Anda di halaman 1dari 27

TUGAS KELOMPOK

“SENAM LANSIA UNTUK PENDERITA STROKE ”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gerontik
Dosen Pengajar :
P. Zulfikar Muhammad, M.Kep

DIII 3B
KELOMPOK 4
Ambarwati 1610029
Dhimas Abdi G 1610032
Erni Heryanti 1610035
Kiki Puspitasari 1610040
Syafa Fadilah 1610048

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KEPANJEN


PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2018/2019
Jalan Trunojoyo No 16 Panggungrejo Kepanjen
KABUPATEN MALANG
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai kemasakan
dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan kemunduran sejalan
dengan waktu. Ada beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada
yang menetapkan 60 tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia
(WHO) menetapkan 65 tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua
yang berlangsung secara nyata dan seseorang telah disebut lanjut usia. Dari 19
juta jiwa penduduk Indonesia 8,5% mengalami stroke yaitu lansia.
Stroke adalah suatu penyakit gangguan fungsi anatomi otak yang
terjadi secara tiba-tiba dan cepat, disebabkan karena gangguan perdarahan
otak. Insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia
dan 1,25 kali lebih besar pada pria dibanding wanita. Kecenderungan pola
penyakit neurologi terutama gangguan susunan saraf pusat tampaknya
mengalami peningkatan penyakit akibat gangguan pembuluh darah otak,
akibat kecelakaan serta karena proses degeneratif sistem saraf tampaknya
sedang merambah naik di Indonesia, walaupun belum didapat data secara
konkrit mengenai hal ini.
Faktor penyebab munculnya masalah ini adalah adanya perkembangan
ekonomi dan perubahan gaya hidup terutama masyarakat perkotaan.
Kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup terlihat semakin
mudah sehingga meningkatkan hasrat mereka untuk terus berjuang mencapai
tujuan dengan penuh persaingan dalam perjuangan tersebut, benturan-benturan
fisik maupun psikologis tidak pernah dipikirkan efek bagi kesehatan jangka
panjang. Usia harapan hidup di Indonesia kian meningkat sehingga semakin
banyak terdapat lansia. Dengan bertambahnya usia maka permasalahan
kesehatan yang terjadi akan semakin kompleks. Salah satu penyakit yang
sering dialami oleh lansia adalah stroke. Usia merupakan faktor resiko yang
paling penting bagi semua jenis stroke. Dari beberapa uraian tersebut di atas
penulis merasa tertarik untuk memahami asuhan keperawatan stroke pada
lansia, sehingga menjadi dasar dalam penyusunan makalah ini.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada lansia dengan Stroke ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa mampu memahami dan membuat Asuhan
Keperawatan pada Lansia dengan Stroke.
1.3.2 Tujuan khusus
1) Mahasiswa mampu mengetahui definisi stroke.
2) Mahasiswa mampu mengetahui etiologi dari stroke.
3) Mahasiswa mampu mengetahui patofisiologi strok.
4) Mahasiswa mampu mengetahui penatalaksanaan stroke.
5) Mahasiswa mampu mengetahui dan membuat Asuhan
Keperawatan Lansia dengan Stroke.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Konsep Lansia


2.1.3 Pengertian
Lansia adalah periode dimana organisme telah mencapai
kemasakan dalam ukuran dan fungsi dan juga telah menunjukkan
kemunduran. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65 tahun sebagai
usia yang menunjukkan proses menua yang berlangsung secara nyata dan
seseorang telah disebut lanjut usia. Lanjut usia merupakan istilah tahap
akhir dari proses penuaan.
Ariani (2012) menyatakan bahwa masa tua adalah suatu masa di
mana orang dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Sedangkan
menurut Prayitno dalam Aryo (2004) mengatakan bahwa setiap orang
yang berhubungan dengan lanjut usia adalah orang yang berusia 56 tahun
ke atas, tidak mempunyai penghasilan dan tidak berdaya mencari nafkah
untuk keperluan pokok bagi kehidupannya sehari-hari.
Dari berbagai penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa lanjut
usia merupakan periode di mana seorang individu telah mencapai
kemasakan dalam proses kehidupan, serta telah menunjukan kemunduran
fungsi organ tubuh sejalan dengan waktu, tahapan ini dapat mulai dari usia
55 tahun sampai meninggal.

2.1.3 Ciri-ciri lansia


Menurut Hurlock (Hurlock, 2008) terdapat beberapa ciri-ciri orang lanjut
usia, yaitu :
1) Usia lanjut merupakan periode kemunduran
Kemunduran pada lansia sebagian datang dari faktor fisik dan faktor
psikologis. Kemunduran dapat berdampak pada psikologis lansia.
Motivasi memiliki peran yang penting dalam kemunduran pada lansia.
Kemunduran pada lansia semakin cepat apabila memiliki motivasi
yang rendah, sebaliknya jika memiliki motivasi yang kuat maka
kemunduran itu akan lama terjadi.
2) Lanjut usia memiliki status kelompok minoritas
Lansia memiliki status kelompok minoritas karena sebagai akibat dari
sikap sosial yang tidak menyenangkan terhadap orang lanjut usia dan
diperkuat oleh pendapat-pendapat klise yang jelek terhadap lansia.
Pendapat-pendapat klise itu seperti : lansia lebih senang
mempertahankan pendapatnya daripada mendengarkan pendapat
orang lain.
3) Perubahan peran
Perubahan peran tersebut dilakukan karena lansia mulai mengalami
kemunduran dalam segala hal. Perubahan peran pada lansia sebaiknya
dilakukan atas dasar keinginan sendiri bukan atas dasar tekanan dari
lingkungan.
4) Penyesuaian yang buruk pada lansia
Perlakuan yang buruk terhadap orang lanjut usia membuat lansia
cenderung mengembangkan konsep diri yang buruk. Lansia lebih
memperlihatkan bentuk perilaku yang buruk. Karena perlakuan yang
buruk itu membuat penyesuaian diri lansia menjadi buruk.

2.1.3 Cara menjaga hidup sehat pada lansia


Cara hidup sehat adalah cara-cara yang dilakukan untuk dapat
menjaga, mempertahankan dan meningkatkan kesehatan seseorang.
Adapun cara-cara tersebut adalah :
1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang
Banyak bukti yang menunjukkan bahwa diet adalah salah satu faktor
yang mempengaruhi kesehatan seseorang. Dengan bertambahnya usia
seseorang, kecepatan metabolisme tubuh cenderung turun, oleh karena
itu kebutuhan gizi bagi para lanjut usia perlu dipenuhi secara adekuat.
Kebutuhan kalori pada lanjut usia berkurang, hal ini disebabkan
karena berkurangnya kalori dasar dari kegiatan fisik. Kalori dasar
adalah kalori yang dibutuhkan untuk melakukan kegiatan tubuh dalam
keadaan istirahat, misalnya : untuk jantung, usus, pernafasan, ginjal,
dan sebagainya. Jadi kebutuhan kalori bagi lansia harus disesuaikan
dengan kebutuhannya. Petunjuk menu bagi lansia (Depkes, 2002)
adalah sebagai berikut :
a) Menu bagi lansia hendaknya mengandung zat gizi dari berbagai
macam bahan makanan yang terdiri dari zat tenaga, pembangun
dan pengatur.
b) Jumlah kalori yang baik untuk dikonsumsi lansia 50% adalah
hidrat arang yang bersumber dari hidrat arang komplex (sayur –
sayuran, kacang- kacangan, biji – bijian).
c) Sebaiknya jumlah lemak dalam makanan dibatasi, terutama
lemak hewani.
d) Makanan sebaiknya mengandung serat dalam jumlah yang besar
yang bersumber pada buah, sayur dan beraneka pati, yang
dikonsumsi dengan jumlah bertahap.
e) Menggunakan bahan makanan yang tinggi kalsium, seperti susu
non fat, yoghurt, ikan.
f) Makanan yang mengandung zat besi dalam jumlah besar, seperti
kacang – kacangan, hati, bayam, atau sayuran hijau.
g) Membatasi penggunaan garam, hindari makanan yang
mengandung alkohol.
h) Makanan sebaiknya yang mudah dikunyah.
i) Bahan makanan sebagai sumber zat gizi sebaiknya dari bahan –
bahan yang segar dan mudah dicerna.
j) Hindari makanan yang terlalu manis, gurih, dan goreng –
gorengan.
k) Makan disesuaikan dengan kebutuhan.
2) Minum air putih 1,5 – 2 liter
Manusia perlu minum untuk mengganti cairan tubuh yang
hilang setelah melakukan aktivitasnya, dan minimal kita minum air
putih 1,5 – 2 liter per hari. Air sangat besar artinya bagi tubuh kita,
karena air membantu menjalankan fungsi tubuh, mencegah timbulnya
berbagai penyakit di saluran kemih seperti kencing batu, batu ginjal
dan lain-lain. Air juga sebagai pelumas bagi fungsi tulang dan
engselnya, jadi bila tubuh kekurangan cairan, maka fungsi, daya tahan
dan kelenturan tulang juga berkurang, terutama tulang kaki, tangan
dan lengan. Padahal tulang adalah penopang utama bagi tubuh untuk
melakukan aktivitas. Manfaat lain dari minum air putih adalah
mencegah sembelit. Untuk mengolah makanan di dalam tubuh usus
sangat membutuhkan air. Tentu saja tanpa air yang cukup kerja usus
tidak dapat maksimal, dan muncullah sembelit, dan air mineral atau
air putih lebih baik daripada kopi, teh kental, soft drink, minuman
beralkohol, es maupun sirup. Bahkan minuman-minuman tersebut
tidak baik untuk kesehatan dan harus dihindari terutama bagi para
lansia yang mempunyai penyakit-penyakit tertentu seperti DM, darah
tinggi, obesitas dan sebagainya.
3) Olah raga teratur dan sesuai
Usia bertambah, tingkat kesegaran jasmani akan turun.
Penurunan kemampuan akan semakin terlihat setelah umur 40 tahun,
sehingga saat lansia kemampuan akan turun antara 30 – 50%. Oleh
karena itu, bila usia lanjut ingin berolahraga harus memilih sesuai
dengan umur kelompoknya, dengan kemungkinan adanya penyakit.
Olah raga usia lanjut perlu diberikan dengan berbagai patokan, antara
lain beban ringan atau sedang, waktu relatif lama, bersifat aerobik dan
atau kalistenik, tidak kompetitif atau bertanding. Olahraga yang sesuai
dengan batasan diatas yaitu, jalan kaki, dengan segala bentuk
permainan yang ada unsur jalan kaki misalnya golf, lintas alam,
mendaki bukit, senam dengan faktor kesulitan kecil dan olah raga
yang bersifat rekreatif dapat diberikan. Dengan latihan otot manusia
lanjut dapat menghambat laju perubahan degeneratif.
4) Istirahat dan tidur yang cukup
Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk
tidur. Diyakini bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan
kesehatan dan proses penyembuhan penyakit, karna tidur bermanfaat
untuk menyimpan energi, meningkatkan imunitas tubuh dan
mempercepat proses penyembuhan penyakit juga pada saat tidur tubuh
mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus. Umumnya orang
akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan tidur
yang cukup sangat penting untuk kesehatan.
5) Menjaga kebersihan
Yang dimaksud dengan menjaga kebersihan di sini bukan hanya
kebersihan tubuh saja, melainkan juga kebersihan lingkungan,
ruangan dan juga pakaian dimana orang tersebut tinggal. Yang
termasuk kebersihan tubuh adalah: mandi minimal 2 kali sehari,
mencuci tangan sebelum makan atau sesudah mengerjakan sesuatu
dengan tangan, membersihkan atau keramas minimal 1 kali seminggu,
sikat gigi setiap kali selesai makan, membersihkan kuku dan lubang-
lubang (telinga, hidung, pusar, anus, vagina, penis), memakai alas kaki
jika keluar rumah dan pakailah pakaian yang bersih. Kebersihan
lingkungan, di halaman rumah, jauh dari sampah dan genangan air. Di
dalam ruangan atau rumah, bersihkan dari debu dan kotoran setiap
hari, tutupi makanan di meja makan. Pakaian, sprei, gorden, karpet,
seisi rumah, termasuk kamar mandi dan WC harus dibersihkan secara
periodik.
6) Minum suplemen gizi yang diperlukan
Pada lansia akan terjadi berbagai macam kemunduran organ
tubuh, sehingga metabolisme di dalam tubuh menurun. Hal tersebut
menyebabkan pemenuhan kebutuhan sebagian zat gizi pada sebagian
besar lansia tidak terpenuhi secara adekuat. Oleh karena itu jika
diperlukan, lansia dianjurkan untuk mengkonsumsi suplemen gizi.
Tapi perlu diingat dan diperhatikan pemberian suplemen gizi tersebut
harus dikonsultasikan dan mendapat izin dari petugas kesehatan.
7) Memeriksa kesehatan secara teratur
Pemeriksaan kesehatan berkala dan konsultasi kesehatan
merupakan kunci keberhasilan dari upaya pemeliharaan kesehatan
lansia. Walaupun tidak sedang sakit lansia perlu memeriksakan
kesehatannya secara berkala, karena dengan pemeriksaan berkala
penyakit-penyakit dapat diketahui lebih dini sehingga pengobatanya
lebih mudah dan cepat dan jika ada faktor yang beresiko
menyebabkan penyakit dapat dicegah. Ikutilah petunjuk dan saran
dokter ataupun petugas kesehatan, mudah-mudahan dapat mencapai
umur yang panjang dan tetap sehat.
8) Mental dan batin tenang dan seimbang
Untuk mencapai hidup sehat bukan hanya kesehatan fisik saja
yang harus diperhatikan, tetapi juga mental dan batin. Cara-cara yang
dapat dilakukan untuk menjaga agar mental dan batin tenang dan
seimbang adalah :
a) Lebih mendekatkan diri kepada Tuhan YME dan menyerahkan
diri kita sepenuhnya kepadaNya. Hal ini akan menyebabkan
jiwa dan pikiran menjadi tenang.
b) Hindari stres, hidup yang penuh tekanan akan merusak
kesehatan, merusak tubuh dan wajahpun menjadi nampak
semakin tua. Stres juga dapat menyebabkan atau memicu
berbagai penyakit seperti stroke, asma, darah tinggi, penyakit
jantung dan lain-lain.
c) Tersenyum dan tertawa sangat baik, karena akan memperbaiki
mental dan fisik secara alami. Penampilan kita juga akan tampak
lebih menarik dan lebih disukai orang lain. Tertawa membantu
memandang hidup dengan positif dan juga terbukti memiliki
kemampuan untuk menyembuhkan. Tertawa juga ampuh untuk
mengendalikan emosi kita yang tinggi dan juga untuk
melemaskan otak kita dari kelelahan. Tertawa dan senyum
murah tidak perlu membayar tapi dapat menadikan hidup ceria,
bahagia, dan sehat.
9) Rekreasi
Untuk menghilangkan kelelahan setelah beraktivitas selama
seminggu maka dilakukan rekreasi. Rekreasi tidak harus mahal, dapat
disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan. Rekreasi dapat
dilakukan di pantai dekat rumah, taman dekat rumah atau halaman
rumah jika mempunyai halaman yang luas bersama keluarga dan anak
cucu, duduk bersantai di alam terbuka. Rekreasi dapat menyegarkan
otak, pikiran dan melemaskan otot yang telah lelah karena aktivitas
sehari-hari.

2.2 Stroke
2.2.6 Definisi
Stroke adalah defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan
aliran darah yang timbul secara mendadak dengan tanda dan gejala sesuai
dengan daerah fokal otak yang terkena (WHO, 2011). Stroke secara umum
merupakan defisit neurologis yang mempunyai serangan mendadak dan
berlangsung 24 jam sebagai akibat dari terganggunya pembuluh darah otak
(Carpenito, 2006).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang
berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan
gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang
menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain
vaskuler. (Hendro Susilo, 2009). Stroke hemoragik adalah disfungsi
neurologi fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer
substansi otak yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma
kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena dan
kapiler.
2.2.6 Etiologi
1) Trombosis (penyakit trombo – oklusif)
Merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah
penyebab utama trombosis selebral, yang merupakan penyebab
umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral bervariasi. Sakit
kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami
pusing, perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum
lainnya. Secara umum trombosis selebral tidak terjadi secara tiba-
tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau parestesia
pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada
beberapa jam atau hari. Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya
dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah akibat atrosklerosis.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan
intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel – sel ototnya menghilang. Lamina elastika
interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian
terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada
percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga
dikaitkan dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh –
pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin
jarang adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis
bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat
jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang
terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar.
Trombosit akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang
mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat
terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat
dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2) Embolisme serebral
Embolisme serebral (bekuan darah atau material lain yang
dibawa ke otak dari bagian tubuh yang lain). Abnormalitas patologik
pada jantung kiri, seperti endocarditis infektif, penyakit jantung
reumatik, dan infark miokard, serta infeksi pulmonal, adalah tempat-
tempat asal emboli. Embolus biasanya menyumbat arteri serebral
tengah, atau cabang-cabangnya yang merusak sirkulasi serebral.
Embolisme sereberal termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab
utama stroke. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding
dengan penderita trombosis. Kebanyakan emboli sereberi berasal
dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun
lebih jarang terjadi, embolus juga mungkin berasal dari plak
ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian
otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus
akan menyumbat bagian – bagian yang sempit. tempat yang paling
sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media,
terutama bagian atas.
3) Iskemia serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama
karena konstriksi atheroma pada arteri yang menyuplai darah ke
otak.
4) Perdarahan serebral
Perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua
penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak)
dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini.
Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri
serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan /atau
subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan
tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak,
sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteria di sekitar
perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper otak
dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai
selai merah akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut
histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan dapat
membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim–enzim
akan terjadi proses pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga.
Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik akan terganti oleh
astrosit dan kapiler–kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar
rongga tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut–serabut astroglia
yang mengalami proliferasi. Perdarahan subaraknoid sering
dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan aneurisme
mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan
mempermudah kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu
aneurisme. Perdarahan serebral termasuk urutan ketiga dari semua
penyebab utama kasus gangguan pembuluh darah otak. Perdarahan
serebral dapat terjadi di luar duramater (hemoragi ekstradural atau
epidural), dibawah duramater, (hemoragik subdural), diruang
subarachnoid (hemoragi subarachnoid) atau di dalam substansi otak
(hemoragi intraserebral).
a) Hemoragi ekstradural (epidural) adalah kedaruratan bedah neuro
yang memerlukan perawatan segera. Ini biasanya mengikuti
fraktur tengkorak dengan robekan arteri dengan arteri meningea
lain.
b) Hemoragi subdural (termasuk hemoragi subdural akut) pada
dasarnya sama dengan hemoragi epidural, kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Karenanya,
periode pembentukan hematoma lebih lama ( intervensi jelas
lebih lama) dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa
pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa
menunjukkan tanda dan gejala.
c) Hemoragi subarachnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisma pada area sirkulus wilisi dan malformasi arteri-vena
kongenital pada otak. Arteri di dalam otak dapat menjadi tempat
aneurisma.
d) Hemoragi intraserebral paling umum pada pasien dengan
hipertensi dan aterosklerosis serebral, karena perubahan
degeneratif penyakit ini biasanya menyebabkan ruptur
pembuluh darah. Pada orang yang lebih muda dari 40 tahun,
hemoragi intraserebral biasanya disebabkan oleh malformasi
arteri-vena, hemangioblastoma dan trauma, juga disebabkan
oleh tipe patologi arteri tertentu, adanya tumor otak dan
penggunaan medikasi (antikoagulan oral, amfetamin dan
berbagai obat aditif).
Perdarahan biasanya arterial dan terjadi terutama sekitar basal
ganglia. Biasanya awitan tiba-tiba dengan sakit kepala berat. Bila
hemoragi membesar, makin jelas defisit neurologik yang terjadi
dalam bentuk penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda
vital. Pasien dengan perdarahan luas dan hemoragi mengalami
penurunan kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
2.2.6 Patofisiologi
1) Stroke Non Hemoragik
Iskemia disebabkan oleh adanya penyumbatan aliran darah otak oleh
trombus atau embolus. Trombus umumnya terjadi karena
berkembangnya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah,
sehingga arteri menjadi tersumbat, aliran darah ke area trombus
menjadi berkurang, menyebabkan iskemia kemudian menjadi
kompleks iskemia akhirnya terjadi infark pada jaringan otak. Emboli
disebabkan oleh embolus yang berjalan menuju arteri serebral
melalui arteri karotis. Terjadinya blok pada arteri tersebut
menyebabkan iskemia yang tiba-tiba berkembang cepat dan terjadi
gangguan neurologist fokal. Perdarahan otak dapat disebabkan oleh
pecahnya dinding pembuluh darah oleh emboli.
2) Stroke Hemoragik
Pembuluh darah otak yang pecah menyebabkan darah mengalir ke
substansi atau ruangan subarachnoid yang menimbulkan perubahan
komponen intracranial yang seharusnya konstan. Adanya perubahan
komponen intracranial yang tidak dapat dikompensasi tubuh akan
menimbulkan peningkatan TIK yang bila berlanjut akan
menyebabkan herniasi otak sehingga timbul kematian. Di samping
itu, darah yang mengalir ke substansi otak atau ruang subarachnoid
dapat menyebabkan edema, spasme pembuluh darah otak dan
penekanan pada daerah tersebut menimbulkan aliran darah
berkurang atau tidak ada sehingga terjadi nekrosis jaringan otak.

2.2.6 Pathway

Penyakit yang mendasari stroke


Sumbatan aliran darah & O2 cerebral

Penurunan perfusi jaringan cerebral

Iskemia SNH

Hipoksia

Metabolisme anaerob Nekrosis jaringan otak Aktifitas elektrolit


terganggu
Volume cairan bertambah Pompa Pompa
natriumNatrium
& kalium gagal

Natrium dan kalium infulk


Asam laktat meningkat Natrium dan Kalium
influk

Edema cerebral Retensi air

TIK meningkat

Hernia cerebral

2.2.6 Manifestasi klinis


Walaupun manifestasi klinik sering tidak dapat diidentifikasi
secara jelas terutama pada tahap awal, tetapi tanda-tanda yang dapat
muncul bila pembuluh darah mengalami stenosis pembuluh darah utama
adalah adanya paralisis yang berat pada beberapa jam atau hari, termasuk
hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sesi otak yang
berlawanan), hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh.
Kehilangan/gangguan bicara, paresthesia pada bagian tubuh tertentu.
Kondisi yang terjadi di atas yang bersifat sementara disebut Transient
Ischemic Attacks (TIA), atau manifestasi klinik yang terjadi secara
gradual disebut Stroke in Evolution. Faktor-faktor yang dapat
diidentifikasi yang merupakan petunjuk terjadinya perdarahan serebral :
1) Nyeri kepala bagian osipital (bagian belakang kepala).
2) Vertigo (pusing) atau sinkop.
3) Gangguan motorik dan sensorik (kesemutan, paresthesia, paralisis).
4) Epistaxis.
5) Perdarahan retina.
Hal yang lain yang dapat diidentifikasi yang terkait dengan stroke yaitu :
Nyeri kepala, muntah, kejang, coma, kaku leher, demam, hipertensi,
EKG abnormal (ST segment memanjang), sclerosis perifer dan pembuluh
darah retina, konfusio, disorinetasi, hambatan memori, dan perubahan
status mental lainnya. Manifestasi klinik bergantung pada lokasi
terjadinya perdarahan, gangguan persarafan, kelemahan atau paralisis,
kehilangan refleks sensorik, gangguan bicara, dan perobahan reflex.
Secara umum manifestasi klinik dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Gangguan fungsi neuromotorik : Penurunan fungsi motorik sangat
sering dijumpai pada pasien stroke. Masalah yang berhubungan
dengan fungsi neruromotorik yaitu mobilitas, fungsi pernafasan,
fungsi menelan dan bicara, refleks muntah dan kemampuan rawat
diri. Terjadinya hal tersebut sebagai akibat adanya kerusakan saraf
motorik pada jalur pramidal (serabut saraf dari otak dan melalui
sumsum tulang belakang menuju ke sel motorik). Karakteristik
penurunan motorik termasuk kehilangan kemampuan gerakan
voluntary (akinesia), hambatan integrasi gerakan, gangguan tonus
otot, dan gangguan refleks. Oleh karena jalur paramidal bersilang
pada tingkat medulla, sehingga bioa lesi terjadi pada salah satu sisi
pada otak akan mempengaruhi fungsi motorik pada sisi berlawanan
(contralateral). Lengan dan tungkai akan mengalami kelemahan.
Apabila gangguan pada middle cerebral artery, maka kelemahan
pada ekstremitas atas lebih keras daripada ekstremitas bawah.
2) Gangguan komunikasi : Hemisfer kiri lebih dominan untuk
keterampilan berbahasa. Gangguan berbahasa termasuk kemampuan
mengekspresikan dan pemahaman tulisan dan mengucapkan kata-
kata. Pasien dapat mengalami aphasia (kehilangan secara total
kemampuan pemahaman dan penggunaan berbahasa). Dysphasia
diartikan adanya disfungsi sehubungan dengan kemampuan
pemahaman dan penggunaan bahasa. Dysphasia dapat
diklasifikasikan berupa Nonfluent (berkurangnya aktifitas berbicara
dengan bicara yang lambat) atau fluent (bisaberbicara, tetapi hanya
mengadung sedikit makna komunikasi). Pada stroke yang hebat akan
menyebabkan terjadinya global aphasia, dimana semua fungsi
komunikasi dan penerimaan menjadi hilang. Stroke pada area
Wernicke pada otak akan menunjukkan gejala aphasia receptive
dimana tidak terdengar suara atau sukar dimengerti. Kerusakan area
wernicke akan menyebabkan hambatan pemahaman baik dalam
berbicara maupun bahasa tulisan. Stroke yang berhubungan dengan
area Broca pada otak akan menyebabkan expressive phasia
(kesulitan dalam berbicara dan menulis). Banyak juga stroke
menyebabkan dyssarthria yaitu gangguan/hambatan pada otot bicara.
Pasien mengalami hambatan dalam mengucapan, artikulasi, dan
bunyi suara. Kadang-kadang ada pasien mengalami keduanya yaitu
aphasia dan dysarthria.
3) Emosi/perasaan : Pasien yang mengalami stroke mungkin tidak
dapat mengontrol perasaannya. Hal ini mungkin terjadi sebagai
akibat adanya perubahan dalam citra tubuh dan kehilangan fungsi
motorik. Pasien akan mengalami depresi dan frustrasi sehubungan
dengan masalah mobilitas dan dan komunikasi. Misalnya pada saat
waktu makan pasien menangis karena mengalami kesulitan
memasukkan makanan kedalam mulutnya, kehilangan kemampuan
mengunyah dan menelan.
4) Gangguan fungsi intelektual : Daya ingat dan kemampuan
pengambilan keputusan dapat mengalami gangguan sebagai akibat
stroke. Stroke pada otak kiri menyebabkan masalah gangguan
ingatan sehubungan dengan berbahasa. Pasien dengan stroke pada
otak kanan sangat sulit dalam daya ingat dan kemampuan
pengambilan keputusan., milsanya pada saat pasien berdiri dari kursi
roda tanpa mengunci kursi rodanya sehingga dapat berbahaya bagi
dirinya.
2.2.6 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan adalah :
1) Laboratorium: mengarah pada pemeriksaan darah lengkap, elektrolit,
kolesterol, dan bila perlu analisa gas darah, gula darah.
2) Sinar X tengkorak untuk menggambarkan perubahan kelenjar
korpengpineal daerah yang berlawanan dari masa yang luas.
3) Ultrasonografi doppler untuk mengidentifikasi penyakit arteriovena
(masalah sistem arteri karotis aliran darah dan atau muncul plak)
atau arteriosklerotik.
4) EEG (Electroencephalography) untuk mengidentifikasi masalah
didasarkan pada gelombang otak dan mungkin memperlihatkan
darah lesi yang spesifik.
5) CT scan kepala untuk mengetahui lokasi dan luasnya perdarahan
atau infark.
6) MRI (Magnetic Resonance Imaging) untuk mengetahui adanya
edema, infark, hematom dan bergesernya struktur otak.
7) Angiografi untuk mengetahui penyebab dan gambaran yang jelas
mengenai pembuluh darah yang terganggu secara spesifik.
2.2.6 Pentalaksanaan
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah :
1) Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah
dan boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2) Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila
perlu diberikan oksigen sesuai kebutuhan.
3) Tanda-tanda vital diusahakan stabil.
4) Bed rest.
5) Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia.
6) Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
7) Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan
kateterisasi.
8) Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik.
9) Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang
dapat meningkatkan TIK.
10) Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika
kesadaran menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang
NGT.
Terapi farmakologi yang dapat diberikan pada pasien stroke :
1) Antikoagulasi dapat diberikan pada stroke non haemoragic,
diberikan dalam 24 jam sejak serangan gejala-gejala dan diberikan
secara intravena.
2) Obat antipletelet, obat ini untuk mengurangi pelekatan platelet. Obat
ini kontraindikasi pada stroke haemorhagic.
3) Bloker kalsium untuk mengobati vasospasme serebral, obat ini
merilekskan otot polos pembuluh darah.
4) Trental dapat digunakan untuk meningkatkan aliran darah kapiler
mikrosirkulasi, sehingga meningkatkan perfusi dan oksigenasi ke
jaringan otak yang mengalami iskemik.
Terapi Khusus :
1) Pentoxifilin
Mempunyai 3 cara kerja :
a) Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
b) Meningkatkan deformalitas eritrosit
c) Memperbaiki sirkulasi intraselebral
d) Neuroprotektan
e) Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropi
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan
sintesis glikogen.
f) Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke
dalam sel, ex.nimotup. Cara kerja dengan merintangi masuknya
Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak.
g) Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan
generasi radikal bebas dan biosintesa lesitin.
h) Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan.

2.3 Asuhan keperawatan stroke pada lansia


2.3.1 Pengkajian
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis
kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal
dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara
pelo, dan tidak dapat berkomunikasi (Jusuf Misbach, 1999).
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke hemoragik seringkali berlangsung sangat mendadak,
pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri
kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, disamping
gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang
lain (Siti Rochani, 2000).
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung,
anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,
penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan (Donna D. Ignativicius, 2007).

5) Riwayat penyakit keluarga


Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun
diabetes militus (Hendro Susilo, 2009).
6) Riwayat psikososial
Stroke memang suatu penyakit yang sangat mahal. Biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mengacaukan
keuangan keluarga sehingga faktor biaya ini dapat mempengaruhi
stabilitas emosi dan pikiran klien dan keluarga (Harsono, 2011).
7) Pola-pola fungsi kesehatan
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Biasanya ada riwayat perokok, penggunaan alkohol,
penggunaan obat kontrasepsi oral.
b) Pola nutrisi dan metabolisme
Adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual
muntah pada fase akut.
c) Pola eliminasi
Biasanya terjadi inkontinensia urine dan pada pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus.
d) Pola aktivitas dan latihan
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, mudah lelah.
e) Pola tidur dan istirahat
Biasanya klien mengalami kesukaran untuk istirahat karena
kejang otot/nyeri otot.
f) Pola hubungan dan peran
Adanya perubahan hubungan dan peran karena klien mengalami
kesukaran untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara.
g) Pola persepsi dan konsep diri
Klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah,
tidak kooperatif.
h) Pola sensori dan kognitif
Pada pola sensori klien mengalami gangguan
penglihatan/kekaburan pandangan, perabaan/sentuhan menurun
pada muka dan ekstremitas yang sakit. Pada pola kognitif
biasanya terjadi penurunan memori dan proses berpikir.
i) Pola reproduksi seksual
Biasanya terjadi penurunan gairah seksual akibat dari beberapa
pengobatan stroke, seperti obat anti kejang, anti hipertensi,
antagonis histamin.
j) Pola penanggulangan stress
Klien biasanya mengalami kesulitan untuk memecahkan
masalah karena gangguan proses berpikir dan kesulitan
berkomunikasi.
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien biasanya jarang melakukan ibadah karena tingkah laku
yang tidak stabil, kelemahan/kelumpuhan pada salah satu sisi
tubuh.
(Marilynn E. Doenges, 2000)
8) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
(1) Kesadaran : umumnya mengelami penurunan kesadaran
(2) Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara
(3) Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi
bervariasi
b) Pemeriksaan integumen
(1) Kulit : jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat
dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit kan jelek. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
hemoragik harus bed rest 2-3 minggu
(2) Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis
(3) Rambut : umumnya tidak ada kelainan
c) Pemeriksaan kepala dan leher
(1) Kepala : bentuk normocephalik
(2) Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah
satu sisi
(3) Leher : kaku kuduk jarang terjadi (Satyanegara, 2011)
d) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar
ronchi, wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan
tidak teratur akibat penurunan refleks batuk dan menelan.
e) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang
lama, dan kadang terdapat kembung.
f) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine
g) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
h) Pemeriksaan neurologi
(1) Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan XII
central.
(2) Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada salah
satu sisi tubuh.
(3) Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.
(4) Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan
muncul kembali didahuli dengan refleks patologis.

(Jusuf Misbach, 2008)

9) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan radiologi
(1) CT scan : didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang
masuk ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak (Linardi
Widjaja, 1993).
(2) MRI : untuk menunjukkan area yang mengalami hemoragik
(Marilynn E. Doenges, 2000).
(3) Angiografi serebral : untuk mencari sumber perdarahan
seperti aneurisma atau malformasi vaskuler (Satyanegara,
1998).
(4) Pemeriksaan foto thorax : dapat memperlihatkan keadaan
jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita
stroke (Jusuf Misbach, 2008).
b) Pemeriksaan laboratorium
(1) Pungsi lumbal : pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama (Satyanegara,
2011).
(2) Pemeriksaan darah rutin.
(3) Pemeriksaan kimia darah : pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam
serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali (Jusuf
Misbach, 2011).
(4) Pemeriksaan darah lengkap : unutk mencari kelainan pada
darah itu sendiri (Linardi Widjaja, 2005).

2.3.1 Diagnosa keperawatan


Adapun diagnosa yang mungkin muncul adalah :
1) Gangguan perfusi jaringan otak yang berhubungan dengan
perdarahan intracerebral. (Marilynn E. Doenges, 2010).
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
hemiparese/hemiplagia (Donna D. Ignativicius, 2007).
3) Resiko ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan
dengan penurunan refleks batuk dan menelan (Lynda Juall
Carpenito, 2006).

2.3.1 Intervensi
Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil
No Intervensi (NIC)
keperawatan (NOC)
1. Gangguan perfusi 1. Status sirkulasi efektif. 1. Peningkatan perfusi
2. Status neurologis
jaringan cerebral serebral
adekuat. 2. Kaji adanya diplopia,
yang
Setelah dilakukan asuhan
nigtamus, penglihatan
berhubungan
ke perawatan selama ... x
kabur, dan sakit kepala.
dengan
24jam. 3. Kaji tingkat kesadaran dan
perdarahan 3. TD sistolik, diastolik,
orientasi.
MAP, CVP dalam rentang
intracerebral. 4. Monitor adanya
yang diharapkan.
peningkatan TIK.
4. Menunjukkan fungsi
5. Monitor tanda vital.
sensorimotor kranial 6. Monitor PaCO2, SaO2,
yang utuh. dan kadar Hb untuk
5. Mempunyai fungsi
menentukan pengiriman
autonomik yang utuh.
O2 ke jaringan.
6. Mempunyai pupil yang
7. Pertahankan parameter
sebanding dan reaktif. hemodinarnik pada
7. Terbebas dari kejang.
rentang yang dianjurkan.
8. Tidak mengalami sakit
8. Monitor perubahan
kepala.
ukuran, bentuk,
kesimetrisan dan
reaktivitas pupil.
9. Monitor reflek korneal,
batuk dan muntah.
10. Monitor tonus otot,
pergerakan motorik.
11. Kaji adanya parestesi:
mati rasa dan kesemutan
12. Monitor balance cairan.
13. Tinggikan kepala sampai
dengan 45 derajat sesuai
kondisi.
14. Berikan pengobatan sesuai
hasil kolaborasi: diuretik,
obat dan cairan untuk
meningkatkan volume
intravaskuler, dan untuk
mempertahankan perfusi
serebral yang adekuat.
15. Lakukan pemeriksaan
penunjang sesuai basil
kolaborasi atau protokol
yang berlaku: AGD, CT
scan.
2. Gangguan 1. Kemampuan untuk Latihan Kekuatan
mobilitas fisik mobilisasi tanpa/dengan 1) Ajarkan dan berikan
berhubungan alat bantu dorongan pada klien untuk
2. Ambulasi : Kemampuan
dengan melakukan program
berpindah tanpa/dengan
hemiparese/hemip latihan secara rutin.
alat bantu.
lagia. Latihan untuk ambulasi
3. Kemampuan menjaga
1. Ajarkan teknik Ambulasi
Keseimbangan.
4. Kemampuan menjaga & perpindahan yang aman
posisi tubuh dengan kepada klien dan keluarga.
2. Sediakan alat bantu untuk
benar.
5. Rentang gerak optimal. klien seperti kruk, kursi
Setelah dilakukan asuhan
roda, dan walker.
keperawatan selama ... x
Latihan mobilisasi dengan
24 jam klien
kursi roda
menunjukkan:
1. Ajarkan pada klien &
1. Mampu mandiri total.
2. Membutuhkan alat bantu. keluarga tentang cara
3. Membutuhkan bantuan
pemakaian kursi roda &
orang lain.
cara berpindah dari kursi
4. Membutuhkan bantuan
roda ke tempat tidur atau
orang lain dan alat.
5. Tergantung total. sebaliknya.
2. Dorong klien melakukan
Dalam hal :
latihan untuk memperkuat
1. Penampilan posisi tubuh
anggota tubuh.
yang benar .
3. Ajarkan pada klien/
2. Penampilan tubuh yang
keluarga tentang cars:
seimbang.
3. Melakukan Pergerakan penggunaan kursi roda.
sendi dan otot. Latihan keseimbangan
1. Ajarkan pada klien &
keluarga untuk dapat
mengatur posisi secara
mandiri dan menjaga
keseimbangan selama
latihan ataupun dalam
aktivitas sehari hari.
Perbaikan posisi tubuh
yang benar
2. Perhatikan poster tubuh yg
benar untuk menghindari
kelelahan, keram & cedes.
3. Kolaborasi ke ahli terapi
fisik untuk program
latihan.
3. Resiko Status pernafasan dan Pengisapan jalan nafas
ketidakefektifan ventilasi : pertukaran gas 1. Tentukan kebutuhan
bersihan jalan dan ventilasi baik untuk pengisapan oral/trakeal
2. Pantau status oksigen
nafas yang mempertahankan
pasien (tingkat SaO2) dan
berhubungan konsentrasi gas darah arteri
status hemodinamik
dengan penurunan dan pergerakan udara
(tingkat MAP) dan irama
refleks batuk dan masuk-keluar paru-paru
jantung
menelan. Setelah dilakukan asuhan
3. Memindahkan sekresi
keperawatan dengan kriteria
jalan nafas dengan
hasil :
memasukkan sebuah
1. Mempunyai jalan nafas
kateter pengisap ke dalam
yang efektif
jalan nafas oral/trakeal.
2. Mengeluarkan sekresi
4. Catat jumlah, tipe sekresi
secara efektif
yang dikumpulkan
3. Mudah untuk bernafas
5. Kolaborasi dengan tim
4. Saturasi oksigen dalam
medis untuk pemeriksaan
batas normal
AGD dan pemilihan jenis
ventilator.
6. Monitor adanya
penurunan volume
eskhalasi peningkatan
inspirasi pada klien yang
dipasang ventilasi
mekanik (alat bantu nafas:
resusitator, ventilator).
7. Monitor keefektifan
bantuan ventilasi mekanik
8. Monitor adanya efek yang
merugikan dan ventilasi
mekanik : infeksi.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Stroke merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf manusia,
yang dapat berakibat pada kelumpuhan sistem-sistem lainnya. Secara
umum patologi stroke berlangsung secara progresif dan bertahap, mulai
dari gejala stroke ringan hingga dapat menyebabkan kematian. Secara
garis besar, stroke dibagi menjadistroke iskemik (karena penyumbatan
pembuluh darah) dan stroke hemoragik (karena pecahnya pembuluh darah)
yang memiliki gejala bervariasi sesuai daerah yang terserang.Stroke
memiliki beberapa faktor resiko yang dapat mendukung perkembangan
stroke yang terdiri dari dua jenis faktor, yaitu faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi (usia, jenis kelamin, herediter, dan ras) dan yang dapat
dimodifikasi (berbagai penyakit degeneratif dan gaya hidup). Pencegahan
penyakit stroke dapat dilakukan dengan meminimalisir faktor resiko yang
dapat dimodifikasi tersebut, seperti mengatur pola hidup dan
mengkonsumsi makanan yang disesuaikan dengan faktor resiko yang tidak
dapat dimodifikasi.

3.2 Saran
Gejala stroke umumnya sulit untuk dibedakan dengan gejala
penyakit lainnya apabila masih belum mencapai stadium lanjut. Oleh
karena itu pencegahan primer sangat disarankan karena setelah mengalami
stroke, seseorang sulit untuk dapat pulih total, apalagi pada usia lanjut.
Salah satu cara pencegahan primer yang paling disarankan yaitu konsumsi
buah-buahan, sayuran, dan produk susu rendah lemak serta mengurangi
konsumsi lemak jenuh dan beraktivitas fisik secara rutin.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani, April T. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Salemba Medika


Hurlock. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.Jakarta : Salemba Medika
Carpenito, L.J. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Hendro, Susilo. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Donna, D. 2007. Hubungan Tingkat Pengetahuan Stroke dengan Perilaku
Mencegah Stroke Pada Klien Hipertensi Di RSU PKU Muhammadiyah
Yogyakarta, Jurnal Kebidanan dan Keperawatan. Vol. 3, No. 2, Desember
2007: 88. Kanker, dan Stroke. Yogyakarta : Kirana Publisher
Harsono. 2011.Hubungan Dukungan Keluarga dengan Kemandirian activities of
Daily Living Pasien Post Stroke, Jurnal Kebidanan dan Keperawatan.
Vo.7, No.2, Desember 2011:153.
Esther, Chang. 2010. Patofisiologi Aplikasi pada Praktek Keperawatan.Jakarta :
EGC
Ginsberg, Lionel. 2008. Lecture Notes Neurologi.Jakarta : Erlangga
Gleadle, Jonathan. 2007. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta : Penerbit
Erlangga
Koni, Endang. 2009. Mengenal&Mencegah Penyakit Jantung, Kanker,
Stroke.Yogyakarta : Kirana Publisher.
Marilyin E, Doenges, alih bahasa Pamilih Eko Karyuni, dkk. 2010. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan Konsep Proses dan Praktik edisi VII Volume 1.
Jakarta : EGC
Satyanegara. 2011. Stroke : Aspek Diagnosis, patofisiologi, Manajemen. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI
Jusuf, Misbach. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Linardi, Widjaja. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Jakarta : EGC
Linda, Juall. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Jakarta :
EGC

Anda mungkin juga menyukai