Oleh :
Agmi Eka Yanuarita, S.Ked
NPM. 15710089
KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RSUD KABUPATEN SIDOARJO
2016
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama
Tanggal Lahir
Umur
Agama
Suku
Status Perkawinan
Pekerjaan
Alamat
: Ny.N
: 01/01/1984
: 32 tahun
: Islam
: Jawa
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: Renojoyo Kedung Kampil Porong
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien
1. Keluhan Utama
Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak sejak lama namun memberat sejak 1 minggu yang lalu
(19 04 2016). Sesak dirasakan bila pasien berbicara terlalu banyak dan
berkurang bila istirahat. Dahulunya sesak hanya dirasakan bila sedang
menyapu atau mengepel. Dikatakan bahwa jika tidur harus menggunakan
bantal tinggi dan lebih sering dengan posisi tidur yang sudah dilakukan sangat
lama. Saat tidur pasien juga sering tiba tiba bangun saat tidur malam hari.
Dada juga dirasakan nyeri seperti tertusuk pada dada kiri dan bila menarik
nafas terasa nyeri, tapi nyeri tidak dirasakan menjalar ke lengan kiri ataupun
leher kiri. Pasien juga mengeluh sering batuk sejak lama, sekali batuk sangat
lama kurang lebih 1 jam tanpa henti, tidak dirasakan adanya dahak, adanya
batuk darah disangkal oleh pasien dan lama kelamaan menjadi sesak. Selain
itu dada dirasakan berdebar debar sejak lama sekitar tahun 2013. Badan
sering terasa lemas dan nafsu makan dirasakan menurun sejak 1 minggu yang
lalu sehingga berat badan menurun yang awalnya 51 kg menjadi 44 kg.
didapatkan kaki bengkak saat 1 hari sebelum masuk rumah sakit (25 04
2
3) RR
: 28 x/mnt
4) Suhu Axilla : 37,1 C
d. Kulit
: Ikterus (-), Ptechiae (-), Purpura (-), Ekimosis (-)
e. Kelenjar limfe : Tidak ditemukan pembesaran pada limfonodi leher.
f. Otot
: Kekuatan otot normal, artrofi (-)
g. Tulang
: Tidak ada deformitas.
h. Status Gizi
:
1) Berat badan
: 41 kg
2) Tinggi badan
: 150 cm
3) IMT
: 13 %
Kesan : Didapatkan hipotensi, takikardi, takipneu dan status gizi kurang
2. Pemeriksaan Fisik Khusus
a. Kepala
1) Bentuk
: Bulat
2) Rambut : Hitam, lurus
3) Mata
: Konjungtiva anemis +/+
Sklera ikterus -/Oedem palpebra -/Reflek cahaya +/+
4) Hidung
hidung (+)
5) Telinga
: Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-)
6) Mulut
: Sianosis (+), Bau (-)
b. Leher :
1) Kelenjar limfe
:
Tidak
ada
pembesaran
b) Palpasi :
sinistra
left parasternal heave (-)
Pulsasi jantung teraba pada apex
c) Auskultasi
:
Holosystolic murmur pada apex
S1 frekuensi tinggi, blowing
Lokalisasi : mitral
Jenis murmur : murmur crescendo
Penjalaran: axilla
2) Pulmo
Ins
Per
Aspectus Ventralis
Bentuk dada normal
Aspectus Dorsalis
Bentuk dada normal
Simetris
Simetris
Retraksi (-)
Retraksi (-)
Fremitus raba
Fremitus raba
Pal
Sonor-Redup
S
S S
S
Sonor-Redup
R R
R
R R
R
S S
S
Aus
Suara Dasar
Suara Dasar
BV
BV
BV
BV
BV
BV
BV
BV
V V
V V
Wheezing
Wheezing
-
- -
- -
- -
Rhonki
- -
V
V
- -
Rhonki
- -
- -
- -
d. Abdomen
1)Inspeksi
:
2)Auskultasi :
Cekung
Bising usus (+) 10x/menit
3)Perkusi
(+)
(-),
jari
Nyeri
dibawah
tekan
arcus
(-),
costae,
Splenomegali(-).
e. Ekstermitas
1) Superior
2) Inferior
: Akral hangat +/+, oedem -/: Akral hangat +/+, oedem -/-
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboraturium
Tanggal 26 april 2016
Jenis pemeriksaan
Hasil pemeriksaan
Nilai normal
HEMATOLOGI
Hemoglobin
13,2
12-18
gr/dL
Leukosit
11,35
4.8-11.8
103/uL
Hematokrit
39,1
36-46
Trombosit
265
150-450
103/uL
Glukosa Sewaktu
ELEKTROLIT
109
<140 mg/dL
mg/dL
Natrium
124
137-145
mmol/L
Kalium
5,7
3.6-5
mmol/L
Chlorida
93
98-107
mmol/L
Kreatinin Serum
0,9
0.5-1.1
mg/Dl
BUN
14,5
6-20
mg/dL
GULA DARAH
FAAL GINJAL
Hasil pemeriksaan
Nilai normal
FAAL
HEMOSTASIS
PPT
15,8
Control PPT
11,0
Asam Urat
Cholestrol Total
Trigliserida
HDL Cholestrol
LDL - Cholestrol
SGOT
SGPT
ELEKTROLIT
8,2
128
77
20
93
78
44
2,4 5,7
130 - 220
34 143
48 74
<100
<32
<33
Natrium
125
137-145
mmol/L
Kalium
4,0
3.6-5
mmol/L
Chlorida
91
98-107
mmol/L
detik
detik
KIMIA KLINIK
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
U/L
U/L
2. Pemeriksaan EKG
a. Tanggal 26 April 2016 jam 06.50
10
Rate : 75 78 x/menit
Rhythm: irreguler
Aksis: Tidak ada deviasi
Hipertrofi : (-)
Ischemi : T inversi pada V1-3
Atrial Flutter
Kesimpulan : AF VR normal
11
Rate : 71 78 x/menit
Rhythm: irreguler
Aksis: Tidak ada deviasi
Hipertrofi :
Ventrikel kanan : ratio R/S <1 pada V6
T inversi pada V1
Ischemi : T Inversi pada V1-V3,
ST depresi V2-V3
Miscellaneous : Terdapat rsR pattern pada V2
Wide S pada V6
Atrial Fibrilasi
3. Pemeriksaan Foto Thorak
12
Orthopnea (+)
Berdebar- debar
Nyeri dada
Batuk lama
edema
Berat Badan berkurang
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Lemah
Vital sign
: Hipotensi,Takikardia, Takipnea
Kepala/Leher
Thorax
Pulmo
: Wheezing, Ronkhi
Cor
Abdomen
: Hepatomegali (+)
Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis, hiponatremi, hyperkalemia, hipochlorida, Gangguan profil
lemak dan gangguan faal hati.
Pemeriksaan EKG
RVH, Iskemi anteroseptal , AF VR moderate, Axiz RAD
Pemeriksaan echocardiography
RHD MR Berat, LA dan LV dilatasi, LVH, , MS moderate, PR mild, AR mild,
prolapse katup mitral AML dengan MR berat, Fungsi Diastolik LV Abnorma.
14
F. Diagnosis
Etiologi
: AML Prolaps
15
BAB II
PEMBAHASAN
A. ETIOLOGI
Prolaps katup mitral dapat diklasifikasikan sebagai primer, sekunder, atau
fungsional. MVP primer terjadi tanpa adanya penyakit jaringan ikat. MVP primer
dapat dikaitkan dengan kelainan tulang, Penyakit Von Willebrand dan
hypomastia. MVP sekunder terjadi karena gangguan jaringan ikat, seperti marfans
syndrome,
pusing, dyspnea, kecemasan, mati rasa, dan kesemutan. Mitral valve prolapse
biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan fisik rutin, dan auskultasi
jantung adalah kunci untuk membuat diagnosis klinis. Satu atau lebih detak non
ejeksi sistolik di tengah systole atau akhir sistol dengan atau tanpa murmur
sistolik akhir merupakan ciri khas dari MVP. Detak sistolik terdengar di MVP
diperkirakan berasal dari gerakan korda tendinea. Beberapa detak sistolik dapat
menyebabkan suara menggaruk sesekali disamakan dengan pericard friction rub.
Regurgitasi mitral pada kondisi prolaps menghasilkan murmur sistolik akhir.
Murmur ini biasanya memiliki kontur crescendo dan menyelubungi suara jantung
kedua (S2); yang biasa didahului oleh detak non ejeksi tetapi mungkin terjadi
sendiri. Murmur sistolik akhir biasanya menunjukkan MR ringan; pada MR berat,
murmur bisa pansistolik dan klik mungkin tidak terdengar. meskipun akhir
aksentuasi sistolik sering diabaikan, murmur dapat menjadi tidak bisa dibedakan
dari murmur terkait dengan MR dari penyebab lain. Dalam kasus posterior leaflet
prolaps, aliran regurgitasi mitral umumnya diarahkan anterior menuju pangkal
aorta dan murmur dapat menjalar di sepanjang perbatasan sternal kiri dan ke
daerah aorta. Pada anterior leaflet prolaps, murmur menyebar ke ketiak kiri dan
belakang. Mitral valve prolapse adalah fenomena yang dinamis, tergantung
beban, dan kriteria diagnostik fisik yang paling sensitif dan spesifik didasarkan
pada perubahan postural karakteristik dalam temuan auskultasi. Pemeriksaan
lengkap dengan pasien dalam terlentang, berdiri dan duduk posisi diperlukan
untuk mengubah kondisi hemodinamik dan pemuatan ventrikel dan mendeteksi
temuan karakteristik dengan tingkat akurasi tertinggi. perubahan auskultasi
postural terkait terutama untuk perubahan volume LV, ditambah dengan
perubahan dalam denyut jantung dan kontraktilitas miokard.
Ecocardiography memberikan informasi tambahan, termasuk tingkat prolaps
katup, tingkat keparahan MR dan ketebalan daun katup mitral. Kelainan
elektrokardiografi dilaporkan dalam MVP termasuk atrium dan ventrikel
arrythmias, interval QT yang berkepanjangan, non spesifik ST segmen dan
17
Regurgitasi mitral merupakan temuan yang sering pada pasien dengan MVP
Hipertensi arteri sistemik dapat mempercepat perubahan degeneratif dalam katup
mitral, meningkatkan risiko untuk pembedahan MR parah. Pasien dengan tekanan
darah tidak terkontrol mungkin berisiko untuk kemajuan akut atau subakut dari
MR dari pecahnya tendinea chorda. Pada kenyataannya, MVP adalah penyebab
paling umum dari operasi perbaikan katup mitral
Manajemen MR sekunder untuk MVP tergantung pada besarnya kekacauan
hemodinamik. Pasien dengan MR ringan dapat diikuti dengan pemeriksaan fisik
tahunan. Echocardiograpgy berulang diindikasikan hanya bila timbul gejala atau
jika temuan fisik berubah. Pasien tanpa gejala dengan MR berat harus menjalani
pemeriksaan fisik tahunan dan ekokardiografi untuk kajian kinerja kontraksi
ventrikel. Pasien dengan MR berat dan gejala gagal jantung kongestif yang
terbaik diobati dengan intervensi bedah. Namun, pada pasien dengan disfungsi
MR dan LV parah, operasi dapat kontraindikasi karena ventrikel kiri mungkin
tidak dapat berfungsi setelah MR dihilangkan. Pedoman dari asosiasi jantung
Amerika dan perguruan tinggi Amerika kardiologi merekomendasikan profilaksis
antibiotik untuk endokarditis infektif untuk pasien dengan MVP. Tantangan
umum dalam pengelolaan pasien dengan MVP adalah tingginya insiden nyeri
dada dan jantung berdebar. Secara umum, assesment dan manajemen nyeri dada
pada pasien dengan MVP seharusnya tidak berbeda dari assesment dan
manajemen
nyeri
dada
pada
pasien
lain.
Dokter
harus
menghindari
menghubungkan gejala nyeri atipikal non jantung dada untuk keberadaan MVP.
Terapi beta blocker dosis rendah sering membantu. Beberapa studi dari MVP
menunjukkan bahwa gejala membaik setelah mulai program latihan reguler.
Adanya aritmia penting ditemukan pada pemantauan rawat mungkin merupakan
indikasi untuk studi elektrofisiologi atau terapi antiaritmia. Pemeriksaan
ekokardiografi transthoracic ditunjukkan pada diagnosis awal untuk menilai
morfologi katup, tingkat MR, kinerja kontraksi ventrikel kiri, dan penyakit
jantung stuctural terkait. Pasien dengan murmur MR atau daun katup mitral yang
19
keparahan MR; bahkan saat MR parah dapat dikaitkan dengan hampir tidak ada
murmur. Perubahan EKG di MR tidak spesifik, dapat ditemukan perubahan dari
LV hipertrofi dan fibrilasi atrium umum terjadi.
Penyakit paru primer (Pneumonia, tuberculosis, PPOK, dan tromboemboli
paru) mempunyai penampilan klinis yang mirip dengan penyakit jantung katup
yaitu sesak pada saat aktifitas atau edem pulmonum. Sesak juga didapatkan
nampak pada penyakit paru interstitial kronis, hipertensi pulmonal, dan
keganasan pada dada. Penyakit jantung yang perlu dipertimbangkan adalah
penyakit jantung iskemik, penyakit jantung kongenital, kardiomyopati dilatasi,
21
dan pasien asimtomatik untuk beberapa tahun. Penundaan operasi selam itu
mungkin menghindari trauma, biaya, dan resiko operasi. Bagaimanapun, setiap
usaha harus dilakukan untuk melanjutkan operasi sebelum fungsi ventrikel
mengalami degenerasi. Penilaian fungsi sistolik LV melibatkan pengukuran
fraksi ejeksi. Ketegangan dinding berkurang dan afterload dari MR
memungkinkan fraksi ejeksi dipertahankan dalam perjalanan penyakit; Oleh
karena itu setiap penurunan fraksi ejeksi mungkin merupakan penurunan yang
cukup besar dalam cadangan fungsional miokard. secara umum, operasi katup
mitral harus dipertimbangkan pada pasien dengan dikenal untuk MR moderat
parah ketika pasien merupakan gejala atau ada bukti obyektif dari penurunan
fungsi LV. Pebaikan katup pada MR berat mengurangi angka kmatian dan
menurukan frekuensi dari komplikasi. Katup harus bebas dari kalsifikasi dan
lentur dengan corda tendinea yang bisa tersebar. Keuntungan dari perbaikan
katup adalah memberikan pasien dengan komponen subvalvular fungsional,
termasuk otot papiler, jaringan alam di katup jauh lebih tahan terhadap
thrombogenicity daripada permukaan buatan, menghindarkan penggunaan
warfarin antikoagulan. Regurgitasi mitral yang dihasilkan dari kardiomiopati
dilatasi adalah masalah utama yang disebabkan oleh pelebaran cincin mitral dan
ventrikel dan hasil deformitas anatomi dari hubungan otot papilary dan korda
tendinea ke daun katup mitral. MR yang dihasilkan meningkatkan kebutuhan
untuk volume ejeksi dan menurun ke depan aliran darah. Dalam perbaikan situasi
ini atau penggantian katup mitral mungkin gagal untuk memperbaiki gejala dan
berhubungan dengan risiko yang sangat tinggi dari kematian operatif. Penyakit
jantung koroner dapat menyebabkan MR dengan beberapa mekanisme, katup
mitral menempel ke pappilary otot yang bergantung pada aliran darah miokard.
iskemia akut ke daerah papiler yang menyediakan aliran darah dapat
menyebabkan MR sementara. Infark otot pappilary akan menyebabkan kegagalan
permanen dari aparat subvalvular. Infark miokard akut yang mengenai otot
pappilary menyebabkan MR berat, akut, dan MR yang mengancam jiwa. Ini
23
24
Secara klinis FA dapat dibedakan menjadi lima jenis menurut ciri ciri dari
pasien, yaitu:
1. FA sorangan (lone): FA tanpa disertai penyakit struktur kardiovaskular
lainnya, termasuk hipertensi, penyakit paru terkait atau abnormalitas anatomi
jantung seperti pembesaran atrium kiri, dan usia di bawah 60 tahun.
2. FA non-valvular: FA yang tidak terkait dengan penyakit rematik mitral, katup
jantung protese atau operasi perbaikan katup mitral.
3. FA sekunder: FA yang terjadi akibat kondisi primer yang menjadi pemicu FA,
seperti infark miokard akut, bedah jantung, perikarditis, miokarditis,
hipertiroidisme, emboli paru, pneumonia atau penyakit paru akut lainnya.
Sedangkan FA sekunder yang berkaitan dengan penyakit katup disebut FA
valvular.
Respon ventrikel terhadap FA, sangat tergantung pada sifat elektrofisiologi dari NAV
dan jaringan konduksi lainnya, derajat tonus vagal serta simpatis, ada atau tiadanya
jaras konduksi tambahan, dan reaksi obat. Berdasarkan kecepatan laju respon
ventrikel (interval RR) maka FA dapat dibedakan menjadi [gambar 4 (A, B, C)] :
1. FA dengan respon ventrikel cepat: Laju ventrikel >100x/menit
2. FA dengan respon ventrikel normal: Laju ventrikel 60-100x/menit
3. FA dengan respon ventrikel lambat: Laju ventrikel <60x/menit
Spektrum presentasi klinis FA sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik
hingga syok kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50%
episode FA tidak menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation). Beberapa gejala
ringan yang mungkin dikeluhkan pasien antara lain:
1. Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai: pukulan genderang,
gemuruh guntur, atau kecipak ikan di dalam dada.
2. Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
3. Presinkop atau sinkop
4. Kelemahan umum, pusing
Selain itu, FA juga dapat menyebabkan gangguan hemodinamik, kardiomiopati yang
diinduksi oleh takikardia, dan tromboembolisme sistemik. Penilaian awal dari pasien
dengan FA yang baru pertama kali terdiagnosis harus berfokus pada stabilitas
25
hemodinamik dari pasien. Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas dan
saturasi oksigen sangat penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali
laju yang adekuat pada FA. Pada pemeriksaan fisis, denyut nadi umumnya ireguler
dan cepat, sekitar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-170x/menit. Pasien
dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat jantung (digitalis) dapat mengalami
bradikadia. Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus,
pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit pada arteri
karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan
kemungkinan adanya
komorbiditas penyakit jantung koroner. Pemeriksaan paru dapat mengungkap tandatanda gagal jantung (misalnya ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi
mengindikasikan adanya penyakit paru kronik yang mungkin mendasari terjadinya
FA (misalnya PPOK, asma). Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan
fisis pada pasien FA. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat penting untuk
mengevaluasi penyakit jantung katup atau kardiomiopati. Pergeseran dari punctum
maximum atau adanya bunyi jantung tambahan (S3) mengindikasikan pembesaran
ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras dapat
menandakan adanya hipertensi pulmonal. Pulsus defisit, dimana terdapat selisih
jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien
FA. Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba mengencang dapat
mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik. Nyeri kuadran kiri
atas, mungkin disebabkan infark limpa akibat embolisasi perifer. Pada pemeriksaan
ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari tabuh atau edema. Ekstremitas yang
dingin dan tanpa nadi mungkin mengindikasikan embolisasi perifer. Melemahnya
nadi perifer dapat mengindikasikan penyakit arterial perifer atau curah jantung yang
menurun. Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian serebrovaskular
terkadang dapat ditemukan pada pasien FA. Peningkatan refleks dapat ditemukan
pada hipertiroidisme.
Baru-baru ini dikenalkan skor simtom yang disebut skor EHRA (European
Heart Rhythm Association). Skor ini adalah alat klinis sederhana yang dapat
26
digunakan untuk menilai perkembangan gejala selama penanganan FA. Skor klinis ini
hanya memperhitungkan derajat gejala yang benar-benar disebabkan oleh FA, dan
diharapkan skor tersebut dapat berkurang seiring dengan konversi ke irama sinus atau
dengan kendali laju yang efektif.
a. ASPEK KLINIS
1. Anamnesa
Regurgitasi mitral akibat mitral valve prolaps terjadi karena katup
tidak bisa menutup sempurna waktu sistolik. Perubahan pada katup meliputi
kalsifikasi, penebalan, dan distorsi daun katup. Hal ini mengakibatkan
penutupan yang tidak sempurna waktu sistolik. Selama fase sistolik, terjadi
aliran balik ke atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang. Pada saat
diastolik, darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel. Darah tersebut, selain
yang berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis, juga terdapat darah
regurgitan dari ventrikel kiri waktu sistolik sebelumnya. Ventrikel kiri cepat
distensi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik katup, korda,
dan otot papilaris. Hal ini menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung
ketiga. Pada insufisiensi mitral kronik, regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan
vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan
aorta pulmonal. Regurgitasi yang berat akan menyebabkan berkurangnya
aliran darah sehingga terjadi gagal jantung, yang akan menyebabkan sesak
nafas, oedem pulmo, orthopnea, paroksimal nocturnal, dispnoe deffort,
sampai syok kardiogenik, dan pembengkakan tungkai.
27
28
Laboratorium:
leukositosis,
hiponatremi,
hyperkalemia,
cardiac output yang disebabkan oleh aliran darah yang kembali karena tidak
bisa menutupnya katup mitral menyebabkan stroke volume berkurang yang
pada akhirnya menyebabkan penurunan tekanan darah. Takipneu terjadi
karena berkurangnya oksigen yang dibawa oleh darah karena berkurangnya
volume skuncup atau stroke volume.Hal hal ini merupakan salah satu tanda
adanya syok kardiogenik yang disebabkan oleh masalah pada jantung.
Pernapasan dyspnea, Ictus cordis terlihat dan teraba. Auskultasi suara
bising jantung murmur, bising sistolic. Denyut apical bergeser ke ICS V MCL
sinistra, dapat dirasakan akibat adanya hiperaktivitas pada ventrikel kiri
karena tidak sempurnanya penutupan katup mitral maka ventrikel berusaha
untuk meningkatkan cardiac output yang ditandai dengan hiperaktivitas
29
ventrikel kiri. Atrium kiri juga cenderung membesar untuk menampung darah
tambahan yang mengalir kembali dari ventrikel kiri. Atrium yang sangat
membesar sering berdenyut sangat cepat dalam pola yang kacau dan tidak
teratur (fibrilasi atrium), yang menyebabkan berkurangnya efisiensi
pemompaan jantung.
Auskultasi paru terdengan wheezing dan ronkhi serta vesikuler
menurun ICS 4-5-6 hemithoraks sinistra. Pasien datang saat sesak dan batuk
disertai dahak sehingga auskultasi didapatkan wheezing dan ronkhi. Perkusi
hepar redup 3 jari dibawah arkus costae dan palpasi jantung teraba pada ICS
V MCL sinistra. Pada pasien sudah terjadi hipertensi porta yang menyebabkan
hepatomegali.
Pemeriksaan
Laboratorium:
leukositosis,
hiponatremi,
rangsangan
ventrikel kiri menuju seluruh tubuh sehingga ada sebagian darah yang
kembali ke atrium kiri dan tekanan atrium kiri meningkat dan pinggang
jantung menghilang. Peningkatan tekanan pada atrium kiri
karena
ke
4. ECG
Tanggal 26 April 2016 jam 06.52
31
32
Rate : 75 78 x/menit
Rhythm: irreguler
Aksis: Tidak ada deviasi
Hipertrofi :
Ventrikel kanan : T inversi pada V1
Ischemi : T inversi pada V1-3
Atrial Flutter
33
Rate : 71 78 x/menit
Rhythm: irreguler
Aksis: Tidak ada deviasi
Hipertrofi :
Ventrikel kanan : ratio R/S <1 pada V6
T inversi pada V1
Ischemi : T Inversi pada V1-V3,
ST depresi V2-V3
Miscellaneous : Terdapat rsR pattern pada V2
Wide S pada V6
Atrial Fibrilasi
CHADS SCORE : 2
Kejadian stroke dan trombo embolisme dalam satu tahun follow
up sekitar 3,71%. Terapi antikoagulan oral dengan dosis yang disesuaikan
Vitamin K Antagonist ( INR 2-3 ) atau dengan anti koagulan baru harus
dipertimbangkan , berdasarkan assesment risiko perdarahan dan keinginan
pasien . pasien wanita berusia < 65 tahun dengan skor 1 berdasarkan gender
adalah risiko rendah : tidak ada terapi anti trombotik yang harus
dipertimbangkan
HAS BLED SCORE : 1
Pada pasien dengan HAS -BLED score > 3, hati-hati dan review
berkala sangat dianjurkan , serta upaya untuk memperbaiki faktor risiko yang
34
sehingga
sirkulasi
darah
menjadi
lebih
baik.
Digoxin
akan
memperlambat detak jantung hingga normal sehingga gejala akan membaik dan
jantung akan menjadi efisien kembali. Digitalis glikosida memberikan beberapa
efek berikut kepada pasien gagal jantung: meningkatkan kontraksi myocardiac
(inotropisme) dengan peningkatan output jantung; peningkatan diuresis dengan
penurunan oedema akibat dari penurunan tonus simpatetik; pengurangan ukurna
jantung, denyut jantung, volume darah dan tekanan vena dan pukmonum; dan
biasanya tidak ada perubahan pada permintaan oksigen. Digitalis glikosida juga
memiliki beberapa efek elektrokardio, antara lain: penurunan kecepatan AV node,
dan perpenjangan periode efektif refraktori. Obat ini juga dapat meningkatkan
interval PR, den penurunan interval QT dan menyebabkan depresi segmen ST.
Pasien dengan Fibrilasi atrium harus diterapi dengan mengguankan
anticoagulant warfarin kecuali ada kontraindikasi penggunaan obat untuk
mencegah terjadinya emboli. Pada keadaan ini atrium betul-betul hanya bergetar
dan tidak memompa; berkurangnya aliran darah yang melalui atrium,
memungkinkan terbentuknya bekuan darah. Jika suatu bekuan darah (trombus)
terlepas, ia akan terpompa keluar dari jantung dan dapat menyumbat arteri yang
lebih kecil sehingga terjadi stroke atau kerusakan lainnya. Ini juga berhubungan
dengan kematian mendadak dan kematian akibat penyakit gagal jantung yang
makin memberat karena adanya aterotrombosis yang tidak dikenali.
35
Kondisi pasien dengan mitral stenosis dan mitral regurgitasi yang simptomatik
dapat ditingkatkan dengan Mitral Valve Replacement.
Mitral Valve Replacement
Penggantian katup mitral dilakukan bila ada stenosis mitral berat, mitral
regurgitasi parah atau kombinasi dari keduanya. Biasanya, penggantian bedah
dianggap hanya untuk pasien yang berada dalam kelas fungsional III atau IV dan
tidak menanggapi manajemen medis. Pasien dengan stenosis mitral gejala harus
ditangani dengan komisurotomi mitral bila memungkinkan. Pasien yang dipilih
untuk komisurotomi harus memiliki katup lentur, tidak ada disfungsi katup utama
lainnya, irama sinus, ada emboli sistemik dan fungsi ventrikel kiri yang baik.
operasi awal tidak biasanya diperlukan. Mitral regurgitasi mungkin memerlukan
penggantian katup mitral pada penyakit rematik, pecahnya mitral korda tendinea,
pasca infark pecahnya otot papiler, endokarditis infektif keras, Prolaps katup
mitral dan kerusakan katup buatan. Pecahnya mitral korda tendinea biasanya dapat
dikenali dari anamnesa, pemeriksaan fisik, echocardiogram dan angiocardiogram.
Disfungsi otot papilaris ventrikel kiri parah biasanya karena infark jantung, dan
terjadi dalam 9 hari pertama infark. Ketika hanya tip otot papiler yang pecah
pasien dapat bertahan hidup cukup lama untuk penggantian katup mitral. Pada
endokarditis infektif, operasi lebih sering diperlukan karena gagal jantung
kongestif daripada karena infeksi refraktori. Bukti stenosis mitral atau insufisiensi
pada pasien dengan katup prostetik yang sebelumnya ditanamkan biasanya
menunjukkan kebutuhan mendesak untuk studi dan operasi awal. penyebab jarang
dari inkompetensi mitral yang mungkin memerlukan penggantian katup yang
fibroelastosis endokardial, sindrom Marfan, anulus mitral kalsifikasi, osteogenesis
imperfecta, penyakit jantung methysergide-diinduksi dan penyakit jantung
karsinoid.
Faktor yang menentukan waktu operasi untuk regurgitasi mitral degeneratif
di American College saat Kardiologi dan pedoman American Heart Association
36
termasuk gejala, ventrikel kiri (LV) fraksi ejeksi (EF), LV akhir sistolik dimensi
(LV ESD), fibrilasi atrium, dan paru hypertension1. Semua pasien yang memiliki
gejala mitral regurgitasi sedang atau berat harus dirujuk untuk perawatan bedah.
Lebih baik untuk operasi pada pasien pada awal gejala mereka, kelangsungan
hidup jangka panjang berikut perbaikan katup mitral terganggu pada pasien
dengan New York Heart Association kelas III atau IV. Pasien dengan derajat lebih
rendah dari regurgitasi dengan adanya gejala akan sering ditemukan telah
meningkat regurgitasi mitral, atau peningkatan memadai dalam fraksi ejeksi, pada
stres ekokardiografi dan juga harus dirujuk untuk tindakan bedah. Pasien tanpa
gejala dengan dilatasi ventrikel kiri (diameter LV akhir sistolik lebih dari 45 mm),
penurunan Ejection Fraksi (<60%), fibrilasi atrium atau hipertensi pulmonal
(tekanan sistolik PA> 50 mm Hg pada saat istirahat atau> 60 mm Hg dengan
olahraga) harus juga dipertimbangkan untuk operasi katup mitral elektif.
Banyak ahli jantung sedang bergerak ke arah aplikasi liberal perbaikan
katup mitral pada semua pasien tanpa gejala dengan regurgitasi mitral yang berat.
Hal ini juga ditetapkan bahwa kebanyakan pasien dengan moderat untuk
regurgitasi mitral parah akan mengembangkan indikasi untuk operasi katup mitral
elektif dalam satu dekade tindak lanjut. Banyak pemimpin opini sekarang
berpendapat yang terbaik adalah untuk melakukan operasi sebelum gejala atau
bukti LV disfungsi. Posisi ini diperkuat dalam laporan terbaru oleh EnriquezSarano dan rekan, yang melaporkan tentang hasil klinis dari 456 pasien dengan
kuantitatif dinilai regurgitasi mitral, diikuti dengan rata-rata 31 bulan dan dirujuk
untuk operasi sesuai dengan pedoman. Mereka menemukan bahwa pasien dengan
mitral regurgitasi kuantitatif parah (efektif regurgitasi orifice minimal 40 mm2)
memiliki morbiditas yang signifikan termasuk peningkatan mortalitas selama
menindaklanjuti dan menyimpulkan bahwa pasien tersebut harus dipertimbangkan
untuk surgery7 jantung yang cepat. Artikel lain baru-baru ini oleh Rosenhek dan
rekan menyediakan perspective8 yang berbeda. Mereka diikuti 132 pasien dengan
tanpa gejala regurgitasi mitral yang berat untuk waktu rata-rata 62 bulan dan tidak
37
38