DIII 3B
KELOMPOK 4
Ambarwati 1610029
Dhimas Abdi G 1610032
Erni Heryanti 1610035
Kiki Puspitasari 1610040
Syafa Fadilah 1610048
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan
Keperawatan pada Lansia dengan Stroke.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Mahasiswa mampu mengetahui definisi stroke.
2) Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari stroke.
3) Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi strok.
4) Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan stroke.
5) Mahasiswa mampu mengetahui dan membuat Asuhan
Keperawatan Lansia dengan Stroke.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Stroke
2.2.6 Definisi
Stroke adalah defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai
dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 2011). Stroke secara umum
merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak
(Carpenito, 2006).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Hendro Susilo, 2009). Stroke hemoragik adalah disfungsi
neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer
substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler.
2.2.6 Etiologi
1) Trombosis (penyakit trombo – oklusif)
Merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis selebral, yang merupakan penyebab
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit
kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami
pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum
lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-
tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia
pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada
beberapa jam atau hari. Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya
dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan
intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika
interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian
terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada
percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga
dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh –
pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis
bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat
jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang
terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang
mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat
terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat
dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2) Embolisme serebral
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang
dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik
pada jantung kiri, seperti endocarditis infektif, penyakit jantung
reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal, adalah tempat-
tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral
tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.
Embolisme sereberal termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding
dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal
dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun
lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak
ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian
otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus
akan menyumbat bagian – bagian yang sempit. tempat yang paling
sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media,
terutama bagian atas.
3) Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama
karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke
otak.
4) Perdarahan serebral
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua
penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak)
dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini.
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau
subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan
tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak
dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai
selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut
histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat
membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim–enzim
akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga.
Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh
astrosit dan kapiler–kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar
rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut–serabut astroglia
yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering
dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme
mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan
mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu
aneurisme. Perdarahan serebral termasuk urutan ketiga dari semua
penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan
serebral dapat terjadi di luar duramater (hemoragi ekstradural atau
epidural), dibawah duramater, (hemoragik subdural), diruang
subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi otak
(hemoragi intraserebral).
a) Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro
yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti
fraktur tengkorak dengan robekan arteri dengan arteri meningea
lain.
b) Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada
dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya,
periode pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi jelas
lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa
pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa
menunjukkan tanda dan gejala.
c) Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisma pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena
kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat
aneurisma.
d) Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan
degeneratif penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur
pembuluh darah. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun,
hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi
arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan
oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan
penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan
berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal
ganglia. Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila
hemoragi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi
dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda
vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi mengalami
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
2.2.6 Patofisiologi
1) Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
trombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah,
sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area trombus
menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi
kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli
disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral
melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh
pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
2) Stroke Hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan
komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan
komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping
itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.
2.2.6 Pathway
Iskemia SNH
Hipoksia
TIK meningkat
Hernia cerebral
9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak (Linardi
Widjaja, 1993).
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik
(Marilynn E. Doenges, 2000).
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler (Satyanegara,
1998).
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke (Jusuf Misbach, 2008).
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama (Satyanegara,
2011).
(2) Pemeriksaan darah rutin.
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali (Jusuf
Misbach, 2011).
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada
darah itu sendiri (Linardi Widjaja, 2005).
2.3.1 Intervensi
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil
No Intervensi (NIC)
keperawatan (NOC)
1. Gangguan perfusi 1. Status sirkulasi efektif. 1. Peningkatan perfusi
2. Status neurologis
jaringan cerebral serebral
adekuat. 2. Kaji adanya diplopia,
yang
Setelah dilakukan asuhan
nigtamus, penglihatan
berhubungan
ke perawatan selama ... x
kabur, dan sakit kepala.
dengan
24jam. 3. Kaji tingkat kesadaran dan
perdarahan 3. TD sistolik, diastolik,
orientasi.
MAP, CVP dalam rentang
intracerebral. 4. Monitor adanya
yang diharapkan.
peningkatan TIK.
4. Menunjukkan fungsi
5. Monitor tanda vital.
sensorimotor kranial 6. Monitor PaCO2, SaO2,
yang utuh. dan kadar Hb untuk
5. Mempunyai fungsi
menentukan pengiriman
autonomik yang utuh.
O2 ke jaringan.
6. Mempunyai pupil yang
7. Pertahankan parameter
sebanding dan reaktif. hemodinarnik pada
7. Terbebas dari kejang.
rentang yang dianjurkan.
8. Tidak mengalami sakit
8. Monitor perubahan
kepala.
ukuran, bentuk,
kesimetrisan dan
reaktivitas pupil.
9. Monitor reflek korneal,
batuk dan muntah.
10. Monitor tonus otot,
pergerakan motorik.
11. Kaji adanya parestesi:
mati rasa dan kesemutan
12. Monitor balance cairan.
13. Tinggikan kepala sampai
dengan 45 derajat sesuai
kondisi.
14. Berikan pengobatan sesuai
hasil kolaborasi: diuretik,
obat dan cairan untuk
meningkatkan volume
intravaskuler, dan untuk
mempertahankan perfusi
serebral yang adekuat.
15. Lakukan pemeriksaan
penunjang sesuai basil
kolaborasi atau protokol
yang berlaku: AGD, CT
scan.
2. Gangguan 1. Kemampuan untuk Latihan Kekuatan
mobilitas fisik mobilisasi tanpa/dengan 1) Ajarkan dan berikan
berhubungan alat bantu dorongan pada klien untuk
2. Ambulasi : Kemampuan
dengan melakukan program
berpindah tanpa/dengan
hemiparese/hemip latihan secara rutin.
alat bantu.
lagia. Latihan untuk ambulasi
3. Kemampuan menjaga
1. Ajarkan teknik Ambulasi
Keseimbangan.
4. Kemampuan menjaga & perpindahan yang aman
posisi tubuh dengan kepada klien dan keluarga.
2. Sediakan alat bantu untuk
benar.
5. Rentang gerak optimal. klien seperti kruk, kursi
Setelah dilakukan asuhan
roda, dan walker.
keperawatan selama ... x
Latihan mobilisasi dengan
24 jam klien
kursi roda
menunjukkan:
1. Ajarkan pada klien &
1. Mampu mandiri total.
2. Membutuhkan alat bantu. keluarga tentang cara
3. Membutuhkan bantuan
pemakaian kursi roda &
orang lain.
cara berpindah dari kursi
4. Membutuhkan bantuan
roda ke tempat tidur atau
orang lain dan alat.
5. Tergantung total. sebaliknya.
2. Dorong klien melakukan
Dalam hal :
latihan untuk memperkuat
1. Penampilan posisi tubuh
anggota tubuh.
yang benar .
3. Ajarkan pada klien/
2. Penampilan tubuh yang
keluarga tentang cars:
seimbang.
3. Melakukan Pergerakan penggunaan kursi roda.
sendi dan otot. Latihan keseimbangan
1. Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan posisi tubuh
yang benar
2. Perhatikan poster tubuh yg
benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedes.
3. Kolaborasi ke ahli terapi
fisik untuk program
latihan.
3. Resiko Status pernafasan dan Pengisapan jalan nafas
ketidakefektifan ventilasi : pertukaran gas 1. Tentukan kebutuhan
bersihan jalan dan ventilasi baik untuk pengisapan oral/trakeal
2. Pantau status oksigen
nafas yang mempertahankan
pasien (tingkat SaO2) dan
berhubungan konsentrasi gas darah arteri
status hemodinamik
dengan penurunan dan pergerakan udara
(tingkat MAP) dan irama
refleks batuk dan masuk-keluar paru-paru
jantung
menelan. Setelah dilakukan asuhan
3. Memindahkan sekresi
keperawatan dengan kriteria
jalan nafas dengan
hasil :
memasukkan sebuah
1. Mempunyai jalan nafas
kateter pengisap ke dalam
yang efektif
jalan nafas oral/trakeal.
2. Mengeluarkan sekresi
4. Catat jumlah, tipe sekresi
secara efektif
yang dikumpulkan
3. Mudah untuk bernafas
5. Kolaborasi dengan tim
4. Saturasi oksigen dalam
medis untuk pemeriksaan
batas normal
AGD dan pemilihan jenis
ventilator.
6. Monitor adanya
penurunan volume
eskhalasi peningkatan
inspirasi pada klien yang
dipasang ventilasi
mekanik (alat bantu nafas:
resusitator, ventilator).
7. Monitor keefektifan
bantuan ventilasi mekanik
8. Monitor adanya efek yang
merugikan dan ventilasi
mekanik : infeksi.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf manusia,
yang dapat berakibat pada kelumpuhan sistem-sistem lainnya. Secara
umum patologi stroke berlangsung secara progresif dan bertahap, mulai
dari gejala stroke ringan hingga dapat menyebabkan kematian. Secara
garis besar, stroke dibagi menjadistroke iskemik (karena penyumbatan
pembuluh darah) dan stroke hemoragik (karena pecahnya pembuluh darah)
yang memiliki gejala bervariasi sesuai daerah yang terserang.Stroke
memiliki beberapa faktor resiko yang dapat mendukung perkembangan
stroke yang terdiri dari dua jenis faktor, yaitu faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi (usia, jenis kelamin, herediter, dan ras) dan yang dapat
dimodifikasi (berbagai penyakit degeneratif dan gaya hidup). Pencegahan
penyakit stroke dapat dilakukan dengan meminimalisir faktor resiko yang
dapat dimodifikasi tersebut, seperti mengatur pola hidup dan
mengkonsumsi makanan yang disesuaikan dengan faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi.
3.2 Saran
Gejala stroke umumnya sulit untuk dibedakan dengan gejala
penyakit lainnya apabila masih belum mencapai stadium lanjut. Oleh
karena itu pencegahan primer sangat disarankan karena setelah mengalami
stroke, seseorang sulit untuk dapat pulih total, apalagi pada usia lanjut.
Salah satu cara pencegahan primer yang paling disarankan yaitu konsumsi
buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak serta mengurangi
konsumsi lemak jenuh dan beraktivitas fisik secara rutin.
DAFTAR PUSTAKA