Anda di halaman 1dari 37

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF PADA PASIEN KATARAK


MATUR YANG AKAN DILAKUKAN TINDAKAN EXTRA CAPSULAR
CATARCT EXTRATION (ECCE) DAN INTRA OKULAR LENS (IOL)
DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSD
dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Ners (PPN)


Stase Keperawatan Bedah

oleh

Riana Vera Andantika, S. Kep


NIM 122311101006

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017
2

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan perioperatif pada pasien dengan


Katarak Matur yang akan dilakukan tindakan Extra Capsular Catarct
Extration (ECCE) dan Intra Okular Lens (IOL) di Instalasi Bedah Sentral
(IBS) RSD dr. Soebandi Jember telah disetujui dan disahkan pada:
Hari, tanggal : 07 Februari 2017
Tempat: Instalasi Bedah Sentral (IBS) RSD dr. Soebandi

Jember, 07 Februari 2017

Mahasiswa

(Riana Vera Andantika, S. Kep)


NIM. 122311101006

Pembimbing Klinik Pembimbing Akademik

(H. Mustakim., S. Kep. Ns, M.MKes.) (Ns. M. Zulfatul Ala, M.Kep)


NIP.19750225 199703 1 003 NIP. 19880510 201504 1 002
3

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN KATARAK DI INSTALASI BEDAH SENTRAL RSD dr.
SOEBANDI JEMBER
Oleh : Riana Vera Andantika, S. Kep.

1. Kasus: Katarak Matur Dengan ECCE dan IOL


2. Proses Terjadinya Masalah
2.1 Anatomi Mata

2.1.1 Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis
dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi melindungi
mata dari sinar matahari.
2.1.2 Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang
terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat serta dilapisi kulit dan
dibatasi konjungtiva. Jaringan dibawah kulit ini tidak mengandung lemak.
Kelopak mata atas lebih besar daripada kelopak mata bawah serta
digerakkan ke atas oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis
okuli yang dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air
mata ke permukaan bola mata dan mengontrol banyaknya sinar yang
masuk.

2.1.3 Bulu mata


Bulu mata melindungi mata dari debu dan cahaya.
4

2.1.4 Sklera
Pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata dan
tersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela membran yang bening,
yaitu kornea. Sklera berfungsi melindungi struktur mata yang sangat halus
serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
2.1.5 Khoroid
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting
arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini
membentuk iris yang berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik)
mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris memancarkan warnanya dan
dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu berwarna biru, coklat,
kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada bagian depannya dengan
iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput ini menebal guna membentuk korpus
siliare sehingga terletak antara khoroid dan iris. Korpus siliare itu berisi
serabut otot sirkulerndan serabut-serabut yang letaknya seperti jari-jari sebuah
lingkaran. Kontraksi otot sirkuler menyebabkan pupil mata juga berkontraksi.
Semuanya ini bersama-sama membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris,
korpus siliare, dan khoroid. Peradangan pada masing-masing bagian berturut-
turut disebut iritis, siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang secara bersama-
sama disebut uveitis. Bila salah satu bagian dari traktus ini mengalami
5

peradangan, maka penyakitnya akan segera menjalar kebagian traktus lain


disekitarnya.
2.1.6 Retina
Lapisan saraf pada mata yang terdiri dari sejumlah lapisan serabut, yaitu
sel-sel saraf batang dan kerucut. Semuanya termasuk dalam konstruksi retina
yang merupakan jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari
luar menuju jaringan saraf halus yang menghantarkan impuls saraf dari luar
menuju diskus optikus, yang merupakan titik dimana saraf optik
meninggalkan biji mata. Titik ini disebut titik buta, oleh karena tidak
mempunyai retina. Bagian yang paling peka pada retina adalah makula, yang
terletak tepat eksternal terhadap diskus optikus, persis berhadapan dengan
pusat pupil.
2.1.7 Kornea
Merupakan bagian depan yang transparan dan bersambung dengan sklera
yang putih dan tidak tembus cahaya. Kornea terdiri atas beberapa lapisan.
Lapisan tepi adalah epithelium berlapis yang tersambung dengan konjungtiva.
2.1.8 Bilik anterior (kamera okuli anterior)
Terletak antara kornea dan iris.
2.1.9 Iris
Tirai berwarna didepan lensa yang bersambung dengan selaput khoroid.
Iris berisi dua kelompok serabut otot tak sadar (otot polos). Kelompok yang
satu mengecilkan ukuran pupil, sementara kelompok yang lain melebarkan
ukuran pupil itu sendiri.
2.1.10 Pupil
Bintik tengah yang berwarna hitam yang merupakan celah dalam iris,
dimana cahaya dapat masuk untuk mencapai retina.

2.1.11 Bilik posterior (kamera okuli posterior)


Terletak diantara iris dan lensa. Baik bilik anterior maupun bilik
posterior yang diisi dengan aqueus humor.
2.1.12 Aqueus humor
Cairan ini berasal dari badan siliaris dan diserap kembali ke dalam aliran
darah pada sudut iris dan kornea melalui vena halus yang dikenal sebagai
Saluran Schlemm.
2.1.13 Lensa
6

Suatu struktur bikonveks, avaskular, tidak berwarna dan transparan.


Tebalnya 4 mm dan diameternya 9 mm. Dibelakang iris, lensa digantung
oleh zonula (zonula zinni) yang menghubungkannya dengan korpus siliare. Di
sebelah anterior lensa terdapat humor aqueus dan disebelah posterior terdapat
vitreus humor. Kapsul lensa adalah membran semipermiabel yang dapat
dilewati air dan elektrolit. Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapular.
Nukleus lensa lebih keras daripada korteks nya. Sesuai dengan bertambahnya
usia, serat-serat lamelar sub epitel terus diproduksi sehingga lensa lama-
kelamaan menjadi kurang elastik. Lensa terdiri dari 65% air, 35% protein, dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada dalam jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada di jaringan lainnya. Asam
askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi.
Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah, maupun saraf dalam lensa.
2.1.14 Vitreus humor
Daerah sebelah belakang biji mata, mulai dari lensa hingga retina yang
diisi dengan cairan penuh albumen berwarna keputih-putihan seperti agar-
agar. Berfungsi untuk memberi bentuk dan kekokohan pada mata, serta
mempertahankan hubungan antara retina dengan selaput khoroid dan
sklerotik.

2.2 Fisiologi Mata


Mata adalah indera penglihatan. Mata dibentuk untuk menerima
rangsangan berkas-berkas cahaya pada retina, lantas dengan perantaraan
serabut-serabut saraf nervus optikus mengalihkan rangsangan ini ke pusat
penglihatan otak untuk ditafsirkan. Apparatus optik mata membentuk dan
mempertahankan ketajaman focus objek dalam retina. Prinsip optik adalah
sinar dialihkan berjalan dari satu medium ke medium lain dari kepadatan yang
berbeda, fokus utama pada garis yang berjalan melalui pusat kelengkungan
lensa sumbu utama.
7

Indera penglihatan menerima rangsangan berkas-berkas cahaya pada


retina dengan perantaraan serabut nervus optikus, menghantarkan rangsangan
ini ke pusat penglihatan pada otak untuk ditafsirkan. Cahaya yang jatuh ke
mata menimbulkan bayangan yang difokuskan pada retina. Bayangan itu akan
menembus dan diubah oleh kornea, lensa badan aqueus dan vitreus. Lensa
membiaskan cahaya dan memfokuskan bayangan pada retina, bersatu
menangkap sebuah titik bayangan yang difokuskan. Gangguan lensa adalah
kekeruhan, distorsi, dislokasi, dan anomali geometric. Pasien yang mengalami
gangguan- gangguan tersebut mengalami kekaburan penglihatan tanpa rasa
nyeri (Smeltzer & Bare, 2002).
2.2.1 Pembentukan bayangan
Cahaya dari objek membentuk ketajaman tertentu dari bayangan objek
di retina. Bayangan dalam fovea di retina selalu lebih kecil dan terbalik dari
objek nyata. Bayangan yang jatuh pada retina akan menghasilkan sinyal saraf
dalam mosaik reseptor, selanjutnya mengirim bayangan dua dimensi ke otak
untuk direkonstruksikan menjadi bayangan tiga dimensi. Pembentukan
bayangan abnormal terjadi jika bola mata terlalu panjang dan berbentuk elips,
titik fokus jatuh didepan retina sehingga bayangan menjadi kabur. Untuk
melihat lebih jelas harus mendekatkan mata pada objek yang dilihat, dibantu
dengan lensa bikonkaf yang memberi cahaya divergen sebelum masuk mata.
Pada hipermetropia, titik fokus jatuh dibelakang retina. Kelainan dikoreksi
dengan lensa bikonveks, sedangkan pada presbiopia, bentuk abnormal karena
lanjut usia yang kehilangan kekenyalan lensa.
2.2.2 Respon bola mata terhadap benda
Relaksasi muskulus siliaris membuat ligamentum tegang, lensa tertarik
sehingga bentuknya lebih pipih. Keadaan ini akan memperpanjang jarak
fokus. Bila benda dekat dengan mata maka otot akan berkontraksi agar
lengkung lensa meningkat. Jika benda jauh, maka m. siliaris berkontraksi agar
pipih supaya bayangan benda pada retina menjadi tajam. Akomodasi
mengubah ukuran pupil, kontraksi iris membuat pupil mengecil dan melebar.
Jika sinar terlalu banyak maka pupil menyempit agar sinar tidak seluruhnya
8

masuk ke dalam mata. Dalam keadaan gelap pupil melebar agar sinar banyak
yang ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika mata melihat jauh kemudian
melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi peningkatan ke dalam
lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan balik
negatif secara otomatis.
2.2.3 Lintasan penglihatan
Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang
melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi
lain bersatu dengan serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan visual
sebagai informasi untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian
korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada
retina di traktus optikus disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang
kehilangan lapang pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan di
otak yang bertanggung jawab atas lapang pandang.

2.3 Definisi Katarak


Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya
terjadi akibat proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak
kongenital). Dapat juga berhubungan dengan trauma mata tajam maupun
tumpul, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, penyakit sistemik,
pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar ultraviolet, atau kelainan mata
lain seperti uveitis anterior (Smeltzer & Bare, 2002).
Menurut Mansjoer (2001), katarak adalah setiap keadaan kekeruhan pada
lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi (penambahan cairan) lensa, denaturasi
protein lensa, atau akibat kedua-duanya. Biasanya mengenai kedua mata dan
berjalan progresif. Katarak adalah penurunan progresif kejernihan lensa.
Lensa menjadi keruh atau berwarna putih abu-abu, dan ketajaman penglihatan
berkurang. Katarak terjadi apabila protein-protein lensa yang secara normal
transparan terurai dan mengalami koagulasi (Corwin, 2001). Berdasarkan
beberapa pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa katarak adalah
kekeruhan lensa dan dilalui cahaya menuju retina yang dapat disebabkan oleh
berbagai hal sehingga terjadi kerusakan penglihatan.
9

2.4 Jenis-jenis katarak


Jenis- jenis katarak menurut Vaughan, Dale (2000) terbagi atas:
2.4.1 Katarak terkait usia (katarak senilis)
Katarak senilis adalah jenis katarak yang paling sering dijumpai. Satu-
satunya gejala adalah distorsi penglihatan dan penglihatan yang semakin
kabur. Katarak senilis adalah semua kekeruhan lensa yang terdapat pada usia
lanjut, yaitu usia diatas 50 tahun. Perubahan lensa pada usia lanjut:
a. Kapsul
1. Menebal dan kurang elastis (1/4 dibanding anak).
2. Mulai presbyopia
3. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur.
4. Terlihat bahan granular
b. Epitel makin tipis
1. Sel epitel (germinatif) pada equator bertambah besar dan berat.
2. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata.
c. Serat lensa:
1. Lebih irregular
2. Pada korteks jelas kerusakan serat sel.
3. Brown sclerotic nucleus, sinar ultraviolet lama kelamaan merubah
protein nukleus ( histidin, triptofan, metionin, sistein, tirosin) lensa,
sedang warna coklat protein lensa nukleus mengandung histidin dan
triptofan dibanding normal.
c. Korteks tidak berwarna karena:
10

1. Kadar asam askorbat tinggi dan menghalangi fotooksidasi.


2. Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda.
Katarak senil biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun,
kekeruhan lensa dengan nukleus yang mengeras akibat usia lanjut yang
biasanya mulai terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Menurut mansjoer
(2000), pada katarak senil, dikenal 4 stadium yaitu: insipiens, imatur, matur,
dan hipermatur.
Stadium Insipen Imatur Matur Hipermatur

Test
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans (bila
zonula putus)
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit Glaukoma Uveitis/Glauko
ma

a. Insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks
anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam
korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi
jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini
dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama.
b. Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif
yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan
lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik
11

mata menjadi dangkal dibanding dengan keadaan normal. Pencembungan


lensa ini akan dapat memberikan penyulit glaukoma. Katarak intumesen
biasanya terjadi pada katarak yang berjalan cepat dan mengakibatkan miopia
lentikular. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks sehingga akan
mencembung dan daya biasnya akan bertambah, yang memberikan miopisasi.
Pada pemeriksaan slitlamp terlihat vakuol pada lensa disertai peregangan jarak
lamel serat lensa.
c. Imatur
Sebagian lensa keruh atau katarak. Katarak yang belum mengenai
seluruh lapis lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa
akibat meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif. Pada
keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan pupil,
sehingga terjadi glaukoma sekunder.
d. Matur
Pada keadaan matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila
katarak imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan
keluar, sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi
kekeruhan seluruh lensa yang bila mana akan mengakibatkan kalsifikasi lensa.
Bilik mata depan akan berukuran kedalaman normal kembali, tidak terdapat
bayangan iris pada lensa yang keruh, sehingga uji bayangan iris negatif.
e. Hipermatur morgagni
Katarak hipermatur adalah katarak yang mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras atau lembek dan mencair. Masa lensa yang
berdegenerasi keluar dari kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengecil,
berwarna kuning dan kering. Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan
lipatan kapsul lensa. Kadang-kadang pengkerutan berjalan terus sehingga
hubungan dengan zonula zinn menjadi kendor. Bila proses katarak berjalan
lanjut disertai dengan kapsul yang tebal maka korteks yang berdegenerasi dan
cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk sebagai
12

sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa
karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
2.4.2 Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya.
Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun
mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit
infeksi atau metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan
sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma,
baik tumpul maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata
didapat, diabetes dan obat.
2.4.3 Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di
lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera
setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan
humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur
lensa.

2.4.4 Katarak komplikata


Katarak komplikata adalah katarak sekunder akibat penyakit intraokular
pada fisiologi lensa. Katarak biasanya berawal didaerah sub kapsul posterior
dan akhirnya mengenai seluruh struktur lensa. Penyakit- penyakit intraokular
yang sering berkaitan dengan pembentukan katarak adalah uveitis kronik atau
rekuren, glaukoma, retinitis pigmentosa dan pelepasan retina.
2.4.5 Katarak akibat penyakit sistemik
Katarak bilateral dapat terjadi karena gangguan- gangguan sistemik
berikut: diabetes mellitus, hipoparatiroidisme, distrofi miotonik, dermatitis
atropik, galaktosemia, dan syndrome Lowe, Werner atau Down.
2.4.6 Katarak toksik
13

Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai
akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan
nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara
sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan
lensa.
2.4.7 Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak
traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak
ekstrakapsular.

2.5 Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacam-
macam. Umumnya adalah usia lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi secara
kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin, genetik, dan
gangguan perkembangan. Dapat juga terjadi karena traumatik, terapi
kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik, seperti
diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi
alkohol meningkatkan resiko katarak. Terjadinya katarak diduga karena proses
multifaktor. Faktor intrinsik, seperti jenis kelamin dan umur, dan faktor
ekstrinsik seperti diabetes mellitus, kekurangan nutrisi, penggunaan obat,
rokok, alkohol, sinar matahari dan ruda paksa pada bola mata, terjadi secara
akumulatif pada common biochemical molecular pathway sehingga
mengganggu kejernihan lensa. Katarak senilis berkembang seiring dengan
proses bertambahnya usia. Etiopatogenesis yang pasti belum jelas, beberapa
faktor yang berperan dalam terjadinya katarak senilis adalah:
a. Herediter
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang
timbul pada lensa
b. Iradiasi ultraviolet
Banyak studi epidemiologi menunjukkan peranan paparan sinar ultraviolet
terhadap lebih awalnya onset dan maturitas dari katarak senilis.
14

c. Faktor diet
Defisiensi protein tertentu, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin E,
vitamin C), dan elemen esensial diduga mempercepat onset dan maturitas
katarak senilis.
d. Krisis dehidrasi
Adanya episode dehidrasi sebelumnya (misalnya diare, kolera) juga
dihubungkan dengan cepatnya onset dan maturitas katarak.
e. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi,
dan amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka
meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa
dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa
dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim
aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap
berada dalam lensa.
f. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan
karetenoid. Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3
hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya
penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan
terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.
2.6 Tanda dan gejala
Keluhan yang dapat timbul adalah adanya penurunan tajam penglihatan
secara progresif dan penglihatan seperti berasap. Sejak awal pupil terlihat
berdilatasi dengan pemeriksaan oftalmoskop, slit lamp, atau shadow test.
Setelah katarak bertambah matang, retina menjadi semakin sulit terlihat,
refleks fundus tidak ada, dan pupil berwarna putih (Mansjoer, 2001). Selain
itu, gejala subjektif yang dapat dikeluhkan oleh penderita katarak yaitu silau.
Pasien katarak sering mengeluh silau yang keluhannya bervariasi tergantung
keparahannya mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan
15

yang terang hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu
mobil atau kondisi serupa di malam hari.
2.7 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, Nampak seperti
kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
2.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan katarak
meliputi (Ilyas, 2007):
a. Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau
efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus,
incacerata kedalam luka serta retinal light toxicity.
16

b. Komplikasi dini pasca operatif


1. COA dangkal karena kebocoran luka dan tidak seimbangnya antara
cairan yang keluar dan masuk, adanya pelepasan koroid, block pupil dan
siliar, edema stroma dan epitel, hipotonus, brown-McLean syndrome
(edema kornea perifer dengan daerah sentral yang bersih paling sering)
2. Ruptur kapsul posterior, yang mengakibatkan prolaps vitreus
3. Prolaps iris, umumnya disebabkan karena penjahitan luka insisi yang
tidak adekuat yang dapat menimbulkan komplikasi seperti penyembuhan
luka yang tidak sempurna, astigmatismus, uveitis anterior kronik dan
endoftalmitis.
4. Pendarahan, yang biasa terjadi bila iris robek saat melakukan insisi
c. Komplikasi lambat pasca operatif
1. Ablasio retina
2. Endoftalmitis kronik yang timbul karena organissme dengan virulensi
rendah yang terperangkap dalam kantong kapsuler
3. Post kapsul kapacity, yang terjadi karena kapsul posterior lemah
Malformasi lensa intraokuler, jarang terjadi (Wijana, 1993).

2.9 Pemeriksaan penunjang


Selain uji mata dapat menggunakan kartu snellen, keratometri,
pemeriksaan lampu slit dan oftalmoskopi, maka A-scan ultrasound
(echography) dan hitung sel endotel sangat berguna sebagai alat diagnostik,
khususnya bila dipertimbangkan akan dilakukan pembedahan. Menghitung sel
endotel 2000 sel/mm , klien ini merupakan kandidat yang baik untuk
3

dilakukan akoemulsifikasi dan implantasi IOL (Smeltzer, 2002).


2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah pembedahan. Pembedahan
dilakukan bila tajam penglihatan sudah menurun sedemikian rupa sehingga
mengganggu pekerjaan sehari-hari atau bila telah menimbulkan penyulit
17

seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Terdapat dua macam teknik
pembedahan katarak yaitu ekstraksi intrakapsuler (ICCE) dan ekstraksi
ekstrakapsuler (ECCE) (Smeltzer & Bare, 2002). Ekstraksi katarak
intrakapsuler (ICCE) merupakan teknik pembedahan dengan mengangkat
seluruh lensa sebagai satu kesatuan (Smeltzer & Bare, 2002). Teknik
pelaksanaannya yaitu ketika zonula dipisahkan, lensa diangkat dengan
cryoprobe yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis dan kapsul
akan melekat pada probe Smeltzer & Bare, 2002). Kemudian lensa diangkat
secara perlahan. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (ECCE) merupakan teknik
pembedahan dengan cara pengambilan kapsula anterior, menekan keluar
nukleus lentis, dan menghisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan
irigasi dan alat hisap (Smeltzer & Bare, 2002). Selanjutnya dengan
meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh. Hal tersebut
dapat mempertahankan bentuk bagian posterior mata, sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya komplikasi yang serius (Smeltzer & Bare,
2002).
a. Penatalaksanaan ECCE
ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) adalah tindakan
pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan
pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma,
mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami
ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder (Vaugan, 2000 & Titcom, 2010).
18

b. IOL
Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata
pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara
terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak (Jayanegara, 2006). Sebelum
ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi
katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal
maupun Contact lens (kontak lensa), sehingga seringkali timbul keluhan-
keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi,
penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang terbatas
dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya
fakik (Vaugan, 2000).
IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan
pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca
operasi yang maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan
sebagai presentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai
dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa
intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa
intraokuler. Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa
intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola mata (Axial Length),
kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler yang
dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat
pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data
biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser
Interferometry (PCI).
19

Formula untuk mengukur kekuatan IOL sudah banyak berkembang


sejak 25 tahun yang lalu. Saat ini telah ditemukan kurang lebih 12 formula
berbeda yang dapat digunakan diantaranya SRK II, SRK/T, Binkhorst, Hoffer
Q, Holladay (Steinert, 1995). Pada tahun 1980 formula SRK I dan II cukup
terkenal karena mudah digunakan akan tetapi karena seringnya ditemukan
kesalahan pada hasil pengukurannya akhirnya formula ini tidak lagi
digunakan dan menjadi alasan kenapa IOL sempat ditarik kemudian pada
tahun 1990 formula baru yang lebih akurat mulai dikembangkan. Dengan
menggunakan persamaan Gaussian kekuatan IOL dapat diukur dengan rumus
dibawah ini (Skuta, Cantor, dkk, 2010):

P = [ nV / ( AL C ) ] [ K / ( 1 K x C / nA ) ]

Keterangan:
P = Kekuatan IOL (satuan dioptri)
K = Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata
AL = Axial lenght (milimeter)
C = ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan
permukaan IOL (milimeter)
nV = Indeks refraksi dari vitreus
nA = Indeks refraksi dari humor aquos
Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula
mengukur kekuatan IOL, bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari
pengukuran AL maka akan menghasilkan kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D
pada pada mata dengan AL 23,5mm. Kesalaha refraksi akan turun samapai
1,75 D/mm pada mata dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm
pada mata dengan AL 20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam
pengukuran AL lebih bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan
mata dengan AL panjang (Skuta, Cantor, dkk, 2010).
Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam
formula menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan
menghasilkan kesalahan refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan
20

kornea sentral dapat diukur dengan menggunakan keratometer atau topografi


kornea yang dapat mengukur kekuatan kornea secara langsung (Skuta,
Cantor, dkk, 2010).
Untuk mendapatkan IOL yang cocok dan sesuai dengan kebutuhan
pasien diperlukan suatu pengukuran yang akurat dan ini merupakan tanggung
jawab ahli bedah untuk mempertimbangkan kebutuhan pasien tentunya
dengan melakukan beberapa pemeriksaan. Untuk formula yang akan
digunakan tergantung kepada ahli bedah akan tetapi pengukuran biometri
harus dilakukan seakurat mungkin. Jika pada hasil ditemukan suatu
kecurigaan atau nilai diluar batas normal maka pengukuran harus diulang
kembali. Selain itu pemeriksaan sebaiknya dilakukan pada kedua mata untuk
memantau adanya perbedaan yang sangat besar antara kedua mata (Skuta,
Cantor, dkk, 2010).
c. Penatalaksanaan Pasca Bedah
Penatalaksaksanaan post operasi juga perlu dilakukan untuk mencegah
infeksi dan terbukanya luka operasi. Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka
penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat
jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan
menghindari peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu
bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut
selama beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat
dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi pakai
kacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara dapat
digunakan beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat melihat
dengan baik melalui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen
(biasanya 6-8 minggu setelah operasi) (Vaugan, 2000 & Ilyas, 2007). Selain
itu juga akan diberikan obat dengan tujuan:
1. Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang
menyayat maka diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang
mungkin timbul benerapa jam setelah hilangnya kerja bius yang digunakan
saat pembedahan.
21

2. Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin


dan perlu diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena
kebersihan yang tidak sempurna.
3. Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk
mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.
4. Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca
bedah
Hal yang boleh dilakukan antara lain:
1. Memakai dan meneteskan obat seperti yang dianjurkan
2. Melakukan pekerjaan yang tidak berat
3. Bila memakai sepatu jangan membungkuk tetapi dengan mengangkat kaki
keatas.
Hal yang tidak boleh dilakukan antara lain :
1. Jangan menggosok mata
2. Jangan membungkuk terlalu dalam
3. Jangan menggendong yang berat
4. Jangan membaca yang berlebihan dari biasanya
5. Jangan mengedan keras sewaktu buang air besar
6. Jangan berbaring ke sisi mata yang baru dibedah
22

2.11 Instrumen Teknik


a. Persiapan Alat
1. Mikroskop dengan monitor LED/double lens
2. Satu set baju operasi
3. Satu set alat operasi katarak, berisi:
a) spiculum palpebra
b) doek klem 2 buah
c) pean
d) gunting
e) kom kecil 2 buah
f) nald voeder makro
g) nald voeder mikro
h) nukleus lens rotator
i) ultrata capsulor hexis forceps
j) sinskey hook lens
k) nagahara cooper
l) chang cooper
m)gunting vannas
n) gunting cornea
o) kellmant forceps
p) colibri forceps
q) tying forceps
r) cornea+sclera pincet
s) speculum palpebra
4. Handscoen berbagai ukuran
5. Eye Drape
6. Spuit 10 cc 2 buah (untuk tetes kornea dan desinfeksi)
7. Spuit 5 cc 1 buah (untuk antibiotik/dexa+genta)
8. Spuit 3 cc 1 buah (untuk lidocain)
9. Spuit 1 cc 4 buah:
a) 1 spuit untuk miostat
23

b) 1 spuit untuk trypan blue


c) 1 spuit untuk jarum ccc
d) 1 spuit untuk cadangan
10. Kassa
11. Cotton Buds
12. Stab Knife
13. Creasent Knife
14. Keratom Knife
15. FMS
b. Persiapan Bahan Habis Pakai
1) Cairan RL/BBS 1 Flas/1 botol
2) Lidocain 2% 2 ampul
3) Adrenalin/ephineprin 1 ampul
4) Myostat 1 flacon
5) Trypan Blue 1 flacon
6) Debikasin 50 mg 1 ampul
7) Dexamethason 5 mg 1 ampul
8) Benang Nylon 10/0
9) Alcohol 70%
10) Bethadine 10%
11) Cendo Optalgon
12) Cendo Pantocain 0,5%
13) Cendo Efrisel 10%
14) Cendo Mydriatil 1%
15) Viscoelastis
24

2.12 Operasi Teknik


2.12.1 Pre Operasi
a. Tidurkan pasien dengan posisi supinasi. Beri selimut pada pasien.
b. Tanyakan nama pasien dan mata mana yang akan dioperasi
c. Beri tanda pada mata yang akan dioperasi
d. Berikan tetes mata cendo pantocain 0,5% sebanyak 2 tetes pada mata yang
akan dilakukan operasi
e. Tetesi mata yang akan dioperasi dengan Cendo Mydriatil 1% sebanyak 1
tetes dan Cendo Efrisel 1 tetes secara bergantian tiap 5 menit sampai pupil
benar-benar melebar maksimal
f. Catatan: bila pasien memiliki riwayat hipertensi maka jangan lakukan
pemberian Cendo Efrisel 10%
g. Beri motivasi pada pasien agar tetap tenang dan menuruti semua perintah
dokter selama operasi dengan posisi tangan disamping badan.
2.12.2 Intra Operasi
a. Tidurkan pasien dengan posisi terlentang di atas meja operasi. Beri
motivasi pada pasien agar tetap tenang dan menuruti semua perintah
dokter selama operasi dengan posisi tangan disamping badan.
b. Perawat asisten melakukan cuci tangan bedah dengan menggunakan
larutan cuci tangan bedah, keringkan dan gunakan jas operasi dan
handscoen sesuai ukuran dengan teknik closing gloving.
c. Siapkan alat-alat yang akan digunakan
d. Memberitahu pasien untuk menutup mata. Melakukan desinfeksi pada
daerah sekitar mata dengan larutan bethadin 2%, kemudian keringkan.
e. Pasang duk untuk memperkecil/fokus area pada yang akan dioperasi saja.
f. Pasang sprider mata untuk membuka mata/lapangan operasi
g. Mencuci lapangan operasi dengan menggunakan larutan bethadin yang
diencerkan dan beritahu pasien untuk melirik ke atas dan ke bawah.
h. Lakukan anastesi sub konjungtiva menggunakan lidocain 2%
i. Melakukan kongjungtiva flek atau melakukan irisan pada konjungtiva
j. Memberikan gunting kornea untuk melakukan irisan pada kornea lateral
sekitar 2-3 mm
k. Masukkan ephineprin 0,1 cc dan diencerkan menggunakan cairan RL 0,9
cc ke dalam COA (Camera Oculi Anterior)
l. Masukkan trypan blue sebanyak 0,2 cc pada spuit 1 cc yang berfungsi
untuk mewarnai capsul anterior
m. Membengkokkan ujung jarum spuit 1 cc dengan nald voeder makro sambil
menunggu reaksi tryppan blue kurang lebih 1 menit
25

n. Melakukan irigasi COA. Melakukan spooling kearah COA untuk


mengeluarkan tryppan blue.
o. Memasukkan cairan viscos elastic ke dalam COA
p. Lakukan CCC (Continous Curvilinear Capsulothesis) dengan
menggunakan spuit 1 cc yang ujungnya telah dibengkokkan sebelumnya.
q. Buat jalur second instrument menggunakan gunting kornea untuk
membantu mengarahkan nucleus berada di ujung
r. Lebarkan luka pertama dengan menggunakan keratom tajam
s. Lakukan hidroseksi dengan menggunakan spuit 10 cc berisi RL untuk
memisahkan antara nucleus dan kapsul
t. Masukkan viscos elastic kembali untuk melindungi endotel dan
membentuk COA
u. Pastikan lensa sudah sudah terlepas dari kapsul
v. Memberikan IOL dengan menggunakan pinset/injector
w. Memberikan benang Nylon 10/0 + nald voder miko + pinset untuk
menjahit kornea lateralis
x. Masukkan miostat 0,2 cc dengan spuit 1 cc jarum tumpul untuk
memperkecil pupil
y. Memberikan spuit 10 cc berisi RL dengan jarum tumpul untuk melakukan
hidrasi dan membilas miostat
z. Memberikan suntikan antibiotik debicasin+dexametason secukupnya
dengan cara subkonjungtiva untuk mengurangi resiko infeksi post operasi
aa. Memberikan gentamicin pada mata
bb. Buka duk pasien
cc. Tutup mata menggunakan kassa steril dan lakukan fiksasi
2.12.3 Post Operasi
a. Perawat sirkular mengantar pasien ke ruang pemulihan
b. Membersihkan peralatan, cuci dengan sabun, dan keringkan serta
bungkus kembali untuk disterilkan
c. Perawat cuci tangan
d. Tulis laporan keperawatan
26

3.
4. Clinical Pathway (Terlampir)
5. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
5.1 Pengkajian
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
b. Keluhan utama : Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
c. Riwayat kesehatan dahulu:
Riwayat kesehatan dahulu klien diambil untuk menemukan masalah
primer klien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan
ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus
menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata
dan berapa lama klien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang
jelas sangat penting. Apakah klien pernah mengalami cedera mata atau
infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita klien.
d. Riwayat kesehatan sekarang:
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum klien. Apakah ia
mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah klien mengalami
kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan
dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah
membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
e. Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-
nenek.
f. Pemeriksaan fisik
Mata:
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop
(Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus
ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp
memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah
27

nukleus, korteks, atau subkapsular. Katarak terinduksi steroid umumnya


terletak di subkapsular posterior. Tampilan lain yang menandakan
penyebab okular katarak dapat ditemukan, antara lain deposisi pigmen
pada lensa menunjukkan inflamasi sebelumnya atau kerusakan iris
menandakan trauma mata sebelumnya.
5.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre operasi
a. Gangguan sensori persepsi: penglihatan berhubungan dengan
gangguan penerimaan sensori/ perubahan status organ indera.
b. Cemas (ansietas) berhubungan dengan kerusakan sensori dan
kurangnya pemahaman mengenai tindakan operasi yang akan
dilakukan.
c. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang terpaparnya
informasi mengenai penyakit dan prosedur pembedahan
d. Resiko Cedera berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
Intra operasi
a. Resiko cedera berhubungan dengan prosedur invasif
b. Resiko hipotermi berhubungan dengan evaporasi
Post operasi
a. Nyeri akut berhubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
pasca operasi.
b. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan prosedur invasive.
c. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kehilangan penglihatan
perifer sementara dan persepsi sekunder terhadap pembedahan mata.
28

5.3 INTERVENSI
Pre Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1 Gangguan sensori persepsi: NOC NIC
penglihatan berhubungan dengan Sensory Function: Visual Communication Enhancement:
gangguan penerimaan sensori/ Ketajaman penglihatan klien Visual Deficit
perubahan status organ indera. adekuat ditandai dengan : 1. Identifikasi diri saat 1. Agar klien mampu fokus
1. Ketajaman dan fokus mata kiri memasuki area klien terhadap perawat
baik
2. Ketajaman dan fokus mata 2. Atur pencahayaan ruangan 2. Menghindari klien merasa
kanan baik klien silau dan terganggu dengan
Menanggapi rangsangan visual cahaya terang
3. Agar mengurangi masalah
3. Jelaskan mengenai cedera
lingkungan klien 4. Agar klien tidak merasa
4. Jangan memindahkan kebingungan dan kesulitan
barang-barang tanpa saat membutuhkan sesuatu,
menginformasikannya pada dikarenakan penurunan
klien penglihatan
5. Mengurangi kekeruhan
yangterdapat pada mata
5. Anjurkan klien untuk klien
melakukan pembedahan
2 Resiko Cedera berhubungan dengan NOC NIC
kerusakan penglihatan. Fall Occurrence Environmental Management
Kejadian Jatuh Safety
Klien mampu melakukan 1. Identifikasi kebutuhan 1. Mengetahui bagaimana
mencegah resiko cedera secara keamanan klien keamanan yang dibutuhkan
mandiri ditandai dengan: klien
29

1. Tidak jatuh saat berdiri 2. Identifikasi ancaman 2. Mengetahui ancaman yag


2. Tidak jatuh saat duduk keamanan klien terdapat di lingkugan klien
3. Tidak jatuh saat berjalan 3. Mengurangi ancaman dan
Tidak jatuh saat tidur 3. Modivikasi lingkungan klien meningkatkan keamanan
klien
4. Gunakan alat pelindung 4. Menjaga klien agar tidak
pasien seperti side rell terjatuh dan mengalami
cedera
5. Kolaborasi dengan agensi 5. Memberikan suasana
lain untuk menciptakan nyaman bagi klien
lingkungan aman
3 Cemas (ansietas) berhubungan NOC NIC
dengan kerusakan sensori dan Anxiety Level Anxiety Reduction
kurangnya pemahaman mengenai Tingkat kecemasan 1. Identifikasi tingkat 1. Mengkaji tingkat
tindakan operasi yang akan Klien memperlihatkan tidak kecemasan klien kecemasan klien
dilakukan. adanya tanda ansietas ditandai
dengan : 2. Gunakan pendekatan yang 2. Untuk meyakinkan dan
1. Tidak tampak gelisah tenang menenangkan klien
2. Tidak tampak mondar-mandir 3. Orientasikan lingkungan 3. Mengurang pemikiran
3. Ketegangan wajah baru klien negative terhadap
4. Tidak diungkapkannya lingkungan baru klien
kecemasan secara verbal 4. Jelaskan semua kegiatan , 4. Meningkatkan pengetahuan
5. Berkonsentrasi penuh prosedur , dan isu-isu yang mengurangi kecemasan dan
Mudah menerima pengetahuan melibatkan klien pikiran negatif klien
dan pemecahan masalah mengenai prosedur yang
akan dilakukan

5. Sebagai terapi relaksasi


5. Instruksikan klien untuk klien mengurangi
menggunakan teknik kecemasan
relaksasi (teknik napas
30

dalam) 6. Meningkatkan rasa aman


6. Dampingi klien dan nyaman
7. Mengurangi rasa takut, dan
7. Jaga peralatan jauh dari meningkatkan kenyamanan
pandangan klien klien
8. Membantu klien mengenal
8. Bantu klien dalam apa penyebab dirinya
mengidentifikasi pencetus merasa cemas
kecemasan

4 Kurang pengetahuan berhubungan NOC NIC


dengan kurang terpaparnya Knowledge: Medication Health Education
informasi mengenai penyakit dan Pengetahuan tentang medikasi 1. Tentukan kebutuhan 1. Mengetahui informasi
prosedur pembedahan Klien memiliki pengetahuan pengajaran klien yang dibutuhkan klien
adekuat ditandai dengan: 2. Idetifikasi sumber motivasi 2. Mengetahui cara
Mampu menjelaskan mengenai klien memotivasi klien
medikasi, efek samping dan 3. Memberikan informasi- 3. Memberikan informasi
lain-ain informasi dari sumber- sebanyak-banyaknya yang
sumber yang dapat dibutuhkan klien, agar
menolong klien klien percaya, yakin dan
permasalahan pengetahuan
terselesaikan
31

Intra Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1. Resiko hipotermi berhubungan NOC NIC: pengaturan temperature:
dengan evaporasi Control temperature intraoperatif
Aktivitas:
a. Temperature ruangan 1. Atur suhu ruangan yang 1. Membantu menstabilkan
nyaman nyaman suhu pasien
b. Tidak terjadi hipotermi 2. Lindungi area diluar wilayah 2. Kehilangan panas dapat
operasi terjadi waktu kulit
dipajankan
2. Resiko cedera berhubungan NOC NIC
dengan prosedur invasif Risk Kontrol Surgical Precautions
Immune status 1. Tidurkan pasien pada meja 1. Mencegah jatuhnya pasien
Safety Behavior operasi sesuai kebutuhan 2. Dapat mengetahui
Klien tidak mengalami injury 2. Monitor penggunaan pemakaian instrumen
dengan kriteria hasil: instrumen jarum an kassa jarum dan kasa.
a. Klien terbebas dari cedera
b. Mampu mengenali
perubahan status kesehatan
c. Klien mampu menjelaskan
faktor risiko dari
lingkungan/perilaku
personal
32

Post Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1. Nyeri Akut berhubungan dengan NOC NIC
terputusnya kontinuitas jaringan Pain Level Pain Management
pasca operasi. Level Nyeri 1. Kaji secara keseluruhan 1. Mengetahui kondisi umum
Klien memperlihatkan tidak bertahap dan nyeri klien
adanya nyeri ditandai dengan : berkesinambungan mengenai
a. Tidak melaporkan nyeri nyeri (lokasi, karakter,
b. Tidak ada ekspresi durasi, frekuensi, kualitas,
menahan nyeri (meringis, intensitas, dan faktor
menangis) predisposisinya)
c. Tidak ada agitasi 2. Observasi nonverbal dan 2. Mengetahui keadaan nyeri
d. Toleran pada makanan komunikasi dan ketidaknyamanan yang
ketidaknyamanan muncul
3. Kooperatif klien berperan
3. Pastikan klien penting agar intervensi
memperhatikan perawatan yang diberikan dapat
nyeri diterima dan diaplikasikan
4. Untuk mengkomunikasikan
bagaimana perasaan klien
4. Gunakan komunikasi terhadap nyeri
terapeutik untuk mengetahui
repon, pemikiran,
pengetahuan dan 5. Membuat klien merasa
kepercayaan mengenai nyeri nyaman dan mengurangi
5. Kontrol lingkungan nyaman rasa nyeri
untuk klien 6. Menurunkan rasa nyeri dan
mengalihkan nyeri klien
6. Ajarkan teknik pengurangan
nyeri tanpa obat (seperti,
33

relaksasi, napas dalam, 7. Mengurangi rasa nyeri


hipnotik lima jari dan lain-
lain) 8. Membantu klien dalam
7. Kolaborasi dan ajarkan mengurangi rasanyeri
penggunaan obat analgesik
8. Ajarkan keluarga untuk
melakukan,dan memantau
klien dalam menggunakan
teknik nonpharmakologi
2. Resiko tinggi terhadap infeksi NOC NIC
berhubungan dengan prosedur Infection Severity Infection Protection
invasive. Kejadian infeksi 1. Monitor tanda dan gejala 1. Mengkaji dan
Resiko infeksi dapat dicegah infeksi mengevaluasi klien
ditandai dengan : 2. Kaji kerentanan terhadap 2. Untuk mengetahui
a. Klien memahami dan infeksi kemungkinan terkena
menunjukkan cara infeksi
pengendalian infeksi 3. Monitor kesembuhan luka, 3. Untuk mengetahui apakkah
b. Mengubah gaya hidup WBC, dan hasil yang muncul reaksi pembedahan
untuk mengurangi resiko menunjang atau tanda gejala infeksi
c. Tidak ada ruam dan tanda- 4. Mencegah munculnya
tanda infeksi (demam, 4. Pertahankan teknik aseptic infeksi
hipotermia, nyeri berlebih terhadap klien 5. Sarana penyembuhan luka
dan lama, malaise dan lain- 5. Promosikan pemberian 6. Keluarga mampu mengenal
lain) nutrisi adekuat dan melaporkan tmuan
6. Ajari klien dan keluarga infeksi pada perawat
mengenai tanda dan gejalan
infeksi
3 Resiko tinggi cedera berhubungan NOC NIC
dengan kehilangan Fall Occurrence Environmental Management
penglihatan perifer sementara dan Kejadian Jatuh Safety
persepsi sekunder terhadap Klien mampu melakukan 1. Identifikasi kebutuhan 1. Mengetahui bagaimana
34

pembedahan mata. mencegah resiko cedera secara keamanan klien keamanan yang dibutuhkan
mandiri ditandai dengan: klien
a. Tidak jatuh saat berdiri 2. Identifikasi ancaman 2. Mengetahui ancaman yag
b. Tidak jatuh saat duduk keamanan klien terdapat di lingkugan klien
c. Tidak jatuh saat berjalan 3. Mengurangi ancaman dan
d. Tidak jatuh saat tidur 3. Modifikasi lingkungan klien meningkatkan keamanan
klien
4. Gunakan alat pelindung 4. Menjaga klien agar tidak
pasien seperti side rell terjatuh dan mengalami
cedera
5. Kolaborasi dengan agensi 5. Memberikan suasana
lain untuk menciptakan nyaman bagi klien
lingkungan aman
35

6. Disharge planning
Pendidikan pasien dan pertimbangan perwatan pasien di rumah
dilakukan setelah proses penyembuhan singkat setelah ektraksi katarak dan
implantasi lensa okuler (IOL). Pasien dapat dipulangkan dengan beberapa
intruksi atau anjuran dalam melakukan perawatan di rumah terkait pemberian
obat mata, pembersihan dan perlindungan, tingkat dan pembatasan aktivitas,
diet, pengotrolan nyeri, pemberian posisi, jadwal kontrol, dan gejala yang
harus dilaporkan segera (Smeltzer & Bare, 2001).
1. Pembatasan aktivitas
Aktivitas yang diperbolehkan:
a. Menonton televisi dan membaca tetapi tidak terlalu lama
b. Melakukan aktivitas biasanya tetapi dikurangi
c. Posisi tubuh tidak boleh membungkuk dan tidak dianjurkan untuk
mengangkat beban berat kurang lebih selama 1 minggu
d. Posisi tubuh saat tidur dianjurkan terlentang atau miring ke arah mata yang
sehat
e. Aktivitas sebaiknya dengan duduk
f. Penggunaan pelindung mata ketika malam hari dan kacamata hitam pada
siang hari kurang lebih sekitar 2 minggu
g. Posisi tubuh berlutut atau jongkok pada saat mengambil sesuatu yang jatuh
di lantai
Aktivitas yang tidak diperbolehkan
a. Tidur pada sisi yang sakit
b. Menggosok mata, menekan kelopak mata saat menutup
c. Mengejan saat defekasi
d. Memakai sabun mendekati mata yang sakit
e. Mengangkat benda yang lebih dari 7 kg
f. Mengendarai kendaraan
g. Betuk, bersin, dan muntah
h. Posisi kepala menunduk sampai bawah pinggang, posisi hanya melipat
lutut dengan punggung tetap lurus saat mengambil sesuatu di lantai.
36

2. Pemberian obat dan perawatan mata


a. Penggunaan obat sesuai anjuran
b. Cuci tangan sebelum dan sesudah pemberian obat
c. Membersihkan sekitar mata dengan bola kapas atau kasa steril yang
dibasahi dengan air steril atau larutan normal salin dengan menyapu
kelopak mata dengan lembut dari arah dalam ke luar.
d. Meneteskan obat mata dengan posisi duduk mencondongkan kepala ke
belakang, tarik kelopak mata bawah, teteskan obat
3. Melaporkan tanda dan gejala yang tidak biasa
a. Nyeri pada dan sekitar mata, nyeri kepala menetap
b. Nyeri yang tidak berkurang setelah diberikan obat nyeri
c. Nyeri disertai mata merah, bengkak, atau keluar cairan, terjadi peradangan
d. Perubahan ketajaman penglihatan, kabur, pendangan ganda, terdapat
selaput pada lapang penglihatan, seperti terdapat kilatan cahaya, adanya
percikan atau bintik di depan mata.
37

DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.

Jayanegara IWG. 2006. One Needle Technique for Non Phaco Small Incision
Cataract Surgery. Jakarta: IOA the 11th Congress In Jakarta.

Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius.

Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, et all. 2010. Clinical Optics Section 3. American
Academy Opthamology.

Smeltzer, Suzanne & Bare, Brenda G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah


Brunner Suddarth. Jakarta: EGC.

Titcomb, Lucy C. 2010. Understanding Cataract Extraxtion.


www.emedicine.com/ last update 7 November 2015.

Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. 2000. Oftalmologi umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya medika.

Wijana, Nana S.D. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Penerbit Abadi Tegal.

Anda mungkin juga menyukai