Anda di halaman 1dari 53

REFERAT

HIPERTENSI EMERGENSI

DISUSUN OLEH :

Eka Heriyanti
1102015065

PEMBIMBING :

dr. Herawati Isnanijah, SpJP (K) FIHA

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


PERIODE 02 SEPTEMBER – 09 NOVEMBER 2019
FAKULTAS KEDOKTERAN YARSI – RSUD PASAR REBO
JAKARTA
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

rahmat-Nya dan karunia-Nya yang telah memberikan kesempatan kepada penulis

untuk menyusun tugas kasus yang berjudul “Hipertensi Emergensi”. Penyusunan

tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga

diharapkan saran dan kritik yang membangun agar di kesempatan yang akan datang

penulis dapat membuat karya tulis yang lebih baik lagi.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Herawati

Isnanijah, SpJP (K) FIHA serta berbagai pihak Rumah Sakit Umum Daerah
Pasar Rebo yang telah membantu menyelesaikan tugas presentasi kasus ini.

Semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Pasar Rebo, 17 OKtober 2019

Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
STATUS PASIEN KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Dwi Sukasno

Umur : 45 tahun

Pekerjaan : pekerja swasta

Agama : Islam

Alamat : jl. Manunggal III No.5, RT 03 RW 02,

Kel: Kelapa Dua Wetan, Kec : Ciracas,

Jakarta Timur

Tanggal dan jam masuk R S : Senin 02/09/2019, pukul 20:11 WIB

Tanggal pemeriksaan : Rabu, 03/09/2019

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara: Alloanamnesis kepada istri pasien

Tanggal: 04/09/2019 Pukul: 15:00 WIB

Keluhan Utama : Lemah separuh badang sebelah kanan sejak

1 Jam SMRS.

Keluhan Tambahan : kepala terasa pusing dan tangan kanan

terasa keram.
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo pada senin, 02 september 2019

dengan keluhan lemah separuh badan sebelah kanan sejak kurang lebih 1 jam

SMRS, pasien sebelumnya mengeluh merasakan pusing saat akan melakukan

aktivitas dirumah pada pukul 18.00 WIB pada 02 September 2019, pusing

dirasakan pada seluruh bagian kepala dan terus menerus dirasakan baik saat

beraktivitas maupun saat istirahat, lalu beberapa saat kemudian pasien

merasakan keram pada tangan sebelah kanan dan juga mulai timbul kesusahan

dalam berbicara dan sudut mulut sebelah kanan pasien mengalami penurunan

sehingga pasien mengalami kesulitan dalam meminum obat-obatan anti

hipertensi yang rutin dikonsumsi berupa Amlodipine 2 x 10 mg, valsartan 2 x

160 mg, isosorbid dinitrate 3 x 2,5 mg, Clonidine 3 x 0,15 mg, dan nitrokaf 2

x 2,5 mg. Pasien kemudian diberikan oksigen dirumah namun kondisi pasien

tidak mengalami perbaikan, beberapa saat kemudian kondisi semakin

memburuk yakni pasien mengalami hemiparesis dekstra dan penurunan

kesadaran dimana pasien menjadi gelisah dan menjadi sulit diajak

berkomunikasi, saat dilakukan pemeriksaan di IGD RSUD Pasar Rebo

didapatkan tanda-tanda vital berupa tekanan darah 200/110 mmHG,

pernafasan 24 x/menit, frekuensi nadi 100 x/menit, dan suhu tubuh 37,50C.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu dan aktif

mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi berupa Amlodipine 2 x 10 mg,

valsartan 2 x 160 mg, isosorbid dinitrate 3 x 2,5 mg, Clonidine 3 x 0,15 mg,
dan nitrokaf 2 x 2,5 mg. Pasien juga memiliki riwayat penyakit gagal ginjal

kronik sejak 6 tahun yang lalu dan aktif melakukan hemodialisa sebanyak 2

kali dalam seminggu dan pada 2 minggu yang lalu pasien mengeluh merasa

mual-mual dan muntah namun hilang timbul.

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Pasien memiliki riwayat hipertensi dimana ayah pasien memiliki riwayat

hipertensi dan ibu pasien memiliki riwayat hipertesi dan diabetes melitus.

VI. RIWAYAT PEMAKAIAN OBAT

Pasien selama ini selalu mengkonsumsi obat-obatan anti hipertensi berupa :

Amlidipine 2 x 10 mg

Valsartan 2 x 160 mg

Isosorbid dinitrate 3 x 2,5 mg

Clonidine 3 x 0,15 mg

Nitrokaf 2 x 2,5 m

VII. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL

Pasien saat ini tinggal dengan istri dan anak-anak pasien dalam lingkungan

kependudukan yang cukup padat dan sehari-hari bekerja sebagai pegawai

swasta yakni sales.


VIII. STATUS GENERALIS

1. Keadaan Umum : baik

2. Kesadaran : composmentis

3. Tekanan Darah : 169/72 mmHg

4. Nadi : 117 x/menit

5. Suhu : 37,5 0c

6. Pernapasan : 24 x/menit

7. Gizi

a. BB : tidak dilakukan pemeriksaan

b. TB : tidak dilakukan pemeriksaan

c. IMT : tidak dilakukan pemeriksaan

IX. ASPEK KEJIWAAN

1. Tingkah Laku : tidak dapat dinilai

2. Proses Pikir : tidak dapat dinilai

3. Kecerdasan : tidak dapat dinilai

X. PEMERIKSAAN FISIK

1. Kepala
1. Bentuk : normochepal
2. Kulit
1. Warna : Sawo matang
2. Jaringan Parut: Terdapat jaringan parut di regio antebrachii
sinistra.
3. Pigmentasi : dalam Batas Normal
4. Turgor : Baik
5. Ikterus : Tidak ada
6. Sianosis : Tidak ada
7. Pucat : Labia oris pucat
8. Rambut : dalam Batas Normal

3. Mata
1. Exophthalmus : Tidak ada
2. Enopthalmus : Tidak ada
3. Edema kelopak : Tidak ada
4. Konjungtiva : pendarahan subkonjungtiva
5. Konjungtiva anemi : +/+
6. Sklera ikterik : -/-
7. Pupil : isokor
8. Refleks cahaya : langsung (+/+) tidak
langsung (+/+)

4. Hidung
1. Bentuk : Normotia
2. Napas cuping hidung : Tidak ditemukan
3. Septum deviasi : Tidak ditemukan
4. Sekret : Tidak ditemukan
5. Telinga
1. Bentuk : Normotia
2. Pendengaran : Dalam batas normal
3. Darah & sekret : Tidak ditemukan

6. Mulut
1. Bau Nafas : Normal
2. Trismus : Tidak ada
3. Faring : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Uvula : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Tonsil : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Leher
1. JVP : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Trakea : Tidak deviasi
3. Kelenjar tiroid : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Kelenjar limfe : Tidak dilakukan pemeriksaan

8. Paru-paru
1. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris dalam keadaan
statis dan dinamis kanan kiri. Retraksi (-)
2. Palpasi : Tidak teraba kelainan dan masa pada seluruh lapang
paru.
3. Perkusi : Terdengar sonor pada seluruh lapang paru.
4. Auskultasi : Suara dasar napas vesicular +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-

9. Jantung
1. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Iktus cordis tidak teraba dan nyeri tekan tidak ada
3. Perkusi : Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 6 linea mid clavicular
sinistra
4. Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal regular, gallop (-)
murmur (-)
10. Abdomen
1. Inspeksi : buncit simetris
2. Auskultasi : Bising usus (+)
3. Perkusi : Timpani di seluruh kuadaran
4. Palpasi : Supel,tidak ditemukan nyeri tekan
11. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Ekstremitas
1. akral hangat
2. edema tidak ada pada ekstremitas
3. CRT <3 detik

Ekstremitas Atas Bawah


Motorik hemiparesis dextra hemiparesis dextra

Sensorik Tidak dilakukan pemeriksaan

Refleks fisiologis Tidak dilakukan pemeriksaan

Refleks patologis Tidak dilakukan pemeriksaan

Pulsasi Teraba Pulsasi arteri pedis

13. Status Neurologis


Glasgow coma scale : E 4

M (tidak dapat dinilai)

V (tidak dapat dinilai)


XI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboraturium Tanggal 02/09/2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin L 8.7 g/dL 13,2 – 17,3
Hematokrit L 28 % 40 – 52
Eritrosit L 3.1 Juta/L 3.8 – 5.9
Leukosit H 12.00 103/L 3.80 – 10.60
Trombosit 306 ribu/L 150 – 440

KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 29 U/L 0-50
SGPT (ALT) 33 U/L 0-50
Ureum Darah H 96 mg/L 20 – 40
Kreatinin Darah H 8,42 mg/L 0.17 – 1.50
eGFR 7,3 mL/min/1.73m2 >60
Glukosa Darah 105 mg/dL < 200
Sewaktu
GAS DARAH + ELEKTROLIT
Natrium (Na) 143 mmol/L 135 - 147
Kaluim (K) 4.3 mmol/L 3.5 – 4.0
Klorida (Cl) 104 mmol/L 98 – 108
pH 7.378 7.370 – 7.400
PCO2 L 32.8 mmHg 33.0 – 44.0
PO2 H 206 mmHg 71.0 – 104.0
HCO3 L 18.9 mmol/L 22.0 – 29.0
TCO2 20 mmol/L 19 - 24
BE ecf L -5.3
BE (B) L – 5.10 mmol/L -2 - +3
Saturasi O2 H 99.00 % 94.00 – 98.00
Laktat L 0.4 mg/dL 0.5 – 1.6

Pemeriksaan Laboraturium, 03/09/2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin L 8.4 g/dL 13,2 – 17,3
Hematokrit L 26 % 40 – 52
Eritrosit L 3.0 Juta/L 3.8 – 5.9
Leukosit H 13.90 103/L 3.80 – 10.60
Trombosit 297 ribu/L 150 – 440

GAS DARAH DAN


ELEKTROLIT
Natirum (Na) 145 Mmol/L 135-147
Kalium (K) 4.4 Mmol/L 3.5-5.0
Klorida (Cl) 103 Mmol/L 98-108

Pemeriksaan Laboraturium, 04/09/2019

Jenis Pemeriksaan Hasil Pemeriksaan Satuan Nilai Rujukan


HEMATOLOGI
Hemoglobin L 7.4 g/dL 13,2 – 17,3
Hematokrit L 23 % 40 – 52
Eritrosit L 2.5 Juta/L 3.8 – 5.9
Leukosit H 12.00 103/L 3.80 – 10.60
Trombosit 249 ribu/L 150 – 440
HITUNG JENIS
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 2 % 1-3
Neutrofil Batang L0 % 3-5
Neutrofil Segmen H 83 % 50-70
Limfosit L 10 % 25-40
monosit 5 % 2-8

KIMIA KLINIK
Ureum Darah H 96 mg/L 20 – 40
Kreatinin Darah H 8,42 mg/L 0.17 – 1.50
eGFR 7,3 mL/min/1.73m2 >60
Glukosa Darah 105 mg/dL < 200
Sewaktu
GAS DARAH DAN
ELEKTROLIT
Natirum (Na) 142 Mmol/L 135-147
Kalium (K) 4.3 Mmol/L 3.5-5.0
Klorida (Cl) 101 Mmol/L 98-108
Hasil pemeriksaan EKG pada 02/09/2019 di IGD RSUD Pasar Rebo

XII. RESUME

Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo pada senin, 02 september 2019

dengan keluhan lemah separuh badan sebelah kanan sejak kurang lebih 1 jam

SMRS, pusing pada seluruh bagian kepala dan terus menerus, keram pada

tangan sebelah kanan, timbul kesusahan dalam berbicara dan sudut mulut

sebelah kanan selanjutnya pasien mengalami penurunan pasien mengalami

hemiparesis dekstra dan penurunan kesadaran dimana pasien menjadi gelisah

dan menjadi sulit diajak berkomunikasi. Pasien sebelumnya memiliki riwayat

penyakit hipertensi sejak 7 tahun yang lalu dan penyakit gagal ginjal kronis

sejak 6 tahun diterapi menggunakan hemodialisa sebanyak 2 kali dalam

seminggu, riwayat mual, muntah, trauma disangkal, dan demam disangkal.


XIII. PERMASALAHAN

1. Hipertensi Emergensi

2. Gagal Ginjal Kronik stage V (CKD)

3. Stroke Hemoragik

XIV. PENGKAJIAN

1. Hipertensi Emergensi

Anamnesis : Didapatkan krisis hipertensi yang di golongkan pada hipertensi

emergensi, karena didapatkan peningkatan tekanan darah dan kerusakan

organ. Kerusakan organ berupa dengan hipertensi berat. pasien menderita

hipertensi sejak 7 tahun lalu dan aktif mengkonsumsi obat-obatan berupa

Amlodipine 2 x 10 mg, valsartan 2 x 160 mg, isosorbid dinitrate 3 x 2,5 mg,

Clonidine 3 x 0,15 mg, dan nitrokaf 2 x 2,5 mg

PF : TD 200/110 mmHG

2. Gagal Ginjal Kronik Stage V (CKD Stage V)

Anamnesis : pasien aktif menjalani hemodialisa sejak 6 tahun yang lalu

sebanyak 2 kali seminggu.

PF : dalam batas normal

Hasil Lab :

Ureum Darah H 96 mg/L


Kreatinin Darah H 8,42 mg/L
eGFR 7,3 mL/min/1.73m2
3. Stroke Hemoragik

Anamnesis : ditemukan adanya penurunan kesadaran, kelemahan badan

sebelah kanan dan kesulitan bicara.

PF : hemiparese dextra, afasia, disertai penurunan kesadaran.

XV. DIAGNOSIS KERJA

Stroke hemoragik e.c hipertensi emergensi, CKD on HD

XVI. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Stroke iskemik

XVII. RENCANA PEMERIKSAAN

Darah lengkap

Kimia darah klinik

Gas darah dan elektrolit

CT Scan kepala

XVIII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan di IGD RSUD Pasar Rebo pada 02/09/2019

oksigen

Cairan kristaloid RA intravena

Citikolin 1000 mg intravena

Koreksi Bicnat 100 mEq

Pantoprazole 1 x 80 mg

Injeksi cefoperazone 2 x 1 g

Perdipine 0,5 mg/KgBB/J

Transamin 3 x 500 mg
Penatalaksaan selama di ruang rawat inap ICCU RSUD Pasar Rebo

Oral

Amlodipine 2 x 10 mg

Clonidin 3 x 0,15 mg

Parenteral

Transamin 3 x 500 mg

N-ACE 3 x 3 mL

Omeprazole 1 x 40 mg

Cefoperazone 2 x 1 gr

Ondancentron 3 x 4 mg

Paracetamol 3 x 1 gr

Gelofusin 500 mL

Nicardipine 5 mg/jam Intravena

Non medikamtosa

Bed rest

XIX. PROGNOSIS

Ad vitam :dubia ad bonam

Ad functionam : dubia ad malam

Ad sanactionam : dubia ad malam


XX. FOLLOW UP

03/09/ 2019 04/09/ 2019


(ICU) (ICU)
S/ S/
- Keluhan tidak tersampaikan - Keluhan tidak tersampaikan
O/ O/
Status generalis Status generalis
- KU: Sedang - KU: Sedang
- GCS E4M-V-, Composmentis - GCS E4M-V-, Composmentis
- TD : 167/83 mmHG - TD : 169/72 mmHG

- Suhu: 36,9ºC - Suhu : 36,5ºC

- HR: 91x/menit - HR: 87x/menit


- RR: 25 x/menit - RR: 24 x/menit
- Jantung : BJ I-II Reguler M (-) G (-) - Jantung : BJ I-II reguler,M (-) G (-)
- Paru: Ves +/+ Rh -/- Wh -/- - Paru:Ves +/+ Rh -/- Wh -/-

A/ A/
- Stroke Hemoragik ec hipertensi - Stroke Hemoragik ec hipertensi
emergensi, CKD on HD emergensi, CKD on HD
P/ P/
Oral Oral

Amlodipine 2 x 10 mg Amlodipine 2 x 10 mg

Clonidin 3 x 0,15 mg Clonidin 3 x 0,15 mg

Parenteral Parenteral

IVFD NaCl 0,9 % IVFD NaCl 0,9 %


Transamin 3 x 500 mg Transamin 3 x 500 mg

N-ACE 3 x 3 mL N-ACE 3 x 3 mL
Omeprazole 1 x 40 mg Omeprazole 1 x 40 mg

Cefoperazone 2 x 1 gr Cefoperazone 2 x 1 gr

Ondancentron 3 x 4 mg Ondancentron 3 x 4 mg

Paracetamol 3 x 1 gr Paracetamol 3 x 1 gr

Gelofusin 500 mL Gelofusin 500 mL

Nicardipine 5 mg/jam Intravena Nicardipine 5 mg/jam Intravena


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan pembuluh darah yang persisten


ditandai dengan tekanan sistolik ≥140 mmHg dan/atau tekanan diastolik ≥90
mmHg1. Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 180
mmHg atau diastolik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan target organ
yang bersifat progresif. Hipertensi emergensi harus ditanggulangi sesegera
mungkin (dalam menit sampai jam) agar dapat mencegah/membatasi kerusakan
target organ yang terjadi dengan memberikan obat-obatan anti hipertensi
intravena2. Kerusakan target organ akut yaitu ensefalopati, perdarahan
intraserebral, kegagalan ventrikel kiri akut dengan edema paru, unstable angina,
diseksi aneurisme aorta, infark miokard akut, eklampsia, anemia hemolitik
mikroangiopati atau insufisiensi renal3. Keterlambatan pengobatan akan
menyebebabkan timbulnya sequele atau kematian. Penderita perlu dirawat di
ruangan Intensive Care Unit (ICU).

Klasifikasi
Penentuan derajat hipertensi dilakukan berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih
pengukuran tekanan darah (dalam posisi duduk) selama dua atau lebih kunjungan
pasien rawat jalan.5 Klasifikasi hipertensi dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tekanan darah sistolik Tekanan darah


Klasifikasi
(mmHg) diastolik (mmHg)
Normal < 120 dan < 80
Pre-hipertensi 120 – 139 atau 80 -89
Hipertensi tingkat 1 140 –159 atau 90 – 99
Hipertensi tingkat 2 ≥ 160 atau ≥ 100
Tabel 1. Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi Krisis hipertensi meliputi dua kelompk yaitu: 6,7,8


1. Hipertensi emergensi (darurat) ditandai dengan TD Diastolik > 120 mmHg,
disertai kerusakan berat dari organ sasaran yang disebabkan oleh satu atau
lebih penyakit/kondisi akut. (tabel I). Keterlambatan pengobatan akan
menyebabkan timbulnya sequele atau kematian. TD harus diturunkan
sampai batas tertentu dalam satu sampai beberapa jam. Penderita perlu
dirawat di ruangan intensive care unit atau (ICU).
2. Hipertensi urgensi (mendesak), TD diastolik > 120 mmHg dan dengan tanpa
kerusakan/komplikasi minimum dari organ sasaran. TD harus diturunkan
dalam 24 jam sampai batas yang aman memerlukan terapi parenteral. (tabel
II).
Kriteria Hipertensi Emergensi
Tabel 2 : Hipertensi emergensi ( darurat ) 6
TD Diastolik > 120 mmHg disertai dengan satu atau lebih kondisi akut.
 Pendarahan intracranial, trombotik atau pendarahan subarakhnoid.
 Hipertensi ensefalopati.
 Aorta diseksi akut.
 Oedema paru akut.
 Eklampsi.
 Feokhromositoma.
 Funduskopi KW III atau IV.
 Insufisiensi ginjal akut.
 Infark miokard akut, angina unstable.
 Sindroma kelebihan Katekholamin yang lain :
- Sindrome withdrawal obat anti hipertensi.
- Cedera kepala.
- Luka bakar.
- Interaksi obat.
Tabel 3 : Hipertensi urgensi ( mendesak ) 6
 Hipertensi berat dengan TD Diastolik > 120 mmHg, tetapi dengan minimal
atau tanpa kerusakan organ sasaran dan tidak dijumpai keadaan pada tabel I.
 KW I atau II pada funduskopi.
 Hipertensi post operasi.
 Hipertensi tak terkontrol / tanpa diobati pada perioperatif.

Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, 80-95% penderita hipertensi digolongkan sebagai
hipertensi primer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak dapat
diidentifikasi (idiopatik) dan sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks
antara genetik dan interaksi lingkungan.4
Sementara itu 5-20% lainnya digolongkan sebagai hipertensi sekunder, yang
diakibatkan adanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal, gangguan
adrenal,penyempitan aorta, obstructive sleep apneu, gangguan neurogenik,
endokrin, dan obat-obatan.1

Faktor Resiko
Terdapat beberapa gaya hidup yang berperan sebagai faktor risiko
berkembangnya hipertensi, termasuk diantaranya adalah: konsumsi makanan yang
mengandung banyak garam dan lemak, sedikit sayur dan buah, penggunaan alkohol
hingga di tingkat yang membahayakan, kurangnya aktivitas disik, serta pengelolaan
stress yang rendah. Gaya hidup tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
pekerjaan dan kehidupan individu.9

Faktor Gaya Metabolik


sosial hidup
• Globalisasi • Diet tidak • Tekanan
• Urbanisasi sehat darah tinggi
• Usia • Rokok • Obesitas
• Pendapatan • Alkohol • Diabetes
• Pendidikan • Kurangnya • Peningkatan
aktivitas kadar lemak
darah

Gambar 1. Faktor risiko


hipertensi9

Faktor risiko di atas, lebih lanjut lagi dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor
yang dapat dan tidak dapat dikendalikan.
I. Faktor yang tidak dapat dikendalikan
a. Usia
Risiko kejadian hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada
umur 45-64 tahun sebesar 51% dan pada umur >65 Tahun sebesar 65%.
Penelitian Hasurungan pada lansia menemukan bahwa dibanding umur
55-59 tahun, pada umur 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi
sebesar 2,18 kali,umur 65-69 tahun 2,45 kali dan umur >70 tahun 2,97
kaliMeskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering
dijumpai pada orang berusia >35 tahun. Prevalensi hipertensi dikalangan
usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %
diatas umur 65 tahun. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi seiring
dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan struktur pada
pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi lebih kaku.10,11

b. Jenis Kelamin
Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita, dengan peningkatan risiko sebesar 2 kali lipat untuk peningkatan
tekanan darah sistolik. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan
hipertensi dari pada wanita,seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok dan konsumsi alkohol), depresi dan rendahnya status pekerjaan,
perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.10

c. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi akan meningkatkan
risiko kejadian hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi
2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua menderita hipertensi, kemungkinan
anaknya menderita hipertensi sebesar 45%, sedangkan jika hanya salah
satu dari orang tuanya yang menderita hipertensi maka kemungkinan
anaknya menderita hipertensi sebesar 30%.11

d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial)
apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50
tahun akan timbul manifestasi klinis.11

II. Faktor yang dapat dikendalikan


a. Kebiasaan Merokok
Rokok juga dihubungkan dengan hipertensi. Hubungan antara rokok
dengan peningkatan risiko kardiovaskuler telah banyak dibuktikan.
Semakin lama seseorang merokok dan semakin banyak rokok yang dihisap
maka kejadian hipertensi akan semakin meningkat. Seseorang yang
menghisap lebih dari satu pak rokok sehari meningkatkan risiko kejadian
hipertensi 2 kali lipat daripada mereka yang tidak.
Zat-zat kimia beracun, seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap
melalui rokok, yang masuk kedalam aliran darah dapat merusak lapisan
endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis
dan hipertensi. Selain itu merokok juga meningkatkan denyut jantung dan
kebutuhan oksigen untuk disuplai ke otot jantung. Merokok pada penderta
hipertensi akan semakin meningkatkan risiko kerusakan pada pembuluh
darah arteri.12

b. Konsumsi Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari akan mengurangi risiko kejadian hipertensi, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Garam menyebabkan retensi cairan dalam tubuh, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang
mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-
rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya
rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6
gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.12

c. Kebiasaan Konsumsi Minum Minuman Beralkohol


Alkohol juga dihubungkan dengan hipertensi. Mekanisme peningkatan
tekanan darah akibat alkohol masih belum jelas. Namun diduga,
peningkatan kadar kortisol dan peningkatan volume sel darah merah serta
kekentalan darah merah berperan dalam menaikkan tekanan darah.12,13

d. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan
yang dibebankan pada arteri.13

e. Psikososial dan stress


Stress atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar adrenal
melepaskan hormon adrenalin dan memicu jantung berdenyut lebih cepat
dan kuat, sehingga meningkatkan tekanan darah. Jika keadaan ini
berlangsung terus menerus maka tubuh akan berusaha mengadakan
penyesuaian sehingga timbul kelainan organis atau perubahan patologis.13

f. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lemak (lipid) ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan atau penurunan kolesterol
HDL darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya
aterosklerosis yang mengakibatkan peningkatan resistensi perifer sehingga
meningkatkan tekanan darah.13
Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi
Kolesterol total <200 Yang diinginkan
200-239 Batas tinggi
>240 Tinggi
Kolesterol LDL <100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Batas tinggi
160-189 Tinggi
>190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL <40 Rendah
>60 Tinggi
Trigliserida <150 Normal
150-199 Batas tinggi
200-499 Tinggi
>500 Sangat tinggi
Tabel 4. Batasan kadar lipid dalam darah13
g. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam indeks massa tubuh (body mass index) Berat badan dan
indeks massa tubuh berkorelasi dengan tekanan darah. Obesitas tidak
menyebabkan hipertensi, namun prevalensi hipertensi pada obesitas jauh
lebih besar. Orang dengan obesitas memiliki risiko 5 kali lipat lebihbesar
untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang dengan berat
badan yang normal. .Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok
oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang
beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.13

Patogenesis

Tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi


dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan resistensi
vaskular (peripheral vascular resistance). Fungsi kerja masing-masing penentu
tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks.
Hipertensi sesungguhnya merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang
ditandai dengan peningkatan curah jantung dan / atau ketahanan periferal.14
Cardiac output berhubungan dengan hipertensi, peningkatan cardiac output
secara logis timbul dari dua jalur, yaitu baik melalui peningkatan cairan (preload)
atau peningkatan kontraktilitas dari efek stimulasi saraf simpatis. Tetapi tubuh
dapat mengkompensasi agar cardiac output tidak meningkat yaitu dengan cara
meningkatkan resistensi perifer. 14
Selain itu konsumsi natrium berlebih dapat menyebabkan hipertensi karena
peningkatan volume cairan dalam pembuluh darah dan preload, sehingga
meningkatkan cardiac output.14
Gambar 2. Patofisiologi hipertensi14
Kegagalan autoregulasi normal dan kenaikan resistensi vaskuler sistemik tiba-

tiba biasanya awal dalam proses penyakit. Peningkatan resitensi vaskuler sistemik

diperkirakan terjadi dari pelepasan vasokonstriktor humoral dari dinding pembuluh

darah yang mengalami stres. Ketika tekanan meningkat dalam pembuluh darah

akan memicu siklus kerusakan endotel mulai dari aktivasi lokal faktor pembekuan

intravaskular, nekrosis fibrinoid pembuluh darah kecil, dan pelepasan lebih banyak

vasokonstriktor. Jika proses ini tidak berhenti, siklus dari cedera vaskular lebih

lanjut, iskemia jaringan, dan disfungsi autoregulatori terjadi kemudian3.

Presentasi klinis yang paling umum adalah hipertensi darurat infark cerebral

(24,5%), edema paru (22,5%), ensefalopati hipertensi (16,3%), dan gagal jantung

kongestif (12%). Kurang presentasi umum meliputi pendarahan intrakranial,

diseksi aorta, dan eklampsia3.


Gambar 3. Patofisiologi Hipertensi Emergensi2.

Terjadinya peningkatan tekanan darah secara cepat akibat peningkatan

resistensi vaskuler sistemik salah satu kemungkinan faktor yang mencetuskan


hipertensi emergensi. Dalam homeostasis tekanan darah, endotelium merupakan

aktor utama dalam mengatur tekanan darah. Dengan mengeluarkan nitric oxide dan

prostacyclin yang dapat memodulasi tekanan vaskuler. Disamping itu peran renin

– angiotensin sistem juga sangat berpengaruh dalam terjadinya hipertensi

emergensi.

Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama, respon

vasodilatasi endotelial akan berkurang, yang akan memperparah peningkatan

tekanan darah. Keadaan ini akan berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan

resistensi vaskuler yang menetap.

Manifestasi Klinis

Gambaran klinis hipertensi emergensi umumnya adalah gejala organ target

yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan

diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan

kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan

ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah

umumnya.

Tekanan Funduskopi Status Jantung Ginjal Gastrointestinal


Darah Neurologi
>220/140 Perdarahan, Sakit Denyut jelas, Uremia, Mual, Muntah
mmHg Eksudat, Kepala, Membesar, Proteinuria
Edema Kacau, Dekompensasi
papilla Gangguan , Oliguria
Kesadaran,
Kejang,
Lateralisasi
Tabel 5. Gambaran Klinik Hipertensi Emergensi 15.

Gambar 4. Papiledema, Adanya Pembengkakan dari


Optik Disc dengan Margin Kabur2.

Diagnosis
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi harus dapat dilakukan

dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas

pasien. Anamnesis tentang riwayat penyakit hipertensinya, obat-obatan anti

hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain,

amphetamine dan phencyclidine. Riwayat penyakit yang menyertai dan penyakit

kardiovaskular atau ginjal penting dievaluasi. Tanda-tanda defisit neurologis harus

diperiksa seperti sakit kepala, penurunan kesadaran, hemiparesis dan kejang 2.


Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan seperti hitung jenis, elektrolit,

kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting

diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status

neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri

pemeriksaan ekokardiografi perlu dilakukan. Berikut adalah bagan alur pendekatan

diagnostik pada pasien hipertensi 2:

Gambar 3. Alur Pendekatan Diagnostik pada Pasien Hipertensi


(Devicaesaria,dkk.,2014).
Anamnesis
Sewaktu penderita masuk, dilakukan anamnesa singkat. Hal yang penting

ditanyakan 16 :

a. Riwayat hipertensi : lama dan beratnya.

b. Obat anti hipertensi yang digunakan dan kepatuhannya.

c. Usia, sering pada usia 30 – 70 tahun.

d. Gejala sistem syaraf ( sakit kepala, pusing, perubahan mental, ansietas ).

e. Gejala sistem ginjal ( gross hematuri, jumlah urine berkurang )

f. Gejala sistem kardiovascular ( adanya payah jantung, kongestif dan oedem

paru, nyeri dada ).

g. Riwayat penyakit : glomerulonefrosis, pyelonefritis.

h. Riwayat kehamilan : tanda- tanda eklampsi.

Pemeriksaan fisik

Tekanan darah harus dievaluasi pada kedua lengan dengan ukuran manset

yang tepat. Pemeriksaan fisik juga harus bertujuan untuk menentukan atau

menjelaskan disfungsi target organ. Fokus pemeriksaan nerologis untuk menilai

perubahan status mental dan defisit neurologis fokal juga harus dilakukan.

Perubahan status mental dengan pemeriksaan funduskopi yang menunjukkan

adanya eksudat, perdarahan atau papiledema yang mengarah pada ensefalopati


17
hipertensi . Pemeriksaan kardiovaskuler harus terfokus pada adanya gallop (S3

dan S4) dan murmur patologis (seperti regurgitasi aorta). Pulsasi vena jugularis

yang meningkat dan ronki pada lapang paru menunjukkan adanya edema pulmonal

dan dekompensasi gagal jantung kongestif. Nadi distal harus dipalpasi pada semua
ekstremitas, dan nadi yang tidak sama seharusnya menimbulkan kecurigaan untuk

terjadinya diseksi aorta.

Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

Elektrokardiogram harus dilakukan untuk menilai hipertropi ventrikel kiri,

aritmia, iskemia akut atau infark. Urinalisis harus dilakukan untuk menilai

hematuria dan proteinuria. Profil basal metabolik termasuk nitrogen urea dan serum

kreatinin darah penting untuk menilai disfungsi ginjal. Biomarker jantung juga

harus diperiksa jika dicurigai ACS (Acute Coronary Syndrome).

2. Pemeriksaan Radiografik

Pasien yang datang dengan perubahan status mental atau defisit neurologis

fokal harus melewati pemeriksaan Computed Tomography (CT) otak untuk menilai

adanya perdarahan atau infark. X-Ray dada sering dilakukan untuk menilai adanya

edema pulmonal. Jika dicurigai adanya diseksi aorta (berdasarkan riwayat nyeri

dada, nadi yang tidak sama dan/atau pelebaran mediastinum pada X-Ray dada),

pencitraan aorta (CT angiogram/ magnetic resonance imaging/ transesophageal

echocardiogram) harus dilakukan sesegera mungkin.

Tatalaksana

Terdapat beberapa rekomendasi menurut JNC VIII untuk menangani


hipertensi, beberapa rekomendasi tersebut antara lain:
 Rekomendasi 1: Pada populasi umum, terapi farmakologik mulai diberikan
jika tekanan darah sistolik ≥150 mmHg atau jika tekanan darah diastolik
≥90 mmHg pada kelompok usia ≥60 tahun dengan target terapi adalah
tekanan darah sistolik <150 mmHg dan tekanan darah diastolik <90 mmHg.
 Rekomendasi 2: Pada kelompok usia < 60 tahun, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah diastolik <90 mmHg (untuk kelompok usia 30-59
tahun).
 Rekomendasi 3: Pada kelompok usia <60 tahun, terapi farmakologik mulai
diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dengan target terapi
adalah tekanan darah sistolik <140 mmHg.
 Rekomendasi 4: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan
darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.
 Rekomendasi 5: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan diabetes melitus
terapi farmakologik mulai diberikan jika tekanan darah sistolik ≥140 mmHg
atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg dengan target terapi adalah tekanan
darah sistolik <140 mmHg dan tekanan darah diastolic <90 mmHg.
 Rekomendasi 6: Pada populasi bukan kulit hitam, termasuk penderita
diabetes melitus, terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide,
penghambat kanal kalsium, angiotensin-converting enzyme inhibitor
(ACEI) atau angiotensin receptor blocker (ARB).
 Rekomendasi 7: Pada populasi kulit hitam, termasuk penderita diabetes
melitus terapi inisial dapat menggunakan diuretik-thiazide atau penghambat
kanal kalsium.
 Rekomendasi 8: Pada kelompok usia ≥18 tahun dengan gagal ginjal kronis
terapi antihipertensi harus menggunakan ACEI atau ARB untuk
memperbaiki outcomepada ginjal. (Terapi ini berlaku untuk semua pasien
gagal ginjal kronis dengan hipertensi tanpa memandang ras ataupun
penderita diabetes melitus atau bukan.)
 Rekomendasi 9: Tujuan utama dari penanganan hipertensi adalah untuk
mencapai dan mempertahankan tekanan darah yang ditargetkan. Apabila
target tekanan darah tidak tercapai setelah 1 bulan pengobatan maka dosis
obat harus ditingkatkan atau ditambahkan dengan obat lainnya dari
golongan yang sama (golongan diuretic-thiazide, CCB, ACEI, atau ARB).
Jika target tekanan darah masih belum dapat tercapai setelah menggunakan
2 macam obat maka dapat ditambahkan obat ketiga (tidak boleh
menggunakan kombinasi ACEI dan ARB bersamaan). Apabila target
tekanan darah belum tercapai setelah menggunakan obat yang berasal dari
rekomendasi 6 karena ada kontraindikasi atau diperlukan >3 jenis obat
untuk mencapai target tekanan darah maka terapi antihipertensi dari
golongan yang lain dapat digunakan.3
Gambar 5. Algoritma tatalaksana hipertensi pada dewasa3
Untuk terapi farmakologis, berikut adalah beberapa jenis obat serta
dosisnya yang dapat digunakan.
Tabel 6. Obat anti hipertensi beserta dosisnya3

Tabel 5. Strategi penggunaan obat anti hipertensi3


Tatalaksana untuk Hipertensi Emergensi

Tujuan pengobatan pada keadaan darurat hipertensi ialah menurunkan

tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan

klinis penderita. Pengobatan biasanya diberikan secara parenteral dan

memerlukan pemantauan yang ketat terhadap penurunan tekanan darah untuk

menghindari keadaan yang merugikan atau munculnya masalah baru.

Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat

bekerja cepat, mempunyai jangka waktu kerja yang pendek, menurunkan

tekanan darah dengan cara yang dapat diperhitungkan sebelumnya, mempunyai

efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal.

Penurunan tekanan darah harus dilakukan dengan segera namun tidak

terburu-buru. Penurunan tekanan darah yang terburu-buru dapat menyebabkan

iskemik pada otak dan ginjal.

Target terapi hipertensi emergensi ialah Mean Arterial Pressure (MAP)

<25% semula dalam waktu kurang dari 1 jam dengan menggunakan agen

parenteral. Dalam 2 - 6 jam setelah stabil, turunkan tekanan darah diastolik

hingga mencapai 160/100-110 mmHg. Jika masih tetap stabil, turunkan tekanan

darah hingga sesuai target dalam 24 – 48 jam. Khusus pada diseksi aorta tanpa

syok, target tekanan darah sistolik 120 mmHg harus dicapai dalam 20 menit 16.

Pilihan berdasarkan disfungsi target organ, availabilitas, dan kemudahan

pemakaian, kebiasaan suatu institusi dan selera dari dokter itu sendiri. Medikasi

yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip, bukan injeksi). Obat yang

cukup sering digunakan adalah Nitroprusid IV dengan dosis 0,25 µg/kg/menit.


Parameter Hipertensi Mendesak Hipertensi Darurat

Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; hebat, sesak napas kacau, gangguan
sering kali tanpa kesadaran
gejala
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema
Fisik kerusakan organ target; muncul paru, gangguan fungsi
target, tidak ada klinis penyakit ginjal, CVA, iskemia
penyakit kardiovaskuler, jantung
kardiovaskular stabil
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan obat oral laboratorium standar,
obat oral, berjangka kerja terapi obat IV
naikkan dosis pendek

Rencana Periksa ulang Periksa ulang Rawat ruangan/ICU


dalam 3 hari dalam 24 jam

Tabel 7. Algoritma untuk Evaluasi Krisis Hipertensi 15.

Untuk hipertensi emergensi lebih dianjurkan untuk pemakaian parenteral,

daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat pada tabel 4.

Obat Dosis Onset Lama Efek Samping Perhatian


Kerja Kerja Khusus
Vasodilator
Sodium 0,25-10 langsu 1-2 Mual, muntah, Hipertensi
Nitroprusside µg / kg / ng menit kedut otot, darurat; hati-
menit berkeringat, hati dengan
infus IV intoksikasi tekanan
thiocynate dan intrakranial
sianida. yang tinggi
atau
azotemia.
Nitrogliserin 5-100 2-5 5-10 Sakit kepala, Iskemia
µg/menit menit menit muntah, Koroner
sebagai methemoglobinemi
infus IV a, toleransi dengan
penggunaan jangka
panjang
Nicardipine 5-15 mg / 5-10 15-30 Takikardi, sakit Hipertensi
Hidroklorida jam IV menit menit, kepala, phlebitis darurat
melebi lokal kecuali gagal
hi 4 jantung akut
jam ; hati-hati
dengan
iskemia
koroner
Fenoldopam 0,1 – 0,3 <5 30 Takikardi, sakit Hipertensi
Mesylate µg/kg menit menit kepala, darurat ; hati-
permenit mual,flushing hati dengan
infus IV glaukoma
1,25 – 5 15 – 30 6-12 Penurunan drastis Gagal
Enalaprilat mg setiap menit jam tekanan renin Ventrikel
6 jam IV tinggi;variable Kiri Akut;
respon Hindari pada
infark
miokard akut
Hidralazine -10-20 -10-20 -1-4 Takikardi, Sakit Eklampsia
Hidroklorida mg IV menit jam IV Kepala, Muntah
-10-40 IV -4-6
mg IM -20-30 jam IM
menit
IM
Adrenergic Inhibitor
Labelatol -20-80 5-10 3-6 Muntah,bronkokon Hipertensi
Hidroklorida mg IV menit jam striksi,pusing, darurat
bolus mual, hipotensi kecuali gagal
setiap 10 ortostatik, kulit jantung akut
menit kepala kesemutan
-0,5-2
mg/menit
sebagai
Infus IV
Esmolol 250-500 1-2 10-30 Hipotensi, mual, Diseksi
Hidroklorida µg/kg/me menit menit asma, gagal aorta,
nit bolus jantung preoperasi
IV, lalu
50-
100µg/kg
/menit
dengan
infus;
mungkin
mengulan
gi bolus
setelah 5
menit
atau
meningka
tkan
infuse
sampai
300µg/m
enit
Phentolamine 5-15 mg 1-2 10-30 Takikardi,Sakit Kelebihan
IV bolus menit menit Kepala Katekolamin
Tabel 8. Obat hipertensi parenteral19.

Obat Dosis Efek Lama Kerja Perhatian


Khusus
Klonidin IV 6 amp per 250 30-60 menit 24 jam Ensefalopati
150 µg cc dengan
Glukosa 5% gangguan
mikrodrip coroner
Nitrogliserin 10-50 µg 100 2-5 menit 5-10 menit
IV µg/cc per 500
cc
Nikardipin IV 0,5-6 1-5 menit 15-30 menit
µg/kg/menit
Diltiazem IV 5-15 Sama
µg/kg/menit
lalu sama 1-5
µg/kg/menit
Nitroprusid 0,25 Langsung 2-3 menit Selang infus
IV µg/kg/menit lapis perak
Tabel 9. Obat hipertensi parenteral yang Dipakai di Indonesia 15
1. Sodium nitroprusside: sodium nitroprusside merupakan vasodilator arteri

dan vena. Obat ini mudah dititrasi dan efeknya reversibel. Bagaimanapun,

obat ini menyebabkan penurunan perfusi cerebral dengan meningkatkan

tekanan intrakranial, dan harus secara hati-hati digunakan ada ensefalopati

hipertensi. Juga, pada pasien dengan penyakit arteri koroner, obat ini dapat

menyebabkan penurunan signifikan pada aliran darah koroner setelah

fenomena coronary steal (coronary steal phenomenon). Dalam suatu uji

coba acak terkontrol yang berskala besar di antara pasien dengan infark

miokard akut dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri, penggunaan

nitroprusside dalam 9 jam setelah onset nyeri dada, mengakibatkan

peningkatan mortalitas. Karena obat ini merupakan obat yang sangat poten

dengan onset aksi cepat dan waktu paruh pendek, obat ini harusnya hanya

digunakan dengan pengawasan tekanan darah intra-arterial dalam ruang/

keadaan perawatan intensif.

Nitroprusside mengandung 44% sianida berat. Ekskresi sianida

dalam bentuk tiosiat membutuhkan fungsi hepar dan renal yang adekuat.

Toksisitas sianida yang potensial dan kebutuhan akan pengawasan

hemodinamik invasif yang aktif dengan garis arterial, obat ini tidak sering

digunakan sebagai obat pilihan pertama dalam hipertensi emergensi.

2. Nitroglycerin: Nitroglycerin merupakan vasodilator dan bekerja sebagai

dilator arteriolar hanya pada penggunaan dosis tinggi. Obat ini menurunkan

tekanan darah dengan mengurangi preload dan after load pada dosis tinggi.

Sama dengan nitroprusside, nitroglycerin dapat membahayakan perfusi


cerebral dan karena itu tidak digunakan pada ensefalopati hipertensi. Obat

ini sering menjadi obat pilihan pada hipertensi emergensi yang berhubungan

dengan edema pulmonal atau sindrom koroner akut.

3. Labetalol: Labetalol merupakan suatu kombinasi alpha adrenergik dan

beta-adrenergik reseptor blocker non-selektif . Obat ini memiliki onset

kerja cepat yaitu dalam 2-5 menit setelah pemberian lewat IV dan berefek

hingga sekitar 2-4 jam. Labetalol dapat diberikan secara bolus dan injeksi

intravena secara terus menerus tanpa pengawasan tekanan darah invasif.

Efek samping potensial dapat berupa bradikardi karena efek beta-blocker-

nya. Obat ini menurunkan resistensi vaskuler sistemik total, namun menjaga

aliran darah cerebral dan koroner. Oleh karena itu, labetalol

direkomendasikan oleh American Stroke Association untuk manajemen

hipertensi pada pasien-pasien yang menerima tissue Plasminogen Activator

(tPA) untuk stroke. Labetalol juga sering digunakan pada hipertensi

emergensi yang disebabkan kehamilan karena lipidnya dapat larut dan tidak

melewati plasenta.

4. Fenoldopam: fenoldopam bekerja pada reseptor dopamine-1 perifer

mengakibatkan vasodilatasi perifer, dominan pada renal, jantung dan

splanchnic vascular beds. Ironisnya, selain menurunkan tekanan darah, obat

ini meningkatkan perfusi renal. Dalam beberapa studi yang membandingkan

fenoldopam dengan obat antihipertensi lainnya dalam hipertensi emergensi,

dilakukan observasi peningkatan creatinine clearance. Oleh karena itu,


fenoldopam dapat menjadi obat yang bermanfaat pada pasien-pasien dengan

hipertensi emergensi yang berhubungan dengan gagal ginjal akut.

5. Nicardipine: Nicardipine merupakan dihydorpyridine calcium channel

blocker generasi kedua. Obat ini bekerja pada L-type voltage gated calcium

channels menyebabkan relaksasi otot polos arteriolar perifer. Nicardipine

merupakan obat vasodilator arterial serebral dan koroner. Obat ini

meningkatkan perfusi cerebral dan sering digunakan untuk krisis hipertensi

pada pasien yang menerima tPA untuk stroke akut.

6. Clevidipine: Clevidipine merupakan dihydropyridine calcium channel

blocker generasi ketiga, yang diakui oleh FDA pada tahun 2008 untuk

manajemen hipertensi emergensi. Clevidipine menghambat masukan

kalsium ekstraseluler melalui channel tipe L, merelaksasikan otot polos

arteriolar yang mengakibatkan resistensi vaskuler perifer, meningkatkan

stroke volume dan cardiac output. Clevidipine memiliki onset dan offset

kerja yang cepat (< 1 menit) dan mudah dititrasi. Obat ini dimetabolisme

menjadi bentuk tidak aktif oleh esterase dalam darah dan jaringan

ekstravaskuler dan karena itulah obat ini tidak membutuhkan penyesuaian

dosis pada pasien dengan disfungsi renal dan hepar. Clevidipine menjadi

obat hipertensi urgensi yang aman di antara pasien-pasien pasca operasi

jantung.

7. Hydralazine: Hydralazine merupakan vasodilator arteriolar direk. Obat ini

biasanya digunakan sebagai antihipertensi pada suatu PRN berdasarkan

pada keadaan pasien bahkan untuk peningkatan tekanan darah yang


asimptomatis. Obat ini memiliki periode laten awal yaitu 5-15 menit diikuti

oleh penurunan tekanan darah yang mendadak, dengan efek yang bertahan

hingga 10 tahun. Hydralazine tidak direkomendasikan untuk penggunaan

pada krisis hipertensi karena efek antihipertensinya yang tidak dapat

diprediksi dan sulitnya titrasi. Obat ini juga sering digunakan pada

kehamilan yang berkaitan dengan krisis hipertensi karena obat ini tidak

bersifat teratogenik dan meningkatkan aliran darah uterus.

Pada hipertensi emergensi dengan komplikasi seperti hipertensi emergensi

dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat

sehingga tidak memperparah keadaannya. Pemilihan obat untuk hipertensi dengan

komplikasi dapat dilihat pada tabel 6.

Komplikasi Obat Pilihan Target Tekanan Darah

Diseksi Aorta Nitroprusside + esmolol SBP 110-120 sesegera

mungkin

Infark Miokard Akut, Nitrogliserin, nitroprusside, Sekunder untuk

Iskemia nicardipine bantuan iskemia

Edema paru Nitroprusside, nitrogliserin, 10% -15% dalam 1-2

labetalol jam

Gangguan Ginjal Fenoldopam, nitroprusside, 20% -25% dalam 2-3

labetalol jam
Kelebihan Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2

Katekolamin jam

Hipertensi Nitroprusside 20% -25% dalam 2-3

Ensefalopati jam

Subarachnoid Nitroprusside, nimodipine, 20% -25% dalam 2-3

Hemorrhage nicardipine jam

Stroke Iskemik Nicardipine 0% -20% dalam 6-12

jam

Tabel 10. Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi 20.

Tatalaksana Non Farmakologis

Pendekatan nonfarmakologis merupakan penanganan awal sebelum


penambahan obat-obatan hipertensi, disamping perlu diperhatikan oleh seorang
yang sedang dalam terapi obat. Sedangkan pasien hipertensi yang terkontrol,
pendekatan nonfarmakologis ini dapat membantu pengurangan dosis obat pada
sebagian penderita. Oleh karena itu, modifikasi gaya hidup merupakan hal yang
penting diperhatikan, karena berperan dalam keberhasilan penanganan
hipertensi. Pendekatan nonfarmakologis dibedakan menjadi beberapa hal:
I. Menurunkan faktor risiko yang menyebabkan aterosklerosis.
Berhenti merokok penting untuk mengurangi efek jangka panjang
hipertensi karena asap rokok diketahui menurunkan aliran darah ke
berbagai organ dan dapat meningkatkan beban kerja jantung. Selain itu
pengurangan makanan berlemak dapat menurunkan risiko aterosklerosis.
Penderita hipertensi dianjurkan untuk berhenti merokok dan mengurangi
asupan alkohol. Berdasarkan hasil penelitian eksperimental, sampai
pengurangan sekitar 10 kg berat badan berhubungan langsung dengan
penurunan tekanan darah rata-rata 2-3 mmHg per kg berat badan.21
II. Olahraga dan aktifitas fisik
Selain untuk menjaga berat badan tetap normal, olahraga dan
aktifitas fisik teratur bermanfaat untuk mengatur tekanan darah, dan
menjaga kebugaran tubuh. Olahraga seperti jogging, berenang baik
dilakukan untuk penderita hipertensi. Dianjurkan untuk olahraga teratur,
minimal 3 kali seminggu, dengan demikian dapat menurunkan tekanan
darah walaupun berat badan belum tentu turun. Melakukan aktivitas secara
teratur (aktivitas fisik aerobik selama 30-45 menit/hari) diketahui sangat
efektif dalam mengurangi risiko relatif hipertensi hingga mencapai 19%
hingga 30%. Begitu juga halnya dengan kebugaran kardio respirasi rendah
pada usia paruh baya diduga meningkatkan risiko hipertensi sebesar 50%.
Olahraga yang teratur dibuktikan dapat menurunkan tekanan perifer
sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga dapat menimbulkan
perasaan santai dan mengurangi berat badan sehingga dapat menurunkan
tekanan darah. Yang perlu diingat adalah bahwa olahraga saja tidak dapat
digunakan sebagai pengobatan hipertensi.22

III. Perubahan pola makan


a. Mengurangi asupan garam
Pada hipertensi derajat I, pengurangan asupan garam dan upaya
penurunan berat badan dapat digunakan sebagai langkah awal
pengobatan hipertensi. Nasihat pengurangan asupan garam harus
memperhatikan kebiasaan makan pasien, dengan memperhitungkan
jenis makanan tertentu yang banyak mengandung garam. Pembatasan
asupan garam sampai 60 mmol per hari, berarti tidak menambahkan
garam pada waktu makan, memasak tanpa garam, menghindari
makanan yang sudah diasinkan, dan menggunakan mentega yang bebas
garam. Cara tersebut diatas akan sulit dilaksanakan karena akan
mengurangi asupan garam secara ketat dan akan mengurangi kebiasaan
makan pasien secara drastis.22
b. Diet rendah lemak jenuh
Lemak dalam diet meningkatkan risiko terjadinya aterosklerosis yang
berkaitan dengan kenaikan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak
jenuh, terutama lemak dalam makanan yang bersumber dari hewan dan
peningkatan konsumsi lemak tidak jenuh secukupnya yang berasal dari
minyak sayuran, biji-bijian dan makanan lain yang bersumber dari
tanaman dapat menurunkan tekanan darah.22
c. Memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan dan susu rendah
lemak.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa beberapa mineral bermanfaat
mengatasi hipertensi. Kalium dibuktikan erat kaitannya dengan
penurunan tekanan darah arteri dan mengurangi risiko terjadinya
stroke. Selain itu, mengkonsumsi kalsium dan magnesium bermanfaat
dalam penurunan tekanan darah. Banyak konsumsi sayur-sayuran dan
buah-buahan mengandung banyak mineral, seperti seledri, kol, jamur
(banyak mengandung kalium), kacang-kacangan (banyak mengandung
magnesium). Sedangkan susu dan produk susu mengandung banyak
kalsium.22

IV. Menghilangkan stress


Stres menjadi masalah bila tuntutan dari lingkungan hampir atau
bahkan sudah melebihi kemampuan kita untuk mengatasinya. Cara untuk
menghilangkan stres yaitu perubahan pola hidup dengan membuat
perubahan dalam kehidupan rutin sehari-hari dapat meringankan beban
stres.23
Komplikasi

I. Jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan
kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan
hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran
jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung.5
II. Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan
hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena
hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan
peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan
pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke
hemorgik.5
III. Ginjal
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering
terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan
darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada
proteinuria.5

Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan

gagal jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penanganannya tepat

dan segera.
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi merupakan penyakit yang sangat umum ditemui dan dikenal
sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas
normal. Faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor
yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak
dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan faktor
genetik. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi tergantung dari gaya hidup
pasien.
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg
atau diastolik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan target organ yang
bersifat progresif, Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab
gagal jantung, gagal ginjal serta penyakit serebrovaskular. Hipertensi emergensi
harus ditanggulangi sesegera mungkin (dalam menit sampai jam) agar dapat
mencegah/membatasi kerusakan target organ yang terjadi dengan memberikan
obat-obatan anti hipertensi intravena. Target terapi hipertensi emergensi ialah Mean
Arterial Pressure (MAP) <25% semula dalam waktu kurang dari 1 jam dengan
menggunakan agen parenteral.
DAFTAR PUSTAKA

1. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL,
et al. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. Hypertension. 2003; 42: 1206–52.
2. Devicaesaria, Asnelia, dkk. 2014. Hipertensi Krisis. Medicinus Scientific
Journal of Pharmaceutical Development and Medical Application. Vol.27,
No.3. Edition December 2014.
3. Herlianita, Risa. 2010. Krisis Hipertensi. Program Studi Diploma III
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Malang.
4. Cowley AW Jr. The genetic dissection of essential hypertension. Nat Rev
Genet. 2006 Nov; 7(11):829–40. [PMID: 17033627].
5. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine
17th edition. New York: McGrawHill: 2008
6. KJ Isselbacher, Eugene Braunwald, Dennis L Kasper, Eugene B. Section 4:
Heart Failure, Acute Pulmonary Edem In. Harrison’s Principles of Internal
Medicine, edisi 18, editor Douglas L dkk. America. McGraw-Hill. 2012.
p.1901-1916
7. Roesma J. Bab 175: krisis hipertensi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakrta: Interna Publishing. 2009.
p.1103-1104.
8. Houston M. Handbook of Hypertension edition 2. Tennessee: Wiley
Blackwell. 2006. p. 61-62.
9. World Health Organization (WHO). A Global Brief on Hypertension: Silent
Killer, Global Public Health Crisis [Internet]. 2013 [diakses pada 15
November 2015]. Tersedia dari:
http://chronicconditions.thehealthwell.info/search-results/global-brief-
hypertension-silent-killer-global-public-health-crisis?source=relatedblock
10. Setiawan, Zamhir. Karakteristik sosiodemografi sebagai faktor resiko
hipertensi studi ekologi di pulau Jawa tahun 2004 [Tesis].Jakarta: Program
Studi Epidemiologi Program Pasca Sarjana FKM-UI; 2006
11. Hasurungan, JA.Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada
lansia di Kota Depok tahun 2002 [Tesis]. Jakarta:Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia; 2002.
12. Thomas M. Habermann, , Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal Medicine
Concise Textbook. 1st edition. Canada: Mayo Foundation for Medical
Education and Research: 2008.
13. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan
RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. 2006.
14. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition.
Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins: 2006
15. Roesma, Jose, dkk. 2009. Krisis Hipertensi. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. P.
2302 – 2303.
16. Tanto, Chris, dkk. 2014. Krisis Hipetensi. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid
II. Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius, 2014. Hal. 642 – 644.
17. Marik PE, Varon J. 2007. Hypertensive Crises: Challenges and
Management. Chest 131: 1949-1962.
18. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for
the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8).
JAMA: 2013.
19. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, et al. 2003.
Seventh Report of the Joint National Committee on prevention, detection,
evaluation and treatment of high blood pressure. Hypertension 42: 1206-
1252.
20. Vaidya CK, Ouellette CK. 2009. Hypertensive Urgency and Emergency.
Hospital Physician 2009:43-50.
21. Basuki B, Setianto B. Age, body posture, daily working load – past
antihypertensive drugs and risk of hypertension: a rural Indonesia study.
Med J Indon. 2001; 10(1): 29-33.
22. Kaplan NM. Clinical hypertension. 8th ed. Lippincott: Williams & Wilkins;
2002.
23. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia: 2009; 59 (12): 580-7.

Anda mungkin juga menyukai