Anda di halaman 1dari 19

Laporan Kasus

Pasien Kegawatdaruratan

Nama : dr.David M. Toding


Pendamping : dr.Emanuella, MPH
Konsulen : dr. Fendy, Sp.OT

I. IDENTITAS
A. Nama : Tn. Hendrawan
B. Jenis Kelamin : Laki-Laki
C. Usia : 17 tahun
D. Agama : Islam
E. Pekerjaan : swasta
F. Alamat : Kilongan
G. Masuk RS : 2 Mei 2019, Pukul 23.58 WITA

II. PRIMARY SURVEY


A. Airway :
 Look : sianosis (-), retraksi (-), penggunaan otot bantuan nafas (-)
 Listen : snoring (-), gurgling (-), crowing sound (-) dan stridor
 Feel : deviasi trakea (-)

B. Breathing : frekuensi pernafasan 20x/menit, jenis pernafasan abdominal-


torakal, expansi thorax simetris (+), nyeri dada pada saat bernafas (-), perkusi
thorax sonor (+), suara paru vesikuler (+)

C. Circulation : perdarahan (+), nadi 110/menit teratur, warna kulit pucat (+),
tekanan darah 120/80 mmHg

D. Disability : kesadaran compos mentis dengan GCS E4V5M6, pupil isokor


3mm/3mm, reflex cahaya langsung (+), reflex cahaya tidak langsung (+)
E. Environment : -

III. SECONDARY SURVEY


A. Keluhan Utama
Nyeri pada kaki bagian bawah sebelah kanan

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke IGD RSUD Luwuk pada pukul 23.58 diantar oleh warga dengan
menggunakan motor dikarenakan mengeluh nyeri pada kaki bagian bawah
sebelah kanan sejak -+ 15 menit smrs. Awalnya, pasien mengalami kecelakaan
oleh motornya sendiri pada saat pasien sedang ingin membelokkan motornya
kearah kanan dan tergelincir. Pasien berbonceng dengan temannya, membawa
motor ugal-ugalan dan saat hendok belok pada satu pembelokkan pasien kaget
karena ada juga truk dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi. Akhirnya
pasien bersenggolan dengan truk tersebut yang membuat kaki kanan pasien
tkemungkinan terlindas oleh truk (pasien tidak tau secara detail) dan akhirnya
kaki kanan pasien ‘putus’. Pasien berusaha untuk berdiri namun tidak mampu,
sehingga pasien dibantu oleh warga sekitar dengan menggunakan motor untuk
dibawa kerumah sakit. Keluhan lain seperti nyeri kepala (-), pusing (+), mual (-),
pingsan (-). Riwayat Hipertensi (+), Diabetes Melitus (-), asam urat (-), kolesterol
(-). Harapan pasien atas penyakitnya saat ini adalah pasien hanya bisa pasrah dan
ingin segera sembuh dari penyakitnya, sehingga dapat melakukan kegiatan sehari-
harinya kembali.

C. Allergy : riwayat asma (-), alergi obat-obatan (-)

D. Medication : ---

E. Past Illness : Riwayat trauma (-), pembedahan (-)


F. Last Meal :-
G. Event :-

IV. PEMERIKSAAN FISIK (Pada tanggal: 3 mei 2019 , pukul 00.00 WITA)
A. Tanda Vital :
 Keadaan Umum : tampak kesakitan dan lemas
 Kesadaran : Compos Mentis
 Tekanan Darah : 100/70 mmhg
 Frekuensi Nadi : 102x/menit
 Frekuensi Napas : 24x/menit
 Suhu : 36,5oC
B. Pemeriksaan head to toe
a) Kepala & maksilofasial
Inspeksi : laserasi (-), perdarahan (-), kontusio (-), fraktur (-), luka
termal (-)
Palpasi : krepitasi (-), nyeri tekan (-)

b) Mata : Perdarahan (-), luka tembus (-), tajam penglihatan ( ),


lensa kontak (-), kerusakan nervus optikus (-), Konjungtiva anemis (-),
Sklera ikterik (-)

c) THT : perdarahan (-), gigi goyang (-), pemakaian gigi palsu (+)

d) Leher : hiperemis (-), deformitas (-), pembengkakan (-), emfisema


subkutan (-), deviasi trakea (-), penggunaan otot bantuan nafas (-),nyeri
tekan (-)

e) Dada : simetris (-), deformitas (-), hiperemis (-), scar (-),


penggunaan otot bantuan nafas (-),
 Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba pada SIC 4 garis midclavikula
sinistra,
Perkusi : Batas jantung atas SIC 2 Gr. Midklavikulas
sinistra, batas kanan jantung SIC 4 Gr. Parasternal sinistra, batas
kiri jantung SIC 4 Gr. Midclakula sinistra
Auskultasi : Murmur (-), Gallop (-)

 Paru
Inspeksi : expansi dada simetris (+), pola pernafasan
abdominal-torakal, scar (-), hiperemis (-), penggunaan otot bantuan
pernafasan (-),
Palpasi : emfisema subkutan (-), nyeri tekan (-), krepitasi (-)
Perkusi : sonor (+)
Auskultasi : vesikuler (+/+) seluruh lapang paru bagian depan
dan belakang, rhonki (-), wheezing (-)

f) Abdomen :
Inspeksi : terkesan datar, scar (-), hiperemis (-), tumor (-)
Palpasi : nyeri tekan (-), hepar dan lien teraba (-), tumor (-)
Perkusi : timpani (+)
Auskultasi : bising usung (+) normal

g) Genital : tidak dilakukan

h) Anus : tidak dilakukan

i) Ekstremitas : edema (-), CRT < 2”, sianosis (-)


 Status lokalis a/r cruris dextra
Look : deformitas (+), bone exposure (+), perdarahan (+)
Feel : hangat (+), tenderness (+), krepitasi (+)
Move : limited ROM on patellofemoral joint, aktif pasif
terbatas nyeri
V. RESUME
VI. Pasien datang ke IGD RSUD Luwuk pada pukul 23.58 diantar oleh warga dengan
menggunakan motor dikarenakan mengeluh nyeri pada kaki bagian bawah sebelah
kanan sejak -+ 15 menit smrs. Awalnya, pasien mengalami kecelakaan oleh
motornya sendiri pada saat pasien sedang ingin membelokkan motornya kearah
kanan dan tergelincir. Pasien berbonceng dengan temannya, membawa motor ugal-
ugalan dan saat hendok belok pada satu pembelokkan pasien kaget karena ada juga
truk dari arah berlawanan dengan kecepatan tinggi. Akhirnya pasien bersenggolan
dengan truk tersebut yang membuat kaki kanan pasien tkemungkinan terlindas oleh
truk (pasien tidak tau secara detail) dan akhirnya kaki kanan pasien ‘putus’. Pasien
berusaha untuk berdiri namun tidak mampu, sehingga pasien dibantu oleh warga
sekitar dengan menggunakan motor untuk dibawa kerumah sakit. Keluhan lain
seperti nyeri kepala (-), pusing (+), mual (-), pingsan (-). Riwayat Hipertensi (+),
Diabetes Melitus (-), asam urat (-), kolesterol (-). Harapan pasien atas penyakitnya
saat ini adalah pasien hanya bisa pasrah dan ingin segera sembuh dari penyakitnya,
sehingga dapat melakukan kegiatan sehari-harinya kembali.
Dari Pemeriksaan tanda vital, kesadaran : compos mentis, keadaan umum : tampak
tenang, tekanan darah : 120/80 mmHg, nadi 102x/menit, nafas :
24x/menit,temperature 36,5. Pemeriksaan fisik, Status lokalis a/r cruris dextra,
Look : deformitas (+), bone exposure (+), perdarahan (+), Feel: hangat (+),
tenderness (+), krepitasi (+), Move: limited ROM on patellofemoral joint, aktif pasif
terbatas nyeri. Status lokalis a/r patella dextra Look : deformitas (+), perdarahan
(+), vulnus laceratum (+), Feel : nyeri tekan (+), Move : fleksi (+), ekstensi (+)

VII. DIAGNOSA KERJA


1. Vulnus amputatum a/r distal tibio-fibular cruris dextra
2. vulnus laceratum refio pattelar dextra
VIII. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah Lengkap
WBC : 33.300
HGB : 11.8
PLT : 55.000

2. foto rontgen cruris ap/alteral dextra


IX. DIAGNOSIS
1. Vulnus amputatum cruris dextra with open fracture os tibia et fibulla dextra
2. Vulnus laceratum region patella dextra

X. DIAGNOSIS BANDING:
-

XI. PENATALAKSANAAN:
 Periksa TTV, atasi kemungkinan syok hipovolemik,
 Kontrol perdarahan -> Bebat tekan dan jahit situasional
 Medikamentosa:
 IVFD NaCl 0,9% 32 tpm
 Anbacim 1 gr/12 jam IV (skin test)
 Ketorolac 30 mg/8 jam IV
 Ranitidine 25 mg/12 jam IV
 Tetagam 250 IU/ IM
 Rencana operasi  debridement + ORIF
 Persiapan operasi  persetujuan tindakan, konsul anestesi, lapor OK, puasa
sebelum operasi, elastic verban + sufratulle
PEMBAHASAN

2.1 Penatalaksanaan fraktur secara umum

Penatalaksanaan awal fraktur sebelum dilakukan pengobatan definitif, maka diperlukan:

1. Pertolongan pertama

Pada penderita dengan fraktur yang penting dilakukan adalah membersihkan jalan nafas, menutup

luka dengan verban yang bersih dan imobilisasi fraktur pada anggota gerak yang terkena agar

penderita merasa nyaman dan mengurangi nyeri sebelum diangkut ke ambulan.

2. Penilaian klinis

Sebelum menilai fraktur itu sendiri, perlu dilakukan penilaian klinis. Apakah luka itu luka tembus

tulang, adaah trauma pembuluh darah atau saraf ataukah ada trauma organ dalam yang lain.

3. Resusitasi

Kebanyakan penderita dengan fraktur multipel tiba dirumah sakit dengan syok, sehingga

diperlukan resusitasi sebelum diberikan terapi pada frakturnya sendiri berupa pemberian transfuse

darah dan obat-obat anti nyeri.

Adapun prinsip penatalaksanaan fraktur dibagi menjadi 6, yaitu:

1. Jangan membuat keadaan lebih jelek

2. Pengobatan berdasarkan diagnosis dan prognosis yang akurat

3. Seleksi pengobatan dengan tujuan khusus

- Menghilangkan nyeri

- Memperoleh posisi yang baik dari fragmen


- Mengusahakan terjadinya penyambungan tulang

- Mengembalikan fungsi secara optimal

4. Mengingat hukum – hukum penyembuhan secara alami

5. Bersifat realistik dan praktis dalam memilih jenis pengobatan

6. Seleksi pengobatan sesuai dengan penderita secara individual

Kasus fraktur biasanya terjadi akibat adanya trauma oleh karena perlu dilakukan penatalaksaan sesuai

dengan prinsip trauma, sebagai berikut:

Penilaian awal (primary survey / survei awal)

Survei awal bertujuan untuk menilai dan memberikan pengobatan sesuai dengan prioritas

berdasarkan trauma yang dialami. Fungsi-fungsi vital penderita harus dinilai secara tepat dan

efisien. Penanganan penderita terdiri atas evaluasi awal yang cepat serta resusitasi fungsi vital,

penangan trauma, dan identifikasi keadaan yang dapat menyebabkan kematian.

A: Airway (saluran napas). Pada evaluasi awal penderita trauma, yang pertama kali harus dinilai

adalah saluran nafas. Penilain ini untuk mengetahui adanya obstruksi saluran nafas seperti

adanya benda asing, adanya fraktur mandibula atau kerusakan trakea maupun laring yang dapat

mengakibatkan obstruksi jalan nafas. Harus diperhatikan pula secara cermat mengenai kelainan

yang mungkin terdapat pada vertebra servikalis dan apabila ditemukan kelainan, harus dicegah

gerakan yang berlebihan pada tempat ini dan dapat diberikan alat bantu seperti kolar leher untuk

penyangga. Pada beberapa keadaan kemungkinan terdapat kesulitan untuk membedakan adanya

benda asing dalam jalan nafas, fraktur mandibula dan maksila, robekan trakea atau laring dan
trauma servikalis. Pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan neurologis dan foto rontgen

vertebra servikal

B: Breathing (pernapasan). Perhatikan secara keseluruhan daerah thorak untuk menilai ventilasi.

Jalan napas yang bebas bukan berarti ventilasi cukup. Bila ada gangguan atau instabilitas

kardiovaskuler, respirasi, atau gangguan neurologis, kita harus melakukan ventilasi dengan

bantuan alat pernapasan berupa kantong yang disambung dengan masker atau pipa endotrakeal

C: Circulation (sirkulasi). Sirkulasi adalah kontrol perdarahan meliputi 2 hal: a) volume darah

dan output jantung yang merupakan penyebab utama kematian pada trauma. Perdarahan

dianggap sebagai penyebab hipotensi pada trauma sebelum dapat dibuktikan penyebab yang lain.

Pada keadaan ini diperlukan penilaian secara cepat dan akurat terhadap status hemodinamik

penderita yang mengalami trauma. 3 tanda klinis untuk menunjukan hipovolemik: kesadaran,

warna kulit, nadi b) perdarahan baik perdarahan luar maupun perdarahan dalam. Perdarahan luar

harus diatasi dengan balut tekan

D: Disability (evaluasi neurologis). Evaluasi neurologis secara cepat setelah satu survei awal,

dengan menilai tingkat kesadaran, besar dan reaksi pupil. Evaluasi ini menggunakan metode

AVPU, yaitu: A (Alert atau sadar), V (Vocal atau adanya respon terhadap suara), P (Painful

adanya respon terhadap rangsangan nyeri) dan U (Unresponsive atau tidak ada respon sama

sekali). Hasilnya dapat diketahui GCS (glasgow coma scale)

E: Exposure (kontrol lingkungan). Untuk melakukan pemeriksaan secara teliti pakaian penderita

perlu dilepas (pada pasien tidak sadarkan diri), selain itu perlu dihindari terjadinya hipotermi
Sebelum mengambil keputusan untuk melakukan pengobatan definitif prinsip pengobatan ada 4

(4R), adalah:

- Rekognisi (diagnosis dan penilaian fraktur)

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anamnesis, pemeriksaan fisik

dan radiologis. Pada awal pengobatan yang perlu diperhatikan, adalah; lokalisasi fraktur, bentuk fraktur,

menentukan teknik yang sesuai untuk pengobatan, dan komplikasi yang mungkin terjadi selama dan

sesudah pengobatan.

- Reduksi / Manipulasi / Reposisi

Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal. Reduksi

terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur

namun prinsip yang mendasarinya tetap sama. Biasanya reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin

untuk mencegah jaringan lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.

Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk menjalani prosedur. Harus

diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan analgetika diberikan sesuai ketentuan. Ekstremitas yang

akan dimanipulasi harus ditangani dengan lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut. Fraktur seperti

fraktur klavikula, iga dan fraktur impaksi dan humerus tidak memerlukan reduksi. Adanya rotasi tidak

dapat diterima dimanapun lokalisasi fraktur.

- Retensi/Immobilisasi

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara

optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi

kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi eksterna atau

interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau

fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai interna

untuk mengimobilisasi fraktur.


- Rehabilitasi

Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala upaya diarahkan pada penyembuhan

tulang dan jaringan lunak. Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan. Status

neurovaskuler (mis. pengkajian peredaran darah, nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah

ortopedi diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler. Kegelisahan, ansietas dan keti-

daknyamanan dikontrol dengan berbagai pendekatan (mis. meyakinkan, perubahan posisi, strategi

peredaan nyeri, termasuk analgetika). Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan

atrofi dan meningkatkan peredaran darah. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula diusahakan

sesuai batasan terapeutika. Biasanya, fiksasi interna memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah

yang memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya gerakan dan stres pada ekstrermitas

yang diperbolehkan, dan menentukan tingkat aktivitas dan beban berat badan. 4

2.2 Penatalaksanaan fraktur terbuka

Fraktur terbuka sendiri merupakan suatu kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi

oleh bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden period). Agar

kuman tidak terlalu jauh masuk kedalam tubuh, maka dilakukan:

1. Pembersihan luka

Pembersihan luka dilakukan dengan cara irigasi dengan cairan NaCL fisiologis secara mekanis untuk

mengeluarkan benda asing yang melekat pada luka.

2. Eksisi jaringan yang mati dan tersangka mati (debridement)

Semua jaringan yang kehilangan vaskularisasinya merupakan daerah tempat perkembangan bakteri

sehingga diperlukan eksisi secara operasi pada kulit, jaringan subkutaneus, lemak, fascia, otot dan

fragmen-fragmen yang lepas. Debridemen adalah pengangkatan jaringan yang rusak dan mati
sehingga luka menjadi bersih. Untuk melakukan debridemen yang adekuat, luka lama dapat

diperluas, jika diperlukan dapat membentuk irisan yang berbentuk elips untuk mengangkat kulit,

fasia serta tendon ataupun jaringan yang sudah mati. Debridemen yang adekuat merupakan tahapan

yang penting untuk pengelolaan dan dapat dilakukan secara berulang. Diperlukan cairan yang cukup

untuk fraktur terbuka dan dapat menggunakan cairan normal salin.

3. Pengobatan fraktur itu sendiri

Fraktur dengan luka yang hebat memerlukan suatu fraksi skeletal atau reduksi terbuka dengan fiksasi

eksterna tulang. Fraktur grade II dan III sebaiknya difiksasi dengan fiksasi eksterna.

4. Penutupan kulit

Fraktur terbuka harus diobati dalam waktu periode emas (6-8 jam mulai dari terjadinya kecelakaan),

maka sebaiknya kulit ditutup. Hal ini dilakukan apabila penutupan membuat kulit sangat tegang.

Dapat dilakukan split thickness skin-graft serta pemasangan drainase isap untuk mencegah

akumulasi darah dan serum pada luka yang dalam. Luka dapat dibiarkan terbuka setelah beberapa

hari tapi tidak lebih dari 10 hari. Kulit dapat ditutup kembali disebut delayed primary closure. Yang

perlu mendapat perhatian adalah penutupan kulit tidak dipaksakan yang mengakibatkan sehingga

kulit menjadi tegang.

5. Pemberian antibiotik

Pemberian antibiotik bertujuan untuk mencegah infeksi. Antibiotik diberikan dalam dosis yang

adekuat sebelum, saat dan sesudah tindakan operasi. Pemberian antibiotika efektif mencegah

terjadinya infeksi pada fraktur terbuka. Untuk fraktur terbuka antibiotika yang dianjurkan adalah

golongan sefalosporin dan dikombinasi dengan golongan aminoglikosida.


6. Pencegahan tetanus

Semua penderita dengan fraktur terbuka perlu diberikan pencegahan tetanus. Pada penderita yang

telah mendapat imunisasi aktif cukup dengan pemberian toksoid tapi bagi yang belum, dapat

diberikan 250 unit tetanus imunoglobulin (manusia).5

Terapi invasif (Operasi atau pembedahan)

Peralatan proteksi diri yang dibutuhkan saat operasi adalah google, boot dan sarung tangan

tambahan. Sebelum dilakukan operasi, dilakukan pencucian dengan povine iodine, lalu drapping area

operasi. Debridemen dilakukan pertama kali pada daerah kulit. Kemudian rawat perdarahan di vena

dengan melakuan koagulasi. Buka fascia untuk menilai otot dan tendon. Viabilitas otot dinilai dengan 4C,

“Color, Contractility, Circulation and Consistency”. Lakukan pengangkatan kontaminasi canal

medullary dengan saw atau rongeur. Curettage canal medulary dihindarkan dengan alasan mencegah

infeksi ke arah proksimal. Irigasi dilakukan dengan normal salin. Penggunaan normal salin adalah 6-10

liter untuk fraktur terbuka grade II dan III. Tulang dipertahankan dengan reposisi. Penutupan luka

dilakukan jika memungkinkan. Berdasarkan jumlah jaringan lunak yang hilang, luka-luka kompleks

(complex wound) dapat ditutupi dengan menggunakan metode yang berbeda, yakni :

a. Lokal Flap

Jaringan otot dari ekstremitas yang terlibat diputar untuk menutupi fraktur. Kemudian diambil

sebagian kulit dari daerah lain dari tubuh (graft) dan ditempatkan di atas luka.
b. Free Flap

Beberapa luka mungkin memerlukan transfer lengkap jaringan. Jaringan ini sering diambil dari

bagian punggung atau perut. Prosedur free flap membutuhkan bantuan dari seorang ahli bedah

mikrovaskuler untuk memastikan pembuluh darah terhubung dan sirkulasi tetap berjalan. 6

Tulang patah dalam fraktur terbuka biasanya digunakan metode fiksasi eksternal atau internal. Hal

ini penting untuk menstabilkan patah tulang sesegera mungkin dan mencegah kerusakan jaringan yang

lebuh lunak. Adapun metodenya memerlukan operasi:

a. Fiksasi Internal

Selama operasi, fragmen tulang yang pertama direposisi (dikurangi) ke posisi normal kemudian

diikat dengan sekrup khusus atau dengan melampirkan pelat logam ke permukaan luar tulang.

Fragmen juga dapat diselenggarakan bersama-sama dengan memasukkan batang bawah melalui

ruang sumsum di tengah tulang. Karena fraktur terbuka mungkin termasuk kerusakan jaringan dan

disertai dengan cedera tambahan, mungkin diperlukan waktu sebelum operasi fiksasi internal dapat

dilakukan dengan aman. Indikasi untuk fraktur terbuka, fraktur multipel.

b. Fiksasi Eksternal

Fiksasi eksternal tergantung pada cedera yang terjadi. Fiksasi ini digunakan untuk menahan tulang

tetap dalam garis lurus. Dalam fiksasi eksternal, pin atau sekrup ditempatkan ke dalam tulang yang

patah di atas dan di bawah tempat fraktur. Kemudian fragmen tulang direposisi. Pin atau sekrup

dihubungkan ke sebuah lempengan logam di luar kulit. Perangkat ini merupakan suatu kerangka

stabilisasi yang menyangga tulang dalam posisi yang tepat. Indikasi dilakukan fiksasi eksterna yaitu

fraktur terbuka grade II & III, fraktur terbuka disertai hilangnya jaringan atau tulang yang hebat. 7
Pada beberapa kasus, amputasi menjadi pilihan terapi. Immediate amputation biasanya diindikasikan

pada keadaan berikut:

 Fraktur terbuka derajat IIIC dimana lesi tidak dapat diperbaiki dan iskemia sudah

terjadi >8 jam

 Anggota gerak yang mengalami crush berat dan jaringan viable yang tersisa untuk

revaskularisasi sangat minimal

 Kerusakan neurologis dan soft tissue yang berat, dimana hasil akhir repair tidak lebih

baik dari penggunaan prosthesis.

 Cedera multipel dimana amputasi dapat mengontrol perdarahan dan mengurangi efek

sistemik/life saving

 Kasus dimana limb salvage bersifat life-threatening dengan adanya penyakit kronik

yang berat, seperti diabetes mellitus dengan gangguan vaskular perifer berat dan

neuropati (2099)

 Kondisi bencana / mass disaster


Tabel 2.1 Penilaian amputasi menurut MESS

Diperlukan perawatan pasca bedah untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Dimana terdapat lima tujuan

pengobatan fraktur, yaitu:

1. Menghilangkan nyeri

2. Mendapatkan dan mempertahankan posisi yang memadai dari fragmen fraktur

3. Mengharapkan dan mengusahakan union

4. Mengembalikan fungsi secara optimal dengan cara mempertahankan fungsi otot dan sendi,

mencegah atrofi otot dan mencegah kekakuan sendi

5. Mengembalikan fungsi secara maksimal merupakan sebuah akhir pengobatan fraktur. Baik

secara psikologis maupun pemberian fisioterapi. 8

Anda mungkin juga menyukai