Tanda tangan :
LAPORAN KASUS
APPENDISITIS AKUT
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................................................................1
DAFTAR ISI.....................................................................................................................2
BAB I. LAPORAN KASUS.............................................................................................3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................13
BAB III. ANALISIS KASUS............................................................................................24
BAB IV. KESIMPULAN..................................................................................................28
BAB V. DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................29
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN USAKTI
Hari/tanggal presentasi kasus :
RSAU dr. Esnawan Antariksa
Nama Mahasiswa
NIM
: 030.11.265
Dr. Pembimbing/penguji
Tanda tangan
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Tanggal lahir/Umur
Status perkawinan
: Belum menikah
Agama
: Katolik
Pekerjaan
: Pelajar/mahasiswa
Pendidikan
: Mahasiswa
Alamat
No RM
: 158305
Tanggal masuk RS
B. ANAMNESIS
Dilakukan autoanamnesis dan alloanamnesis dengan Bapak pasien pada tanggal 30 Oktober
2016 di bangsal Merak jam 20:00 WIB
Keluhan Utama
Nyeri perut di kanan bawah sejak 5 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Keluhan Tambahan
Mual, muntah, demam, nafsu makan menurun
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke poli bedah RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan nyeri perut
pada bagian kanan bawah sejak 5 hari SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk.
Munculnya nyeri dirasakan mendadak dan tidak menjalar ke tempat lain. Nyeri tersebut tidak
berkurang meskipun pasien sudah meminum obat anti nyeri. Nyeri dirasakan semakin lama
semakin tajam. Selain itu juga pasien merasa badannya meriang serta panas dingin. Nyeri
diperberat bila pasien tidur miring, menekuk kaki, berjalan, batuk dan bersin. Nyeri menjadi
lebih ringan pada saat pasien tidur tengkurap.
Awalnya pasien merasa mual dan muntah yang diikuti nyeri pada bagian perut yang
hilang timbul 5 hari lalu disertai demam yang tidak terlalu tinggi, sumeng-sumeng namun
pasien tidak mengukur berapa suhu tubuhnya. Muntah sebanyak tiga kali. Jumlah muntah
banyak dan berisi makanan dan minuman. Keluhan mual masih dirasakan oleh pasien namun
pasien sudah tidak muntah. Semenjak sakit pasien mengatakan nafsu makannya menurun.
Pasien tidak suka makan-makanan yang tinggi serat seperti sayur-sayuran. BAK pasien
keluar sedikit semenjak sakit. Namun, keluhan nyeri pada saat BAK disangkal. Keluhan
BAK berdarah juga disangkal. Keluhan mencret atau susah BAB dalam seminggu terakhir
disangkal. Pasien mengaku sulit BAB Karena cukup keras. Keluhan lainnya seperti perut
teraba tegang seperti papan disangkal. Keluhan teraba benjolan diperut kanan bawah juga
disangkal. Keluhan kembung disangkal.
Sebelumnya pasien datang berobat ke rumah sakit Royal Taruma 5 hari SMRS dan
diberikan obat anti nyeri dan anti muntah namun pasien tidak ingat nama obat yang
diberikan.
4
Pada saat diperiksa pasien mengatakan nyeri perutnya sudah berkurang dibandingkan
dengan hari-hari sebelumnya. Keluhan demam, mual dan muntah juga sudah tidak dialami
oleh pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan tidak pernah mengalami nyeri perut di kanan bawah sebelumnya.
Riwayat trauma disangkal. Riwayat operasi disangkal. Pasien pernah menderita demam tifoid
4 tahun yang lalu.
Riwayat Penyakit Keluarga
Orangtua pasien menyangkal di keluarga ada yang mengalami penyakit serupa.
Riwayat diabetes mellitus, penyakit jantung dan hipertensi juga disangkal oleh pasien.
C. STATUS GENERALIS
i.
Status Umum
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Tekanan darah
: 120/80 mmHg
Nadi
: 80x/menit
Pernafasan
: 18x/menit
Suhu
: 36,8oC
Tinggi Badan
: 172 cm
Berat Badan
: 60 kg
BMI
: 20,3 (gizi normal)
ii.
Pemeriksaan Fisik
Kepala
: normosefali
Rambut
: Rambut hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut
Mata
: konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor diameter
3 mm, reflex cahaya langsung +/+, refleks cahaya tidak
langsung +/+
Telinga: normotia, darah (-/-), pus (-/-)
Hidung
: deviasi septum (-), sekret -/Mulut
: sianosis (-), lidah tidak kotor, oral hygiene baik
Tenggorokan : T1/T1 tenang, faring tidak hiperemis.
Leher
:
- Tekanan Vena Jugularis (JVP) : tidak dilakukan
- Kelenjar tiroid
: tidak membesar
- Kelenjar getah bening
: tidak membesar
Thorax
Cor
ada bagian dada yang tertinggal, tidak tampak retraksi sela iga
Palpasi
: vocal fremitus kanan kiri teraba sama kuat, nyeri tekan
(-), benjolan (-)
Perkusi
: Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi
: suara nafas vesikuler (+/+), rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Inspeksi
Palpasi
kiri
Perkusi
Batas kanan
Batas atas
Batas kiri
linea
midclavicularis sinistra
Batas bawah
: ICS VI linea midclavicularis sinistra
Auskultasi
: BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi
kanan bawah, nyeri tekan McBurney (+), Rovsings sign (+), nyeri
lepas Blumberg (+), massa (-), undulasi (-), Psoas sign (+),
Lengan
Kiri
Tonus
Normotonus
Normotonus
Massa
Sendi
Gerakan
Aktif
Aktif
Otot
Kekuatan
Normal (5555)
Normal (5555)
Oedem
Tidak ada
Tidak ada
Kanan
Kiri
Luka
Tidak ada
Tidak ada
Varises
Tidak ada
Tidak ada
Tonus
Normotonus
Normotonus
Massa
Sendi
Gerakan
Aktif
Aktif
Kekuatan
Normal (5555)
Normal (5555)
Oedem
Tidak ada
Tidak ada
Refleks
Kanan
Kiri
Refleks tendon
+2
+2
Biseps
+2
+2
Triseps
+2
+2
Patella
+2
+2
Refleks kulit
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Refleks patologis
Negatif
Negatif
Otot
Genitalia Eksterna
Pemeriksaan rectal toucher
Inspeksi
9, mukosa rectum licin, tidak teraba adanya massa, batas tegas, simetris,
permukaan rata, batas atas dapat dicapai. Tidak tampak darah dan lendir, pada
sarung tangan sedikit cairan feses (+) tidak ada lendir dan darah.
D. STATUS LOKALIS
Abdomen
Inspeksi
bawah, nyeri tekan McBurney (+), Rovsings sign (+), nyeri lepas Blumberg
(+), massa (-), undulasi (-), Psoas sign (+), Obturator sign (-), nyeri ketok CVA
dextra (-)
Perkusi
E. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Tanggal pemeriksaan 25/10/2016
PEMERIKSAAN
HASIL
SATUAN
NILAI RUJUKAN
g/dl
14.0-18.0
HEMATOLOGI
Hemoglobin
15,8
LED
Leukosit
mm/jam
2-30
15,0
103/uL
5.0-10.0
HITUNG JENIS
Basofil
0-1
Eosinofil
1-3
Segmen
84
50-70
Limfosit
10
21-40
Monosit
2-8
MCV
84
u3
82-92
MCH
28
Pg
26-32
MCHC
33
g/dl
31-36
MCV,MCH,MCHC
Hematokrit
47,3
42.0-52.0
Eritrosit
5,65
106/uL
4.50-5.50
Trombosit
424
103/uL
150-450
SATUAN
NILAI RUJUKAN
Tanggal 27/10/2016
PEMERIKSAAN
HASIL
HEMATOLOGI
Waktu Perdarahan
Menit
1-3 menit
Wakti Pembekuan
Menit
1.7 menit
F. RESUME
Pasien bernama Tn. Steven Lelang, berusia 20 tahun datang ke poli bedah RSAU
dengan keluhan nyeri perut dibagian kanan bawah sejak 5 hari yang lalu SMRS. Nyeri
dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan timbul secara mendadak. Nyeri diperberat apabila pasien
berjalan, bersin dan batuk. Awalnya pasien merasa mual dan muntah yang diikuti nyeri pada
bagian perut yang hilang timbul 5 hari lalu disertai demam yang tidak terlalu tinggi, sumeng9
sumeng namun pasien tidak mengukur berapa suhu tubuhnya. Muntah sebanyak tiga kali.
Jumlah muntah banyak dan berisi makanan dan minuman. Keluhan mual masih dirasakan
oleh pasien namun pasien sudah tidak muntah. Semenjak sakit pasien mengatakan nafsu
makannya menurun. Pasien tidak suka makan-makanan yang tinggi serat seperti sayursayuran. Keluhan lainnya seperti perut teraba tegang seperti papan disangkal. Keluhan teraba
benjolan diperut kanan bawah juga disangkal. Keluhan kembung disangkal.
Inspeksi
bawah, nyeri tekan McBurney (+), Rovsings sign (+), nyeri lepas Blumberg (+),
massa (-), undulasi (-), Psoas sign (+), Obturator sign (-), nyeri ketok CVA dextra
(-)
Perkusi
: timpani pada seluruh lapang abdomen, ascites (-)
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin didapatkan jumlah leukosit 15.000/uL,
G. DIAGNOSIS KERJA
Appendisitis akut
H. DIAGNOSIS BANDING
Mukokel appendiks
I. PEMERIKSAAN ANJURAN
USG abdomen
Urinalisis
10
J. PENGOBATAN
Rawat inap + pemberian analgetik
Edukasi kepada pasien mengenai kemungkinan tindakan operasi yang harus dilakukan
Rujuk ke spesialis bedah umum agar segera dilakukan tindakan sesuai kondisi pasien
K. PROGNOSIS
Ad vitam
Ad fungsionam
Ad sanationam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
: dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
11
2.1 Anatomi
Apendiks adalah organ berbentuk tabung dengan panjang berkisar antara 3-15 cm dan
berpangkal di sekum. Pada dewasa bentuk apendiks melebar didistal dan menyempit di
proksimal. Sementara pada anak, berbentuk kerucut dimana menyempit didistal dan melebar
di proksimal. Anatomi apendiks memungkinkan organ ini untuk bergerak bebas, tergantung
dari panjang mesoapendiks penggantungnya. Apendiks merupakan organ imunologik karena
termasuk komponen GALT (Gut Asscociated Lymphoid Tissue) yang mensekresi IgA, namun
tidak memiliki efek negatif bila dilakukan apendektomi. Posisi apendiks terbanyak berada di
retrosekal (53,57%), pelvik (30,35%), post ilieum (12,55) dan subcaecal (3,5%).4
12
laki insidens apendektoi 1,4 kali lebih besar. Anak-anak memiliki resiko lebih besar untuk
mengalami perforasi 50-85%.6
2.4 Etiologi dan Faktor Resiko
Apendisitis akut dikaitkan erat dengan infeksi bakteri, kombinasi antara bakteri aerob
dan anaerob. Infeksi bakteri disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks hal ini dicetuskan
oleh beberapa faktor; Hiperplasia jaringan limfe, fekalit/apendikolit, tumor apendiks, cacing
askariasis dan makanan rendah serat.7 Fekalit dapat berupa komposisi material feses, kalsium
fosfat, campuran bakteri dengan debris epitel ataupun benda asing. Obstruksi lain dapat
disebabkan oleh tumor (carcinoma caecum) yang biasanya terdapat pada usia lanjut. Parasit
sebagian besar menyebabkan sumbatan yang disebabkan oleh cacing kremi (Oxyuris
vermicularis). Selain sumbatan erosi mukosa akibat infeksi parasit E. histolytica diduga
menyebabkan apendisitis.
Beberapa faktor resiko dapat mendukung terjadinya apendisitis : 7
1. Balita
Apendisitis jarang terdiagnosis pada balita karena, keterbatasannya pada anamnesis.
Hal ini menyebabkan delayed diagnosis dan mempebesar tingginnya insidensi
perforasi (<36 bulan). Peritonitis diffusa juga mudah terjadi akibat fungsi omentum
yang belum sempurna, ini menyebabkan fungsi pertahanan dalam menghadapi infeksi
tidak maksimal.
2. Anak
Pada anak hampir selalu terdapat keluhan muntah dan kesulitan makan, hal ini
menyebabkan anak sulit tidur pada tahap awal dari apendisitis.
3. Lansia
Perforasi dan gangren terjadi lebih mudah pada lansia. Insidens terjadinya perforasi
dan lamanya terapi meningkat seiring dengan meningkatnya faktor komorbid seperti;
CAD, asma, diabetes melitus, HIV/AIDS, peningkatan serum creatinine. 8 Secara
umum faktor komorbid ini mempengaruhi system vaskular yang dapat mempercepat
iskemia dan timbulnya perforasi.8
abses (perforasi) yang terbentuk akibat proses infeksi. Bila pertahanan tubuh baik, abses
intralumen
akan diserap, namun apendiks yang Tekanan
pernah meradang
akan membentuk jaringan parut dan
Ulserasi Mukosa
Nyeri periumbilikal
Tabel
1. Patofisiologi
Apendisitis
Apendisitis
Supuratif
Akut
Abses
Terserap Fibrosis
Pecah Peritonitis
2.6 Diagnosis
Diagnosis ditentukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang.
2.6.1
Manifestasi Klinis
Apendisitis ditandai dengan gejalanya yang khas, yang didasari oleh
akut. Sementara skor 7-8 mengindikasikan kemungkinan apendisitis. Skor 910 mengindikasikan sangat mungkin apendisitis akut..11 Skor dibawah 5
berguna untuk mengeliminasi apendisitis dari diagnosis banding. Digunakan
istilah MANTRELS sebagai mnemonic untuk mempermudah skoring. Apabila
di fasilitas kesehatan tidak dapat dilakukan hitung jenis maka dapat digunakan
skoring Alvarado yang sudah di modifikasi dengan total poin 9, yang tidak
seakurat skoring asli. Skoring ini non invasif, aman, simpel, reliable,
repeatable dan memiliki diagnostic value yang terbukti.
Tabel 2. Skoring Alvarado
Skoring Alvarado
Migration to right iliac fossa
Interpretasi
Skor
Migrasi nyeri dari umbilikus ke 2
kuadran kanan bawah (fossa
Anorexia
iliaka)
Anoreksia / penurunan nafsu 1
Nausea/vomiting
Tenderness in the right iliac fossa
Rebound pain
Elevated temperature
Leucocytosis
Shift neutrophils to the left
makan
Mual/muntah
Nyeri pada kuadran kanan bawah
Nyeri lepas
Demam (37,3 C)
Peningkatan leukosit ( 10.000)
Hitung jenis shift to the left
2.6.2
1
2
1
1
1
1
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital dapat di dapatkan peningkatan suhu antara 37,5-38,5. Bila suhu
17
palpasi dalam untuk menentukan rasa nyeri yang bergantung pada posisi
apendiks.
Pada auskultasi seringkali bising usus normal, namun didapati menghilang
pada ileus paralitik yang terjadi akibat peritonitis generalisata akibat perforasi.
Pemeriksaan pelvis dengan colok dubur diperlukan untuk membedakan nyeri
pada apendisitis pelvika. Yaitu terbatasnya nyeri pada saat dilakukan colok
dubur. Ditambah dengan uji psoas dan uji obturator yang positif. 12 Uji psoas
dilakukan dengan hiperekstensi sendi panggul kanan atau fleksi aktif sendi
panggul kanan. Hal ini menunjukkan peradangan apendiks yang menempel di
otot psoas mayor. Fleksi dan endorotasi sendi pada uji obturator menunjukkan
peradangan apendiks yang menempel pada otot obturator internus (dinding
panggul kecil). Posisi ini menimbulkan nyeri pada apensidisitis pelvika.
Tabel 2. Letak Apendiks dan Hubungannya dengan Letak Nyeri
Letak Apendiks
Kaudal (Pelvika)
Retrperitoneal
sekum
(retrosekal)
apendisitis
akut.
Pada
kebanyakan
kasus
terdapat
18
Observasi, tirah baring dan puasa. Foto abdomen dan thoraks dapat dilakukan
untuk mencari penyulit lain. Pemberian cairan intravena diberikan untuk mencapai
urine output yang adekuat. Pemberian antibiotik preoperatif ditujukan untuk
menurunkan insidens infeksi luka. Namun pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya
tidak diberikan antibiotik, kecuali dengan perforasi atau gangren Jika terdapat suspek
kearah peritonitis antibiotik intravena yang dapat mencakup bakteri gram negative
serta bakteri anaerob harus diberikan.12 Penundaan tindak bedah sambil memberikan
antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi. Karena dilakukan dibawah
anesthesia umum, maka dilakukan pemasangan NGT (Naso Gastric Tube) dan kateter.
b. Operatif
Urgent appendectomy ditujukan untuk mencegah tingginya morbiditas dan
mortalitas yang terjadi akibat peritonitis. Operasi dapat dilakukan dengan dua cara ;
i.
Apendektomi terbuka, dilakukan dengan insisi transversal pada kuadran kanan
bawah atau insisi oblik pada diagnosis yang belum jelas
ii.
Laparoskopi, teknik operasi dengan luka dan resiko infeksi lebih kecil
c. Pascaoperatif
Dilakukan observasi tanda vital untuk antisipasi adanya perdarahan dalam, syok,
hipertermia maupun gangguan pernapasan. Pasien dibaringkan dengan posisi fowler
dan dipuasakan selama 12 jam atau sampai fungsi usus kembali normal pada pasien
dengan peritonitis. Secara bertahap pasien diberikan minum, makanan saring,
makanan lunak lalu makanan biasa. Komplikasi pascaoperatif dibagi menjadi
beberapa macam;
1) Infeksi luka
Infeksi luka adalah masalah paling umum pascaoperasi.biasanya ditandai
dengan adanya nyeri dan kemerahan pada luka dihari ke 4 atau 5 pascaoperasi.
Hal ini dapat ditangani dengan drainase luka, dan pemberian antibiotik yang
mencakup bakteri gram negative dan anaerob
2) Abses intraabdominal
Demam tinggi, malaise dan anoreksia 5-7 hari pascaroperasi menunjukkan
timbulnya abses intraabdominal. USG abdomen atau CT Scan dapat
mempermudah diagnosis dan memfasilitasi drainase perkutaneus.
3) Ileus
Ileus umumnya terjadi pada apendisitis dengan gangrene, yang menghasilkan
gas dan dapat menetap sampai beberapa hari setelah apendektomi. Ileus dapat
menetap 4-5 hari bersamaan dengan demam. Hal ini dapat mengindikasikan
adanya sepsis intraabdominal.
4) Obstruksi akibat perlengketan usus
Komplikasi ini merupakan komplikasi paling umum lanjut pada apendektomi.
20
kembung, (4) penurunan peristaltik usus akibat ileus paralitik terjadi karena rangsang
peritoneum.13 Perforasi juga dapat menyebabkan terbentuknya abses rongga
peritoneum yang umumnya terlokalisasi di rongga pelvis maupun subdiafragma.
Gambaran ini dapat dibedakan melalui USG abdomen ataupun Roentgen abdomen.
Perbaikan keadaan umum dengan persiapan preoperatif. Laparotomi dilakukan
dengan insisi yang lebih lebar untuk mempermudah lavage peritoneum dan
penggunaan drain untuk mengeluarkan sisa infeksi.
BAB III
ANALISA KASUS
Teori
Epidemiologi
insidens
appendisitis akut terjadi pada usia 20-30 sesuai dengan teori dimana appendisitis
tahun dan setelah itu menurun. Prevalensi lebih sering terjadi pada pria dan pada usia
appendisitis pada pria dan wanita 1:1 akan 20-30 tahun.
tetapi, pada usia 20-30 tahun insidens lelaki
lebih tinggi.
Etiologi & Faktor Risiko : Appendisitis Pada pasien berdasarkan hasil anamnesis,
akut
merupakan
infeksi
bakteri
disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks. pasien adalah kurangnya konsumsi makanan
Sumbatan lumen apendiks dicetuskan oleh yang mengandung tinggi serat. Kurangnya
beberapa faktor, diantaranya: hiperplasia konsumsi
jaringan limfe, fekalit/apendikolit,
apendiks,
cacing
askariasis,
makanan
yang
mengandung
peningkatan
tekanan
22
intrasekal
yang
berakibat
fungsional
timbulnya
apendiks
dan
sign
+).
Pada
pemeriksaan
Dari segi klinis pemakaian Alvarado Score yaitu 15000 dan netrofil segmen yaitu 84%.
digunakan
untuk
membantu
alvarado
pasien
adalah
kemungkinan
yang
terjadi
adalah
adanya
nyeri
pada
skor
kemungkinan
7-8
mengindikasikan
apendisitis.
mengindikasikan
Skor
sangat
9-10
mungkin
mengeliminasi
diagnosis
banding.
apendisitis
Digunakan
dari
istilah
Pemeriksaan Fisik : Tanda vital dapat di Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan dari
dapatkan peningkatan suhu antara 37,5- tanda-tanda vital pasien dalam batas normal.
38,5. Bila suhu lebih tinggi, mengarahkan Suhu 36,80C, nadi 80x/menit, pernafasan
kecurigaan perforasi.
Nyeri kuadran kanan bawah adalah kunci termasuk dalam klasifikasi gizi normal.
diagnosis. Terdapat nyeri tekan dan nyeri Suhu pasien masih dalam batas normal
lepas. Defans muskuler yang terlokalisir mungkin disebabkan karena pasien sudah
merupakan
lokal.
tanda
Didapat
periotenum
rangsang
juga
nyeri
nyeri kanan bawah dengan tekanan di kiri nadi juga dalam batas normal karena pasien
(tanda Rovsing), nyeri kanan bawah pada juga sudah meminum obat anti nyeri
pelepasan tekanan disebelah kiri (tanda sebelum
datang
berobat
ke
RSAU
Pada auskultasi seringkali bising usus (+) dan psoas sign (+). Belum didapatkan
normal. Pemeriksaan pelvis dengan colok tanda-tanda sudah terjadi peritonitis seperti
dubur diperlukan untuk membedakan nyeri suhu tubuh >38oC, nyeri tekan diseluruh
pada apendisitis pelvika. Yaitu terbatasnya perut (+) dan defens muskular (+).
nyeri pada saat dilakukan colok dubur.
Ditambah dengan uji psoas dan uji obturator
yang positif.12 Uji psoas dilakukan dengan
hiperekstensi sendi panggul kanan atau
fleksi aktif sendi panggul kanan. Hal ini
menunjukkan peradangan apendiks yang
menempel di otot psoas mayor. Fleksi dan
endorotasi
sendi
pada
uji
obturator
panggul
menimbulkan
nyeri
kecil).
pada
Posisi
ini
apensidisitis
24
pelvika.
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium
appendisitis
pada
akut
biasanya
peningkatan kadar leukosit karena terjadi menunjukkan sedang terjadi proses infeksi
pada pasien.
dapat
ditemukan
distal
shadowing,
peningkatan
Pada
apendisitis
komplikasi biasanya tidak perlu diberikan spesialis bedah untuk dilakukan operasi
antibiotik,
kecuali
gangrenosa
atau
Penundaan
pada
apendisitis
tindak
bedah
BAB IV
KESIMPULAN
Appendisitis merupakan peradangan pada organ appendiks atau umbai cacing karena
infeksi akibat sumbatan lumen. Appendisitis dibagi menjadi akut dan kronik. Dikatakan akut
apabila proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan oleh obstruksi.
25
Sementara kronik ditegakkan bila memenuhi semua syarat : (1) riwayat nyeri perut kanan
bawah lebih dari 2 minggu, (2) terbukti terjadi peradangan kronik apendiks secara
mikroskopik maupun makroskopik. Tanda mikroskopik yang dapat ditemukan diantaranya
adalah adanya fibrosis menyeluruh pada dinding appendiks, sumbatan parsial atau total
lumen appendiks, jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltrasi sel inflamasi kronik.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
didapatkan diagnosis kerja pada pasien adalah appendisitis akut. Berdasarkan hasil anamnesis
didapatkan nyeri pada perut kanan bawah sejak 5 hari SMRS. Nyeri disertai dengan mual,
muntah dan penurunan nafsu makan. Keluhan tersebut belum pernah terjadi sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pada status lokalis nyeri tekan pada McBurneys point (+),
rovsing sign (+), blumberg sign (+) dan psoas sign (+). Pada pemeriksaan penunjang
didapatkan kadar leukosit pasien 15000 U/l. Berdasarkan hasil penghitungan skor alvarado
pasien yaitu 8 yang mengindikasikan kemungkinan appendisitis akut. Oleh karena itu,
tatalaksana yang diberikan kepada pasien ini adalah dianjurkan untuk dirawat inap dan
pemberian analgetik. Kemudian memberikan edukasi kepada pasien tentang tindakan operasi
yang harus dilakukan dan dikonsultasikan ke spesialis bedah umum untuk tindakan lebih
lanjut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Burkitt DP (1971). "The aetiology of appendicitis". British Journal of Surgery. 58(9):
6959.
26
2. Alvarado A. A practical score for the early diagnosis of acute appendicitis. Ann Emerg
Med. 1986 May. 15(5):557-64
3. Fitz RH (1886). "Perforating inflammation of the vermiform appendix with special
reference to its early diagnosis and treatment". American Journal of Medical
Science(92): 32146.
4. Paterson-Brown, S. (2007). "15. The acute abdomen and intestinal obstruction". In
Parks, Rowan W.; Garden, O. James; Carter, David John; Bradbury, Andrew W.;
Forsythe, John L. R. Principles and practice of surgery (5th ed.). Edinburgh:
Churchill Livingstone.
5. Paulson, EK; Kalady, MF; Pappas, TN (16 January 2003). "Clinical practice.
Suspected appendicitis.". The New England Journal of Medicine. 348 (3): 23642.
6. Wangensteen OH, Bowers WF (1937). "Significance of the obstructive factor in the
genesis of acute appendicitis". Archives of Surgery. 34 (3): 496526.
7. Shogilev, DJ; Duus, N; Odom, SR; Shapiro, NI (November 2014). "Diagnosing
appendicitis: evidence-based review of the diagnostic approach in 2014.". The
Western Journal of Emergency Medicine (Review). 15 (7): 85971.
8. Drake FT, Mottey NE, Farrokhi ET, Florence MG, Jhonson MG, Mock C et all. Time
to Appendectomy and Risk of Perforation in Acute Appendicitis. Jama Surgical. 2014;
149(8):837-844.
9. Christanto, Liwang F, Hanifati S, Pradipta EA. Kapita Selekta Kedokteran Essentials
of Medicine. Ed 4th Jilid I. Media Aesculapius. 2014. p.213-214.
10. Alvarado, A (May 1986). "A practical score for the early diagnosis of acute
appendicitis.". Annals of Emergency Medicine. 15 (5): 55764.
11. Douglas, CD (14 October 2000). "Randomised controlled trial of ultrasonography in
diagnosis of acute appendicitis, incorporating the Alvarado score". BMJ. 321 (7266):
919919.
12. Sjamjuhidajat, De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed 3th. EGC. p.759-761.
13. Lieberman G, Pani A. Radiologic Diagnosis of Appendicitis. Harvard Medial. 2005.
Jan.
p.9-12.
Available
from:
http://eradiology.bidmc.harvard.edu/LearningLab/gastro/Pani.pdf.
14. Varadhan KK, Neal KR, Lobo DN (2012). "Safety and efficacy of antibiotics
compared with appendicectomy for treatment of uncomplicated acute appendicitis:
meta-analysis of randomised controlled trials".
15. Howell JM, Eddy OL, Lukens TW, Thiessen ME, Weingart SD, Decker WW. Clinical
policy: Critical issues in the evaluation and management of emergency department
patients with suspected appendicitis. Ann Emerg Med. 2010 Jan. 55(1):71-111.
27