Diajukan Untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Salah Satu Syarat Dalam
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Sunan Kalijaga Demak
Oleh :
Desti Cahyanti
30101407161
Pembimbing :
FAKULTAS KEDOKTERAN
2018
HALAMAN PENGESAHAN
Pembimbing,
BAB 1
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS
a. Identitas Pasien
Nama : An. N
Umur : 7 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Demak
Tanggal Masuk : 12 Oktober 2018
Ruang : Dahlia
b. Identitas Orang tua
Ayah
Nama : Tn. ZA
Umur : 28 tahun
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Ibu
Nama : Ny. N
Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
II. ANAMNESIS
Dilakukan secara Alloanamnesis dengan ayah dan ibu pasien pada tanggal
13 Oktober 2018 pukul 14.00 WIB yang dilakukan di bangsal dahlia
RSUD Sunan Kalijaga Demak serta didukung catatan medik.
a. Keluhan Utama
Mencret
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan mencret sebanyak 5x. Mencret terjadi 1 hari yang lalu
berwarna kekuningan berampas, tidak terdapat lendir, tidak ada darah,
bau tidak asam maupun busuk, tidak nyemprot, tidak tampak seperti
cucian beras dan volume mencret ¼ gelas blimbing. Pasien juga
mengeluh demam dan muntah lebih dari 10 kali perhari, berwarna
putih susu dan perut terasa kembung. Pasien terlihat seperti ingin
minum terus. Ibu mengakui mata anaknya lebih layu / lebih cowong
dari biasanya. BAK tidak dapat dinilai frekuensi, warna dan
jumlahnya, karena sering bercampur dengan feses. Anak semakin
rewel dan minum lebih banyak dari sebelumnya, nafsu makan masih
menurun. Sehingga orang tua memutuskan membawa ke RSUD Sunan
Kalijaga Demak.
Riwayat kebiasaan anak : pasien sering memasukkan mainan
kedalam mulut.
4. Status Gizi
Status Gizi : 0 SD (status gizi baik)
Length for age : usia 7 bulan, panjang badan 63 = 0 SD (perawakan sesuai usia)
Weight for age : BB 6,2 kg, usia 7 bulan = 0 SD (perawakan normal)
5. Status Internus
a. Kepala : mesocephale, ubun-ubun besar teraba cekung, kulit
kepala tidak ada kelainan, rambut hitam dan distribusi merata, tidak
ada kaku kuduk.
b. Bibir : kering (+), Sianosis (-)
c. Kulit : Sianosis (-), turgor kembali cepat <2 detik, ikterus
(-), ruam merah (-)
d. Mata : Pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+) normal,
konjungtivitis (-/-), sklera ikterik (-/-), cekung (+/+), air mata (-)
e. Hidung : bentuk normal, sekret bening (+/+), nafas cuping
hidung (-), epistaksis (-/-)
f. Telinga : bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-)
g. Mulut : Kering (+), sianosis (-), pendarahan gusi (-),
sariawan(-)
h. Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe (-), ruam merah (-)
i. Thorax :
Pulmo
Inspeksi : Hemithoraks dextra et sinistra simetris
dalam keadaan statis maupun dinamis, retraksi
suprasternal, intercostal dan epigastrial (-). Ruam merah (-)
Palpasi : stem fremitus dextra et sinistra simetris
Perkusi : sonor (+)
Auskultasi : suara dasar : bronkovesikuler
Suara tambahan : ronki (-/-), wheezing (-/-)
Cor
Inspeksi : pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm
medial linea mid clavicula sinistra, tidak melebar,tidak kuat
angkat
Perkusi : Redup
Auskultasi : BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-),
bising (-)
j.Abdomen :
Inspeksi : tampak kembung
Auskultasi : BU (+) meningkat (-)
Perkusi : hipertimpani (+)
Palpasi : defense muscular (-), hepatomegali (-), tugor
kulit kembali cepat
k. Genitalia : perempuan, tidak ada kelainan
l.Ekstremitas :
Superior Inferior
Akral Dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Udem -/- -/-
Ruam merah -/- -/-
Capillary Refill Time <2" <2"
Kimia Klinik
Pemeriksaan 12/10/2018 Nilai normal
Elektrolit
Kalium 4.13 mmol/L 3.5 – 5
Natrium 144.70 mmol/L 135 – 147
Klorida 118.44 mmol/L 95 – 105
Calsium 9.89 mg/dL 8,1- 10,4
Gula Sewaktu Stik 93 mg/dL 70 - 115
Pemeriksaan
Warna Kuning Kehijauan
Konsistensi Lembek
Lendir Positif
Darah Negatif
Lemak Negatif
Lekosit Positif
Eritrosit Positif
Telur Cacing Negatif
Amoeba Negatif
Bakteri Positif
V. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis utama : DADRS
o Inf RL 10 tpm
o Inj. Ranitidin ½ Ampul (ekstra)
o Inj. Ondan 3x1 mg
o Inj. PCT 3 x 75 mg
o Inj. Ceftriaxon 1 x 300 mg
o PO. L-Bio 1x1 sachet
o P.O Zink 1 x 10 mg
Non medikamentosa
o Tirah baring
o Susu LLM
o Ip. Mx :
o Monitoring tanda – tanda dehidrasi berat, frekuensi BAB, konsistensi
tinja, nafsu makan/minum.
o Monitoring KU, kesadaran, suhu, frekuensi jantung, frekuensi
pernapasan, dan tekanan darah.
o Cek lab darah rutin ulang bila tidak tampak perbaikan.
o Monitoring berat badan setelah sembuh
o Ip. Ex :
o Memberitahukan pada pasien dan keluarganya tentang penyakit yang
sedang diderita bahwa yang paling penting dari penyakit ini adalah
terjadi kekurangan cairan sehingga orang tua harus lebih disiplin
memberikan lebih banyak cairan untuk anak lewat minum.
o Memotivasi orangtua agar sabar dan telaten memberikan oralit pada
anak. Oralit diberikan 1 sendok makan untuk anak usia < 2 tahun, tiap
1-2 menit, jika anak muntah diberikan ulang 10 menit kemudian. Tiap
kali setelah BAB, berikan oralit ½ gelas belimbing. Oralit dihentikan
bila tampak ada pembengkakan pada kelopak mata.
o Memberitahukan orangtua agar memberikan Zinc selama 10 hari
berturut-turut. Meskipun diare sudah berhenti, pemberian Zinc harus
tetap dilanjutkan untuk meningkatkan daya tahan tubuh dan
mengurangi resiko berulangnya diare 2 – 3 bulan ke depan.
o Memberitahukan pada pasien dan keluarganya tentang penyakit yang
sedang di derita bahwa yang paling penting dari penyakit ini adalah
terjadi kekurangan cairan sehingga orangtua harus lebih disiplin
memberikan lebih banyak cairan untuk anak lewat minum. Bila anak
menginginkan banyak minum, berikan minum yang banyak. Bila
masih minum ASI, berikan ASI lebih sering dan lebih lama.
o Jika sudah dibolehkan pulang, memberitahukan pada orangtua pasien
untuk segera membawa anak ke petugas kesehatan bila anak: BAB cair
lebih sering, muntah berulang-ulang, tampak kehausan, malas
minum/makan, demam, tinja bercampur darah, kondisi anak tidak
membaik dalam 3 hari.
VIII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. DIARE AKUT
A. DEFINISI
Diare akut pada anak adalah diare yang terjadi secara mendadak dan
berlangsung kurang dari 14 hari (kebanyakan kurang dari 7 hari) pada bayi atau
anak yang sebelumnya sehat. Ada juga yang memberi batasan diare akut pada
anak yaitu buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair
B. EPIDEMIOLOGI
Diare akut merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas
anak-anak di berbagai negara berkembang termasuk di Indonesia. Terdapat 60 juta
episode diare akut setiap tahunnya di Indonesia dimana 1-5 % daripadanya akan
menjadi diare kronik dan bila sampai terjadi dehidrasi berat yang tidak segera
ditolong, 50-60% diantaranya dapat meninggal dunia.
Faktor lingkungan
Gizi
Kependudukan
Pendidikan
Keadaan sosial ekonomi
Perilaku masyarakat
Faktor lingkungan yang dimaksud adalah kebersihan lingkungan dan
perorangan seperti kebersihan puting susu, kebersihan botol dan dot susu, maupun
kebersihan air yang digunakan untuk mengolah susu dan makanan. Faktor gizi
misalnya adalah tidak diberikannya makanan tambahan meskipun anak telah
berusia 4-6 bulan. Faktor pendidikan yang utama adalah pengetahuan ibu tentang
masalah kesehatan. Faktor kependudukan menunjukkan bahwa insiden diare lebih
tinggi pada penduduk perkotaan yang padat dan miskin atau kumuh. Sedangkan
faktor perilaku orangtua dan masyarakat misalnya adalah kebiasaan ibu yang tidak
mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan, setelah buang air besar atau
membuang tinja anak. Faktor-faktor di atas terkait erat dengan faktor ekonomi
masing-masing keluarga (Irwanto, dkk, 2002).
C. ETIOLOGI
Penyebab diare akut antara lain yaitu virus, bakteri, parasit, alergi susu sapi,
laktose defisiensi primer dan obat-obatan tertentu . Penyebab utama oleh virus
adalah Rotavirus (40-60%) sedangkan virus lainnya yaitu virus Norwalk,
Astrovirus, Calcivirus, Coronavirus, Minirotavirus dan virus bulat kecil.
D. PATOGENESIS
Virus
Beberapa jenis virus seperti Rotavirus, berkembang biak dalam epitel vili usus
halus, menyebabkan kerusakan sel epitel dan pemendekan vili. Hilangnya sel-
sel vili yang secara normal mempunyai fungsi absorbsi dan penggantian
sementara oleh sel epitel berbentuk kripta yang belum matang, menyebabkan
usus mensekresi air dan elekrolit. Kerusakan vili dapat juga dihubungkan
dengan hilangnya enzim disakaridase terutama laktase. Penyembuhan terjadi
bila vili mengalami regenerasi dan epitel vilinya menjadi matang.
Bakteri
Parasit
Penempelan mukosa. G. Lamblia dan Cryptosporodium menempel pada
epitel usus halus dan menyebabkan pemendekan vili yang kemungkinan
menyebabkan diare.
Invasi mukosa. E. histolytica menyebabkan diare dengan cara menginvasi
epitel mukosa di kolon atau ileum yang menyebabkan mikroabses dan ulkus.
Namun hal ini baru terjadi bila strainnya sangat ganas.
Obat-obatan
E. PATOFISIOLOGI
Diare sekretorik
Diare sekretorik disebabkan karena sekresi air dan elektrolit ke dalam usus
halus. Hal ini terjadi bila absorbsi natrium oleh vili gagal sedangkan sekresi
chlorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hasil akhirnya adalah
sekresi cairan yang menebabkan kehilangan air dan elektrolit dari tubuh sebagai
tinja cair yang dapat menyebabkan dehidrasi. Pada diare infeksi perubahan ini
terjadi karena adanya rangsangan pada mukosa usus oleh toksin bakteri seperti
toksin E.coli dan V. cholerae atau virus (Rotavirus).
Diare osmotik
Diare osmotik terjadi bila suatu bahan yang secara osmotik aktif dan sulit
diserap. Jika bahan semacam itu berupa larutan isotonik, air dan bahan yang larut
di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi
berupa larutan hipotonik, air dan beberapa elektrolit akan pindah dari cairan
ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus sama dengan
cairan ekstraseluler dan darah. Hal ini meningkatkan volume tinja dan
menyebabkan dehidrasi karena kehilangan cairan tubuh (Ditjen PPM & PLP,
1999).
F. MANIFESTASI KLINIS
Awalnya anak menjadi cengeng, gelisah, suhu badan meningkat, nafsu makan
berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Gejala muntah dapat terjadi
sebelum dan atau sesudah diare. Bila telah banyak kehilangan air dan elektrolit
terjadilah dehidrasi. Berat badan turun. Pada bayi, ubun-ubun besar cekung. Tonus
dan turgor kulit berkurang. Selaput lendir bibir dan mulut kering (Aswitha, dkk,
2000).
Cara praktis penatalaksanaan diare yaitu berdasarkan tipe klinis diare itu
sendiri. Terdapat 4 macam tipe klinis diare, dimana tiap macam menggambarkan
kelainan yang mendasari dan perubahan fisiologi yang berbeda-beda :
Diare cair akut (termasuk kolera) yang berlangsung beberapa jam sampai
dengan beberapa hari. Pada diare ini perlu diwaspadai bahaya terjadinya
dehidrasi, juga dapat terjadi penurunan berat badan apabila intake
makanan kurang.
Diare akut dengan pendarahan (disentri) , dimana pada diare ini bahaya
utamanya adalah kerusakan usus, sepsis, dan malnutrisi serta dehidrasi.
Diare persisten (berlangsung selama 14 hari atau lebih), dimana bahaya
utamanya adalah malnutrisi dan infeksi non intestinal berat serta dehidrasi.
Diare dengan malnutisi berat (marasmus atau kwashiorkor) dengan bahaya
utamanya antara lain infeksi sistemik berat, dehidrasi, gagal jantung, dan
defisiensi mineral dan vitamin (WHO, 2004).
G. PENCEGAHAN
H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
a. Riwayat diare sekarang :
- Sudah berapa lama diare berlangsung
- Total diare dalam 24 jam, diperkirakan dari frekuensi diare dan
jumlah tinja
- Keadaan klinis tinja (warna, konsistensi, ada lendir atau darah tidak)
- Muntah (frekuensi dan jumlah)
- Demam
- Buang air kecil terakhir
- Anak lemah, rewel, rasa haus, kesadaran menurun
- Jumlah cairan yang masuk selama diare
- Tindakan yang telah diambil (diberi cairan, ASI, makanan, obat,
oralit)
- Apakah ada yang menderita diare di sekitarnya
- Riwayat bepergian ke daerah yang sedang terkena wabah diare
- Kontak dengan orang yang sakit
- Penggunaan antibiotik
b. Riwayat diare sebelumnya : kapan, berapa lama
c. Riwayat penyakit penyerta saat ini
d. Riwayat imunisasi : lengkap atau tidak.
e. Riwayat makanan sebelum diare : ASI, susu formula, makan makanan
yang tidak biasa (Subagyo, 2004).
2. Pemeriksaan fisik
Gelisah, rewel
Mata cekung Dehidrasi ringan/sedang
Haus, minum dengan lahap
Cubitan kulit perut kembalinya
lambat
1. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaaan tinja
- Makroskopis : bau, warna, lendir, darah , konsistensi
- Mikroskopis: eritrosit, lekosit, bakteri, parasit
- Kimia : PH, elektrolit (Na, K, HCO3)
- Biakan dan uji sensitivitas
b. Pemeriksaan darah : Darah lengkap, analisis gas darah dan elektrolit
(terutama Na, K, Ca, dan P serum pada diare yang
disertai kejang), kadar uerum dan kreatinin darah.
c. Pemeriksaan urin : urin rutin (Aswitha, dkk, 2001)
I. PENATALAKSANAAN
1. Atasi dehidrasi
Tanpa dehidrasi
Cairan rumah tangga dan ASI diberikan semaunya, oralit diberikan
sesuai usia setiap kali buang air besar atau muntah dengan dosis:
2. Pemakaian antibiotik
Bila ada indikasi seperti pada Shigella dan Cholera. Antibiotik sesuai dengan
hasil pemeriksaan penunjang. Sebagai pilihan adalah kotrimoksazol,
amoksisilin dan atau sesuai hasil uji sensitivitas.
3. Diet
Anak tidak boleh dipuasakan, makanan diberikan sedikit-sedikit tapi sering,
rendah serat, buah-buahan diberikan terutama pisang.
Usia < 6 bulan (usia yang mempunyai resiko tinggi mengalami dehidrasi),
buang air besar cair > dari 8 kali dalam 24 jam dan muntah > dari 4 kali
sehari (Armon, 2001).
J. PEMANTAUAN
1) Terapi
Setelah pemberian caiaran rehidrasi harus dinilai ulang derajat dehidrasi, berat
badan, gejala dan tanda dehidrasi. Jika masuh dehidrasi maka dilakukan
rehidrasi ulang sesuai dengan derajat dehidrasinya. Jika setelah 3 hari
pemberian antibiotik klinis dan laboratorium tidak ada perubahan maka
dipikirkan penggantian antibiotik sesuai hasil uji sensitivitas.
2) Tumbuh kembang
3) Timbang berat badan sebelum dan sesudah rehidrasi, 2 minggu setelah sembuh
dan seterusnya secara periodik sesuai umur. Jika anak mengalami gizi buruk
maka dikelola sesuai dengan SPM gizi buruk
Penderita dapat dipulangkan bila penderita tidak dehidrasi, keadaaan umum dan
tanda vital baik, sudah bisa makan dan minum (IDAI, 2010).
DAFTAR PUSTAKA
1. Armon, 2001. An evidence and consensus based guideline for acute diarrhoea
management.
2. Aswitha, dkk, 2000. Kapita Selekta Kedokteran; Gastroenterologi Anak.
Media Aesculapius. Jakarta, hal : 470 –471.
3. Ditjen PPM & PLP, 1999. Buku Ajar Diare. Jakarta, hal : 8-10.
4. IDAI, 2010. Pedoman Pelayanan Medis. Badan Penerbit IDAI. Jakarta, hal :
58-62.
5. Irwanto, 2002. Ilmu Penyalit Anak; Diagnosa dan Penatalaksanaan. Salemba
Medika. Jakarta, hal : 73 – 79.
6. Subagyo, 2004. Standar Pelayanan Medis Kelompok Staf Medis Fungsional
Anak RSUD Dr. Moewardi Surakarta. Surakarta, hal : 58-63.
7. WHO, 2004. Diarrhoea : Water, Sanitation and Hygiene Links to Health.
8. Lindseth, G. N., 2006. Gangguan Usus Besar. Dalam Patofisiologi. Edisi
Keenam. EGC. Jakarta.
9. Guyton, A. C., 1994. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Cetakan Pertama.
EGC.Jakarta.