Anda di halaman 1dari 38

LAPSUS

SMF ILMU PENYAKIT DALAM

Mitral Valve Prolapse + MR Berat + AFVR

Oleh :
Agmi Eka Yanuarita, S.Ked
NPM. 15710089

Dosen Pembimbing : dr. Umira, Sp. JP

KEPANITERAAN KLINIK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RSUD KABUPATEN SIDOARJO
2016

BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama
Tanggal Lahir
Umur
Agama
Suku
Status Perkawinan
Pekerjaan
Alamat

: Ny.N
: 01/01/1984
: 32 tahun
: Islam
: Jawa
: Menikah
: Ibu Rumah Tangga
: Renojoyo Kedung Kampil Porong

B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap pasien
1. Keluhan Utama
Sesak
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien mengeluh sesak sejak lama namun memberat sejak 1 minggu yang lalu
(19 04 2016). Sesak dirasakan bila pasien berbicara terlalu banyak dan
berkurang bila istirahat. Dahulunya sesak hanya dirasakan bila sedang
menyapu atau mengepel. Dikatakan bahwa jika tidur harus menggunakan
bantal tinggi dan lebih sering dengan posisi tidur yang sudah dilakukan sangat
lama. Saat tidur pasien juga sering tiba tiba bangun saat tidur malam hari.
Dada juga dirasakan nyeri seperti tertusuk pada dada kiri dan bila menarik
nafas terasa nyeri, tapi nyeri tidak dirasakan menjalar ke lengan kiri ataupun
leher kiri. Pasien juga mengeluh sering batuk sejak lama, sekali batuk sangat
lama kurang lebih 1 jam tanpa henti, tidak dirasakan adanya dahak, adanya
batuk darah disangkal oleh pasien dan lama kelamaan menjadi sesak. Selain
itu dada dirasakan berdebar debar sejak lama sekitar tahun 2013. Badan
sering terasa lemas dan nafsu makan dirasakan menurun sejak 1 minggu yang
lalu sehingga berat badan menurun yang awalnya 51 kg menjadi 44 kg.
didapatkan kaki bengkak saat 1 hari sebelum masuk rumah sakit (25 04
2

2016). Pasien mengatakan pernah didiagnosa jantung bocor dan disarankan


ganti katup saat tahun 2014 setelah dilakukan echocardiography lalu dirujuk
ke RSUD Soetomo dan dilakukan echocardiography ulang, dan dilakukan
rawat jalan control rutin lalu pasien memutuskan untuk mengikuti pengobatan
tradisional selama 2 th dan mulai merasa baik lalu lupa untuk control dan
mulai timbul batuk yang lama lagi dan sesak. Pasien mengatakan dahulu saat
sebelum menikah sering menderita batuk pilek dan sering sesak bila terlalu
capek. Saat lahir pasien mengatakan lahir secara normal dan cukup bulan.
Pasien mempunyai 1 anak dan dilahirkan secara normal pula.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Dari keterangan pasien dikatakan pasien sering mengalai demam karena
infeksi tenggorok atau nyeri telan.
Pasien mengatakan sudah pernah masuk RSUD Sidoarjo dan RSAL dr.
Ramelan dengan keluhan yang sama sebanyak 2 kali. Sudah pernah
melakukan pemeriksaan rekam jantung dan echocardiography di RSUD
Soetomo dan RSUD Sidoarjo. Riwayat Hipertensi, Diabetes, dan Asma
disangkal oleh pasien.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga pasien menderita penyakit dengan keluhan yang sama
Ibu pasien menderita penyakit paru
5. Riwayat Pengobatan
Pasien sudah meminum obat untuk jantung yang didapat saat control ke
dokter spesialis jantung dan pembuluh darah
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Riwayat merokok dan minum alcohol disangkal dan jarang makn diluar
rumah.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Pemeriksaan fisik umum
a. Keadaan umum : Lemah
b. Kesadaran
: Compos mentis
c. Vital Sign
:
1) TD
: 90/60 mmHg
2) Nadi
: 105 x/mnt

3) RR
: 28 x/mnt
4) Suhu Axilla : 37,1 C
d. Kulit
: Ikterus (-), Ptechiae (-), Purpura (-), Ekimosis (-)
e. Kelenjar limfe : Tidak ditemukan pembesaran pada limfonodi leher.
f. Otot
: Kekuatan otot normal, artrofi (-)
g. Tulang
: Tidak ada deformitas.
h. Status Gizi
:
1) Berat badan
: 41 kg
2) Tinggi badan
: 150 cm
3) IMT
: 13 %
Kesan : Didapatkan hipotensi, takikardi, takipneu dan status gizi kurang
2. Pemeriksaan Fisik Khusus
a. Kepala
1) Bentuk
: Bulat
2) Rambut : Hitam, lurus
3) Mata
: Konjungtiva anemis +/+
Sklera ikterus -/Oedem palpebra -/Reflek cahaya +/+
4) Hidung

: Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-), Pernafasan cuping

hidung (+)
5) Telinga
: Sekret (-), Bau (-), Perdarahan (-)
6) Mulut
: Sianosis (+), Bau (-)
b. Leher :
1) Kelenjar limfe
:
Tidak

ada

pembesaran

pada limfonodi leher


2) Tiroid
:
Tidak ada pembesaran
3) Kaku kuduk :
(-)
4) JVP :
5cm dari angulus ludovici pada sudut
30o dari posisi berbaring
5) Tidak tampak retraksi suprasternal dan kontraksi M.
sternocleidomastoideus
c. Thorax
1) Cor
a) Inspeksi:
Ictus cordis tampak
Pulsasi jantung tampak

b) Palpasi :

Ictus cordis teraba pada ICS VI MCL

sinistra
left parasternal heave (-)
Pulsasi jantung teraba pada apex
c) Auskultasi
:
Holosystolic murmur pada apex
S1 frekuensi tinggi, blowing
Lokalisasi : mitral
Jenis murmur : murmur crescendo
Penjalaran: axilla

2) Pulmo

Ins

Per

Aspectus Ventralis
Bentuk dada normal

Aspectus Dorsalis
Bentuk dada normal

Simetris

Simetris

Retraksi (-)

Retraksi (-)

Gerak nafas tertinggal (-)


Nyeri tekan (-)

Gerak nafas tertinggal (-)


Nyeri tekan (-)

Fremitus raba

Fremitus raba

Pal

Sonor-Redup
S

S S
S

Sonor-Redup

R R
R

R R
R

S S
S

Aus

Suara Dasar

Suara Dasar

BV

BV

BV

BV

BV

BV

BV

BV

V V

V V

Wheezing

Wheezing
-

- -

- -

- -

Rhonki

- -

V
V

- -

Rhonki

- -

- -

- -

d. Abdomen
1)Inspeksi
:
2)Auskultasi :

Cekung
Bising usus (+) 10x/menit

3)Perkusi

Tympani-redup, batar hepar redup 3 jari

dibawah arcus costae.


4)Palpasi
:
Distended
Hepatomegali

(+)

(-),

jari

Nyeri

dibawah

tekan
arcus

(-),

costae,

Splenomegali(-).
e. Ekstermitas
1) Superior
2) Inferior

: Akral hangat +/+, oedem -/: Akral hangat +/+, oedem -/-

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboraturium
Tanggal 26 april 2016
Jenis pemeriksaan

Hasil pemeriksaan

Nilai normal

HEMATOLOGI
Hemoglobin

13,2

12-18

gr/dL

Leukosit

11,35

4.8-11.8

103/uL

Hematokrit

39,1

36-46

Trombosit

265

150-450

103/uL

Glukosa Sewaktu
ELEKTROLIT

109

<140 mg/dL

mg/dL

Natrium

124

137-145

mmol/L

Kalium

5,7

3.6-5

mmol/L

Chlorida

93

98-107

mmol/L

Kreatinin Serum

0,9

0.5-1.1

mg/Dl

BUN

14,5

6-20

mg/dL

GULA DARAH

FAAL GINJAL

Tanggal 27 April 2016


Jenis pemeriksaan

Hasil pemeriksaan

Nilai normal

FAAL
HEMOSTASIS
PPT

15,8

Control PPT

11,0

<2 detik dari


control
9,90 13,30

Asam Urat
Cholestrol Total
Trigliserida
HDL Cholestrol
LDL - Cholestrol
SGOT
SGPT
ELEKTROLIT

8,2
128
77
20
93
78
44

2,4 5,7
130 - 220
34 143
48 74
<100
<32
<33

Natrium

125

137-145

mmol/L

Kalium

4,0

3.6-5

mmol/L

Chlorida

91

98-107

mmol/L

detik
detik

KIMIA KLINIK
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
mg/dL
U/L
U/L

2. Pemeriksaan EKG
a. Tanggal 26 April 2016 jam 06.50

Rate : 136 - 187 x/menit


Rhythm: irreguler
Aksis: deviasi ke kanan (L1(-) dan AVF(+))
Hipertrofi :
Atrium kiri : gelombang p lebar pada lead II dan AVF
Ischemi :
T inversi pada V2 dan V3
Ventrikuler flutter pada V1
Atrial Flutter pada LI, LIII, AVF
Miscellaneous :
T tall pada V4 dan V5
b. Tanggal 26 April 2016 jam 09.00

10

Rate : 136 - 187 x/menit


Rhythm: irreguler
Aksis: deviasi ke kanan (L1(-) dan AVF(+))
Hipertrofi :
Atrium Kiri : P lebar >0,11 pada LIII dan AVF
Ventrikel kanan : Gelombang R/S < 1(V5 dan V6) = RVH
Atrial flutter pada LI, LIII, AVL, AVF, V1, V2
Miscellaneous : T tall pada V5 dan V6
Kesimpulan AF VR cepa
c. Tanggal 27 April 2016

Rate : 75 78 x/menit
Rhythm: irreguler
Aksis: Tidak ada deviasi
Hipertrofi : (-)
Ischemi : T inversi pada V1-3
Atrial Flutter
Kesimpulan : AF VR normal

d. Tanggal 28 April 2016 jam 05.00

11

Rate : 71 78 x/menit
Rhythm: irreguler
Aksis: Tidak ada deviasi
Hipertrofi :
Ventrikel kanan : ratio R/S <1 pada V6
T inversi pada V1
Ischemi : T Inversi pada V1-V3,
ST depresi V2-V3
Miscellaneous : Terdapat rsR pattern pada V2
Wide S pada V6
Atrial Fibrilasi
3. Pemeriksaan Foto Thorak

12

Kesimpulan : Kardiomegali dengan kongestif pulmonum


4. Pemeriksaan Echocardiografi
Tahun 2014

Kesan: prolapse katup mitral AML dengan MR berat, AR Trivial, LA dan LV


dilatasi, Fungsi Diastolik LV Abnormal, LVH Eksentrik
Tahun 2015

Kesan : LA dan LV dilatasi, LVH, MR severe, MS moderate, PR mild, AR


mild
E. Resume
Anamnesa : Dyspnea deffort (+)
Nocturnal dyspnea (+)
13

Orthopnea (+)
Berdebar- debar
Nyeri dada
Batuk lama
edema
Berat Badan berkurang
Pemeriksaan Fisik :
Keadaan Umum : Lemah
Vital sign

: Hipotensi,Takikardia, Takipnea

Kepala/Leher

: Konjungtiva anemis, Pernapasan Dyspnea

Thorax
Pulmo

: Wheezing, Ronkhi

Cor

: Ictus cordis bergeser pada ICS V MCL sinistra


Auskultasi : holosystolic murmur pada apex
menjalar ke axilla

Abdomen

: Hepatomegali (+)

Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis, hiponatremi, hyperkalemia, hipochlorida, Gangguan profil
lemak dan gangguan faal hati.
Pemeriksaan EKG
RVH, Iskemi anteroseptal , AF VR moderate, Axiz RAD
Pemeriksaan echocardiography
RHD MR Berat, LA dan LV dilatasi, LVH, , MS moderate, PR mild, AR mild,
prolapse katup mitral AML dengan MR berat, Fungsi Diastolik LV Abnorma.

14

F. Diagnosis
Etiologi

: AML Prolaps

Anatomis : Mitral Regurgitasi Berat , Mitral Stenosis Relatif , aorta regurgitasi


sedang, Pulmonal regurgitasi sedang, Prolaps katup mitral AML
Fungsional : AFVR cepat
Sekunder : Gangguan Faal Hati dan gangguan profil lemak
G. Planing
1. Planning Terapi
O2 3 lpm
Infus PZ 7 tpm
Injeksi Fargoxin 1 amp IV bolus pelan 20 menit
Injeksi Ranitidin 2x1 ampul
p/o Alprazolam 0,5 mg 1-0-1
p/o Simarc 0-0-1/2
2. Planing diagnostik
3. Planing Monitoring
a. Vital sign
b. ECG
c. Resiko pendarahan (score:1)
d. Resiko tromboemboli selama satu tahun follow up adalah 3,71%
4. Planing Operatif
Mitral Valve Replacement
5. Planning edukasi
a. Menjelaskan tentang penyakit, pemeriksaan yang perlu dilakukan dan
tindakan medis kepada pasien serta keluarga.
b. Menjelaskan kemungkinan komplikasi dan prognosis kepada pasien dan
keluarga
c. Menjelaskan tentang faktor risiko yang perlu dihindari nantinya
H. Prognosis
Dubia ad bonam, dubia ad malam bila tidak ada tindakan bedah

15

BAB II
PEMBAHASAN

A. ETIOLOGI
Prolaps katup mitral dapat diklasifikasikan sebagai primer, sekunder, atau
fungsional. MVP primer terjadi tanpa adanya penyakit jaringan ikat. MVP primer
dapat dikaitkan dengan kelainan tulang, Penyakit Von Willebrand dan
hypomastia. MVP sekunder terjadi karena gangguan jaringan ikat, seperti marfans
syndrome,

Sindrom Ehlers Danlos, penyakit ginjal polikistik dewasa,

osteogenesis imperfecta, dan pseudoxanthoma elasticum. Perubahan patologis


dari aparat katup mitral identik dengan yang ditemukan dalam MVP primer. Pada
MVP fungsional, katup mitral secara anatomis normal, namun kedua perpindahan
superior dan posterior katup dapat terjadi sekunder karena kondisi jantung
lainnya. Penyebab MVP fungsional mencakup dilatasi anulus mitral dan disfungsi
otot papilaris iskemik. Pada kardiomiopati hipertrofik, rongga ventrikel kiri
mungkin terlalu kecil untuk menampung aliran darah dari katup mitral,
menyebabkan MVP fungsional. Pada ASD, shunting kiri ke kanan dan dilatasi
ruang ventrikel kanan sekunder dengan volume berlebihan dapat menyebabkan
ventrikel kiri kecil dan MVP fungsional.
Etiologi MVP tidak diketahui. Dalam keluarga dengan MVP, gen abnormal
diwariskan secara autosomal dominan. Temuan patologis di MVP primer dan
sekunder sering melibatkan katup mitral dan korda tendinea. Temuan patologis
khas termasuk menebal, daun katup mitral berlebihan dan korda tendinea yang
memanjang. Pemeriksaan histologis dari daun katup mitral menunjukkan
gangguan lain dari bundel kolagen dan akumulasi mucopolysaccarides asam
dalam lapisan spongiosa.
Presentasi klinis MVP sangat bervariasi. kebanyakan pasien dengan MVP
tidak menunjukkan gejala. Keluhan yang paling umum adalah nyeri dada atipikal.
Gejala non spesifik lain yang terkait dengan MVP termasuk jantung berdebar,
16

pusing, dyspnea, kecemasan, mati rasa, dan kesemutan. Mitral valve prolapse
biasanya ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan fisik rutin, dan auskultasi
jantung adalah kunci untuk membuat diagnosis klinis. Satu atau lebih detak non
ejeksi sistolik di tengah systole atau akhir sistol dengan atau tanpa murmur
sistolik akhir merupakan ciri khas dari MVP. Detak sistolik terdengar di MVP
diperkirakan berasal dari gerakan korda tendinea. Beberapa detak sistolik dapat
menyebabkan suara menggaruk sesekali disamakan dengan pericard friction rub.
Regurgitasi mitral pada kondisi prolaps menghasilkan murmur sistolik akhir.
Murmur ini biasanya memiliki kontur crescendo dan menyelubungi suara jantung
kedua (S2); yang biasa didahului oleh detak non ejeksi tetapi mungkin terjadi
sendiri. Murmur sistolik akhir biasanya menunjukkan MR ringan; pada MR berat,
murmur bisa pansistolik dan klik mungkin tidak terdengar. meskipun akhir
aksentuasi sistolik sering diabaikan, murmur dapat menjadi tidak bisa dibedakan
dari murmur terkait dengan MR dari penyebab lain. Dalam kasus posterior leaflet
prolaps, aliran regurgitasi mitral umumnya diarahkan anterior menuju pangkal
aorta dan murmur dapat menjalar di sepanjang perbatasan sternal kiri dan ke
daerah aorta. Pada anterior leaflet prolaps, murmur menyebar ke ketiak kiri dan
belakang. Mitral valve prolapse adalah fenomena yang dinamis, tergantung
beban, dan kriteria diagnostik fisik yang paling sensitif dan spesifik didasarkan
pada perubahan postural karakteristik dalam temuan auskultasi. Pemeriksaan
lengkap dengan pasien dalam terlentang, berdiri dan duduk posisi diperlukan
untuk mengubah kondisi hemodinamik dan pemuatan ventrikel dan mendeteksi
temuan karakteristik dengan tingkat akurasi tertinggi. perubahan auskultasi
postural terkait terutama untuk perubahan volume LV, ditambah dengan
perubahan dalam denyut jantung dan kontraktilitas miokard.
Ecocardiography memberikan informasi tambahan, termasuk tingkat prolaps
katup, tingkat keparahan MR dan ketebalan daun katup mitral. Kelainan
elektrokardiografi dilaporkan dalam MVP termasuk atrium dan ventrikel
arrythmias, interval QT yang berkepanjangan, non spesifik ST segmen dan
17

perubahan gelombang T, dan gelombang T inversi di lead bidang frontal inferior.


Namun beberapa studi telah gagal untuk menunjukkan konsisten kelainan EKG
diagnostik atau klinis berguna pada pasien dengan MVP dan untuk alasan itu,
EKG tidak berguna dalam mendiagnosis kelainan ini. Radiografi dada sedikit
berpengaruh dalam mendiagnosis MVP. Mungkin ada bukti radiografi dari atrium
kiri dan ruang LV dilatasi dan kongesti vena paru.
Risiko komplikasi jantung yang serius adalah sekitar 1% per tahun. Jarang
pasien dengan MVP dengan aritmia jantung, endokarditis infektif, atau MR berat
dan gagal jantung kongestif berikutnya. Faktor risiko yang paling penting untuk
komplikasi adalah usia yang lebih tua dari 45 tahun, jenis kelamin laki-laki,
murmur pansistolik dari MR, dan pelebaran ruang jantung sisi kiri. Namun
demikian, gejala palpitasi menyebabkan pasien sehat datang untuk mencari
bantuan medis. Ini dapat menyebabkan diagnosis kebetulan dari MVP
berdasarkan temuan fisik atau ekokardiografi. Meskipun banyak penelitian telah
menunjukkan bahwa pasien dengan MVP berada pada peningkatan risiko untuk
denyut prematur atrium, takikardia supraventriculare, dan prematur ventrikel.
Hubungan antara MVP dan pengembangan arrythmias mungkin berhubungan
langsung dengan keberadaan MR parah. Pasien dengan MR parah memiliki
peningkatan risiko arrythmias ventrikel, takikardia ventrikel, dan kematian
jantung mendadak. Fibrilasi atrium adalah komplikasi progresif dan parah MR,
tetapi kadang-kadang mempersulit perjalanan klinis pada pasien dengan derajat
rendah gangguan hemodinamik. Pasien dengan MVP memiliki risiko lima kali
lipat lebih besar untuk pengembangan endokarditis infektif dibandingkan dengan
kontrol normal. Berdasarkan prevalensi pada populasi umum, MVP mungkin
adalah kondisi jantung yang paling umum predisposisi endokarditis infektif. Pada
pasien dengan MVP, murmur holosistolik dari MR adalah faktor risiko terkuat
untuk pengembangan endokarditis infektif. Faktor risiko tambahan untuk
komplikasi ini termasuk usia yang lebih tua dan jenis kelamin laki-laki. Meskipun
demikian, risiko mutlak untuk komplikasi ini terus-menerus menjadi rendah.
18

Regurgitasi mitral merupakan temuan yang sering pada pasien dengan MVP
Hipertensi arteri sistemik dapat mempercepat perubahan degeneratif dalam katup
mitral, meningkatkan risiko untuk pembedahan MR parah. Pasien dengan tekanan
darah tidak terkontrol mungkin berisiko untuk kemajuan akut atau subakut dari
MR dari pecahnya tendinea chorda. Pada kenyataannya, MVP adalah penyebab
paling umum dari operasi perbaikan katup mitral
Manajemen MR sekunder untuk MVP tergantung pada besarnya kekacauan
hemodinamik. Pasien dengan MR ringan dapat diikuti dengan pemeriksaan fisik
tahunan. Echocardiograpgy berulang diindikasikan hanya bila timbul gejala atau
jika temuan fisik berubah. Pasien tanpa gejala dengan MR berat harus menjalani
pemeriksaan fisik tahunan dan ekokardiografi untuk kajian kinerja kontraksi
ventrikel. Pasien dengan MR berat dan gejala gagal jantung kongestif yang
terbaik diobati dengan intervensi bedah. Namun, pada pasien dengan disfungsi
MR dan LV parah, operasi dapat kontraindikasi karena ventrikel kiri mungkin
tidak dapat berfungsi setelah MR dihilangkan. Pedoman dari asosiasi jantung
Amerika dan perguruan tinggi Amerika kardiologi merekomendasikan profilaksis
antibiotik untuk endokarditis infektif untuk pasien dengan MVP. Tantangan
umum dalam pengelolaan pasien dengan MVP adalah tingginya insiden nyeri
dada dan jantung berdebar. Secara umum, assesment dan manajemen nyeri dada
pada pasien dengan MVP seharusnya tidak berbeda dari assesment dan
manajemen

nyeri

dada

pada

pasien

lain.

Dokter

harus

menghindari

menghubungkan gejala nyeri atipikal non jantung dada untuk keberadaan MVP.
Terapi beta blocker dosis rendah sering membantu. Beberapa studi dari MVP
menunjukkan bahwa gejala membaik setelah mulai program latihan reguler.
Adanya aritmia penting ditemukan pada pemantauan rawat mungkin merupakan
indikasi untuk studi elektrofisiologi atau terapi antiaritmia. Pemeriksaan
ekokardiografi transthoracic ditunjukkan pada diagnosis awal untuk menilai
morfologi katup, tingkat MR, kinerja kontraksi ventrikel kiri, dan penyakit
jantung stuctural terkait. Pasien dengan murmur MR atau daun katup mitral yang
19

menebal harus menerima profilaksis antibiotik untuk endokarditis infektif


menurut rekomendasi dari asosiasi jantung Amerika. Pasien tanpa gejala MR
dapat dipantau interval 2-3 tahun dengan pemeriksaan fisik. Pengembangan
murmur baru atau gejala merupakan indikasi untuk mengulang echocardiography.
Studi ekokardiografi seri ditunjukkan dengan kinerja kontraksi LV dan derajat
hemodinamik kekacauan pada pasien dengan MR sedang atau berat
B. PATOGENESIS
Daun katup mitral terdiri dari bahan berserat tipis dan lentur, terdiri dari daun
anterior - dan posterior. Katup ini terbuka dengan terbukanya dinding ventrikel
dan ditutup oleh appossition ketika tekanan di ventrikel kiri menjadi lebih besar
dari atrium kiri. Mitral regurgitasi (MR) terjadi ketika katup tidak dapat
sepenuhnya menutup saat sistol.
Demam rematik bertanggung jawab pada mayoritas kasus stenosis mitral.
Infeksi awal dan Hasil gejala sisa dalam daun katup menebal dan fusi komisura
antara katup korda tendinea juga dipengaruhi dan menjadi menebal dan
memendek. Kebanyakan katup yang dipengaruhi oleh demam rematik
menunjukkan kelainan dari semua struktur ini. Beberapa pasien dengan penyakit
katup mitral rematik memiliki stenosis mitral murni; kebanyakan pasien memiliki
kombinasi stenosis dan regurgitasi.
Banyak etiologi yang berkontribusi pada MR, termasuk prolaps katup mitral,
penyakit jantung rematik, kardiomiopati dengan pelebaran ventrikel, penyakit
jantung iskemik yang melibatkan otot papiler, kardiomiopati iskemik,
endokarditis bakteri atau jamur, dan penyakit colagen pembuluh darah tertentu.
Penyakit setiap komponen dari aparat mitral dapat menyebabkan kegagalan
fungsional dari katup. MR sedang atau berat, saat sistol kontraksi ventrikel kiri,
darah akan kembali ke atrium kiri, dan dialirkan melalui katup aorta dan ke aorta.
Jika volume regurgitasi besar, ventrikel kiri melebar untuk mengakomodasi
peningkatan volume. karena MR terus berkembang, kapasitas produksi ventrikel
20

ditantang, peningkatan afterload sistemik menghasilkan regurgitasi yang lebih


parah, dan gejala, dan temuan lainnya dari MR akan terjadi.
Endokarditis infeksi, pecah spontan korda tendinea, atau cedera iskemik dari
otot papiler dapat menyebabkan hilangnya integritas katup mitral dan MR akut.
Dalam kasus ini, tidak ada adaptasi dari atrium kiri atau pembuluh darah paru yg
meningkat akibat volume yang regurgitasi; dapat mengakibatkan edema paru
akut. Penggunaan agresif dari obat pengurangan beban afterload adalah
pengobatan emergency, tapi kelangsungan hidup tergantung pada perbaikan
darurat atau penggantian katup.
Meskipun MR parah mungkin secara klinis tak tampak. Banyak kasus yang
ditemukan selama pemeriksaan rutin ketika murmur karakteristik ditemukan.
Gejala biasanya mulai dari sesak saat beraktivitas. Pasien mungkin juga
didapatkan gejala edema paru akut atau bukti kegagalan RV. Gagal jantung tibatiba dapat terjadi dengan atrial fibrilasi atau pengembangan endokarditis bakteri.
Pada MR, palpasi mungkin normal atau mungkin menunjukkan impuls ventrikel,
berkelanjutan kiri dengan gelombang pengisian cepat. Pada auskultasi, Hal yang
paling menonjol adalah murmur holosistolik bernada tinggi yang biasanya
menjalar

ke aksila. Intensitas mungkin tidak berkorelasi dengan tingkat

keparahan MR; bahkan saat MR parah dapat dikaitkan dengan hampir tidak ada
murmur. Perubahan EKG di MR tidak spesifik, dapat ditemukan perubahan dari
LV hipertrofi dan fibrilasi atrium umum terjadi.
Penyakit paru primer (Pneumonia, tuberculosis, PPOK, dan tromboemboli
paru) mempunyai penampilan klinis yang mirip dengan penyakit jantung katup
yaitu sesak pada saat aktifitas atau edem pulmonum. Sesak juga didapatkan
nampak pada penyakit paru interstitial kronis, hipertensi pulmonal, dan
keganasan pada dada. Penyakit jantung yang perlu dipertimbangkan adalah
penyakit jantung iskemik, penyakit jantung kongenital, kardiomyopati dilatasi,

21

dan kardiomiopati hipertrofi. Penyakit pericardial kronis dapat menyebabkan


kegagalan ventrikel kanan yang menyerupai hipertensi pulmonal terkait dengan
penyakit jantung katup.
Beberapa penyakit paru dapat dibedakan dari penyakit jantung katup melalui
foto thorax atau CT-scan. Ketika pemeriksaan awal lebih cenderung kepada
penyakit jantung katup, pemeriksaan penunjang yang paling berguna adalah
echocardiography. Pada penyakit katup mitral rematik, ecocardiografi dapat
menunjukkan penebalan, kalsifikasi, pegerakan yang minimal dari katup. Derajat
mitral stenosis atau mitral regurgitation dapat dideteksi dengan menggunakan
USG Doppler. Tujuan dari echocardiography adalah untuk mengevaluasi
keparahan dari stenosis atau regurgitasi, pergerakan dari katup, dan derajat
kalsifikasi.
Pasien yang asymptomatic dengan ringan atau tanpa komplikasi dari
penyakit jantung katup hanya diberi profilaxis untuk mencegah endocarditis.
Pada pasien yang simptomatis, diuretic dapat membantu mengurangi kongesti
pulmonum. Pasien dengan atrial fibrilasi harus diterapi dengan antikoagulasi
warfarin kecuali kontraindikasi. Pada beberapa pasien yang ada sedikit
kalsifikasi katup, sedikit keterlibatan aparat subvalvular, dan minimal atau t
katup mitral regurgitasi, perkutan balon valvotomi adalah terapi pilihan.
Valvotomy terbuka adalah prosedur pebaikan yang melibatkan visualisasi secara
langsung oleh ahli bedah yang memungkinkan untuk merekonstruksi ulang
apparatus subvalvular. Karena pendekatan yang digunakan juga memungkinkan
untuk penggantian katup, pada pasien yang merupakan calon dipertanyakan
untuk valvotomi, keputusan dapat dibuat selama operasi apakah perbaikan atau
penggantian adalah pilihan yang paling tepat. Penggantian katup mitral terus
menjadi alternatif bagi pasien dengan stenosis mitral berat dan terutama cocok
untuk pasien dengan MR signifikan. Waktu yang tepat untuk intervensi pada
pasien dengan MR adalah genting. Pada beberapa kasus, MR dapat berjalan baik
22

dan pasien asimtomatik untuk beberapa tahun. Penundaan operasi selam itu
mungkin menghindari trauma, biaya, dan resiko operasi. Bagaimanapun, setiap
usaha harus dilakukan untuk melanjutkan operasi sebelum fungsi ventrikel
mengalami degenerasi. Penilaian fungsi sistolik LV melibatkan pengukuran
fraksi ejeksi. Ketegangan dinding berkurang dan afterload dari MR
memungkinkan fraksi ejeksi dipertahankan dalam perjalanan penyakit; Oleh
karena itu setiap penurunan fraksi ejeksi mungkin merupakan penurunan yang
cukup besar dalam cadangan fungsional miokard. secara umum, operasi katup
mitral harus dipertimbangkan pada pasien dengan dikenal untuk MR moderat
parah ketika pasien merupakan gejala atau ada bukti obyektif dari penurunan
fungsi LV. Pebaikan katup pada MR berat mengurangi angka kmatian dan
menurukan frekuensi dari komplikasi. Katup harus bebas dari kalsifikasi dan
lentur dengan corda tendinea yang bisa tersebar. Keuntungan dari perbaikan
katup adalah memberikan pasien dengan komponen subvalvular fungsional,
termasuk otot papiler, jaringan alam di katup jauh lebih tahan terhadap
thrombogenicity daripada permukaan buatan, menghindarkan penggunaan
warfarin antikoagulan. Regurgitasi mitral yang dihasilkan dari kardiomiopati
dilatasi adalah masalah utama yang disebabkan oleh pelebaran cincin mitral dan
ventrikel dan hasil deformitas anatomi dari hubungan otot papilary dan korda
tendinea ke daun katup mitral. MR yang dihasilkan meningkatkan kebutuhan
untuk volume ejeksi dan menurun ke depan aliran darah. Dalam perbaikan situasi
ini atau penggantian katup mitral mungkin gagal untuk memperbaiki gejala dan
berhubungan dengan risiko yang sangat tinggi dari kematian operatif. Penyakit
jantung koroner dapat menyebabkan MR dengan beberapa mekanisme, katup
mitral menempel ke pappilary otot yang bergantung pada aliran darah miokard.
iskemia akut ke daerah papiler yang menyediakan aliran darah dapat
menyebabkan MR sementara. Infark otot pappilary akan menyebabkan kegagalan
permanen dari aparat subvalvular. Infark miokard akut yang mengenai otot
pappilary menyebabkan MR berat, akut, dan MR yang mengancam jiwa. Ini
23

hampir selalu fatal kecuali pembedahan diperbaiki. akhirnya pasien yang


mengalami luka miokard luas yang disebabkan oleh infark sebelumnya dan
pelebaran terkait ventrikel, kardiomiopati iskemik, dapat memiliki MR parah
karena pelebaran cincin mitral dan susunan abnormal otot pappilary, chorda
tendinea, dan daun katup. kelainan ini dapat menjadi nidus untuk infeksi bakteri
atau jamur dengan septikemia simultan, sehingga kerusakan lebih lanjut terkait
dengan endokarditis. Endokarditis dapat mempengaruhi kompetensi katup karena
gangguan fungsi katup oleh vegetasi atau dengan perusakan atau fenestration dari
daun katup. meskipun endokarditis sering dikelola dengan antibiotik, kerusakan
dipengaruhi oleh bakteri bersifat permanen seperti MR resultan. Indikasi untuk
operasi setelah endokarditis bakteri sembuh identik dengan yang untuk penyebab
lain untuk MR. di samping itu, perawatan bedah akut diindikasikan untuk
vegetasi yang sangat besar, ketika gagal jantung jika tidak terkendali, ketika
abses miokard didokumentasikan, dan untuk pasien dengan bactericemia
persisten.
Fibrilasi atrium adalah takiaritmia supraventrikular yang khas, dengan
aktivasi atrium yang tidak terkoordinasi mengakibatkan perburukan fungsi
mekanis atrium. Pada elektrokardiogram (EKG), ciri dari FA adalah tiadanya
konsistensi gelombang P, yang digantikan oleh gelombang getar (fibrilasi) yang
bervariasi amplitudo, bentuk dan durasinya. Pada fungsi NAV yang normal, FA
biasanya disusul oleh respons ventrikel yang juga ireguler, dan seringkali cepat.
Ciri-ciri FA pada gambaran EKG umumnya sebagai berikut:
1. EKG permukaan menunjukkan pola interval RR yang ireguler
2. Tidak dijumpainya gelombang P yang jelas pada EKG permukaan. Kadangkadang dapat terlihat aktivitas atrium yang ireguler pada beberapa sadapan
EKG, paling sering pada sadapan V1.
3. Interval antara dua gelombang aktivasi atrium tersebut biasanya bervariasi,
umumnya kecepatannya melebihi 450x/ menit.

24

Secara klinis FA dapat dibedakan menjadi lima jenis menurut ciri ciri dari
pasien, yaitu:
1. FA sorangan (lone): FA tanpa disertai penyakit struktur kardiovaskular
lainnya, termasuk hipertensi, penyakit paru terkait atau abnormalitas anatomi
jantung seperti pembesaran atrium kiri, dan usia di bawah 60 tahun.
2. FA non-valvular: FA yang tidak terkait dengan penyakit rematik mitral, katup
jantung protese atau operasi perbaikan katup mitral.
3. FA sekunder: FA yang terjadi akibat kondisi primer yang menjadi pemicu FA,
seperti infark miokard akut, bedah jantung, perikarditis, miokarditis,
hipertiroidisme, emboli paru, pneumonia atau penyakit paru akut lainnya.
Sedangkan FA sekunder yang berkaitan dengan penyakit katup disebut FA
valvular.
Respon ventrikel terhadap FA, sangat tergantung pada sifat elektrofisiologi dari NAV
dan jaringan konduksi lainnya, derajat tonus vagal serta simpatis, ada atau tiadanya

jaras konduksi tambahan, dan reaksi obat. Berdasarkan kecepatan laju respon
ventrikel (interval RR) maka FA dapat dibedakan menjadi [gambar 4 (A, B, C)] :
1. FA dengan respon ventrikel cepat: Laju ventrikel >100x/menit
2. FA dengan respon ventrikel normal: Laju ventrikel 60-100x/menit
3. FA dengan respon ventrikel lambat: Laju ventrikel <60x/menit
Spektrum presentasi klinis FA sangat bervariasi, mulai dari asimtomatik
hingga syok kardiogenik atau kejadian serebrovaskular berat. Hampir >50%
episode FA tidak menyebabkan gejala (silent atrial fibrillation). Beberapa gejala
ringan yang mungkin dikeluhkan pasien antara lain:
1. Palpitasi. Umumnya diekspresikan oleh pasien sebagai: pukulan genderang,
gemuruh guntur, atau kecipak ikan di dalam dada.
2. Mudah lelah atau toleransi rendah terhadap aktivitas fisik
3. Presinkop atau sinkop
4. Kelemahan umum, pusing
Selain itu, FA juga dapat menyebabkan gangguan hemodinamik, kardiomiopati yang
diinduksi oleh takikardia, dan tromboembolisme sistemik. Penilaian awal dari pasien
dengan FA yang baru pertama kali terdiagnosis harus berfokus pada stabilitas

25

hemodinamik dari pasien. Pengukuran laju nadi, tekanan darah, kecepatan nafas dan
saturasi oksigen sangat penting dalam evaluasi stabilitas hemodinamik dan kendali
laju yang adekuat pada FA. Pada pemeriksaan fisis, denyut nadi umumnya ireguler
dan cepat, sekitar 110-140x/menit, tetapi jarang melebihi 160-170x/menit. Pasien
dengan hipotermia atau dengan toksisitas obat jantung (digitalis) dapat mengalami
bradikadia. Pemeriksaan kepala dan leher dapat menunjukkan eksoftalmus,
pembesaran tiroid, peningkatan tekanan vena jugular atau sianosis. Bruit pada arteri
karotis mengindikasikan penyakit arteri perifer dan

kemungkinan adanya

komorbiditas penyakit jantung koroner. Pemeriksaan paru dapat mengungkap tandatanda gagal jantung (misalnya ronki, efusi pleura). Mengi atau pemanjangan ekspirasi
mengindikasikan adanya penyakit paru kronik yang mungkin mendasari terjadinya
FA (misalnya PPOK, asma). Pemeriksaan jantung sangat penting dalam pemeriksaan
fisis pada pasien FA. Palpasi dan auskultasi yang menyeluruh sangat penting untuk
mengevaluasi penyakit jantung katup atau kardiomiopati. Pergeseran dari punctum
maximum atau adanya bunyi jantung tambahan (S3) mengindikasikan pembesaran
ventrikel dan peningkatan tekanan ventrikel kiri. Bunyi II (P2) yang mengeras dapat
menandakan adanya hipertensi pulmonal. Pulsus defisit, dimana terdapat selisih
jumlah nadi yang teraba dengan auskultasi laju jantung dapat ditemukan pada pasien
FA. Adanya asites, hepatomegali atau kapsul hepar yang teraba mengencang dapat
mengindikasikan gagal jantung kanan atau penyakit hati intrinsik. Nyeri kuadran kiri
atas, mungkin disebabkan infark limpa akibat embolisasi perifer. Pada pemeriksaan
ekstremitas bawah dapat ditemukan sianosis, jari tabuh atau edema. Ekstremitas yang
dingin dan tanpa nadi mungkin mengindikasikan embolisasi perifer. Melemahnya
nadi perifer dapat mengindikasikan penyakit arterial perifer atau curah jantung yang
menurun. Tanda-tanda Transient Ischemic Attack (TIA) atau kejadian serebrovaskular
terkadang dapat ditemukan pada pasien FA. Peningkatan refleks dapat ditemukan
pada hipertiroidisme.
Baru-baru ini dikenalkan skor simtom yang disebut skor EHRA (European
Heart Rhythm Association). Skor ini adalah alat klinis sederhana yang dapat
26

digunakan untuk menilai perkembangan gejala selama penanganan FA. Skor klinis ini
hanya memperhitungkan derajat gejala yang benar-benar disebabkan oleh FA, dan
diharapkan skor tersebut dapat berkurang seiring dengan konversi ke irama sinus atau
dengan kendali laju yang efektif.

a. ASPEK KLINIS
1. Anamnesa
Regurgitasi mitral akibat mitral valve prolaps terjadi karena katup
tidak bisa menutup sempurna waktu sistolik. Perubahan pada katup meliputi
kalsifikasi, penebalan, dan distorsi daun katup. Hal ini mengakibatkan
penutupan yang tidak sempurna waktu sistolik. Selama fase sistolik, terjadi
aliran balik ke atrium kiri, sedangkan aliran ke aorta berkurang. Pada saat
diastolik, darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel. Darah tersebut, selain
yang berasal dari paru-paru melalui vena pulmonalis, juga terdapat darah
regurgitan dari ventrikel kiri waktu sistolik sebelumnya. Ventrikel kiri cepat
distensi, apeks bergerak ke bawah secara mendadak, menarik katup, korda,
dan otot papilaris. Hal ini menimbulkan vibrasi membentuk bunyi jantung
ketiga. Pada insufisiensi mitral kronik, regurgitasi sistolik ke atrium kiri dan
vena-vena pulmonalis dapat ditoleransi tanpa meningkatnya tekanan baji dan
aorta pulmonal. Regurgitasi yang berat akan menyebabkan berkurangnya
aliran darah sehingga terjadi gagal jantung, yang akan menyebabkan sesak
nafas, oedem pulmo, orthopnea, paroksimal nocturnal, dispnoe deffort,
sampai syok kardiogenik, dan pembengkakan tungkai.

27

Pada pasien mengeluh sesak dimana keluhan sudah dirasakan sejak


lama namun memberat sejak 1 minggu sebelum MRS. Awalnya sesak
dirasakan saat melakukan aktivitas seperti menyapu atau mengepel namun
satu tahun terakhir pasien mengeluh lebih sering mengalami sesak bahkan saat
hanya sedang berbicara. Hal ini menunjukkan compliance paru yang semakin
menurun oleh karena MR yang memberat. Kadang pasien juga mengeluh
kurang nyaman saat tidur karena terasa sesak. Pasien mngeluh adanya batuk
yang lama dan lama kelamaan menjadi sesak yang merupakan salah satu tanda
adanya edema paru. Selain batuk salah satu tanda adanya edema paru adalah
pasien lebih suka tidur dalam posisi duduk, hal ini disebabkan karena paru
akan tenggelam jika tidak menggunakan bantal tinggi.
Insufisiensi katup mitral yang ringan bisa tidak menunjukkan gejala.
Kelainannya bisa dikenali hanya jika dokter melakukan pemeriksaan dengan
stetoskop, dimana terdengar murmur yang khas, yang disebabkan pengaliran
kembali darah ke dalam atrium kiri ketika ventrikel kanan berkontraksi.
Secara bertahap, ventrikel kiri akan membesar untuk meningkatkan kekuatan
denyut jantung, karena ventrikel kiri harus memompa darah lebih banyak
untuk mengimbangi kebocoran balik ke atrium kiri. Ventrikel yang membesar
dapat menyebabkan palpitasi (jantung berdebar keras)
Paseien juga mengeluh adanya nyeri dada kiri dan nyeri bila menarik
nafas yang khas pada gambaran iskemi inferior dimana gambaran iskemi
inferior juga didapatkan pada pasien ini. Dada berdebar- debar juga sudah
dirasakan sejak lama dan memberat saat sesak. Hal ini menunjukkan
terjadinya atrial fibrilasi dimana terjadi kontraksi atrium terus menerus untuk
memompa darah menuju ventrikel. Peningkatan tekanan arteri pulmonal
menyebabkan kontraksi berlebihan dari ventrikel kanan hal ini akan
menyebakan penebalan ventrikel kanan (hipertofi RV) dimana ditandai dengan
precordial hip meningkat.

28

Hipertensi pulmonal meningkatkan juga tekanan pada ventrikel kanan


dimana juga akan meningkatkan tekanan pada atrium kiri. Gangguang aliran
vena cava superior dan inferior menyebabkan terjadinya hipertensi porta
dimana terjadi pembesar hepar.
Keadaan umum lemah, komposmentis. Status gizi kurang, IMT:
kurang. Pemeriksaan fisik didapatkan hipotensi, takikardi, takipneu,
konjungtiva anemis, pernapasan dyspnea, ictus cordis teraba dan terlihat,
perkusi batas jantung melebar redup sampai anterior axilla sinistra dan
pinggang jantung membesar. Auskultasi suara bising jantung murmur, bising
diastolic. Auskultasi paru terdengan wheezing, vesikuler menurun ICS 4-5-6
hemithoraks sinistra. Perkusi hepar redup 3 jari dibawah arkus costae.
Pemeriksaan

Laboratorium:

leukositosis,

hiponatremi,

hyperkalemia,

hipochlorida, Gangguan profil lemak dan gangguan faal hati. Pemeriksaan


EKG terdapat irama atrial fibrilasi. Pemeriksaan ekocardiography dengan
kesimpulan RHD MS, MR berat, MS ringan , AR ringan, PR ringan.
2. Pemeriksaan Fisik
Pasien datang dengan sesak, pemeriksaan fisik keadaan umum lemah,
didapatkan hipotensi, takikardi, takipneu,

konjungtiva anemis. Penurunan

cardiac output yang disebabkan oleh aliran darah yang kembali karena tidak
bisa menutupnya katup mitral menyebabkan stroke volume berkurang yang
pada akhirnya menyebabkan penurunan tekanan darah. Takipneu terjadi
karena berkurangnya oksigen yang dibawa oleh darah karena berkurangnya
volume skuncup atau stroke volume.Hal hal ini merupakan salah satu tanda
adanya syok kardiogenik yang disebabkan oleh masalah pada jantung.
Pernapasan dyspnea, Ictus cordis terlihat dan teraba. Auskultasi suara
bising jantung murmur, bising sistolic. Denyut apical bergeser ke ICS V MCL
sinistra, dapat dirasakan akibat adanya hiperaktivitas pada ventrikel kiri
karena tidak sempurnanya penutupan katup mitral maka ventrikel berusaha
untuk meningkatkan cardiac output yang ditandai dengan hiperaktivitas

29

ventrikel kiri. Atrium kiri juga cenderung membesar untuk menampung darah
tambahan yang mengalir kembali dari ventrikel kiri. Atrium yang sangat
membesar sering berdenyut sangat cepat dalam pola yang kacau dan tidak
teratur (fibrilasi atrium), yang menyebabkan berkurangnya efisiensi
pemompaan jantung.
Auskultasi paru terdengan wheezing dan ronkhi serta vesikuler
menurun ICS 4-5-6 hemithoraks sinistra. Pasien datang saat sesak dan batuk
disertai dahak sehingga auskultasi didapatkan wheezing dan ronkhi. Perkusi
hepar redup 3 jari dibawah arkus costae dan palpasi jantung teraba pada ICS
V MCL sinistra. Pada pasien sudah terjadi hipertensi porta yang menyebabkan
hepatomegali.

Pemeriksaan

Laboratorium:

leukositosis,

hiponatremi,

hyperkalemia, hipochlorida, Gangguan profil lemak dan gangguan faal hati.


Lekositosis didapat karena kemungkinan adanya infeksi. Pada gambaran EKG
pada pasien ini didapatkan adanya ischemi, yang menyebabkan peningkatan
kalium dalam darah yang pada nantinya akan menyebabkan

rangsangan

listrik berlebihan terutama pada otot jantung sehingga memungkinkan untuk


memperparah terjadinya atrial fibrilasi. Gangguan pada profil lemak akan
meningkatkan resiko dan memperparah iskemi pada jantung pasien.
3. Rontgen

Gambaran Kardiomegali dengan kongestif pulmonum


Gambaran pinggang jantung menghilang dengan ictus cordis bergeser
ke kiri bawah, pembesaran atrium kiri, Hipertensi pulmonal, dilatasi ventrikel
kanan dan atrium kanan. Mitral regurgitasi menyebakan gangguan aliran dari
30

ventrikel kiri menuju seluruh tubuh sehingga ada sebagian darah yang
kembali ke atrium kiri dan tekanan atrium kiri meningkat dan pinggang
jantung menghilang. Peningkatan tekanan pada atrium kiri

karena

meningkatnya volume darah menghasilkan pembukaan yang lebih awal dari


katup mitral dibandingkan keadaan normal. Hal ini menyebabkan terjadinya
hipertensi pulmonal sehingga meningkatkan tekanan ventrikel kanan
memompa darah melalui arteri pulmonal. Peningkatan kontraksi dan beban
yang terjadi terus menurus menyebabkan hipertrofi ventrikel kanan.
Peningkatan juga terjadi pada atrium kanan yang memompa darah

ke

ventrikel kanan sehingga atrium kanan juga mengalami dilatasi dan


membesar.

4. ECG
Tanggal 26 April 2016 jam 06.52

31

Rate : 136 - 187 x/menit


Rhythm: irreguler
Aksis: deviasi ke kanan (L1(-) dan AVF(+))
Hipertrofi :
Atrium kiri : gelombang p lebar pada lead II dan AVF
Ventrikel kanan : T inversi pada V1
Ischemi :
T inversi pada V2 dan V3
Ventrikuler flutter pada V1
Atrial Flutter
Miscellaneous :
T tall pada V4 dan V5
Tanggal 26 april 2016 jam 09.00

Rate : 136 - 187 x/menit


Rhythm: irreguler
Aksis: deviasi ke kanan (L1(-) dan AVF(+))
Hipertrofi :
Atrium Kiri : P lebar >0,11 pada LIII dan AVF

32

Ventrikel kanan : Gelombang R/S < 1(V5 dan V6) = RVH


Atrial flutter
Miscellaneous : T tall pada V5 dan V6
Tanggal 27 April 2016

Rate : 75 78 x/menit
Rhythm: irreguler
Aksis: Tidak ada deviasi
Hipertrofi :
Ventrikel kanan : T inversi pada V1
Ischemi : T inversi pada V1-3
Atrial Flutter

Tanggal 28 April 2016

33

Rate : 71 78 x/menit
Rhythm: irreguler
Aksis: Tidak ada deviasi
Hipertrofi :
Ventrikel kanan : ratio R/S <1 pada V6
T inversi pada V1
Ischemi : T Inversi pada V1-V3,
ST depresi V2-V3
Miscellaneous : Terdapat rsR pattern pada V2
Wide S pada V6
Atrial Fibrilasi
CHADS SCORE : 2
Kejadian stroke dan trombo embolisme dalam satu tahun follow
up sekitar 3,71%. Terapi antikoagulan oral dengan dosis yang disesuaikan
Vitamin K Antagonist ( INR 2-3 ) atau dengan anti koagulan baru harus
dipertimbangkan , berdasarkan assesment risiko perdarahan dan keinginan
pasien . pasien wanita berusia < 65 tahun dengan skor 1 berdasarkan gender
adalah risiko rendah : tidak ada terapi anti trombotik yang harus
dipertimbangkan
HAS BLED SCORE : 1
Pada pasien dengan HAS -BLED score > 3, hati-hati dan review
berkala sangat dianjurkan , serta upaya untuk memperbaiki faktor risiko yang

34

berpotensi reversibel untuk perdarahan . Sebuah tinggi HAS -BLED skor


perse tidak boleh digunakan untuk mengecualikan pasien dari terapi OAC
b. TERAPI
Pada pasien ini diberikan fargoxin yang kandungannya merupakan digoxin.
Digoxin adalah salah satu obat yang digunakan dalam penanganan masalah ritme
jantung dan gagal jantung kongestif. Digoxin merupakan agen inotropic positif
yang mengendalikan detak jantung dan meningkatkan kekuatan serta efisiensi
jantung

sehingga

sirkulasi

darah

menjadi

lebih

baik.

Digoxin

akan

memperlambat detak jantung hingga normal sehingga gejala akan membaik dan
jantung akan menjadi efisien kembali. Digitalis glikosida memberikan beberapa
efek berikut kepada pasien gagal jantung: meningkatkan kontraksi myocardiac
(inotropisme) dengan peningkatan output jantung; peningkatan diuresis dengan
penurunan oedema akibat dari penurunan tonus simpatetik; pengurangan ukurna
jantung, denyut jantung, volume darah dan tekanan vena dan pukmonum; dan
biasanya tidak ada perubahan pada permintaan oksigen. Digitalis glikosida juga
memiliki beberapa efek elektrokardio, antara lain: penurunan kecepatan AV node,
dan perpenjangan periode efektif refraktori. Obat ini juga dapat meningkatkan
interval PR, den penurunan interval QT dan menyebabkan depresi segmen ST.
Pasien dengan Fibrilasi atrium harus diterapi dengan mengguankan
anticoagulant warfarin kecuali ada kontraindikasi penggunaan obat untuk
mencegah terjadinya emboli. Pada keadaan ini atrium betul-betul hanya bergetar
dan tidak memompa; berkurangnya aliran darah yang melalui atrium,
memungkinkan terbentuknya bekuan darah. Jika suatu bekuan darah (trombus)
terlepas, ia akan terpompa keluar dari jantung dan dapat menyumbat arteri yang
lebih kecil sehingga terjadi stroke atau kerusakan lainnya. Ini juga berhubungan
dengan kematian mendadak dan kematian akibat penyakit gagal jantung yang
makin memberat karena adanya aterotrombosis yang tidak dikenali.

35

Kondisi pasien dengan mitral stenosis dan mitral regurgitasi yang simptomatik
dapat ditingkatkan dengan Mitral Valve Replacement.
Mitral Valve Replacement
Penggantian katup mitral dilakukan bila ada stenosis mitral berat, mitral
regurgitasi parah atau kombinasi dari keduanya. Biasanya, penggantian bedah
dianggap hanya untuk pasien yang berada dalam kelas fungsional III atau IV dan
tidak menanggapi manajemen medis. Pasien dengan stenosis mitral gejala harus
ditangani dengan komisurotomi mitral bila memungkinkan. Pasien yang dipilih
untuk komisurotomi harus memiliki katup lentur, tidak ada disfungsi katup utama
lainnya, irama sinus, ada emboli sistemik dan fungsi ventrikel kiri yang baik.
operasi awal tidak biasanya diperlukan. Mitral regurgitasi mungkin memerlukan
penggantian katup mitral pada penyakit rematik, pecahnya mitral korda tendinea,
pasca infark pecahnya otot papiler, endokarditis infektif keras, Prolaps katup
mitral dan kerusakan katup buatan. Pecahnya mitral korda tendinea biasanya dapat
dikenali dari anamnesa, pemeriksaan fisik, echocardiogram dan angiocardiogram.
Disfungsi otot papilaris ventrikel kiri parah biasanya karena infark jantung, dan
terjadi dalam 9 hari pertama infark. Ketika hanya tip otot papiler yang pecah
pasien dapat bertahan hidup cukup lama untuk penggantian katup mitral. Pada
endokarditis infektif, operasi lebih sering diperlukan karena gagal jantung
kongestif daripada karena infeksi refraktori. Bukti stenosis mitral atau insufisiensi
pada pasien dengan katup prostetik yang sebelumnya ditanamkan biasanya
menunjukkan kebutuhan mendesak untuk studi dan operasi awal. penyebab jarang
dari inkompetensi mitral yang mungkin memerlukan penggantian katup yang
fibroelastosis endokardial, sindrom Marfan, anulus mitral kalsifikasi, osteogenesis
imperfecta, penyakit jantung methysergide-diinduksi dan penyakit jantung
karsinoid.
Faktor yang menentukan waktu operasi untuk regurgitasi mitral degeneratif
di American College saat Kardiologi dan pedoman American Heart Association
36

termasuk gejala, ventrikel kiri (LV) fraksi ejeksi (EF), LV akhir sistolik dimensi
(LV ESD), fibrilasi atrium, dan paru hypertension1. Semua pasien yang memiliki
gejala mitral regurgitasi sedang atau berat harus dirujuk untuk perawatan bedah.
Lebih baik untuk operasi pada pasien pada awal gejala mereka, kelangsungan
hidup jangka panjang berikut perbaikan katup mitral terganggu pada pasien
dengan New York Heart Association kelas III atau IV. Pasien dengan derajat lebih
rendah dari regurgitasi dengan adanya gejala akan sering ditemukan telah
meningkat regurgitasi mitral, atau peningkatan memadai dalam fraksi ejeksi, pada
stres ekokardiografi dan juga harus dirujuk untuk tindakan bedah. Pasien tanpa
gejala dengan dilatasi ventrikel kiri (diameter LV akhir sistolik lebih dari 45 mm),
penurunan Ejection Fraksi (<60%), fibrilasi atrium atau hipertensi pulmonal
(tekanan sistolik PA> 50 mm Hg pada saat istirahat atau> 60 mm Hg dengan
olahraga) harus juga dipertimbangkan untuk operasi katup mitral elektif.
Banyak ahli jantung sedang bergerak ke arah aplikasi liberal perbaikan
katup mitral pada semua pasien tanpa gejala dengan regurgitasi mitral yang berat.
Hal ini juga ditetapkan bahwa kebanyakan pasien dengan moderat untuk
regurgitasi mitral parah akan mengembangkan indikasi untuk operasi katup mitral
elektif dalam satu dekade tindak lanjut. Banyak pemimpin opini sekarang
berpendapat yang terbaik adalah untuk melakukan operasi sebelum gejala atau
bukti LV disfungsi. Posisi ini diperkuat dalam laporan terbaru oleh EnriquezSarano dan rekan, yang melaporkan tentang hasil klinis dari 456 pasien dengan
kuantitatif dinilai regurgitasi mitral, diikuti dengan rata-rata 31 bulan dan dirujuk
untuk operasi sesuai dengan pedoman. Mereka menemukan bahwa pasien dengan
mitral regurgitasi kuantitatif parah (efektif regurgitasi orifice minimal 40 mm2)
memiliki morbiditas yang signifikan termasuk peningkatan mortalitas selama
menindaklanjuti dan menyimpulkan bahwa pasien tersebut harus dipertimbangkan
untuk surgery7 jantung yang cepat. Artikel lain baru-baru ini oleh Rosenhek dan
rekan menyediakan perspective8 yang berbeda. Mereka diikuti 132 pasien dengan
tanpa gejala regurgitasi mitral yang berat untuk waktu rata-rata 62 bulan dan tidak
37

menemukan kelangsungan hidup diamati berbeda dari hidup yang diharapkan,


dengan tiga puluh delapan pasien mengembangkan indikasi untuk operasi elektif
sesuai dengan pedoman. Dalam prakteknya kita saat ini kami menawarkan operasi
untuk semua pasien bergejala dan juga umumnya kepada semua pasien tanpa
gejala dengan regurgitasi mitral yang berat.

38

Anda mungkin juga menyukai