan Bu Ria

A. Daftar Hadir

Atanasius Agung Andika Nur Aisyah


Cony Choirunnisa Nur Khasanah
Deby Silvia Nurhadi
Desi Nurmalita Hastuti Nurhayah
Dina Ananda Putri Zarapurwamudita S
Nurul Asri Wijayanti Sylva Auluna S
Tiara Damayanti Sugeng Eko Putro
Tri Cahyaningsih Ulfa Oca Octavia
Dinda Putri Kurnia Nurhikmah
Yulianita Sri Apriana
Dian Astriany Porulery Neni Widiastutu
Nunung Puji Lestari Megalinda Siahaan
Apfia Rosvita Budiati Arimbo Janzen

B. Topik
Membahas Laporan Proposal TOT “Perawatan Luka Modern”
Lampiran 11

DOKUMENTASI
Lampiran 12

DOKUMENTASI LUKA WBS


(setelah perawatan luka dua kali)

Tn. W

Tn. M

Ny. T

Anda mungkin juga menyukai