HIPERTENSI EMERGENSI
DISUSUN OLEH :
Eka Heriyanti
1102015065
PEMBIMBING :
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
tugas ini masih jauh dari sempurna baik isi maupun penyajiaannya sehingga
diharapkan saran dan kritik yang membangun agar di kesempatan yang akan datang
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Herawati
Isnanijah, SpJP (K) FIHA serta berbagai pihak Rumah Sakit Umum Daerah
Pasar Rebo yang telah membantu menyelesaikan tugas presentasi kasus ini.
Penulis
BAB I
STATUS PASIEN
STATUS PASIEN KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM
I. IDENTITAS PASIEN
Umur : 45 tahun
Agama : Islam
Jakarta Timur
II. ANAMNESIS
1 Jam SMRS.
terasa keram.
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo pada senin, 02 september 2019
dengan keluhan lemah separuh badan sebelah kanan sejak kurang lebih 1 jam
aktivitas dirumah pada pukul 18.00 WIB pada 02 September 2019, pusing
dirasakan pada seluruh bagian kepala dan terus menerus dirasakan baik saat
merasakan keram pada tangan sebelah kanan dan juga mulai timbul kesusahan
dalam berbicara dan sudut mulut sebelah kanan pasien mengalami penurunan
160 mg, isosorbid dinitrate 3 x 2,5 mg, Clonidine 3 x 0,15 mg, dan nitrokaf 2
x 2,5 mg. Pasien kemudian diberikan oksigen dirumah namun kondisi pasien
pernafasan 24 x/menit, frekuensi nadi 100 x/menit, dan suhu tubuh 37,50C.
Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 7 tahun yang lalu dan aktif
valsartan 2 x 160 mg, isosorbid dinitrate 3 x 2,5 mg, Clonidine 3 x 0,15 mg,
dan nitrokaf 2 x 2,5 mg. Pasien juga memiliki riwayat penyakit gagal ginjal
kronik sejak 6 tahun yang lalu dan aktif melakukan hemodialisa sebanyak 2
kali dalam seminggu dan pada 2 minggu yang lalu pasien mengeluh merasa
hipertensi dan ibu pasien memiliki riwayat hipertesi dan diabetes melitus.
Amlidipine 2 x 10 mg
Valsartan 2 x 160 mg
Clonidine 3 x 0,15 mg
Nitrokaf 2 x 2,5 m
Pasien saat ini tinggal dengan istri dan anak-anak pasien dalam lingkungan
2. Kesadaran : composmentis
5. Suhu : 37,5 0c
6. Pernapasan : 24 x/menit
7. Gizi
X. PEMERIKSAAN FISIK
1. Kepala
1. Bentuk : normochepal
2. Kulit
1. Warna : Sawo matang
2. Jaringan Parut: Terdapat jaringan parut di regio antebrachii
sinistra.
3. Pigmentasi : dalam Batas Normal
4. Turgor : Baik
5. Ikterus : Tidak ada
6. Sianosis : Tidak ada
7. Pucat : Labia oris pucat
8. Rambut : dalam Batas Normal
3. Mata
1. Exophthalmus : Tidak ada
2. Enopthalmus : Tidak ada
3. Edema kelopak : Tidak ada
4. Konjungtiva : pendarahan subkonjungtiva
5. Konjungtiva anemi : +/+
6. Sklera ikterik : -/-
7. Pupil : isokor
8. Refleks cahaya : langsung (+/+) tidak
langsung (+/+)
4. Hidung
1. Bentuk : Normotia
2. Napas cuping hidung : Tidak ditemukan
3. Septum deviasi : Tidak ditemukan
4. Sekret : Tidak ditemukan
5. Telinga
1. Bentuk : Normotia
2. Pendengaran : Dalam batas normal
3. Darah & sekret : Tidak ditemukan
6. Mulut
1. Bau Nafas : Normal
2. Trismus : Tidak ada
3. Faring : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Lidah : Tidak dilakukan pemeriksaan
5. Uvula : Tidak dilakukan pemeriksaan
6. Tonsil : Tidak dilakukan pemeriksaan
7. Leher
1. JVP : Tidak dilakukan pemeriksaan
2. Trakea : Tidak deviasi
3. Kelenjar tiroid : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Kelenjar limfe : Tidak dilakukan pemeriksaan
8. Paru-paru
1. Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris dalam keadaan
statis dan dinamis kanan kiri. Retraksi (-)
2. Palpasi : Tidak teraba kelainan dan masa pada seluruh lapang
paru.
3. Perkusi : Terdengar sonor pada seluruh lapang paru.
4. Auskultasi : Suara dasar napas vesicular +/+, rhonki -/-,
wheezing -/-
9. Jantung
1. Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
2. Palpasi : Iktus cordis tidak teraba dan nyeri tekan tidak ada
3. Perkusi : Batas kanan jantung : ICS 5 linea sternalis dextra
Batas kiri jantung : ICS 6 linea mid clavicular
sinistra
4. Auskultasi : Bunyi jantung I-II normal regular, gallop (-)
murmur (-)
10. Abdomen
1. Inspeksi : buncit simetris
2. Auskultasi : Bising usus (+)
3. Perkusi : Timpani di seluruh kuadaran
4. Palpasi : Supel,tidak ditemukan nyeri tekan
11. Genitalia
Tidak dilakukan pemeriksaan
12. Ekstremitas
1. akral hangat
2. edema tidak ada pada ekstremitas
3. CRT <3 detik
KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 29 U/L 0-50
SGPT (ALT) 33 U/L 0-50
Ureum Darah H 96 mg/L 20 – 40
Kreatinin Darah H 8,42 mg/L 0.17 – 1.50
eGFR 7,3 mL/min/1.73m2 >60
Glukosa Darah 105 mg/dL < 200
Sewaktu
GAS DARAH + ELEKTROLIT
Natrium (Na) 143 mmol/L 135 - 147
Kaluim (K) 4.3 mmol/L 3.5 – 4.0
Klorida (Cl) 104 mmol/L 98 – 108
pH 7.378 7.370 – 7.400
PCO2 L 32.8 mmHg 33.0 – 44.0
PO2 H 206 mmHg 71.0 – 104.0
HCO3 L 18.9 mmol/L 22.0 – 29.0
TCO2 20 mmol/L 19 - 24
BE ecf L -5.3
BE (B) L – 5.10 mmol/L -2 - +3
Saturasi O2 H 99.00 % 94.00 – 98.00
Laktat L 0.4 mg/dL 0.5 – 1.6
KIMIA KLINIK
Ureum Darah H 96 mg/L 20 – 40
Kreatinin Darah H 8,42 mg/L 0.17 – 1.50
eGFR 7,3 mL/min/1.73m2 >60
Glukosa Darah 105 mg/dL < 200
Sewaktu
GAS DARAH DAN
ELEKTROLIT
Natirum (Na) 142 Mmol/L 135-147
Kalium (K) 4.3 Mmol/L 3.5-5.0
Klorida (Cl) 101 Mmol/L 98-108
Hasil pemeriksaan EKG pada 02/09/2019 di IGD RSUD Pasar Rebo
XII. RESUME
Pasien datang ke IGD RSUD Pasar Rebo pada senin, 02 september 2019
dengan keluhan lemah separuh badan sebelah kanan sejak kurang lebih 1 jam
SMRS, pusing pada seluruh bagian kepala dan terus menerus, keram pada
tangan sebelah kanan, timbul kesusahan dalam berbicara dan sudut mulut
penyakit hipertensi sejak 7 tahun yang lalu dan penyakit gagal ginjal kronis
1. Hipertensi Emergensi
3. Stroke Hemoragik
XIV. PENGKAJIAN
1. Hipertensi Emergensi
PF : TD 200/110 mmHG
Hasil Lab :
Stroke iskemik
Darah lengkap
CT Scan kepala
XVIII. PENATALAKSANAAN
oksigen
Pantoprazole 1 x 80 mg
Injeksi cefoperazone 2 x 1 g
Transamin 3 x 500 mg
Penatalaksaan selama di ruang rawat inap ICCU RSUD Pasar Rebo
Oral
Amlodipine 2 x 10 mg
Clonidin 3 x 0,15 mg
Parenteral
Transamin 3 x 500 mg
N-ACE 3 x 3 mL
Omeprazole 1 x 40 mg
Cefoperazone 2 x 1 gr
Ondancentron 3 x 4 mg
Paracetamol 3 x 1 gr
Gelofusin 500 mL
Non medikamtosa
Bed rest
XIX. PROGNOSIS
A/ A/
- Stroke Hemoragik ec hipertensi - Stroke Hemoragik ec hipertensi
emergensi, CKD on HD emergensi, CKD on HD
P/ P/
Oral Oral
Amlodipine 2 x 10 mg Amlodipine 2 x 10 mg
Parenteral Parenteral
N-ACE 3 x 3 mL N-ACE 3 x 3 mL
Omeprazole 1 x 40 mg Omeprazole 1 x 40 mg
Cefoperazone 2 x 1 gr Cefoperazone 2 x 1 gr
Ondancentron 3 x 4 mg Ondancentron 3 x 4 mg
Paracetamol 3 x 1 gr Paracetamol 3 x 1 gr
Klasifikasi
Penentuan derajat hipertensi dilakukan berdasarkan rata-rata dari dua atau lebih
pengukuran tekanan darah (dalam posisi duduk) selama dua atau lebih kunjungan
pasien rawat jalan.5 Klasifikasi hipertensi dapat dilihat dalam Tabel 1.
Etiologi
Berdasarkan penyebabnya, 80-95% penderita hipertensi digolongkan sebagai
hipertensi primer atau esensial yaitu ketika penyebab hipertensi tidak dapat
diidentifikasi (idiopatik) dan sebagian besar merupakan interaksi yang kompleks
antara genetik dan interaksi lingkungan.4
Sementara itu 5-20% lainnya digolongkan sebagai hipertensi sekunder, yang
diakibatkan adanya penyakit yang mendasari seperti gangguan ginjal, gangguan
adrenal,penyempitan aorta, obstructive sleep apneu, gangguan neurogenik,
endokrin, dan obat-obatan.1
Faktor Resiko
Terdapat beberapa gaya hidup yang berperan sebagai faktor risiko
berkembangnya hipertensi, termasuk diantaranya adalah: konsumsi makanan yang
mengandung banyak garam dan lemak, sedikit sayur dan buah, penggunaan alkohol
hingga di tingkat yang membahayakan, kurangnya aktivitas disik, serta pengelolaan
stress yang rendah. Gaya hidup tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
pekerjaan dan kehidupan individu.9
Faktor risiko di atas, lebih lanjut lagi dapat dibedakan menjadi dua yakni faktor
yang dapat dan tidak dapat dikendalikan.
I. Faktor yang tidak dapat dikendalikan
a. Usia
Risiko kejadian hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Pada umur 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada
umur 45-64 tahun sebesar 51% dan pada umur >65 Tahun sebesar 65%.
Penelitian Hasurungan pada lansia menemukan bahwa dibanding umur
55-59 tahun, pada umur 60-64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi
sebesar 2,18 kali,umur 65-69 tahun 2,45 kali dan umur >70 tahun 2,97
kaliMeskipun hipertensi bisa terjadi pada segala usia, namun paling sering
dijumpai pada orang berusia >35 tahun. Prevalensi hipertensi dikalangan
usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 %
diatas umur 65 tahun. Peningkatan tekanan darah dapat terjadi seiring
dengan bertambahnya usia, disebabkan oleh perubahan struktur pada
pembuluh darah besar, sehingga lumen menjadi lebih sempit dan dinding
pembuluh darah menjadi lebih kaku.10,11
b. Jenis Kelamin
Prevalensi hipertensi lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan dengan
wanita, dengan peningkatan risiko sebesar 2 kali lipat untuk peningkatan
tekanan darah sistolik. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan
hipertensi dari pada wanita,seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat
(merokok dan konsumsi alkohol), depresi dan rendahnya status pekerjaan,
perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.10
c. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga dekat yang menderita hipertensi akan meningkatkan
risiko kejadian hipertensi terutama pada hipertensi primer. Keluarga yang
memiliki hipertensi dan penyakit jantung meningkatkan risiko hipertensi
2-5 kali lipat. Jika kedua orang tua menderita hipertensi, kemungkinan
anaknya menderita hipertensi sebesar 45%, sedangkan jika hanya salah
satu dari orang tuanya yang menderita hipertensi maka kemungkinan
anaknya menderita hipertensi sebesar 30%.11
d. Genetik
Peran faktor genetik terhadap timbulnya hipertensi terbukti dengan
ditemukannya kejadian bahwa hipertensi lebih banyak pada kembar
monozigot (satu sel telur) daripada heterozigot (berbeda sel telur). Seorang
penderita yang mempunyai sifat genetik hipertensi primer (esensial)
apabila dibiarkan secara alamiah tanpa intervensi terapi, akan
menyebabkan hipertensinya berkembang dan dalam waktu sekitar 30-50
tahun akan timbul manifestasi klinis.11
b. Konsumsi Garam
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa
dengan asupan garam yang minimal. Asupan garam kurang dari 3 gram
tiap hari akan mengurangi risiko kejadian hipertensi, sedangkan jika
asupan garam antara 5-15 gram perhari prevalensi hipertensi meningkat
menjadi 15-20 %. Pengaruh asupan terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung dan tekanan darah.
Garam menyebabkan retensi cairan dalam tubuh, sehingga akan
meningkatkan volume dan tekanan darah. Pada manusia yang
mengkonsumsi garam 3 gram atau kurang ditemukan tekanan darah rata-
rata rendah, sedangkan asupan garam sekitar 7-8 gram tekanan darahnya
rata-rata lebih tinggi. Konsumsi garam yang dianjurkan tidak lebih dari 6
gram/hari setara dengan 110 mmol natrium atau 2400 mg/hari.12
d. Olahraga
Kurangnya aktifitas fisik meningkatkan risiko menderita hipertensi karena
meningkatkan risiko kelebihan berat badan. Orang yang tidak aktif juga
cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi
sehingga otot jantungnya harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi.
Makin keras dan sering otot jantung harus memompa, makin besar tekanan
yang dibebankan pada arteri.13
f. Hiperlipidemia/hiperkolesterolemia
Kelainan metabolisme lemak (lipid) ditandai dengan peningkatan kadar
kolesterol total, trigliserida, kolesterol LDL dan atau penurunan kolesterol
HDL darah. Kolesterol merupakan faktor penting dalam terjadinya
aterosklerosis yang mengakibatkan peningkatan resistensi perifer sehingga
meningkatkan tekanan darah.13
Komponen Lipid Batasan (mg/dl) Klasifikasi
Kolesterol total <200 Yang diinginkan
200-239 Batas tinggi
>240 Tinggi
Kolesterol LDL <100 Optimal
100-129 Mendekati optimal
130-159 Batas tinggi
160-189 Tinggi
>190 Sangat tinggi
Kolesterol HDL <40 Rendah
>60 Tinggi
Trigliserida <150 Normal
150-199 Batas tinggi
200-499 Tinggi
>500 Sangat tinggi
Tabel 4. Batasan kadar lipid dalam darah13
g. Obesitas
Kegemukan (obesitas) adalah persentase abnormalitas lemak yang
dinyatakan dalam indeks massa tubuh (body mass index) Berat badan dan
indeks massa tubuh berkorelasi dengan tekanan darah. Obesitas tidak
menyebabkan hipertensi, namun prevalensi hipertensi pada obesitas jauh
lebih besar. Orang dengan obesitas memiliki risiko 5 kali lipat lebihbesar
untuk menderita hipertensi dibandingkan dengan orang dengan berat
badan yang normal. .Obesitas erat kaitannya dengan kegemaran
mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi lemak. Obesitas
meningkatkan risiko terjadinya hipertensi karena beberapa sebab. Makin
besar massa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan untuk memasok
oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Ini berarti volume darah yang
beredar melalui pembuluh darah menjadi meningkat sehingga memberi
tekanan lebih besar pada dinding arteri. Kelebihan berat badan juga
meningkatkan frekuensi denyut jantung dan kadar insulin dalam darah.
Peningkatan insulin menyebabkan tubuh menahan natrium dan air.13
Patogenesis
tiba biasanya awal dalam proses penyakit. Peningkatan resitensi vaskuler sistemik
darah yang mengalami stres. Ketika tekanan meningkat dalam pembuluh darah
akan memicu siklus kerusakan endotel mulai dari aktivasi lokal faktor pembekuan
intravaskular, nekrosis fibrinoid pembuluh darah kecil, dan pelepasan lebih banyak
vasokonstriktor. Jika proses ini tidak berhenti, siklus dari cedera vaskular lebih
Presentasi klinis yang paling umum adalah hipertensi darurat infark cerebral
(24,5%), edema paru (22,5%), ensefalopati hipertensi (16,3%), dan gagal jantung
aktor utama dalam mengatur tekanan darah. Dengan mengeluarkan nitric oxide dan
prostacyclin yang dapat memodulasi tekanan vaskuler. Disamping itu peran renin
emergensi.
Saat tekanan darah meningkat dan menetap dalam waktu yang lama, respon
tekanan darah. Keadaan ini akan berujung pada disfungsi endotel dan peningkatan
Manifestasi Klinis
yang terganggu, diantaranya nyeri dada dan sesak nafas pada gangguan jantung dan
diseksi aorta; mata kabur dan edema papilla mata; sakit kepala hebat, gangguan
kesadaran dan lateralisasi pada gangguan otak; gagal ginjal akut pada gangguan
ginjal; di samping sakit kepala dan nyeri tengkuk pada kenaikan tekanan darah
umumnya.
Diagnosis
Kemampuan dalam mendiagnosis hipertensi emergensi harus dapat dilakukan
dengan cepat dan tepat sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas
hipertensi yang rutin diminum, kepatuhan minum obat, riwayat konsumsi kokain,
kreatinin dan urinalisa. Foto thorax, EKG dan CT- scan kepala sangat penting
diperiksa untuk pasien-pasien dengan sesak nafas, nyeri dada atau perubahan status
neurologis. Pada keadaan gagal jantung kiri dan hipertrofi ventrikel kiri
ditanyakan 16 :
Pemeriksaan fisik
Tekanan darah harus dievaluasi pada kedua lengan dengan ukuran manset
yang tepat. Pemeriksaan fisik juga harus bertujuan untuk menentukan atau
perubahan status mental dan defisit neurologis fokal juga harus dilakukan.
dan S4) dan murmur patologis (seperti regurgitasi aorta). Pulsasi vena jugularis
yang meningkat dan ronki pada lapang paru menunjukkan adanya edema pulmonal
dan dekompensasi gagal jantung kongestif. Nadi distal harus dipalpasi pada semua
ekstremitas, dan nadi yang tidak sama seharusnya menimbulkan kecurigaan untuk
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
aritmia, iskemia akut atau infark. Urinalisis harus dilakukan untuk menilai
hematuria dan proteinuria. Profil basal metabolik termasuk nitrogen urea dan serum
kreatinin darah penting untuk menilai disfungsi ginjal. Biomarker jantung juga
2. Pemeriksaan Radiografik
Pasien yang datang dengan perubahan status mental atau defisit neurologis
fokal harus melewati pemeriksaan Computed Tomography (CT) otak untuk menilai
adanya perdarahan atau infark. X-Ray dada sering dilakukan untuk menilai adanya
edema pulmonal. Jika dicurigai adanya diseksi aorta (berdasarkan riwayat nyeri
dada, nadi yang tidak sama dan/atau pelebaran mediastinum pada X-Ray dada),
Tatalaksana
tekanan darah secepat dan seaman mungkin yang disesuaikan dengan keadaan
Obat yang ideal untuk keadaan ini adalah obat yang mempunyai sifat
efek yang tidak tergantung kepada sikap tubuh dan efek samping minimal.
<25% semula dalam waktu kurang dari 1 jam dengan menggunakan agen
hingga mencapai 160/100-110 mmHg. Jika masih tetap stabil, turunkan tekanan
darah hingga sesuai target dalam 24 – 48 jam. Khusus pada diseksi aorta tanpa
syok, target tekanan darah sistolik 120 mmHg harus dicapai dalam 20 menit 16.
pemakaian, kebiasaan suatu institusi dan selera dari dokter itu sendiri. Medikasi
yang diberikan sebaiknya per parenteral (Infus drip, bukan injeksi). Obat yang
Biasa Mendesak
Tekanan > 180/110 > 180/110 > 220/140
darah
(mmHg)
Gejala Sakit kepala, Sakit kepala Sesak napas, nyeri dada,
kecemasan; hebat, sesak napas kacau, gangguan
sering kali tanpa kesadaran
gejala
Pemeriksaan Tidak ada Kerusakan organ Ensefalopati, edema
Fisik kerusakan organ target; muncul paru, gangguan fungsi
target, tidak ada klinis penyakit ginjal, CVA, iskemia
penyakit kardiovaskuler, jantung
kardiovaskular stabil
Terapi Awasi 1-3 jam; Awasi 3-6 jam; Pasang jalur IV, periksa
memulai/teruskan obat oral laboratorium standar,
obat oral, berjangka kerja terapi obat IV
naikkan dosis pendek
daftar obat hipertensi parenteral yang dapat dipakai dapat dilihat pada tabel 4.
dan vena. Obat ini mudah dititrasi dan efeknya reversibel. Bagaimanapun,
hipertensi. Juga, pada pasien dengan penyakit arteri koroner, obat ini dapat
coba acak terkontrol yang berskala besar di antara pasien dengan infark
peningkatan mortalitas. Karena obat ini merupakan obat yang sangat poten
dengan onset aksi cepat dan waktu paruh pendek, obat ini harusnya hanya
dalam bentuk tiosiat membutuhkan fungsi hepar dan renal yang adekuat.
hemodinamik invasif yang aktif dengan garis arterial, obat ini tidak sering
dilator arteriolar hanya pada penggunaan dosis tinggi. Obat ini menurunkan
tekanan darah dengan mengurangi preload dan after load pada dosis tinggi.
ini sering menjadi obat pilihan pada hipertensi emergensi yang berhubungan
kerja cepat yaitu dalam 2-5 menit setelah pemberian lewat IV dan berefek
hingga sekitar 2-4 jam. Labetalol dapat diberikan secara bolus dan injeksi
nya. Obat ini menurunkan resistensi vaskuler sistemik total, namun menjaga
emergensi yang disebabkan kehamilan karena lipidnya dapat larut dan tidak
melewati plasenta.
blocker generasi kedua. Obat ini bekerja pada L-type voltage gated calcium
blocker generasi ketiga, yang diakui oleh FDA pada tahun 2008 untuk
stroke volume dan cardiac output. Clevidipine memiliki onset dan offset
kerja yang cepat (< 1 menit) dan mudah dititrasi. Obat ini dimetabolisme
menjadi bentuk tidak aktif oleh esterase dalam darah dan jaringan
dosis pada pasien dengan disfungsi renal dan hepar. Clevidipine menjadi
jantung.
oleh penurunan tekanan darah yang mendadak, dengan efek yang bertahan
diprediksi dan sulitnya titrasi. Obat ini juga sering digunakan pada
kehamilan yang berkaitan dengan krisis hipertensi karena obat ini tidak
dengan penyakit payah jantung, maka memerlukan pemilihan obat yang tepat
mungkin
labetalol jam
labetalol jam
Kelebihan Phentolamine, labetalol 10% -15% dalam 1-2
Katekolamin jam
Ensefalopati jam
jam
Tabel 10. Obat yang dipilih untuk Hipertensi darurat dengan komplikasi 20.
I. Jantung
Penyakit jantung merupakan penyebab yang tersering menyebabkan
kematian pada pasien hipertensi. Penyakit jantung hipertensi merupakan
hasil dari perubahan struktur dan fungsi yang menyebabkan pembesaran
jantung kiri disfungsi diastolik, dan gagal jantung.5
II. Otak
Hipertensi merupakan faktor risiko yang penting terhadap infark dan
hemoragik otak. Sekitar 85 % dari stroke karena infark dan sisanya karena
hemoragik. Insiden dari stroke meningkat secara progresif seiring dengan
peningkatan tekanan darah, khususnya pada usia > 65 tahun. Pengobatan
pada hipertensi menurunkan insiden baik stroke iskemik ataupun stroke
hemorgik.5
III. Ginjal
Hipertensi kronik menyebabkan nefrosklerosis, penyebab yang sering
terjadi pada renal insufficiency. Pasien dengan hipertensif nefropati, tekanan
darah harus 130/80 mmHg atau lebih rendah, khususnya ketika ada
proteinuria.5
Prognosis
Penyebab kematian tersering adalah stroke (25%) , gagal ginjal (19%) dan
gagal jantung (13%). Prognosis menjadi lebih baik apabila penanganannya tepat
dan segera.
BAB III
KESIMPULAN
Hipertensi merupakan penyakit yang sangat umum ditemui dan dikenal
sebagai penyakit kardiovaskular dimana penderita memiliki tekanan darah diatas
normal. Faktor risiko untuk terjadinya hipertensi dapat dibagi menjadi 2 yaitu faktor
yang dapat dimodifikasi dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak
dapat dimodifikasi antara lain usia, jenis kelamin, riwayat keluarga, dan faktor
genetik. Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi tergantung dari gaya hidup
pasien.
Hipertensi emergensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik > 180 mmHg
atau diastolik > 120 mmHg secara mendadak disertai kerusakan target organ yang
bersifat progresif, Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab
gagal jantung, gagal ginjal serta penyakit serebrovaskular. Hipertensi emergensi
harus ditanggulangi sesegera mungkin (dalam menit sampai jam) agar dapat
mencegah/membatasi kerusakan target organ yang terjadi dengan memberikan
obat-obatan anti hipertensi intravena. Target terapi hipertensi emergensi ialah Mean
Arterial Pressure (MAP) <25% semula dalam waktu kurang dari 1 jam dengan
menggunakan agen parenteral.
DAFTAR PUSTAKA
1. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, Izzo JL,
et al. Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood
Pressure. Hypertension. 2003; 42: 1206–52.
2. Devicaesaria, Asnelia, dkk. 2014. Hipertensi Krisis. Medicinus Scientific
Journal of Pharmaceutical Development and Medical Application. Vol.27,
No.3. Edition December 2014.
3. Herlianita, Risa. 2010. Krisis Hipertensi. Program Studi Diploma III
Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Malang.
4. Cowley AW Jr. The genetic dissection of essential hypertension. Nat Rev
Genet. 2006 Nov; 7(11):829–40. [PMID: 17033627].
5. Kasper, Braunwald, Fauci, et al. Harrison’s principles of internal medicine
17th edition. New York: McGrawHill: 2008
6. KJ Isselbacher, Eugene Braunwald, Dennis L Kasper, Eugene B. Section 4:
Heart Failure, Acute Pulmonary Edem In. Harrison’s Principles of Internal
Medicine, edisi 18, editor Douglas L dkk. America. McGraw-Hill. 2012.
p.1901-1916
7. Roesma J. Bab 175: krisis hipertensi, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, edisi 5, editor Sudoyo A.W dkk. Jakrta: Interna Publishing. 2009.
p.1103-1104.
8. Houston M. Handbook of Hypertension edition 2. Tennessee: Wiley
Blackwell. 2006. p. 61-62.
9. World Health Organization (WHO). A Global Brief on Hypertension: Silent
Killer, Global Public Health Crisis [Internet]. 2013 [diakses pada 15
November 2015]. Tersedia dari:
http://chronicconditions.thehealthwell.info/search-results/global-brief-
hypertension-silent-killer-global-public-health-crisis?source=relatedblock
10. Setiawan, Zamhir. Karakteristik sosiodemografi sebagai faktor resiko
hipertensi studi ekologi di pulau Jawa tahun 2004 [Tesis].Jakarta: Program
Studi Epidemiologi Program Pasca Sarjana FKM-UI; 2006
11. Hasurungan, JA.Faktor-faktor yang berhubungan dengan hipertensi pada
lansia di Kota Depok tahun 2002 [Tesis]. Jakarta:Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia; 2002.
12. Thomas M. Habermann, , Amit K. Ghosh. Mayo Clinic Internal Medicine
Concise Textbook. 1st edition. Canada: Mayo Foundation for Medical
Education and Research: 2008.
13. Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular Departemen Kesehatan
RI. Pedoman Teknis Penemuan dan Tatalaksana Penyakit Hipertensi. 2006.
14. Norman M. Kaplan. Kaplan's Clinical Hypertension 9th edition.
Philadelphia, USA: Lippincott Williams & Wilkins: 2006
15. Roesma, Jose, dkk. 2009. Krisis Hipertensi. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid II. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FK UI ; 2009. P.
2302 – 2303.
16. Tanto, Chris, dkk. 2014. Krisis Hipetensi. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid
II. Edisi IV. Jakarta : Media Aesculapius, 2014. Hal. 642 – 644.
17. Marik PE, Varon J. 2007. Hypertensive Crises: Challenges and
Management. Chest 131: 1949-1962.
18. James PA, Oparil S, Carter BL et al. 2014 Evidence-Based Guideline for
the Management of High Blood Pressure in Adults Report From the Panel
Members Appointed to the Eighth Joint National Committee (JNC 8).
JAMA: 2013.
19. Chobanian AV, Bakris GL, Black HR, Cushman WC, Green LA, et al. 2003.
Seventh Report of the Joint National Committee on prevention, detection,
evaluation and treatment of high blood pressure. Hypertension 42: 1206-
1252.
20. Vaidya CK, Ouellette CK. 2009. Hypertensive Urgency and Emergency.
Hospital Physician 2009:43-50.
21. Basuki B, Setianto B. Age, body posture, daily working load – past
antihypertensive drugs and risk of hypertension: a rural Indonesia study.
Med J Indon. 2001; 10(1): 29-33.
22. Kaplan NM. Clinical hypertension. 8th ed. Lippincott: Williams & Wilkins;
2002.
23. Rahajeng E, Tuminah S. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia: 2009; 59 (12): 580-7.