Anda di halaman 1dari 92

KARYA ILMIAH AKHIR NERS

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN POST


LAPARATOMI TUTUP KOLOSTOMI H+1 YANG DENGAN INOVASI
MOIST WOUND CARE UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN
LUKA OPERASI DI RUANG BEDAH WANITA RSUD JAYAPURA

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ners (Ns)

DISUSUN OLEH:

ZAINAB, S.Kep
NIM.2019086026042

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS CENDERAWASIH
2020

i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Zainab

NIM : 2019086026042

Menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa Karya Ilmiah AKhir Ners yang saya
tulis ini merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atas pemilikan orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau terdapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan Karya Ilmiah Akhir Ners ini
merupakan hasil karya orang lain, maka saya bersedia mempertanggung jawabkan
sekaligus bersedia menerima sanksi perbuatan tidak terpuji tersebut.

Demikian pernyataan ini saya buat dalam keadaan sadar dan tanpa ada paksaan
sama sekali.

Jayapura, Januari 2020

Yang membuat pernyataan

Zainab

ii
HALAMAN PERSETUJUAN

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN POST


LAPARATOMI TUTUP KOLOSTOMI H+1 YANG DENGAN INOVASI
MOIST WOUND CARE UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN
LUKA OPERASI DI RUANG BEDAH WANITA RSUD JAYAPURA
Oleh

ZAINAB
2019086026042

Karya Ilmiah Akhir Ners ini telah disetujui untuk diseminarkan

Jayapura, Desember 2020

Dosen Pembimbing

Pembimbing I Pembimbing II

Ns. Ramadhan T.S, S.Kep., M.Kep Hotnida Erlin S, S.Kep.,Ns., M.Ng


NIP/NIK: NIP.1977092802014042001
Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih

Fransisca Baticaca, S.Pd., S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB


NIP: 19621026 198802 2 001

iii
HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN POST


LAPARATOMI TUTUP KOLOSTOMI H+1 YANG DENGAN INOVASI
MOIST WOUND CARE UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN
LUKA OPERASI DI RUANG BEDAH WANITA RSUD JAYAPURA
Telah dipertahankan di hadapan Sidang Tim Penguji Akhir

Pada

Hari/Tanggal : Senin, Januari 2021

Pukul : 10.00 – 12.00 WIT

Oleh :

ZAINAB
2019086026042

Dan yang bersangkutan dinyatakan

LULUS

TIM PENGUJI

Penguji I ……………………………..

Penguji II …………………………….

Penguji III ……………………………..

Mengetahui,

Ketua Program Studi Ilmu Keperawatan


Fakultas Kedokteran Universitas Cenderawasih

Fransisca Baticaca, S.Pd., S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB


NIP: 19621026 198802 2 001

iv
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah banyak melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya yang tak terhingga membuat penulis mampu menyelesaikan
penyusunan karya ilmiah akhir ners (KIAN) yang berjudul “Analisis Praktik
Klinik Keperawatan Pada Pasien Post Laparatomi Tutup Kolostomi H+1 Yang
Dengan Inovasi Moist Wound Care Untuk Mempercepat Penyembuhan Luka
Operasi Di Ruang Bedah Wanita Rsud Jayapura”. Karya Ilmiah Akhir Ners ini
diajukan guna menyelesaikan pendidikan profesi ners. Dalam penyusunan Karya
Ilmiah Akhir Ners ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan bantuan dari
berbagai pihak, maka dari itu pada kesempatan yang baik ini menyampaikan
ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr Ir Apolo Safanpo, ST, MT selaku Rektor Universitas


Cenderawasih
2. Bapak dr. Trajanus L. Jembise, Sp, B selaku Dekan Fakultas Kedokteran
Universitas Cenderawasih Jayapura dan Para pembantu Dekan.
3. Ibu Fransisca B. Batticaca, S.Pd.,Ns.,Sp.Kepkom selaku Ketua Program
Studi Ilmu Keperawatan.
4. Ibu Juliawati,S.Kep.,M.,Kep.,Sp.Kep.An Koordinator Profesi Ners
Program Studi Ilmu Keperawatan
5. Bapak dr. Alosius Giay, M.Kes selaku Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Jayapura Papua yang telah memberikan ijin praktik kepada penulis
6. Kepala Ruangan Bedah Wanita yang telah banyak membantu dalam
praktik penulis selama ini
7. Bapak Ns. Ramadhan Trybahari Sugiharno, M.Kep selaku pembimbing I
yang telah banyak memberikan masukan dan saran demi kesempurnaan
Karya Ilmiah Akhir Ners ini.
8. Ibu Hotnida Erlin Situmorang, S.Kep., Ns., M.Ng selaku pembimbing II
yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan
saran pada karya Ilmiah Akhir Ners ini
9. Seluruh Dosen dan Staff pengajar dan pembimbing pada Program Studi
Ilmu Keperawatan yang telah banyak membantu dan bimbingan selama
menempuh pendidikan di Universitas Cenderawasih

v
10. Special untuk kedua orang tua saya, suami dan anak-anakku yang telah
sangat luar biasa memberikan moral dan material selama menempuh
pendidikan ini hingga selesai menjadi Ners
11. Kepada teman-teman seperjuangan profesi ners angkatan 2019, terima
kasih untuk kekompakkan semuanya dan telah banyak memberikan
masukan dan bantuan berharga dalam penyelesaian Karya Ilmiah Akhir
Ners ini.
Semoga Allah SWT akan membalas kebaikan semuanya dan karunia yang
berlimpah. Penulis menyadari bahwa KIAN ini masih banyak kekurangan,
memohon untuk mendapatkan masukan dan saran yang membangun. Semoga
karya ilmiah akhir ners ini bermanfaat dalam memberikan informasi di bidang
kesehatan terutama Bidang Keperawatan.

Jayapura, Januari 2020

Penulis

vi
ANALISIS PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN POST
LAPARATOMI TUTUP KOLOSTOMI H+1 YANG DENGAN INOVASI
MOIST WOUND CARE UNTUK MEMPERCEPAT PENYEMBUHAN
LUKA OPERASI DI RUANG BEDAH WANITA RSUD JAYAPURA
1 2 3
Zainab , Ramadhan T. Sugiharno , Hotnida Erlin Situmorang .

ABSTRAK

Laparatomi merupakan salah satu tindakan pembedahan perut, membuka selaput


perut dengan operasi. Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah
abdomen, Bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan. Pasien
akan mendapatkan perawatan luka setelah dilakukan pembedahan. Perawatan luka
yang diberikan yaitu moist wound care sebagai salah satu modern dressing pada
pasien post operasi. Tujuan dalam penulisan ini yaitu memberikan inovasi
perawatan modern dressing pada pasien post laparatomi eksplorasi tutup
kolostomi dalam proses penyembuhan luka. Hasil : Pasien yang diberikan
tindakan keperawatan moist wound dressing selama 4 hari kemudian dievaluasi
menunjukkan luka pasien lembab, tidak ada tanda-tanda infeksi. Moist wound
care yang diberikan berupa cutimed gel, diseluruh luka post operasi dengan teknik
perawatan luka steril. Respon pasien merasakan lebih nyaman , rasa mnyeri pada
saat perawatan luka minimal. Kesimpulan: Moist wound care efektif diberikan
pada pasien post operasi laparatomi eksplorasi yang merupakan salah satu teknik
perawatan modern dressing.

Kata Kunci : Laparatomi, Moist Wound Care, Penyembuhan luka.

vii
ANALYSIS OF CLINICAL NURSING PRACTICES IN LAPARATOMIC
POST CLOSED H + 1 COLOSTOMY WITH MOIST WOUND CARE
INNOVATION TO ACCELERATE OPERATING WOUND HEALING IN
WOMEN'S SURGERY ROOM RSUD JAYAPURA
1 2 3
Zainab , Ramadhan T Sugiharno , Hotnida Erlin Situmorang .

ABSTRACT

Laparatomy is a type of abdominal surgery, which opens the stomach lining with
surgery. Laparatomy surgery is an operation in the abdominal area, Laparatomy
surgery is an incision technique performed in the abdominal area that can be
performed in digestive and uterine surgeries. Patients will receive wound care
after surgery. The wound care provided is moist wound care as a modern dressing
for postoperative patients. The purpose of this paper is to provide modern dressing
innovations in post-laparotomy patients with exploratory colostomy caps in the
wound healing process. Results: Patients who were given moist wound dressing
for 4 days were evaluated to show that the patient's wound was moist, there were
no signs of infection. The moist wound care provided is in the form of cuttimed
gel, for all postoperative wounds with sterile wound care techniques. Patient
response feels more comfortable, minimal pain during wound care. Conclusion:
Moist wound care is effective for postoperative laparotomy exploratory patients,
which is one of the modern dressing treatment techniques

Keywords: Laparatomyc, Moist wound care, wound healing.

viii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………………………….. i


HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ………………………... ii
HALAMAN PERSETUJUAN …………………………………………... iii
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….... iv
KATA PENGANTAR …………………………………………………… v
ABSTRAK ……………………………………………………………….. vii
ABSTRACT ……………………………………………………………… viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………... ix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….. xi
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xiii
DAFTAR SINGKATAN ………………………………………………… xiv
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………… 1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………….. 1
1.2.Tujuan Penulisan ……………………………………………………… 4
1.3.Manfaat Penulisan …………………………………………………….. 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………... 5
2.1. Konsep Medis Laparatomi …………………………………………… 5
2.2. Konsep Dasar Masalah Keperawatan Risiko Infeksi ………………… 9
2.3. Asuhan Keperawatan Pasien Post Laparatomi Eksplorasi …………… 20
2.4. Kerangka Konsep …………………………………………………….. 27
BAB III. TINJAUAN KASUS …………………………………………... 28
3.1. Pengkajian ……………………………………………………………. 28
3.2. Analisa Data ………………………………………………………….. 36
3.3. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul ……………………………….. 37
3.4. Rencana Keperawatan………………………………………………… 38
3.5. Catatan Perkembangan ……………………………………………….. 44
BAB IV. PEMBAHASAN ……………………………………………….. 55
4.1. Analisa Kasus Terkait Teori ………………………………………….. 55
4.2. Analisa Kasus Berdasarkan Masalah Keperawatan Resiko Infeksi …. 57
4.3. Alternatif Berdasarkan Evidence Based Practice ……………………. 59
4.4. Alternatif Pemecahan Masalah ………………………………………. 61

ix
BAB V. PENUTUP ………………………………………………………. 62
5.1. Kesimpulan …………………………………………………………... 62
5.2. Saran ………………………………………………………………….. 62
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

x
DAFTAR GAMBAR

Judul Hal
Gambar 2.1. Pathways Laparatomi 8
Gambar 2.2. Kerangka Konsep 27
Ganbar 3.1. Genogram Pasien 29

xi
DAFTAR TABEL

Judul Hal
Tabel 2.1. Masalah Keperawatan Resiko Infeksi 24
Tabel 2.2. Intervensi Keperawatan 25
Tabel 3.1. Pola Aktivitas Sehari-hari (Pola Gordon) 30
Tabel 3.2. Pemeriksaan Fisik Head to Toe 32
Tabel 3.3. Hasil Laboratorium tanggal 15 Desember 2020 34
Tabel 3.4. Analisa Data Klien Post Laparatomi 36
Tabel 3.5. Rencana Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Laparatomi 38
Tabel 3.6. Catatan Perkembangan Klien Post Laparatomi 44

xii
DAFTAR LAMPIRAN

Judul
Lampiran 1. Perawatan Luka Pasien Post Laparatomi Modern Dressing Moist
Mound Care
Lampiran 2. SOP Perawatan Luka Moist Wound Care
Lampiran 3. Laporan Pembedahan Laparatomi Eksplorasi Tutup Kolostomi

xiii
DAFTAR SINGKATAN

ADLs : Activity Daily Living’s


APTT : Activated Partial Thromboplastin Time
APWCC : Asia Pacific Wound Care
BAB :Buang Air Besar
BAK : Buang Air Kecil
BB : Berat Badan
Ca : Cancer
Cm : Centimeter
CSSD : Central Sterilization Supply Departement
HB : Hemoglobin
HbSAg : Hepatitis B Surface Antigen
H+2 : Hari plus kedua
IVFD : Intra Vena Fluid Distribution
DEPKES RI : Departemen Kesehatan Republik Indonesia
DO : Data Obyektif
DS : Data Subyektif
DPP : Dewan Pimpinan Pusat
EMV : Eye, Movement, Verbal
GDPP : Glukosa Darah Post Prandial
IASP : International Association For Study of Pain
IGD : Instalasi Gawat Darurat
Gr : gram
KU : Keadaan Umum
MCH : Mean Corpuscular Hemoglobin
MCHC : Mean Corpuscular Hemoglobin Consenteration
MCV :Mean Corpuscular Volume
Mg : miligram
mmHg : milimeterhidroginon
Ml : mililiter
NaCl : Natrium Clorida
NANDA : North American Nursing Diagnosis Association

xiv
NIC : Nursing Interventions Classification
NOC : Nursing Outcomes Classifisation
Ny : Nyonya
PH : Power of Hydrogen (derajat keasaman)
POKJA : Kelompok Kerja
P,Q,R,S,T : Provokatif/Paliatif, Quality, Region, Severity, Time
PPNI : Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Puskesmas : Pusat Kesehatan Masyarakat
PT : Prothrombin Time
RBC : Red Blood Cell (Sel Darah Merah)
RDW : Red Cell Distribution Width
RL : Ringer Laktat
RS : Rumah Sakit
RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah
SDKI : Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
SGOT : Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase
SGPT : Serum Glutamic Pyruvic Transaminase
SMP : Sekolah Menengah Pertama
SMA : Sekolah Menengah Atas
SOAP : Subyektif, Obyektif, Asssesment, Planning
SOP : Standar Operasional Prosedur
TB : Tinggi Badan
TGF : Transforming Growth Factor
Tts : tetes
TTV : Tanda Tanda Vital
USG : UltraSonografi
WBC : White Blood Cell (Sel Darah Putih)
WHO : World Health Organization
µL : microliter

xv
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Beban penyakit di dunia sekitar 11% berasal dari penyakit atau keadaan
yang sebenarnya bisa ditanggulangi dengan pembedahan. Wolrd Health
Organization (WHO) menyatakan bahwa kasus bedah adalah masalah
kesehatan masyarakat. Terkait tindakan bedah, diperkirakan lebih dari 100 juta
pasien di dunia menerima pelayanan bedah dimana setengahnya dapat
mengalami kematian atau kecacatan akibat kejadian tidak diinginkan yang
bisa dicegah. Data dari WHO menemukan 90% dari cedera terjadi di negara
berpenghasilan rendah dan menengah (Kemenkes, 2015).
Laparatomi merupakan salah satu tindakan pembedahan perut,
membuka selaput perut dengan operasi. Bedah laparatomi merupakan tindakan
operasi pada daerah abdomen, Bedah laparatomi merupakan teknik sayatan
yang dilakukan pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah
digestif dan kandungan. Pembedahan perut sampai membuka selaput perut
(Yopalika dkk, 2011). Sandy (2015) menjelaskan bahwa ada pembedahan
laparotomi membutuhkan insisi pada dinding abdominal yang cukup lebar
sehingga beresiko untuk terjadinya infeksi, terutama infeksi luka operasi paska
pembedahan. Data dari World Health Organization (WHO) melaporkan
bahwa angka kejadian infeksi luka operasi di dunia berkisar 5%-34%. Infeksi
luka operasi di United Kingdom memiliki angka kejadian infeksi luka operasi
sekitar 10%.2 Penambahan waktu perawatan mengakibatkan biaya
penanganan infeksi luka semakin meningkat, seperti di Amerika Serikat
terjadi peningkatan lebih dari 1,5 miliar dolar (Frensbener, 2011 dalam
Muttaqien, 2016)
Tindakan bedah laparotomi diperkirakan mencapai 32% dari seluruh
tindakan bedah yang ada di Indonesia berdasarkan data tabulasi nasional
Depkes RI tahun 2009 (Fahmi, 2012). Berdasarkan data dari ruangan bedah
wanita RSUD Jayapura diperoleh hasil bahwa angka kejadian tindakan bedah
laparomi termasuk dalam 10 besar tindakan operasi. Tindakan laparatomi
yang sering dilakukan salah satunya yaitu laparatomi eksplorasi colostomy.

1
Tindakan operasi memiliki banyak resiko atau komplikasi. Menurut
Jitowiyono (2010) menjelaskan bahwa komplikasi dari tindakan post
laparatomi ada tiga yaitu gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan
tromboplebitis, buruknya integritas kulit sehubungan dengan dehisensi luka
atau eviserasi dan buruknya integritas kulit sehubungan dengan luka infeksi
Manajemen perawatan luka dengan metode konvensional, luka hanya
dibersihkan dengan dengan cairan normal saline atau larutan NaCl 0,9% dan
ditambahkan dengan iodine providine kemudian ditutup dengan kassa kering.
Balutan dengan kassa tersebut merupakan material pasif dan berfungsi
sebagai pelindung luka, menjaga kehangatan, dan menutupi penampilan luka
yang tidak menyenangkan (Damsir, 2019).
Saat ini metode perawatan luka yang sedang berkembang berpegang
pada prinsip moisture balance disebut dengan modern wound dressing
(Kartika, 2015). Prinsip tersebut berarti mempertahankan dan menjaga luka
tetap lembap untuk proses penyembuhan luka, mempertahankan kehilangan
cairan jaringan dan kematian sel (Handayani, 2016). Mempertahankan luka
dalam kondisi lembab dapat membantu proses penyembuhan hingga 45%
serta dapat mengurangi resiko komplikasi infeksi agar tidak menyebar ke
organ yang lain (Kusyati, 2016). Terdapat 7 faktor yang menghambat
penyembuhan luka yaitu usia, infeksi, hipovolemi, hematoma, benda asing,
iskemia, diabetes dan pengobatan (Cahyono dalam Kusyati 2016).
Menurut hasil penelitian Damsir (2018) bahwa perawatan luka
menggunakan balutan modern lebih efektif dibandingkan dengan perawatan
luka dengan balutan konvensional terhadap proses penyembuhan luka
diabetik. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Nurhaida
(2017) bahwa adanya efektifitas terapi modern dressing terhadap proses
penyembuhan luka kaki diabetik. Balutan konvensional kurang dapat menjaga
kelembaban luka dikarenakan NaCl akan menguap dan membuat kasa
menjadi kering. Proses penyembuhan luka dengan metode konvensional
terjadi sangat lambat dibandingkan dengan perawatan luka modern. Hal
tersebut disebabkan karena kasa yang diganti setiap hari pada luka dalam
proses granulasi menyebabkan trauma kembali pada luka sehingga proses

2
penyembuhan luka kembali ke tahap awal. Luka dengan kondisi kering
menyebabkan perkembangan luka menjadi terhambat (Handayani, 2016).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Nontji (2015), balutan
luka modern dapat merangsang pertumbuhan sitokinin sehingga mempercepat
proses penyembuhan luka. Selain itu, dalam penelitian yang dilakukan oleh
Fife, et al, (2012) dalam Gifari (2018), setengah dari luka dapat disembuhkan
dengan prinsip lembab tanpa terapi lanjutan. Manajemen perawatan luka
modern mengedepankan inovasi produk-produk perawatan luka yang dipilih
berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort), dan
keamanan (safety) (Fata, dkk, 2017). Menurut hasil penelitian yang dilakukan
oleh Tiara (2012), pada pasien yang dilakukan perawatan luka dengan
modern dressing didapatkan penurunan skor derajat luka sebesar 7,5 dengan
rata-rata biaya perawatan sebesar Rp 335.000, sedangkan pada pasien dengan
perawatan luka konvensional didapatkan penurunan skor derajat luka sebesar
2,62 dengan rata-rata biaya perawatan sebesar Rp 234.375. Biaya yang mahal
bukan berarti perawatan luka tersebut tidak efektif. Luka yang dirawat dengan
cara konvensional akan memerlukan waktu yang lebih lama dalam perawatan
karena terjadinya perdarahan atau trauma ulang sebagai dampak dari
penggantian balutan yang terlalu sering (Tiara, 2012). Saat ini rumah sakit
yang ada di Indonesia masih menggunakan teknik perawatan luka
konvensional, untuk modern dressing masih jarang dilakukan.
Berdasarkan data dari Asia Pacific Wound Care (APWCC) hingga
tahun 2012, di Indonesia setidaknya 25 dari 1000 lebih rumah sakit yang telah
menerapkan perawatan luka modern (Sutriyanto, 2015 dalam Fatmadona &
Oktarina, 2016). Modern dressing masih jarang diterapkan karena minimnya
kompensasi yang diberikan oleh BPJS serta dukungan dari RS yang kurang
untuk menggunakan modern dressing pada perawatan luka (Fatmadona &
Oktarina, 2016). Dengan dukungan teori dan penelitian yang dilakukan pada
pasien ulkus diabetikum menggunakan perawatan luka dengan modern
dressing maka penulis tertarik untuk menggali lebih dalam mengenai
pengaruh modern dressing terhadap penyembuhan luka.

3
PPNI (2017) menjelaskan bahwa seorang perawat berperan sebagai
pelaksana keperawatan, pengelola keperawatan dan atau kesehatan, pendidik
dan peneliti. Dalam melaksanakan tugasnya berfungsi secara mandiri dan
kerjasama (kolaborasi). Majid, (2011) menyatakan bahwa seorang perawat
memiliki peran dalam merawat pasien post operasi yaitu monitor tanda-tanda
vital dan keadaan umum pasien, drainage, tube/selang, dan komplikasi,
manajemen luka, mobilisasi dini, rehabilitasi dan discharge planning. Pasien
post operasi laparotomi pada umumnya mengalami masalah keperawatan
nyeri akut. Oleh karena itu, dibutuhkan peran serta perawat dalam
menurunkan masalah pasien tersebut.
Perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
baik berkaitan dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian
yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi
tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta dokumentasi
hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh perawat adalah
berkaitan dengan cost effectiveness. Manajemen perawatan luka modern
sangat mengedepankan isu tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin
banyaknya inovasi terbaru dalam perkembangan produk-produk yang bisa
dipakai dalam merawat luka. Dalam hal ini, perawat dituntut untuk
memahami produk-produk tersebut dengan baik sebagai bagian dari proses
pengambilan keputusan yang sesuai dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya,
pemilihan produk yang tepat harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost),
kenyamanan (comfort), keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka
yang berkembang pada saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang melihat
sisi klien dari berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan
social (Widasari, 2018).
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka penulis tertarik
mengambil judul “Analisis Praktik Klinik Keperawatan Pada Pasien Post
Laparatomi Dengan Inovasi Perawatan Luka Mois Wound Care di Ruang
Bedah Wanita RSUD Jayapura”.

4
1.2.Tujuan
1.2.1. Tujuan Umum
Mendeskripsikan analisis praktik klinik keperawatan pada pasien post
laparatomi kolostomi dengan inovasi perawatan luka moist wound care di
Ruang Bedah Wanita RSUD Jayapura
1.2.2. Tujuan Khusus
a. Melakukan analisis masalah keperawatan berkaitan dengan post
laparatomi tutup kolostomi
b. Melakukan asuhan keperawatan kepada pasien kelolaan dengan post
laparatomi tutup kolostomi
c. Melakukan analisis evidence based practice mengenai perawatan luka
modern dressing moist wound care untuk meningkatkan penyembuhan
luka pada pasien post laparatomi tutup kolostomi
1.3.Manfaat
1.3.1. Manfaat Teoritis
a. Bagi Pendidikan
Hasil penulisan ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas
pembelajaran dalam mengembangkan ilmu yang berkaitan dengan
onkologi dan sistem digestif mengenai penyakit kanker kolon shingga
diharapkan dapat mengetahui asuhan keperawatan yang tepat terutama
pada pasien kanker dengan cara memasukkan sub bab mata kuliah
mengenai bidang onkologi.
b. Bagi Penulis Selanjutnya
Penulisan ini diharapkan dapat menjadi bahan dasar untuk melakukan
evidence based practice yang serupa dengan kasus lain atau melakukan
sesuai dengan penelitian terbaru.
1.3.2. Manfaat Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan wawasan dalam
melakukan intervensi keperawatan dalam menyusun asuhan keperawatan
pasca pembedahan. Khususnya pada pasien post laparatomi tutup
kolostomi.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Konsep Medis Laparatomi
1.1.1. Pengertian Laparatomi

Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat


terjadinya perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus. (Arif
Mansjoer, 2010). Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput
perut dengan operasi (Lakaman, 2011).
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan yang melibatkan suatu
insisi pada dinding abdomen hingga ke cavitas abdomen (Sjamsurihidayat
dan Jong, 2010). Laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada
daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan obgyn.
Adapun tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan tenik insisi
laparatomi ini adalah herniotomi, gasterektomi, kolesistoduodenostomi,
hepatorektomi, splenoktomi, apendektomi, kolostomi, hemoroidektomi dan
fistuloktomi. Sedangkan tindakan bedah obgyn yang sering dilakukan dengan
tindakan laoparatomi adalah berbagai jenis operasi pada uterus, operasi pada
tuba fallopi, dan operasi ovarium, yang meliputi histerektomi, baik
histerektomi total, radikal, eksenterasi pelvic, salpingooferektomi bilateral
(Smeltzer & Bare 2014).
Laparatomi adalah pembedahan perut, membuka selaput perut dengan
operasi. Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah abdomen,
bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah
abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan kandungan.
Pembedahan perut sampai membukaselaput perut. Ada 4 cara pembedahan
laparatomi yaitu:
1. Midline incision
2. Paramedian, yaitu sedikit ke tepi dari garis tengah (2, 5 cm), panjang (12, 5
cm).
3. Transverse upper abdomen incision, yaitu insisi di bagian atas, misalnya
pembedahan colesistotomy dan splenektomy.

6
4. Transverse lower abdomen incision, yaitu insisi melintang di bagian bawah
4 cm di atas anterior spinal iliaka, misalnya pada operasi laparatomi
kolstomi.
Latihan-latihan fisik seperti latihan napas dalam, latihan batuk efektif,
menggerakan otot-otot kaki, menggerakkan otot-otot bokong, Latihan alih
baring dan turun dari tempat tidur. Semuanya dilakukan hari ke-2 post
operasi (Sjamsuhidayat dan Jong, 2010).
1.1.2. Komplikasi Laparatomi
Komplikasi yang sering terjadi dan ditemukan pada pasien operasi
laparatomi berupa ventilasi paru tidak adekuat, gangguan kardiovaskuler
(hipertensi, aritmia jantung), gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
dan gannguan rasa nyaman dan kecelakaan (Azis, 2010). Berikut
komplikasi yangsering terjadi post laparatomi:
a. Tromboplebitis
Tromboplebitis post opersi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul bila darah tersebut lepas dari
dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli ke
paru-paru, hati dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan kaki
post operasi, dan ambulatif dini
b. Infeksi
lnfeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi. Organisme
yang paling sering menimbulkan infeksi adalah stapilokokus aureus,
organisme gram positif. Stapilokokus mengakibatkan pernanahan.
Untuk menghindari infeksi luka yang paling penting adalah perawatan
luka dengan mempertahankan aseptik dan antiseptic
c. Eviserasi
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup
waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen
sebagai akibat dari batuk dan muntah. Eviserasi ini akan menyebabkan
masalah kepeawatan Kerusakan Integritas Kulit pada pasien post

7
laparatomi. Untuk mencegah eviserasi yang paling penting adalah
perawatan luka modern.
1.1.3. Perawatan Post Laparatomi
Perawatan post laparotomi adalah bentuk pelayanan yang diberikan pada
pasien yang telah menjalani operasi pembedahan abdomen. Tujuan
perawatan laparotomi adalah mengurangi komplikasi akibat pembedahan,
mempercapat penyembuhan, mengembalikan fungsi pasien semaksimal
mumgkin seperti sebelum operasi dan mempersiapkan pasien pulang.
Pengembalian fungsi fisik dilakukan segera setelah operasi dengan latihan
nafas dan batuk efektif, serta mobilisasi dini (Jitowiyoto, 2010 dalam Neli
2017).
1.1.4. Laparatomi Kolostomi
Kolostomi adalah Pembuatan lubang (stoma) pada kolon secara bedah.
Stoma ini dapat berfungsi sebagai diversi sementara atau permanen. Ini
untuk memungkinkan drainage atau evakuasi isi kolon keluar tubuh.
Konsistensi drainase dihubungkan dengan penempatan kolostomi, yang
ditentukan oleh lokasi tumor dan luasnya invasi pada jaringan sekitar.
(Smeltzer & Bare, 2014).

8
Pathways laparatomi Eksplorasi Tutup Kolostomi

Kanker Kolorektal

Dilakukan operasi
MK: Nyeri Akut
Laparatomi eksplorasi kolostomi

Kerusakan jaringan paska insisi


MK: Resiko Infeksi Efek anestesi post
operasi

Gangguan gastrointetsinal Disfungsi gerak

Distress system pernafasan


Mual, muntah, kembung, Hambatan Mobilitas Fisik
anoreksia
Reflek batu, otot pernafasan
melemah
Interaksi nutrisi tidak adekuat,
kehilangan cairan dan elektrolit

Bersihan jalan nafas tidak


efektif Ketidakseimbangan: nutrisi
kurang dari kebutuhan
tubuh

Gambar 2.1. Pathways Laparatomi


(Sumber: Smeltzer & Bare (2014), Nuratif & Kusuma (2015).

9
1.2. Konsep Dasar Masalah Keperawatan Resiko Infeksi
1.2.1. Konsep infeksi
Infeksi adalah invasi tubuh patogen atau mikroorganisme yang mampu
menyebabkan sakit. Risiko infeksi merupakan keadaan dimana seorang
individu berisiko terserang oleh agen patogenik dan oportunistik (virus,
jamur, bakteri, protozoa, atau parasit lain) dari sumber-sumber eksternal,
sumber-sumber eksogen dan endogen (Potter & Perry, 2012).
1.2.2. Faktor risiko infeksi
Menurut Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (2017), faktor risiko
terjadinya infeksi adalah sebagai berikut:
a. Efek prosedur invasif
b. Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan.
c. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer: Kerusakan integritas kulit,
ketuban pecah lama, ketuban pecah sebelum waktunya,
d. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder: Penurunan hemoglobin,
imununosupresi.
1.2.3. Faktor penyebab risiko infeksi
Penyebab dari resiko infeksi pada pasien post laparatomi eksplorasi dalam
klasifikasi (NANDA, 2012) antara lain:
a. Prosedur invasive (pembedahan)
b. Tidak cukup pengetahuan dalam menghindari paparan pathogen
c. Trauma
d. Destruksi jaringan dan peningkatan paparan lingkungan
e. Agen parmasetikal (misalnya imunosupresan)
f. Malnutrisi
g. Peningkatan paparan lingkungan terhadap pathogen
h. Imunosupresi
i. Imunitas tidak adekuat
j. Pertahanan sekudner tidak adekuat (HB menurun, leukopenia,
penekanan respon inflamasi)

10
k. Pertahanan respon primer tidak adekuat (kulit tak utuh, trauma
jaringan penurunan gerak silia, cairan tubuh statis, perubahan
sekresi pH, perubahan peristaltic usus)
l. Penyakit kronis

1.2.4. Dampak Risiko infeksi


Dampak apabila pasien mengalami infeksi luka Post laparatomi dan tidak
segera ditangani akan mengakibatkan terjadinya kerusakan pada jaringan
epidermis maupun dermis, gangguan pada sistem persyarafan, dan
kerusakan jaringan seluler menurut (Hasanah and Wardayanti, 2015)

1.3. Konsep Proses Penyembuhan Luka


1.3.1. Definisi Luka
Luka adalah rusaknya struktur dan fungsi anatomis kulit normal
akibat proses patalogis yang berasal dari internal dan eksternal yang
mengenai organ tertentu. Luka dapat diartikan tidak rusak atau terputusnya
keutuhan jaringan yang di sebabkan cara fisik atau mekanik, diantaranya
trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan,
sengatan listrik, gigitan hewan dan lain-lain. Luka dapat berdarah maupun
tidak. Luka dapat menimbulkan kejadian infeksi ataupun merupakan alat
mentrasfer suatu penyakit dari yang sehat menjadi terinfeksi.
1.3.2. Luka Operasi
Jenis luka operasi diantaranya
a. Luka operasi bersih
1. Pembalutan luka / operasi pada daerah kulit yang pada kondisi pra
bedah tanpa peradangan dan tidak membuka traktus respiratoris,
traktur gastrointestinal, traktur orofaring, traktus urinarius atau traktus
bilier.
2. Pembuatan luka operasi berencana dengan penutupan kulit primer
dengan atau tanpa pemakaian drain tertutup mislnya luka pada daerah
wajah, kepala, ekstrimitas atas / bawah.

11
b. Luka operasi terkontaminasi
1. Pembuatan luka operasi dengan membuka traktus digestive, traktus
bilier, traktur urinarius atau traktus respiratori sampai dengan
orofaring, traktus reproduksi kecuali ovarium.

2. Pembuatan luka / operasi tanpa pencemaran nyata (gross spilage),


contoh: operasi pada traktus bilier, apendiks, laparatomi, trakeostomi,
neprostomi.
c. Luka kotor
1. Pada perforasi traktus digestivus, dehiscent
2. Melewati daerah purulent, inflamasi memanjang
3. Luka bersih atau akut terbuka lebih dari 6 jam
4. Hasil klinis atau swab menunjukkan adanya infeksi

4.1.1. Fase Penyembuhan Luka


a. Fase inflamasi
1) Merupakan awal dari proses penyembuhan luka sampai hari kedua
2) Proses peradangan akut terjadi dalam 24 – 48 jam pertama setelah cidera
3) Proses efisiensi mulai terbentuk pada fase ini beberapa jam setelah terjadi
luka
4) Terjadi reproduksi dan migrasi sel dari tepi luka menuju ketengah luka
5) Fase ini mengalami kontraksi dan retraksi disertai reaksi hemostasis yang
melepaskan dan mengaktifkan sitokin yang berperan untuk terjadinya
kemotaksis retrofil, makrofag, mast sel, sel endoteleal dan fibroblast
6) Pada fase ini kemudian terjadi vasodilatasi dan akumulasi lekosit dan
mengeluarkan mediator inflamasi TGF beta 1 akan mengatifasi untuk
mensintesis kolagen
b. Fase proliferasi
1) Fase ini mengikuti fase inflamasi dan berlangsung lama -2 3 minggu
(Eka Putra, 2013). Pada fase ini terjadi neoangiogenesis membentuk
kapiler baru

12
2) Fase ini disebut juga fibroplasia menonjol perannya. Fibroplasia
mengalami proliferasi dan berfungsi dengan bantuan vitamin B dan C
serta oksigen dalam mensintesis kolagen
3) Serat kolagen kekuatan untuk berupa tepi luka. Pada fase ini mulai terjadi
granulasi, konstraksi luka dan epitelisasi.
c. Fase maturasi
Fase ini, terjadi proses pematangan, terjadi penyerapan kembali jaringan
yang berlebihan, pengerutan, dan akhirnya timbul penyerupaan jaringan
pada daerah luka. Lamanya fase ini tergantung dari tingkat luka, ringan,
sedang, atau luka berat, dan dinyatakan berakhir ketika radang telah hilang
dan semua tanda luka (bengkak, nyeri, dll) telah menghilang.
4.1.2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi proses penyembuhan luka
a. Perfusi dan oksigenasi jaringan
Proses penyembuhan luka tergantung suplai oksigen. Oksigen merupakan
kritikal untuk leukosit dalam menghancurkan bakteri dan untuk fibroblast
dalam menstimulasi sintesis kolagen. Selain itu kekurangan oksigen dapat
menghambat aktifitas fagositosis
b. Status nutrisi
Kadar serum albumin rendah akan menurunkan difusi (penyebaran) dan
membatasi netrofil untuk membunuh bakteri. Oksigen rendah pada tingkat
kapiler membatasi profolerasi jaringan granulasi yang sehat. Defisiensi zat
besi dapat melambatkan kecepatan epitelisasi dan menurunkan kekuatan
luka dan kolagen. Malnutrisi menyebabkan terhambatnya proses
penyembuhan luka dan meningkatkan terjadinya infeksi. Hal ini dapat
timbul karena kurangnya intake nutrisi (misalnya sindrom malabsorbsi).
c. Penyakit
Penyakit misalnya diabetes mellitus, anemia, keganasan (malignan),
rheumatoid artritis, gangguan autoimun, gangguan hepatic dan uremia.
d. Kemoterapi dan radiasi
Dapat menghancurkan sel kanker, adanya kerusakan pertumbuhan sel sehat
dan reproduksi. Efek samping pengobatan, diare dan muntah, yang

13
kemungkinan berdampak pada malabsorbsi nutrisi yang diperlukan untuk
proses penyembuhan
e. Usia
Meningkatnya usia secara biologis akan mempengaruhi fungsi tubuh
seseorang. Proses penyembuhan pada orang tua kareana terjadinya penyakit
arthritis atau keganasan dan pemakaian terapi obat – obatan
f. Stress dan psikologis
Stress, cemas dan depressi telah dibuktikan dapat mengurangi efisiensi dari
system immune sehingga dapat mempengaruhi proses penyembuhan
(Morison, 1987 dan Pediane, 1992 dalam Erfandi Ekaputra, 2013).
g. Obesitas
Jaringan adiposa merupakan sangat sedikit proses vaskularisasi. Hal ini
menimbulkan masalah dalam penyembuhan luka pada fase first intention
karena adanya penarikan kuat (tention) pada jahitan luka.
h. Gangguan sensasi atau gerakan
Gangguan aliran darah yang disebabkan oleh tekanan dan gesekan benda
asing pada pembuluh darah kapiller dapat menyebabkan jaringan mati pada
tingkat local. Gerakan/ mobilisasi di perlukan untuk membantu system
sirkulasi, khususnya pembuluh darah balik (vena) pada ektremitas bawah.
4.1.3. Tanda-tanda Infeksi
a. Dolor
Dolor adalah rasa nyeri, nyeri akan terasasa pada jaringan yang mengalami
infeksi. Ini terjadi karena sel yang mengalami bereaksi mengeluarkan zat
tertentu sehingga menimbulkan nyeri. Perubahan pH local atau konsentrasi
local ion-ion tertentu dapat merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat
seperti histamine atau bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit
disebabkan pula oleh tekanan meninggi akibat pembengkakan jaringan
yang meradang.
b. Kalor
Kalor adalah rasa panas, pada daerah yang mengalami infeksi akan terasa
panas. Ini karena tubuh mengkompensasi aliran darah lebih banyak ke area
yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih banyak antibody dalam

14
memerangi antigen atau penyebab infeksi. Kalor terjadi bersamaan dengan
kemerahan dari reaksi peradangan akut. Kalor disebabkan pula oleh
sirkulasi darah yang meningkat. Sebab darah yang memiliki suhu 37 derajat
celcius disalurkan ke permukaan tubuh yang mengalami radang lebih
banyak daripada ke daerah normal.
c. Tumor
Tumor adalah pembengkakan pada daerah yang mengalami infeksi karena
peningkatan permeabilitas sel dan peningkatan aliran darah. Pembengkakan
sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar ditimbulkan oleh
pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-jaringan
interstitial.
d. Rubor
Rubor adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang mengalami infeksi
karena peningkatan aliran darah ke area tersebut karena menimbulkan
warna kemerahan. Rubor atau kemerahan merupakan hal yang pertama
yang terlihat di daerah yang mengalami peradangan.Saat reaksi peradangan
timbul, terjadi pelebaran arteriola yang mensuplai darah ke daerah
peradangan. Sehingga lebih banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal
dan kapiler meregang dengan cepat terisi penuh dengan darah.Keadaan ini
disebut hyperemia atau kongesti, menyebabkan warna merah local karena
peradangan akut.
e. Fungsileosa
Fungsio laesa adalah perubahan fungsi dari jaringan yang mengalami
infeksi. Contohnya jika luka di kaki mengalami infeksi maka kaki tidak
akan berfungsi dengan baik seperti sulit berjalan atau bahkan tidak bisa
berjalan.
4.2. Konsep Perawatan Luka Modern Dressing
4.2.1. Konsep Luka Modern Dressing
Saat ini Konsep perawatan luka modern adalah konsep perawatan luka
yang berbasis lembab atau moisture balance. Konsep atau prinsip lembab
ini pertama sekali diperkenalkan oleh Winter (1962) dalam Widasari
(2018) dengan menunjukkan penggunaan occlusive dressing meningkatkan

15
proses penyembuhan dua kali lipat dibandingkan dengan membiarkan luka
tetap terbuka. Beberapa studi telah menunjukkan bahwa lingkungan
lembab mempercepat proses epitelisasi dan untuk menciptakan lingkungan
lembab dapat dilakukan dengan menggunanakan balutan semi occlusive,
full occulisive dan impermeable dressing (Kartika, 2015).
4.2.2. Jenis-jenis topical dressing
Bahan topikal terapi yang dapat digunakan untuk penatalaksanaan
perawatan luka adalah: calcium alginate, hidrokoloid, hidroaktif gel,
antimicobacterial, gamgee, polyurethane foam, dan silver dressing
(Templeton, 2005). Dressing atau balutan yang baik harus mampu
menyerap eksudat, mempertahankan lingkungan luka yang lembab,
memungkinkan terjadi pertukaran gas, mempertahankan suhu luka,
menjaga kondisi pathogen, mencegah infeksi, tidak mengeluarkan racun,
tidak menimbulkan reaksi alergi, mencegah trauma, tidak merusak
jaringam mudah dibuka tanpa menimbulkan trauma baru jaringan, mudah
digunakan, nyaman digunakan, sesuai dengan bagian tubuh, tidak
mengganggu fungsi tubuh, biaya efektif (Carville, 2012).
Poerwantoro (2013) menjelaskan faktor-faktor yang harus diperhatikan
dalam pemilihan balutan adalah jenis luka, deskripsi luka, karakteristik
luka, profil bakteri.
4.2.3. Keuntungan Perawatan Luka Modern Dressing
Keuntungan perawatan luka modern adalah mempercepat proses
fibrinolisis, Angiogenesis, menurunkan infeksi, mempercepat
pembentukan growth factor, dan mempercepat sel aktif untuk
mempercepat proses penyembuhan luka. Inilah yang tidak ditemukan pada
pertawatan luka konvensional, karena sesuai dengan konsep enzyme
proteolitik kurang aktif bekerja pada kondisi kering atau tidak lembab
(Gitarja, 2015).
Keuntungan konsep lembab ini adalah membuat lingkungan yang
mempercepat re-epitalisasi, menjaga kelembaban akan menurunkan
infeksi, dasar luka yang lembab dapat merangsang pengeluaran growth
faktor yang mempercepat proses penyembuhan luka (Halim, Khoo &

16
Saad, 2012). Perawatan luka lembab telah popular dilakukan karena telah
terbukti dapat meningkatkan penyembuhan, mengurangi rasa sakit dan
ketidaknyamanan dan mengurangi tingkat infeksi (Dowset, 2011).
Keunggulan lain dari perawatan luka modern adalah mengurangi infeksi
dan infeksi silang, mengurangi jaringan parut, mengurangi waktu
perawatan dan mengganti balutan, serta mengurangi biaya (Kartika, 2015).
4.2.4. Perawatan Luka Moist Wound Care
Perawatan luka merupakan salah satu teknik dalam pengendalian
infeksi pada luka karena infeksi dapat menghambat proses penyembuhan
luka. Infeksi luka post operasi merupakan salah satu masalah utama dalam
praktek pembedahan (Potter & Perry, 2012). Dalam proses penyembuhan
luka para ahli awalnya berpendapat bahwa penyembuhan luka akan sangat
baik bila luka dibiarkan tetap kering. Mereka berpikir bahwa infeksi
bakteri dapat dicegah apabila seluruh cairan yang keluar dari luka terserap
oleh pembalutnya. Akibatnya sebagian besar luka dibalut oleh bahan kapas
pada kondisi kering (Puspitasari, Ummah, & Sunarsih, 2011).
Moist Wound Care atau nama lain dari Moist Wound Healing merupakan
proses penyembuhan luka secara lembab atau moist dengan
mempertahankan isolasi lingkungan luka berbahan oklusive dan semi
oklusive (Fatmadona &Oktarina, 2016). Moist Wound Care mendukung
terjadinya proses penyembuhan luka sehingga terjadi pertumbuhan
jaringan secara alami yang bersifat lembab dan dapat mengembang apabila
jumlah eksudat berlebih, dan mencegah kontaminasi bakteri dari luar (Ose,
Utami, & Damayanti, 2018).

4.2.5. Prinsip Moist Wound Care


Prinsip moist wound care antara lain pertama, dapat mengurangi
dehidrasi dan kematian sel karena sel-sel neutropil dan makrofag tetap
hidup dalam kondisi lembab, serta terjadi peningkatan angiogenesis pada
balutan berbahan oklusive (Merdekawati & Rasyidah, 2017). Prinsip
kedua, yaitu meningkatkan debridement autolisis dan mengurangi nyeri.
Pada lingkungan lembab enzim proteolitik dibawa ke dasar luka dan

17
melindungi ujung syaraf sehingga dapat mengurangi/menghilangkan rasa
nyeri saat debridemen (Fatmadona & Oktarina, 2016). Prinsip ketiga, yaitu
meningkatkan re-epitelisasi pada luka yang lebar dan dalam. Proses
epitalisasi membutuhkan suplai darah dan nutrisi. Pada krusta yang kering
dapat menekan/menghalangi suplai darah dan memberikan barier pada
epitelisasi (Fatmadona & Oktarina, 2016). Dapat disimpulkan bahwa
pemanfaatan prinsip moist wound care cenderung menjadi pilihan
perawatan luka Sectio Caesarea karena dapat mengurangi resiko infeksi,
mempercepat proses penyembuhan luka dan mengurangi nyeri ketika
rawat luka ketika debridemen sehingga memberikan suatu kenyaman bagi
pasien post operasi Sectio Caesarea (Arisanty, 2014)

4.2.6. Pemilihan Balutan Pada Post Laparatomi Kolostomi dengan Prinsip


Moist Wound Care
Dalam pemilihan balutan pada luka post operasi sectio caesarea
dapat menggunakan balutan kassa steril atau disebut gauze (Fatmadona &
Oktarina, 2016). Terdapat berbagai jenis pemilihan balutan luka selain
gauze yaitu seperti hidrogel, film dressing, hydrocolloid, calcium alginate,
foam/absorbant dressing, antimicrobial dressing, antimicrobial
hydrophobic, dan banyak contoh dressing yang dapat digunakan dalam
proses perawatan luka moist sesuai indikasi masingmasing luka (Kartika,
2015).
Balutan kasa dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester,
atau kombinasi dari serat lain bersifat steril. Berbagai produk tenunan ada
yang kasar dan berlubang, tergantung pada benangnya. Kasa berlubang
yang baik sering digunakan untuk membungkus, seperti balutan basah
lembab normal saline. Kasa katun kasar, seperti balutan basah lembab
normal saline digunakan untuk debridement non selektif (mengangkat
debris dan atau jaringan yang mati). Banyak kasa yang bukan tenunan
dibuat dari poliester, rayon, atau campuran bermacam serat yang ditenun
seperti kasa katun tetapi lebih kuat, besar, lunak, dan lebih menyerap.
Beberapa balutan, seperti kasa saline hipertonik kering digunakan untuk

18
debridemen, berisi bahan-bahan yang mendukung penyembuhan
(Fatmadona & Oktarina, 2016).
Tujuan dalam memilih balutan dalam perawatan luka yaitu menciptakan
lingkungan yang kondusif dalam penyembuhan luka, melindungi luka dan
kulit sekitar luka, meningkatkan kenyamanan pasien, mengurangi nyeri
pada ujung syaraf (kondisi oklusif), mempertahankan suhu pada luka,
mengontrol dan mencegah perdarahan mencegah dan menangani infeksi
pada luka, dan mengurangi stres yang ditimbulkan oleh luka dengan
menutup secara tepat. Balutan yang dianjurkan dalam luka pasca-
pembedahan adalah balutan yang tidak menempel saat dibuka, mencegah
trauma pada dasar luka, mengurangi nyeri saat penggantian balutan dan
cost-effective dengan meminimalkan frekuensi penggantian balutan.
Misalnya, transparent film dressing seperti opsite post op, hydrocolloid,
calcium alginate, Vaseline zalf, dan gauze (Arisanty, 2014)

4.2.7. Indikasi Moist Wound Care


Perawatan luka dengan prinsip lembab atau moist dapat diaplikasikan
dalam tiga tipe luka yaitu:
a. Tipe luka berdasarkan waktu penyembuhan
Berdasarkan lama penyembuhan bisa dibedakan menjadi akut dan
kronis. Luka akut jika penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu.
Sedangkan luka kronis adalah segala jenis luka yang tidak ada tanda-
tanda sembuh. Luka insisi bisa dikategorikan luka akut jika proses
penyembuhan berlangsung sesuai dengan proses penyembuhan normal,
tetapi dapat juga dikatakan luka kronis jika penyembuhan terlambat
(delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi (Kartika,
2015).
b. Tipe luka berdasarkan anatomi kulit
Luka stadium 1 jika warna dasar luka merah dan hanya melibatkan
epidermis, epidermis masih utuh atau tanpa merusak epidermis, contoh
ada kemerahan di bokong. Luka stadium 2 jika warna dasar luka merah
dan melibatkan lapisan epidermis-dermis. Luka stadium 3 jika warna

19
dasar luka merah dan lapisan kulit mengalami kehilangan epidermis,
dermis, hingga sebagian hipodermis (full-thickness). Luka stadium 4
jika warna dasar luka merah dan lapisan kulit mengalami kerusakan
dan kehilangan lapisan epidermis, dermis, hingga seluruh hipodermis,
dan mengenai otot dan tulang (deep-full-thickness).
c. Tipe Luka berdasarkan warna dasar luka
Hitam adanya jaringan necrosis (mati) dengan kecenderungan keras
dan kering karena tidak ada vaskularisasi. Kuning artinya jaringan
nekrosis (mati) yang lunak berbentuk seperti nanah beku pada
permukaan kulit seperti slough. Merah artinya jaringan granulasi
dengan vaskularisasi yang baik dan memiliki kecenderungan mudah
berdarah. Dan Pink artinya terjadi proses epitelisasi dengan baik dan
maturasi, atau luka sudah menutup (Arisanty, 2014).
4.2.8. Manfaat Moist Wound Care
Dalam perawatan luka dengan teknik lembab memiliki beberapa manfaat,
antara lain seperti:
a. Nyeri minimal karena frekuensi penggantian balutan tidak setiap hari
tapi tiga sampai lima hari. Hal tersebut berfungsi untuk menciptakan
lingkungan luka tetap lembab, melunakkan serta menghancurkan
jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat, yang kemudian
terserap dan terbuang bersama pembalut, sehingga tidak sering
menimbulkan trauma dan nyeri pada saat penggantian balutan
(Kartika, 2015).
b. Cost-effective yaitu jumlah pemakaian alat, fasilitas, waktu dan tenaga
karena tidak setiap hari dilakukan rawat luka.
c. Infeksi minimal karena menggunakan konsep balutan oklusif atau
tertutup rapat.
d. Mempercepat penyembuhan luka dengan konsep lembab (Arisanty,
2014)
4.2.9. Standar Operasional Moist Wound Care
Standart operasional prosedur (SOP) dalam proses perawatan luka
post operasi laparatomi kolostomi dengan prinsip moist yaitu dengan

20
menggunakan alat dan bahan yang bersifat melembabkan daerah sekitar
luka (Merdekawati & Rasyidah, 2017). Dalam persiapan alat dan bahan
perawatan luka post operasi laparatomi kolostomi menurut standar
operasional prosedur yaitu berupa medikasi set steril dalam bak instrumen
steril, menyiapkan pinset anatomis, pinset cirurgis, 2 buah kom steril,
gunting jaringan, hipavik/dressing luka transparan, gunting verban, kassa
steril secukupnya, NaCl 0,9% dan bengkok/kantong plastik, alat dan bahan
perawatan luka yang sudah disiapkan oleh (Central Sterilization Supply
Departement) atau CSSD (Anggraini, 2016).
Prosedur dalam perawatan luka dengan prinsip moist wound care
tetap memperhatikan tiga tahap yakni mencuci luka, membuang jaringan
mati dan memilih balutan. Mencuci luka bertujuan menurunkan jumlah
bakteri dan membersihkan sisa balutan lama. Cairan yang digunakan
dalam prosedur perawatan luka moist wound care pada hal ini ialah
dengan menggunakan cairan Normal Saline 0,9 %. Kemudian membuang
jaringan yang mati yang bertujuan untuk membuang jaringan nekrotik atau
sel mati dari permukaan luka. Dan yang terakhir memilih balutan luka
seperti op site post op yang biasa digunakan dalam perawatan luka post
operasi laparatomi. Perawatan luka konvensional harus sering mengganti
kain kassa pembalut luka, sedangkan perawatan luka modern seperti moist
wound care memiliki prinsip menjaga kelembapan luka. Sehingga
penggantian balutan pada moist wound care tidak memerlukan waktu satu
hingga dua hari melainkan tiga hingga lima hari supaya menciptakan
lingkungan luka tetap lembab, melunakkan serta menghancurkan jaringan
nekrotik tanpa merusak jaringan sehat yang kemudian terserap ke dalam
struktur balutan dan terbuang bersama balutan, hal tersebut juga dapat
engurangi trauma dari nyeri pada saat penggantian balutan (Kartika, 2015).

4.3. Asuhan Keperawatan Pasien Post Laparatomi Eksplorasi


Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu
proses pengumpulan data yang sistematis dari berbagai sumber untuk

21
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2011),
Pengkajian merupakan tahap paling menentukan bagi tahap berikutnya:
4.3.1. Pengkajian

Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara


sistemik mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data menganalisis data
tersebut sehingga dapat pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus
menerus mengenai keadaan pasien. Adapun tujuan utama dari pada pengkajian
adalah memberikan gambaran secara terus-menerus mengenai keadaan pasien
yang mungkin perawat dapat merencanakan asuhan keperawatan. (Arif mutaqin
2013).
Pengkajian pada laparatomu meliputi identitas klien keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat
penyakit psikososial.
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
b. Keluhan Utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah
nyeri pada abdomen.
c. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Kapan nyeri pertama kali dirasakan dan apa tindakan yang telah diambil
sebelum akhirnya klien dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan
penanganan secara medis.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit terdahulu sehingga klien dirawat di rumah
sakit.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Bisanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
mellitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
4) Riwayat psikososial dan spiritual

22
Peranan pasien dalam keluarga status emosional meningkat, interaksi
meningkat, interaksi sosial terganggu, adanya rasa cemas yang
berlebihan, hubungan dengan tetangga tidak harmonis, status dalam
pekerjaan. Dan apakah klien rajin dalam melakukan ibadah sehari-hari.
d. Aktivitas sehari-hari (sebelum dan selama sakit)
1) Pola Nutrisi
2) Pola Eliminasi
3) Pola Personal Hygiene
4) Pola Istirahat dan Tidur
5) Pola Aktivitas dan Latihan
6) Seksualitas/reproduksi
7) Peran
8) Persepsi diri/konsep diri
9) Kognitif diri/konsep diri
10) Kognitif perceptual
e. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
pasien pernah mengalami trauma kepala, adanya hematoma atau riwayat
operasi.
2) Mata
penglihatan adanya kekaburan, akibat akibat adanya gangguan nervus optikus
(nervus II), gangguan dalam mengangkat bola mata (nervus III), gangguan
dalam memutar bola mata (nervus IV) dan gangguan dalam menggerakkan
boal mata kalateral (nervus VI).
3) Hidung
Adanya gangguan pada penciuman karna terganggu pada nervus olfatorius
(nervus I).
4) Mulut
Adanya gangguan pengecapan (lidah) akibat kerusakan nervus vagus adanya
kesulitan dalam menelan.
5) Dada
Inspeksi : kesimetrisan bentuk, dan kembang kempih dada.

23
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan dan massa.
Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi.
Auskultasi : mengetahui suara nafas, cepat dan dalam.
6) Abdomen
Inspeksi : bentuk, ada tidaknya pembesaran.
Auskultasi : mendengar bising usus.
Perkusi : mendengar bunyi hasil perkusi.
Palpasi : ada tidaknya nyeri tekan pasca operasi.
7) Ekstremitas
Pengukuran otot menurut (Arif Mutaqqin, 2012)
a) Nilai 0: bila tidak terlihat kontraksi sama sekali.
b) Nilai 1: Bila terlihat kontraksi dan tetapi tidak ada gerakan pada sendi.
c) Nilai 2: Bila ada gerakan pada sendi tetapi tidak bisa melawan grafitasi.
d) Nilai 3: Bila dapat melawan grafitasi tetapi tidak dapat melawan tekanan
pemeriksaan.
e) Nilai 4: Bila dapat melawan tahanan pemeriksaan tetapi kekuatanya
berkurang.
f) Nilai 5: bila dapat melawan tahanan pemeriksaan dengan kekuatan
penuh.

4.3.2. Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis yang mengenai
respon pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang
dialaminya baik yang berlangsung actual maupun potensial. Tujuan dari
diagnose keperawatan adalah untuk mengidentifikasi respon pasien
individu, keluarga, komunitas terhadap situasi yang berkaitan dengan
kesehatan (PPNI, 2016). Diagnosa keperawatan yang terkait pada ibu post
laparatomi tutup kolostomi yaitu Risiko Infeksi menurut (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2017).

24
Diagnosa Keperawatan (NANDA, 2015)
a. Nyeri akut berhubungan dengan dilakukannya tindakan insisi
bedah.
b. Resiko infeksi ditandai dengan faktor risiko sayatan / luka operasi
laparatomi.
c. Gangguan imobilisasi berhubungan dengan pergerakan terbatas
dari anggota tubuh.
Tabel 2.1. Masalah Keperawatan Resiko Infeksi.
Masalah Keperawatan Faktor Risiko Kondisi klinis terkait
Resiko Infeksi 1. Efek prosedur invasif 1. Prosedur invasive
Definisi:Berisiko 2. Ketidakadekuatan (pembedahan)
mengalami peningkatan pertahanan tubuh 2. Peningkatan lekosit
terserang organisme primer: (ketuban
patogenik pecah sebelum
waktunya)
3. Ketidakadekuatan
pertahanan tubuh
sekunder : penurunan
hemoglobin
(Sumber: Tim Pokja SDKI DPP PPNI, Standar Diagnosis Keperawatan
Indonesia, 2017)
4.3.3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan dengan risiko infeksi menggunakan pendekatan
menurut (Nurarif dan Kusuma, 2015). Setelah merumuskan diagnosa
keperawatan, maka intervensi dan aktivitas keperawatan perlu ditetapkan untuk
mengurangi, menghilangkan, serta mencegah masalah keperawatan ibu.
Tahapan ini disebut perencanaan keperawatan yang meliputi penentuan
prioritas, diagnose keperawatan, menetapkan sasaran dan tujuan, menetapkan
kriteria evaluasi, serta merumuskan intervensi dan aktivitas keperawatan.
Berikut ini adalah intervensi untuk pasien dengan masalah keperawatan risiko
infeksi:

25
Tabel 2.2. Intervensi Keperawatan (NANDA, 2015-2017).

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Risiko Infeksi : NOC: NIC:
Definisi: 1. immune status 1. Memonitor tanda dan gejala
Berisiko mengalami 2. knowledge: infection infeksi sistemik dan lokal
peningkatan terserang 3. risk control 2. Memonitor kondisi luka atau
oragnisme patogenik Adapun kriteria hasil yang insisi bedah
diharapkan adalah sebagi 3. Memonitor kulit dan membran
berikut: mukosa terhadap kemerahan,
a. pasien bebas dari tanda dan panas dan drainase
gejala infeksi 4. Bersihkan lingkungan setelah
b. menunjukkan kemampuan dipakai pasien lain
mencegah timbulnya infeksi 5. Mencuci tangan sebelum dan
c. jumlah lekosit dalam batas sesudah melakukan tindakan
normal keperawatan
4. pasien menunjukkan perilaku 6. Menggunakan baju atau sarung
hidup sehat tangan sebagi alat pelindung
7. Tingkatkan intake nutrisi
8. Melakukan perawatan luka
pada area insisi
9. Mengajarkan pasien dan
keluarga tentang tanda dan
gejala infeksi
10. Mengajarkan pasien
menghindari infeksi
11. Mendelegasikan pemberian
antibiotik sesuai resep
(Sumber: (Bulechek et al., Nursing Interventions Classification (NIC), 2016; Moorhead et al.,
Nursing Outcomes Classification (NOC), 2016)

26
4.3.4. Implementasi Keperawatan
Menurut Kozier (2010) Implementasi keperawatan adalah sebuah
fase dimana perawat melaksanakan intervensi keperawatan yang sudah
direncanakan sebelumnya. Berdasarkan terminologi NIC, implementasi
terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan yang merupakan tindakan
keperawatan khusus yang digunakan untuk melaksanaan intervensi
4.3.5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan menurut Kozier (2010) adalah fase kelima
atau terakhir dalam proses keperawatan. Evaluasi dapat berupa evaluasi
struktur, proses dan hasil evaluasi terdiri dari evaluasi formatif yaitu
menghasilkan umpan balik selama program berlangsung. Sedangkan
evaluasi sumatif dilakukan setelah program selesai dan mendapatkan
informasi efektifitas pengambilan keputusan. Evaluasi asuhan keperawatan
didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjektif, objektif, assesment,
planning), Adapun komponen SOAP yaitu S (Subjektif) dimana perawat
menemui keluhan ibu yang masih dirasakan setelah diakukan tindakan
keperawatan, O (Objektif) adalah data yang berdasarkan hasil pengukuran
atau observasi perawat secara langsung pada ibu dan yang dirasakan ibu
setelah tindakan keperawatan, A (Assesment) adalah interpretasi dari data
subjektif dan objektif untuk menentukan tindak lanjut dan penentuan
apakah implementasi akan dilanjutkan atau sudah terlaksana dengan baik,
P (Planing) adalah perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,
dihentikan, dimodifikasi, atau ditambah dari rencana tindakan keperawatan
yang telah ditentukan sebelumnya (Achjar, 2010).

27
4.4. Kerangka Konsep

Kerangka konsep pada penulisan karya ilmiah akhir ners sebagai berikut:

Pengkajian
Proses infeksi:
1. dolor,
2. kalor,
Diagnosa Keperawatan 3. Tumor
4. rubor
5. fungsiolaesa

Rencana/Intervensi
Keperawatan

Perawatan Luka Modern


luka post laparatomi
Dressing (moist wound
dressing)

Implementasi
Proses Penyembuhan luka :
1. Inflamasi
2. Proliferasi
3. Maturasi
Evaluasi

Evaluasi:
1. Tidak ada tanda-tanda infeksi
2. Luka lembab
3. Tidak ada pus (nanah)
4. Luka menutup rapat

Gambar 2.2. Kerangka Konsep

28
BAB III

TINJAUAN KASUS

3.1. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 17 Desember 2020 pukul 08.00 WIB di
Ruang Bedah Wanita RSUD Jayapura.
3.1.1. Identitas Pasien
Nama : Ny. RP
Umur : 24 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Status Perkawinan : kawin
Agama : Kristen Protestan
Suku : Wamena Papua
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : ibu rumah tangga
Alamat : Expo Waena
Tanggal masuk : 15 Desember 2020
Sumber informasi : Ibu Pasien
No.RM : 466309
No HP : 081388190251
Penanggung Jawab
Nama : Ny. N
Umur : 55 tahun
Alamat : Waena Papua
Pekerjaan : Petani
Pendidikan : SMA
Hubungan dgn pasien : Ibu Pasien
3.1.2. Riwayat Kesehatan Saat ini
Keluhan utama : Klien mengatakan nyeri di daerah operasinya
Riwayat Kesehatan Sekarang: Klien telah dilakukan post laparatomi
eksplorasi H+2 adhesiolisis + reseksi anastomose side to side colon
transvesum et causa ca recti. Klien mengatakan sebelum dioperasi
mengalami susah buang air besar kemudian diberikan obat microlax masih

29
bisa tetapi lama kelamaan pasien bahkan tidak bisa BAB. Kemudian klien
mengatakan mengalami nyeri perut yang tidak tertahankan sehingga
dibawa ke Wamena dan dilakukan operasi kolostomi selanjutnya pasien
dirujuk ke RSUD Jayapura untuk dilakukan penutupan kolostomi. Klien
saat ini merasakan nyeri pada bekas insisi operasinya dan terasa seperti
disayat-sayat.
3.1.3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mengatakan sebelumnya berobat di RSUD Wamena bulan April
2018 karena mengeluh tidak bisa buang air besar selama 1 bulan.
Kemudian bulan Mei 2018 pasien dilakukan operasi kolostomi di RSUD
Wamena. Selanjutnya pasien dirujuk ke RSUD Jayapura 17 Desember
2020 dilakukan penutupan kolostomi.
3.1.4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
seperti dirinya.

Keterangan

M
: laki-laki meninggal K : klien

: perempuan sudah meninggal

: tinggal serumah

Gambar 3.1. Genogram

30
3.1.5. Pola Aktivitas Sehari-hari

Tabel 3.1. Pola Aktivitas Sehari-hari (Pola Gordon)


No Aktivitas Dirumah Di RS
Pola Penatalaksanaan Pasien klo sakit berobat di Menurut keluarga, klien
Kesehatan puskesmas atau rumah memandang kesehatan

sakit yang ada di wamena sangat penting untuk dijaga.


Jika klien merasa sakit,
demam atau sekedar flu,
biasanya klien
memeriksakan diri ke
dokter atau puskesmas
terdekat.
Pola nutrisi dan cairan Sebelum sakit klien biasa Selama sakit klien makan
makan 3 x sehari dengan yang disediakan rumah
porsi nasi, lauk, sayur dan sakit yaitu nasi lembek,
buah serta minum air putih sayur, lauk dan buah-
± 1000 ml/hari serta segelas buahan 3 x sehari, setara
kopi setiap pagi, serta dengan diet tinggi protein
makanan kecil sebelum
berangkat ke kebun
Intake cairan Pasien mengatakan Pasien mengatakan
biasanya dirumah jarang selama dirawat dirumah
minum, sakit pasien sering
minum, pasien tampak
terpasang infus Ringer
laktat 20 tts/menit
Diet Pasien mengatakan Saat ini pasien makan
biasanya makan sayur- dengan bubur sum-sum
sayuran dan makanan setelah operasi
yang ada dari hasil kebun laparatomi tutup
kolostomi
Makanan dan minuman Pasien mengatakan Pasien mengatakan tidak

31
yang di sukai dirumah menyukai begitu menyukai
makanan lembut lembut makanan rumah sakit
dan lunak karena tidak enak dan
agak hambar
Makanan pantangan Tidak ada makanan Makanan disediakan oleh
pantangan, tetapi harus rumah sakit dan tidak ada
makan yang banyak pantangan, dianjurkan
mengandung serat makanan yang
mengandung tinggi kalori
tinggi protein
2 Pola Eliminasi Di Rumah Di Rumah Sakit
BAB (buang air besar) Pasien sudah dilakukan
a. Frekuensi Pasien saat belum sakit penutupan kantung
b. Warna mengatakan susah buang air kolostomi, BAB masih
c. Bau besar sampai harus pakai sedikit.
d. Output obat pencahar, namun tetap
tidak bisa keluar
BAK (buang air kecil) BAK klien 5-6 x /hari, BAK klien 3-5 x sehari,
dengan warna kuning dengan warna kuning
jernih, bau khas urin. jernih, bau khas urin..
3 Pola Istirahat dan Tidur Di Rumah Di Rumah Sakit
a. Istirahat dan tidur sebelum dirawat klien sedangkan selama sakit
jarang tidur siang dan tidur klien tidur siang jam dan
malam jam/hari, tidur malam 6 jam.

4 Pola Aktivitas dan Di Rumah Di Rumah Sakit


Latihan
Pasien dirumah selalu Pasien dibantu oleh
dibantu oleh keluarganya keluarga dan perawat
saat melakukan aktifitas yang berdinas
sehari-hari

32
3.1.6. Pengkajian Fisik

1. Pengkajian umum
a. Tingkat kesadaran : Composmentis (E4M6V5: 15)
b. Keadaan Umum : sakit lemah
c. Antropometri : TB : 160 cm, BB: 65 kg
d. Tanda-tanda vital :
- Tekanan Darah :120 / 80 mmHg
- Frekuensi nadi : 90 x/menit
- Frekuensi nafas : 18 x/menit
- Suhu Tubuh : 36,0 0C
2. Pengkajian Head To Toe
Tabel 3.2. Pemeriksaan Head to Toe
Pemeriksaan fisik Keterangan (inspeksi, perkusi, palpasi, auskultasi)
a Kepala Inspeksi : bentuk kepala bulat, warna rambut hitam
dan beruban, kepala bersih, penyebaran rambut rata.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada massa.
b Mata Inspeksi : simetris, penglihatan baik, sklera ikterik.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
c Hidung Inspeksi : simetris, tidak ada lendir, bersih. Palpasi :
tidak ada nyeri tekan. Tes penciuman : dapat
mengenali rangsangan bau.
d Telinga Inspeksi : tidak ada serumen, bersih. Tes pendengaran
: pendengaran baik.
e Mulut dan Gigi pada mulut pasien tampak sudah tidak lengkap,
tenggorokan pasien mengatakan menggunakan gigi palsu yaitu
bagian atas semuanya dan bagian bawah separuh.
Pasien mengatakan tidak ada gangguan atau kesuiltan
berbicara serta tidak ada kesulitan menelan
f Leher Inspeksi : tiidak ada pembesaran vena jugularis.
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada nyeri tekan.

33
g Dada (Thoraks) Inspeksi : bentuk dada simetris 1:2, tidak ada lesi
Auskultasi : terdengar bunyi nafas fasikuler.
Palpasi : getaran dinding dada kanan dan kiri sama.
Perkusi : sonor seluruh lapang paru.
h Jan tung Inspeksi : ictus cordis tidak tampak.
(Kardiovaskuler) Palpasi : tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan,
ictus cordis teraba pada intercosta V
Perkusi : Pekak.
Auskultasi : terdengar bunyi jantung 1 (lub) dan 2
(dup)
i Abdomen Inspeksi : simetris, umbilikus ditengah terdapat luka
pasca operasi laparatomy di perut kanan bawah
panjang luka ± 26 cm, terpasang drain di perut kanan
bawah.
Auskultasi : terdengar bunyi bising usus 15x/menit
Perkusi : Timpani
Palpasi : nyeri tekan pada bagian sekitar luka.
j Ekstrimitas Pasien tidak ada masalah dalam pergerakan. Hanya
saat post operasi ada keterbatasan dalam pergerakan.
Pasien terpasang infus RL 20 tts/menit ekstrimitas
kanan atas.
k Genitourinaria Pasien tampak tidak ada menggunakan kateter, dan
tidak ada kelainan yang ditemui
l Kulit Inspeksi : warna kulit sawo matang, terdapat luka
pasca operasi laparatomy eksplorasi tutup kolostomi di
perut atas sampai bawah. Luka ± 26 cm
Palpasi : turgor baik, nyeri tekan di sekitar luka. Tes
pitting oedema : kembali < 3 detik pada ekstremitas
bawah.
m Neurologi Kesadaran composmentis
Pemeriksaan nervous cranial tidak ada kelainan atau
gangguan untuk sementara ini

34
3.1.7. Hasil pemeriksaan Penunjang Laboratorium
a. Pemeriksaan Radiologi/USG/Foto Rongten
Pemeriksaan Loopografi ( tanggal 23 Januari 2020)
Tampak 1 buah stoma proximal di daerah abdomen tengah kiri, tidak
terlihat stoma distal. Dimasukkan kontras water soluble sebanyak ±
100 cc dengan foley kateter melalui stoma proximal. Kontras tampak
mengisi colon transvesum sampai distal colon asenden kemudian
berhenti pada proximal colon ascenden dengan ukuran diameter
colon lk 3 -4 cm. kontras tertahan tidak masuk, kemudian terlihat
refluks dari stoma.
Tidak tampak ekstravasasi kontras di colon transvesum dan distal
colon descenden
Kesan:
Pasase kontras lancar dari colon transvesum sampai distal colon
ascenden kemudian berhenti pada proximal colon ascenden tidak
tampak ekstravasasi kontras.

Kesimpulan : Klinis Ca – Recti


b. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 3.3.Hasil laboratorium tanggal 15 Desember 2020
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 13,4 g/dl P ( 13,0 – 16,0)
W (12,0 – 14,0)
Red Blood Cell (RBC) 4,63. 10^/µL P ( 4,5 – 14,0)
W ( 4,0 – 5,0)
Hematokrit 39,3 % P (40,0 – 48,0)
W (37,0 – 43,0)
MCV 80,6
MCH 27,8
MCHC 35,4
RDW-SD 39,8

35
RDW-CP 13,9
WBC 7.90 .10^3
Eosinophil 7.2 % 0,6 – 5,4
Basophil 0.3 % 0,3 – 1,4
Neutrophil 63.0 % 39,8 – 70,5
Limfosit 24.3 % 23.1. – 49.9
Monosit 4.3 % 4.3 – 10.0
Platelet (trombosit) 212. 10^3/ µL 150 – 400
KOAGULASI
PT (waktu protrombin) 10.8 detik 10.2 – 12.1
APTT 28.1 detik 24.8 – 34.4
Gula darah
Glukosa Darah Puasa 124 mg/dl (H) 74 – 109
Glukosa Darah PP 186 mg/dl (H) 65 - 140
SGOT 20.0 U/L < 40
SGPT 38.0 U/L < 40
Ureum 9,2 mg/dl 7 – 18
Kreatinin 0,57 mg / dl < 0,95
Serologi
HbSAg Non reaktif Non reaktif

3.1.8. Terapi Obat


a. Infus Ringer laktat 20 tts/menit
b. Injeksi ceftriaxone 2 x 1 gr
c. Injeksi metronidazole 3 x 500 mg
d. Injeksi ondansentron 2 x 1 ampul
e. Injeksi omeprazole 2 x 1 ampul
f. Injeksi antrain 3 x 1 ampul

36
3.2. Analisa Data
3.2.1. Data Fokus
Tabel 3.4. Analisa Data Klien Post Laparatomi

No Data Fokus Etiologi Masalah


1 DS: Agen cedera Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri . fisik
P: Nyeri karena setelah operasi, nyeri bertambah
saat bergerat Adanya insisi
Q: Nyeri seperti disayat-sayat, post operasi
R: Nyeri dibagian perut,
S: skala nyeri 6,.
T: Nyeri bisa sampai 5 menit muncul, nyeri
berkurang setelah minum obat anti nyeri
DO:
1. KU : sakit sedang
2. TTV: 120 / 80 mmHg, Frekuensi nadi 90
x/menit, Frekuensi nafas:18 x/menit, Suhu
Tubuh: 36,0 0C
3. Klien terlihat memegang daerah perutnya
4. Klien meringis kesakitan
5. Klien menahan rasa sakit
6. Skala nyeri 6 (numeric rating scale)
7. Tpanjang erpasang drain disebelah perut kiri
bawah
8. Klien post operasi H+1
2 DS:
Klien mengatakan masih takut bergerak Agen cedera Hambatan
Klien masih trauma adanya lubang stoma fisik post mobilitas
Klien masih mengatakan nyeri operasi fisik
DO:
1. Klien aktivitas dibantu oleh perawat dan

37
keluarga
2. Klien terbaring lemas ditempat tidur
3. Klien tampak memegangi perutnya
3 DS:
Klien mengatakan nyeri didaerah operasi yang Trauma jaringan Risiko infeksi
panjang kulit post
DO: operasi
1. TTV: 120 / 80 mmHg, Frekuensi nadi: 90
x/menit, Frekuensi nafas:18 x/menit, Suhu
Tubuh: 36,0 0C
2. Panjang luka post laparatomi ± 26 cm dan lebar
1 cm
3. Terdapat selang drain di perut kiri bawah
4. Lekosit 7.90. 10^/µL

3.2.2. Diagnosa Keperawatan Yang Muncul


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik, ditandai dengan data
subjektif : klien mengatakan nyeri luka operasi P: nyeri karena luka operasi, Q:
klien mengatakan nyeri seperti disayat-sayat, R: perut tengah, S: skala nyeri 5
(sedang), T: nyeri pada saat untuk bergerak. Data objektif klien tampak
menahan nyeri, terdapat luka post lapatomi tutup kolostomi
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri, ditandai dengan data
subjektif : klien mengatakan nyeri P : luka pasca operasi laparotomy tutup
kolostomi Q : seperti disayat – sayat , R : perut tengah, S : 5-6 (sedang), T :
kadang muncul 5 menit ,saat untuk bergerak, O : klien tampak menahan nyeri
ketika bergerak, klien mengatkan belum bisa beraktivitas dan aktivitas selalu
dibantu ibunya. Data objektif : klien berbaring di tempat tidur, skala aktifitas
2, dibantu oleh keluarga.
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka trauma jaringan, ditandai dengan data
subjektif : klien mengatakan ada luka bekas operasi di perut tengah, data
objektif : luka pasca operasi laparatomy pada perut tengah dengan panjang
luka ± 26 cm.

38
3.3. Rencana Asuhan Keperawatan
Tabel 3.5. Rencana Asuhan Keperawatan Pada Klien Post Laparatomi

No Diagnosa Keperawatan Nursing OutCome (NOC) Nursing intervenstion Classification


1 Nyeri akut Pain control Pain Management
Pain level
1. Kaji secara komprehensip terhadap nyeri termasuk
Kriteria hasil lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
NOC label : Pain Control. intensitas nyeri dan faktor presipitasi
a. Klien melaporkan nyeri berkurang 2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara nonverbal
b. Klien dapat mengenal lamanya (onset) nyeri 3. Gunakan strategi komunikasi terapeutik untuk
c. Klien dapat menggambarkan faktor penyebab mengungkapkan pengalaman nyeri dan penerimaan
d. Klien dapat menggunakan teknik non farmakologis klien terhadap respon nyeri
e. Klien menggunakan analgesic sesuai instruksi 4. Tentukan pengaruh pengalaman nyeri terhadap kualitas
hidup( napsu makan, tidur, aktivitas,mood, hubungan
Pain Level sosial)
a. Klien melaporkan nyeri berkurang 5. Tentukan faktor yang dapat memperburuk
b. Klien tidak tampak mengeluh dan menangis nyeriLakukan evaluasi dengan klien dan tim kesehatan
c. Ekspresi wajah klien tidak menunjukkan nyeri lain tentang ukuran pengontrolan nyeri yang telah

39
d. Klien tidak gelisah dilakukan
6. Berikan informasi tentang nyeri termasuk penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan hilang, antisipasi terhadap
ketidaknyamanan dari prosedur
7. Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi respon
ketidaknyamanan klien( suhu ruangan, cahaya dan
suara)
8. Hilangkan faktor presipitasi yang dapat meningkatkan
pengalaman nyeri klien( ketakutan, kurang
pengetahuan)
9. Ajarkan cara penggunaan terapi non farmakologi
(distraksi, guide imagery,relaksasi)
10. Kolaborasi pemberian analgesic
2 Hambatan mobilitas fisik NOC: NIC :
1. Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
1. Batasan Karakteristik: 2. Mobility level 1. Monitoring vital sign sebelum atau sesudah latihan dan
Kesulitan membolak 3. Self care : ADLs lihat respon pasien saat latihan
balik posisi 4. Transfer performance 2. Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana
2. Perubahan cara ambulasi sesuai dengan kebutuhan

40
berjalan Kriteria Hasil : 3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan
3. Keterbatasan 1. Klien meningkat dalam aktivitas fisik dan cegah terhadap cedera
kemampuan 2. Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas 4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang
melakukan 3. Membervalisasikan perasaan dalam peningkatan teknik ambulasi.
keterampilan motorik kekuatan dan kemmapuan berpindah 5. Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
halus 4. Memperagakan penggunaan akat 5.Bantu untuk 6. Latihan pasien dalam pemenuhan kebutuhan adls secara
4. Keterbatasan mobilisasi mandiri sesuai kemampuan
kemampuan 7. Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu
melakukan penuhi kebutuhan adls
keterampian motorik 8. Berikan alat bantu jika klien memerlukan
kasar 9. Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan
5. Keterbatasan rentang bantuan jika diperlukan
pergerakan sendi

Faktor yang
berhubungan
a. Penurunan
kendali otot
b. Gangguan

41
neuromoskular
c. Penurunan
kekuatan otot
d. Kurang
pengetahuan
tentang aktivitas
fisik
e. Keengganan
memulai
pergerakan
3 Resiko infeksi NOC yang disarankan : NIC yang disarankan :
Resiko infeksi a. immune status a. kontrol infeksi
- tidak ada infeksi berulang 1. bersihkan lingkungan detelah digunakan oleh pasien
Definisi: peningkatan - tidak ada benjolan 2. ganti alat perawatan pasien sesuai protokol
resiko masuknya - berat badan dalam rentang yang diharapkan 3. isolasikan pasien yang mampu menularkan penyakit
organisme patogen - suhu tubuh dalam rentang yang diharapkan pada orang lain
- kulit utuh 4. batasi pengunjung
Karakteristik penentu: - mukosa utuh 5. instruksikan pasien untuk mencuci tangan
1. Prosedur Invasif - jumlah WBC dalam batas normal 6. instruksikan pengunjung untuk mencuci tangan

42
2. Ketidakcukupan - lain-lain. 7. gunakan sabun anti mikroba untuk mencuci tangan
pengetahuan untuk b. status nutrisi 8. cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
menghindari paparan c. deteksi resiko pasien
patogen d. integritas jaringan : kulit dan membran mukosa 9. gunakan kewaspadaan universal
3. Trauma e. terapi perilaku : penyakit atau injuri 10. gunakan sarung tangan saat memegang material
4. Kerusakan jaringan f. penyembuhan luka : tahap primer infeksius
dan peningkatan g. penyembuhan luka : tahap sekunder 11. pertahankan teknik aseptik saat memasang iv line
paparan lingkungan h. pengetahuan : kontrol infeksi atau central line
5. Ruptur membran - deskripsi model transmisi 12. pastikan teknik perawatan luka yang tepat (moist
amnion - deskripsi faktor-faktor yang meningkatkan wound care)
6. Agen farmasi transmisi 13. dorong intake nutrisi yang adekuat
(imunosupresan) - deskripsi praktik/kebiasaan yang dapat 14. dorong intake cairan yang adekuat
7. Malnutrisi mengurangi transmisi 15. dorong pasien untuk istirahat
8. Peningkatan paparan - deskripsi tanda dan gejala 16. gunakan antibiotik sesuai ketentuan
lingkungan patogen - deskripsi prosedur skrining 17. ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda
9. Imonusupresi - deskripsi terapi untuk diagnosa infeksi infeksi dan melaporkannya pada petugas kesehatan
10. Ketidakadekuatan - deskripsi follow up dari diagnose infeksi b. pencegahan infeksi
imum buatan e. kontrol resiko 1. monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
11. Tidak adekuat - mengenali resiko 2. monitor hasil angka leukosit dan hasil lab lainnya

43
pertahanan sekunder - memonitor faktor resiko lingkungan 3. batasi pengunjung
(penurunan Hb, - memonitor faktor resiko kebiasaan personal 4. pertahankan teknik aseptik pada pasien yang
Leukopenia, - memodifikasi gaya hidup untuk mengurangi beresiko
penekanan respon resiko 5. inspeksi kulit dan membran mukosa akan adanya
inflamasi) - menghindari papparan yang mengancam status kemerahan , hangat, atau drainae
12. Tidak adekuat kesehatan 6. inspeksi kondisi luka operasi
pertahanan tubuh - mengenali perubahan status kesehatan 7. ajarkan pasien dan keluarga tentang tanda-tanda
primer (kulit tidak - lain-lain infeksi dan melaporkannya pada petugas kesehatan
utuh, trauma 8. ajarkan pasien dan keluarga tentang cara untuk
jaringan, penurunan menghindari infeksi
kerja silia, cairan
tubuh statis,
perubahan sekresi
pH, perubahan
peristaltik)
13. penyakit kronik

44
3.4. Catatan Perkembangan
Tabel 3.6. Catatan Perkembangan Klien Post Laparatomi

Hari/Tgl/tahun Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi


Jumat, 18 Nyeri Akut 1. Mengkaji karakteristik nyeri secara S:
Desember 2020 komprehensif (P,Q,R,S,T). Klien menagatakn masih nyeri hilang dan
Respon: timbul lagi
DS Nyeri sayatan masih terasa
P: klien mengatakan nyeri didaerah luka operasi O:
Q: Nyeri seperti disayat-sayat TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 80x/menit, S:
R: nyeri diperut bagian tengah 36, 8 C, rr: 18x/m
S: nyeri 5- Skala nyeri 5 (sedang)
T: Nyeri hilang timbul kadang muncul lama 5 Nyeri di bagian perut
menit. Tampak meringis kesakitan
2. Mengukur tanda – tanda vital klien A:
TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 80x/menit, S: 36, Masalah nyeri akut belum teratasi
8 C, rr: 18x/m P: lanjutkan intervensi 1 – 5
3. Mengajarkan pasien untuk latihan tarik nafas
dalam dan distraksi

45
Respon: klien mampu melakukan relaksasi
nafas dalam, klien mrngobrol dengan
keluarganya untuk mengalihkan rasa nyeri
4. Memberikan injeksi obat anti nyeri antrain
sesuai advis dokter
R: obat anti nyeri antrain masuk melalui iV
Jumat, 18 Hambatan Mobilitas Fisik 1. Melatih pasien untuk bergerak secara perlahan S:
desember 2020 2. Menganjurkan untuk tirah baring setiap minimal Klien mengatakan masih terasa nyeri atau
10-15 menit miring kanan dan kiri sakit saat duduk
3. Menganjurkan pasien untuk belajar setengah O:
duduk Klien tampak terasa masih nyeri saat
4. Menganjurkan untuk latihan range of motion diajarkan untuk duduk
5. Mengajarkan anggota keluarga cara melakukan A:
pergerakan bertahap supaya klien bisa masalah hambatan mobilitas fisik belum
mengikuti dengan baik teratasi
P: lanjutkan intervensi – 5
Jumat, 18 Resiko infeksi 1. Mengkaji tanda – tanda infeksi S:
Desember 2020 2. Mengkaji kondisi luka pasien post operasi H+1 1. Klien mengatakan lukanya masih
3. Memberikan posisi yang nyaman tertutup verban balutan

46
4. Menganjurkan pasien untuk memakai baju yang 2. Klien mengatakan balutan luka belum
longgar diganti
5. Mengkaji kondisi drain klien O:
6. Perawatan luka modern Dressing dengan moist 1. Pasien tampak lemas berbaring
wound care (daryantule & Salep gentamicin) 2. Terpasang drain di perut bawah bagian
7. Memberikan obat antibioatik sesuai advis dokter kiri
3. Tidak ada tanda – tanda infeksi
4. Luka operasi lembab
5. Tidak ada rembesan pus
A:
Masalah resiko infeksi belum teratasi
P: lanjutkan intervensi 1 - 5

47
Hari/Tgl/tahun Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Sabtu, 19 Nyeri Akut 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif S:
Desember 2020 Respon: Klien mengatakn masih nyeri hilang dan
DS timbul lagi tetapi sudah bisa ditahan
P: klien mengatakan nyeri sudah berkutang Nyeri sayatan masih terasa
didaerah luka operasi O:
Q: Nyeri seperti disayat-sayat TTV: TD: 110/70 mmHg, N: 80x/menit, S:
R: nyeri diperut bagian tengah 36, 2 C, rr: 20x/m
S: nyeri 3 Skala nyeri 3 (ringan)
T: Nyeri hilang timbul kadang muncul lama Nyeri di bagian perut
menit.
2. Mengukur tanda – tanda vital klien A:
TTV: TD: 110/70 mmHg, N: 80x/menit, S: 36, Masalah belum nyeri teratasi
2 C, RR: 20x/m P: lanjutkan intervensi 2 – 5
3. Mengkaji karakteristik nyeri pasien
Respon: klien mengatakan nyeri sayat sudah
berkurang karena habis operasi
4. Mengaanjurkan pasien untuk latihan tarik nafas
dalam dan distraksi apabila nyeri muncul

48
Respon: klien mampu melakukan relaksasi
nafas dalam, klien mrngobrol dengan
keluarganya untuk mengalihkan rasa nyeri
5. Memberikan injeksi obat anti nyeri antrain
sesuai advis dokter (bila ada nyeri muncul)
R: obat anti nyeri antrain masuk melalui IV
Sabtu, 19 Hambatan Mobilitas Fisik 1. Melatih pasien untuk bergerak secara perlahan S:
Desember 2020 Respon: klien sudah mampu bergerak dengan Klien mengatakan masih terasa nyeri atau
baik dan sedang latihan duduk sakit saat duduk
2. Anjurkan untuk tirah baring setiap minimal 10- O:
15 menit miring kanan dan kiri Klien tampak terasa masih nyeri saat
Respon: klien sudah mampu untuk miring diajarkan untuk duduk
kanan dan kiri secara mandiri sambil pegangan A:
handrail(pembatas tempat tidur) masalah hambatan mobilitas fisik belum
3. Anjurkan pasien untuk belajar setengah duduk teratasi
Respon: pasien sudah mulai duduk dengan P: lanjutkan intervensi
bantuan perawat dan disanggah dengan bantal
dibelakang
4. Menganjurkan untuk latihan range of motion

49
Respon: Klien mampu menggerakan ektrimtas
atas dan esktrimitas bawah secara perlahan-
lahan.
5. Mengajarkan anggota keluarga cara melakukan
pergerakan bertahap supaya klien bisa
mengikuti dengan baik
Respon : klien dan keluarga mendengarkan dan
mematuhi aturan yang dianjurkan oleh dokter
dan perawat untuk selalu bergerak mencegah
adanya kontraktur otot.

Hari/Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Keperawatan


Sabtu, 1. Menganjurkan pasien menggunakan S :
19/12/2020 Resiko Infeksi pakaian yang longgar 1. klien mengatakan masih nyeri didaerah luka
2. Menganjurkan pasien untuk tetap penutupan operasinya
menjaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan kering O:
3. Memantau aktivitas dan mobilisasi 1. tampak luka panjang ± 26 cm, lebar 1 cm

50
pasien 2. terdapat drain disebelah kiri
4. Mengkaji status nutrisi pasien yaitu 3. terdapat
melihat apakah pasien menghabiskan A : masalah belum teratasi
makanan yang diberikan dan apakah P : intervensi 2-8 dilanjutkan
pasien mengkonsumsi makanan selain
dari yang diberikan rumah sakit
5. Mengobservasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik, warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal.
6. Membersihkan luka post laparatomi
tutup kolostomi dengan balutan moist
wound dressing dengan cara setelah
membersihkan luka, kemudian
dioleskan hidroaktive gel.
7. Mempertahankan teknik aseptik/steril
dalam melakukan perawatan luka
8. mengajarkan pada keluarga tentang luka
dan perawatan luka

51
Hari/Tgl/tahun Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi
Minggu, 20 Nyeri Akut 1. Mengkaji nyeri secara komprehensif S:
Desember 2020 Respon: Klien mengatakn masih nyeri hilang
DS Nyeri sayatan sudah tidak ada (hilang)
P: Klien mengatakan nyeri sudah hilang O:
Q: Klien mengatakan tidak rasa tersayat-sayat TTV: TD: 110/70 mmHg, N: 90x/menit, S:
lagi 36, 5 0C, RR: 18x/m
R: nyeri diperut sudah hilang Skala nyeri 0 (ringan)
S: skala nyeri 0 Nyeri di bagian sudah hilang
T: Nyeri tidak hilang timbul kembali Klien rileks, tidak meringis kesakitan lagi
2. Mengukur tanda – tanda vital klien Mampu beraktifitas ke kamar mandi dan di
TTV: TD: 120/70 mmHg, N: 90x/menit, S: 36, sekitar ruangan
0
5 C, RR: 18 x/m A:

3. Menganjurkan pasien untuk latihan tarik nafas Masalah nyeri teratasi


dalam dan distraksi apabila nyeri muncul P: Intervensi dihentikan

Respon: klien mampu melakukan relaksasi


nafas dalam, klien mengobrol dengan
keluarganya untuk mengalihkan rasa nyer

52
Minggu, 20 Hambatan Mobilitas Fisik 1. Melatih pasien untuk bergerak dan berkeliling S:
Desember 2020 sekitar ruangan Klien mengatakan sudah bisa berjalan dan
Respon: klien sudah mampu bergerak dengan ke kamar mandi
baik dan sudah mampu berkeliling ruangan O:
bedah dan mampu ke kamar mandi sambil di Klien tampak berjalan ke kamar mandi dan
damping keluarga pasien berlatih jalan jalan sekitar ruangan
2. Anjurkan untuk tirah baring setiap minimal 10- Mampu menggerakan anggota tubuhnya
15 menit miring kanan dan kiri tanpa sakit dan tanpa bantuan orang lain
Respon: klien sudah mampu untuk miring A:
kanan dan kiri secara mandiri sambil pegangan masalah hambatan mobilitas fisik teratasi
handrail(pembatas tempat tidur) P: intervensi dihentikan
3. Anjurkan pasien untuk belajar setengah duduk
Respon: pasien sudah bisa duduk dengan baik
tanpa merasa kesakitan
4. Menganjurkan untuk latihan range of motion
Respon: Klien mampu menggerakan ektremitas
atas dan esktremitas bawah secara baik dan
smepurna dengan mandiri tanpa bantuan
perawat ataupun keluarga

53
Hari/Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Keperawatan
Minggu, Resiko infeksi 1. Menganjurkan pasien untuk tetap S : -
20/12/2020 menjaga kebersihan kulit agar tetap 1. Klien mengatakan merasa nyaman saat dilakukan
bersih dan kering perawatan luka operasinya
Respon Pasien:
Pasien mengatakan iya mau mengikuti O :
perintah dokter dan suster supaya cepat 1.luka tampak lembab dan bersih
sembuh dan pulang natalan 2. tidak ada tanda-tanda infeksi
2. Memantau aktivitas dan mobilisasi 3. panjang luka 26 cm, lebar 1 cm
pasien 4. masih terdapat drain
Respon: pasien mampu mengerak- 5. lekosit 7200
gerakan kaki kanan dan kiri secara
bergantian A : masalah belum teratasi
3. Mengkaji status nutrisi pasien yaitu P : intervensi dilanjutkan 1-10
melihat apakah pasien menghabiskan
makanan yang diberikan dan apakah
pasien mengkonsumsi makanan selain

54
dari yang diberikan rumah sakit
Respon: pasien menghabiskan makanan
yang diberikan oleh rumah sakit
4. mengobservasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik, warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal.
Respon: keadaan luka lembab, tidak ada
tanda-tanda infeksi, tidak ada pus, tidak
ada basah dalam wilayah luka nya
5. Membersihkan luka /ulkus pasien
dengan metode moist wound healing
Respon: luka lembab, tidak ada tanda-
tanda infeksi
6. Mempertahankan teknik aseptik/steril
dalam melakukan perawatan luka
Respon: perawat dalam melakukan
perawatan luka secara steril
7. Mengajarkan pada keluarga tentang luka

55
dan perawatan luka
R: keluarga mau melakukan perawatan
luka setelah pasien dirumah dan
melakukan control ke rumah sakit
8. Mengatur posisi pasien untuk
mengurangi tekanan pada luka yaitu
dengan memberi bantal untuk
pengganjal pada bagian lutut
R: pasien mengatakan posisi semi
fowler memmbuat nyaman dan bagian
lutu diberikan alas bantal

Hari/Tgl Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Keperawatan


Senin, Resiko infeksi 1. Menganjurkan pasien menggunakan S :
21/02/2020 pakaian yang longgar 1. pasien mengatakan lukanya kering dan bersih
2. Menganjurkan pasien untuk tetap 2. pasien bisa tidur nyenyak, tidak muncul nyeri lagi
menjaga kebersihan kulit agar tetap pada malam hari
bersih dan kering O:

56
3. Memantau aktivitas dan mobilisasi 3. Luka bersih, tidak ada pus
pasien 4. Lekosit 7200
4. Mengkaji status nutrisi pasien yaitu 5. Tidak ada tanda – tanda infeksi
melihat apakah pasien menghabiskan 6. Pasien sudah mulai bergerak /mobilisasi dengan
makanan yang diberikan dan apakah nyaman
pasien mengkonsumsi makanan selain A : resiko infeksi teratasi
dari yang diberikan rumah sakit P : intervensi dihentikan
5. mengobservasi luka : lokasi, dimensi,
kedalaman luka, karakteristik, warna
cairan, granulasi, jaringan nekrotik,
tanda-tanda infeksi lokal.
6. Membersihkan luka /ulkus pasien
dengan metode moist wound healing
dengan cara setelah membersihkan luka,
kemudian dioleskan hydroaktive gel
7. Mempertahankan teknik aseptik/steril
dalam melakukan perawatan luka
8. mengajarkan pada keluarga tentang luka
dan perawatan luka

57
BAB IV

PEMBAHASAN

4.1. Analisis Kasus Berdasarkan Konsep Teori

Asuhan keperawatan pada Pasien Ny. RP (24 tahun) dengan Post


laparatomi eksplorasi tutup kolostomi dilakukan operasi tanggal 17
Desember 2020. Pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Desember 2020
sampai 21 Desember 2020, Pasien masuk rumah sakit sejak 15 Desember
2020 melalui IGD RSUD Jayapura. Pengkajian dilakukan diruangan Bedah
Wanita pada tanggal 18 Desember 2020 dengan data yang didapatkan yaitu
Klien telah dilakukan post laparatomi eksplorasi H+2 adhesiolisis + reseksi
anastomose side to side colon transvesum et causa ca recti. Klien
mengatakan nyeri, nyeri karena setelah operasi, nyeri bertambah saat
bergerak, nyeri seperti disayat-sayat, nyeri dibagian perut, skala nyeri 6,.
Nyeri bisa sampai 5 menit muncul, nyeri berkurang setelah minum obat anti
nyeri
Masalah keperawatan utama yang didapatkan sesuai dengan prioritas
masalah yang telah disusun yaitu nyeri akut berhubungan dengan adanya
insisi post operasi (agen cedera fisik). Nyeri akut yaitu pengalaman sensori
dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa International Association for the Study of Pain; (IASP)
awitan yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan
akhir yang dapat diantisipasi ringan berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung kurang dari 3 bulan (Herdman,
2012). Penulis menegakkan diagnosa nyeri (akut), berdasarkan karakteristik:
provoking (P): nyeri pasca operasi laparatomy, quality (Q): nyeri seperti
disayat-sayat, region (R): perut tengah, severity (S): skala 5, time (T): hilang
timbul kadang muncul sampai 5 menit. Pada saat pengkajian keluhan klien
adalah nyeri. Jika tidak segera ditangani maka akan dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi tubuh yang lain, seperti gangguan pola tidur,
gangguan rasa nyaman, gangguan nutrisi sehingga akan menurunkan daya

58
tahan tubuh dan dapat memperlambat proses penyembuhan dan akan
semakin memperparah keadaan psikologis pasien. Sedangkan data obyektif
yang didapat, yaitu klien tampak menahan nyeri. Komplikasi yang terjadi
pada pasien post operasi biasanya akan terjadi perdarahan, nyeri dan resiko
infeksi. Nyeri muncul akibat adanya proses pembedahan dimana jaringan
kulit akan mengalami kerusakan sehingga akan menimbulkan rasa sakit atau
nyeri setelah periode obat anestesi sudah menghilang. Perdarahan menjadi
penyebab yang kadang terjadi setelah pembedahan. Salah satu komplikasi
post operasi adalah perdarahan.
Hambatan mobilitas fisik adalah keterbatasan pada pergerakan fisik
tubuh atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan terarah (Herdman
2012,). Diagnosa ini ditegakkan karena ditemukan data subyektif yang
mendukung yaitu pasien mengalami keterbatasan lingkup gerak,
terganggunya fungsi aktivitas terutama gangguan mobilisasi ditempat tidur,
dan adanya nyeri akibat insisi pembedahan. Pada hasil pengkajian yang
penulis peroleh, pasien mengatakan sulit untuk beraktivitas. Hal ini
merupakan salah satu tanda dari adanya keterbatasan lingkup gerak otot
bagian abdomen dan terganggunya fungsi aktivitas. Hambatan mobiitas fisik
dijadikan diagnosa keperawatan prioritas yang kedua, karena diagnosa ini
bukan masalah utama. Namun apabila keterbatasan aktivitas tidak segera
ditangani, maka dapat membentuk keadaan klien dan tonus otot-otot tubuh
pasien menjadi kaku.
Resiko tinggi infeksi adalah suatu keadaan dimana mengalami
peningkatan resiko terserang organisme patogenik (Herdman 2012)
Diagnosa ini ditegakkan karena ditemukan data subyektif yang mendukung
yaitu klien mengatakan ada luka post operasi di perut tengah dan obyektif
terlihat luka pasca operasi dengan panjang  26 cm, adanya luka pasca
operasi yang tertutup kassa. Diagnosa ini menjadi prioritas ketiga karena
pada saat pengkajian terdapat luka. Apabila luka tidak segera ditangani,
maka dapat memperburuk keadaan klien dan menghambat proses
penyembuhan luka karena terjadi infeksi.

59
Laparatomi merupakan prosedur pembedahan mayor berupa
penyayatan pada lapisan-lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan
bagian organ abdomen yang mengalami masalah (hemoragi, perforasi,
kanker, dan obstruksi). Pasien post laparatomi akan merasakan nyeri. Nyeri
yang tidak diatasi akan menyebabkan pasien merasa cemas untuk
melakukan mobilisasi dini sehingga tirah baring pasien terlalu lama. Pasien
pasca operasi yang melakukan tirah baring terlalu lama dapat meningkatkan
resiko terjadinya kekakuan atau penegangan otot-otot di seluruh tubuh,
gangguan sirkulasi darah, gangguan pernafasan dan gangguan peristaltik
maupun berkemih bahkan terjadinya dekubitus atau luka tekan.

4.2. Analisis Kasus Berdasarakan Masalah Keperawatan Resiko Infeksi


Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis selama melakukan
asuhan keperawatan di rumah sakit adalah mengobservasi luka
pembentukan bula, perubahan warna kulit kecoklatan, bau yang tidak enak
atau asam, melakukan perawatan luka secara modern (modern dressing
moist wound care) untuk menjaga kelembaban luka laparatomi, mengganti
balutan dengan teknik aseptik dan antiseptik, menjaga kebersihan daerah
sekitar operasi. Kekuatan dari implementasi ini adalah klien kooperatif pada
saat dilakukan tindakan keprawatan merawat luka serta situasi yang
mendukung sehingga tindakan dapat dilakukan dengan lancar. Kelemahan
dari implementasi ini adalah kien mengeluh nyeri jika dirawat lukanya,
sehingga dalam melakukan perawatan luka harus pelan-pelan. Solusi untuk
mengatasi kelemahan implementasi adalah mengajarkan teknik relaksasi
nyeri dengan cara nafas dalam.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Sinaga & Tarigan
(2012) ditemukan bahwa seluruh perawat pada sebagian rumah sakit masih
menggunakan normal saline sebagai cairan pembersih pada perawatan luka
akut seperti luka operasi, luka superfisial, dan luka kronik, termasuk luka
kronik yang menghasilkan jaringan nekrotik. Perawatan luka merupakan
salah satu teknik dalam pengendalian infeksi pada luka karena infeksi dapat
menghambat proses penyembuhan luka. Infeksi luka post operasi merupakan
salah satu masalah utama dalam praktek pembedahan (Potter & Perry, 2012).

60
Dalam proses penyembuhan luka para ahli awalnya berpendapat bahwa
penyembuhan luka akan sangat baik bila luka dibiarkan tetap kering. Mereka
berpikir bahwa infeksi bakteri dapat dicegah apabila seluruh cairan yang keluar
dari luka terserap oleh pembalutnya. Akibatnya sebagian besar luka dibalut
oleh bahan kapas pada kondisi kering (Puspitasari, Ummah, & Sunarsih, 2011).
Moist Wound Care atau nama lain dari Moist Wound Care
merupakan proses penyembuhan luka secara lembab atau moist dengan
mempertahankan isolasi lingkungan luka berbahan oklusive dan semi
oklusive (Fatmadona & Oktarina, 2016). Moist Wound Care mendukung
terjadinya proses penyembuhan luka sehingga terjadi pertumbuhan jaringan
secara alami yang bersifat lembab dan dapat mengembang apabila jumlah
eksudat berlebih, dan mencegah kontaminasi bakteri dari luar (Ose, Utami,
& Damayanti, 2018).
Dari 5 jurnal yang penulis dapatkan bahwa moist wound care dapat
mempercepat proses penyembuhan luka post operasi, luka diabetes mellitus,
luka section cesarean dan sebagainya. Luka laparatomi termasuk luka besar
yang harus segera ditangani agar lama rawat inap pasien tidak memanjang
dan biaya perawatan tidak membengkak.
Kartika (2015) menjelaskan bahwa ada 500 jenis perawatan luka
modern yang dapat membantu proses penyembuhan luka pasien.
Diantaranya yaitu Terdapat berbagai jenis pemilihan balutan luka selain gauze
yaitu seperti hidrogel, film dressing, hydrocolloid, calcium alginate,
foam/absorbant dressing, antimicrobial dressing, antimicrobial
hydrophobic, dan banyak contoh dressing yang dapat digunakan dalam
proses perawatan luka moist sesuai indikasi masing-masing luka.
Balutan yang dianjurkan dalam luka pasca-pembedahan adalah
balutan yang tidak menempel saat dibuka, mencegah trauma pada dasar
luka, mengurangi nyeri saat penggantian balutan dan cost-effective dengan
meminimalkan frekuensi penggantian balutan. Misalnya, transparent film
dressing seperti opsite post op, hydrocolloid, calcium alginate, Vaseline
zalf, dan gauze (Arisanty, 2014).

61
4.3. Analisis Berdasarkan Evidence Based Practice Moist Wound Care Post
Laparatomi Eksplorasi Tutup Kolostomi.
Dalam perawatan luka dengan teknik lembab memiliki beberapa
manfaat, antara lain seperti:
1. Nyeri minimal karena frekuensi penggantian balutan tidak setiap hari
tapi tiga sampai lima hari. Hal tersebut berfungsi untuk menciptakan
lingkungan luka tetap lembab, melunakkan serta menghancurkan
jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat, yang kemudian terserap
dan terbuang bersama pembalut, sehingga tidak sering menimbulkan
trauma dan nyeri pada saat penggantian balutan (Kartika, 2015).
2. Cost-effective yaitu jumlah pemakaian alat, fasilitas, waktu dan tenaga
karena tidak setiap hari dilakukan rawat luka.
3. Infeksi minimal karena menggunakan konsep balutan oklusif atau
tertutup rapat.
4. Mempercepat penyembuhan luka dengan konsep lembab (Arisanty,
2014).
Manajemen perawatan luka modern sangat mengedepankan isu
tersebut. Hal ini ditunjang dengan semakin banyaknya inovasi terbaru dalam
perkembangan produk-produk yang bisa dipakai dalam merawat luka.
Dalam hal ini, perawat dituntut untuk memahami produk-produk tersebut
dengan baik sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang sesuai
dengan kebutuhan pasien. Pada dasarnya, pemilihan produk yang tepat
harus berdasarkan pertimbangan biaya (cost), kenyamanan (comfort),
keamanan (safety). Secara umum, perawatan luka yang berkembang pada
saat ini lebih ditekankan pada intervensi yang melihat sisi klien dari
berbagai dimensi, yaitu dimensi fisik, psikis, ekonomi, dan sosial.
Perawat dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang
adekuat terkait dengan proses perawatan luka yang dimulai dari pengkajian
yang komprehensif, perencanaan intervensi yang tepat, implementasi
tindakan, evaluasi hasil yang ditemukan selama perawatan serta
dokumentasi hasil yang sistematis. Isu yang lain yang harus dipahami oleh
perawat adalah berkaitan dengan cost effectiveness.

62
Prinsip kegunaan metode modern wound care, menurut Setiawan
(2019), diantaranya adalah mengurangi dehidrasi dan kematian sel. Pada
fase penyembuhan luka bahwa sel-sel seperti neutropil dan magrofag
membentuk fibroblast dan perisit. Dan sel-sel ini tidak dapat berfungsi pada
lingkungan yang kering. Meningkatkan angiogenesis. Tidak hanya sel-sel
yang dibutuhkan untuk angiogenesis juga dibutuhkan lingkungan yang
lembab tetapi juga angiogenesis terjadi pada tekanan oksigen rendah,
balutan ”occlusive” dapat merangsang proses angiogenesis ini.
Prinsip Moist Wound care berikutnya adalah berperan dalam
meningkatkan debridement autolisis. Dengan mempertahankan lingkungan
lembab sel neutropil dapat hidup dan enzim proteolitik dibawa ke dasar luka
yang memungkinkan mengurangi/menghilangkan rasa nyeri saat
debridemen. Proses ini dilanjutkan dengan degradasi fibrin yang
memproduksi faktor yang merangsang makrofag untuk mengeluarkan faktor
pertumbuhan ke dasar luka.
Prinsip ketiga, antara lain meningkatkan re-epitelisasi. Pada luka yang
lebih besar, lebih dalam sel epidermal harus menyebar diatas permukaan
luka dari pinggir luka serta harus mendapatkan suplai darah dan nutrisi.
Krusta yang kering pada luka menekan/menghalangi suplai tersebut dan
memberikan barier untuk migrasi dengan epitelisasi yang lambat. Barier
bakteri dan mengurangi kejadian infeksi. Balutan oklusif membalut dengan
baik dapat memberikan barier terhadap migrasi mikroorganisme ke dalam
luka. Bakteri dapat menembus kasa setebal 64 lapisan pada penggunaan
kasa lembab. Luka yang dibalut dengan pembalut oklusif menunjukkan
kejadian infeksi lebih jarang daripada kasa pembalut konvensional tersebut.
Prinsip terakhir dan tak kalah pentingnya adalah mengurangi nyeri.
Diyakini luka yang lembab melindungi ujung saraf sehingga mengurangi
nyeri. Dengan demikian adanya modern dressing ini akan membantu proses
penyembuhan luka lebih cepat dibandingkan pada pasien yang diberikan
perawatan luka konvensional atau sederhana.

63
4.4. Alternatif Pemecahan Masalah
Perawatan luka modern dressing ini menjadi alternatif bagi tenaga
keperawatan dalam melakukan perawatan luka pada pasien. Perawat harus
memberikan informasi atau edukasi yang jelas dan baik kepada pasien dan
keluarga pasien. Agar keluarga dan pasien memahami apa yang dilakukan
untuk mempercepat proses penyembuhan luka dan biaya perawatan menjadi
lebih efektif apabila pasien lebih cepat pulang dan sembuh. Perawatan Moist
Wound Care yang penulis berikan pada Ny. RP berupa cutimed gel
(hydrogel) untuk memberikan daerah luka tetap lembab. Nyonya RP
merasakan bahwa perawatan luka ini berbeda dengan yang dilakukan
perawatan selama di RSUD Wamena dengan RSUD Jayapura. Kondisi
pasien setelah diberikan moist wound care keadaan luka lembab dan tidak
ada tanda-tanda infeksi.
Klien Ny.RP tampak nyaman apa yang penulis lakukan.
Sebagaimana dengan jurnal dari Kartika (2015) bahwa pemberian perawatan
luka moist wound dressing salah satunya yaitu hydrogel dapat
mempertahankan kelembaban luka dan mempercepat proses penyembuhan
luka pasien. Kemudian efektif dalam pembiayaan di rumah sakit. Lenght of
stay (lama rawat inap) pasien menjadi lebih singkat. Perawatan luka
konvensional harus sering mengganti kain kassa pembalut luka, sedangkan
perawatan luka modern seperti Moist Wound Care memiliki prinsip menjaga
kelembapan luka. Sehingga penggantian balutan pada Moist Wound Care
tidak memerlukan waktu satu hingga dua hari melainkan tiga hingga lima
hari supaya menciptakan lingkungan luka tetap lembab, melunakkan serta
menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat yang
kemudian terserap ke dalam struktur balutan dan terbuang bersama balutan,
hal tersebut juga dapat engurangi trauma dari nyeri pada saat penggantian
balutan (Kartika, 2015). Hal ini menjadi alternatif pemecahan masalah pada
pasien post laparatomi eksplorasi agar daerah luka tetap terjaga kelembaban
kulitnya.

64
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Dalam pengkajian Ny. RP yang menderita post laparatomi eksplorasi
tutup kolostomi, pada saat pengkajian klien telah menjalani prosedur
bedah, dan data yang didapat diantaranya klien mengatakan nyeri, nyeri
pada perut bagian tengah dengan skala 5, klien tampak menahan nyeri,
terdapat luka bekas operasi pada perut tengah sepanjang ± 26 cm.,, lebar 1
cm.
2. Penerapan Perawatan Luka Modern Dressing (Moist Wound Care) efektif
dalam penerapan perawatan luka post laparatomi. Dimana pasien
merasakan lebih nyaman dan pasien merasakan sakit yang minimal.
Kondisi luka pasien menjadi lebih lembab dan proses penyembuhan lebih
cepat, biaya perawatan lebih efektif dan lenght of stay (lama rawat inap)
pasien pun lebih pendek.
3. Evidence Base Practice Moist Wound Care dapat diberikan pada pasien
post operasi laparatomi, operasi section cesarea, ulkus diabetikum, dan
operasi lainnya dimana akan menjaga kelembaban luka pasien.
5.2. Saran
5.2.1. Bagi Institusi Pendidikan
Memberikan kemudahan dalam penggunaan perpustakaan dalam
koleksi buku yang menjadi fasilitas bagi mahasiswa untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan dan keterampilannya dalam
menjalani praktik dan pembuatan asuhan keperawatan terutama dalam
praktik laboratorium untuk menerapkan perawatan luka secara modern
(modern dressing) disamping melakukan perawatan luka sederhana.
Karena ini sudah menjadi hal yang baik dilakukan pelayanan
keperawatan.
5.2.2. Bagi Lahan Praktik
Meningkatkan mutu pelayanan untuk klien dengan melibatkan peran
aktif keluarga sehingga asuhan keperawatan dapat tercapai sesuai
tujuan dan memberikan kenyamanan pada klien yang mengalami luka.

65
Luka laparatomi, luka diabetes mellitus, luka kecelakaan, dan luka
section cesarea dapat diberikan penanganan perawatan modern
dressing untuk mempercepat proses penyembuhan luka pasien dan
mengurangi biaya perawatan pasien yang membengkak.
5.2.3. Bagi Penulis Selanjutnya

Penulis selanjutnya diharapkan bahwa lebih memilih perawatan


modern dressing yang selain penulis lakukan dan dapat bervariasi
pasiennya.

66
DAFTAR PUSTAKA

Arisanty, I. P. ( 2013 ). Manajemen Perawatan Luka :Konsep Dasar. Jakarta :


EGC.

Anggraini, Z. (2016). Gambaran Implementasi Prosedur Perawatan Luka Post


Operasi Oleh Perawat Di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Jurnal
Kesehatan, 12(1), 27-32.

Apriliyasari, R. W., Faidah, N., & Wulan, A. E. (2018). Perbedaan Perawatan


Luka Post Operasi Bersih Menggunakan Balutan Kasa Dengan Balutan
Transparan Terhadap Waktu Penyembuhan Luka Di RSUD dr.
Loekmono Hadi Kudus. Jurnal Kesehatan, 4(2), 158-178.

Bulecheck, Gloria M, dkk. (2016). Nursing Interventions Classification. Ed:


Intansari Nurjanah. Singapore: Elsevier

Chadwick, et.al. (2013). International Best Practice Guidelines: Wound


Management in Diabetic Foot Ulcers. Wounds International. Diakses
dari : www.woundsinternational.com

Damayanti , Ika Putri. (2014). Factors Associated With Wound Healing Post
Sectio Caesarea at Arifin Achmad General Hospital Riau Province in 2013.
Jurnal Kebidanan, 11(2), 207-210.

Damsir (2018). Manajemen Perawatan Luka. Poltekkes Yogyakarta,

Doenges, E. M. (2014). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dowsett, C. (2011). Moisture in Wound Healing: Exudates Management. Journal


of wound Care. .8-12.

Ekaputra, E. 2013. Evolusi Manajemen Luka. Jakarta: Trans Info Media

Gitarja, widasari sri. (2015). Perawatan Luka. Bogor: Yayasan Wocare Indonesia

Halim, A.S., Khoo,T.L.,& Mat-Saat,A.Z.(2012). Wound Bed Preparation from a


Clinical Perspective. Indian Jurnal of Plastic Surgery,Vol 45(2).193- 202.

67
Handayani, L. T. (2016). Studi Meta Analisis Perawatan Luka Kaki Diabetes
Dengan Modern Dressing. The Indonesian Journal Of Health Science,
6(2).

Herdman, H. T. (2012). Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta:


EGC

Kartika. Ronald W. (2015). Perawatan Luka Kronis dengan Modern dressing.


Wound Care/Diabetic Center, RS Gading Pluit, Jakarta. Vol. 42 no. 7;
tahun 2015 [Diakses tanggal 9 Desember 2020]. Tersedia dari:
https://www.academia.edu/36224517/TeknikPerawatan_Luka_Kronis_de
ngan_Modern_Dressing

Kartika, Ronald W. 2017. Pengelolaan Gangren Kaki Diaebetik. Jakarta: Fakultas


kedokteran universitas kristen krida wacana.

Kemenkes RI, 2018. Profil Kesehatan Indonesia. Kemeneks RI, Jakarta.

Kozier. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta : EGC

Majid, Abdul dkk. (2011). Perawatan Perioperatif. Yogyakarta: Penerbit Gosyen


Publishing.

Maryunani, A. (2015). Perawatan luka (Modern woundcare) terkini dan


terlengkap. Jakarta: In Media

Meidina Sinaga dan Rosina Tarigan. (2012). Penggunaan Bahan Pada Perawatan
Luka. Jurnal. Universitas Sumatera Utara.
Moorhead, Sue dkk. (2016). Nursing Outcome Classification. Ed: Intansari
Nurjanah. Singapore: Elsevier
Muttaqin, Arif dan Kumala Sari. (2012). Asuhan Keperawatan Perioperatif:
Konsep, Proses, dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
Muttaqien. (2016). The Overview Of Surgical Site Infection Of Pasca Caesarean
Section At Arifin Achmad General Hospital Of Riau Province 1 January –
31 December 2014 Period. Jurnal Fakultas Kedokteran, 3 (1)
Nanda. (2015). Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi 2015-2017. Alih
bahasa: Budi Anna Keliat, dkk. Jakarta: EGC
Shah, J B. (2012). "The History of Wound Care". The Journal of the American
College of Certified Wound Specialists. 3 (3): 65–66.
doi:10.1016/j.jcws.2012.04.002. ISSN 1876-4983. PMC

Doenges, Marilynn E. (2011).Rencana Asuhan Keperawatan Jakarta: EGC

68
Brunner and Suddar.(2011).Textbook of Medical Surgical Nursing.Sixth
Edition.J.B. Lippincott Campany, Philadelpia.

Fahmi, F. (2012).Pengaruh terapi musik terhadap tingkat gangguan Tidur pada


pasien paska operasi laparotomi di IRNA B (teratai) dan IRNA mbun pagi
RSUP DR. M. Djamil Padang. Penelitian Keperawatan Medikal Bedah.
Fakultas Keperawatan Universitas Andalas.

Fatmadona, R & Oktarina (2016): “Aplikasi Modern Wound Care Pada Perawatan
Luka Infeksi di RS Pemernitah Kota Padang. NERS JURNAL
KEPERAWATAN,Volume 12, No.2, Oktober 2016, (Hal.159-165)

Jitowiyono S. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta : Muha


Medika

Kurnia, Andy, Effif S, dan Fauzia Andrini. (2015). Gambaran Penderita Infeksi
Luka Operasi pada Pasien Pasca Operasi Bersih (Clean) di Rsud Arifin
Achmad Provinsi Riau Periode Oktober - Desemeber 2013. Jurnal. Volume 2.
Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

Maryani, A., Gitarja, W. S., dan Ekaputra, E. (2011). Metode perawatan luka.
Dalam: seminar nasional keperawatan, 13 November 2011. PSIK Universitas
Jember.

Maryuyani, A. (2013). Perawatan luka modern (Modern wound care) terkini dan
terlengkap. Jakarta: IN MEDIA.

Merdekawati, D., & Rasyidah. (2017). Hubungan Prinsip Dan Jenis Balutan
Dengan Penerapan. Journal Endurance, 7(1), 82-92.

Nontji, W., Hariati, S., Arafat, R. (2015). Teknik Perawatan Luka Modern dan
Konvensional Terhadap Kadar Interleukin 1 dan Interleukin 6 pada Pasien
Luka Diabetik. Journal Ners. Vol 10 (10): 133-137.

Nurarif .A.H. dan Kusuma. H. (2015). APLIKASI Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Diagnosa Medis & NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: MediAction.

Nurhaida. 2017. Gambaran Efektifitas Perawatan Luka Diabetik Menggunakan


Modern Dressing dan Konvesional Di Asri Wound Care Center dan R.S.U
Martha Friska Medan Tahun 2015. Akademi Keperawatan Harapan Mama.
Deli Serdang.

Ose, M. I., Utami, P. A., & Damayanti, A. (2018). Efektivitas Perawatan Luka
Teknik Balutan Wet-Dry dan Moist Wound Healing Pada Penyembuhan
Ulkus Diabetik. Journal of Borneo Holistic Health, 1(1), 108-120.

69
Potter & Perry. (2012). Fundamental of Nursing. Jakarta: EGC

Potter & Perry, 2012, 2013 dalam siswantoro, 2017. Efektifitas perawatan luka
diabetik metode modern dressing menggunakan madu terhadap proses
penyembuhan luka(online).(jurnalonline.lppmdianhusada.ac.id. diakses
tanggal 10 desember 2018). Mojekerto: Stikes Dian Husada Mojokerto.
PPNI Indonesia. (2017). Standar Kompetensi Perawat Indonesia. dari PPNI.
Indonesia website: http://www.inna-ppni.or.id.

Poerwantoro, P. D. (2013). Dasar-dasar perawatan luka modern dan pemilihan


dressing untuk berbagai jenis luka. Jakarta Timur: Pancar Gradia

Puspitasari, H. A., Ummah, H. A., & Sunarsih, T. (2011). Faktor-Faktor Yang


Memepengaruhi Penyembuhan Luka Post Operasi Sectio Caesarea (SC).
Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan, 4(1), 50-59.

Sandy. (2015). Infeksi Luka Operasi (Ilo) Pada Pasien Post Operasi Laparotomi.
Jurnal Keperawatan Terapan, 1 (1).

Sandy, Fery Putra T., Roni Yuliwar, Ngesti W. Utami. (2015). Infeksi Luka
Operasi (Ilo) Pada Pasien Post Operasi Laparotomi. Jurnal. Poltekkes
Kemenkes Malang, Jl. Besar Ijen No 77 C Malang.

Sjamsuhidayat, R. (2011). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: EGC.

Setiyawan, D. (2019) dengan judul “Moist Dressing And Off-Loading Using A


Crutch Towards The Recovery Of Diabetic Foot Ulcer” dalam Proceeding
International Conference (Vol. 1, No. 1, pp. 781-797).

Sutriyanto, (2015). Baru 25 dari 1.000 Rumah Sakit Terapkan Manajemen


Perawatan Luka Modern. Tribun Kesehatan. Senin, 21 November 2016.

Sinaga S, Tarigan R. (2012). Penggunaan Bahan Pada Perawatan Luka di RSUD


DR. Djasamen Saragih Pematangsiatar. Jurnal Keperawatan Klinis; 2(1): 1-5.

Tiara., Sukawana., Suidrayasa. (2012). Efektifitas perawatan luka kaki diabetic


menggunakan balutan modern di RSUP Sanglah Denpasar dan Klinik Dhalia
Care.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia:
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI

70
Yopalika dkk. (2015). Luka Post Operasi. Makalah Higine. Universitas
Diponogoro Semarang.

Utami, dkk. 2014. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien


Diabetes Mellitus Dengan Ulkus Diabetikum. Ilmu Keperawatan. Universitas
Riau
Widasari SG (2018). Perawatan luka. Bogor,Jawa Barat: Yayasan Wocare
Indonesia;

71
Lampiran 1

PERAWATAN LUKA PASIEN POST LAPARATOMI MODERN


DRESSING MOIST WOUND CARE

Pasien post laparatomi

72
73
Lampiran 2

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN LUKA


LAPARATOMI EKSPLORASI TUTUP KOLOSTOMI
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PERAWATAN LUKA
LAPARATOMI EKSPLORASI TUTUP KOLOSTOMI DENGAN TEKNIK
MOIST WOUND CARE
Pengertian Suatu tindakan keperawatan dalam merawat luka laparatomi
eksplorasi tutup kolostomi dengan cara mempertahankan
lingkungan luka tetap terjaga kelembabannya guna memfasilitasi
penyembuhan luka
Tujuan 1. Membersihkan luka post operasi
2. Menutup luka laparatomi
3. Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif
4. Menurunkan resiko infeksi
5. Memberi kelembaban pada luka post laparatomi
Alat dan Bahan 1. Bak instrument berisi pinset anatmi 1 buah dan pinset cirurgis
1 buah steril, gunting arteri 1 buah, Kom satu buah, gunting
jaringan 1 buah
2. Bengkok 2 buah
3. Larutan NaCl 0,9 %
4. Sarung tangan steril (handscoon) satu pasang
5. Disinfektan
6. Kassa steril secukupnya
7. Alcohol 70%
8. Dressing : hyrdokoloid, hidroaktif gell, calcium alginate, dll
9. Duk Steril
10. Plester
11. Gunting plester
12. Supratule/daryantule (tergantung merek)
13. Verban
Fase Orientasi 1. Mengucapkan salam terapeutik kepada pasien

74
2. Memperkenalkan diri bila pertemuan pertama kali
3. Menjelaskan kepada pasien dan keluarga tentang 75cclusive
dan tujuan tindakan yang akan dilakukan. (selama
berkmuikasi gunakan bahasa yang jelas, sistematis serta tidak
mengancam)
4. Inform consent (memvalidasi kembali) apakah pasien setuju
dilakukan tindakan atau tidak
5. Klien diberikan kesempatam kepada pasien atau keluarga jika
ada hal yang ingin ditanyakan terkait 75cclusive tindakan
6. Membuat kontrak waktu dengan pasien
Fase kerja 1. Perawatan mencuci tangan 6 langkah menurut WHO
(tahap kerja) 2. Memasang skrem(sampiran) untuk menjaga privasi klien
3. Mendekatkan alat-alat yang telah disiapkan ke dekat klien
4. Memasang sarung tangan bersih
5. Buka balutan luka dan buang ke bengkok (nirbeken)
6. Lakukan pengkajian luka yang meliptui:
a. Ukuran atau luas luka
b. Jaringan nekrotik
c. Warna kulit sekitar luka
d. Kedalaman luka
e. Cairan eksudat yang dikeluarkan (bila ada)
f. Jaringan granulasi dan epitelisasi
g. Adanya pust atau tidak.(bila ada)
7. Lakukan pembersihan luka
Bila membersihkan luka dengan menggunakan salah satu
teknik atau kombinasi seperti:
a. Perendaman : basahi luka dengan kassa steril yang
dibasahi cairan NaCL 0,9 %
b. Swabbing: mengusap atau menggosok secara perlahan
8. Kemudian luka dikeringkan dengan menggunakan kassa steril
9. Bersihkan dan perhatikan apakah klien merasakan nyeri pada
saat dilakukan perawatan luka

75
10. Perhatikan apakah adanya jaringan nekrotik atau pus, jika ada
lakukan pengangkatan jaringan nekrotik dengan
menggunakan guntimg jaringan atau pinset hanya pada
jaringan yang mati
11. Ganti sarung tangan steril
12. Lakukan dressing atau pembalutan
Primary dressing:
a. Gunakan hydrogel dengan mengoleskan gel ke
permukaaan luka atau hydrokoloid untuk mencegah
infeksi dan menjaag moist luka serta membantu
kenyamanan pasien
b. Bisa gunakan calcium alginate bila terdapat perdarahan
c. Kemudian tutup menggunakan kassa steril
Secondary dressing :
d. Tutp luka dengan kassa 76cclusi dan pleseter
menggunakan hipafik dengan 76cclusive dressig (luka
jangan sampai tampak kelihata dari luar. Ukur ketebalan
kassa atau bahan gel yang ditempelkan ke luka harus
mampu membuat suasana optimal atau moist balance )
e. Rapikan seluruh alat alat dan sampah
f. Rapikan pasien dan atur posisi pasien senyaman mungkin
g. Buka skrem kembali
Tahap terminasi 1. Tanyakan perasaan pasien setelah dilakukan perawatan luka
2. Akhiri kegiatan dengan memberikan reward atau
mengucapkan terima kasih kepada pasien
3. Diskusikan kontrak waktu selanjutnya dengan pasien
4. Mengucapkan salam terapeutik
5. Catat hari tanggal waktu dilakukan tindakan, serta identitas
pasien dan nama perawat
6. Catat tindakan yang dilakukan serta hasil dan respon klien
pada catatan perkembangan
Sumber referensi : Kartika, 2015

76
Lampiran 3

LAPORAN PEMBEDAHAN LAPARATOMI EKSPLORASI TUTUP


KOLOSTOMI: 17 Desember 2020 (Ny. RP)

Komplikasi Adhesiolisis

Langkah- langkah pembedahan

1. Pasien posisi supine dlm pengaruh General Anestesi, median operasi, tutup
doek steril
2. Insisi pada luka lama, perdalam sampai peritoneum
3. Tampak omentum lengket ke dinding anterior abdomen
4. Dilakukakan Adhesiolisis, kemudian dilanjutkan explorasi, tampak adhesi
pada sigmoid dengan tube  adhesiolisis
5. Tampak adhesi pada ileum jejunum dengan colon transvesum. Desenden dan
sigmoid - dilakukan adhesiolisis
6. Dilanjutkan reseksi side to side colon transvesum dengan stapler linier
7. Cuci cavum abdomen
8. Pasang drain, jahit luka operasi ldl, operasi selesai.

77

Anda mungkin juga menyukai