Anda di halaman 1dari 47

PENUNTUN CSL

BASIC CARDIAC LIFE SUPPORT AND ELECTROCARDIOGRAPHY (ECG)

1
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
Tim Penyusun
dr. Putu Adi Suputra, S.Ked,M.Kes
dr. I Ketut Susila, Sp.JP, FIHA
dr. Putu Kiki Wulandari, Sp.JP

2
VISI
“Menjadi program studi kedokteran yang menghasilkan lulusan dokter unggul dalam
bidang kedokteran pariwisata berlandaskan Falsafah Tri Hita Karana di Asia Tahun
2045”

MISI
1. Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang bermartabat untuk
menghasilkan SDM yang kompetitif dan berkarakter berlandaskan falsafah Tri
Hita Karana dan memiliki kompetensi khusus kedokteran pariwisata.
2. Menyelenggarakan penelitian yang inovatif dan kompetitif untuk
pengembangan dan penerapan iptek kedokteran berlandaskan falsafah Tri
Hita Karana dan memiliki kompetensi khusus kedokteran pariwisata.
3. Menyelenggarakan pengabdian kepada masyarakat yang inovatif dan
kompetitif berlandaskan falsafah Tri Hita Karana dan memiliki kompetensi
khusus kedokteran pariwisata.
4. Menyelenggarakan tata kelola program studi berbasis Standar nasional
pendidikan kedokteran untuk menjadi program studi pendidikan dokter yang
unggul berlandaskan falsafah Tri Hita Karana
5. Menjalin kerjasama dngan stakeholders di dalam maupun luar negeri untuk
meningkatkana mutu program studi pendidikan dokter.

1
KATA PENGANTAR

Kami mengucapkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena dengan
bimbingan-Nya pada akhirnya tim penyusun modul CSL Basic Cardiac Life Support and
Electrocardiography (ECG) dapat menyelesaikan penyusunan Buku Skills Basic Cardiac Life
Support and Electrocardiography (ECG) bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Pendidikan Ganesha Semester 5 ini. Buku Pedoman Keterampilan Klinis ini disusun sebagai
salah satu penunjang pelaksanaan Problem Based Learning di FK Undiksha
Perubahan paradigma pendidikan kedokteran serta berkembangnya teknologi
kedokteran dan meningkatnya kebutuhan masyarakat menyebabkan perlunya dilakukan
perubahan dalam kurikulum pendidikan dokter khususnya kedokteran dasar di Indonesia.
Seorang dokter umum dituntut untuk tidak hanya menguasai teori kedokteran, tetapi juga
dituntut terampil dalam mempraktekkan teori yang diterimanya termasuk dalam melakukan
tindakan yang benar pada pasiennya.
Keterampilan Basic Cardiac Life Support and Electrocardiography (ECG) ini dipelajari
di semester 5 Fakultas Kedokteran Undiksha. Dengan disusunnya buku ini penulis berharap
mahasiswa kedokteran lebih mudah dalam memberikan penatalaksanaan kegawatdaruratan
pada kondisi kegawatdaruratan jantung
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
penyusunan buku ini. Penulis menyadari bahwa buku ini masih banyak kekurangannya,
sehingga penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan
dalam penyusunan buku ini.

Terima kasih dan selamat belajar.


Tim Penyusun

2
ABSTRAK

Interpretasi pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) merupakan salah satu kompetensi


yang harus dikuasai seorang dokter berdasar Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI)
2012. Pemeriksaan EKG merupakan salah satu pemeriksaan penunjang untuk menegakkan
diagnosis penyakit jantung. EKG juga memiliki keterbatasan antara lain adanya variasi
normal pada beberapa populasi yang terkadang menimbulkan misdiagnosis, sehingga
dalam melakukan interpretasi EKG perlu juga diketahui data fisik dan data klinis pasien.
Pada pembelajaran ini, mahasiswa akan mempelajari bagaimana melakukan
interpretasi hasil pemeriksaan EKG. Teknis pembelajaran dilangsungkan dengan metode
belajar terbimbing dengan didampingi instruktur dan mandiri dengan belajar sendiri, serta
responsi untuk mengevaluasi hasil belajar. Penilaian akhir dilakukan pada akhir semester
melalui Objective Structure Clinical Examination (OSCE).

3
DAFTAR ISI

Visi Misi………………………………………………………………………… i
Kata Pengantar………………………………………………………………… ii
Abstrak…………………………………………………………….…………… iii
Daftar Isi……………………………………………………………………….. iv
Pendahuluan…………………………………………………………………….. 1
Interpretasi Hasil Ekokardiografi (EKG)……………………………………… 2
Checklist Penilaian…………………………………………………………….. 21
Daftar Pustaka………………………………………………………………… 22

PENDAHULUAN

4
Elektrokardiografi (EKG) adalah pemantulan aktivitas listrik dari serat-serat otot
jantung secara goresan. Dalam perjalanan abad ini, perekaman EKG sebagai cara
pemeriksaan tidak invasif, sudah tidak dapat lagi dihilangkan dari klinik. Sejak di
introduksinya galvanometer berkawat yang diciptakan oleh EINTHOVEN dalam tahun 1903,
galvanometer berkawat ini merupakan suatu pemecahan rekor perangkat sangat peka dapat
merekam setiap perbedaan tegangan yang kecil sebesar millivolt. Saat ini EKG sebagai
perangkat elektronis sederhana sudah digunakan secara luas pada praktek-praktek dokter
keluarga, rumah sakit, laboratorium klinik swasta sebagai salah satu pemeriksaan
penunjang untuk membantu mendiagnosis penyakit jantung.Bekal pengetahuan yang harus
dimiliki mahasiswa sebelum mempelajari keterampilan Pemeriksaan Elektrokardiografi
(EKG) adalah:
1. Anatomi dinding dada dan jantung (ruang jantung, katub jantung, dan pembuluh darah
besar).
2. Fisiologi jantung (siklus jantung, sistem konduksi jantung, dan listrik jantung).

TUJUAN PEMBELAJARAN
Setelah mempelajari pemeriksaan elektrokardiografi ini mahasiswa diharapkan
mampu:
1. Menjelaskan anatomi dan fisiologi kelistrikan jantung.
2. Melakukan pemasangan elektrokardiografi.
3. Menjelaskan morfologi elektrokardiografi.
4. Melakukan interpretasi elektrokardiografi normal.
5. Melakukan interpretasi elektrokardiografi patologis.

Tingkat Kompetensi Ketrampilan Klinik menurut SKDI 2012

5
INTERPRETASI HASIL ELEKTROKARDIOGRAFI (EKG)

A. MORFOLOGI GELOMBANG EKG

milivolt

Time (second/ detik)

Gambar 1.Morfologi gelombang EKG (atas) dan kertas EKG dengan kalibrasi standar (bawah)

6
Ukuran kotak kecil: 1mm dan ukuran kotak besar: 5 mm. Kecepatan kertas
pencatatan 25 mm/detik, berarti satu kotak kecil adalah 0,04 detik. Amplitudo standar
1 milivolt (mV).

KETERANGAN :
- Gelombang P: aktivasi atrium (depolarisasi atrium)
 Panjang/durasi< 0,12 detik
 Tinggi/amplitudo< 0,3 mV atau < 3 mm
 Selalu positif dilead II dan negatif di lead aVR
- Interval PR: durasi konduksi AV
 Dari awal gelombang P hingga awal kompleks QRS
 Durasi normal 0,12–0,20 detik
- Kompleks QRS: aktivasi ventrikel kanan dan kiri (depolarisasi ventrikel)
 Morfologi bervariasi di antara tiap lead (gambar ada di sub bab interpretasi
EKG)
 Gelombang Q  defleksi negatif pertama
 Gelombang R defleksi positif pertama
 Gelombang S defleksi negatif setelah gelombang R
- Durasi kompleks QRS: durasi depolarisasi otot ventrikel
 Lebar 0,06–0,12 detik
- Interval PP: durasi siklus atrium
- Interval RR: durasi siklus ventrikel
- Interval QT:durasi depolarisasi dan repolarisasi ventrikel
- Segmen ST
 Dari akhir gelombang S hingga awal gelombang T
 Normal: isoelektrik
- Gelombang T
 Positif dil ead I, II, V3–V6 dan negatif di aVR

B. INTERPRETASI EKG
1). Irama :
Dalam keadaan normal impuls untuk kontraksi jantung berasal dari nodus SA
dengan melewati serabut-serabut otot atrium impuls diteruskan ke nodus AV, dan
seterusnya melalui berkas His cabang His kiri dan kananjaringan Purkinye
akhirnya ke serabut otot ventrikel. Disini nodus SA menjadi pacemaker utama dan

7
pacemaker lain yang terletak lebih rendah tidak berfungsi. Apabila nodus SA
terganggu maka fungsi sebagai pacemaker digantikan oleh pacemaker yang lain.
Irama jantung normal dinamakan irama sinus yaitu iramanya teratur, dan tiap
gelombang P diikuti oleh kompleks QRS. Irama sinus merupakan irama yang
normal dari jantung berasal dari nodus SA sebagai pacemaker. Jika irama jantung
ditimbulkan oleh impuls yang berasal dari pacemaker yang terletak di luar nodus SA
disebut irama ektopik.
Adanya perubahan-perubahan yang ringan dari panjang siklus masih
dianggap irama sinus yang normal. Akan tetapi apabila variasi antara siklus yang
paling panjang dan paling pendek melebihi 0,12 detik maka perubahan irama ini
dinamakan sinus aritmia.

a. Irama Sinus Ritmis


- Irama reguler dengan frekuensi 60-100 kali per menit dan R ke R reguler
- Morfologi gelombang P normal, tiap gelombang P diikuti satu kompleks QRS
- Gelombang P defleksi positif di sadapan II
- Gelombang P dan kompleks QRS defleksi negatif di lead aVR

Gambar 2. Contoh hasil pemeriksaan EKG irama sinus ritmis

b. Sinus Aritmia
- Memenuhi kriteria irama sinus, tetapi sedikit ireguler
- Merupakan gambaran fisiologis normal, yang sering didapatkan pada individu
sehat usia muda
- Fenomena ini terjadi karena pengaruh respirasi

Gambar 3. Contoh hasil pemeriksaan EKG siinus aritmia

c. Atrial Fibrillation (AF)

8
- Ciri khas AF adalah tidak adanya gelombang P dan iramanya irregularly
irregular (betul-betul ireguler).
- Morfologi gelombang P berupa gelombang fibrilasi

Gambar 4. Contoh hasil pemeriksaan EKG : atrial fibrilation

d. Ventricular Tachycardia (VT)


- Terdapat >3 irama ventrikuler dengan frekuensi 100-250 kali per menit
(kebanyakan di atas 120 kali per menit)
- Kompleks QRS lebar (durasi QRS >0,12 detik)
- Kadang gelombang P nampak (tanda panah), tetapi tidak ada asosiasi
dengan kompleks QRS ( AV disosiasi )

Gambar 5. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Ventricular Tachycardia

e. Ventricular Fibrillation (VF)


- Gelombang nampak ireguler dengan berbagai morfologi dan amplitudo
- Gelombang P, kompleks QRS, atau gelombang T tidak terlihat

Gambar 6. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Ventricular Fibrillation

f. Supraventricular Tachycardia (SVT)


- Takikardi reguler (frekuensi 140-280 kali per menit)
- Kompleks QRS sempit (durasi kompleks QRS <0,12 detik)
- Gelombang P tidak jelas terlihat

9
Gambar 7. Contoh hasil pemeriksaan EKG : Supraventricular Tachycardia

2) Frekuensi :
Frekuensi jantung pada orang dewasa normal antara 60 sampai 100 kali/menit. Sinus
takikardia ialah irama sinus dengan frekuensi jantung pada orang dewasa lebih dari 100
kali/menit, pada anak-anak lebih dari 120 kali/menit dan pada bayi lebih dari 150
kali/menit. Sinus bradikardia ialah irama sinus dengan frekuensi jantung kurang dari 60
kali/menit.
a. Cara menghitung frekuensi jantung bila teratur/reguler Bisa dilakukan
dengan 2 cara, yaitu:
i. 1500 dibagi dengan jumlah kotak kecil antara R-R interval atau P-P interval.
ii. 300 dibagi jumlah kotak sedang antara R-R interval atau P-P interval.

Gambar 8. Menghitung frekuensi jantung bila teratur

b. Cara menghitung frekuensi jantung bila tidak teratur/irreguler


Menghitung frekuensi jantung jika irama jantung tidak teratur yaitu dengan cara
mengitung jumlah kompleks QRS dalam 6 detik lalu dikalikan dengan 10.
Contoh: dalam 6 detik (30 kotak kecil, pada gambar di bawah adalah antara 2
panah) didapatkan 13kompleks QRS lalu dikalikan 10 sehingga frekuensi jantung
adalah 130 kali/menit)

10
Gambar 9. Menghitung frekuensi jantung bila tidak teratur (ireguler)

3) Aksis :
Yang dimaksud dengan posisi jantung dalam elektrokardiografi adalah posisi listrik
dari jantung pada waktu berkontraksi dan bukan dalam arti posisi anatomis. Axis pada
manual ini yang akan dibahas adalah aksis frontal plane dan horizontal plane.

a. Frontal plane
Pada pencatatan EKG kita akan mengetahui posisi jantung terhadap rongga dada.
Untuk menghitung aksis jantung bisa menggunakan resultan vektor kompleks QRS di lead
I dan lead aVF karena kedua lead tersebut memiliki posisi yang saling tegak
lurus.

A. B.

Gambar 10. A. Posisi lead ekstremitas terhadap frontal plane. B. Pembagian kuadran
berdasar posisilead ekstremitas pada front plane. Keterangan : LAD : Left
Axis Deviation ; RAD : Right Axis Deviation ; EAD : Extreme Axis Deviation

Pada gambar berikut ini (Gambar 11) dapat dilihat cara perhitungan aksis jantung
frontal plane serta contoh aksis normal, right axis deviation (RAD), dan left axis
deviation (LAD).

11
Gambar 11.Contoh perhitungan aksis jantung. A. Aksis normal (+)72⁰ yang diperoleh
dari resultan vektor kompleks QRS di lead I (+)4,5 dan di lead aVF (+)6. B. Right axis
deviation (RAD) (+)140⁰ yang diperoleh dari resultan vektor kompleks QRS di lead I
()9,5 dan di lead aVF (+)7. C. Left axis deviation (LAD) (-) 60⁰ yang diperoleh dari
resultan vektor kompleks QRS di lead I (+)5 dan di lead aVF (-)7.

b. Horizontal Plane
Pada beberapa kondisi dapat terjadi perputaran jantung pada aksis longitudinal, yaitu:
a) Jantung berputar ke kiri atau searah jarum jam ( clock wise rotation=CWR) Arah
perputaran ini dilihat dari bawah diafragma ke arah kranial. Pada keadaan ini
ventrikel kanan terletak lebih ke depan, sedang ventrikel kiri lebih ke belakang. Ini
dapat dilihat pada lead prekordial dengan memperhatikan transitional
zone,dimana pada keadaan normal terletak pada V3 dan V4(transitional zone =
R/S = 1/1). Pada clock wise rotation tampak transitional zone lebih ke kiri, yaitu
pada V5 dan V6.
b) Jantung berputar ke kanan atau berlawanan dengan arah jarum jam ( counter
clock wise rotation=CCWR)
Pada keadaan ini ventrikel kiri terletak lebih ke depan, sedang ventrikel kanan
lebih ke belakang. Pada counter clock wise rotation tampak transitional zone
pindahkekanan, yaitu V1atau V2.

12
Gambar 12.Lead prekordial V1 hingga V6 pada potongan melintang jantung yang dilihat dari
kaudal. Kompleks QRS equiphasic di lead V3 (dilingkari). Lead V3 dan V4 menggambarkan
transitional zone antara gelombang S yang dalam di lead V1 dan V2 dengan gelombang R yang
tinggi di lead V5 dan V6. LV, left ventricle/ ventrikel kiri; RV, right ventricle/ ventrikel kanan. A.
Clockwise rotation. B. Normal. C. Counterclockwise rotation.

4) Gelombang P :
a. Durasi dan amplitudo gelombang P normal
Gelombang P ialah suatu defleksi yang disebabkan oleh proses depolarisasi
atrium.Terjadinya gelombang P adalah akibat depolarisasi atrium menyebar secara
radial dari nodus SA ke nodus AV (atrium conduction time). Gelombang P yang
normal memenuhi kriteria sbb:
a. Panjang atau durasi gelombang tidak lebih dari 0,12 detik
b. tinggi atau amplitudo tidak lebih dari 3mm atau 0,3 mV
c. biasanya defleksi ke atas (positif) pada lead-lead I, II, aVL dan V3-V6
d. biasanya defleksi ke bawah (negatif) pada aV R, sering pula pada V1 dan
kadang-kadang V2

b. Gelombang P mitral dan P pulmonal

13
Gambar 13.Gelombang P normal (kiri), P mitral (tengah) dan P Pulmonal (kanan).

P mitral adalah gelombang P yang melebar (>0,12 detik) dengan notch


yang menandakan pembesaran atrium kiri. Pada kondisi ini juga bisa ditemukan P
bifasik di lead V1. P pulmonal adalah gelombang P yang tinggi dengan amplitudo
>3 kotak kecil yang menandakan pembesaran atrium kanan.
Bila ditemukan gelombang P yang inversi (defleksi negatif pada lead yang
seharusnya defleksi positif) menandakan depolarisasi atrium dengan arah yang
abnormal atau pacemaker bukan nodus SA, melainkan pada bagian lain atrium
atau dextrocardia.

5) Interval PR:
Interval P-R atau lebih teliti disebut P-Q interval, diukur dari permulaan timbulnya
gelombang P sampai permulaan kompleksQRS. Ini menunjukkan lamanya konduksi atrio
ventrikuler dimana termasuk pula waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan
bagian awal dan repolarisasi atrium. Repolarisasi atrium bagian akhir terjadi bersamaan
waktunya dengan depolarisasi ventrikuler. Nilai interval P-R normal ialah: 0,12-0,20 detik.
a. Blok AV derajat 1
- Interval PR memanjang (>0,20 detik)
- Semua gelombang P diikuti kompleks QRS

Gambar 14. Blok AV derajat 1

b. Blok AV derajat 2 tipe 1


- Pemanjangan progresif interval PR

14
- Pemendekan interval PR pada beat setelah gelombang P yang tidak
dikonduksikan dibandingkan dengan interval PR sebelum gelombang P yang
tidak dikonduksikan.

Gambar 15. Blok AV derajat 2 tipe 1

c. Blok AV derajat 2 tipe 2


Blok AV derajat 2 tipe 2 merupakan bentuk blok AV derajat II yang lebih berat.
Karakteristiknya adalah kemunculan mendadak satu gelombang P sinus yang
tidak dikonduksikan tanpa dua karakteristik yang didapatkan pada blok AV tipe II
Mobitz tipe I.

Gambar 16. Blok AV derajat 2 tipe 2

d. Blok AV derajat 3 (Blok AV total)


- Tampak gelombang P (positif di sadapan II), dengan frekuensi irama sinus
yang relatif reguler, yang lebih cepat daripada irama ventrikel
- Kompleks QRS ada, dengan frekuensi ventrikuler yang lambat (biasanya
konstan)
- Gelombang P tidak mempunyai hubungan dengan kompleks QRS, sehingga
interval PR bervariasi.

Gambar 17. Blok AV derajat 3

15
6) Segmen PR:

Segmen P-R adalah jarak antara akhir gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Dalam keadaan normal segmen PR berada dalam garis isoelektrik atau sedikit depresi
denganpanjang tidak lebih dari 0,8 mm.Segmen P-R ini menggambarkan delay of exitation
pada nodus AV (atau kelambatan transmisi impuls pada nodus AV).

7) Kompleks QRS:
Yang perlu diperhatikan pada kompleks QRS adalah:
a. Durasi kompleks QRS:
Menunjukkan waktu depolarisasi ventrikel (total ventricular depolarization time) ,
diukur dari permulaan gelombang Q (atau permulaan R bila Q tak tampak), sampai
akhir gelombang S. Nilai normal durasi kompleks QRS adalah 0,08-0,10 detik. V.A.T
atau disebut juga intrinsic deflection ialah waktu yang diperlukan bagi impuls
melintasi miokardium atau dari endokardium sampai epikardium, diukur dari awal
gelombang Q sampai puncak gelombang R. V.A.T tidak boleh lebih dari 0,03 detik
pada V1dan V2, dan tidak boleh lebih dari 0,05 pada V5 dan V6.

b. Gelombang Q patologis
Gelombang Q patologis merupakan tanda suatu infark miokard lama. Karakteristik
gelombang Q patologis yaitu lebarnya melebihi 0,04 detik dan dalamnya melebihi
sepertiga dari tinggi gelombang R pada kompleks QRS yang sama. Karena
gelombang Q patologis menunjukkan letak infark miokard, maka untuk mendiagnosis
infark miokard lama harus melihat gelombang Q patologis sekurang-kurangnya pada
dua lead yang berhubungan. Contoh: diagnosis infark miokard lama inferior dapat
ditegakkan apabila ditemukan gelombang Q patologis pada lead II, III, dan aVF
(gambar 18).

16
Gambar 18.Infark miokard lama (Old Myocardial Infarction_OMI) dengan gambaran
gelombang Q patologis pada lead II, III, dan aVF.

c. Morfologi kompleks QRS


Morfologi kompleks QRS menunjukkan gambaran yang berbeda tergantung
lead/sadapan.Berikut ini variasi morfologi kompleks QRS normal di berbagai lead.

Kelainan morfologi kompleks QRS yang paling sering adalah blok berkas his. Blok
berkas his dibedakan menjadi 2 macam, yaitu right bundle brach block (RBBB) dan
left bundle brach block (LBBB). Pada RBBB ditemukan gambaran rSR di lead V1-
V2,
sedangkan pada LBBB ditemukan gambaran RSr di lead V5-V6.

17
Gambar 19.Kelainan kompleks QRS berupa right bundle brach block (atas) dan left bundle
brach block (bawah).

d. Hipertrofi Ventrikel
i. Hipertrofi Ventrikel Kanan
Tanda hipertrofi ventrikel kanan adalah sebagai berikut.
- Deviasi aksis ke kanan
- Gelombang R lebih tinggi daripada gelombang S di V 1, sedangkan di V6,
gelombang S lebih dalam daripada gelombang R.

ii. Hipertrofi ventrikel kiri

Gambar 20. Gambaran EKG pada hipertrofi ventrikel

8) Segmen S-T :

Segmen S-T disebut juga segmen Rs-T, ialah pengukuran waktu dari akhir kompleks
QRS sampai awal gelombang T. Ini menunjukkan waktu dimana kedua ventrikel dalam
keadaan aktif (excited state) sebelum dimulai repolarisasi. Titik yang menunjukkan
dimana kompleks QRS berakhir dan segmen S-T dimulai, biasa disebut J point.
Segmen S-T yang tidak isoelektrik (tidak sejajar dengan segmen P-R atau garis dasar),
naik atau turun sampai 2mm pada lead prekordial (dr.R. Mohammad Saleh menyebutkan
1mm di atas atau di bawah garis) dianggap tidak normal. Bila segmen ST naik disebut S-

18
T elevasi dan bila turun disebut S-T depresi, keduanya merupakan tanda penyakit jantung
koroner. Panjang segmen S-T normal antara 0,05-0,15 detik (interval ST).

a. Segmen ST Isoelektrik

Gambar 21.Penilaian segmen ST (atas) dan penentuan isoelektrik atau garis dasar.

b. ST elevasi

19
Gambar 22.Cara menilai ST elevasi (kiri) dan tipe-tipe ST elevasi (kanan).

b. ST depresi

Gambar 23.Tipe-tipe ST depresi: downsloping (kiri), upsloping (tengah) dan horizontal (kanan).

9) Gelombang T :

Gelombang T ialah suatu defleksi yang dihasilkan oleh proses repolarisasi


ventrikel jantung. Panjang gelombang T biasanya 0,10-0,25 detik.
Pada EKG yang normal maka gelombang T adalah sbb :
- positif (upward) di lead I dan II; dan mendatar, bifasik atau negatif di lead III -
negatif (inversi) di aVR; dan positif, negatif atau bifasik pada aVL atau aVF. -
negatif (inversi) di V1;dan positif di V2 sampai V6

Gambar 24.Tipe-tipe gelombang T: A. normal. B. Peaked T Wave. C. inversi gelombang T karena


iskemia transmural. D. Inversi simetris gelombang T, tetapi tidak sedalam gambaran iskemia
transmural. E. Inversi dangkal gelombang T. F. gelombang T bifasik. G. gelombang T flat atau
isoelektrik. Walaupun konfigurasi gelombang T pada gambar B, C, dan D merupakan kecurigaan
iskemia, abnormalitas gelombang T tersebut mungkin disebabkan oleh penyebab lainnya.

20
10) Interval Q-T
Interval Q-T diukur mulai dari permulaan gelombang Q sampai pada akhir gelombang
T, menggambarkan lamanya proses listrik saat sistolik ventrikel (duration of
electrical systole) atau depolarisasi ventrikel dan repolarisasinya. Interval Q-T ini
berubahubah tergantung frekuensi jantung, jadi harus dikoreksi sesuai frekuensi jantungnya
(Q-Tc). Untuk koreksi ini menggunakan normogram yang memberikan Q-Tc untuk frekuensi
jantung 60x/menit. Q-Tc normal pada laki-laki tidak boleh lebih dari 0,42 detik dan pada
wanita tidak boleh lebih dari 0,45 detik (dr.R. Mohammad Saleh mengatakan 0,35-
0,44detik).

11) Gelombang U :
Gelombang U biasanya mengikuti gelombang T, mungkindihasilkan oleh proses
repolarisasi lambat ventrikel. Gelombang U adalah defleksi yang positif dan kecil setelah
gelombang T sebelum gelombang P, juga dinamakan after potensial. Gelombang U yang
negatif (inversi) selalu abnormal.

12) Lain-lain :
a. VES=Ventricular Extra Systole (PVC=Premature Ventricular Contraction)

Gambar 25. Ventricular Extra Systole (VES)

b. SVES = Supraventricular Extra Systole /(PAC=Premature Atrial


Contraction)

21
Gambar 26. Supraventricular Extra Systole (SVES)

PRINSIP MEMBACA EKG

Untuk memudahkan membaca EKG, sebaiknya setiap EKG dibaca mengikuti urutan petunjuk
di bawah ini.

1. IRAMA

Pertama-tama tentukan irama sinus atau bukan. Apabila setiap kompleks QRS didahului oleh
sebuah gelombang P berarti irama sinus, kalau tidak, maka berarti bukan irama sinus.Bukan irama
sinus dapat berupa suatu aritmia yang mungkin fibrilasi, blok AV derajat dua atau tiga, irama
jungsional, takikardia ventrikular, dan lain lain.

2. LAJU QRS (QRS RATE)

Pada irama sinus, laju QRS normal berkisar antara 60 - 100 kali/min, kurang dari 60 kali
disebut bradikardia sinus, lebih dari 100 kali disebut takikardia sinus.Laju QRS lebih dari 150
kali/min biasanya disebabkan oleh takikardia supraventrikular (kompleks QRS sempit), atau
takikardia ventrikular (kompleks QRS lebar).

Pada blok AV derajat tiga, selain laju QRS selalu harus dicantumkan juga laju gelombang P (atrial
rate).EKG normal selalu regular. Irama yang tidak regular ditemukan pada fibrilasi atrium, atau
pada keadaan mana banyak ditemukan ekstrasistol (atrium maupun ventrikel), juga pada sick sinus
syndrome.

3. AKSIS/ SUMBU.

Aksis normal selalu terdapat antara -30° sampai +110°. Lebih dari -30° disebut deviasi aksis kiri,
lebih dari +110° disebut deviasi aksis kanan, dan bila lebih dari +180° disebut aksis superior.

Kadang kadang aksis tidak dapat ditentukan, maka ditulis undeterminable, misalnya pada EKG
dimana defleksi positif dan negatif pada kompleks QRS di semua sandapan sama besarnya.

4.Gelombang P

Perhatikan apakah kontur gelombang P normal atau tidak. Apakah ada P- pulmonal atau

P-mitral.

5. INTERVAL -PR

Interval PR normal adalah kurang dari 0,2 detik. Lebih dari 0.2 detik disebut blok AV derajat
satu. Kurang dari 0,1 detik disertai adanya gelombang delta menunjukkan Wolff-Parkinson- White
syndrome.

22
6. Kompleks QRS

Adanya gelombang Q patologis menandakan old myocardial infarction (tentukan bagian jantung
mana yang mengalami infark melalui petunjuk sandapan yang terlibat).Bagaimana amplitudo
gelombang R dan S di sandapan prekordial. Gelombang R yang tinggi di sandapan V1 dan V2
menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan (atau infark dinding posterior). Gelombang R yang tinggi di
sandapan V5 dan V6 dengan gelombang S yang dalam di sandapan V1 dan V2 menunjukkan
hipertofi ventrikel kiri. Interval QRS yang lebih dari 0,1 detik harus dicari apakah ada right bundle
branch block, left bundle branch block atau ekstrasistol ventrikel.

7. Segmen ST

Elevasi segmen ST menandakan infark miokard akut (tentukan bagian mana dari jantung yang
mengalami infark). Depresi segmen ST menandakan iskemia.

8.Gelombang T

Gelombang T yang datar (flat 7) menandakan iskemia. Gelombang T terbalik (T-inverted)


menandakan iskemia atau mungkin suatu aneurisma. Gelombang T yang runcing menandakan
hiperkalemia.

9.Gelombang U

Gelombang U yang sangat tinggi (> gel. T) menunjukkan hipokalemi . Gelombang U yang
terbalik menunjukkan iskemia miokard yang berat.

10. Interval Q-T


Interval Q-T ini berubah-ubah tergantung frekuensi jantung, jadi harus dikoreksi
sesuai frekuensi jantungnya (Q-Tc). Untuk koreksi ini menggunakan normogram yang
memberikan Q-Tc untuk frekuensi jantung 60x/menit. Q-Tc normal pada laki-laki tidak boleh
lebih dari 0,42 detik dan pada wanita tidak boleh lebih dari 0,45 detik. Pemanjangan QT
interpal sering berakitan dengan intoksikasi obat-obatan ( Amiodaron, Eritromisin, Cloroquin
dll )

KESIMPULAN

Pemeriksaan EKG memegang peranan yang sangat penting dalam membantu menegakkan
diagnosis penyakit jantung. EKG disamping mampu mendeteksi kelainan jantung secara pasti, juga
keadaan (kelainan) diluar jantung, mis. Adanya gangguan elektrolit terutama kalium dan kalsium.

Disamping kemampuannyadalam mendeteksi secara pasti dari kelainan jantung tetapi EKG harus
diakui mempunyai banyak kelemahan juga. EKG tidak dapat mendeteksi keparahan dari penyakit
jantung secara menyeluruh, misalnya tingkat kerusakan otot jantung dari serangan IMA. EKG juga
tidak dapat mendeteksi gangguan hemodinamik akibat suatu penyakit jantung.

Dalam menegakkan diagnosis penyakit jantung kita tidak dapat hanya menggantungkan
pemeriksaan EKG saja.

23
CONTOH HASIL PEMERIKSAAN:
Gambar 1.

Irama jantung Irama sinus ritmis


Frekuensi denyut jantung 69 x/mnt
Aksis jantung 60˚(aksis normal)
Transitional zone Lead V3 (normal)
Morfologi gelombang P durasi 0,04-0,06 detik
amplitudo 0,1-0,2 mV atau 1-2 mm
Interval P-R 0,14 detik
Morfologi kompleks QRS Normal
Segmen ST Isoelektrik (normal)
Gelombang T Normal
Gelombang U Tidak ada
Interval QT 0,38 detik
Kesimpulan interpretasi Irama sinus ritmis normal

Gambar 2.

24
Irama jantung Sinus aritmia
Frekuensi denyut jantung 48x/menit, bradikardi
Aksis jantung 60˚(aksis normal)
Transitional zone Lead V3
Morfologi gelombang P durasi 0,1 mV atau 1 mm
amplitudo 0,04-0,06 detik
Interval P-R 0,20 detik
Morfologi komplek QRS Normal
Segmen ST Isoelektrik (normal)
Gelombang T Upward (Normal)
Gelombang U Tidak ada
Interval QT 0,40 detik
Kesimpulan interpretasi Sinus Bradi Aritmia

C. DATA YANG HARUS DIPERHATIKAN KETIKA MELAKUKAN INTERPRETASI EKG


Untuk membaca/interpretasi sebuah EKG, kita harus memperhatikan data-data di
bawah ini:

25
a. Umur dan jenis kelamin penderita : karena bentuk EKG normal pada bayi dan
anak-anak sangat berbeda dengan EKG normal orang dewasa.
b. Tinggi, berat dan bentuk badan: orang yang gemuk mempunyai dinding dada
yang tebal, sehingga amplitudo semua komplek EKG lebih kecil, sebab voltase
berbanding berbalik dengan kuadrat jarak elektroda dengan sel otot jantung.
c. Tekanan darah dan keadaan umum penderita : Hal ini penting apakah
peningkatan voltase pada komplek ventrikel kiri ada hubungannya dengan
kemungkinan hipertofi dan dilatasi ventrikel kiri.
d. Penyakit paru pada penderita: posisi jantung dan voltase dari komplek-komplek
EKG dapat dipengaruhi oleh adanya empisema pulmonum yang berat, pleural
effusion dan lain-lain.
e. Penggunaan obat digitalis dan derivatnya: akan sangat mempengaruhi bentuk
EKG. Maka misalnya diperlukan hasil EKG yang bebas dari efek, digitalis, perlu
dihentikan sekurang-kurangnya 3 minggu dari obat digitalis tersebut.
f. Kalibrasi kertas EKG.
g. Deskripsikan morfologi gelombang EKG lalu disimpulkan.

26
CHECK LIST PENILAIAN INTERPRETASI EKG
Nama Mahasiswa : ………………………………… Nama Penguji : ……………………………. NIM :
…………………………………. Tandatangan : …………………………….

No Aspek Keterampilan yang Dinilai Bobot Skor

0 1 2
1. Irama jantung 2
2. Frekuensi denyut jantung 2
3. Aksis jantung 2
4. Transitional zone 2
5. Durasi gelombang P 1
6. Amplitudo glombang P 1
7. Interval P-R 1
8. Morfologi kompleks QRS 1
9. Durasi kompleks QRS 1
10. Gelombang Q 1
11. Segmen ST 1
12. Gelombang T 1
13. Gelombang U 1
14. Interval QT 1
15. Kesimpulan interpretasi 2

Keterangan :

1 tidak dilakukan sama sekali atau dilakukan tetapi salah


2 dilakukan tidak sempurna
3 dilakukan dengan sempurna,

NB : bila aspek tidak dilakukan mahasiswa karena tidak diperlukan dalam skenario yang
sedang dilaksanakan, item penilaian dikosongkan. Pembagi disesuaikan dengan item yang
dinilai (ITEM YANG DINILAI HANYA 5 ITEM DARI 14 ITEM)

Nilai Mahasiswa : Skor Total x 100% = ..........................


38

27
DAFTAR PUSTAKA

Baltazar, R.F. (2013). Basic and Bedside Electrocardiography. Baltimore,MD :


Lippincott Williams & Wilkins.

Guyton, A.C. dan Hall, J.E. (2008).Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Jakarta :
EGC.

Kabo, P dan Karim, S (2007). EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit Jantung
untuk Dokter Umum. Jakarta : FK UI.

Netter, F.H.(2014). Atlas of human anatomy. 6th ed: Elsevier.

Silverthorn, D.U. (2013). Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.

28
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

ABSTRAK

Modul keterampilan klinik merupakan pedoman pelatihan keterampilan klinik pada bantuan
hidup dasar. Tujuan pembelajaran topik bantuan hidup dasar mahasiswa diharapkan mampu
melakukan penilaian kesadaran menggunakan AVPU (Alert-Voice responsive- Pain responsive-
Unresponsive), melakukan Pijat Jantung Luar (external cardiac massage), melakukan Ventilasi
mulut, Pengelolaan jalan nafas tanpa alat dan menggunakan alat (orofaring tube,intubasi) pada
anak dan dewasa, serta menjelaskan cara pemberian oksigen. Pada pedoman ini, mahasiswa
dilatih penangan kasus-kasus gawat darurat yang memerlukan tindakan segera dengan prinsip
hidup dasar, seperti airway, breathing, and circulation. Proses evaluasi mahasiswa akan dilakukan
dengan metode OSCE yang ceklis penilaian juga dilatihkan pada proses pembelajaran.

TUJUAN PEMBELAJARAN

Setelah mempelajari keterampilan Triage dan Bantuan Hidup Dasar (BHD) ini, diharapkan
mahasiswa dapat melakukan :
1. Penilaian kesadaran menggunakan AVPU
2. Pijat Jantung Luar (external cardiac massage)
3. Ventilasi mulut – mulut/ mulut – hidung dan sungkup (mask ventilation)
4. Pengelolaan jalan nafas tanpa alat dan menggunakan alat (orofaring tube,intubasi )
pada anak dan dewasa.
5. Cara pemberian oksigen.

PENDAHULUAN

Penyakit henti jantung mendadak merupakan pembunuh terbesar nomor satu di dunia.
Penyakit jantung pada orang dewasa yang sering ditemui adalah penyakit jantung koroner dan
gagal jantung. Angka kematian dunia akibat penyakit jantung koroner berkisar 7,4 juta pada tahun
2012. Di Amerika Serikat, henti jantung mendadak merupakan salah satu penyebab kematian
mendadak tersering. Sedangkan prevalensi jantung koroner berdasarkan wawancara terdiagnosis
dokter di Indonesia sebesar 0,5%, dan berdasarkan terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 1,5%.

Tujuh puluh persen dari out-of-hospital cardiac arrest (OHCA)/kejadian henti jantung di luar
rumah sakit terjadi di rumah, dan sekitar lima puluh persen tidak diketahui. Hasilnya pun biasanya
buruk, hanya sekitar 10,8% pasien dewasa OHCA yang telah menerima upaya resusitasi oleh
penyedia layanan darurat medis atau Emergency Medical Services (EMS) yang bertahan hingga
diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Sebagai perbandingan, in-hospital cardiac arrest (IHCA)
atau kejadian henti jantung di rumah sakit, memiliki hasil yang lebih baik, yakni 22,3% - 25,5%
pasien dewasa yang bertahan hingga diperbolehkan pulang dari rumah sakit. Berikut adalah
langkah langkah yang harus dilakukan bila menemukan korban henti jantung yang terjadi di luar
rumah sakit dan di dalam rumah sakit

29
Rantai Kelangsungan Hidup HCA dan OHCA

Henti jantung mendadak adalah hilangnya fungsi jantung pada seseorang secara tiba-tiba
yang mungkin atau tidak mungkin telah didiagnosis penyakit jantung. Henti jantung mendadak
terjadi ketika malfungi sistem listrik jantung dan kematian terjadi ketika jantung tiba-tiba berhenti
bekerja dengan benar. Hal ini mungkin disebabkan oleh kondisi jantung tidak normal, atau tidak
teraturnya irama jantung (aritmia).

Basic Life Support (BLS) atau yang dikenal dengan Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah
penanganan awal pada pasien yang mengalami henti jantung, henti napas, atau obstruksi jalan
napas. BHD meliputi beberapa keterampilan yang dapat diajarkan kepada siapa saja, yaitu
mengenali kejadian henti jantung mendadak, aktivasi sistem tanggapan darurat, melakukan
cardiopulmonary resuscitation (CPR)/resusitasi jantung paru (RJP) awal, dan cara menggunakan
automated external defibrilator (AED)

30
BANTUAN HIDUP DASAR (BHD)

Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah dasar untuk menyelamatkan nyawa ketika terjadi henti
jantung. Aspek dasar dari BHD meliputi pengenalan langsung terhadap henti jantung mendadak
dan aktivasi system tanggap darurat, cardiopulmonary resuscitation (CPR) atau resusitasi jantung
paru (RJP) dini, dan defibrilasi cepat dengan defibrillator eksternal otomatis/ automated external
defibrillator (AED). Pengenalan dini dan respon terhadap serangan jantung dan stroke juga
dianggap sebagai bagian dari BHD. Resusitasi jantung paru (RJP) sendiri adalah suatu tindakan
darurat, sebagai usaha untuk mengembalikan keadaan henti napas dan atau henti jantung (yang
dikenal dengan kematian klinis) ke fungsi optimal, guna mencegah kematian biologis

TUJUAN BANTUAN HIDUP DASAR

Tujuan utama dari BHD adalah suatu tindakan oksigenasi darurat untuk mempertahankan
ventilasi paru dan mendistribusikan darah-oksigenasi ke jaringan tubuh. Selain itu, ini merupakan
usaha pemberian bantuan sirkulasi sistemik, beserta ventilasi dan oksigenasi tubuh secara efektif
dan optimal sampai didapatkan kembali sirkulasi sistemik spontan atau telah tiba bantuan dengan
peralatan yang lebih lengkap untuk melaksanakan tindakan bantuan hidup jantung lanjutan.

Langkah-Langkah Bantuan Hidup Dasar

1. Pada saat tiba di lokasi kejadian


Tahap ini merupakan tahapan umum pada saat tiba di suatu lokasi kejadian, baik pada kasus
trauma ataupun kasus medis. Pada saat tiba di tempat kejadian, kenali dan pelajari segala situasi
dan potensi bahaya yang ada. Sebelum melakukan pertolongan, pastikan keadaan aman bagi si
penolong.
a. Amankan keadaan
Perhatikan dahulu segala yang berpotensi menimbulkan bahaya sebelum menolong pasien,
seperti lalu lintas kendaraan, jalur listrik, asap, cuaca ekstrim, atau emosi dari orang di sekitar
lokasi kejadian. Lalu menggunakan alat perlindungan diri (APD) yang sesuai.

b. Evaluasi ancaman bahaya


Bila tidak ada ancaman bahaya jangan memindahkan korban, misalnya api atau gas beracun. Jika
penolong harus memindahkan korban, maka harus dilakukan secepat mungkin dan seaman
mungkin dengan sumber daya yang tersedia.

c. Evaluasi penyebab cedera atau mekanisme cedera


Evaluasi petunjuk yang mungkin menjadi pertanda penyebab terjadinya kegawatan dan bagaimana
korban mendapatkan cederanya, misalnya terjatuh dari tangga, tabrakan antar kendaraan, atau
adanya tumpahan obat dari botolnya. Gali informasi melalui saksi mata apa yang terjadi dan
menggunakan informasi tersebut untuk menilai apa yang terjadi. Penolong juga harus memikirkan

31
kemungkinan korban telah dipindahkan dari tempat kejadian, baik oleh orang di sekitar lokasi atau
oleh si korban sendi

d. Jumlah korban
Evaluasi pula keadaan sekitar bilamana terdapat korban lain. Jangan sekali-kali berpikir hanya ada
satu korban, oleh sebab itu sangat penting untuk segera mengamati keadaan sekitar kejadian.
e. Meminta pertolongan
Minta bantuan ke orang sekitar tempat kejadian. Hal ini sangat penting karena akan sangat sulit
menolong pasien seorang diri, apabila ada lebih dari satu penolong maka akan lebih efektif
menangani korban, seperti pengaktivan EMS dan mengamankan lokasi.
f. Evaluasi kesan awal Anda
Evaluasi gejala dan tanda yang mengindikasikan kedaruratan yang mengancam nyawa korban,
seperti adanya sumbatan jalan nafas, perdarahan dan sebagainya.

2. Penilaian awal pada korban tidak sadarkan diri


a. Level of Conciousness (Tingkat kesadaran)
Pedoman berikut digunakan secara bertahap untuk menilai tingkat kesadaran si korban:
A - Alert/Awas: Kondisi dimana korban sadar, meskipun mungkin masih dalam keadaan
bingung terhadap apa yang terjadi.
V - Verbal/Suara: Kondisi dimana korban merespon terhadap rangsang suara yang diberikan.
Oleh karena itu, si penolong harus memberikan rangsang suara yang nyaring ketika
melakukan penilaian pada tahap ini.
P - Pain/Nyeri: Kondisi dimana korban merespon terhadap rangsang nyeri yang diberikan
oleh penolong. Rangsang nyeri dapat diberikan melalui penekanan dengan keras di
pangkal kuku atau penekanan dengan menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan
pada tulang sternum/tulang dada. Namun, pastikan bahwa tidak ada tanda cidera di
daerah tersebut sebelum melakukannya.
U - Unresponsive/tidak respon: Kondisi dimana korban tidak merespon semua tahapan yang
ada di atas.
Dari penilaian awal ini, dapat diperoleh informasi tentang korban apakah si korban hanya
mengalami pingsan, henti napas atau bahkan henti jantung.

32
Pemeriksaan respon Pemeriksaan nadi

Jika korban tidak bernapas, nadi tidak ada dan tidak


ada respon, maka pasien dapat dikatakan mengalami henti jantung. Pada keadaan ini, langkah-
langkah yang harus dilakukan adalah mengaktifkan sistem tanggapan darurat dan menghubungi
pusat layanan kesehatan darurat terdekat.

Sistematika BHD berdasarkan pedoman menurut American Heart Association (AHA) 2015

- C-A-B (Circulation- Airway- Breathing) di awali dengan kompresi dada sebagai pengganti A-
B-C untuk RJP dewasa, anak dan bayi. Pengecualian hanya untuk RJP neonatus

- Tidak ditekankan lagi looking, listening, feeling untuk penilaian breathing . Kunci untuk
menolong korban henti jantung adalah aksi (action) tidak lagi penilaian (assesment)

- Kompresi dada lebih dalam. Dulu antara 3-5 cm. Saat ini AHA menganjurkan penekanan
dada sampai 5-6 cm

- Kompresi lebih cepat. Untuk frekuensi penekanan, dulu AHA menggunakan kata-kata
sekitar 100x/m. Saat ini AHA menganjurkan frekuensi 100-120x/m.

- Untuk awam, AHA tetap menganjurkan: Hands only CPR untuk yang tak terlatih

- Kenali tanda-tanda henti jantung akut

- Jangan berhenti memompa/ menekan dada semampunya, sampai AED dipasang dan
menganalisis ritme jantung. Bila perlu memberikan ventilasi mulut ke mulut, dilakukan
dengan cepat dan segera kembali melakukan kompresi dada.

KUALITAS RJP

- Kompresi kuat (kedalaman 5-6 cm) dengan kecepatan 100-120 x/menit. Dengan
kembalinya (recoil) dinding dada yang sempurna setelah kompresi

- Kurangi gangguan pada kompresi

33
- Hindari ventilasi yang berlebihan

- Rotasi penolong yang melakukan kompresi setiap 2 menit

- Jika tidak ada bantuan jalan nafas advance (misal: intubasi), lakukan RJP dengan rasio
kompresi : ventilasi 30:2

- Kapnografi gelombang kuantitatif. Bila PetCO2 < 10 mmhg, perbaiki RJP

- Tekanan intra arterial, bila diastolik < 20 mmHg, perbaiki RJP.

Kembalinya sirkulasi spontan / ROSC(Return of Spontaneous Circulation)

 Adanya pulsasi nadi dan terukurnya tekanan darah

 Meningkatnya PetCO2, biasanya > 40 mmHg

 Adanya gelombang tekanan arteri yang spontan pada pemantauan tekanan intra arterial

Defibrilator

Bifasik: sesuai rekomendasi alat 200 joule. Monofasik: 360 Joule. Kalau tidak diketahui
gunakan yang terbesar. Kejutan kedua dan seterusnya menggunakan energi yang sama.
Energi yang lebih besar bisa dipertimbangkan.

REKOMENDASI AHA 2015

Dewasa Anak
Bayi

.................Tidak ada respons (semua usia).........................

Deteksi
Tidak bernafas atau bernafas tidak normal (nafas satu-satu) Palpasi 10 detik, tidak ada pulsasi (hanya
pada RJP oleh tenaga kesehatan)

Urutan RJP C-A-B C-A-B C-A-B

Frekuensi 100-120 x/menit

Kedalaman kompresi 5-6 cm 5 cm 4 cm

34
Recoil dinding dada Recoil sempurna setelah setiap kompresi dada

RJP oleh tenaga kesehatan: rotasi setiap 2 menit

Dewasa Anak Bayi

Perkecil gangguan pada kompresi dada.


Gangguan pada
kompresi
Gangguan pada kompresi dibatasi kurang dari 10 detik

Jalan nafas
Head tilt – chin liftbila tenaga kesehatan mencurigai trauma cervical lakukan jaw thrust

30 – 2 seorang penolong 30 – 2 seorang penolong


Ratio K-V sampai jalan nafas advance
30 – 2
terpasang 15 – 2 lebih dari seorang 15 – 2 lebih dari seorang
penolong penolong

Ventilasi Bila penolong tidak terlatih: hanya kompresi tanpa ventilasi

Ventilasi dengan jalan nafas advance


(hanya oleh tenaga kesehatan) 1 nafas setiap 6 – 8 detik ( 8 – 10 pernafasan/ menit ) Tidak perlu sinkron dengan
kompresi. Sekitar 1 detik setiap nafas. Dinding dada terangkat

Gunakan AED bila tersedia.Kurangi gangguan pada kompresi sebelum dan setelah
D e f ib r i l a s i
defibrilasi. Lanjutkan RJP segera setelah setiap defibrilasi

35
PENYEBAB HENTI JANTUNG YANG REVERSIBEL :

1. Hipo volemia - Tension pneumotoraks

2. Hipoksia - Tamponade jantung

3.Hidrogen ion (asidosis) - Toksin

4.Hipokalemia/ hiperkalemia - Trombosis paru

5. Hipotermia - Trombosis koroner

36
BHD Algoritma Serangan Jantung Pada Orang Dewasa Pembaruan 2015

37
PENGELOLAAN JALAN NAPAS TINGKAT LANJUT

-  Supraglottic advanced airway (LMA) atau intubasi trakea

-  Kapnografi dengan grafik gelombang untuk memastikan dan memantau posisi intubasi

trakea.

-  Frekuensi 8 – 10 x/menit dengan kompresi jantung kontinyu

38
TERAPI OBAT

-Epinefrin IV/IO : 1 mg setiap 3-5 menit

-Vasopressin IV/IO : 40 unit dapat menggantikan dosis pertama dan kedua

epinefrin

-AmiodaronIV/IO : dosis I 300mg bolus, dosis II 150mg pada kasus ventricular

takikardi ataupun ventrikular fibrilasi

CIRCULATION

Gambar 1. Pijat jantung (separuh bawah dari sternum) Tangan pertama diletakkan

ditengah sternum separuh bawah dari sternum. Tangan kedua diletakkan

diatas tangan pertama, sehingga kedua tangan overlapping dan pararel.

39
Gambar 2. kompresi jantung

Melakukan pijat luar dengan :

-  Kecepatan 100-120x/menit

-  Frekuensi 30 kompresi : 2 ventilasi

-  Kedalaman 5-6 cm

-  memberikan dada kesempatan untuk recoil sempurna

-  Rotasi pemijat jantung setiap 2 menit

-  Interupsi minimal selama kompresi (<10 detik)

-  Periksa nadi setiap 2 menit (5 siklus)

AIRWAY MANAJEMEN

Gambar 3. Head tilt dan chin lift dan jaw thrust

40
Gambar 4 : Cara melakukan napas buatan mouth to mouth

Cara napas buatan :

- posisi bebas jalan nafas

- jepit hidung- buka mulut

- tiup 1,5 – 2 detik

- lepas / ekshalasi

Bila napas buatan kurang efektif :

- bersihkan dari sumbatan

- head tilt – chin lift benar

- coba 5 x nafas buatan

Bantuan alat sederhana : Oropharyngeal airway (OPA) dan Nasopharyngeal airway (NPA)

Bantuan alat lanjutan : Laryngeal mask airway, Combitube, Intubasi dg ETT.

DEFRIBILLATION

Defibrilation atau dalam bahasa Indonesia diterjemahkan dengan istilah defibrilasi adalah
suatu terapi dengan memberikan energi listrik. Hal ini dilakukan jika penyebab henti jantung
(cardiac arrest) adalah kelainan irama jantung yang disebut dengan fibrilasi ventrikel. Dimasa
sekarang ini sudah tersedia alat untuk defibrilasi (defibrilator) yang dapat digunakan oleh orang
awam yang disebut Automatic External Defibrillation (AED), di mana alat tersebut dapat
mengetahui korban henti jantung ini harus dilakukan defibrilasi atau tidak. Jika perlu dilakukan
defibrilasi alat tersebut dapat memberikan tanda kepada penolong untuk melakukan defibrilasi atau
melanjutkan bantuan napas dan bantuan sirkulasi saja.

41
Penilaian Ulang/Evaluasi

Sesudah 5 siklus ventilasi dan kompresi (+ 2 menit) kemudian korban dievaluasi kembali
Jika tidak ada nadi dilakukan kembali kompresi dan bantuan napas dengan rasio 30 : 2. Jika ada
napas dan denyut nadi teraba letakkan korban pada posisi mantap.

Jika tidak ada napas tetapi nadi teraba, berikan bantuan napas sebanyak 8-10 kali permenit dan
monitor nadi setiap saat.

Jika sudah terdapat pernapasan spontan dan adekuat serta nadi teraba, jaga agar jalan napas
tetap terbuka kemudian korban / pasien dibaringkan pada posisi mantap (recovery position).

Recovery position :

42
Gambar 7. Posisi sisi mantap (Recovery Position)

DAFTAR PUSTAKA

1. AHA. 2015. Cardiopulmonary Resuscitation Guidlaine. Downloaded on Januari 2017, Mark


S. 2015 ,American Heart Association Guidelines Update for Cardiopulmonary Resuscitation
and Emergency Cardiovascular Care. Circulation. 2015;132:S444-S464 .

2. Hazinski MF, Nolan JP, Aicken R, et al. Part 1: executive summary: 2015 International
Consensus on Cardiopulmonary Resuscitation and Emergency Cardiovascular Care
Science With Treatment Recommendations. Circulation. 2015;132(16)(suppl 1). In press.

3. Riskedas. Jakarta:Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen


Kesehatan, Republik Indonesia.2013.

4. American Red Cross. Basic Life Support for Healthcare Providers Handbook.2015.

43
Penjelasan :

44
0  : Tidak dilakukan mahasiswa, atau dilakukan tapi salah

1  : Dilakukan, tapi belum sempurna

2  : Dilakukan dengan sempurna, atau bila aspek tersebut tidak dilakukan maka situasi

yang tidak memungkinkan (missal tidak diperlukan dalam scenario, atau tidak

perlu dilaksanakan)

Nilai Mahasiswa = Jumlah Skor x 100% =


32

45

Anda mungkin juga menyukai