Anda di halaman 1dari 21

BAGIAN KARDIOLOGI DAN KEDOKTERAN VASKULER

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
OKTOBER 2014

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL

Oleh :
Andi Riskayani
C111 09 345
Supervisor :
dr. Pendrik Tandean,Sp.PD-KKV,FINASIM
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN KARDIOLOGI & KEDOKTERAN VASKULER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2014

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:
Nama
: Andi Riskayani
Nim
: C 111 09 345
Judul Lapsus : UNSTABLE ANGINA PECTORIS
Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka kepanitraan klinik
pada bagian kardiolodi & kedokteran vaskuler Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin.

Makassar,
Supervisior
dr. Pendrik Tandean,Sp.PD-KKV,FINASIM

oktober 2014
CoAss
Andi Riskayani

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL


A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur
Jenis kelamin
Tanggal masuk
Nomor RM

: Tn. AR
:63 tahun
:Laki-laki
: 24 Oktober 2014
:68-25-19

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan Utama
: Nyeri dada
Riwayat penyakit sekarang : Nyeri dada dialami sejak 7 jam sebelum
masuk rumah sakit. Nyeri dada dirasakan seperti tertekan beban berat pada
daerah substernal, tembus ke belakang, dan menjalar ke lengan kiri dengan
durasi sekitar 30 menit. Nyeri dada muncul pada saat beraktifitas, tidak
menghilang dengan istirahat. Nyeri dada disertai dengan keringat dingin.
Riwayat nyeri dada sebelumnya dialami sejak 7 bulan yang lalu, namun
nyeri berkurang dengan istirahat dan pemberian obat di bawah lidah. Nyeri
dada dirasakan hilang timbul. Riwayat pingsan tidak ada. Sesak tidak ada.
Sesak pada saat tidur terlentang tidak ada. Terbangun malam hari karena
sesak tidak ada. Tidak mual dan muntah, namun ada nyeri ulu hati.
Riwayat nyeri ulu hati tidak ada.
BAB : Biasa, kesan normal
BAK : Lancar, kesan cukup.

C. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU


1. Riwayat hipertensi ada sejak 5 tahun yang lalu. Minum obat antihipertensi secara teratur.
2. Riwayat merokok ada sejak 20 tahun lalu, sebanyak 1 bungkus/3 hari.
3. Riwayat diabetes mellitus tidak ada
4. Riwayat dislipidemia tidak diketahui
D. FAKTOR RISIKO

a. Tidak dapat dimodifikasi: Laki-laki 63


tahun. Riwayat nyeri dada sebelumnya.
b. Dapat dimodifikasi

: Hipertensi, merokok, obesitas

E. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum

: Sakit sedang/Overweight/Compos Mentis

a.

Berat badan

:75kg

b.

Tinggi badan :168 cm

c.

Indeks massa tubuh: 26,59 kg/m2

2. Tanda vital

Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu

: 140/90 mmHg
:72 x/menit, regular
: 20 x/menit
: 36,6C (aksilla)

3. Kepala
Mata
Bibir
Leher
4. Dada
Inspeksi
Palpasi
-

: Anemis (-), ikterus (-)


: Sianosis (-)
: DVS R+2 cmH2O (300)
: Simetris kiri=kanan, normochest
:Nyeri tekan (-), Massa Tumor (-), Vokal fremitus

kiri=kanan
Perkusi : Sonor kiri = kanan
Batas paru-hepar

: ICS IV dekstra

Batas paru belakang kanan

: CV Th. VIII dekstra

Batas paru belakang kiri

: CV Th. IX sinistra

Auskultasi : BP : Vesikuler; BT : Ronki-/-, Wheezing -/5. Jantung


4

Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi

: Ictus cordis tidak teraba, thrill (-)

Perkusi

: Pekak
Batas atas jantung : ICS II sinistra
Batas kanan jantung : IC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri jantung

: ICS V linea aksilaris anterior


sinistra

Auskultasi : Bunyi jantung I/II murni reguler, bising (-)


6. Abdomen
Inspeksi

: Datar, ikut gerak nafas

Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal


Palpasi

: Nyeri tekan (-). Massa tumor (-) Hepar,Lien tidak teraba

Perkusi

: Timpani (+)

7. Ekstremitas
Ekstremitas superior kanan dan kiri :
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)
Palpasi
: Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada
Ekstremitas inferior kanan dan kiri :
Inspeksi
: Warna kulit sama dengan sekitarnya, jejas (-), udem (-)
Palpasi
: Nyeri tekan tidak ada, krepitasi tidak ada.
Edema pretibial (-/-), dorsum pedis (-/-)

8. PEMERIKSAAN EKG

Irama

: Sinus

Heart Rate

: 72x/menit

Regularitas

: Reguler

Axis

: Normoaxis

P wave

: 0,08 s

PR interval

: 0,16 s

QRS complex

: 0,08 s

ST Segment

: isoelektrik

T wave

: T inverted pada lead I, aVL, V1-V4

Kesimpulan :
-

Irama sinus normal rate

Normoaksis

Iskemik anteroseptal wall

9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
TEST

RESULT

NORMAL VALUE

WBC

9,5 x 103 /mm3

4,0-10,0 x 103/ mm3

RBC

4,25 x 106 /mm3

4,0-6,0 x 106/ mm3

HGB

14,2 mg/dl

13,0-17,0g/dl

HCT

39,0%

40,0-54,0 %

GDS

141 mg/dl

140 mg/dl

Ureum

39 mg/dl

10-50 mg/dl

Creatinin

1,0 mg/dl

M(<1,3);F(<1,1) mg/dl

PLT

228 x 103 /uL

150-500 x 103/l

CK

167U/L

L(<190) P (<167)

CK-MB

19,8U/L

< 25

Troponin T

<0,02

<0,05 ng/ml

SGOT

30mg/dl

<38 U/l

SGPT

25 mg/dl

<41 U/l

Total Cholesterol

223 mg/dl

200 mg/dl

HDL

51 mg/dl

M(>55);F(>65) mg/dl

LDL

144 mg/dl

<130 mg/dl

TG

147 mg/dl

200 mg/dl

Uric Acid

9,4 mg/dl

2,4-5,7 mg/dl

Elektrolit

Natrium

144

136 145

Kalium

4.0

3,5 5,1

Klorida

108

97 - 111

10. PEMERIKSAAN RADIOLOGI


Foto Thoraks PA

- Corakan bronkovaskular dalam batas normal


- Tidak Nampak proses spesifik pada kedua paru
- COR membesar dengan CTI = 0,6 aorta dilatasi dan elongasi
- Kedua sinus dan diafragma baik
- Tulang-tulang intak
Kesan : Cardiomegaly disertai dilatation et elongation aorta

11. DIAGNOSIS
ANGINA PEKTORIS TAK STABIL
12. PENGOBATAN

Bed rest

O2 2-4 LPM via Nasal Canule

IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam

Nitrat : Fasorbid 10 mg/8 jam/oral


Isosorbid Dinitrat 5mg/SL (bila nyeri dada)

Anti-agregasi platelet :
Aspilet 80 mg / 24 jam/oral
Clopidogrel 75 mg/24 jam/oral

Antit-coagulant : Arixtra 2,5mg/24 jam/Subkutan

Anti hipertensi : Candesartan 16mg/24 jam/oral

Statin : Simvastatin 20mg/24 jam/oral

XO inhibitor : Allopurinol 100mg/12 jam/oral

Anti-anxietas : Alprazolam 0.5 mg (bila perlu)

Laksatif: Laxadine syr 0-0-2C

Rencana pemeriksaan :
-

EKG per hari


Kontrol enzim jantung

ANGINA PEKTORIS TAK STABIL


1. Definisi
Angina pectoris tak stabil terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak akibat oklusi trombus pada plak aterosklerotik yang sudah ada
sebelumnya. Trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi injuri
vaskuler, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor-faktor seperti merokok,
hipertensi, dan akumulasi lipid.2
Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner
akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di
sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran
darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan
fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark
Angina pektoris tak stabil, kadang-kadang disebut angina kresendo
ditandai dengan nyeri angina yang frekuensinya meningkat dan merupakan
tanda awal iskemia miokardium yang lebih serius dan mungkin irreversibel
sehingga kadang-kadang disebut angina prainfark (robbin)

2. Faktor Risiko
Faktor risiko biologis angina pektoris tak stabil yang tidak dapat diubah
yaitu usia, jenis kelamin, ras, dan riwayat keluarga, sedangkan faktor risiko
yang masih dapat diubah,sehingga berpotensi dapat memperlambat proses
aterogenik, antara lain kadar serum lipid, hipertensi, merokok, gangguan
toleransi glukosa, dan diet yang tinggi lemak jenuh, kolesterol, serta kalori.3
Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung mengalami
ruptur jika fibrous cap tipis dan inti kaya lipid (lipid rich core).2
Berbagai agonis (kolagen, ADP, epinefrin, serotonin) memicu aktivasi
trombosit pada lokasi ruptur plak, yang selanjutnya akan memproduksi dan
melepaskan tromboksan A2 (vasokonstriktor lokal yang poten). Selain itu,

10

aktivasi trombosit memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein


IIb/IIIa. Reseptor mempunyai afinitas tinggi terhadap sekuen asam amino
pada protein adhesi yang terlarut (integrin) seperti faktor von Willebrand
(vWF) dan fibrinogen, dimana keduanya adalah molekul multivalen yang
dapat mengikat 2 platelet yang berbeda secara simultan, menghasilkan ikatan
platelet dan agregasi setelah mengalami konversi fungsinya.1,2
Kaskade koagulasi diaktivasi oleh pajanan tissue activator pada sel endotel
yang rusak. Faktor VII dan X diaktivasi, mengakibatkan konversi protombin
menjadi trombin, yang kemudian mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin.
Arteri koroner yang terlibat akan mengalami oklusi oleh trombus yang terdiri
atas agregat trombosit dan fibrin.1,2
Penyebab lain infark tanpa aterosklerosis koronaria antara lain emboli
arteri koronaria, anomali arteri koronaria kongenital, spasme koronaria
terisolasi, arteritis trauma, gangguan hematologik, dan berbagai penyakit
inflamasi sistemik.5
3. Patologi
Ruptur plak
Kejadian angina pektoris tak stabil diawali dengan terbentuknya
aterosklerosis

yang

kemudian

ruptur

dan

menyumbat

pembuluh

darah.Penyakit aterosklerosis ditandai dengan formasi bertahap fatty plaque di


dalam dinding arteri.Lama-kelamaan plak ini terus tumbuh ke dalam lumen,
sehingga diameter lumen menyempit.Penyempitan lumen mengganggu aliran
darah ke distal dari tempat penyumbatan terjadi.5
Faktor-faktor seperti usia, genetik, diet, merokok, diabetes mellitus tipe II,
hipertensi, reactive oxygen species dan inflamasi menyebabkan disfungsi dan
aktivasi endotelial. Pemaparan terhadap faktor-faktor di atas menimbulkan
injury bagi sel endotel.Akibat disfungsi endotel, sel-sel tidak dapat lagi
memproduksi molekul-molekul vasoaktif seperti nitric oxide, yang berkerja
sebagai vasodilator, anti-trombotikdan anti-proliferasi.Sebaliknya, disfungsi

11

endotel justru meningkatkan produksi vasokonstriktor, endotelin-1, dan


angiotensin II yang berperan dalam migrasi dan pertumbuhan sel.5
Leukosit yang bersirkulasi menempel pada sel endotel teraktivasi.
Kemudian leukosit bermigrasi ke sub endotel dan berubah menjadi makrofag.
Di sini makrofag berperan sebagai pembersih dan bekerja mengeliminasi
kolesterol LDL.Sel makrofag yang terpajan dengan kolesterol LDL teroksidasi
disebut sel busa (foam cell).Faktor pertumbuhan dan trombosit menyebabkan
migrasi otot polos dari tunika media ke dalam tunika intima dan proliferasi
matriks. Proses ini mengubah bercak lemak menjadi ateroma matur. Lapisan
fibrosa menutupi ateromamatur, membatasi lesi dari lumen pembuluh
darah.Perlekatan trombosit ke tepian ateroma yang kasar menyebabkan
terbentuknya trombosis.Ulserasi atau ruptur mendadak lapisan fibrosa atau
perdarahan yang terjadi dalam ateroma menyebabkan oklusi arteri.5
Penyempitan arteri koroner segmental banyak disebabkan oleh formasi
plak.Kejadian tersebut secara temporer dapat memperburuk keadaan obstruksi,
menurunkan aliran darah koroner, dan menyebabkan manifestasi klinis infark
miokard..Lokasi obstruksi berpengaruh terhadap kuantitas iskemia miokard
dan keparahan manifestasi klinis penyakit.Oleh sebab itu, obstruksi kritis pada
arteri koroner kiri atau arteri koroner desendens kiri berbahaya.5
Pada saat episode perfusi yang inadekuat, kadar oksigen ke jaringan
miokard menurun dan dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi mekanis,
biokimia dan elektrikal miokard. Perfusi yang buruk ke subendokard jantung
menyebabkan iskemia yang lebih berbahaya. Perkembangan cepat iskemia
yang disebabkan oklusi total atau subtotal arteri koroner berhubungan dengan
kegagalan otot jantung berkontraksi dan berelaksasi.5
Selama kejadian iskemia, terjadi beragam abnormalitas metabolisme,
fungsi dan struktur sel. Miokard normal memetabolisme asam lemak dan
glukosa menjadi karbon dioksida dan air. Akibat kadar oksigen yang
berkurang, asam lemak tidak dapat dioksidasi, glukosa diubah menjadi asam
laktat dan pH intrasel menurun. Keadaaan ini mengganggu stabilitas membran
12

sel. Gangguan fungsi membran sel menyebabkan kebocoran kanal K+ dan


ambilan Na+ oleh monosit.Keparahan dan durasi dari ketidakseimbangan
antara suplai dan kebutuhan oksigen menentukan apakah kerusakan miokard
yang terjadi reversibel (<20 menit) atau ireversibel (>20 menit).Iskemia yang
ireversibel berakhir pada infark miokard.5
Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi dan agregasi platelet
dan meyebabkan aktivasi terbentuknya trombus. Bila trombus menutup
pembuluh darah 100% akan terjadi infark dengan elevasi segmen ST,
sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan
stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil.
Trombosis dan Agregasi Trombosit
Agregasi platelet dan pembentukan trombus merupakan salah satu
dasar terjadinya angina tak stabil. Terjadinya trombosis setelah plak terganggu
disebabkan karena interaksi yang terjadi antara lemak, sel otot polos,
makrofag, dan kolagen. Inti lemak merupakan bahan terpenting dalam
pembentukan trombus yang kaya trombosit, sedangkan sel otot polos dan sel
busa (foam cell) yang ada dalam plak berhubungan dengan ekspresi faktor
jaringan dalam plak tak stabil. Setelah berhubungan dengan darah, faktor
jaringan berinteraksi dengan faktor VIIa untuk memulai kaskade reaksi
enzimatik yang menghasilkan pembentukan trombin dan fibrin.
Sebagai reaksi terhadap gangguan faal endotel, terjadi agregasi pletelet
dan pletelet melepaskan isi granulasi sehingga memicu agregasi yang lebih
luas, vasokonstriksi dan pembentukan trombus. Faktor sistemik dan inflamasi
ikut berperan dalam perubahan terjadinya hemostase dan koagulasi dan
berperan dalam memulai trombosis yang intermiten, pada angina tak stabil.
Vasospasme
Terjadinya vasokonstriksi juga mempunyai peran penting pada angina
tak stabil. Diperkirakan adanya disfungsi endotel dan bahan vasoaktif yang
diproduksi oleh platelet berperan dalam perubahan dalam tonus pembuluh

13

darah dan meenyebabkan spasme. Spasme yang terlokalisir seperti pada


angina printzmetal juga dapat menyebabkan angina tak stabil. Adanya spasme
seringkali terjadi pada plak yang tak stabil, dan mempunyai peran dalam
pembentukan trombus.
Erosi Plak tanpa Ruptur
Terjadinya penyempitan juga dapat disebabkan karena terjadinya
proliferasi dan migrasi dari otot polos sebagai reaksi terhadap kerusakan
endotel; adanya perubahan bentuk dan lesi karena bertambahnya sel otot polos
dapat menimbulkan penyempitan pembuluh dengan cepat dan keluhan iskemi.

Gambar 1. Patofisiologi berbagai sindrom klinis angina pectoris tidak stabil

14

4. Gejala Klinis
Keluhan pasien umumnya berupa nyeri dada untuk pertama kali atau
keluhan nyeri dada yang bertambah dari biasa. Nyeri dada seperti pada angina
biasa tapi lebih berat dan lebih lama, mungkin timbul pada waktu istirahat, atau
timbul karena aktivitas yang minimal. Nyeri dada dapat disertai keluhan sesak
napas, mual, sampai muntah, kadang-kadang disertai keringat dingin.
5. Diagnosis
Diagnosis IMA dengan elevasi segmen ST ditegakkan berdasarkan
anamnesis nyeri dada yang khas dan gambaran EKG dengan tanda-tanda
iskemik yaitu ST depresi atau inversi T.2
5.1. Anamnesis
1. Nyeri dada :
Sifat nyeri dada (angina) merupakan gejala cardinal pasien IMA:
Lokasi: substernal, retrosternal, dan perikordial.
Sifat nyeri: rasa sakit ditekan, terbakar, ditindih benda berat, ditusuk,

diperas, dipelintir.
Penjalaran: lengan kiri, leher, punggung, interskapula, perut, lengan

kanan bawah.
Nyeri membaik/menghilang dengan istirahat/nitrat.
Faktor pencetus: latihan fisik, stres emosi, udara dingin, dan sesudah

makan.
Gejala yang menyertai: mual, muntah, sulit bernafas, keringat dingin,
cemas, lemas.

2. Sesak napas (Dispneu):


Dispneu adalah pernapasan yang disadari dan abnormal dengan ciri
napas tidak menyenangkan, sukar bernapas. Sesak napas ini merupakan

keluhan dari:
Penyakit jantung: koroner, valvular, dan miokardial

15

Penyakit paru: limitasi aliran udara masuk ke paru (gangguan ventilasi)


dan keadaan hipoksia pada keadaan restriktif, terjadi stimulasi napas

karna hipoksia.
Penyakit deformitas dinding toraks
Sakit otot pernapasan
Obesitas
Anemia, dll.
Riwayat sesak napas sangat penting untuk memperkirakan
penyebab yang mendasari.Kemungkinan penyebabnya adalah emboli
paru, pneumotoraks, udema pulmonal akut, pneumonia, atau obstruksi
jalan napas.Sesak napas yang hilang dengan pemakaian bronkodilator
dan kortikosteroid diperkirakan akibat asma.Namun sesak napas yang
hilang dengan istirahat, obat diuretik, dan digitalis diperkirakan akibat
gagal jantung kiri.

Gradasi sesak napas akibat gagal jantung kiri

dimana ventrikel kiri dan atau atrium kiri tinggi adalah:


Dyspnea on Effort (DOE)
Orthopnea
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea
Dyspnea at rest

5.2. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik menunjukkan pasien tampak cemas dan tidak bisa
beristirahat (gelisah) akibat nyeri dada dengan durasi sekitar >20 menit
dengan ekstremitas pucat kadang disertai keringat dingin dan mual muntah.
5. 3. Pemeriksaan Penunjang
EKG
Pemeriksaan EKG 12 sadapan harus dilakukan pada semua pasien
dengan nyeri dada atau keluhan yang dicurigai sindroma koroner
akut.Pemeriksaan ini harus dilakukan segera dalam 10 menit sejak kedatangan
di IGD.Pemeriksaan ini merupakan landasan dalam menentukan keputusan
terapi karena bukti kuat menunjukkan gambaran elevasi segmen ST dapat
mengidentifikasi pasien yang bermanfaat untuk dilakukan terapi reperfusi.Jika
pemeriksaan EKG awal tidak diagnostik untuk STEMI tetapi pasien tetap
16

simptomatik dan terdapat kecurigaan kuat STEMI, EKG serian dengan


interval 5-10 menit atau pemantauan EKG 12 sandapan secara kontinyu harus
dilakukan untuk mendeteksi potensi perkembangan elevasi segmen ST.2
5.4. Biomarker kerusakan jantung 6
Alat diagnostik selanjutnya adalah pelepasan dan dan peningkatan
penanda biokimiawi serum pada cedera sel jantung. Penanda tersebut adalah
kreatinin kinase (CK) dan isoenzimnya Creatinin Kinase-MB, dan troponin :
cardiac specific troponin T (cTnT) dan cardiac specific troponin I (cTnI).
Peningkatan dan penurunan CK dan CK-MB merupakan penanda cedera otot
yang paling spesifik seperti pada infark miokardium. Setelah infark
miokardium akut, CK dan CK-MB meningkat dalam waktu 4 hingga 6 jam
dengan kadar puncak dalam 18 hingga 24 jam, dan kembali menurun hingga
normal setelah 2 hingga 3 hari. CK-MB juga terdapat dalam otot skelet
sehingga penegakan diagnosis cedera miokardium didasarkan pada pola
peningkatan dan penurunan.
Troponin jantung spesifik (yaitu cTnT dan cTnI) merupakan protein
regulator yang mengendalikan hubungan aktin dan myosin yang bersifat
spesifik untuk pelepasan dari miokardium. Troponin akan meningkat 4 hingga
6 jam setelah cedera miokardium dan akan menetap hingga 10 hari setelah
peristiwa tersebut dan dianggap sangat spesifik pada peningkatan CK yang
hanya sedikit. Sebaliknya, tidak adanya peningkatan CK cenderung
menyingkirkan adanya infark miokardium.
Penanda biokimia cedera sel jantung (peningkatan kadar serum)
Penanda
Meningkat
Memuncak
Durasi
Creatinin Kinase
4-6 jam
18-24 jam
2-3 hari
(CK)
Creatinin Kinase4-6 jam
18-24 jam
2-3 hari
MB (CK-MB)
Cardiac specific
4-6 jam
18-24 jam
10 hari
troponin T (cTnT)
Cardiac specific
4-6 jam
18-24 jam
10 hari

17

Troponin I
6. Terapi2,7
Penatalaksanaan pada angina pectoris tidak stabil difokuskan pada tiga hal
berikut:
a. Stabilisasi plak. Mencegah perluasan atau perkembangan trombus
intrakoroner untuk mencegah serangan jantung
b. Mengatasi gejala dalam hal ini adalah nyeri dada atau angina iskemik.
c. Mengoreksi penyebab dasar penyakit arteri coroner dan mengoreksi
gangguan hemodinamik yang menyertai.
d. Pengobatan Umum
Pengobatan umum termasuk: pemberian oksgen, tirah baring sampai anina
terkontrol, puasa 8 jam kemudian makanan cair atau lunak selama 24 jam
pertama, pembreian transquilizer untuk menenangkan pasien dan laksans agar
penderita tidak mengedan.
e. Pengobatan Khusus
Atasi nyeri dada dan iskemia
Nitrat sublingual kemudian dilanjutkan dengan pemberian intravena biasanya
dapat mengatas nyeri dada. Pemberian intravena harus dilakukan dengan
infusion pump, sebagai gantinya dapat digunakan nitrat transdermal yang
dikombinasi dengan preparat oral. Dosis awal nitrogliserin (IV) biasanya 5
ug/menit dan ditingkatkan (5-10 ug/menit) setiap 5 menit sampai nyeri dada
menghilang. Dosis maksimal adalah 200 ug/menit. Pemberian dosis besar
(lebih dari 7 ug/kgBB/menit) selama beberapa hari dapat menimbulkan
methemoglobinemia. Dosis IsoSorbid Dinitrat (ISDN) IV biasanya 1 mg.jam
kemudian ditingkatkan sampai nyeri dada mereda
Agar perfusi miokard tetap adekuat, makan selama pemberian nitrat IV
tekanan darah sistolik tidak boleh lebih rendah dari 100 mmHg, dan tekanan
darah diastolic tidak bileh lebih rendah dari 60 mmHg. Apabila terjadi

18

hipotensi, maka dosis nitrat harus diturunkan. Apabila nitrat IV masih belum
berhasil menghilangkan nyeri dada, dapat diberi morfin (2,5-5mg)secara IV.
Apabila tidak ada kontraindikasi segera diberikan -blocker. -blocker short
acting lebih diproritaskan sebab jika terjadi efek samping lebih cepat akan
teratasi. Propranolol 10 mg dua kali sehari cukup efektif. Pada pasien yang
memiliki penyakit obstruksi paru kronis, DM atau dyslipidemia dapat diganti
atenolol (50 mg/tablet) atau dganti CCB seperti verapamil atau diltiazem.
Apabila angina amasih takstabil dapat diveri triple theraphy yaitu Nitrat,blocker, dan CCB. -blocker long acting seperti bisoprolol sebaiknya
diberikan sesudah kondisi stabil.
Mencegah perluasan atau perkembangan thrombus intrakoroner
Dosis aspirin menurut berbagai penelitian adalah 160-300 mg.hari (dosis
tunggal). Clopidogrel loading dose 300 mg (4 tablet) juga dianjurkan pada
pasien AP tak stabil diikuti 75 mg/ hari. LMWH lebih disukai daripada
heparin karena cara pembriannya mudah dan dosis tidak perlu disesuaikan
dengan pemeriksaan aPTT 6 jam. LMWH diberikan satu atau dua kali sehari
tergantung preparat selama 5 hari.
Koreksi gangguan hemodinamik dan control factor presipitasi
Koreksi semua factor penyebab disfungsi jantung, misalnya aritmia dengan
obat anti aritmia, gagal jantung dengan kardiogenik atau diuretic, anemia
diberi trasfusi darah, dan seterusnya.
Tindak Lanjut
Berhubung karena angina tak stabil memiliki resimo tngi terjadi infark
miokard akut (IMA), setelah angina terkontrol, semua penderita dianjurkan
untuk dilakukan angiografi coroner selektif.

Mobilisasi bertahap diikuti

treadmill tes untuk menentukan perlunya angiografi kororner merupakan


pilihan lain. Bagi penderita yang keadaannya tidak dapat distabilkan dengan
obat, maka dianjurkan intervensi yang lebih agresif seperti pemasangan

19

intraaortic balloon counterpulsation (IABC) dan angiografi coroner, kemudian


cABG atau PTCA tergantung lesi pada arteri koronaria.
7. Prognosis 7
TIMI (Trombolysis In Myocardial Infarction) adalah alat prognostik yang
paling valid. Masing-masing variable TIMI Risk Score dibawah ini bernilai 1
poin, dengan total poin 0-7 :
- Umur 65 tahun
- penggunaan aspirin dalam 7 hari terakhir
- telah diketahui menderita stenosis coroner 50%
- peningkatan enzim-enzim jantung
- minimal 3 faktor risiko Penyakit Arteri Koroner (diabetes mellitus,
perokok aktif, riwayat keluarga dengan penyakit arteri koroner,
hipertensi, hiperkolesterolemia)
- gejala angina yang berat ( dua atau lebih serangan angina dalam 24 jam
terakhir)
- Deviasi segmen ST pada EKG
Prognosis mengarah ke infark miokard maupun kematian mulai pada total
skor TIMI

3. Jadi, pasien dengan total TIMI skor 3-7 sebaiknya

mempertimbangkan penggunaan glikoprotein IIb/IIIa IV, heparin (LMWH)


dan kateter jantung dini.

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Guyton AC. Hall, JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC. 2007
2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid
II Edisi V. Jakarta: Interna Publishing. 2010.
3. Santoso M, Setiawan T. Penyakit Jantung Koroner. Cermin Dunia
Kedokteran. 2005; 147: 6-9
4. Robbins SL, Cotran RS, Kumar V. Buku Ajar Patologi Edisi 7. Jakarta: EGC.
2007.
5. Libby P, Bonow RO, Mann DL, Zipes DP. Braunwalds Heart Diseases: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. Philadelphia: Elsevier. 2008
6. Price, A. Sylvia, Wilson M. Lorraine. Patofisiologi Konsep Klinis Prosesproses Penyakit edisi ke-6. Jakrta: EGC. 2010
7. American Heart Association. Management of Patients with Unstable Angina/
Non ST Elevation Myocardial Infarction. For a copy of the executive summary
(J Am Coll Cardiol 2007;50:652726; Circulation 2007;116:803877)

21

Anda mungkin juga menyukai