Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

SINDROM KOMPARTEMEN

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik


Di Departemen Ilmu Bedah
Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang

Pembimbing:

Kapten CKM dr. Mulya Imansyah, Sp. OT

Disusun Oleh:

Desti Cahyanti

30101407161

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG

RUMAH SAKIT TENTARA TK II DR. SOEDJONO, MAGELANG

PERIODE 24 JUNI – 16 AGUSTUS 2019

1
LEMBAR PENGESAHAN

SINDROM KOMPARTEMEN

Diajukan untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Di Departemen Ilmu Bedah

Rumah Sakit Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang

Disusun Oleh:

Desti Cahyanti

30101407161

Telah Disetujui Oleh Pembimbing

Pembimbing : Kapten CKM dr. Mulya Imansyah, Sp. OT

Tanggal :

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-
Nya say dapat menyelesaikan tugas penyusunan referat yang berjudul “ SINDROM
KOMPARTEMEN”.
Adapun referat ini dibuat untuk memenuhi syarat Kepaniteraan Klinik Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Islam Sultan Agung Semarang yang dilaksanakan di Rumah Sakit
Tentara TK II dr. Soedjono, Magelang.
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada kapten CKM dr. Mulya Imansyah, Sp.
OT yang telah membimbing dalam penyelesaian referat ini serta pihak yang secara langsung
maupun tidak langsung membantu dalam penyusunan referat ini.
Akhir kata bila ada kekurangan dalam pembuatan referat ini saya mohon kritik dan
saran yang bersifat membangun menuju kesempurnaan dengan berharap referat ini
bermanfaat bagi pembacanya.

Magelang, September 2019

Penyusun

BAB I
PENDAHULUAN

3
1.1 Latar Belakang
Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi yang mengancam anggota tubuh dan
jiwa yang dapat diamati ketika tekanan perfusi dibawah jaringan yang tertutup mengalami
penurunan. Saat sindrom kompartemen tidak teratasi maka tubuh akan mengalami nekrosis
jaringan dan gangguan fungsi yang permanen, dan jika semakin berat dapat terjadi gagal
ginjal dan kematian.1,2
Lokasi yang dapat mengalami sindrom kompartemen telah ditemukan di tangan,
lengan bawah, lengan atas, perut, pantat, dan seluruh ekstremitas bawah. Hampir semua
cedera dapat menyebabkan sindrom ini, termasuk cedera akibat olahraga berat.1
Hal yang paling penting bagi seorang dokter adalah untuk selalu waspada ketika
berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Konsekuensi dari terlewatnya
pemeriksaan dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen.2

1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik
di Departemen Orthopaedi & Traumatologi Fakultas Kedokteran Universitas Islam Sultan
Agung.

BAB II
ISI

2.1 Definisi

4
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan
interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen osteofasial yang tertutup. Hal
ini dapat mengawali terjadinya kekurangan oksigen akibat penekanan pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan diikuti dengan kematian
jaringan.2,3 Sebagian besar terjadi pada lengan, tangan dan kaki. Diagnosis ditentukan dengan
pemeriksaan fisik dan pengukuran tekanan intra kompartemen. Tekanan kompartemen yang
lebih besar dari 30mmHg mengindikasikan adanya sindrom kompartemen (Via et al, 2015).

2.2. Anatomi
Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota gerak.
Kompartemen ostofasial merupakan ruangan yang berisi otot, saraf dan pembuluh darah yang
dibungkus oleh tulang dan fasia serta otot-otot yang masing-masing dibungkus oleh
epimisium. Berdasarkan letaknya, kompartemen terdiri dari beberapa jenis, antara lain:2

1. Anggota gerak atas


a. Lengan atas:
1. Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus
ulnar dan nervus median.
2. Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus interosseous posterior.

b. Lengan bawah:
a. Kompartemen volar, berisi otot flexor pergelangan tangan dan jari tangan, nervus
ulnar dan nervus median.
b. Kompartemen dorsal, berisi otot ekstensor pergelangan tangan dan jari tangan,
nervus interosseous posterior.
c. Mobile wad, berisi otot ekstensor carpi radialis longus, otot ekstensor carpi radialis
brevis, otot brachioradialis.

c. Wrist joint:
1. Kompartemen I, berisi otot abduktor pollicis longus dan otot ekstensor pollicis
brevis.
2. Kompartemen II, berisi otot ekstensor carpi radialis brevis, otot ekstensor carpi
radialis longus.

5
3. Kompartemen III, berisi otot ekstensor pollicis longus.
4. Kompartemen IV, berisi otot ekstensor digitorum communis, otot ekstensor indicis.
5. Kompartemen V, berisi otot ekstensor digiti minimi.
6. Kompartemen VI, berisi otot ekstensor carpi ulnaris.

2. Anggota gerak bawah


a. Tungkai atas : terdapat tiga kompartemen, yaitu: anterior, medial dan posterior
b. Tungkai bawah (regio cruris):
1. Kompartemen anterior, berisi otot tibialis anterior dan ekstensor ibu jari kaki,
nervus peroneal profunda.
2. Kompartemen lateral, berisi otot peroneus longus dan brevis, nervus peroneal
superfisial.
3. Kompartemen posterior superfisial, berisi otot gastrocnemius dan soleus, nervus
sural.
4. Kompartemen posterior profunda, berisi otot tibialis posterior dan flexor ibu jari
kaki, nervus tibia.
c

6
Sindrom kompartemen paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah (yaitu
kompartemen anterior, lateral, posterior superfisial dan posterior profundus) serta lengan atas
(kompartemen volar dan dorsal).2

2.3. Etiologi
Terdapat berbagai penyebab dapat meningkatkan tekanan jaringan lokal yang
kemudian memicu timbulnya sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
1. Penurunan volume kompartemen. Kondisi ini disebabkan oleh:
- Penutupan defek fascia
- Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

2. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman


Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:

7
- Pendarahan atau Trauma vaskuler
- Peningkatan permeabilitas kapiler
- Penggunaan otot yang berlebihan
- Luka bakar
- Operasi
- Gigitan ular
- Obstruksi vena

3. Peningkatan tekanan eksternal


- Balutan yang terlalu ketat
- Berbaring di atas lengan
- Gips

Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera,
dimana 45 %kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.3
Dalam keadaan kronik, gejala juga timbul akibat aktifitas fisik berulang seperti
berenang, lari ataupun bersepeda sehingga menyebabkan exertional compartment syndrome.
Namun hal ini bukan merupakan keadaan emergensi.4

2.4. Patofisiologi
Fasia merupakan sebuah jaringan yang tidak elastis dan tidak dapat meregang,
sehingga pembengkakan pada fasia dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen dan
menyebabkan penekanan pada pembuluh darah, otot dan saraf. Pembengkakan tersebut dapat
diakibatkan oleh fraktur yang kompleks ataupun cedera jaringan akibat trauma dan operasi.
Aktifitas fisik yang dilakukan secara rutin juga dapat menyebabkan pembengkakan pada
fasia, namun umumnya hanya berlangsung selama aktifitas.5
Patofisiologi sindrom kompartemen mengarah pada suatu ischemic injury. Dimana
struktur intra-kompartemen memiliki batasan tekanan yang dapat ditoleransi. Apabila cairan
bertambah dalam suatu ruang yang tetap, maupun penurunan volume kompartemen dengan
komponen yang tetap, akan mengakibatkan pada peningkatan tekanan dalam kompartemen
tersebut.1

8
Perfusi pada jaringan ditentukan oleh Tekanan Perfusi Kapiler atau Capillary
Perfusion Pressure (CPP) dikurangi tekanan interstitial. Metabolisme sel yang normal
memerlukan tekanan oksigen 5-7 mmHg. Hal ini dapat berlangsung baik dengan CPP rata-
rata 25 mmHg dan tekanan interstitial 4-6 mmHg. Apabila tekanan intra-kompartemen
meningkat, akan mengakibatkan peningkatan tekanan perfusi sebagai respon fisiologis serta
memicu mekanisme autoregulasi yang mengkibatkan ‘cascade of injury’.1
Terdapat tiga teori yang menyebabkan hipoksia pada kompartemen sindrom yaitu,
antara lain:
a. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
b. Theori of critical closing pressure.
Hal ini disebabkan oleh diameter pembuluh darah yang kecil dan tekanan mural arteriol
yang tinggi.Tekanan trans mural secara signifikan berbeda (tekanan arteriol-tekanan
jaringan), ini dibutuhkan untuk memelihara patensi aliran darah. Bila tekanan jaringan
meningkat atau tekanan arteriol menurun maka tidak ada lagi perbedaan tekanan. Kondisi
seperti ini dinamakan dengan tercapainya critical closing pressure. Akibat selanjutnya
adalah arteriol akan menutup.
c. Tipisnya dinding vena.
Karena dinding vena itu tipis, maka ketika tekanan jaringan melebihi tekanan vena maka
ia akan kolaps. Akan tetapi bila kemudian darah mengalir secara kontinyu dari
kapiler, maka tekanan vena akan meningkat lagi melebihi tekanan jaringan, sehingga
drainase vena terbentuk kembali. McQueen dan Court-Brown berpendapat bahwa
perbedaan tekanan diastolik dan tekanan kompartemen yang kurang dari 30 mmHg
mempunyai korelasi klinis dengan sindrom kompartemen.2

Sindrom kompartemen menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran


darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal. Peningkatan tekanan jaringan menyebabkan
obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan tekanan secara terus menerus
menyebabkan tekanan arteriolar intra-muskuler bagian bawah meninggi. Pada titik ini, tidak
ada lagi darah yang akan masuk kekapiler sehingga menyebabkan kebocoran ke dalam
kompartemen, yang diikuti oleh meningkatnya tekanan dalam kompartemen.3
Perfusi darah melewati kapiler yang terhenti akan menyebabkan hipoksia jaringan.
Hipoksia jaringan akan membebaskan substansi vasoaktif (histamin, serotonin) yang akan
meningkatkan permeabilitas kapiler yang meningkatkan eksudasi cairan dan mengakibatkan
peningkatkan tekanan dan cedera yang lebih hebat. Akibatnya konduksi saraf akan melemah,

9
pH jaringan akan menurun akibat dari metabolisme anaerobik, dan kerusakan jaringan sekitar
yang hebat. Bila berlanjut, otot-ototakan mengalami nekrosis dan membebaskan mioglobin.
Akhirnya, fungsi ekstremitas akan hilang dan dalam keadaan terburuk dapat mengancam
jiwa.1
Penekanan terhadap saraf perifer disekitarnya akan menimbulkan nyeri hebat. Metsen
mempelihatkan bahwa bila terjadi peningkatan intra-kompartemen, tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini penghantaran
oksigen juga akan terhenti, sehingga terjadi hipoksia jaringan (pale). Jika hal ini terus
berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan nervus, yang akan menyebabkan kerusakan
ireversibel komponen tersebut.1,2
Pada keadaan aktivitas berat yang dilakukan secara rutin, kontraksi otot berulang
dapat meningkatkan tekanan pada komponen intra-muskular. Hal ini disebabkan otot dapat
membesar sekitar 20% selama latihan, dan akan menambah peningkatan dalam tekanan intra-
kompartemen untuk sementara. Sindroma kompartemen kronik terjadi ketika tekanan
kontraksi yang terus-menerus tetap tinggi dan mengganggu aliran darah. Sebaliknya, aliran
arteri selama relaksasi otot akan semakin menurun, dan pasien akan mengalami kram otot.
Bagian yang sering mengalami gejala adalah kompartemen anterior dan lateral dari tungkai
bagian bawah. 2

2.5. Manifestasi Klinis


Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5 P yaitu:
1. Pain (nyeri)
Nyeri yang hebat terjadi saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena, ketika ada
trauma langsung. Nyeri merupakan gejala dini yang paling penting. Terutama jika
munculnya nyeri tidak sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak
semakin gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot yang
tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daerah tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis
Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf yang berlanjut dengan
hilangnya fungsi bagian yang terkena sindrom kompartemen. Sedangkan pada sindrom
kompartemen akan timbul beberapa gejala khas, antara lain:

10
a. Nyeri yang timbul saat aktivitas, terutama saat olehraga. Biasanya setelah berlari atau
beraktivitas selama 20 menit.
b. Nyeri bersifat sementara dan akan sembuh setelah beristirahat 15-30 menit.
c. Terjadi kelemahan atau atrofi otot.2

2.6. Diagnosis
Selain melalui gejala dan tanda yang ditimbulkannya, penegakan diagnosa sindrom
kompartemen dilakukan dengan pengukuran tekanan kompartemen. Pengukuran intra-
kompartemen dini diperlukan pada pasien-pasien yang tidak sadar, pasien yang tidak
kooperatif seperti anak-anak, pasien yang sulit berkomunikasi dan pasien-pasien dengan
multiple trauma seperti trauma kepala, medulla spinalis atau trauma saraf perifer. Tekanan
kompartemen normalnya adalah 0. Perfusi yang tidak adekuat dan iskemia relatif terjadi
ketika tekanan meningkat antara 10-30 mmHg dari tekanan diastolik dan tidak ada perfusi
yang efektif ketika tekanannya sama dengan tekanan diastolik.2
Pemeriksaan lainnya dapat dilakukan dengan Pulse oximetry sangat membantu dalam
mengidentifikasi hipoperfusi ekstremitas. Namun tidak cukup sensitif untuk mendiagnosa
sindrom kompartemen.3

2.7. Diagnosis Banding


- Selulitis
- Deep Venous Trombosis dan Thrombophlebitis
- Gas Ganggrene
- Necrotizing Fasciitis
- Peripheral Vascular Injuries
- Rhabdomyolis 3

2.8. Penanganan
Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah dekompresi.
Walaupun fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal seperti
penentuan waktu masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa adanya disfungsi
neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan fasciotomi. Penanganan
kompartemen secara umum meliputi:2

1. Terapi non bedah

11
Pemilihan terapi ini adalah jika diagnosis kompartemen masih dalam bentuk dugaan
sementara. Berbagai bentuk terapi ini meliputi:
d. Menempatkan kaki setinggi jantung, untuk mempertahankan ketinggian
kompartemen yang minimal, elevasi dihindari karena dapat menurunkan aliran darah
dan akan lebih memperberat iskemia
e. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka dan pembalut
kontriksi dilepas.
f. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat menghambat
perkembangan sindrom kompartemen.
g. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk darah.
h. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakainan manitol dapat
mengurangi tekanan kompartemen. Manitol mereduksi edema seluler,dengan
memproduksi kembali energi seluler yang normal dan mereduksi selotot yang
nekrosis melalui kemampuan dari radikal bebas
i. HBO ( Hyperbaric oxygen).
Merupakan pilihan yang logis untuk kompartemen sindrom berkaitan dengan
ischemic injury. HBO memiliki banyak manfaat, antara lain dapat mengurangi
pembengkakan melalui vasokonstriksi oleh oksigen dan mendukung penyembuhan
jaringan. Mekanismenya ialah ketika tekanan perfusi rendah, oksigen dapat diterima
sehingga dapat terjadi penyembuhan jaringan.1,2

2. Terapi Bedah
Fasciotomi dilakukan jika tekanan intra-kompartemen mencapai >30 mmHg. Tujuan
dilakukan tindakan ini adalah menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Jika
tekanannya <30 mm Hg maka tungkai cukup diobservasi dengan cermat dan diperiksa lagi
pada jam-jam berikutnya. Kalau keadaan tungkai membaik, evaluasi terus dilakukan hingga
fase berbahaya terlewati. Akan tetapi jika memburuk maka segera lakukan fasciotomi.
Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan perfusi adalah 6 jam. Terdapat dua teknik dalam
fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal dan insisi ganda .Insisi ganda pada tungkai bawah
paling sering digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi tunggal
membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko kerusakan arteri dan vena peroneal.1,2

2.9. Prognosis

12
Dengan diagnosis dan pengobatan yang tepat, umumnya menberikan hasil yang baik.
Namun umumnya prognosis ditentukan oleh trauma penyebab. Diagnosis yang terlambat
dapat menyababkan kerusakan saraf yang permanen serta malfungsi dari otot yang terlibat.
Hal ini sering terjadi pada penderita dengan penurunan kesadaran atau dengan pemberian
sedasi yang menyebabkan penderita tidak mengeluhkan nyeri. Umunya kerusakan permanen
dapat timbul setelah 12-24 jam setelah terjadi kompresi.5

2.10. Komplikasi
Sindrom kompartemen jika tidak mendapatkan penanganan dengan segera, akan
menimbulkan berbagai komplikasi antara lain:
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen.
2. Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh terlambatnya
penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul deformitas pada tangan, jari, dan
pergelangan tangan karena adanya trauma pada lengan bawah.
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Sepsis
6. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)2,3

BAB III

13
KESIMPULAN

 Sindrom kompartemen adalah sebuah kondisi emergensi yang mengancam anggota


tubuh dan jiwa yang paling sering terjadi pada daerah tungkai bawah.
 Penyebab sindroma kompartemen yang paling sering adalah cedera, dimana 45%
kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya terjadi di anggota gerak bawah.
 Gejala klinis yang terjadi pada sindrom kompartemen dikenal dengan 5-P yaitu:
Pain (nyeri) , Pallor (pucat), Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi),
Parestesia (rasa kesemutan), Paralysis.
 Tujuan dari penanganan sindrom kompartemen adalah mengurangi defisit fungsi
neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah lokal, melalui bedah
dekompresi dan dilakukan jika tekanan intra-kompartemen mencapai >30 mmHg.
 Prognosis ditentukan oleh trauma penyebab. Diagnosis dan pengobatan yang tepat,
umumnya menberikan hasil yang baik dan diagnosis yang terlambat dapat
menyababkan kerusakan saraf yang permanen serta malfungsi dari otot yang terlibat.
 Hal yang paling penting bagi seorang dokter adalah untuk selalu waspada ketika
berhadapan dengan keluhan nyeri pada ekstremitas. Konsekuensi dari terlewatnya
pemeriksaan dapat meningkatkan tekanan intra-kompartemen.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Paula, Richard. 2015. Compartment Syndrome in Emergency Medicine. Diunduh dari:


http://emedicine.medscape.com/article/828456-overview [Access on July, 16th 2011]
2. American Acedemy of Orthopaedic Surgeons. 2009. Compartement Syndrome. Diunduh
dari: http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00204 [Access on July, 16th 2011]
3. Baba MA, Hawlai MA, Mir BA, Bashir A, Wani M. 2013. Medial Subtalar Dislocation of
the Foot Associated with an Acute Compartment Syndrome: A Case Report. The Foot and
Ankle Online Journal.doi: 10.3827/faoj.2013.0606.0001

4. Evers L, Bartscer T, Lange T, Mailander P. 2010. Adder Bite: An Uncommon Cause of


Compartment Syndrome in Northern Hemisphere. Scandinavian Journal of Trauma,
Resuscitation and Emergency Medicine. 18: 50

5. Frink MD, Hildebrand MD. 2010. Compartment Syndrome of the Lower Leg and Foot.
Clin Orthop Relat Res 468:940–95

6. Ryan M, Taylor, Matthew P, Sullivan, Samir. 2012. Acute compartment syndrome:


obtaining diagnosis, providing treatment, and minimizing medicolegal risk Musculoskelet
Med 5:206–213

7. Medlineplus. 2011. Compartement Syndrome. Diunduh dari:


http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/001224.htm [Access on July, 16th 2011]
8. Via A, Olivia F, Spoliti M, Maffull N. 2015. Acute Compartment Syndrome. Muscle,
Ligaments and Tendons Journal. 5(1):18-22

15

Anda mungkin juga menyukai