oleh
LEMBAR PENGESAHAN
Mahasiswa
2.1.1 Alis
Alis adalah dua potong kulit tebal melengkung yang ditumbuhi bulu. Alis
dikaitkan pada otot-otot sebelah bawahnya serta berfungsi melindungi
mata dari sinar matahari.
2.1.2 Kelopak mata
Kelopak mata merupakan dua lempengan, yaitu lempeng tarsal yang
terdiri dari jaringan fibrus yang sangat padat serta dilapisi kulit dan
dibatasi konjungtiva. Jaringan dibawah kulit ini tidak mengandung lemak.
Kelopak mata atas lebih besar daripada kelopak mata bawah serta
digerakkan ke atas oleh otot-otot melingkar, yaitu muskulus orbikularis
okuli yang dapat dibuka dan ditutup untuk melindungi dan meratakan air
mata ke permukaan bola mata dan mengontrol banyaknya sinar yang
masuk.
2.1.4 Sklera
Pembungkus yang kuat dan fibrus. Sklera membentuk putih mata dan
tersambung pada bagian depan dengan sebuah jendela membran yang bening,
yaitu kornea. Sklera berfungsi melindungi struktur mata yang sangat halus
serta membantu mempertahankan bentuk biji mata.
2.1.5 Khoroid
Lapisan tengah yang berisi pembuluh darah. Merupakan ranting-ranting
arteria oftalmika, cabang dari arteria karotis interna. Lapisan vaskuler ini
membentuk iris yang berlubang ditengahnya, atau yang disebut pupil (manik)
mata. Selaput berpigmen sebelah belakang iris memancarkan warnanya dan
dengan demikian menentukan apakah sebuah mata itu berwarna biru, coklat,
kelabu, dan seterusnya. Khoroid bersambung pada bagian depannya dengan
iris, dan tepat dibelakang iris. Selaput ini menebal guna membentuk korpus
siliare sehingga terletak antara khoroid dan iris. Korpus siliare itu berisi
serabut otot sirkulerndan serabut-serabut yang letaknya seperti jari-jari sebuah
lingkaran. Kontraksi otot sirkuler menyebabkan pupil mata juga berkontraksi.
Semuanya ini bersama-sama membentuk traktus uvea yang terdiri dari iris,
korpus siliare, dan khoroid. Peradangan pada masing-masing bagian berturut-
turut disebut iritis, siklitis, dan khoroiditis, atau pun yang secara bersama-
sama disebut uveitis. Bila salah satu bagian dari traktus ini mengalami
5
masuk ke dalam mata. Dalam keadaan gelap pupil melebar agar sinar banyak
yang ditangkap. Dalam hal melihat benda, jika mata melihat jauh kemudian
melihat dekat maka pupil berkontraksi agar terjadi peningkatan ke dalam
lapang penglihatan. Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan balik
negatif secara otomatis.
2.2.3 Lintasan penglihatan
Setelah impuls meninggalkan retina, impuls ini berjalan ke belakang
melalui nervus optikus. Pada persilangan optikus, serabut menyilang ke sisi
lain bersatu dengan serabut yang berasal dari retina. Otak menggunakan visual
sebagai informasi untuk dikirim ke korteks serebri dan visual pada bagian
korteks visual ini membentuk gambar tiga dimensi. Gambar yang ada pada
retina di traktus optikus disampaikan secara tepat ke korteks jika seseorang
kehilangan lapang pandang sebagian besar dapat dilacak lokasi kerusakan di
otak yang bertanggung jawab atas lapang pandang.
Test
Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif
Cairan Lensa Normal Bertambah Normal Berkurang
Iris
Iris Normal Terdorong Normal Tremulans (bila
zonula putus)
Bilik Mata Normal Dangkal Normal Dalam
Depan
Sudut Bilik Normal Sempit Normal Terbuka
Mata
Shadow Test Negatif Positif Negatif Pseudopositif
Penyulit Glaukoma Uveitis/Glauko
ma
a. Insipien
Kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeriji menuju korteks
anterior dan posterior (katarak kortikal). Vakuol mulai terlihat di dalam
korteks. Katarak subkapsular posterior, kekeruhan mulai terlihat anterior
subkapsular posterior, celah terbentuk antara serat lensa dan dan korteks berisi
jaringan degeneratif (benda Morgagni) pada katarak insipien. Kekeruhan ini
dapat menimbulkan poliopia oleh karena indeks refraksi yang tidak sama pada
semua bagian lensa. Bentuk ini kadang-kadang menetap untuk waktu yang
lama.
b. Intumesen
Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa degeneratif
yang menyerap air. Masuknya air ke dalam celah lensa disertai pembengkakan
lensa menjadi bengkak dan besar yang akan mendorong iris sehingga bilik
11
sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam di dalam korteks lensa
karena lebih berat. Keadaan ini disebut katarak Morgagni.
2.4.2 Katarak anak- anak
Katarak anak- anak dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
a. Katarak kongenital, yang terdapat sejak lahir atau segera sesudahnya.
Banyak katarak kongenital yang tidak diketahui penyebabnya walaupun
mungkin terdapat faktor genetik, yang lain disebabkan oleh penyakit
infeksi atau metabolik, atau beerkaitan dengan berbagai sindrom.
b. Katarak didapat, yang timbul belakangan dan biasanya terkait dengan
sebab-sebab spesifik. Katarak didapat terutama disebabkan oleh trauma,
baik tumpul maupun tembus. Penyebab lain adalah uveitis, infeksi mata
didapat, diabetes dan obat.
2.4.3 Katarak traumatik
Katarak traumatik paling sering disebabkan oleh cedera benda asing di
lensa atau trauma tumpul terhadap bola mata. Lensa menjadi putih segera
setelah masuknya benda asing karena lubang pada kapsul lensa menyebabkan
humor aqueus dan kadang- kadang korpus vitreum masuk kedalam struktur
lensa.
Katarak toksik jarang terjadi. Banyak kasus pada tahun 1930-an sebagai
akibat penelanan dinitrofenol (suatu obat yang digunakan untuk menekan
nafsu makan). Kortokosteroid yang diberikan dalam waktu lama, baik secara
sistemik maupun dalam bentuk tetes yang dapat menyebabkan kekeruhan
lensa.
2.4.7 Katarak ikutan
Katarak ikutan menunjukkan kekeruhan kapsul posterior akibat katarak
traumatik yang terserap sebagian atau setelah terjadinya ekstraksi katarak
ekstrakapsular.
2.5 Etiologi
Menurut Mansjoer (2000), penyebab terjadinya katarak bermacam-
macam. Umumnya adalah usia lanjut (katarak senil), tetapi dapat terjadi secara
kongenital akibat infeksi virus di masa pertumbuhan janin, genetik, dan
gangguan perkembangan. Dapat juga terjadi karena traumatik, terapi
kortikosteroid metabolik, dan kelainan sistemik atau metabolik, seperti
diabetes mellitus, galaktosemia, dan distrofi miotonik. Rokok dan konsumsi
alkohol meningkatkan resiko katarak. Terjadinya katarak diduga karena proses
multifaktor. Faktor intrinsik, seperti jenis kelamin dan umur, dan faktor
ekstrinsik seperti diabetes mellitus, kekurangan nutrisi, penggunaan obat,
rokok, alkohol, sinar matahari dan ruda paksa pada bola mata, terjadi secara
akumulatif pada common biochemical molecular pathway sehingga
mengganggu kejernihan lensa. Katarak senilis berkembang seiring dengan
proses bertambahnya usia. Etiopatogenesis yang pasti belum jelas, beberapa
faktor yang berperan dalam terjadinya katarak senilis adalah:
a. Herediter
Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses degenerasi yang
timbul pada lensa
b. Iradiasi ultraviolet
Banyak studi epidemiologi menunjukkan peranan paparan sinar ultraviolet
terhadap lebih awalnya onset dan maturitas dari katarak senilis.
14
c. Faktor diet
Defisiensi protein tertentu, asam amino, vitamin (riboflavin, vitamin E,
vitamin C), dan elemen esensial diduga mempercepat onset dan maturitas
katarak senilis.
d. Krisis dehidrasi
Adanya episode dehidrasi sebelumnya (misalnya diare, kolera) juga
dihubungkan dengan cepatnya onset dan maturitas katarak.
e. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat mempengaruhi kejernihan lensa, indeks refraksi,
dan amplitudo akomodatif. Dengan meningkatnya kadar gula darah, maka
meningkat pula kadar glukosa dalam akuos humor. Oleh karena glukosa
dari akuos masuk ke dalam lensa dengan cara difusi, maka kadar glukosa
dalam lensa juga meningkat. Sebagian glukosa tersebut dirubah oleh enzim
aldose reduktase menjadi sorbitol, yang tidak dimetabolisme tapi tetap
berada dalam lensa.
f. Merokok
Merokok dan mengunyah tembakau dapat menginduksi stress oksidatif dan
dihubungkan dengan penurunan kadar antioksidan, askorbat dan
karetenoid. Merokok menyebabkan penumpukan molekul berpigmen 3
hydroxykhynurine dan chromophores, yang menyebabkan terjadinya
penguningan warna lensa. Sianat dalam rokok juga menyebabkan
terjadinya karbamilasi dan denaturasi protein.
2.6 Tanda dan gejala
Keluhan yang dapat timbul adalah adanya penurunan tajam penglihatan
secara progresif dan penglihatan seperti berasap. Sejak awal pupil terlihat
berdilatasi dengan pemeriksaan oftalmoskop, slit lamp, atau shadow test.
Setelah katarak bertambah matang, retina menjadi semakin sulit terlihat,
refleks fundus tidak ada, dan pupil berwarna putih (Mansjoer, 2001). Selain
itu, gejala subjektif yang dapat dikeluhkan oleh penderita katarak yaitu silau.
Pasien katarak sering mengeluh silau yang keluhannya bervariasi tergantung
keparahannya mulai dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan
15
yang terang hingga silau pada saat siang hari atau sewaktu melihat lampu
mobil atau kondisi serupa di malam hari.
2.7 Patofisiologi
Lensa yang normal adalah struktur posterior iris yang jernih, transparan,
berbentuk seperti kancing baju dan mempunyai kekuatan refraksi yang besar.
Lensa mengandung tiga komponen anatomis. Pada zona sentral terdapat
nukleus, di perifer ada korteks, dan yang mengelilingi keduanya adalah kapsul
anterior dan posterior. Dengan bertambahnya usia, nucleus mengalami
perubahan warna menjadi coklat kekuningan. Disekitar opasitas terdapat
densitas seperti duri di anterior dan posterior nukleus. Opasitas pada kapsul
posterior merupakan bentuk katarak yang paling bermakna, Nampak seperti
kristal salju pada jendela.
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya
transparansi. Perubahan pada serabut halus multipel (zunula) yang memanjang
dari badan silier ke sekitar daerah diluar lensa, misalnya dapat menyebabkan
penglihatan mengalamui distorsi. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat
menyebabkan koagulasi, sehingga mengabutkan pandangan dengan
menghambat jalannya cahaya ke retina. Salah satu teori menyebutkan
terputusnya protein lensa normal terjadi disertai influks air ke dalam lensa.
Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu transmisi
sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan
bertambahnya usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita
katarak.
2.8 Komplikasi
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan katarak
meliputi (Ilyas, 2007):
a. Komplikasi Intra Operatif
Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau
efusi suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus,
incacerata kedalam luka serta retinal light toxicity.
16
seperti glaukoma dan uveitis (Mansjoer, 2000). Terdapat dua macam teknik
pembedahan katarak yaitu ekstraksi intrakapsuler (ICCE) dan ekstraksi
ekstrakapsuler (ECCE) (Smeltzer & Bare, 2002). Ekstraksi katarak
intrakapsuler (ICCE) merupakan teknik pembedahan dengan mengangkat
seluruh lensa sebagai satu kesatuan (Smeltzer & Bare, 2002). Teknik
pelaksanaannya yaitu ketika zonula dipisahkan, lensa diangkat dengan
cryoprobe yang diletakkan secara langsung pada kapsula lentis dan kapsul
akan melekat pada probe Smeltzer & Bare, 2002). Kemudian lensa diangkat
secara perlahan. Ekstraksi katarak ekstrakapsuler (ECCE) merupakan teknik
pembedahan dengan cara pengambilan kapsula anterior, menekan keluar
nukleus lentis, dan menghisap sisa fragmen kortikal lunak menggunakan
irigasi dan alat hisap (Smeltzer & Bare, 2002). Selanjutnya dengan
meninggalkan kapsula posterior dan zonula lentis tetap utuh. Hal tersebut
dapat mempertahankan bentuk bagian posterior mata, sehingga dapat
mengurangi resiko terjadinya komplikasi yang serius (Smeltzer & Bare,
2002).
a. Penatalaksanaan ECCE
ECCE (Ekstra Capsular Cataract Extraction) adalah tindakan
pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa
dan kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan
pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama
keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi
sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma,
mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami
ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk
mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps
badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder (Vaugan, 2000 & Titcom, 2010).
18
b. IOL
Lensa intraokuler adalah lensa buatan yang ditanamkan ke dalam mata
pasien untuk mengganti lensa mata yang rusak dan sebagai salah satu cara
terbaik untuk rehabilitasi pasien katarak (Jayanegara, 2006). Sebelum
ditemukannya Intra Ocular Lens (IOL), rehabilitasi pasien pasca operasi
katarak dilakukan dengan pemasangan kacamata positif tebal
maupun Contact lens (kontak lensa), sehingga seringkali timbul keluhan-
keluhan dari pasien seperti bayangan yang dilihat lebih besar dan tinggi,
penafsiran jarak atau kedalaman yang keliru, lapang pandang yang terbatas
dan tidak ada kemungkinan menggunakan lensa binokuler bila mata lainnya
fakik (Vaugan, 2000).
IOL terdapat dalam berbagai ukuran dan variasi sehingga diperlukan
pengukuran yang tepat untuk mendapatkan ketajaman penglihatan pasca
operasi yang maksimal. Prediktabilitas dalam bedah katarak dapat diartikan
sebagai presentase perkiraan target refraksi yang direncanakan dapat tercapai
dan hal ini dipengaruhi oleh ketepatan biometri dan pemilihan formula lensa
intraokuler yang sesuai untuk menentukan kekuatan (power) lensa
intraokuler. Faktor-faktor biometri yang mempengaruhi prediktabilitas lensa
intraokuler yang ditanam antara lain panjang bola mata (Axial Length),
kurvatura kornea (nilai keratometri) dan posisi lensa intraokuler yang
dihubungkan dengan kedalaman bilik mata depan pasca operasi. Prinsip alat
pengukuran biometri yang umum digunakan untuk mendapatkan data
biometri yaitu dengan ultrasonografi (USG) atau Partial Coherence Laser
Interferometry (PCI).
19
P = [ nV / ( AL C ) ] [ K / ( 1 K x C / nA ) ]
Keterangan:
P = Kekuatan IOL (satuan dioptri)
K = Nilai kekuatan kornea sentral rata-rata
AL = Axial lenght (milimeter)
C = ELP, jarak anatara permukaan kornea anterior dengan
permukaan IOL (milimeter)
nV = Indeks refraksi dari vitreus
nA = Indeks refraksi dari humor aquos
Axial lenght adalah faktor yang paling penting dalam formula
mengukur kekuatan IOL, bila ditemukan kesalahan sebanyak 1mm dari
pengukuran AL maka akan menghasilkan kesalahan refraksi sebanyak 2,35 D
pada pada mata dengan AL 23,5mm. Kesalaha refraksi akan turun samapai
1,75 D/mm pada mata dengan AL 30mm tetapi meningkat sampai 3,75 D/mm
pada mata dengan AL 20mm. Jadi dapat disimpulkan bahwa akurasi dalam
pengukuran AL lebih bermakna pada mata dengan AL pendek dibandingkan
mata dengan AL panjang (Skuta, Cantor, dkk, 2010).
Kekuatan kornea sentral merupakan faktor kedua yang penting dalam
formula menghitung kekuatan IOL, dengan kesalahan 1,0 D akan
menghasilkan kesalahan refraksi postoperasi sebanyak 1,0 D. Kekuatan
20
3.
4. Clinical Pathway (Terlampir)
5. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
5.1 Pengkajian
a. Identitas pasien: nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat dan nomor register.
b. Keluhan utama : Penurunan ketajaman penglihatan dan silau.
c. Riwayat kesehatan dahulu:
Riwayat kesehatan dahulu klien diambil untuk menemukan masalah
primer klien, seperti: kesulitan membaca, pandangan kabur, pandangan
ganda, atau hilangnya daerah penglihatan soliter. Perawat harus
menemukan apakah masalahnya hanya mengenai satu mata atau dua mata
dan berapa lama klien sudah menderita kelainan ini. Riwayat mata yang
jelas sangat penting. Apakah klien pernah mengalami cedera mata atau
infeksi mata, penyakit apa yang terakhir diderita klien.
d. Riwayat kesehatan sekarang:
Eksplorasi keadaan atau status okuler umum klien. Apakah ia
mengenakan kacamata atau lensa kontak?, apakah klien mengalami
kesulitan melihat (fokus) pada jarak dekat atau jauh?, apakah ada keluhan
dalam membaca atau menonton televisi?, bagaimana dengan masalah
membedakan warna atau masalah dengan penglihatan lateral atau perifer?
e. Riwayat kesehatan keluarga:
Adakah riwayat kelainan mata pada keluarga derajat pertama atau kakek-
nenek.
f. Pemeriksaan fisik
Mata:
Pada inspeksi mata akan tampak pengembunan seperti mutiara keabuan
pada pupil sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop
(Smeltzer, 2002). Katarak terlihat tampak hitam terhadap refleks fundus
ketika mata diperiksa dengan oftalmoskop direk. Pemeriksaan slit lamp
memungkinkan pemeriksaan katarak secara rinci dan identifikasi lokasi
opasitas dengan tepat. Katarak terkait usia biasanya terletak didaerah
27
5.3 INTERVENSI
Pre Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1 Gangguan sensori persepsi: NOC NIC
penglihatan berhubungan dengan Sensory Function: Visual Communication Enhancement:
gangguan penerimaan sensori/ Ketajaman penglihatan klien Visual Deficit
perubahan status organ indera. adekuat ditandai dengan : 1. Identifikasi diri saat 1. Agar klien mampu fokus
1. Ketajaman dan fokus mata kiri memasuki area klien terhadap perawat
baik
2. Ketajaman dan fokus mata 2. Atur pencahayaan ruangan 2. Menghindari klien merasa
kanan baik klien silau dan terganggu dengan
Menanggapi rangsangan visual cahaya terang
3. Agar mengurangi masalah
3. Jelaskan mengenai cedera
lingkungan klien 4. Agar klien tidak merasa
4. Jangan memindahkan kebingungan dan kesulitan
barang-barang tanpa saat membutuhkan sesuatu,
menginformasikannya pada dikarenakan penurunan
klien penglihatan
5. Mengurangi kekeruhan
yangterdapat pada mata
5. Anjurkan klien untuk klien
melakukan pembedahan
2 Resiko Cedera berhubungan dengan NOC NIC
kerusakan penglihatan. Fall Occurrence Environmental Management
Kejadian Jatuh Safety
Klien mampu melakukan 1. Identifikasi kebutuhan 1. Mengetahui bagaimana
mencegah resiko cedera secara keamanan klien keamanan yang dibutuhkan
mandiri ditandai dengan: klien
29
Intra Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1. Resiko hipotermi berhubungan NOC NIC: pengaturan temperature:
dengan evaporasi Control temperature intraoperatif
Aktivitas:
a. Temperature ruangan 1. Atur suhu ruangan yang 1. Membantu menstabilkan
nyaman nyaman suhu pasien
b. Tidak terjadi hipotermi 2. Lindungi area diluar wilayah 2. Kehilangan panas dapat
operasi terjadi waktu kulit
dipajankan
2. Resiko cedera berhubungan NOC NIC
dengan prosedur invasif Risk Kontrol Surgical Precautions
Immune status 1. Tidurkan pasien pada meja 1. Mencegah jatuhnya pasien
Safety Behavior operasi sesuai kebutuhan 2. Dapat mengetahui
Klien tidak mengalami injury 2. Monitor penggunaan pemakaian instrumen
dengan kriteria hasil: instrumen jarum an kassa jarum dan kasa.
a. Klien terbebas dari cedera
b. Mampu mengenali
perubahan status kesehatan
c. Klien mampu menjelaskan
faktor risiko dari
lingkungan/perilaku
personal
32
Post Operasi
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan Rasional
1. Nyeri Akut berhubungan dengan NOC NIC
terputusnya kontinuitas jaringan Pain Level Pain Management
pasca operasi. Level Nyeri 1. Kaji secara keseluruhan 1. Mengetahui kondisi umum
Klien memperlihatkan tidak bertahap dan nyeri klien
adanya nyeri ditandai dengan : berkesinambungan mengenai
a. Tidak melaporkan nyeri nyeri (lokasi, karakter,
b. Tidak ada ekspresi durasi, frekuensi, kualitas,
menahan nyeri (meringis, intensitas, dan faktor
menangis) predisposisinya)
c. Tidak ada agitasi 2. Observasi nonverbal dan 2. Mengetahui keadaan nyeri
d. Toleran pada makanan komunikasi dan ketidaknyamanan yang
ketidaknyamanan muncul
3. Kooperatif klien berperan
3. Pastikan klien penting agar intervensi
memperhatikan perawatan yang diberikan dapat
nyeri diterima dan diaplikasikan
4. Untuk mengkomunikasikan
bagaimana perasaan klien
4. Gunakan komunikasi terhadap nyeri
terapeutik untuk mengetahui
repon, pemikiran,
pengetahuan dan 5. Membuat klien merasa
kepercayaan mengenai nyeri nyaman dan mengurangi
5. Kontrol lingkungan nyaman rasa nyeri
untuk klien 6. Menurunkan rasa nyeri dan
mengalihkan nyeri klien
6. Ajarkan teknik pengurangan
nyeri tanpa obat (seperti,
33
pembedahan mata. mencegah resiko cedera secara keamanan klien keamanan yang dibutuhkan
mandiri ditandai dengan: klien
a. Tidak jatuh saat berdiri 2. Identifikasi ancaman 2. Mengetahui ancaman yag
b. Tidak jatuh saat duduk keamanan klien terdapat di lingkugan klien
c. Tidak jatuh saat berjalan 3. Mengurangi ancaman dan
d. Tidak jatuh saat tidur 3. Modifikasi lingkungan klien meningkatkan keamanan
klien
4. Gunakan alat pelindung 4. Menjaga klien agar tidak
pasien seperti side rell terjatuh dan mengalami
cedera
5. Kolaborasi dengan agensi 5. Memberikan suasana
lain untuk menciptakan nyaman bagi klien
lingkungan aman
35
6. Disharge planning
Pendidikan pasien dan pertimbangan perwatan pasien di rumah
dilakukan setelah proses penyembuhan singkat setelah ektraksi katarak dan
implantasi lensa okuler (IOL). Pasien dapat dipulangkan dengan beberapa
intruksi atau anjuran dalam melakukan perawatan di rumah terkait pemberian
obat mata, pembersihan dan perlindungan, tingkat dan pembatasan aktivitas,
diet, pengotrolan nyeri, pemberian posisi, jadwal kontrol, dan gejala yang
harus dilaporkan segera (Smeltzer & Bare, 2001).
1. Pembatasan aktivitas
Aktivitas yang diperbolehkan:
a. Menonton televisi dan membaca tetapi tidak terlalu lama
b. Melakukan aktivitas biasanya tetapi dikurangi
c. Posisi tubuh tidak boleh membungkuk dan tidak dianjurkan untuk
mengangkat beban berat kurang lebih selama 1 minggu
d. Posisi tubuh saat tidur dianjurkan terlentang atau miring ke arah mata yang
sehat
e. Aktivitas sebaiknya dengan duduk
f. Penggunaan pelindung mata ketika malam hari dan kacamata hitam pada
siang hari kurang lebih sekitar 2 minggu
g. Posisi tubuh berlutut atau jongkok pada saat mengambil sesuatu yang jatuh
di lantai
Aktivitas yang tidak diperbolehkan
a. Tidur pada sisi yang sakit
b. Menggosok mata, menekan kelopak mata saat menutup
c. Mengejan saat defekasi
d. Memakai sabun mendekati mata yang sakit
e. Mengangkat benda yang lebih dari 7 kg
f. Mengendarai kendaraan
g. Betuk, bersin, dan muntah
h. Posisi kepala menunduk sampai bawah pinggang, posisi hanya melipat
lutut dengan punggung tetap lurus saat mengambil sesuatu di lantai.
36
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas S. 2007. Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Jayanegara IWG. 2006. One Needle Technique for Non Phaco Small Incision
Cataract Surgery. Jakarta: IOA the 11th Congress In Jakarta.
Skuta GL, Cantor LB, Weiss JS, et all. 2010. Clinical Optics Section 3. American
Academy Opthamology.
Vaugan G. D, Asbury T, Eva R.P. 2000. Oftalmologi umum. Edisi 14. Jakarta:
Widya medika.
Wijana, Nana S.D. 1993. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Penerbit Abadi Tegal.