Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS

SIROSIS HATI dengan


trombositopenia

Disusun oleh:
Nama

: Abdul Azis

NPM/Kel

: 15710074/C1

Pembimbing:
dr. Nisvi Dewi, Sp.PD

SMF ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA
RSUD SIDOARJO
2016

LAPORAN KASUS
SIROSIS HATI DENGAN TROMBOSITOPENIA

Oleh:
Abdul Azis
NPM: 15710074

Mengetahui:
Sidoarjo, 20 04 - 2016
Pembimbing

dr. Nisvi Dewi, Sp.PD

BAB I

PENGKAJIAN

A. Identitas Penderita
Nama penderita : Ny. N J
Umur
: 61 tahun
Jenis kelamin
: Perempuan
Alamat
: Sono 3/5 Sidokerto, Buduran - Sidoarjo
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Ibu rumah tangga
Pendidikan
: SMA
Suku/ Bangsa
: Jawa/ Indonesia
Status
: Sudah menikah
Tanggal MRS
: 7 April 2016
No rekam medis : 1763563
B. Anamnesis
1. Keluhan utama: Nyeri perut
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien mengeluh nyeri perut pada daerah ulu hati dan kanan atas
sudah 5 hari yang lalu. Sebelumnya pasien merasa mual-mual sudah 2
minggu dan sempat muntah darah 1 kali. Setelah muntah darah pasien
mengeluh badannya lemes, penglihatan kabur dan hampir pingsan. Tidak
ada keluhan demam. Pasien mengatakan pernah BAB warna hitam satu
bulan sebelumnya, dengan riwayat hemoroid disangkal. Namun sekarang
BAB pasien normal tidak ada diare, tapi pasien mengatakan kencingnya
berwarna seperti teh. Pasien juga mengatakan mata dan kulitnya berubah
warna menjadi kekuningan. Tidak ada gusi berdarah atau mimisan. Pasien
juga mengeluh nafsu makan menurun dan terjadi penurunan berat badan
sebulan terakhir. Selain itu pasien juga mengeluh batuk berdahak, sesak,
pusing, serta mengeluh kedua kakinya bengkak.
3. Riwayat penyakit dahulu

a. Pasien pernah MRS 3 tahun yang lalu dengan keluhan yang sama di
RS Siti Hajar
b. Pasien mempunyai riwayat asma sejak remaja
c. Tidak ada riwayat kencing manis
d. Tidak ada riwayat tekanan darah tinggi
e. Alergi: 4. Riwayat penyakit Keluarga
a. Ibu pasien juga menderita asma, namun tidak ada yang sakit seperti
keluhan pasien saat ini
b. Hipertensi : c. DM
:5. Riwayat pengobatan
Pasien sering mengkonsumsi obat pusing beli di warung
6. Riwayat sosial
a. Kebiasaan makan sehari-hari: nafsu makan menurun
b. Merokok: c. Alkohol: d. Jarang olahraga
e. Suka makanan berlemak
C. Pemeriksaan Fisik
1. Status generalis
a. Keadaan umum: Lemah
b. Kesadaran: Compos mentis
c. GCS: 4, 5, 6
d. Vital sign:
TD
: 120/80 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,6o C
RR
: 22 x/menit
e. Kepala:
1) Anemis : +
2) Ikterus
:+
3) Sianosis : 4) Dyspneu : +
f. Leher:
1) Pemebesaran KGB: 2) Distensi vena jugularis: g. Thoraks
1) Cor
a) Inspeksi
: iktus cordis (-)
b) Palpasi
: iktus cordis (-), Thrill (-)
c) Perkusi
: Dalam batas normal
d) Auskultasi
: S1 S2 TR, murmur (-), Gallop (-)
2) Pulmo

a) Inspeksi

: bentuk dada simetris ka/ki


Retraksi otot pernapasan (+)
b) Palpasi
: Gerakan dada simetris ka/ki
Femitus suara simetris ka/ki
c) Perkusi
: Sonor di kedua lapang paru
d) Auskultasi
: Suara vesikuler di kedua lapang paru
Suara tambahan Whesing +/+, Ronkhi +/+
h. Abdomen: di status lokalis
i. Ekstremitas:
1) Ekstremitas superior: Akral hangat +/+, Edema -/2) Ekstremitas inferior: Akral hangat +/+, edema +/+
2. Status lokalis
Abdomen
a) Inspeksi : Perut tampak membuncit
Tampak spider naevi
b) Auskultasi : Bising usus (+) normal
c) Perkusi

: Redup (+)
Shifting dullness (+) Acites
Undulasi (+)

d) Palpasi

: Nyeri tekan pada daerah epigastrium dan


hipokondrium dextra
Pembesaran hepar (-)
Pembesaran lien (-)
Flank test (-)

D. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah lengkap
a. WBC
: 2,93
b. RBC
: 2,09
c. HB
: 7,3
d. HCT
: 22,2
e. PLT
: 50
2. Kimia Klinik
a. GDA
: 143
b. BUN
: 6,6
c. SC
: 0,9
d. Albumin : 2,4
e. Globulin : 3,7
f. SGOT
: 50

(4,8 10,8 103/uL)


(4,2 6,1 106/uL)
(12 18 g/dL)
(37 52 %)
(150 450 103/uL)
(< 140 mg/dL)
(6 - 23 mg/dL)
(0,5 0,9 mg/dL)
(3,97 4,94 g/dL)
(2 3,6 g/dL)
(< 32 U/L)

g. SGPT
: 18
(< 33 U/L)
h. Bilirubin Direk: 1,82
(< 0,3 mg/dL)
i. Bilirubin Total: 3,83
(< 1,2 mg/dL)
j. Total protein: 6,1
(6,6 8,7 g/dL)
3. Serum Elektrolit
a. Na
: 135
(137 145 mmol/L)
b. K
: 4,1
(3,6 5,0 mmol/L)
c. Cl
: 102
(98 - 107 mmol/L)
E. Diagnosis
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
didapatkan kesimpulan diagnosis:
Sirosis hepatis + Acites + Anemia + Trombositopenia + Hematemesis + Post
Melena + Asma attack + Infeksi sekunder + Hipoalbumin + Susp. Spontan
bacterial peritonitis + Susp. Encephalopathy hepatikum
F. Penatalaksanaan
1. Terapi:
Inf Comusin hepar
7 tts/menit
Inj Ranitidine
2 x 1 amp
Inj Ondansetron
3 x 8 mg
Inj Antrain
3 x 1 amp
Inj Lasix
1 x 1 amp
Tranf PRC 2 bag/hari sampai HB >= 10 g/dl
Albumin 20%
P.O Spironolacton 1 x 100 mg
P.O Propanolol
2 x 20 mg
Nebulizer Ventolin
3 x 1 hari
2. Planning Dx:
USG abdomen
Marker hepatitis (IgM anti-HAV, HbsAg, Anti HCV)
Thorax X-ray
Endoscopy
EKG
Urine lengkap
3. Monitoring:
Obs TTV
DL serial
Pantau Albumin
Electrophoresis Protein
Alkali Fosfat
Hapusan darah tepi

4. Edukasi:
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang

dideritanya
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang makanan yang harus

dikonsumsi
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang tindakan yang akan

kita lakukan
Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang komplikasi penyakit

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan
difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat,
degenerasi dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauan dalam
susunan parenkim hati (Mansjoer, 2001).
Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan
adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan
adanya proses peradangan nekrosis sel hati yang luas. Pembentukan jaringan
ikat dan usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan menimbulkan
perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak teratur akibat penambahan
jaringan ikat dan nodul tersebut (Smeltzer, 2002).
Sirosis hepatis adalah penyakit hati kronis yang tidak diketahui
penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan
stadium akhir dari penyakit hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati
(Sujono, 2002).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa


sirosis hati adalah penyakit hati kronis yang ditandai oleh adanya peradangan
difus pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi dan
regenerasi sel hati disertai nodul dan merupakan stadium akhir dari penyakit
hati kronis dan terjadinya pengerasan dari hati.
B. Anatomi Hati
Hati merupakan organ terbesar pada tubuh, menyumbang sekitar 2
persen berat tubuh total, atau sekitar 1,5 kg pada rata-rata manusia dewasa.
Unit fungsional dasar hati adalah lobulus hati, yang terbentuk silindris dengan
panjang beberapa milimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter (Ethel,
2003).
Hati manusia mengandung 50.000 sampai 100.000 lobulus. Lobulus
hati terbentuk mengelilingi sebuah vena centralis yang mengaliri vena
hepatika dan kemudian ke vena cava. Lobulus sendiri dibentuk terutama dari
banyak lempeng sel hati yang menyebar dari vena sentralis seperti jeruji roda.
Masing-masing lempeng hati tebalnya dua sel, dan diantara yang berdekatan
terdapat kanalikuli biliaris kecil yang mengalir ke ductus biliaris di dalam
septum fibrosa yang memisahkan lobulus hati yang berdekatan (Guyton dan
Hall, 2007).
Di dalam septum terdapat venula porta kecil yang menerima darah
terutama dari vena saluran pencernaan melalui vena porta. Dari venula ini
darah mengalir ke sinusoid hati gepeng dan bercabang yang terletak diantara
lempeng-lempeng hati dan kemudian ke vena sentralis. Dengan demikian, sel
hati terus menerus terpapar dengan darah vena porta. Arteriol hati juga
ditemui di dalam septum interlobularis. Arteriol ini menyuplai darah arteri ke

jaringan septum diantara lobulus yang berdekatan, dan banyak arteriol kecil
juga mengalir langsung ke sinusoid hati, paling sering berlokasi pada sepertiga
jarak ke septum interlobularis (Guyton dan Hall, 2007).
Selain sel-sel hati, sinusoid vena dilapisi oleh dua tipe sel yang lain:
(1) sel endotel khusus dan (2) sel Kupffer besar (juga disebut sel
retikuloendotelial), yang merupakan makrofag residen yang melapisi sinusoid
dan mampu memfagositosis bakteri dan benda asing lain di dalam darah sinud
hepatikus. Lapisan endotel sinusoid vena mempunyai pori-pori yang sangat
besar, beberapa diantaranya berdiameter hampir 1 mikrometer. Di bawah
lapisan ini, terletak diantara sel endotel dan sel hepar, terdapat ruang jaringan
yang sangat sempit yang disebut ruang Disse yang juga dikenal sebagai ruang
perisinusoidal. Jutaan ruang Disse menghubungkan pembulu limfe di dalam
septum interlobularis. Oleh karena itu, kelebihan cairan di dalam ruang ini
dikeluarkan melalui aliran limfatik. Karena besarnya pori di endotel, zat di
dalam plasma bergerak bebas ke dalam ruang Disse. Bahkan banyak protein
berdifusi dengan bebas ke ruang ini (Guyton dan Hall, 2007).

C. Fungsi Hepar
Hati melakukan banyak fungsi berbeda namun tetap merupakan organ
tersendiri, dan berbagai fungsinya tersebut saling berhubungan satu sama lain.

Hal ini terutama terbukti pada kelainan hati karena banyak fungsinya
terganggu secara bersamaan. Berikut adalah fungsi utama hati (Guyton dan
Hall, 2007), meliputi:
a. Sekresi, hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan
absorbsi lemak.
b. Metabolisme karbohidrat, protein, lemak, hormon, dan zat kimia asing.
1) Hati berperan penting dalam mempertahankan homoestatik gula
darah. Hati menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan
mengubahnya kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh.
2) Hati mengurai protein dari sel-sel tubuh dan sel darah merah
yang rusak. Organ ini membentuk urea dari asam amino berlebih
dan sisa nitrogen.
3) Hati menyintesis lemak dari karbohidrat dan protein, dan terlibat
dalam penyimpanan dan pemakaian lemak.
4) Hati menyintesis unsur-unsur pokok membran sel (lipoprotein,
kolesterol, dan fosfolipid)
5) Hati menyintesis protein plasma dan faktor-faktor pembekuan
darah. Organ ini juga menyintesis bilirubin dari produk
penguraian hemoglobin dan mengeluarkan ke dalam empedu.
c. Penyimpanan. Hati menyimpan mineral, seperti zat besi, tembaga, serta
vitamin larut lemat (A, D, E, dan K). Hati menyimpan toksin tertentu
(misalnya peptisida) serta obat yang tidak dapat diuraikan dan
diekskresikan.
d. Detoksifikasi. Hati melakukan inaktivasi hormon dan detoksifikasi toksin
dan obat. Hati memfagosit eritrosit dan zat asing yang terdisintegrasi
dalam darah.
e. Produksi panas. Berbagai aktivitas kimia dalam hati menjadikan hati
sebagai sumber utama panas tubuh terutama saat tidur.

f. Penyimpanan darah. Hati merupakan reservoar untuk sekitar 30% curah


jantung dan bersama-sama dengan limpa mengatur volume darah yang
diperlukan tubuh.
Hati mengeluarkan obat-obatan, hormon, dan zat lain. Medium kimia
yang aktif dari hati dikenal kemampuannya dalam melakukan detoksifikasi
atau ekskresi berbagai obat-obatan, meliputi sulfonamid, penisilin, ampisilin,
dan eritromisin ke dalam empedu (Guyton dan Hall, 2007).
D. Etiologi Sirosis Hati
Menurut (Mansjoer, 2001), penyebab sirosis hepatis antara lain :
1. Malnutrisi
2. Alkoholisme
3. Virus hepatitis
4. Kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatika
5. Penyakit Wilson (penumpukan tembaga yang berlebihan bawaan)
6. Hemokromatosis (kelebihan zat besi)
7. Zat toksik
E. Klasifikasi Sirosis Hati
1. Secara klinis sirosis hati dibagi menjadi:
a. Sirosis hati kompensata, yang berarti belum adanya gejala klinis yang
nyata
b. Sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan tanda klinik
yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses
hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaanya secara
klinis, hanya dapat dibedakan melalui biopsi hati. (Tarigan, 2001)
2. Secara morfologi membagi Sirosis hati bedasarkan besar kecilnya nodul,
yaitu:
a. Makronoduler, nodul bervariasi dengan nodul diameter > 3 mm.
Penyebabnya antara lain: hepatitis kronik B dan C, defisiensi alfa 1
antitripsin, sirosis bilier primer.

b. Mikronoduler, nodul berbentuk uniform, diameter kurang 3 mm.

Penyebabnya antara lain: alkohol, hemokromatosis, obstruksi biliier,


obstruksi vena hepatika.
c. Kombinasi antara bentuk makronoduler dan mikronoduler. (Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, 2015)

3. Menurut seorang ahli penyakit hati, membagi penyakit sirosis hati atas:
a. Sirosis post nekrotik, atau sesuai dengan bentuk sirosis makronoduler

atau sirosis toksik atau subcute yellow, atrophy cirrhosis yang


terbentuk karena banyak terjadi jaringan nekrose.
b. Nutrisional cirrhosis , atau sesuai dengan bentuk sirosis mikronoduler,
sirosis alkoholik, Laennecs cirrhosis atau fatty cirrhosis. Sirosis
terjadi sebagai akibat kekurangan gizi, terutama faktor lipotropik.
c. Sirosis post hepatic, sirosis yang terbentuk sebagai akibat setelah
menderita hepatitis. (Tarigan, 2001)
F. Patofisiologi
Meskipun ada beberapa faktor yang terlibat dalam etiologi sirosis,
konsumsi minuman beralkohol dianggap sebagai faktor penyebab yang utama.
Sirosis terjadi dengan frekuensi paling tinggi pada peminum minuman keras.
Meskipun defisiensi gizi dengan penurunan asupan protein turut menimbulkan
kerusakan hati pada sirosis, namun asupan alkohol yang berlebihan
merupakan faktor penyebab yang utama pada perlemakan hati dan
konsekuensi yang ditimbulkannya. Namun demikian, sirosis juga pernah
terjadi pada individu yang tidak memiliki kebiasaan minum minuman keras
dan pada individu yang dietnya normal tetapi dengan konsumsi alkohol yang
tinggi (Sujono, 2002).

Sebagian individu tampaknya lebih rentan terhadap penyakit ini


dibanding individu lain tanpa ditentukan apakah individu tersebut memiliki
kebiasaan meminum minuman keras ataukah menderita malnutrisi. Faktor
lainnya dapat memainkan peranan, termasuk pajanan dengan zat kimia
tertentu (karbon tetraklorida, naftalen terklorinasi, asen atau fosfor) atau
infeksi skistosomiasis yang menular. Jumlah laki-laki penderita sirosis adalah
dua kali lebih banyak daripada wanita, dan mayoritas pasien sirosis berusia
40-60 tahun (Smeltzer, 2002).
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laennec ditandai
oleh pembentukan jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang
uniform, dan sedikit nodul regeneratif. Sehingga kadang-kadang disebut
sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula diakibatkan oleh cedera
hati lainnya. Tiga lesi utama akibat induksi alkohol adalah perlemakan hati
alkoholik, hepatitis alkoholik, dan sirosis alkoholik (Tarigan, 2001).
G. Tanda dan Gejala Klinis
1. Beberapa keluhan dan gejala yang sering timbul pada sirosis (Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam, 2015), antara lain adalah:
a. Ikterus
b. Rasa capek, mudah lelah, dan lemas
c. Nafsu makan menurun
d. Gatal
e. Penurunan berat badan
f. Mual dan muntah
g. Nyeri perut
h. Hematemesis
i. Melena
j. Didapatkan encephalopati (penurunan kesadaran)
2. Pemeriksaan Fisik (Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Soetomo
Surabaya, 2008)
a. Hepatomegali dan atau splenomegali
b. Spider naevi
c. Ikterus

d. Erythema palmaris
e. Acites
f. Bengkak pada tungkai bawah
H. Pemeriksaan Penunjang
Berikut merupakan pemeriksaan penunjang yang bisa digunakan
untuk mengetahui adanya sirosis hati (Sujono, 2002), diantaranya adalah:
1. Urine
Didalam urine terdapat urobilinogen juga terdapat bilirubin bila
penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites , maka ekskresi Na dalam
urine berkurang (urine kurang dari 4 meq/l) menunjukkan kemungkinan telah
terjadi syndrome hepatorenal.
2. Tinja
Didalam tinja terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen. Pada penderita
dengan ikterus, ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak
terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu
pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.

3. Darah
Pada pemeriksaan darah lengkap biasanya dijumpai normostik
normokronik anemia yang ringan, kadang-kadang dalam bentuk makrositer
yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena
splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan
gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi. Juga dijumpai
likopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.
4. Tes Faal Hati
Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati, lebih lagi
penderita yang sudah disertai tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis
globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal tiap hari
akan diproduksi 10-16 gr albumin, pada orang dengan sirosis hanya dapat
disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. 9 Kadar normal albumin dalam darah 3,5-

5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui
proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal
albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga
termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati
secara dini.
5. Ultrasonografi (USG), CT-Scan, MRI,
Pemeriksaan ini banyak dimanfaatkan untuk mendeteksi kelainan di
hati, termasuk sirosis hati. Gambaran USG tergantung pada tingkat berat
ringannya penyakit. Pada tingkat permulaan sirosis akan tampak hati
membesar, permulaan irregular, tepi hati tumpul, . Pada fase lanjut terlihat
perubahan gambar USG, yaitu tampak penebalan permukaan hati yang
irregular. Sebagian hati tampak membesar dan sebagian lagi dalam batas
nomal.
6. Endoscopy
Varises esophagus dapat ditemukan pada pemeriksaan endoskopi. Bila
ditemukan varises kecil, endoscopi di ulang dalam waktu satu tahun.
I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sirosis hati antara lain adalah (Tarigan, 2001):
1. Pasien dalam keadaan kompensasi hati yang baik cukup dilakukan kontrol

yang teratur, istirahat yang cukup, susunan diet tinggi kalori tinggi protein,
lemak secukupnya.
2. Pasien sirosis dengan penyebab yang diketahui seperti :
a. Alkohol dan obat-obatan dianjurkan menghentikan penggunaannya.
Alkohol akan mengurangi pemasukan protein ke dalam tubuh. Dengan
diet tinggi kalori (300 kalori), kandungan protein makanan sekitar 7090 gr sehari untuk menghambat perkembangan kolagenik dapat dicoba
dengan pemberian D penicilamine dan Cochicine.
b. Hemokromatis

Dihentikan pemakaian preparat yang mengandung besi/ terapi kelasi


(desferioxamine). Dilakukan vena seksi 2x seminggu sebanyak 500 cc
selama setahun.
c. Pada hepatitis kronik autoimun diberikan kortikosteroid.
3. Terapi terhadap komplikasi yang timbul (Tarigan, 2001)
a. Asites
Tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak
5,2 gram/ hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat-obatan
diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100200 mg sekali sehari. Respons diuretik bisa dimonitor dengan
penurunan berat badan 0,5 kg/ hari, tanpa adanya edema kaki atau 1
kg/ hari dengan adanya edema kaki. Pada pemberian spironolakton
tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40
mg/ hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosisnya bila tidak ada
respons, maksimal dosisnya 160 mg/ hari. Parasentesis dilakukan bila
asites sangat besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan
dilindungi dengan pemberian albumin.
b. Perdarahan varises esofagus (hematemesis, hematemesis dengan
melena atau melena saja)
1) Lakukan aspirasi cairan lambung yang berisi darah untuk
mengetahui apakah perdarahan sudah berhenti atau masih
berlangsung.
2) Bila perdarahan banyak, tekanan sistolik dibawah 100 mmHg, nadi
diatas 100 x/menit atau Hb dibawah 99% dilakukan pemberian
IVFD dengan pemberian dextrose/ salin dan tranfusi darah
secukupnya.

3) Diberikan vasopresin 2 amp 0,1 gr dalam 500cc D5% atau normal


salin pemberian selama 4 jam dapat diulang 3 kali.
c. Ensefalopati
1) Dilakukan koreksi faktor pencetus seperti pemberian KCL pada
hipokalemia.
2) Mengurangi pemasukan protein makanan dengan memberi diet
sesuai.
3) Aspirasi cairan lambung bagi pasien yang mengalami perdarahan
pada varises.
4) Pemberian antibiotik Ampisilin/ Sefalosporin pada keadaan infeksi
sistemik.
5) Transplantasi hati.
d. Peritonitis bakterial spontan
Diberikan antibiotik pilihan seperti cefotaksim, amoxicillin,
aminoglikosida.
e. Sindrom hepatorenal/ nefropatik hepatik
Mengatur keseimbangan cairan dan garam.
J. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis hati (Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, 2015):
1. Perdarahan varises esofagus
Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi serius yang
sering terjadi akibat hipertensi portal. 20 sampai 40% pasien sirosis
dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka
kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam
waktu satu tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi
varises ini dengan beberapa cara. Resiko kematian akibat perdarahan
varises esofagus tergantung pada tingkat keparahan dari kondisi hati
dilihat dari ukuran varises, adanya tanda bahaya dari varises dan

keparahan penyakit hati.37 Penyebab lain perdarahan pada penderita


sirosis hati adalah tukak lambung dan tukak duodeni.
2. Ensefalopati hepatikum
Disebut juga koma hepatikum. Merupakan kelainan neuropsikiatrik
akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur (insomnia dan
hipersomnia), selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut
sampai koma.1 Timbulnya koma hepatikum akibat dari faal hati yang
sudah sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan fungsinya sama
sekali. Koma hepatikum dibagi menjadi dua, yaitu: Pertama koma
hepatikum primer, yaitu disebabkan oleh nekrosis hati yang meluas dan
fungsi vital terganggu seluruhnya, maka metabolism tidak dapat berjalan
dengan sempurna. Kedua koma hepatikum sekunder, yaitu koma
hepatikum yang timbul bukan karena kerusakan hati secara langsung,
tetapi oleh sebab lain, antara lain karena perdarahan, akibat terapi terhadap
asites, karena obat-obatan dan pengaruh substansia nitrogen.
3. Peritonitis bakterialis spontan
Peritonitis bakterialis spontan yaitu infeksi cairan asites oleh satu
jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya
pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.
4. Sindroma hepatorenal
Keadaan ini terjadi pada penderita penyakit hati kronik lanjut,
ditandai oleh kerusakan fungsi ginjal dan abnormalitas sirkulasi arteri
menyebabkan vasokonstriksi ginjal yang nyata dan penurunan GFR.37
Dan dapat terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oliguri, peningkatan
ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal.
5. Karsinoma hepatoseluler

Karsinoma hepatoseluler berhubungan erat dengan 3 faktor yang


dianggap merupakan faktor predisposisinya yaitu infeksi virus hepatitis B
kronik, sirosis hati dan hepatokarsinogen dalam makanan.38 Meskipun
prevalensi dan etiologi dari sirosis berbeda-beda di seluruh dunia, namun
jelas bahwa di seluruh negara, karsinoma hepatoseluler sering ditemukan
bersama sirosis, terutama tipe makronoduler.
6. Asites
Penderita sirosis hati disertai hipertensi portal memiliki sistem
pengaturan volume cairan ekstraseluler yang tidak normal sehingga terjadi
retensi air dan natrium. Asites dapat bersifat ringan, sedang dan berat.
Asites berat dengan jumlah cairan banyak menyebabkan rasa tidak nyaman
pada abdomen sehingga dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
7. Trombositopenia
Trombosit merupakan komponen darah yang mempunyai fungsi
homeostasis. jumlah trombosit yang ada dalam sirkulasi darah normalnya
berada dalam kesetimbangan antara destruksi, dan produksi dalam
sumsum tulang. Trombositopenia merupakan salah satu kelainan darah
yang paling sering ditemukan pada sirosis hati.
Mekanisme terjadinya trombositopenia ini secara klasik diduga
akibat adanya pooling dan percepatan penghancuran trombosit akibat
pembesaran dan kongesti limfa yang patologis yang disebut
hipersplenisme. Namun dari pengalaman klinis, banyak pasien sirosis hati
dengan splenomegali memiliki jumlah trombosit normal. Sebaliknya
banyak diantara mereka mengalami trombositopenia tanpa adanya
pembesaran limfa. Sehingga muncul dugaan bahwa ada mekanisme lain
dalam pathogenesis terjadinya trombositopenia pada sirosis hati.

Trombopoesis merupakan proses yang dipengaruhi oleh berbagai


faktor, seperti sitokin dan trombopoetin. Trombopoetin merupakan hormon
glikoprotein yang dihasilkan oleh hepatosit, sedikit pada ginjal, limfa,
paru, sumsum tulang dan otak. Trombopoetin adalah pengatur utama
produksi trombosit. Trombopoetin bekerja dengan cara menstimulasi
megakariopoesis dan maturasi trombosit. Kerusakan hati akan
mempengaruhi pembentukan trombopoetin sehingga mengakibatkan
gangguan keseimbangan antara destruksi dan produksi trombosit dengan
akibat trombositipenia. Hal ini dibuktikan oleh Goulis dkk yang
melakukan penelitian pada 23 pasien dewasa dengan sirosis hati yang
menjalani transplantasi hati dibandingkan dengan 21 pasien normal.
Setelah dilakukan transplantasi hati didapatkan peningkatan jumlah
trombopoetin dan jumlah trombosit yang bermakna dibandingkan saat
sebelum transplantasi (Olariu, 2010).

K. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor,
meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang
menyertai. Prognosis sirosis hati dapat diukur dengan kriteria Child-TurcottePugh. Kriteria Child-Turcotte-Pugh merupakan modifikasi dari kriteria ChildPugh, banyak digunakan oleh para ahli hepatologi saat ini. Kriteria ini
digunakan untuk mengukur derajat kerusakan hati dalam menegakkan
prognosis kasus-kasus kegagalan hati kronik (Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam, 2015).

DAFTAR PUSTAKA

Guyton Arthur C. dan Jhon E. Hall.2007.Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:


EGC
Ethel Sloane.2003.Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula.Jakarta:EGC
Smeltzer C. Suzanne dan brunner.2002.buku ajar keperawatan medikal
bedah.EGC: Jakarta
Tarigan, P. 2001.Buku ajar penyakit dalam.jilid 1 edisi 3 sirosis hati. Jakarta:
Balai penerbit FKUI
Mansjoer, A. 2001. Kapita selekta kedokteran.edisi 3 jilid I. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI
Pedoman Diagnosis dan Terapi. SMF ilmu penyakit dalam. Edisi 3.2008. RSUD
Soetomo Surabaya
Olariu M, Olariu C, Olteanu D. Thrombocytopenia in chronic hepatitis C.J.
Gastrointestin Liver Dis 2010;19:381-385
Sujono, Hadi.2002. Gastroenterologi. Bandung: PT Alumni Bandung
Buku ajar ilmu penyakit dalam, Fakultas kedokteran universitas airlangga RS
pendidikan Dr. Soetomo surabaya. 2015 Editor: Askandar, Dkk. Edisi 2.
Surabaya: AUP

Anda mungkin juga menyukai