Anda di halaman 1dari 63

AIRWAY DAN BREATHING

MANAJEMEN

Tim HIPERCCI JATENG


OVERVIEW
Review Anatomi dan Fisiologi
Airway and Breathing Penilaian Gangguan
SpO2 Pernapasan
Penilaian Gangguan
Jalan Napas
Oksigenasi
Sumbatan Jalan Napas
Total dan Parsial

Ventilasi
Basic and Advanced Airway
Management
MENEJEMEN AIRWAY
DAN BREATHING
adalah suatu tindakan khusus yang
meliputi penilaian, mempertahankan dan
melindungi jalan napas dengan
memberikan oksigenasi dan ventilasi
efektif (Fakhruddin, 2010).
TUJUAN

Menjaga oksigenasi ke otak tetap terpenuhi


karena penyebab kematian terbesar pada
tingkat sel adalah kondisi kurangnya
oksigen yang terdeliveri pada tingkat sel
atau biasa disebut HIPOKSIA
ANATOMI
GANGGUAN AIRWAY

Perawat
Pengkajian !

Total

Obstruksi : Parsial

Progresif
PENILAIAN JALAN NAFAS

Kaji Tanda – tanda obstruksi :

LOOK, LISTEN, FEEL


Penyebab Kematian Tercepat : A-B-C
Obstruksi Airway  Suplai oksigen terhenti

Mati Klinis: Jantung dan


4-6 menit Pernapasan Terhenti
Sel-sel otak mengalami kematian
pertama GOLDEN TIME

6-10 menit setelah


Kerusakan Sel IRREVERSIBEL suplai O2 terhenti
INGAT !

. Multitrauma
. Trauma kapitis &
penurunan kesadaran
. Luka diatas klavikula
ke cranial
. Biomekanika

NECK COLLAR
Imobilisasi Leher
SUMBATAN JALAN NAFAS

• Choking
Total
• Pangkal lidah  Snoring
• Cairan  Gurgling
Parsial • Anatomis  Crowing/Stridor
Jika korban bisa bicara tanpa
Suara tambahan

Airway Clear
Setiap pernapasan
berbunyi,
tanda sumbatan parsial jalan
napas

(Gurgling, Snoring, Crowing)


Non Trauma

Head Tilt Chin Lift


Non Trauma

CHIN LIFT
Trauma  JAW THRUST
Suctioning PRINSP “3A”

Log Roll

Rigid Soft Tip


Pasien Tidak Sadar

Lidah tertekuk ke Hipofaring


Indikasi
Pasien tidak sadar dengan
lidah menutup hipofaring
(SNORING)

Oropharyngeal Airway
(OPA)

Kontraindikasi
Ada Gag Reflex
Indikasi
Pasien tidak sadar dengan
lidah jatuh (SNORING)
TANPA GAG REFLEX

Nasopharyngeal
Airway (NPA) Kontraindikasi
• Obstruksi yang terlihat: fraktur os nasal, polip,
terdapat hemoragic
• Kecurigaan Fraktur Cribriformis / Basis Cranii
NPA ( Nasopharingeal Airway)

Complications
Nasal mucosa injury
Laryngospasm

Gunakan Jelly
Racoon Eyes

Rhinorrea

Otorhea Battle Sign


Gagal ventilasi
dengan BVM

Laryngeal Mask Airway (LMA)

Henti napas LMA bukan AIRWAY DEFINITIF.


dan Pasien yang terpasang LMA, setiba di rumah
henti jantung sakit harus diganti dengan AIRWAY DEFINITIF.
Laryngeal Mask Airway
(LMA)
* Digunakan pada pasien dengan difficulty airway,
terutama bila intubasi endothrakheal atau
bag mask (sungkup muka) gagal.
* LMA bukan airway definitive. Bila
pasien terpasang LMA, maka dokter terlatih harus
menggantinya dengan airway definitif.
* Pemasangan Tidak boleh > 3 hari tanpa
pengawasan
Teknik Pemasangan LMA
ADVANCED AIRWAY
MANAGEMENT
(AIRWAY DEFINITIF)
Definitive Airway: Intubasi Endotracheal

Intubasi Nasotracheal Intubasi Orotracheal


KEBUTUHAN UNTUK PERLINDUNGAN AIRWAY KEBUTUHAN UNTUK VENTILASI ATAU OKSIGENASI

Tidak sadar atau penilaian GCS < 8 APNEA


 Paralisis neuromuskular
 Tidak sadar
FRAKTUR MAKSILOFASIAL BERAT USAHA NAPAS YANG TIDAK ADEKUAT
 Risiko aspirasi karena perdarahan dan  Takhipnea
atau muntah  Hipoksia
 Hiperkarbia
 Sianosis
CEDERA LEHER
 Hematom leher  Perubahan pola napas yang signifikan
 Cedera laryngeal atau tracheal  Penggunaan otot bantu pernapasan
 Cedera inhalasi karena luka bakar ata  Paralisis otot pernapasan
luka bakar di wajah  ARDS moderate-severe
 Stridor  ROX index < 3.85 (HFNC 2-6-12 jam)
CEDERA KEPALA  Perburukan neurologi akut atau herniasi
 Tidak sadar  Apnea karena penurunan kesadaran atau
 Gelisah paralisis neuromuskular
Jika memungkinkan, pemeriksaan fisik penting
dilakukan pre intubasi ETT meliputi :
• L – Look externally
• E – Evaluate (3 3 2 rule)
• M – Mallampati score
• O – Obstruction
• N – Neck Imobility

LEMON
Pada pasien terkonfirmasi atau terduga COVID-19 sangat
disarankan intubasi oleh seorang yang ahli (dokter anastesi)
dan dengan tehnik RSI
• Cedera luas tulang leher
• Athritis berat pada cervical
• Trauma maksila/mandibula yang
berat
• Keterbatasan membuka mulut
• Variasi anatomi  dagu terlalu
panjang
• Gigi overbite
• Otot leher yang pendek
Hiperoksigensi harus diberikan sebelum
pemasangan ETT
SAFE INTUBATION

Perfect preparation

Good intubation technique

Excellent compilcationmanagement
3
Hanya dipasang pada penderita yang
masih dapat bernapas spontan

INTUBASI NASOTRACHEAL /
BLIND INTUBATION

Dipasang secara manual,


mengikuti irama napas penderita
Surgical Airway: Needle Crico-Thyroidotomy

BILA INTUBASI TIDAK BISA DILAKUKAN

JET INSUFLATION

Suplemen O2 sementara 15 L/menit,


menggunakan IV Catheter No. 12 – 14 (dewasa) /
No.16 – 18 (anak)
melalui membran krikotiroid selama 30 – 45 menit
Needle Krikotiroidotomi

Paling
kecil 14 G
TRACHEOSTOMY TUBE
a) Karena pemakaian ett yang sudah lebih dari 14 hari
b) Adanya benda asing yang menyumbat saluran nafas atas yang tidak
bisa ditolong dengan support maneuver
c) Supraglottic atau glotticpathologic
d) Adanya trauma leher dan injury yang luas diarea thyroiid atau
cricoid cartilago, tulang hyoid
e) Adanya fraktur diarea wajah dan mengganggu jalan nafas bag atas
f) Adanya oedemsaluran nafas karena trauma, luka bakar, infeksi dan
anaphylaksis
g) Kegagalan saat pemasangan ETT
Breathing

KONTROL VENTILASI
AIRWAY CLEAR

BREATHING MANAGEMENT
Napas Spontan? Tidak VENTILASI
YA

Penilaian Pernapasan
Beri Oksigen sesuai kebutuhan
Bernapas spontan,
namun pernapasan
tidak adekuat, SpO2 <
normal

Oksigenasi Ventilasi
Selalu berikan oksigen • Tidak bernapas
bila keadaan umum spontan
pasien tidak baik..! • Napas terlalu gasping

TUJUAN  Tercukupinya Kebutuhan Oksigen Sel dan Jaringan


RR
Nilai Normal

Dewasa: 12-20 x/menit Penilaian


Anak: 15 – 30x/menit Pernapasan
Bayi: 25 – 50 x/menit

Pemeriksaan IAPP
FIsik
Inspeksi
Nilai Normal
Auskultasi
95 – 100% Perkusi
Palpasi
OXYMETRI
SATURASI
INTERPRETASI INTERVENSI
OKSIGEN
nasal canule 1-2
95% - 100% Normal
liter/menit
Hypoxia ringan – Simple Mask 5-8 Liter
90% - <95%
sedang / menit
rebreathing mask 8–
Hypoxia sedang – 12 liter/menit
85% - <90%
berat atau NRM 12-15
liter/menit
Hipoxia berat – HFNC
<85 %
mengancam nyawa Assisted ventilation
ALAT FLOW RATE DELIVERY O2
Nasal Canule 1 Liter / Menit 21 % - 24 %
2 Liter / Menit 25 % - 28 %
3 Liter / Menit 29 % - 32 %
4 Liter / Menit 33 % - 36 %
5 Liter / Menit 37 % - 40 %
6 Liter / Menit 41 % - 44 %
Simple Mask 6-8 Liter/Menit 40-60 %
Rebreathing Mask 8 – 12 Liter / Menit 60-80 %
NonRebreathing Mask 12 Liter / Menit 60 %
13 Liter / Menit 70 %
14 Liter / Menit 80 %
15 Liter / Menit 90 %
HFNC (High Flow Nasal Canul) 10 – 60 L/Menit 21 – 100%
VENTILASI

• Ventilasi Buatan (Control Ventilation)


1. Mouth to mouth
2. Mouth to mask
3. BVM

• Ventilasi Bantuan (Assisted Ventilation)


4. Support Ventilasi Mekanik
With BVM 1 Penolong
 EC-GRIP With BVM 2 Penolong  VE-GRIP
GAGAL NAFAS
DENGAN ARDS
Gagal Nafas merupakan kegagalan sistem respirasi
dalam pertukaran gas O2 dan CO2 yang tidak
adekuat terjadi secara mendadak dan mengancam
jiwa, PaO2 < 60 mmHg dan PCO2 > 50 mmHg, P/F
rasio < 150.
HFNC
(High-Flow Nasal Cannula)

Terapi Oksigen High Flow Nasal Cannula adalah suatu


terapi oksigen melalui nasal kanul yang dipanaskan dan
dilembabkan pada laju aliran tinggi dan fraksi yang
tepat oksigen terinspirasi (FiO2) agar memungkinkan
penyampaian gas terpenuhi
Karamouzos V, Fligou F, Gogos C, Velissaris D. High flow nasal cannula oxygen therapy in adults with COVID-19 respiratory failure. A case
report. Monaldi Archives for Chest Disease. 2020;90(2).

FCCA 2020
FCCA th 2020
Cleopasmartin2018

Laki-laki = 50 + (0,91 [tinggi badan (cm) – 152.4])


Perempuan = 45.5 + (0,91 [tinggi badan (cm) – 152.4])
Alur Penentuan Alat Bantu
Napas Mekanik

Pedoman Tatalaksana Covid-19, ed. 3, Desember 2020


WASPADA Re-evaluasi
 Trauma Thorax pemeriksaan fisik /
 Emphysema diagnostik
American College of Surgeons. (2018). Advanced trauma life support for doctors. instructor course manual book 1 - sixth
edition. Chicago.
American Heart Association. (2020). Basic Life Support: Provider Manual. USA: American Heart Association
American Red Cross (2020). First Aid/CPR/AED Participant Manual. USA: StayWell Health & Safety Solutions

Irfan A, Heriwardito A, Atila D, Aditianingsih D, Prasetyo EB, Pangestu H, et al. Panduan Tata Laksana Pasien Diduga
Infeksi Covid-19 Dengan ARDS dan Syok Sepsis Berbasis Bukti. Jakarta: Jakarta Critical Care Alumni (JCCA) Perhimpunan
Dokter Spesialis Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia Cabang DKI Jakarta (Perdatin Jaya); 2020.

Burhan E, Susanto AD, Nasution SA, Ginanjar E, Pitoyo CW, Susilo A, et al. Pedoman Tatalaksana Covid19. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Perhimpunan Dokter Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia
(PERDATIN) Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI); 2020.

RI K. Protokol Tatalaksana Covid-19. Jakarta: Kemenkes RI; 2021.

Maryuani, Anik & Yulianingsih. (2012). Asuhan kegawatdaruratan. Jakarta : Trans Info Media Medis.
Practitioner Emergency Medical Technician. (2012). Clinical practice guidelines for pre-hospital emergency care. Ireland : Pre-
Hospital Emergency Care Council. ISBN 978-0-9571028-2-8.

Balitbang Kemenkes RI (2013).Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). Jakarta: Balitbang Kemenkes RI.
JE Campbell. “Basic Trauma Life Support”, American College Of Emergency Physician, Fourth Edition, 2015.
Bentz B.G & Hugles C.A. Available at http:// www.AmericanHearing.com.Barotrauma. Accessed on June, 7th 2013

Anda mungkin juga menyukai