Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

DAN ASUHAN KEPERAWATAN


PADA KLIEN PERILAKU KEKERASAN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Profesi Ners


Departemen Mental Health Nursing (MHN)

Disusun Oleh

Galuh Kumalasari
(105070209111046)

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

1
LAPORAN PENDAHULUAN
PERILAKU KEKERASAN

A. Definisi

Perilaku kekerasan adalah perilaku individu yang dapat membahayakan


orang, diri sendiri baik secara fisik, emosional, dan atau sexualitas (Nanda,
2005). Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan
tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri, orang
lain maupun lingkungan (Maramis, 2004). Perilaku kekerasan merupakan
respons terhadap stressor yang dihadapi oleh seseorang, yang ditunjukkan
dengan perilaku aktual melakukan kekerasan, pada diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan, secara verbal maupun nonverbal, bertujuan untuk melukai
orang lain secara fisik maupun psikologis (Berkowitz, 2000). Menurut Patricia D.
Barry tahun 1998, agresif adalah suatu keadaan emosi yang merupakan
campuran perasaan frustasi dan benci atau marah. Hal ini didasari keadaan
emosi seara mendalam dari setiap orang sebagai bagian penting dari keadaan
emosional kita yang dapat diproyeksikan ke lingkungan, ke dalam diri, atau
secara destruktif.
Dari beberapa sumber di atas, dapat disimpulkan bahawa perilaku
kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan tindakan yang
dapat membahayakan secara fisik maupun psikologis baik terhadap diri sendiri,
orang lain maupun lingkungan yang didasari keadaan emosional.

B. Tanda dan Gejala perilaku kekerasan

Respon melawan dan menantang merupakan respon yang maladaptif


yaitu agresif–kekerasan. Agresif adalah perilaku yang menyertai marah dan
merupakan dorongan untuk bertindak dalam bentuk destruktif dan masih
terkontrol. Amuk atau kekerasan adalah perasaan marah dan bermusuhan yang
kuat disertai kehilangan kontrol diri. Individu dapat merusak diri sendiri, orang
lain, dan lingkungan (Stuart & Sundeen, 1997 dalam Depkes, 2001).

Keliat (2002) mengemukakan bahwa tanda - tanda marah adalah sebagai


berikut :
 Emosi : tidak adekuat, tidak aman, rasa terganggu, marah (dendam),
jengkel.

2
 Fisik : muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat, sakit fisik,
penyalahgunaan obat dan tekanan darah.
 Intelektual : mendominasi, bawel, sarkasme, berdebat, meremehkan.
 Spiritual : kemahakuasaan, kebajikan/kebenaran diri, keraguan, tidak
bermoral, kebejatan, kreativitas terhambat.
 Sosial : menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan dan
humor.

Tanda ancaman kekerasan (Kaplan & Sadock, 1997) adalah:


 Tindakan kekerasan belum lama, termasuk kekerasan terhadap barang
milik.
 Ancaman verbal atau fisik.
 Membawa senjata atau benda lain yang dapat digunakan sebagai senjata
(misalnya : garpu, asbak).
 Agitasi psikomotor progresif.
 Intoksikasi alkohol atau zat lain.
 Ciri paranoid pada pasien psikotik.
 Halusinasi dengar dengan perilaku kekerasan tetapi tidak semua pasien
berada pada resiko tinggi.
 Penyakit otak, global atau dengan temuan lobus fantolis, lebih jarang
pada
temuan lobus temporalis (kontroversial).
 Kegembiraan katatonik.
 Episode manik tertentu.
 Episode depresif teragitasi tertentu.
 Gangguan kepribadian (kekerasan, penyerangan, atau diskontrol implus).

C. Proses Keperawatan
1. Pengkajian
 Faktor predisposisi
a. Faktor biologis
Faktor gen yang diturunkan melalui orang tua menjadi
potensi perilaku agresif. Menurut penelitian Kazuo Murakami tahun
2007, dalam gen manusia terdapat potensi agresif yang sedang
tidur dan akan bangun jika terstimulasi faktor eksternal. Faktor

3
neurologi juga terlibat dalam menstimulasi timbulnya perilaku
perilaku bermusuhan dan respon agresif. Komponen sistem syaraf
seperti synaps, neurotransmitter, dendrite, axon terminalis
mempunyai peran memfasilitasi atau menghambat rangsangan dan
pesan-pesan yang akan mempengaruhi sifat agresif (Yosep, 2007).

b. Faktor psikologis
Agresivitas dan kekerasan dapat dipengaruhi oleh riwayat
tumbuh kembang seseorang (life span hystori). Ketidakpuasan fase
oral antara 0-2 tahun dimana anak tidak mnendapat kasih saying
dan pemenuhan kebutuhan air susu yang cukup cenderung
mengembangkan sikap agresif dan bermusuhan setelah dewasa
sebagai kompensasi adanya ketidakpercayaan pada
lingkungannya. Kepuasan dan rasa aman yang tidak terpenuhi
dapat mengakibatkan tidak berkembangnya ego dan membuat
konsep diri yang rendah. Perilaku agresif dan tindak kekerasan
merupakan pengungkapan secara terbuka terhadap rasa
ketidakberdayaannya dan rendahnya harga diri pelaku tindak
kekerasan (Yosep, 2007).

Perilaku kekerasan juga bisa berkembang dalam lingkungan


yang mentolerir kekerasan. Terdapatnya contoh model dan perilaku
yang ditiru dari media atau lingkungan sekitar memungkinkan
individu meniru perilaku tersebut. Selain itu perilaku kekerasan
merupakan hasil belajar individu terhadap lingkungan terdekatnya.
Individu mengamati respon ayah saat menerima kekecewaan dan
respon ibu saat marah. Individu juga belajar bahwa dengan
agresivitas lingkungan sekitar menjadi peduli, bertanya,
menanggapi, dan menganggap bahwa dirinya eksis dan patut untuk
diperhitungkan (Yosep, 2007).

c. Faktor sosial budaya


Budaya tertentu seperti rebutan berkah, rebutan uang receh,
sesaji atau kotoran kerbau di keraton, serta ritual-ritual yang
cenderung mengarah pada kemusyrikan secara tidak langsung turut
memupuk sikap agresif dan ingin menang sendiri. Kontrol
masyarakat yang rendah dan kecenderungan menerima perilaku

4
kekerasan sebagai cara penyelesaian masalah dalam masyarakat
merupakan faktor prediposisi terjadinya perilaku kekerasan. Hal ini
dipicu juga dengan maraknya demonstrasi, film-film kekerasan,
mistik, tahayul dan perdukunan (santet, teluh) dalam tayangan
televise (Yosep, 2007).

 Faktor Presipistasi
a. Sifat stressor
Stressor sosial meliputi interaksi sosial, budaya, konsep rasa
percaya dan ketergantungan. Emosi marah sering merangsang
kemarahan orang lain. Klien seringkali menyalurkan kemarahan
dengan mengkritik tingkah laku yang lain sehingga orang lain
merasa sakit hati dengan mengucapkan kata-kata kasar yang
berlebihan disertai suara keras. Proses tersebut dapat
mengasingkan individu sendiri, menjauhkan diri dari orang lain,
menolak mengikuti aturan (Siahaan, 2010).

Stressor biologis ditandai dengan adanya peningkatan


tekanan darah, tachikardi, muka merah, pupil melebar, pengeluaran
urine meningkat. Ada gejala yang sama dengan kecemasan seperti
meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot seperti rahang
terkatup, tangan dikepal, tubuh kaku, dan refleks cepat. Hal ini
disebabkan oleh energi yang dikeluarkan saat marah bertambah
(Siahaan, 2010).

Stressor psikologis yang berupa merasa tidak nyaman,


merasa tidak berdaya, jengkel, frustasi, dendam, ingin memukul
orang lain, mengamuk, bermusuhan dan sakit hati, menyalahkan
dan menuntut (Siahaan, 2010).

Stressor spiritual yaitu kepercayaan, nilai dan moral


mempengaruhi hubungan individu dengan lingkungan. Hal yang
bertentangan dengan norma yang dimiliki dapat menimbulkan
kemarahan yang dimanifestasikan dengan amoral dan rasa tidak
berdosa (Siahaan, 2010).

b. Asal Stressor
Asal stressor terdiri dari asal internal dan eksternal. Yang
termasuk eksternal antara lain lingkungan sosial yang akrab adalah

5
serangan fisik, kehilangan, kematian, lingkungan yang padat, terlalu
ribut, kritik yang mengarah pada penghinaan, sedangkan internal
yaitu putus hubungan dengan orang yang berarti, kehilangan rasa
cinta, ketakutan terhadap penyakit fisik dan lain-lain (Siahaan,
2010).

c. Waktu stressor
Kaji dan tanyakan apakah klien menghadapi masalah dan
kapan masalah mulai muncul

d. Jumlah stressor
Kaji dan tanyakan masalah yang dihadapi klien dalam
waktu dekat serta jumlah masalah yang dihadapi

 Penilaian stressor
a. Penilaian kognitif
Penilaian kognitif merupakan hal yang kritis dan merupakan
peran pusat adaptasi. Penilaian kognitif akan mempengaruhi
dampak tersebut, pemilihan pemakaian, pola penyesuaian dan
reaksi atau tanggapan emosional, psikological dan perilaku. Tiga
jenis penilaian kognitif pertama terhadap stressor yaitu :
1. Kerusakan/kehilangan, dalam arti bahaya itu telah terjadi.
2. Ancaman, dalam arti menduga akan terjadi kerusakan.
3. Tantangan, dimana stressor dianggap sebagai pencapaian
pertumbuhan atau penguasaan potensial secara positif
daripada bahaya yang mungkin terjadi.
Contoh : berpikir ingin bunuh diri, berkurangnya motivasi,
konsentrasi atau tingkat kesadaran dll (Subakti, 2008).

b. Respon afektif
Keadaan yang ditimbulkan oleh stressor tersebut. Respon
perasaan utama biasanya kecemasan umum (kecemasan non
spesifik). Contoh : merasa sedih, merasa marah, tidak berdaya dll
(Subakti, 2008).

c. Respon fisiologik
Sejalan dengan respon efektif, respon psikologis ini
merupakan respon ‘’fight or flight’’ merupakan stimulasi dari sistem

6
saraf otonom dan simpatis serta peningkatan aktivitas hormonal.
Contoh : perubahan pada tanda-tanda vital dan status fisiologis
lainnya (Subakti, 2008).

d. Respon perilaku
Potensial mencedarai diri, merusak diri dan lingkungan,
dan perilaku agresif. penilaian pertama pada individu merupakan
dampak stressor pada individu tersebut. Bila timbul perilaku reaksif
bukan merupakan perilaku yang bertujuan. Perilaku ini bervariasi
tergantung pada derajat kecemasan yang dialaminya. Contoh :
menolak untuk melakukan aktivitas sehari-hari, berbicara sendiri,
sering komat-kamit dll.

e. Respon sosial
Mengamuk, memukul orang lain, menarik diri dari pergaulan
dll (Subakti, 2008).
 Sumber koping
a. Kemampuan personal
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari
informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah
dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan,
kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan yang
tepat. (Kozier & Erb, 1983 dikutip Keliat, 1999)

b. Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan
kebutuhan informasi dan emosional pada diri individu yang
diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara,
teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya Pemberian
dukungan terhadap peningkatan kemampuan kognitif,
menciptakan lingkungan keluarga yang sehat, misalnya waktu
berdikusi dengan anggota keluarga, memberikan bimbingan
mental dan spiritual, dan memberikan bimbingan khusus,
misalnya konseling (Kozier & Erb, 1983 dikutip Keliat, 1999).

7
c. Aset materi
Dukungan ini meliputi sumber daya uang, barang-
barang atau layanan yang dapat dibeli, misalnya kekayaan,
mempunyai asuransi atau tidak dll

d. Keyakinan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat
penting. Seperti keyakinan akan nasibyang mengarahkan
individu kepada penilaian ketidakberdayaan yang akan
menurunkan strategi koping. Contoh: kepercayaan terhadap diri
sendiri dan Tuhan, lebih berfokus kepada pengobatan daripada
pencegahan (mu'tadin,2002).
.
 Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stress, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk melindungi
diri. (Stuart & Sundeen, 1998). Mekanisme koping dibagi menjadi 2 yaitu
destruktif dan konstruktif.
1. Konstruktif
Kecemasan dijadikan sebagai tanda dan peringatan. Individu
menerimanya sebagai suatu pilihan untuk pemecahan suatu
masalah. Seperti: negosiasi, meminta saran, perbandingan yang
positif, penggantian rewards.

2. Destruktif
Menghindari kecemasan tanpa menyelesaikan masalah atau
konflik tersebut. Seperti: denial, supresi, atau proyek. Kemarahan
merupakan ekspresi dari rasa cemas yang timbul karena adanya
ancaman. Beberapa mekanisme koping yang dipakai pada klien
marah untuk melindungi diri antara lain : (Maramis, 2004)
a. Sublimasi : Menerima suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
di mata masyarakat untuk suatu dorongan yang mengalami
hambatan penyalurannya secara normal.
b. Proyeksi : Menyalahkan orang lain mengenai kesukarannya atau
keinginannya yang tidak baik.

8
c. Represi : Mencegah pikiran yang menyakitkan atau
membahayakan masuk ke alam sadar.
d. Reaksi formasi : Mencegah keinginan yang berbahaya bila
diekspresikan, dengan melebih-lebihkan sikap dan perilaku yang
berlawanan dan menggunakannya sebagai rintangan.

2. Diagnosa Keperawatan
Risiko perilaku kekerasan

3. Intervensi Keperawatan
a. Tujuan
 Tujuan untuk Klien
1) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku
kekerasan
2) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku
kekerasan
3) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang
pernah dilakukannya
4) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan
yang dilakukannya
5) Klien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol
perilaku kekerasannya
6) Klien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya
secara fisik, spiritual, sosial, dan dengan terapi
psikofarmaka.

 Tujuan untuk Keluarga


Keluarga dapat merawat pasien di rumah

b. Tindakan
 Tindakan untuk Klien
1. Bina hubungan saling percaya
Dalam membina hubungan saling percaya perlu
dipertimbangkan agar pasien merasa aman dan nyaman
saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus

9
saudara lakukan dalam rangka membina hubungan saling
percaya adalah:
a. Mengucapkan salam terapeutik
b. Berjabat tangan
c. Menjelaskan tujuan interaksi
d. Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap
kali bertemu pasien
2. Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan
saat ini dan yang lalu
3. Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku
kekerasan
a. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara fisik
b. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara psikologis
c. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara sosial
d. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara spiritual
e. Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan
secara intelektual
4. Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang
biasa dilakukan pada saat marah secara:
a. verbal
b. terhadap orang lain
c. terhadap diri sendiri
d. terhadap lingkungan
5. Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

6. Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku


kekerasan secara:

a. Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam


b. Obat
c. Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa
marahnya
d. Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

10
7. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:
a. Latihan nafas dalam dan pukul kasur – bantal
b. Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur –
bantal
8. Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara
sosial/verbal
a. Latih mengungkapkan rasa marah secara verbal:
menolak dengan baik, meminta dengan baik,
mengungkapkan perasaan dengan baik
b. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah
secara verbal.
9. Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:
a. Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat,
berdoa
b. Buat jadwal latihan sholat, berdoa
10. Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh
minum obat:
a. Latih pasien minum obat secara teratur dengan
prinsip lima benar (benar nama pasien, benar
nama obat, benar cara minum obat, benar waktu
minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum
obat
b. Susun jadwal minum obat secara teratur
11. Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok
Stimulasi Persepsi mengontrol Perilaku Kekerasan

 Tindakan untuk Keluarga


1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam
merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan
(penyebab, tanda dan gejala, perilaku yang muncul dan
akibat dari perilaku tersebut)

11
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang
perlu segera dilaporkan kepada perawat, seperti
melempar atau memukul benda/orang lain
4. Latih keluarga merawat pasien dengan perilaku
kekerasan
a. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien
melakukan tindakan yang telah diajarkan oleh
perawat
b. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada
pasien bila pasien dapt melakukan kegiatan
tersebut secara tepat
c. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus
dilakukan bila pasien menunjukkan gejala-gejala
perilaku kekerasan

5. Buat perencanaan pulang bersama keluarga

4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan
yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan
kriteria hasil yang diharapkan. Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi
keperawatan agar sesuai dengan rencana keperawatan, perawat harus
mempunyai kemampuan kognitif (intelektual), kemampuan dalam hubungan
interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan tindakan. Dalam hal ini,
implementasi keperawatan dapat dituangkan dalam bentuk strategi
pelaksanaan.
Strategi Pelaksanaan

SP Tindakan untuk Klien Tindakan untuk Keluarga


1.  Mengidentifikasi penyebab  Diskusikan masalah yang
perasaan marah, tanda dan dihadapi keluarga dalam
gejala yang dirasakan, perilaku merawat pasien
kekerasan yang dilakukan serta  Diskusikan bersama keluarga
akibatnya tentang perilaku kekerasan
 Mengajarkan klien cara (penyebab, tanda dan gejala,

12
mengontrol rasa marah dengan perilaku yang muncul dan
cara fisik ke-1, yaitu akibat dari perilaku tersebut)
menyalurkan kemarahan  Diskusikan bersama keluarga
melalui kegiatan fisik dengan kondisi-kondisi pasien yang
tujuan untuk relaksasi. Cara perlu segera dilaporkan
yang dilakukan yaitu jika tanda- kepada perawat, seperti
tanda marah sudah dirasakan melempar atau memukul
klien, maka klien dianjurkan benda/orang lain
untuk berdiri, lalu klien menarik
napas dari hidung, ditahan
sebentar, kemudian
dikeluarkan/ditiup perlahan–
lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan.
 Evaluasi 2latihan nafas dalam  Evaluasi pengetahuan
 Latih
. cara fisik ke-2: dengan keluarga tentang marah
pukul kasur/bantal atau dengan  Anjurkan keluarga untuk
cara gerakan fisik olahraga memotivasi pasien melakukan
 Susun jadwal kegiatan harian tindakan yang telah diajarkan
untuk kedua cara fisik oleh perawat
mengeluarkan rasa marah,  Ajarkan keluarga untuk
yaitu dengan relaksasi serta memberikan pujian kepada
dengan memukul kasur dan pasien bila pasien dapat
bantal melakukan kegiatan tersebut
secara tepat
 Diskusikan bersama keluarga
tindakan yang harus dilakukan
bila pasien menunjukkan
gejala-gejala perilaku
kekerasan
 Evaluasi 3 jadwal harian untuk  Buat perencanaan pulang
kedua
. cara fisik bersama keluarga
 Latihan mengungkapkan rasa
marah secara verbal: menolak
dengan baik, meminta dengan

13
baik, mengungkapkan perasaan
dengan baik.
 Susun jadwal latihan
mengungkapkan marah secara
verbal
 Diskusikan
4 hasil latihan
mengontrol
. perilaku kekerasan
secara fisik dan sosial/verbal
 Latihan sholat/berdoa
 Buat jadwal latihan
sholat/berdoa
 Evaluasi5 jadwal kegiatan
harian
. pasien untuk cara
mencegah marah yang sudah
dilatih.
 Latih pasien minum obat
secara teratur dengan prinsip
lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat,
benar cara minum obat, benar
waktu minum obat, dan benar
dosis obat) disertai penjelasan
guna obat dan akibat berhenti
minum obat.
 Susun jadwal minum obat
secara teratur

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi kemampuan yang perlu dicapai oleh keluarga dan klien
dengan risiko perilaku kekerasan antara lain:
1) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan
2) Klien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan
3) Klien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah
dilakukannya

14
4) Klien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang
dilakukannya
5) Klien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku
kekerasannya
6) Klien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik,
spiritual, sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.
7) Keluarga dapat merawat pasien di rumah

15
Daftar Pustaka

Denham.1995. Buku Ajar: Keperawatan Jiwa, (online),


(http://books.google.co.id/books?id=EG_yE0SdHnYC&pg=PA273&lpg=P
A273&dq=,+perilaku+kekerasan+dan+penganiayaan+diidentifikasikan+se
bagai+masalah+kesehatan+nasional+dan+prioritas+intervensi+karena&s
ource=bl&ots=GDcSoedU0D&sig=ipZS16fpTWcsSHMbnWuMJpVuIGI&hl
=id&ei=ctK1TLfGH4EvAPf27CTCQ&sa=X&oi=book_result&ct=result&res
num=1&ved=0CBQQ6AEwAA#v=onepage&q&f=false, diakses tanggal 23
September 2010).

Imron. 2009. Perilaku Kekerasan, (online),


(http://imron46.blogspot.com/2009/06/perilaku-kekerasan.html, diakses
tanggal 23 September 2010).

Kaplan & Sadock. 1997. Ilmu Kedokteran Jiwa, Widya Medika, Jakarta.

Keliat, B,A. 1998. Pelaksanaan Stress, EGC, Jakarta.

Keliat, B,A. 2005, Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa, Edisi 2, EGC, Jakarta.

Maramis, W.F. 2004. Ilmu Kedokteran Jiwa, Airlangga University Press,


Surabaya.

Mu’tadin. 2002. Konsep Kopimg, (online), http://www.koping.html, diakses


tanggal 8 Oktober 2010).

Nanda. 2006. Nursing Diagnosis : Definition and Clasification. Philadelpia.

Siahaan. 2010. Perilaku Kekerasan, (online),


(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../4/Chapter%20II.pdf,
diakses tanggal 22 Oktober 2010).

Stuart & Sundeen. S.J. (1995). Principles and practice of psychiatric nursing. (6th
ed). St louis: Mosby Year Book.

Stuart & Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa), EGC Jakarta.

Surbakti, Erwinsyah Putra. 2008. Stres dan Koping Lansia pada Masa Pensiun di
Kelurahan Pardomuan Kecamatan Siantar Timut Kotamadya Pematang
Siantar, (online), (http://www.usurepository.com, diakses tanggal 8
Oktober 2010).

16

Anda mungkin juga menyukai