PUSKESMAS TUREN
Oleh :
NIM 16.100.48
2019
PROPOSAL KARYA TULIS ILMIAH
PUSKESMAS TUREN
Ahli Madya Keperawatan (A.Md. Kep) Pada Program Studi DIII Keperawatan
Oleh :
NIM 16.100.48
2019
LEMBAR PERNYATAAN
NIM : 16.100.48
Wonosari
Menyatakan dan bersumpah bahwa Studi Kasus ini adalah hasil karya sendiri dan
belum pernah dikumpulkan oleh orang lain untuk memperoleh gelar dari berbagai
Jika kemudian hari saya terbukti melakukan pelanggaran atas pernyataan dan
sumpah tersebut, maka saya bersedia menerima sanksi akademik dari almamater.
Yang menyatakan
i
MOTTO
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL
Oleh
Pembimbing 1 Pembimbing 2
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat
dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan Studi Kasus yang berjudul
ditentukan.
Studi Kasus ini penulis susun sebagai salah satu persyaratan untuk
mendapatkan banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu
dalam kesempatan ini penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada yang
terhormat :
1. Riza Fikriana, S.Kep, Ns., M.Kep selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
2. Faizatur Rohmi, S.Kep. Ns., M.Kep selaku Ketua Program Studi DIII
4. Niluh Diah ASD, S.Kep., Ns selaku pembimbing 2 yang banyak membantu dan
iv
5. Turen yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan studi kasus
ini.
6. Seluruh dosen pengajar dan staf STIKes Kepanjen yang telah memberikan
7. Kedua orangtua tercinta saya yang telah selalu memberikan dukunga baik
secara moral, meteriil, dan doa hingga terselesainya Proposal Karya Tulis
Ilmiah ini. Terimakasih atas kasih sayang yang tiada batas yang telah
dicurahkan kepadaku.
STIKes Kepanjen dan semua pihak yang tidak dapat penulis cantumkan satu
Oleh karena itu demi kesempurnaan, penulis mengharapkan adanya kritik dan
Pembuat pernyataan
NIM.16.100.48
DAFTAR ISI
v
HALAMAN JUDUL
COVER DALAM
LEMBAR PERNYATAAN.....................................................................................i
MOTTO..................................................................................................................ii
KATA PENGANTAR............................................................................................iv
DAFTAR ISI..........................................................................................................vi
DAFTAR BAGAN.................................................................................................ix
DAFTAR TABEL...................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.5 Manfaat......................................................................................................4
2.1.1 Pengertian...........................................................................................6
2.1.2 Etiologi...............................................................................................6
vi
2.1.3 Klasifikasi Arthritis Gout...................................................................8
2.3.1 Pengertian.........................................................................................25
2.4.1 Pengertian.........................................................................................42
2.4.2 Tujuan..............................................................................................42
2.5.1 Pengkajian........................................................................................42
vii
2.5.3 Diagnosa keperawatan.....................................................................47
2.5.4 Intervensi..........................................................................................47
2.5.5 Implementasi....................................................................................48
2.5.6 Evaluasi............................................................................................48
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................58
viii
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Kerangka Kerja klien yang mengalami Gout Arthritis dengan
masalah nyeri kronis............................................................................................57
ix
DAFTAR TABEL
x
DAFTAR GAMBAR
xi
DAFTAR LAMPIRAN
xii
BAB 1
PENDAHULUAN
Nyeri Kronis. Lansia dengan Nyeri Kronis bila tidak dilakukan intervensi
pada lansia. Arthritis gout dapat menyebabkan sakit kepala dan nyeri
kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan
335 juta orang di dunia mengidap penyakit gout arthritis. Jumlah ini sesuai
dengan pertambahan usia lanjut dan beragam faktor kesehatan lainnya yang
tulang dan gangguan pada persendian yang ditandai dengan rasa nyeri yang
1
pada umur ≥ 75 tahun (54,8%). Penderita wanita juga lebih banyak (27,5%)
kerja Puskesmas Turen prevalensi Gout Artritis pada tahun 2015 terdapat 189
kasus yang di bagi dalam kasus baru 115 kasus (63,1%), kasus lama 67 kasus
Tanda awal tubuh terserang arthritis gout adalah rasa nyeri mendadak
dipersendian dan pangkal ibu jari kaki, warna merah dan bengkak pada
usia, bila tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan efek yang
yang lebih efektif untuk meminimalkan nyeri yang dialami oleh pasien. Secara
garis besar ada dua manajemen untuk mengatasi nyeri yaitu manajemen
(OAINS) (Sukandar et al, 2009). Tindakan non farmakologis selain diet purin,
2
karena jahe memiliki sifat pedas, pahit dan aromatic dari olerasin seperti
zingeron, gingerol dan shogaol. Jahe dapat diberikan cara kompres hangat
Pada tahapan ini fisiologis nyeri, kompres jahe menurunkan nyeri asam
urat pada tahap transduksi, dimana pada tahapan ini jahe memiliki kandungan
penurunan nyeri asam urat. Maka dari itu jahe dapat digunakan sebagai salah
Dari uraian dan pembahasan di atas maka peneliti ingin melakukan studi
Masalah pada studi kasus ini dibatasi pada Asuhan Keperawatan Gerontik
Puskesmas Turen.
3
1.4 Tujuan Penelitian
Turen.
b) Menentukan diagnosis Keperawatan Gerontik yang mengalami Gout
Turen.
d) Melakukan tindakan Keperawatan Gerontik yang mengalami Gout
1.5 Manfaat
Puskesmas Turen..
1. Bagi Perawat
4
Dapat menambah pengetahuan bagi perawat tentang proses Asuhan
Gout Arthritis.
4. Institusi Pendidikan
Dari hasil penelitian ini dapat membantu dalam pengembangan ilmu
Puskesmas Turen.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
yang terkumpul di dalam sendi sebagai akibat dari tingginya kadar asam
kondisi yang didapat sebelum arthritis gout yaitu gout yang memiliki
hiperurisemia.
(Smeltzer,2013 ; Noor,2016)
2.1.2 Etiologi
Gangguan metabolic dengan meningkatnya konsentrasi asam urat
pada tahap yang lebih lanjut terjadi degenerasi tulang rawan sendi.
penyebabnya.
2. Gout Sekunder
6
1. Kelainan-kelainan mieloproliferatif (polisitemia, leukemia,
mieloma retikularis).
2. Sindrom Lesch-Nyhan yaitu suatu kelainan akibatdifisiensi
sulphonamide.
3. Keadaan – keadaan alkoholik, asidosis laktik,
lebih sering terjadi pada pria, iklim, herediter dan keadaan-keadaan yang
7
panas, dan sakit jika digerakkan. Factor pencetusnya adalah trauma
ini asam urat serum laki-laki meningkat dan tanpa gejala selain dari
pembengkakan dan nyeri yang luar biasa, biasanya pada sendi ibu
serangan gout berulang dalam waktu kurang dari 1 tahun jika tidak
diobati.
8
4. Stadium keempat adalah tahap gout kronik, dengan timbunan asam
sebagai berikut:
1. Jalur de novo melibatkan sintesis purin dan kemudian asam urat
berlebihan.
2. Jalur penghematan adalah jalur pembentukan nukleotida purin
makanan. Jalur ini tidak melalui zat zat perantara seperti jalur de
9
novo.basa purin bebas (adenin, guanin, hipoxantin) berkondenasi
(APRT). Asam urat yang terbentuk dari hasil metaolisme purin akan
ginjal.
1. Peningkatan produksi asam urat, misalnya disebabkan oleh
10
Adanya kristal mononatrium urat ini akan menyebabkan
11
tempat lain (misalnya: tendon, bursa, jaringan lunak).
12
2.1.6 Pathway Arthitis Gout
Ganggan Metabolisame
Gout
Terjadi hialisasi dan fibrosis pada Erosi tulang rawan, proliferasi synovia,
glomerulus dan pembentukan vanus
(Muttaqin, 2018)
Bagan 2.1 Patway gout arthritis sampai masalah keperawatan
13
2.1.7 Pemeriksaan Diagnostik
1. Laboratorium
2. Radiognostik
tendon, tulang, ginjal, serta beberapa tempat lainnya. Selain itu, terapi gout
14
ginjal. Terapi obat dilakukan dengan mengobtai nyeri yang timbul terlebih
seperti tiazid dan diuretik kuat akan menghambat ekskresi asam urat di
urine.
15
3. Tinggi karbohidrat. Karbohidrat kompleks seperti nasi,singkong,
roti, dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam
disarankan adalah protein nabati yang berasal dari susu, keju, dan
telur.
sehari.air minum ini bisa berupa air putih masak, teh atau kopi.
16
yang mengandung banyak air. Buah-buahan yang disarankan
tinggi.
untuk mengatasi gout artrtis aku dengan kejadian efek samping yang
17
4. Probenecid digunakan terutama pada kondisi insufisiensi ginjal
(GFR<50mL/min).
bermanfaat bagi pasien dengan gagal ginjalk atau batu urat yang
tidak dapat diberi uroci suric. Biasanya obat ini diberikan sekali
dinaikkan jika kadar asam urat masih tinggi. Kadar asam urat
18
pada pssien dengan gangguan ginjal dengan serum kreatinin lebih dari
2mg/dL.
(Noor, 2016)
sederhana.
(Noor, 2016)
pasal satu ayat (2), (3), (4) UU No. 13 tahun 1998 tentang kesehatan di
katakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
19
Menurut organisasi kesehatan
1. Usia pertengahan (Middle Age) ialah kelompok 45 sampai 59 tahun.
2. Lanjut usia (Elderly) ialah kelompok 60 samapai 74 tahun.
3. Lanjut usia (Old) antara 79 sampai 90 tahun.
4. Usia sangat tua (Very Old) di atas 90 tahun.
Perubahan yang terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan
psikologis.
1. Perubahan Fisik
a) Sel : jumlah berkurang, ukuran membesar, cairan tubuh
20
tubulus menurun sehingga kemampuan mengonsentrasi urine
ikut menurun.
h) Vesika urinaria : otot-otot melemah kapasitasnya menurun dan
kerusakan.
k) Pengelihatan : respon terhadap sinar menurun, adaptasi
menurun, kuku kaku dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh keras
seperti tanaduk.
n) Belajar dan memori : kemampuan belajar tetap ada tapi relative
encoding menurun.
o) Inteligensi : secara umum tidak dapat berubah
2. Perubahan Sosial
a) Peran : post power syndrome, single woman, dan single parent.
b) Keluarga : kesendirian, kehampaan
c) Teman : ketika lansia meninggal muncul perasaan kapan akan
21
f) Pensiun : kalau menjadi PNS aka nada tabungan (dana
uang.
g) Ekonomi : kesempatan untuk mendapatkan kerjaan yang cocok
bagi lansia.
k) Politik : kesempatan yang sama untuk terlibat dan memberikan
proses kemunduran fisik, akan tetapi ada juga lansia yang memiliki
motivasi yang tinggi, maka kemunduran fisik pada lansia akan lebih
lama terjadi.
b. Lansia memiliki status kelompok minoritas.
22
Kondisi ini sebagai akibat dari sikap sosial yang tidak
tetapi ada juga lansia yang mempunyai tenggang rasa kepada orang
diri.
(Siti, 2016)
2.3.1 Pengertian
23
Nyeri adalah gejala subjektif, hanya klien yang dapat
a. Nyeri Akut
24
dalam Prasetyo, 2010). Fungsi nyeri akut adalah untuk memberi
ini, seperti sakit kepala, sakit gigi, tertusuk jarum, terbakar, nyeri
b. Nyeri Kronik
beberapa bulan bahkan tahun. Luka bakar yang parah dan kanker
Rosdahl; 2014).
3. Berdasarkan Lokasi
a. Somatic Pain
25
Nyeri timbul karena gangguan bagian luar tubuh, nyeri ini
dibagi menjadi :
3. Nyeri Viseral
ekstremitas.
26
konstan. Contoh : nyeri punggung bagian bawah akibat
b. Nyeri psikogenik
27
(Zakiyah, 2015)
dengan skala dengan skala longitudinal yang pada salah satu ujungnya
nyeri yang terakhir kali ia rasakan, dan nilai ini dapat dicatat pada
Skala Keterangan
Skala Tidak nyeri
0
Skala Nyeri ringan
1-3
Skala Nyeri sedang
4-6
Skala Sangat nyeri tapi
28
7-9 masih dikontrol
oleh pasien
dengan aktivitas
yang biasa
dilakukan
Skala Sangat nyeri dan
10 tidak terkontrol
29
mampu menyatakan intensitas nyerinya melalui skala angka. Ini
termasuk anak-anak yang tidak mampu berkomunikasi secara verbal
dan lansia yang mengalami gangguan kognisi dan komunikasi.
30
Karakteristik paling subjektif pada nyeri adalah tingkat
keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien sering kali diminta
untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang, atau parah.
Namun makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari
waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan. Skala
deskriptif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang
lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale-
VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri atas tiga sampai lima kata
pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang
garis. Pendeskripsi ini di ranking dari “tidak terasa nyeri” sampai
“nyeri yang tidak tertahan”. Perawat menunjukkan klien skala
tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri terbaru
yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa
paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak
menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memiliki sebuah
kategori untuk mendeskripikan nyeri.
b. Skala Penilaian Nyeri Numerik
31
penurunan dan peningkatan nyeri lebih mudah diketahui dibanding
skala yang lain.
32
P (provoking atau Yaitu faktor yang
pemacu) memperparah atau
meringankan nyeri
Q (quality atau kualitas) Yaitu kualitas nyeri
(misalnya : tumpul, tajam,
merobek)
Data yang dikaji dan didapatkan dari klien mencakup hal sebagai berikut :
1. Alasan masuk rumah sakit (MRS), yaitu keluhan utama klien saan
MRS dan saat dikaji. Klien mengeluh nyeri, dilanjutkan dengan
riwayat kesehatan sekarang, dan kesehatan sebelumnya.
2. Kebutuhan rasa nyaman (nyeri). Data didapatkan dengan
anamnesis dan pemeriksaan fisik. Anamnesis untuk mengkaji
karakteristik nyeri yang diungkapkan oleh klien dengan
pendekatan PQRST (provoking atau paliatif, yaitu faktor yang
mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri; quality, kualitas dari
nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul, atau tersayat; region,
yaitu daerah perjalanan nyeri; severity, adalah keparahan atau
intensitas nyeri; dan time adalah lama atau waktu serangan atau
frekuensi nyeri).
3. Pemeriksaan fisik dilakukanuntuk mendapatkan perubahan klinis
yang diakibatkan oleh nyeri yang dirasakan oleh klien. Data yang
didapatkan mencerminkan respon klien terhadap nyeri yang
meliputi respon fisiologis, respon perilaku, dan respon psigologis.
33
4. Saat mengkaji riwayat nyeri, perawat sebaiknya memberi klien
kesempatan untuk mengungkapkan cara pandang mereka terhadap
nyeri dan situasi tersebut dengan kata-kata mereka sendiri.
Langkah ini akan membantu perawat memahami makna nyeri bagi
klien dan bagaimana koping terhadap situasi tersebut. Secara
umum, pengkajian riwayat nyeri meliputi beberapa aspek, antara
lain sebagai berikut :
a. Lokasi. Untuk menentukan lokasi nyeri yang spesifik, minta
klien menunjukkan area nyerinya. Pengkajian ini bisa
dilakukan dengan bantuan gambar tubuh. Klien bila menandai
bagian tubuh yang mengalami nyeri. Ini sangat bermanfaat,
terutama untuk klien yang memiliki lebih dari satu sumber
nyeri.
b. Intensitas nyeri. Penggunaan skala intensitas nyeri adalah
metode yang mudah dan terpercaya untuk menentukan
intensitas nyeri klien. Skala nyeri yang paling sering
digunakan adalah rentang 0-5 atau 0-10. Angka “0”
menandakan tidak nyeri sama sekali dan angka tertinggi
menandai nyeri “terhebat” yang dirasakan klien.
c. Kualitas nyeri. Terkadang nyeri bisa terasa seperti “dipukul-
pukul” atau “ditusuk-tusuk”. Perawat perlu mencatat kata-kata
yang digunakan klien untuk menggambarkan nyerinya sebab
informasi yang akurat dapat berpengaruh besar pada diagnosis
dan etiologi nyeri serta pilihan tindakan yang diambil.
d. Pola. Pola nyeri meliputi waktu awitan, durasi, dan
kekambuhan atau interval nyeri. Oleh karena itu, perawat
perlu mengkaji kapan nyeri dimulai, berapa lama nyeri
berlangsung, apakah nyeri berulang, dan kapan nyeri terakhir
kali muncul.
e. Faktor presipitasi. Terkadang, aktivitas tertentu dapat memicu
munculnya nyeri. Sebagai contoh, aktivitas fisik yang berat
dapat menimbulkan nyeri dada. Selain itu, faktor lingkungan
(lingkungan yang sangat dingin atau panas), serta stresor fisik
dan emosional juga dapat memicu munculnya nyeri.
34
f. Gejala yang menyertai. Gejala ini meliputi mual, muntah,
pusing, dan diare. Gejala tersebut bisa disebabkan oleh awitan
nyeri atau oleh nyeri itu sendiri.
g. Pengaruh pada aktivitas sehari-hari. Dengan mengetahui
sejauh mana nyeri memengaruhi aktivitas harian klien.
Perawat akan membantu klien untuk memahami perspektif
klien tentang nyeri. Beberapa aspek yang perlu dikaji adalah
tidur, aktivitas makan, konsentrasi, pekerjaan, aktivitas di
rumah, aktivitas diwaktu senggang, serta status emosional.
h. Sumber koping. Setiap individu memiliki strategi koping yang
berbeda dalam menghadapi nyeri. Strategi tersebut dapat
dipengaruhi oleh pengalaman nyeri sebelumnya.
i. Respon afektif. Respon afektif klien terhadap nyeri bervariasi,
bergantung pada situasi, skala dan durasi nyeri, interpretasi
tentang yeri serta banyak faktor lainnya. Perawat perlu
mengkaji adanya perasaan ansietas, takut, lelah, depresi, atau
perasaan gagal pada diri klien.
Banyak respon verbal yang bisa dijadikan indikator nyeri. Salah
satu yang paling utama adalah ekspresi wajah. Perilaku seperti menutup
mata rapat-rapat atau membukanya lebar-lebar, menggigit bibir bawah,
dan seringai wajah dapat mengindikasikan nyeri. Selain ekspresi wajah,
respon perilaku lain yang dapat menandakan nyeri adalah vokalisasi
(misalnya, erangan, menangis, berteriak), imobilisasi bagian tubuh yang
mengalami nyeri, gerakan tubuh tanpa tujuan (misalnya, menendang-
nendang, membolak-balikkan tubuh diatas kasur), dan lain-lain
Pada awal awitan nyeri akut, respon fisiologis dapat meliputi
peningkatan tekanan darah, nadi dan pernapasan, diaforesis, serta dilatasi
pupil akibat terstimulasinya sistem saraf simpatis. Akan tetapi, jika nyeri
berlangsung dan saraf simpatis telah beradaptasi, maka respon fisiologis
tersebut mungkin akan berkurang atau bahkan tidak ada. Oleh karena itu,
penting bagi perawat untuk mengkaji lebih dari satu respon fisiologis
sebab bisa jadi respon tersebut merupakan indikator yang buruk untuk
nyeri.
(Mubarak, dkk, 2015)
35
2.3.5 Penatalaksanaan Nyeri
4. Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membesarkan mental dari
fisik dari ketenangan dan stress sehingga dapat meningkatkan
toleransi terhadap nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri
atas napas dalam abdomen dengan frekuensi lambat, berirama.
5. Imajinasi Terbimbing
36
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang dirancang secara khusus untuk mencapai
efek positif tertentu. Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang
cukup. Upayakan kondisi lingkungan klien mendukung untuk
tindakan ini. Kegaduhan, kebisingan, bau menyengat, atau cahaya
yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar tidak mengganggu
klien untuk berkonsentrasi. Dengan cara menutup mata, beberapa
klien lebih merasa tenang.
6. Hypnosis
Hypnosis atau hipnosa adalah suatu teknik yang menghasilkan
suatu keadaan yang tidak sadarkan diri, yang dicapai melalui
gagasan-gagasan yang disampaikan oleh orang yang
menghipnotisnya.
7. Akupuntur
Akupuntur adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
proses memasukkan jarum-jarum tajam pada titik-titik strategis
pada tubuh untuk mencapai efek terapeutik.
8. Umpan Balik Biologis
Teknik ini terdiri dari sebuah program latuhan yang bertujuan
membantu seseorang untuk mengendalikan aspek-aspek tertentu
dari sistem saraf otonom. Prinsip kerja dari metode ini adalah
mengukur respon fisiologis, seperti gelombang pada otak,
kontraksi otot atau temperatur kulit kemudian “mengembalikan”
memberikan informasi tersebut kepada klien.
9. Masase
Masase adalah melakukan tekanan tangan pada jaringan lunak,
biasanya otot, tendon, atau ligamen, tanpa menyebabkan gerakan
atau perubahan posisi sendi untuk meredakan nyeri, menghasilkan
relaksasi, dan atau memperbaiki sirkulasi.(Andarmoyo, 2013)
37
B. Penatalaksanaan Nyeri Farmakologis
Analgesik dapat mengatasi nyeri dengan menekan sistem
saraf pusat pada talamus dan korteks serebral. Analgesik akan
memberi efek lebih baik jika diberikan sebelum klien mengalami
nyeri hebat, bukan setelahnya. Oleh sebab itu, analgesik
diberikan dengan interval yang reguler, misalnya setiap 4-8 jam
post operasi (Kusyati, 2012).
Ada tiga jenis analgesik, yaitu 1) non-narkotik dan obat anti
inflamasi nonsteroid (NSAID), 2) analgesik narkotik atau opiat,
dan 3) obat tambahan (adjuvan) (Andarmoyo, 2013).
2.3.6 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Menurut Potter & Perry (2009) rasa nyeri merupakan suatu hal yang
bersifat kompleks, mencakup pengaruh fisiologis, sosial, spiritual,
psikologis dan budaya. Pengalaman nyeri masing-masing individu
adalah berbeda.
1. Faktor Fisiologis
a. Usia : anak-anak memiliki kesulitan dalam mengenal atau
memahami nyeri dan juga kemampuan kosakatanya belum
berkembang sehingga memiliki kesulitan dalam
menggambarkan dan mengekspresikan nyeri secara verbal,
berbeda dengan orang dewasa yang sudah mampu untuk
menggambarkan dan mengekspresikan nyerinya.
b. Kelemahan : kelemahan dapat meningkatkan persepsi
terhadap nyeri dan menurunkan kemampuan untuk mengatasi
masalah.
c. Gen : riset terhadap orang sehat mengungkapkan bahwa
informasi genetik yang diturunkan dari orang tua
memungkinkan adanya peningkatan atau penurunan
sensitivitas seseorang terhadap nyeri. Pembentukan sel-sel
genetik kemungkinan dapat menentukan ambang nyeri
Kriteria Hasil:
seseorang atau toleransi terhadap nyeri.
d. Fungsi Neurologis : fungsi neurologis klien memengaruhi
- Mampu mengontrol nyeri (tahu
pengalaman nyeri. Faktorpenyebab nyeri,
apa saja mampu
dapat menggunakan atau
mengganggu
teknik non farmakologi untuk
mempengaruhi penerimaan atau persepsi
mengurangi nyeri bantuan
nyeri, mencari yang normal
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri (skala,
38 intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri
berkurang
(contoh: cedera medula spinalis, neuropatik perifer, atau
penyakit-penyakit saraf) dapat mempengaruhi kesadaran dan
respon klien terhadap nyeri.
2. Faktor Sosial
a. Perhatian : tingkat dimana klien memfokuskan perhatiannya
terhadap nyeri yang dirasakan mempengaruhi persepsi nyeri.
Konsep ini merupakan salah satu konsep yang diaplikasikan
perawat dalam berbagai intervensi penenangan nyeri seperti
relaksasi, distraksi terbimbing, dan masase.
b. Pengalaman sebelumnya : frekuensi terjadinya nyeri dimasa
lampau yang cukup sering tanpa adanya penanganan atau
penderitaan akan adanya nyeri yang lebih dapat menyebabkan
kecemasan atau bahkan ketakutan yang timbul secara
berulang.
c. Keluarga dan dukungan sosial : orang yang dengan nyeri
terkadang bergantung kepada anggota keluarga yang lain atau
teman dekat untuk dukungan, bantuan, atau perlindungan.
Meski nyeri masih terasa, tetapi kehadiran keluarga ataupun
terman terkadang dapat membuat pengalaman nyeri yang
menyebabkan stress sedikit berkurang.
3. Faktor Spiritual
Spiritual menjangkau antara agama dan mencakup pencarian
secara aktif terhadap makna situasi di mana seseorang
menemukan dirinya sendiri. Pertanyaan spiritual meliputi
“mengapa hal ini bisa tgerjadi pedaku?”. “Mengapa saya sangat
menderita?”. Nyeri secara spiritual berjalan melebihi apa yang
kita bisa lihat. “Mengapa Tuhan melakukan ini padaku?”.
Aspek-aspek spiritual lain yang perlu diperhatikan mencakup
kehilangan rasa kemandirian dan menjadi beban bagi keluarga.
4. Faktor Psikologis
a. Kecemasan : tingkat dan kualitas nyeri yang diderita klien
berhubungan dengan arti nyeri tersebut. Hubungan antara nyeri
dan kecemasan bersifat kompleks. Kecemasan terkadang
meningkatkan persepsi terhadap nyeri, tetapi nyeri juga
menyebabkan perasaan cemas.
39
b. Teknik koping : seseorang yang memiliki kontrol terhadap
situasi internal merasa bahwa mereka dapat mengontrol
kejadian-kejadian dan akibat yang terjadi dalam hidup mereka,
seperti nyeri.
5. Faktor Budaya
Nilai-nilai dan kepercayaan terhadap budaya mempengaruhi
bagaimana seorang individu mengatasi rasa sakitnya. Individu
belajar tentang apa yang diharapkan dan diterima oleh budayanya,
termasuk bagaimana reaksi terhadap nyeri. Budaya juga
mempengaruhi ekspresi nyeri. Beberapa budaya percaya bahwa
menunjukkan rasa sakit adalah suatu hal yang wajar, sementara
yang lain cenderung untuk lebih intrivert.
40
2.4 Konsep Kompres Jahe
2.4.1 Pengertian
Jahe merupakan suatu tanaman yang dapat digunakan untuk
pengobatan, kompres jahe adalah terapi nonfarmakologis yang merupakan
salah satu kombinasi antara terapi hangat dan terapi relaksasi yang
bermanfaat pada penderita gout arthritis (Therkleson, 2010). Selain itu
jahe memiliki efek anti radang sehingga dapat digunakan untuk mengatasi
peradangan dan mengurangi rasa nyeri akibat asam urat (Herianva, 2013).
2.4.2 Tujuan
Kompres hangat memakai jahe bertujuan untuk menurunkan skala
nyeri pada pasien asam urat (gout artritis). Kompres jahe hangat memiliki
kandungan enzim siklo-oksigenasi yang dapat mengurangi peradangan
pada penderita gout artritis, selain itu jahe juga memiliki efek
farmakologis yaitu rasa panas dan pedas, dimana rasa panas ini dapat
meredakan rasa nyeri, kaku, dan spasme otot atau terjadinya vasodilatasi
pembuluh darah, mamfaat yang maksimal akan dicapai dalam waktu 20
menit sesudah aplikasi panas.
2.4.3 Efek Dari Kompres (jahe)
Efek panas dari jahe tersebut yang dapat menyebabkan terjadinya
vasodilatasi pembuluh darah sehingga terjadi peningkatan sirkulasi darah
dan menyebabkan penurunan nyeri dengan menyingkirkan produk-produk
inflamasi seperti bradikinin, histamine dan prostaglandin yang
menimbulkan nyeri. Panas akan merangsang sel saraf menutup sehingga
transmisi impuls nyeri medulla spinalis dan otak dapat dihambat (Senna
Qobita Dwi Putri et all, 2017).
41
dengan tanda dan gejala. Data didapat melalui peneriksaan fisik dan
observasi perilaku klien.
Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan
keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya, mata, jantung, paru-paru,
ginjal). Tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaan
bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
a. Identitas
Nama, umur, jenis kelamin, status, alamat, pekerjaan, penanggung
jawab.Data dasar pengkajian penerima manfaat tergantung pada
keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya (misalnya mata,
jantung, paru-paru, ginjal), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau
remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
b. Keluhan utama
Tanyakan keluhan nyeri yang terjadi, biasanya pada ibu jari kaki atau
pada sendi-sendi lain. Bagaimana gejala awalnya dan bagaimana klien
menanggulanginya, adakah riwayat gout dalam keluarga. Obat-obatan
yang diperoleh
c. Riwayat penyakit sekarang
Tentukan apakah ada nyeri saat digerakkan, bengkak, dan kemerahan,
demam subfebris, periksa adanya nodul diatas sendi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit kesehatan yang dulu sperti riwayat penyakit
musculoskeletal sebelumnya
e. Riwayat penyakit keluarga
Yang perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit
yang sama.
f. Aktifitas/ istirahat
g. Gejala : nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan memburuk dengan
stress. Pada sendi kekakuan pada pagi hari, biasanya teriadibilateral.
Limitasi fngsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu
senggang, pekerjaan, keletihan.
h. Tanda : malaise, keterbatasan rentang gerak atrofi otot, kulit, kontaktor
atau kelainan pada sendi.
i. Kardiovaskuler
42
Gejala : fenomena raynaud jari tangan atau kaki (misalnya pucat
intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna
kembali normal).
j. Integritas Ego
Gejala : faktor-faktor stress akut atau kronis. Misalnya financial,
pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor berhubungan. Keputusan
ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan ). Ancaman pda konsep
diri, citra tubuh, indentitas pribadi misalnya ketrgantungan pada orang
lain.
k. Makanan/ Cairan
Gejala : ketidakmampuan untuk menghasilkan atau mengonsumsi
makanan atau cairan adekuat : mual, anoreksia, keslitan untuk
mengunyah.
Tanda : penurunan berat badan, kekeringan pda membrane mukosa.
l. Hygiene
Gejala : berbagai kesulitan untuk melaksanankan aktivitas perawatan
pribadi.
m. Neurosensori
Gejala : kebas, kesemutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi
pada jari tangan.
Tanda : pembengkakan sendi simetris.
n. Nyeri/ kenyamanan
Gejala : fase akut dan nyeri yang mungkin tidak disertai oleh
pembengkakan jaringan lunak pada sendi.
o. Keamanan
Gejala : kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, lesi kulit, ulkus kaki,
kesulitan ringan dalam menangani tugas atau pemeliharaan rumah
tangga, demam ringan yang menetap. Kekeringan pada mata dan
membrane mukosa.
p. Interaksi sosial
Gejala : kerusakan interaksi sosial dengan keluarga atau orang lain,
perubahan peran, isolasi.
2.5.2 Pemeriksaan Fisik
Anamnesis pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendkung data
anamnesis. Pemriksaan fisik dilakukan persisitem (B1-B6) dan dengan
focus pemeriksaan pada B6 (bone) yang dikatitkan dengan keluhan
pasien.
1.) Keadaan umum
43
Keadaan umum klien lansia yang mengalami gangguan
musculoskeletal biasanya lemah
2.) Kesadaran
Kesadaran klien biasanya composmentis dan apatis
3.) Tanda- tanda vital
a) Suhu
b) Nadi
c) Pernafasan
d) Tekanan darah
4) Pemeriksaan Review Of System
a) System pernafasan (B1 : Breathing)
Dapat ditemukan peningkatan frekuensi nafas atau masih
dalam batas normal.
b) System sirkulasi (B2 : Bleeding)
Kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apika;, sirkulasi
perifer, warna dan kehangatan.
c) System persarafan (B3 : Brain)
Kaji adanya hilangnya gerakan/ sensai, spasme otot, terlihat
kelemahan/hilang fungsi. Pergerakan mata/kejelasan melihat,
dilatasi pupil.
d) System perkemihan(B4 : Bleder)
Perubahan pola perkemihan, seperti disuria, distensi kandung
kemih, warna dan bau urin.
e) Sitem pencernaan (B5 : Bowel)
Konstipasi, konsistensi feses, frekuensi eliminasi, auskultasi
bising usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan
abdomen.
f) System musculoskeletal (B6 : Bone)
kaji adanya nyeri berat tiba-tiba/mungkin, terlokasi pada area
jaringan, dapat berkurang pada imobilisasi, kekuatan, otot,
kontraktur, atrofi oto, laserasi kulit dan perubahan warna.
1) Pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana pola hidup sehat
b) Pola nutrisi
Mengambarkan masukan nutrisi, balance cairan, nafsu makan,
pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah dan
makanan kesukaan.
c) Pola eliminasi
Menggambarkan pola fungsi ekskresi, kandung kemih,
defekasi, ada tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi.
d) pola istirahat tidur
44
menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepsi terhadap
energy, jumlah tidur malam dan siang, masalah tidur
e) Pola hubungan dan peran
Mnggambarkan dan mengetahui hubungfan peran klien
terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,
pekerjaan, tidak punya rumah, masalah keuangan. Pengkajian
APGAR keluarga.
f) Pola sensori kognitif
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola sensori
meliputi pengkajian pengelihatan, pendengaran, perasaan,
pembau. Pengkajian ststus mental menggunakan Tabel Short
Portable Mental Status Quesionare (SPMSQ).
g) Pola persepsi dan konsep diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi
terhadap kemampuan konsep diri. Konsep diri
menggambarkan gambaran diri, harga diri, peran, identitas
diri. Manusia sebagai system terbuka dan mahkluk bio-psiko
—sosio-kultural-spiritual, kecemasan, ketakutan, dan dampak
terhadap sakit. Pengkajian tingkat Depresi menggunakan
Tabel Inventaris Depresi Back
h) Pola seksual dan reproduksi
Menggambarkan kepuasan masalah terhadap seksualitas
i) Pola mekanisme koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres
j) Pola tata nilai dan kepercayaan
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai keyakinan
termasuk spiritual (Aspiani, 2014, h. 261-264)
45
Intervensi keperawatan adalah tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien mencapai hasil yang diharapkan. Intervensi
keperawatan harus spesifik dan dinyatakan dengan jelas.
Pengelompokannya seperti bagaimana, kapan, dimanam frekuensi, dan
menunjukkan isi dari aktivitas yang direncanakan.
Menurut Ningsih (2012, hal. 226-238) rencana asuhan keperawatan
pada diagnosa keperawatn nyeri kronis dapat dilakukan tindakan sebagai
berikut untuk mencapai tujuan dan kriteria hasil :
1. Tujuan dan kriteria hasil
a. Mengungkapkan dan menunjukkan nyeri hilang
b. Terlihat rileks
c. Dapat istirahat tidur
2. Intervensi
a. Kaji keluhan nyeri, skala nyeri serta cacat lokasi, faktor-faktor yang
mempercepat, dan respons rasa sakit non verbal.
Rasional : membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen
nyeri dan efektivitas program.
b. Dorong penggunaan teknik manajemen stress, missal relaksasi
progresif, sentuhan terapeutik, biofeedback, visualisasi, pedoman
imajinasi, hipnosis diri, dan pengendalian napas.
Rasional : meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri,
dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
c. Berikan kompres air hangat dengan jahe jika dibutuhkan.
Rasional : menghilangkan nyeri dan bengkak pada periode akut.
2.5.5 Implementasi
Sebelum melakukan implementasi keperawatan maka perlu
dilakukan perisapan yang meliputi : persiapan alat, pasien, serta
pengkajian ulang. Sebelum melakukan implementasi hal ini dilakukan
agar terciptanya asuhan keperawatan yang berkesinambungan dan
berkelanjutan.
Pada diagnosa ini kekuatan dari intervensinya adalah nyeri yang
dirasakan pasien dapat berkurang dengan menggunakan teknik kompres air
hangat dengan jahe, diharapkan nyeri akan berkurang.
2.5.6 Evaluasi
46
Evaluasi disususn menggunakan SOAP secara operasional dengan
tahapan dengan somatif (dilakukan selama proses asuhan keperawatan)
dan formatif yaitu dengan proses dan evaluasi akhir.
47
2.6 Kerangka Konsep
c dengan pendekatan
Pengkjian
lansia gout arthritis
Asuhan
Keperawatan
Faktor yang mempengaruhi nyero kronis
pada gout arthritis :
1. Pengkajian
2. Diagnosa a. Factor fisikologis
3. Intervensi
b. Factor social
4. Implementasi
c. Factor spiritual
5. Evaluasi
d. Factor psikologis
e. Faktor budaya
Nyeri Kronis
48
BAB 3
METODE PENELITIAN
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode studi kasus,
dan tempat, serta kasus yang dipelajari berupa peristiwa, aktivitas atau
individu Studi kasus ini adalah kasus untuk mengekplorasi masalah asuhan
keperawatan pada klien yang mengalami Gout Arthritis dengan Nyeri Kronis
wilayah dimana penelitian tersebut akan dilakukan. Adapun pada studi kasus
ini peneliti mengambil lokasi di wilayah kerja Puskesmas Turen. Lama waktu
49
3.3. Subyek Penelitian
pengumpulan data penelitian. Adapun subjek pada penelitian ini adalah klien
Gout Arthritis dengan masalah nyeri kronis. Subyek yang digunakan adalah 2
pasien (2 kasus) Ny.SY dan Ny.SM dengan masalah keperawatan yang sama.
3.4.Pengumpulan Data
keluarga, perawat.
2. Observasi dan pemeriksaan fisik
Dengan melakukan pendekatan IPPA : inspeksi, palpasi, perkusi,
yang relevan.
50
1. Memperpanjang waktu pengamatan ata tindakan.
2. Sumber informasi tambahan menggunakan triangulasi dari tiga sumber
data utama yaitu pasien, perawat, dan keluarga klien yang berkaitan
3.6.Analisa Data
Menurut Sanjaya (2015) Analisis data adalah suatu proses atau upaya
tersebut menjadi lebih mudah dimengerti dan berguna untuk solusi suatu
Teknik analisis digunakan dengan cara observasi oleh peneliti dan studi
51
tahapan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi, implementasi
intervensi.
c. Dokumentasi, dilakukan dengan menuliskan data objektik dan data
naratif. Data yang telah didapatkan dan diagnosa yang telah ditegakkan
Menurut Siswati (2013) Etika dalam penyusunan sebuah studi kasus terdiri
dari :
1. Respect
Respect adalah perilaku perawat yang menghormati/atau menghargai
52
yang benar sesuai kewenangan perawat. Penghargaan perawat pada
Dalam hal ini perawat memberikan hak otonomi pasien menerima atau
tidak berbohong atau menipu orang lain. Yang bisa dilakukan dengan
53
consent diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan
7. Anonimity
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
yang memuat garis-garis besar dari suatu karangan yang akan digarap, dan
terstruktur, dan teratur. Di bawah ini merupakan batasan kerangka studi kasusu
pada klien yang mengalami Gout Arthritis dengan masalah nyeri kronis.
Pengkajian
54
Wawancara,
Analisaobservasi,
Triangulasi
Penyajian
data dan
Implementasi
Kesimpulan
Intervensi
Diagnosa
Evaluasi
kedua
datadokumentasi
data
partisipan
Bagan 3.1 Kerangka Kerja klien yang mengalami Gout Arthritis dengan masalah
nyeri kronis
DAFTAR PUSTAKA
55
Anna, et al. 2016. Pengaruh Pemberian Kompres Hangat Memakai Parutan Jahe
Yogyakarta.
Maryam, et al. 2008. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika
Mubarak, dkk. 2015. Standar Asuhan Keperawatan dan Prosedur Tetap dalam
Salemba Medika
Medika
Mediaction
Potter, Patricia A. & Perry, Anne Griffin (2006). Buku Ajar Fundamental
56
Potter dan Perry. 2009. Fundamental Keperawatan Edisi 7 Buku 3. Jakarta:
Salemba Medika.
Prasetyo. 2010. Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Setiadi, 2007. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu
Smeltzer dan Bare (2012). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Bruner &
57
Standart Operasional Prosedur
A. Topik
Kompres Hangat Memakai Jahe untuk meringankan skala nyeri pada pasien
Asam urat
C. Manfaat
Dari hasil Kegiatan ini diharapkan responden di PSTW Budi Sejahtera
Martaputra dapat menerapkan kompres hangat menggunakan jahe, untuk
menurunkan skala nyeri pada pasien asam urat
D. Prosedur Kerja
a. Alat
1. Parutan jahe
2. Baskom kecil
3. Handuk kecil
b. Bahan
1. Jahe 100gram
2. Air secukup nya
58
c. Cara kerja
Untuk pelaksaan kompres hangat jahe dapat mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut
1. Infrm consent
2. Siap kan jahe 100 gram.
3. Cuci jehe dengan air sampai bersih
4. Parut Jahe
5. Siapkan wadah dan isi dengan air hangat suhu 30-400C (suam-suam kuku)
secukup nya
6. Masukan handuk kecil ke dalam air hangat tersebut kemudian tunggu beberapa
saat sebelum handuk di peras
7. Peraskan handuk kemudian tempelkan ke daerah sendi yang terasa nyeri klien.
8. tambahkan parutan jahe di atas handuk tersebut.
9. Pengompresan dilakukan selam 20 menit
10. Setelah selasai bereskan semua peralatan yang telah dipakai.
E. Evaluasi
Respons Klien
59