Judul Jurnal Permasalahan Perilaku Pada Anak-Anak Dengan Epilepsi
Behavioral Problems In Children With Epilepsy
Latar Belakang Anak dengan epilepsi memiliki resiko gangguan perilaku dan psikiatrik seperti Attention Deficit/Hiperactivity Disorder (AD/HD), gangguan tingkah laku, Autism Spectrum Disorder (ASD), maupun gangguan afektif dan agresif yang lebih besar yang mempengaruhi kualitas hidup mereka. Penyebab dari gangguan perilaku pada epilepsi adalah multifaktorial, menyertakan kedua faktor neurobiologis dan psikososial. Faktor neurobiologis termasuk umur saat onset, durasi dari sakit, frekuensi dan parahnya kejang, tipe dari kejang, maupun tipe dan jumlah dari obat anti epilepsi yang dikonsumsi. Faktor psikososial yang menyokong termasuk stigma yang dikaitkan dengan kejadian epilepsi, adaptasi yang rendah terhadap penyakit, stress finansial, hubungan keluarga dan orangtua maupun karakteristik anak, seperti temperamen dasar dan level intelegensia.Skrining untuk permasalahan perilaku perlu diikuti oleh diagnosis dan penanganan untuk semua anak dengan epilepsi.
Tujuan untuk membandingkan gangguan perilaku pada anak penderita epilepsi
dengan anak normal, dan untuk menilai faktor-faktor yang mungkin berhubungan dengan kejadian dan gangguan perilaku. Metodologi penelitian crossectional di Klinik Rawat Jalan Anak RS Dr. Sardjito Yogyakarta dari Juni - Juli 2013. Subjek penelitian terdiri dari 2 grup: anak dengan dan tanpa epilepsi. Menggunakan kekuatan dari 80% Zx: 1.96, Zβ: 0.842, dan efek proporsi pada grup epilepsi dari 0.24.10 Jumlah sampel minimal yang diperlukan untuk masing-masing kelompok adalah 46 subjek. Kriteria inklusi untuk grup epilepsi adalah anak usia 3 sampai 16 tahun yang telah didiagnosa epilepsi dan ditatalaksana di Klinik Saraf Anak RS Dr. Sardjito. Kriteria inklusi untuk grup non-epilepsi adalah anak usia 3-16 tahun yang tidak menderita epilepsi, riwayat kejang demam atau penyakit kronis lain. Diagnosis epilepsi ditegakkan dengan riwayat kejang tanpa provokasi atau demam lebih dari satu kali ditunjang dengan penilaian EEG. Untuk kedua kelompok, orangtua menyetujui untuk berpartisipasi pada penelitian ini dengan menandatangani persetujuan perwalian. Kriteria eksklusi untuk kedua grup adalah anak dengan penyakit berat atau disabilitas mental (contohnya tidak dapat berjalan tanpa bantuan alat ataupun tidak dapat berkomunikasi), sebelumnya pernah didiagnosa AD/HD, autisme atau gangguan psikiatrik lainnya, memiliki penyakit kronis lainnya atau tidak tinggal dengan orangtua mereka. Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Pengobatan dan Penelitian Kesehatan FK UGM. Permasalahan perilaku telah dinilai menggunakan SDQ versi Indonesia yang telah divalidasi dan didownload dari www.sdqinfo.com SDQ dibagi menjadi dua seksi: yang pertama dilengkapi oleh orangtua atau guru untuk anak usia 3-10 tahun dan yang lainnya dilengkapi oleh anak sendiri untuk anak usia 11-16 tahun. Kuesionernya berisi informasi identitas dan pernyataan tentang perilaku anak dijawab dengan "tidak benar, agak benar, dan benar". Data sekunder seperti jumlah obat antiepileptik (OAE) dan deskripsi EEG telah diambil dari data rekam medis. Kelengkapan data telah dinilai oleh peneliti. Hasil utama adalah kejadian dari gangguan perilaku yang diukur menggunakan SDQ untuk kedua kelompok. Variabel bebas penelitian adalah epilepsi, variabel tergantung penelitian adalah gangguan perilaku berdasarkan skor SDQ. Variabel eksternal yang diteliti adalah umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan ibu, umur saat onset epilepsi, durasi epilepsi, tipe epilepsi (terkontrol vs tak terkontrol) jumlah AED, dan deskripsi EEG. Gangguan perilaku berdasarkan pada hasil SDQ, pada skor total dan subset. Skor SDQ terdiri atas 6 subset penilaian perilaku: kesulitan-kesulitan total, hiperaktifitas, permasalahan tingkah laku, masalah emosional, masalah pengamatan, dan skor prososial. Gangguan perilaku pada penelitian ini ditentukan berdasarkan pada hasil dari penilaian yang menggunakan SDQ dengan syarat dari skor total dan telah diperkirakan untuk menjadi abnormal untuk skor kesulitan total dari 17-40 untuk anak umur 3-10 tahun, dan skor 20-40 untuk anak usia 11-16 tahun. Subset hiperaktifitas diperkirakan abnormal bila skornya 7-10 untuk semua kelompok usia. Skor subset masalah tingkah laku diprediksi abnormal untuk skor antara 4-10 untuk usia 3-10 tahun dan 5-10 untuk usia 11-16 tahun. Skor subset masalah emosional diperkirakan abnormal untuk skor antara 5-10 usia 3-10 tahun dan skor 7-10 untuk usia 11-16 tahun. Subset permasalahan pengamatan diperkirakan abnormal bila skornya antara 4-10 untuk usia 3-10 tahun dan 6-10 untuk usia 11-16 tahun. Perilaku prososial diperkirakan abnormal bila skornya antara 0-4 untuk semua kelompok usia. Epilepsi terkontrol didefinisikan sebagai aktifitas epilepsi tanpa tanda kejang antara satu tahun sebelum periode penelitian. Usia saat onset didefinisikan sebagai usia anak pada tahun saat diagnosa epilepsi terkonfirmasi, dan diklasifikasikan menjadi dua kategori: < 3 tahun dan ≥ 3 tahun. Durasi epilepsi dalam setahun didefinisikan menjadi durasi antara waktu saat diagnosa terkonfirmasi dan waktu saat terlengkapinya kuesioner, dikelompokkan menjadi < 3 tahun dan ≥ 3 tahun. Jumlah OAE didefinisikan menjadi jumlah dari OAE yang dikonsumsi oleh pasien saat ini, diklasifikasikan menjadi monoterapi dan politerapi. Deskripsi EEG diperoleh dari rekam medik pada form hasil pengujian EEG dan diklasifikasikan menjadi fokal dan nonfokal. Usia anak diklasifikasikan menjadi 3-10 tahun dan 11-16 tahun. Latarbelakang tingkat pendidikan ibu didefinisikan sebagai tingkat dari pendidikan formal yang diselesaikan oleh ibu, dan diklasifikasikan menjadi latarbelakang pendidikan rendah (SD/SMP) dan latarbelakang pendidikan tinggi (SMA/PT). Kami melaksanakan analisis bivariat menggunakan uji Chi Square untuk membandingkan skor SDQ antara kelompok epilepsi dan nonepilepsi, maupun untuk membandingkan skor SDQ masing-masing variabel pada kelompok epilepsi. Regresi logistik digunakan untuk menilai faktor yang paling penting yang berhubungan dengan kejadian permasalahan perilaku pada anak dengan epilepsi. Tingkat signifikansi statistik dikonfirmasi dengan melihat hasil P values < 0.05 dan 95% interval konvidens. Data dianalisis menggunakan SPSS versi 17 (Chicago, IL, USA). Hasil Setelah melakukan analisis multivariat menggunakan regresi logistik, kami menemukan bahwa faktor-faktor yang secara signifikan berhubungan dengan gangguan perilaku pada anak dengan epilepsi adalah epilepsi tak terkontrol (PR 13.9; 95% CI 1.45-132.42; P=0.023) dan EEG fokal (PR 19; 95% CI 1.71-214.43; P = 0.017). Pada anak dengan epilepsi tak terkontrol, prevalensi dari masalah tingkah laku 6.1 kali lebih tinggi daripada anak dengan epilepsi terkontrol (PR 6.1; 95% CI 1.35-27.29; P=0.019). Kami juga menemukan bahwa anak dengan epilepsi tak terkontrol memiliki prevalensi 6.7 kali lebih tinggi dari gangguan emosional dibandingkan dengan anak dengan epilepsi terkontrol (95% CI 1.66-26.76; P=0.007). Kesimpulan permasalahan perilaku merupakan keadaan yang lebih biasa pada anak dengan epilepsy daripada anak normal, khususnya gangguan tingkah laku dan emosional. Epilepsy tak terkontrol dan tampilan EEG fokal merupakan faktor-faktor signifikan yang berhubungan dengan permasalahan perilaku pada anak dengan epilepsy. Rangkuman dan Analisis multivariat menggunakan regresi logistik Hasil mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan Pembelajaran gangguan perilaku pada anak dengan epilepsi adalah epilepsi tak terkontrol dan EEG fokal. Gangguan psikiatrik pada anak dengan epilepsi diasumsikan tercetus oleh faktor psikososial berdasarkan pada rendahnya adaptasi terhadap penyakit kronis, termasuk munculnya stigma signifikan.13 Bagaimanapun, penelitian-penelitian terdahulu telah menemukan bahwa epilepsy dan gangguan psikiatrik adalah fenomena yang bersamaan dengan faktor penyebab.14-16 Sebuah penelitian melaporkan bahwa 1/3 anak dengan onset baru epilepsi menunjukkan masalah perilaku sebelum onset dari kejang.17 Studi lain menggunakan instrument yang sama menemukan proporsi lebih besar dari subjek yang mengalami gangguan dengan 56.3% untuk kategori dari skor tingkah laku total, 50% untuk gangguan emosional, 34.4% untuk permasalahan tingkah laku, 40.6% untuk gangguan hiperaktifitas, dan 65.6% untuk permasalahan pengamatan.18 Perbedaan dari hasil penelitian kami adalah berdasarkan pada kondisi sosio-demografik yang berbeda, termasuk di dalamnya populasi target, maupun kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian kami mendukung penelitian sebelumnya tentang permasalahan perilaku yang dinilai menggunakan SDQ pada anak dengan epilepsy. Sejak anak dengan epilepsy beresiko mengalami permasalahan perilaku, skrining dilanjutkan dengan konfirmasi diagnosa dan penanganan harus dilakukan pada semua anak dengan epilepsy. Penelitian lebih lanjut terhadap permasalahan perilaku pada anak dengan epilepsy di Indonesia dibutuhkan penilaian pada faktor resiko lainnya. Kesimpulannya, permasalahan perilaku merupakan keadaan yang lebih biasa pada anak dengan epilepsy daripada anak normal, khususnya gangguan tingkah laku dan emosional. Epilepsy tak terkontrol dan tampilan EEG fokal merupakan faktor-faktor signifikan yang berhubungan dengan permasalahan perilaku pada anak dengan epilepsy.