Anda di halaman 1dari 21

REFLEKSI KASUS JUNI, 2020

“Leukemia Limfoblastik Akut Pada Anak”

Nama : dr. Musyarafa


Pembimbing : dr. Stevanny R. Wulan, Sp.A

ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MADANI
PALU
2020

1
PENDAHULUAN

Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal dari


sumsum tulang, ditandai oleh proliferasi sel-sel darah putih, dengan manifestasi
adanya sel-sel abnormal dalam darah tepi. Pada leukemia leukosit dalam darah
berproliferasi secara tidak teratur, tidak terkendali dan fungsinya menjadi tidak
normal. Oleh karena proses tersebut, fungsi-fungsi lain dari sel darah normal juga
terganggu hingga menimbulkan gejala. Leukemia merupakan kanker anak yang
paling sering dan mencapai lebih kurang 33% dari keganasan pediatrik.1
Leukemia dapat diklasifikasikan berdasarkan perjalanan alamiah
penyakitnya dan berdasarkan tipe sel predominan yang terlibat. Berdasarkan
perjalanan alamiah penyakitnya leukemia dibedakan menjadi leukemia akut dan
kronis. Leukemia akut mencapai 97% dari semua leukemia pada anak sementara
leukemia kronik hanya ditemukan sekitar 3%. Leukemia akut merupakan
leukemia dengan perjalanan klinis yang cepat dan tanpa pengobatan penderita
rata-rata meninggal dalam 2 sampai 4 bulan. Leukemia akut terdiri dari 2 tipe
yaitu leukemia limfoblastik akut (LLA) yang merupakan 82% dari semua
leukemia akut dan leukemia mieloblastik akut (LMA) yang ditemukan mencapai
18%.1,2
Penyebab leukemia sampai saat ini sebagian besar belum diketahui dengan
pasti. Namun demikian, pada penelitian mengenai proses leukemogenesis pada
binatang percobaan ditemukan bahwa penyebab leukemia mempunyai
kemampuan melakukan modifikasi nukleus DNA dan kemampuan ini meningkat
bila terdapat suatu kondisi genetic tertentu seperti translokasi, amplifikasi, dan
mutasi onkogen seluler. Kondisi-kondisi tertentu seperti cacat genetik, radiasi
ionik, infeksi virus atau bakteri, kondisi perinatal dan paparan bidang
elektomagnetik, benzene, pestisida dan produk minyak bumi dikaitkan dengan
peningkatan risiko terjadinya leukemia pada anak-anak.1,3
Di Negara berkembang, diagnosis leukemia harus dipastikan dengan
aspirasi sumsum tulang (BMA) secara morfologis, imunofenotip dan karakter
genetik. Pada leukemia akut, penting untuk membedakan LLA dengan LMA

2
karena akan sangat menentukan jenis terapi dan prognosis penderita. Walaupun
dewasa ini pengobatan leukemia telah menunjukkan hasil yang sangat baik
terutama untuk LLA, tidak jarang ditemukan kasus gawat darurat leukemia
dengan komplikasi infeksi, perdarahan atau disfungsi organ yang terjadi akibat
leukostasis. Hal ini menunjukkan bahwa diagnosis dini leukemia sangat penting
dilakukan.1,4
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik,
laboratorium dan dipastikan dengan pemeriksaan aspirasi sumsum tulang.
Anamnesis didapat keluhan demam berkepanjangan, perdarahan dan pucat .Anak
juga mengeluh nyeri sendi dan tulang. Pemeriksaan fisik menunjukkan adanya
pucat, demam, tanda perdarahan dan organomegali. Pemeriksaan laboratorium
yang khas yaitu adanya sel blas pada sediaan darah tepi.5

3
KASUS

1. IDENTITAS PENDERITA
 Nama : Anak K A
 Jenis Kelamin : Laki – laki
 Tanggal lahir : 19 Februari 2018
 Usia : 2 tahun 4 bulan
 Agama : Islam
 Tanggal masuk : 15 Juni 2020

2. ANAMNESIS
 Keluhan Utama : Perut membesar
 Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poli klinik anak dengan keluhan perut membesar yang
dialami sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri perut sejak
6 bulan yang lalu nyeri hilang timbul. Ibu pasien mengatakan anaknya
lemas lemas dialami sejak 3 minggu yang lalu dan mengalami penurunan
berat badan. gusi berdarah (-), mimisan (-), Demam (+) naik turun, muntah
(-), mual (-), nafsu makan menurun, pasien sempat BAB berwarna coklat 3
hari yang lalu, BAK (+) lancar
 Riwayat penyakit sebelumnya: Pasien belum pernah menderita gejala
seperti ini
 Riwayat penyakit keluarga : -
 Riwayat Persalinan : Anak lahir normal, dibantu bidan, BBL (2700 gr),
PBL (50 cm). tidak ada masalah saat lahir
 Anamnesis makanan : Pasien mengkomsumsi ASI dari 0-2 tahun, susu
formula 2 tahun, bubur mulai usia 9 bulan, dan makanan dewasa 2 tahun-
sekarang
 Riwayat Imunisasi :
- Vaksin Hepatitis B Usia 1 bulan, 2 bulan, dan 6 bulan

4
- Vaksin Polio Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin BCG Usia 3 bulan
- Vaksin DPT Usia 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan
- Vaksin campak Usia 9 bulan
3. PEMERIKSAAN FISIK
 Keadaan umum : Sakit Sedang
 Kesadaran : Komposmentis
 Berat Badan : 9 Kg
 Tinggi Badan : 92 cm
 Status Gizi : Gizi kurang (CDC 75 %)
 Tanda Vital
- Denyut nadi : 110 Kali/menit, kuat angkat
- Suhu : 37,5o C
- Respirasi : 24 kali/menit
 Kulit : ruam (-), CRT <2detik
 Kepala : Normosefal, mata cekung (+), anemis (+), konjungtiva
pucat (+/+), scleraikterik (-), Rhinorrhea (-), otorrhea (-), Lidah kotor (-),
bibir pecah-pecah (-), tonsil sulit dinilai
 Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)

 Thorax
Paru-paru
- Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-)
- Palpasi : Vokal fremitus (+) kesan normal, massa (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor (+) diseluruh lapang paru
- Auskultasi: Bronkovesikuler (+/+), Ronkhi (-/-), Wheezing (-)
Jantung
- Inspeksi : Ictus Cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus Cordis teraba pada SIC V linea midclavicula sinistra

5
- Perkusi : Batas atas jantung SIC II, batas kanan jantung SIC V linea
parasternal dextra, batas kiri jantung SIC V linea axilla anterior
- Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni regular, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen
- Inspeksi : Bentuk cembung, massa (-), distensi (-), cicatrix (-)
- Auskultasi: Peristaltik (+) kesan normal
- Perkusi : Pekak (+)
- Palpasi : Organomegali (+), hepar teraba 2 jari, lien schuffner II
nyeri tekan (+)
- Genital : Tidak ditemukan kelainan
- Anggota gerak : Ekstremitas atas dan bawah akral hangat (+),
edema (-) crt < 2 dtk
- Punggung : Skoliosis (-), Lordosis (-), Kyphosis (-)
- Otot-otot : Atrofi (-), Tonus otot baik
- Refleks : Fisiologis (+), Patologis (-)

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium (Poliklinik, tanggal 15 Juni 2020)
Darah Rutin
Red Blood Cell 2,8. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 22 % (35,0-55,0%)
Platelet 70. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 11,6.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 6,1 g/dl (11,5-16,5 g/dl)
Urinalisis
Mikroskopik
Epitel : 0 – 1/LPK (0 – 2/LPK)
Luekosit : 1 -2 (Negatif)
Eritrosit : 4 – 5 (Negatif)

6
Pemeriksaan Apusan Darah Tepi (Rambutan, 16 juni 2020)
o Eritrosit : mikrositik hipokromik, anisopoikilostosis, ovalosit (+), sel
target (+), tear drop (+), badan inklusi (-), normoblast (+) ditemukan
diseritropoesis bentuk binuklei.
o Leukosit : jumlah cukup, PMN > limfosit, granulasi toksik (+),
hiperpigmentasi (+), pseudopelger (+)
o Trombosit : jumlah menurun, giant trombosit (+)
o Kesan : Bisitopenia suspek kausa myelodysplastik sindrom
o Saran : Aspirasi sumsum tulang.
Laboratorium (Rambutan, tanggal 17 Maret 2020) setelah tranfusi 150 cc
- Red Blood Cell 4,3. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
- Hematocrit 27 % (35,0-55,0%)
- Platelet 147. 109/L (150-450 109/L)
- White Blood Cell 12,6.109/L (3,5-10,0 109/L)
- Hemoglobin 8,3 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Laboratorium (Rambutan, tanggal 18 juni 2020) setelah transfuse 150 cc


Red Blood Cell 5,3. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 36 % (35,0-55,0%)
Platelet 158. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 11,1.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 11,5 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

5. RESUME
Pasien anak laki – laki umur 2 tahun 4 bulan datang ke poliklinik
anak dengan keluhan perut membesar yang dialami sejak 6 bulan yang
lalu. Keluhan disertai dengan nyeri perut sejak 6 bulan yang lalu nyeri
hilang timbul. Pasien jadi lemas lemas dialami sejak 3 minggu yang lalu,

7
dan mengalami penurunan berat badan Demam (+) naik turun, nafsu
makan menurun, pasien sempat BAB berwarna coklat 3 hari SMRS, BAK
(+) lancar
Dari pemeriksaan fisik, denyut nadi: 1410 kali/menit, lemah, Suhu :37,5oC,
Respirasi: 24 kali/menit, CRT < 2detik. Mata cekung (+), anemis (+).
Laboratorium: Hemoglobin : 6,1 g/dl, Platelet 70. 109/L, Apusan Darah
Tepi : Bisitopenia suspek kausa myelodysplastik sindrom

6. DIAGNOSIS
- Bisitopenia dengan hepatosplenomegali e.c suspek leukemia limfoblastik
akut.
- Gizi kurang

7. DIAGNOSIS BANDING
Leukemia Mieloblastik Akut
8. TERAPI
Medikamentosa:
- IVFD Ringer Lactat 8 tpm
- Injeksi ranitidine 10 mg/12 jam/IV
- Paracetamol syrup 4-6 jam 1 cth
- Curcuma syrup 1x1 cth
- Asam folat 5 mg/24 jam hari pertama selanjutnya asam folat 1 mg/24 jam
- Rencana transfui
Non medikamentosa
- minum air banyak
- asupan nutrisi yang seimbang, baik kualitas maupun kuantitasnya
- persiapan rujuk ke rumah sakit di Makassar untuk penegakkan diagnosis pasti
dan kemoterapi

9. ANJURAN
- Aspirasi sumsum tulang belakang

8
FOLLOW UP
Rambutan, 16 juni 2020
Subjek (S) : perut membesar, Demam (+), sakit perut (+), lemas (+),
nafsu makan menurun
Objek (O) :
a. Keadaan Umum : Sakit sedang
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 110 kali/menit, cukup kuat
o Respirasi : 23 kali/menit
o Suhu : 37,60C
d. Pemeriksaan Fisik
- Kepala : normochepal, mata anemis (+), cekung (+), mukosa
lembab, mimisan (-), gusi berdarah (-)
- Thorax : simetris bilateral, sonor (+/+), rh (-/-), wh (-/-), vesukular
(+/+)
- Cor : BJ I/II regular, gallop (-)
- Abdomen : cembung (+), peristaltic (+) kesan normal, pekak (+),
hepar teraba 2 jari, lien schuffner II
- Ektremitas : akral hangat (+), edem (-)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Poliklinik, tanggal 15 Juni 2020)
Darah Rutin
Red Blood Cell 2,8. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 22 % (35,0-55,0%)
Platelet 70. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 11,6.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 6,1 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Assesment (A) : Bisitopenia dengan organomegali dd/ keganasan


hematologi dd/ leukemia

9
Plan (P)
 IVFD RL 8 tpm
 Injeksi ranitidine 10 mg/12 jam/IV
 PCT syr 120 mg/5 ml 3 x cth I
 Asam folat 1x1 mg
 Curcuma syr 1x1 cth
 Transfusi PRC 150 cc
 Periksa Apusan darah tepi

Rambutan, 17 Juni 2020


Subjek (S) : perut membesar, Demam (+), sakit perut (+), lemas (+),
nafsu makan menurun
Objek (O) :
e. Keadaan Umum : Sakit sedang
f. Kesadaran : Compos mentis
g. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 118 kali/menit, cukup kuat
o Respirasi : 20 kali/menit
o Suhu : 36,30C
h. Pemeriksaan Fisik
Kepala : normochepal, mata ane mis (+), cekung (-), mukosa
-
lembab, mimisan (-), gusi berdarah (-)
- Thorax : simetris bilateral, sonor (+/+), rh (-/-), wh (-/-), vesukular
(+/+)
- Cor : BJ I/II regular, gallop (-)
- Abdomen : cembung (+), peristaltic (+) kesan normal, pekak (+),
hepar teraba 2 jari, lien schuffner II
- Ektremitas : akral hangat (+), edem (-)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Rambutan, tanggal 17 Juni 2020)
Darah Rutin
Red Blood Cell 4,3. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 27 % (35,0-55,0%)
Platelet 147. 109/L (150-450 109/L)

10
White Blood Cell 12,6.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 8,3 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Pemeriksaan Apusan Darah Tepi (Rambutan, 16 juni 2020)


o Eritrosit : mikrositik hipokromik, anisopoikilostosis, ovalosit (+), sel
target (+), tear drop (+), badan inklusi (-), normoblast (+) ditemukan
diseritropoesis bentuk binuklei.
o Leukosit : jumlah cukup, PMN > limfosit, granulasi toksik (+),
hiperpigmentasi (+), pseudopelger (+)
o Trombosit : jumlah menurun, giant trombosit (+)
o Kesan : Bisitopenia suspek kausa myelodysplastik sindrom
o Saran : Aspirasi sumsum tulang.

Assesment (A) : Bisitopenia dengan organomegali dd/ keganasan


hematologi dd/ leukemia limfoblastik akut
Plan (P)
 IVFD RL 8 tpm
 Injeksi ranitidine 10 mg/12 jam/IV
 PCT syr 120 mg/5 ml 3 x cth I
 Asam folat 1x1 mg
 Curcuma syr 1x1 cth
 Transfusi PRC 150 cc (bag ke2)
 Rencana rujuk ke RS Makassar untuk BNP

Rambutan, 18 juni 2020


Subjek (S) : perut membesar, Demam (-), sakit perut (+), lemas (-),
nafsu makan menurun
Objek (O) :
i. Keadaan Umum : Sakit sedang

11
j. Kesadaran : Compos mentis
k. Tanda Vital
o Denyut Nadi : 116 kali/menit, cukup kuat
o Respirasi : 20 kali/menit
o Suhu : 36,60C
l. Pemeriksaan Fisik
Kepala : normochepal, mata anemis (-), cekung (-), mukosa lembab,
-
mimisan (-), gusi berdarah (-)
- Thorax : simetris bilateral, sonor (+/+), rh (-/-), wh (-/-), vesukular
(+/+)
- Cor : BJ I/II regular, gallop (-)
- Abdomen : cembung (+), peristaltic (+) kesan normal, pekak (+),
hepar teraba 2 jari, lien schuffner II
- Ektremitas : akral hangat (+), edem (-)
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (Rambutan, tanggal 18 Juni 2020)
Darah Rutin
Red Blood Cell 5,3. 1012/L (3,60-6,50 1012/L)
Hematocrit 36 % (35,0-55,0%)
Platelet 158. 109/L (150-450 109/L)
White Blood Cell 11,1.109/L (3,5-10,0 109/L)
Hemoglobin 11,5 g/dl (11,5-16,5 g/dl)

Assesment (A) : Bisitopenia dengan organomegali dd/ keganasan


hematologi dd/ leukemia limfoblastik akut
Plan (P)
 Aff infus
 PCT syr 120 mg/5 ml 3 x cth I
 Asam folat 1x1 mg
 Curcuma syr 1x1 cth
 pasien diperbolehkan rawat jalan
 kontrol poliklinik

12
DISKUSI

Diagnosis Leukemia dengan jenis Akut Limfoblastik Leukemia (tipe L2)


dengan Gizi Kurang ditegakkan berdasarkan dari anamnesa, pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan penunjang. 4

Pada anamnesa didapatkan keluhan perut membesar yang dialami sejak 6


bulan yang lalu. Keluhan disertai dengan nyeri perut sejak 6 bulan yang lalu nyeri
hilang timbul. Pasien jadi lemas lemas dialami sejak 3 minggu yang lalu, dan
mengalami penurunan berat badan Demam naik turun, nafsu makan menurun,
pasien sempat BAB berwarna coklat 3 hari SMRS, BAK lancar

Literatur menyebutkan bahwa pada awalnya ALL memiliki gejala yang


tidak spesifik dan relatif singkat, yaitu sekitar 66 persen5. Gejala yang tampak
merupakan akibat dari infiltrasi sel leukemia pada sumsum atau organ di tubuh
maupun akibat dari penurunan produksi dari sumsum tulang 6,7. Gejala yang timbul
akibat infiltrasi sel-sel muda pada sumsum tulang yaitu anorexia, lemas, irritable,
sedangkan tanda yang dapat timbul anemia dan trombositopenia. Manifestasi
klinis lain yang biasa didapatkan adalah demam yang sifatnya ringan dan
intermiten6,7. Literature menyebutkan demam ini dapat disertai atau tanpa adanya
infeksi, dan dapat disebabkan karena terjadinya leukositosis sehingga pasien
memiliki resiko tinggi terhadap infeksi5,6. Manifestasi klinis lain yang bisa
didapat namun tidak spesifik adalah berat badan yang menurun, nyeri tulang atau
sendi terutama di extremitas inferior. Nyeri pada tulang dan sendi ini disebabkan
adanya infiltrasi sel-sel leukemia pada tulang perikondrial atau sendi oleh
ekspansi rongga sumsum tulang oleh sel leukemia8,9.

13
Pada pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran E4M6V5, tanda vital dalam
batas normal, pasien tampak anemis. Tanda yang diperoleh pada pemeriksaan
fisik pada pasien yang dicurigai leukemia adalah tampak anemis dan menunjukan
adanya tanda-tanda perdarahan seperti petechie, epistaksis atau perdarahan gusi.
Manifestasi ini disebabkan oleh turunnya jumlah trombosit pada pasien leukemia
karena gagalnya fungsi hematopoesis. Limfadenopati dan splenomegali biasanya
ditemukan pada kurang lebih 66 persen pasien7. Limfadenopati dapat terjadi
secara lokal atau general pada daerah cervical, aksiler, dan inguinal.
Lemfadenopati ini juga dapat terjadi bilateral sekunder akibat infiltrasi sel-sel
leukemia7. Hepatomegali juga bisa di dapatkan akibat infiltrasi sel leukemia,
namun jarang7,8.

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada pasien ini adalah darah
rutin, urinalisa, dan hapusan darah tepi. Pada pemeriksaan darah rutin didapatkan
adanya kadar hemoglobin yang rendah, leukosit yang tinggi, dan trombositopenia.
Hal ini sesuai dengan literature yang menyebutkan bahwa pasien dengan leukemia
mengalami kegagalan fungsi sumsum tulang sehingga produksi sel-sel darahnya
terganggu, dimana 95 persen pasien mengalami anemia dan trombositopenia
kurang dari 100.000/mm3. Literature menyebutkan sekitar 20 persen pasien
memiliki kadar leukosit lebih dari 50.000/mm3, namun jarang didapatkan lebih
dari 300.000/mm3.12. Hasil pemeriksaan urinalisa didapatkan adanya eritrosit
dalam urin, namun tidak didapatkan tanda-tanda infeksi. Hal ini dapat menjadi
manifestasi perdarahan yang diakibatkan turunnya jumlah trombosit10.

Menurut literatur pada pasien yang dicurigai leukemuia akut dapat


dilakukan pemeriksaan foto thoraks dimana akan menunjukkan adanya massa
mediastinum. Massa mediastinum ini juga disebabkan penyebaran sel-sel
limfoblast ke dalam kelenjar getah bening di mediastinum6,9. Massa mediastinum
dapat memberikan gejala obstruksi saluran nafas.

Pemeriksaan kultur baik urin dan darah rutin merupakan salah satu
pemeriksaan yang dilakukan pada kasus ini. Pemeriksaan ini penting pada pasien

14
yang mengalami demam atau adanya tanda-tanda infeksi 9. Hal ini sesuai dengan
literature yang menyebutkan bahwa pasien dengan leukemia lebih mudah
terinfeksi yang disebabkan oleh neutropenia5.

Apusan darah tepi yang dilakukan pada pasien mendapatkan hasil


peningkatan jumlah sel leukosit yang didominasi oleh sel-sel dengan gambaran
limfosit dan di dapatkan sel blast. Hasil ini memberikan kesan adanya gambaran
akut leukemia suspek akut limfoblastik leukemia. Sebaiknya dalam peemriksaan
apusan darah tepi di lakukan peneriksaan series sel limfoblastik. Literature
menyebutkan diagnosis akut limfoblastik leukemia dapat diperkuat dengan
pemeriksaan aapusan darah tepi dimana hasil pemeriksaan menunjukkan adanya
populasi homogen limfoblast pada sel sumsum tulang yang lebih dari 25 persen 5,
namun diagnosis leukemia tidak dapat ditegakkan dengan hasil pemeriksaan
apusan darah tepi. Gambaran populasi homogen pada aapusan darah tepi bisa
ditemukan pada penyakit lain seperti osteopetrosis, myelofibrosis, infeksi
granulomatous, sarcoid, infeksi Epstein-Barr virus (EBV) pada usia muda, dan
tumor metastatic dapat menyebabkan penampakan pelepasan blast immature ke
dalam sirkulasi sehingga perlu dilakukan pemeriksaan bone marrow punction
untuk menegaggakkan dianosis pasti pada kasus leukemia limfoblastik akut2.

Literature menyebutkan bahwa akut limfoblastik leukemia ditegakkan


melalui pemeriksaan bone marrow punction5. Sumsum tulang yang normal berisi
sel blast yang kurang dari 5 persen12. Pada pasien dengan akut limfoblastik
leukemia didapatkan adanya populasi homogeny limfoblast yang lebih dari 25
persen5. Sebagian besar anak dengan ALL memiliki sumsum yang hiperseluler
antara 60-100 persen dari sel-sel blast12.

Leukemia limfoblastik akut adalah keganasan klonal dari sel-sel prekursor


limfoid dan merupakan keganasan yang paling sering ditemukan pada anak, yaitu
mencapai 30-40% dari seluruh keganasan dan merupakan 97% dari semua
leukemia pada anak. Di negara berkembang, leukemia limfoblastik akut (LLA)
merupakan 82% dari seluruh kasus leukemia akut pada anak dengan insidensi

15
tertinggi pada usia 3-5 tahun dan lebih banyak ditemukan pada laki-laki
dibandingkan perempuan. Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk LLA.4
Terapi ALL pada pasien ini berdasarkan Indonesian Protocol A.L.L – HR –
2006. Pengobatan yang diberikan pada pasien ini selama dirawat diberikan terapi
suportif, pasien di rujuk ke RS di Makassar untuk mendapat terapi terapi spesifik.
Pada kasus ini pasien mendapatkan obat-obatan: infuse ringer lactat 8 tetes
permenit, injeksi ranitidine 10 mg per 12 jam, paracetamol syrup 4-6 jam 1 cth,
asam folat 1 mg per 24 jam, curcum syrup 1x1 cth, tranfusi PRC 300 cc dalam 2
siklus.
Terapi spesifik yang dapat diberikan menurut literatur sebagai berikut :

a. Kortosteroid (prednison, kortison, deksametason, dan sebagainya).


Setelah dicapai remisi dosis dikurangi sedikit demi sedikit dan akhirnya
dihentikan.
b. Sitostatika, selain sitistatika yang lama (6-merkaptispurin atau 6 mp,
metotreksat atau MTX) pada waktu ini dipakai pula yang baru dan lebih
paten seperti obat lainnya. Umumnya sitostatika diberikan dalam
kombinasi bersama-sama dengan prednison. Pada pemberian obat-obatan
ini sering terdapat akibat samping berupa alopsia (botak), stomatitis,
leucopenia, infeksi sekunder atau kadidiasis. Bila jumlah leukosit kurang
dari 2000 / mm3 pemberiannya harus hati-hati.
c. Imunoterapi, merupakan cara pengobatan yang terbaru. Setelah dicapai
remisi dan jumlah sel leukimia cukup rendah (105-106), imunoterapi mulai
diberikan (mengani cara pengobatan yang terbaru masih dalam
perkembangan).

Cara pengobatan berbeda-beda pada setiap klinik bergantung dari


pengalaman, tetapi prinsipnya sama, yaitu dengan pola dasar:
a. Induksi, dimaksudkan untuk mencapai remisi dengan berbagai obat
tersebut sampai sel blas dalam sumsum kurang dari 5%. Dimulai 4-6
minggu setelah diagnosa ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi

16
kortikosteroid (prednison), vineristin, dan L-asparaginase. Fase induksi
dinyatakan berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan
di dalam sumsum tulang ditemukan jumlah sel muda kuurang dari 5%.
b. Konsilidasi, bertujuan agar sel yang tersisa tidak cepat memperbanyak diri
lagi. Pada fase ini, kombinasi pengobatan dilakukan untuk
mempertahankan remisis dan mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang
beredar dalam tubuh. Secara berkala, dilakukan pemeriksaan darah
lengkap untuk menilai respon sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika
terjadi supresi sumsum tulang, maka pengobatan dihentikan sementara
atau dosis obat dikurangi.
c. Rumat, untuk mempertahankan masa remisi agar lebih lama, biasanya
dengan memberikan sitostatika setengah dosis biasa.
d. Reinduksi, dimaksudkan untuk mencegah relaps, biasanya dilakukan
setiap 3-6 bulan dengan pemberian obat-obat seperti pad induksi selama
10-14 hari.
e. Mencegah terjadinya leukimia pada susunan saraf pusat diberikan MTX
secara intratekal dan radiasi kranial.
f. Pengobatan imunologik. Bertujuan untuk menghilangkan sel leukemia
yang ada di dalam tubuh agar pasien dapat sembuh sempurna. Pengobatan
seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.
 Induksi
Sistemik :
a) VCR (vinkristin): 2 mg/m2/minggu, intravena diberikan 6 kali.
b) ADR (adriamisin): 40mg/m2/2 minggu intravena diberikan 3
kali dimulai pada hari ketiga pengobatan
c) Prednisone 50mg/m2/hari peroral diberikan selama 5 minggu
kemudian tapering off selama 1 minggu.

SSP: Profilaksis: MTX (metotreksat) 10mg/m2/minggu intratrakeal,


diberikan 5 kali dimulai bersamaan dengan atau setelah VCR pertama.

17
Radiasi cranial: dosis total 2.400 rad dimulai setelah konsolidasi
terakhir (siklofosfamid)

 Konsolidasi
a. MTX: 15 mg/m2/hari intravena diberikan 3 kali dimulai satu
minggu setelah VCR keenam, kemudian dilanjutkan dengan :
b. 6-MP (6-merkaptopurin): 500 mg/m2/hari peroral diberikan 3 kali
c. CPA (siklofosfamid) 800mg/m2/kali diberikan pada akhir minggu
kedua dari konsolidasi
 Rumat
Dimulai satu minggu setelah konsolidasi terakhir (CPA) dengan :
a. 6-MP: 65 mg/m2/hari peroral
b. MTX: 20 mg/m2/minggu peroral dibagi dalam 2 dosis (misalnya
Senin dan Kamis)
 Reinduksi
Diberikan tiap 3 bulan sejak VCR terakhir. Selama reinduksi obat -
obat rumat dihentikan.

Sistemik :
a. VCR: dosis sama dengan dosis induksi, diberikan 2 kali
b. Prednison dosis sama dengan dosis induksi diberikan 1 minggu
penuh dan 1 minggu kemudian tapering off
SSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis, diberikan 2
kaliSSP: MTX intratrakeal, dosis sama dengan profilaksis,
diberikan 2 kali
 Imunoterapi
BCG diberikan 2 minggu setelah VCR kedua pada reinduksi pertama.
Dosis 0,6 ml intrakutan, diberikan pada 3 tempat masing – masing 0,2
ml. Suntikan BCG diberikan 3 kali dengan interval 4 minggu. Selama
pengobatan ini, obat – obat rumat diteruskan.
 Pengobatan seluruhnya dihentikan setelah 3 tahun remisi terus menerus.

18
Pungsi sumsum tulang ulangan rutin dilakukan setelah induksi pengobatan
(setelah 6 minggu).2,7

Prognosis untuk kaus leukemia Sampai saat ini masih merupakan penyakit
yang fatal, tetapi dalam kepustakaan dilaporkan pula beberapa kasus yang
dianggap sembuh karena dapat hidup lebih dari 10 tahun tanpa pengobatan.
Biasanya bila serangan pertama dapat diatasi dengan pengobatan induksi,
penderita akan berada dalam keadaan remisi ini secara klinis penderita tidak sakit,
sama seperti anak biasa. Tetapi selanjutnya dapat timbul serangan yang kedua
(kambuh), yang disusul lagi oleh masa remisi yang biasanya lebih pendek dari
masa remisi pertama. Demikian seterusnya masa remisi akan lebih pendek lagi
sampai akhirnya penyakit ini resistensi terhadap pengobatan dan penderita akan
meninggal. Kematian biasanya disebabkan perdarahan akibat trombositopenia,
leukemia serebral atau infeksi (sepsis, infeksi jamur).

Sebelum ada prednisone, penderita leukemia hanya dapat hidup beberapa


minggu sampai 2 bulan. Dengan pengbatan prednisone jangka waktu hidup
penderita diperpanjang sampai beberapa bulan. Dengan ditambahkannya obat
sitostatika (MTX, 6-MP) hidup penderita dapat diperpanjang 1-2 tahun lagi dan
dengan digunakannya sitostatika yang lebih poten lagi disertai cara pengobatan
yang mutakhir, usia penderita dapat diperpanjang 3-4 tahun lagi, bahkan ada yang
lebih dari 10 tahun.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Hassan, et al. Leukemia. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Bagian ke-1. Cetakan
ke-11. Jakarta: Percetakan Infomedika; 2007.
2. Kurniawan, I. Karakteristik Penderita Leukimia Rawat Inap Di RSUP
H.Adam Malik Medan Tahun 2004-2007. Universitas Sumatera Utara
(0nline); 2008,
http://library.usu.ac.id/index.php/component/journals/index.php?
option=com_journal_review&id=12880&task=view, diakses tanggal 22 juni
2020)
3. Ikatan Dokter Anak di Indonesia. 2004. Leukemia Limfoblastik Akut. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI.
4. Smith M.A., e al. LEUKEMIA. National Cancer Institute. SEER Pediatric
Monograph.
5. Carroll, W.L., et al. Pediatric Acute Limphoblastic Leukemia. American
Society Of Hematology. Hematology, 2003.
6. Pui, Ching-Hon, Relling, M.V., Downing, J.R. Mechanisms Of Disease Acute
Lymphoblastic Leukemia. New England Journal of Medicine, Vol 350, p
1535-1348, 2004.
7. Howard, S.C, Perdosa, M. Lins, M. Establishment of a Pediatric Oncology
Program and Outcomes of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia in a
Resource-Poor Area. JAMA, Vol 291(20), p 2471-2475, 2004.
8. Friedmann, A.L., Weinstein, H.J. The Role Of Prognostic Features In The
Treatment Of Childhood Acute Lymphoblastic Leukemia. The Oncologist,
Vol. 5, p 231-238, 2000.

20
9. Saiter, K. Acute Lymphoblastic Leukemia. Emedicine (0nline); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/990113-media, diakses tanggal 23 Juni
2020).
10. Albano, E.A., et al. 2002. Acute Limphoblastic Leukemia in Current
Pediatric Diagnosis and Treatment, 16th Edition. Europe: McGraw-Hill
Education.
11. Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Hematologi. Hassan, R, Alatas,
H. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: Percetakan Infomedika
Jakarta; 2007. P.469-79.
12. Satake, N. Acute Lymphoblastic Leukemia. Emedicine (online); 2009,
http://emedicine.medscape.com/article/990113, diakses tanggal 24 Juni 2020)
13. Rudolph, M. Abraham. Leukemia Limfoblastik Akut. Buku Ajar Pediatrik
Rudolph. Edisi 20. Jakarta: EGC; 2006.

21

Anda mungkin juga menyukai