Anda di halaman 1dari 99

PENERAPAN TEKNIK RELAKSASI NAPAS DALAM TERHADAP

KONTROL NYERI PADA ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. Y


DENGAN KASUS RHEUMATOID ARTRITIS
KABUPATEN POSO

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program


Pendidikan Diploma III Kesehatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan
Prodi DIII Keperawatan Poso

DISUSUN OLEH :

Atatsya Indriyastuti Djono


NIM : PO0220215007

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI KEPERAWATAN POSO
2018
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh tim penguji

Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Prodi DIII Keperawatan Poso.

Nama : Atatsya indriyastuti Djono

NIM : PO0220215007

Poso, 01Agustus2018
Pembimbing I

H. M. Zamil Mardani, SKM.M.Kes


NIP.195312111974101001

Poso, 01Agustus 2018


Pembimbing II

Ni Made Ridla Nilasanti, S.Kep,M.Biomed


NIP. 19301302006042002

Menyetujui
Ketua Program Studi Keperawatan Poso

Abdul Malik Lawira, S.Kep.Ns.,M.Kes


NIP. 19711102199603100

LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI


Karya Tulis Ilmiah ini telah dipertahankan di depan Tim Penguji Poltekkes

Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Prodi DIII Keperawatan Poso pada tanggal 6

Agustus 2018

Nama : Atatsaya Indriyastuti Djono


Nim : PO0220215007
Tim Penguji :

Dafrosia Darmi Manggasa. S.Kep, M.Biomed Penguji 1


Nip.198106082005012003

Fransisca Noya. SST, M.Keb Penguji 2


Nip.197908072002122002

Penguji 3
Abdul Malik Lawira, S.Kep.Ns.,M.
NIP. 19711102199603100

Mengetahui, Menyetujui,
Direktur Poltekkes Kemenkes Palu Ketua Program Studi Keperawatan Poso

Nasrul, SKM,M.Kes Selvi Alfrida Mangundap, S.Kp,M.Si


Nip. 196804051988021001 NIP. 196604241989032002

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU


JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII KEPERAWATAN PALU

Atatsya indriyastuti Djono. 2018. Penerapan Teknik Relaksasi Napas Dalam


Terhadap Kontrol Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Pada Ny. Y Dengan
Kasusu Rheumatoid Artritis Di Kelurahan Kasiguncu Kecamatan Poso Pesisir
Kabupaten Poso. Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan Poso Jurusan
Keperawatan Poltekkes Kemenkes Palu. Pembimbing: (1) H. M Zamil
Mardani (2) Ni Made Ridla Nilasanti

ABSTRAK

xii + 87 Halaman + 6 Tabel + 9 Lampiran

Pemberian teknik relaksasi napas dalam pada pasien yang menderita Rheumatoid
artritis adalah salah satu tindakan terapi nonfarmakologi yang digunakan hanya
dengan berkonsentrasi dan mengolah napas dengan teratur. Yang dilakukan selama
15- 20 menit. Teknik relaksasi napas dalam juga akan membantu klien untuk
menghilangkan ketergantungan terhadap obat dan juga alkohol. Tujuan penelitian ini
untuk mengetahui Penerapan Efektivitas Pemberian Terhadap kontrol nyeriPada
Asuhan Keperawatan Pada Ny. Y Dengan Kasusu Rheumatoid Artritis Di Kelurahan
Kasiguncu Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso.
Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dan pendekatan studi
kasus. Dalam menentukan sample menggunakan teknik simple random sampling
untuk mendapatkan satu responden yang memenuhi syarat penelitian.
Hasil penelitian didapatkan responden mengatakan bahwa nyeri yang dirasakan
berkurang setelah dilakukan penerapan teknik relaksasi napas dalam selama kurang
lebih satu minggu. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah ada pengaruh teknik
relaksasi napas dalam terhadap penurunan tingkat nyeri pada wanita lanjut usia
sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi napas dalam. Berdasarkan hasil
penelitian ini, klien dapat menjadikan terapi nonfarmakologi ini sebagai sebagai salah
satu teknik atau cara yang mudah dilakukan dirumah untuk mengatasi nyeri.
Saran untuk klien penulis mengharapkan setelah mendapatkan penanganan nyeri
yang dirasakan melalui penerapan teknik relaksasi napas dalam klien dapat
memonitoring dan melakukan tindakan secara mandiri dirumah apabila mengalami
nyeri.

Kata Kunci : Penerapan, Teknik Relaksasi Napas Dalam


Daftar Pustaka : 20 (1983-2015)

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis sampaikan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa karena atas

berkat dan perkenan-Nyalah penulis dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini ini

dengan judul, “Penerapan tehnik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Kontrol Nyeri

Pada Asuhan Keperawatanpada Ny. Y Dengan KasusRheumatoid Artritis di

Kelurahan Kasiguncu Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso”.Yang diajukan

sebagai salah satu persyaratan dalam menempuh ujian akhir pendidikan program

studi Diploma III Keperawatan, di Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu

Jurusan Keperawatan Program Studi Keperawatan Poso.

Pada kesempatan ini perkenankan penulis mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada Kepada kedua Orang Tua yang selalu medoakan dan

memberikan bantuan dan dorongan baik secara moril dan material sehingga penulis

dapat menyelesaikan penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

1. Nasrul, SKM,M.Kes. Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu.

2. Abdul Malik Lawira, S.Kep.Ns.,M.Kes. Ketua Jurusan Keperawatan

3. H. M. Zamil Mardani, SKM.M.KesPembimbing utama yang telah banyak

meluangkan waktunya dan dengan penuh kesabaran dalam memberikan arahan,

dorongan dan semangat sehingga Proposal Penelitian ini dapat terselesaikan

4. Ni Made Ridla Nilasanti, S.Kep,M.BiomedPembimbing pendamping yang

mendampingi dan mengarahkan penulis sehingga proposal penelitian ini dapat

terselesaikan.
5. Dafrosia Darmi Manggasa. S.Kep, M,Biomed Penguji 1 yang telah banyak

memberikan masukan, kritik, dan saran sehingga penulis bisa lebih baik lagi

dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah.

6. Fransisca Noya. SST, M.KebPenguji 2 yang telah banyak memberikan masukan,

kritik, dan saran sehingga penulis bisa lebih baik lagi dalam penulisan Karya

Tulis Ilmiah

7. Abdul Malik Lawira, S.Kep.Ns.,M.KesPenguji 3 yang telah banyak memberikan

masukan, kritik, dan saran sehingga penulis bisa lebih baik lagi dalam penulisan

Karya Tulis Ilmiah.

8. Bapak Abdul Malik Lawira, S.Kep.Ns.,M.Kes selaku Pembimbing Akademik

yang telah banyak membimbing dan menasehati selama penulis mengikuti

pendidikan.

9. Staf Dosen dan Staf Tata Usaha Program Studi Keperawatan Poso yang selama

ini telah banyak memberikan bantuan kepada peneliti.

10. Kepala puskesmas beserta petugas perawat di Mapane yang telah banyak

memberi bimbingan dan arahan selama penulis melakukan penelitian di

Kelurahan Kasiguncu wilaya kerja puskesmas mapane.

11. Kakak dan Adik yang sudah memberikan semangat dan dorongan kepada peneliti

sehingga peneliti dapat menyelesaikan Penyusunan Proposal ini.

12. Teman-teman sesama mahasiswa yang selalu ada membantu peneliti sehingga

peneliti dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini. Khususnya buat sahabat-


sahabatkuDenver , Isra dan Yesri dan juga kepada teman-teman angktatan 2015

yang sudah banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan Proposal ini.

Penulis menyadari dengan segalah keterbatasan pengetahuan dan

kemampuan yang dimiliki penulis maka Proposal ini masih jauh dari

kesempurnaan, maka dari itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat

di harapkan penulis untuk dijadikan sebagai perbaikan dalam penyusunan hasil

penelitian.

Poso, 6 Agustus2018

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN SAMPUL………………………………………………………………………..i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................................................ii


LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...................................................................................iii
ABSTRAK.............................................................................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................................................................v
DAFTAR ISI........................................................................................................................viii
DAFTAR TABEL..................................................................................................................xi
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................................xii
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................................5
C. Tujuan Studi Kasus......................................................................................................5
D. Manfaat Studi Kasus...................................................................................................6
E. Keaslian peneliti...........................................................................................................7
BAB II TINJAUAN KASUS..................................................................................................9
A. Tinjauan Teoritis Rheumatoid Artritis..........................................................................9
1. Definisi........................................................................................................................9
2. Etiologi........................................................................................................................9
3. Manifestasi Klinis.....................................................................................................12
4. Patofisiologi..............................................................................................................14
5. Komplikasi................................................................................................................16
6. Sendi-sendi Yang Terkena Rheumatoid Arthritis......................................................18
7. Diagnosis Artritis Reumatoid....................................................................................19
8. Terapi Farmakologi...................................................................................................20
9. Terapi Non Farmakologi...........................................................................................22
B. Tinjauan Manajemen Nyeri........................................................................................24
1. Definisi Nyeri............................................................................................................24
3. Manajemen Nyeri......................................................................................................26
4. Penilaian Respon Intensitas Nyeri.............................................................................29
C. Konsep Teknik Relaksasi Nafas Dalam......................................................................32
1. Definisi Relaksasi Nafas Dalam................................................................................32
2. Relaksasi terbagi menjadi dua kelompok yaitu :.......................................................32
3. Tujuan dan Manfaat Teknik Relaksasi Nafas Dalam.................................................32
D.Asuhan Keperawatan Penyakit Rheumatoid Artritis......................................................34
2. Diagnosa Keperawatan..............................................................................................39
3. Perencanaan/intervensi..............................................................................................45
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................................47
A. Jenis Penelitian...........................................................................................................47
B. Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................................47
C. Subyek Studi Keperawatan........................................................................................47
D. Fokus Studi................................................................................................................47
E. Definisi Oprasional....................................................................................................48
F. Pengumpulan Data.....................................................................................................50
G. Analisa Data...............................................................................................................51
H. Etika Penelitian..........................................................................................................52
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN....................................................54
A. Gambaranumum Lokasi Penelitian...........................................................................54
B. Pembahasan...............................................................................................................73
1. Pengkajian.................................................................................................................74
2. Diagnosa keperawatan...............................................................................................75
3. Intervensi keperawatan..............................................................................................76
4. Implementasi.............................................................................................................78
5. Evaluasi.....................................................................................................................81
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................82
A. Kesimpulan...............................................................................................................82
B. Saran.........................................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................84
DAFTAR TABEL

Tabel: Halaman

2.1. Sandar Oprasional Prosedur...........................................................................33

2.2. Diagnosa keperawatan....................................................................................40

2.3 Rencana Intervensikeperawatan……………………………………............45

4.1 Intervensi Keperawatan..................................................................................62

4.2 Implementasi Keperawatan...........................................................................64

4.3 Eveluasi Keperawatan……………………………………………………...68


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 :Biodata Penulis

Lampiran 2 :Surat-Surat

Lampiran 3 :Penjelasan Sebelum Penelitian

Lampiran 4 :Informed Consent

Lampiran 5 : Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Gerontik

Lampiran 6 : Jadwal Keggiatan Penelitian

Lampiran 7 : Anggaran Belanja

Lampiran 8 : Pernyataan Keaslian Penelitian

Lampiran 9 : Dokumentasi
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Rheumatoid Artritisitu sendiri merupakan penyakit autonium sistemik

kronik yang menyebabkan inflamasi jaringan ikat, terutama di sendi. (CDC,2008

dalam Priscilla, LeMone dkk,2015).

Angka kejadian Rheumatoid Arthritis pada tahun2016 yang dilaporkan

oleh WHO (World Health Organization) adalahmencapai 20% dari penduduk

dunia yang telah terserang Rheumatoid Arthritis , dimana 5-10% adalah mereka

yang berusia 5-20 tahun dan 20% adalah mereka yang berusia 55 tahun (Wiyono,

2014 dalam Hippobali at, 2016).

Banyaknya penderita Reumatoid Arthritis saat ini dapat diakibatkan oleh

stres, merokok, faktor lingkungan dan dapat pula terjadi karena faktor keturunan

(Brooke, 2014). Dengan bertambahnya umur, penyakit ini meningkat baik wanita

maupun laki laki. Puncak kejadianya pada umur 20-45 tahun dan penyakit

Rheumatoid Arhtritis ini sering dijumpai pada usia di atas 60 tahun dan jarang

dijumpai pada usia di bawah 40 tahun (Indonesian Rheumatoid Assosiation

(IRA), 2013). Prevalensi lebih tinggi wanita dibandingkan dengan laki- laki lebih

dari 70% penderita RA adalah wanita (Siswono, 2013).

1
2

Data Riskesdas, tahun 2013 menunjukan bahwa prevalensi penyakit

sendipada usia 55-64 tahun adalah 45,0%, usia 65-74 tahun adalah 51,9%, usia

kurang lebih 75 tahun adalah 54,8%.

Data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Poso pada Tahun

2017jumlah keseluruhan penderita Rheumatoid Arthritis sebanyak 2.112

penderita. (Dinas Kesehatan Kabupaten poso, 2017). Kemudian penderita

Rheumatoid Arthritis terbanyak untuk Kabupaten Poso terdapat di Puskesmas

Mapane Kecamatan Poso pesisir dengan jumlah sebanyak 422 penderita (Dinas

Kesehatan Kabupaten Poso, 2016). Danpada tahun 2017 data penderita

Rheumatoid Arthritis sebanyak 613 penderita (Dinkes kabupaten poso, 2017).

Setelahdilakukan pendataan pada 10 kelurahan yang termasuk dalam Wilayah

kerja Puskesmas Mapane, jumlah penderita terbanyak pada 3 bulan terakhir dari

bulan Janiuari-Maret di tahun 2018 terdapat 4 kelurahan yang memiliki jumlah

penderita lebih dari 1 penderita yaitu Kelurahan Kasiguncu berjumlah 15

penderita, Kelurahan Bega 3 penderita, Kelurahan Mapane 3 penderita dan

Kelurahan Lantojaya. 2 penderita. (Puskesmas Mapane, 2018).

Manifestasi klinis yang terjadi pada orang yang menderita Rheumatoid

artritis antara lain adanya peradangan, kemerahan dan rasa sakit di daerah sendi.

Manajemen nyeri pada artritis rheunatoid bertujuan untuk mengurangi atau

menghilangkan rasa sakit dan tidak nyaman. Secara umum manajemen nyeri

rheumatoid artritis ada dua yaitu manajemen non farmakologi (obat- obatan) dan
3

manajemen non farmakologi. Pada intervensi non faramakologi perawat berperan

besar dalam penanggulangan nyeri karena merupakan tindakan mandiri perawat.

Manajemen non farmakologi dapat menurunkan nyeri dengan resiko yang

rendah bagi pasien dan tidak membutuhkan biaya. Menggabungkan kedua

penedekatan ini merupakan cara paling efektif untuk mengurangi nyeri. Salah

satu intervensi non farmakologi yang dapat dilakukan perawat secara mandiri

dalam menurunkan skala nyeri rheumatoid artritis, yaitu dengan melakukan

teknik relaksasi napas dalam untuk menurunkan skala nyeri rheumatoid artritis.

(Susanti 2014)

Teknik relaksasi napas dalam merupakan metode yang efektif untuk

penurunan persepsi nyeri pada rheumatoid atritis terutama pada klien yang

mengalami nyeri yang sifatnya kronis. Degan cara mengistrahatkan atau rileksasi

otot – otot tubuh maka kebutuhan oksigen kejarigan lebih baik dan metabolisme

sel berubah dari anaerob menjadi aerob sehingga penimbunan asam laktat tidak

terjadi. Degan relaksasi napas dalam diharapkan ventilasi paru bertambah baik,

tubuh kaya akan oksigen, maka diharapkan metabolisme dapat berjalan baik dan

otak akan relaksasi, sehingga implus nyeri yang diterima akan diolah degan baik

dan diinterpretasikan sehingga nyeri berkurang (priharjo Robert 2010).

Hasil ini di perkuat dalam penelitian dan uji statistik dekriptif dan

inferensial menurut jurnal soediman tahun 2015 tentang pengaruh relaksasi nafas

dalam terhadap penurunan skala nyeri pasien rheumatoid arthritis, dapat diambil

kesimpulan sebagai berikut hasil pengukuran rata – rata tingkat nyeri sebelum
4

diberikan teknik relaksasi nafas dalam setelah diklasifiksikan dari sepuluh orang

responden, empat orang (40%) mengalami nyeri ringan, dan enam orang (60%)

nyeri sedang. Hasil pengukuran tingkat nyeri rata – rata setelah pemberian teknik

relaksasi nfas dalam dari sepuluh responden, lima orang (50%) mengalami nyeri

ringan, lima orang lagi nyeri sedang. Namun bila dilihat dari skala nyeri masing

– masing responden, semua responden (100%) mengalami penurunan persepsi

nyeri. Ada perbedaan hasil pengukuran skala nyeri sebelum dan sesudah

pemberian teknik relaksasi napas dalam pada lansia dengan rheumatoid artritis.

Ada pengaruh signifikan antara pemberian teknik relaksasi napas dalam dengan

penurunan presepsi nyeri pada lansia rheumatoid artritis (p = 0,0050). (Dewi,

setyoadi & Widastra 2015).

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penulis tertarik untuk membahas

tentang judul “Penerapan Teknik Relaksasi Napas dalam Terhadap Kontrol Nyeri

Pada Asuhan keperawatan Dengan Kasus Rheumatoid Artritis” Di Kelurahan

Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso


5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah

penelitian sebagai berikut :“Bagaimana Penerapan Teknik Relaksasi Napas

Dalam Terhadap Kontrol Nyeri pada Asuhan Keperawatan Dengan Kasus

Rheumatoid artritis di Kelurahan Kasiguncu Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten

Poso”

C. Tujuan Studi Kasus

1. Tujuan Umum

Untuk Dapat melaksanakan asuhan keperawatan secara komprehensif yang

meliputi askep bio-psiko-sosial-spiritual yang berdasarkan pada ilmu dan kiat

keperawatan dalam usaha membantu untuk mengatsi penyimpagan kebutuhan

dasar pada klien degan kasus Dapat melakukan: Penerapan teknik Relaksasi

Napas dalam terhadap kontrol Nyeri pada Asuhan keperawatan dengan kasus

Rheumatoid artritis di kelurahan kasiguncu Wilayah Kerja Puskesmas

Mapane Kabupaten poso.

2. Tujuan Khusus
6

a. Dapat melakukan pengkajian secara konprehensif dan efisien terhadap

klien dengan kasus Rheumatoid Artritis.

b. Dapat menegakan diagnose keperawatan pada klien dengan kasus

Rheumatoid Artritis.

c. Dapat membuat rencana keperawatan pada klien dengan kasus

Rheumatoid Artritis.

d. Dapat melakukan implementasi pada klien dengan kasus Rheumatoid

Artritis.

e. Dapat melekukan evaluasi sesuai tujuan yang telah di tentukan pada

kasus Rheumatoid Artritis.

D. Manfaat Studi Kasus

1. Institusi Pendidikan

Sebagai bahan bacaan atau pedoman untuk melakukan studi kasus

selanjutnya oleh mahasiswa prodi keperawatan poso.

2. Bagi Puskesmas Mapane

Sebagai bahan masukan dan informasi bagi Puskesmas Mapane khususnya

keperawatan dalam peningkatan pelayanan keperawatan terhadap penderita

Rheumatoid Arthritis.

3. Bagi Peneliti
7

Sebagai pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam penerapan asuhan

keperawatan pada klien degan Rheumatoid Arthritis

4. Bagi klien dan keluarga

Klien dapat memperoleh pelayanan kesehatan yang lebih memuaskan

khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan dengan menggunakan

pendekatan proses keperawatan serta meningkatkan pengetahuan terutama

mengenai penyakit yang dideritanya.

E. Keaslian peneliti

1. Menurut (Dewi, setyoadi & Widastra 2015). Hasil ini di perkuat dalam

penelitian dan uji statistik dekriptif dan inferensial menurut jurnal soediman

tahun 2015 tentang pengaruh relaksasi nafas dalam terhadap kontrol nyeri

pasien rheumatoid arthritis, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut hasil

pengukuran rata – rata tingkat nyeri sebelum diberikan teknik relaksasi nafas

dalam setelah diklasifiksikan dari sepuluh orang responden, empat orang

(40%) mengalami nyeri ringan, dan enam orang (60%) nyeri sedang. Hasil

pengukuran tingkat nyeri rata – rata setelah pemberian teknik relaksasi nfas

dalam dari sepuluh responden, lima orang (50%) mengalami nyeri ringan,

lima orang lagi nyeri sedang. Namun bila dilihat dari skala nyeri masing –
8

masing responden, semua responden (100%) mengalami penurunan persepsi

nyeri. Ada perbedaan hasil pengukuran skala nyeri sebelum dan sesudah

pemberian teknik relaksasi napas dalam pada lansia dengan rheumatoid

artritis. Ada pengaruh antara pemberian teknik relaksasi napas dalam dengan

penurunan presepsi nyeri pada lansia rheumatoid artritis (p = 0,0050).

2. Menurut Demir. (2015), dari hasil penelitianya mengatakan teknik relaksasi

napas dalam dapat menghambat rasa nyeri dengan cara mengistrahatkan atau

rileksasi otot – otot tubuh maka kebutuhan oksigen ke jaringan lebih baik dan

metabolisme sel berubah dari anaerob menjadi aerob sehingga penimbunan

asam laktat tidak terjadi dengan relaksasi napas dalam diharapkan ventilasi

paru bertambah baik, tubuh kaya akan oksigen, maka metabolisme dapat

berjalan dengan baik dan otak akan relaksasi, sehingga implus nyeri yang

diterima akan diolah dengan baik dan diinterpretasikan sehingga nyeri

berkurang dikalangan lansia, mudah dilakukan dirumah, biayanya terjangkau,

efisien, dan tidak membahayakan lansia dari segi kesehatan fisik.


BAB II

TINJAUAN KASUS

A. Tinjauan Teoritis Rheumatoid Artritis

1. Definisi

Rheumatoid Artritis adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik

dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh

organ tubuh. Terlibatnya sendi pada pasien Rheumatoid Artritis terjadi

setelah penyakit ini berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat

progresifnya.

Rheumatoid Arthritis diartikan juga sebagai suatu penyakit autoimun

dimana, secara simetris, persendian (biasanya sendi tangan dan kaki)

mengalami peradangan sehingga menyebabkan terjadinya pembengkakan,

nyeri, dan kerap kali menyebabkan kerusakan pada bagian dalam sendi.

(Mansjoer,A. 2000 dalam Aspiani,2104)

2. Etiologi

Penyebab rheumatoid arthritis belum jelas sampai sekarang, namun

faktor keturunan berpengaruh terhadap timbulnya keluhan sendi ini. Nyeri

rheumatoid arthritis umumnya sering di tangan, sendi siku, kaki,

pergelangan kaki dan lutut. Nyeri dan bengkak pada sendi dapat

9
10

berlangsung terus menerus dan semakin lama gejala keluhannya akan

semakin berat. (Aspiani,2014).

Ada beberapa faktor resiko yang dapat menyebabkan seseorang

menderita rheumatoid arthritis, yaitu :

a. Genetik

Pada penyakit rheumatoid arthritis faktor genetik sangat

berpengaruh. Gen-gen tertentu yag terletak di kompleks

histokompatibilitas utama (MHC) pada kromosom 6 telah terlibat

predisposisi dan tingkat keparahan rheumatoid arthritis. Penduduk asli

Amerika dengan gen polimorfik HLA-DR9 memiliki resiko 3,5 lebih

besar terkena rheumatoid arthritis bawaan.

b. Infeksi

Agen penginfeksi yang terkait pada rheumatoid arthritis antara lain

mycoplasma, mycobacterium, parvovirus, virus Epstein-

Barr,danretrovirus. Agen penginfeksi ini menginfeksi pasien melalui

infeksi sinovial langsung, menjadi molekul dan aktivasi kekbalan

bawaan.

c. Usia dan jenis kelamin

Insidensi rheumatoid arthritis lebih banyak dialami oleh wanita

daripada laki-laki dengan rasio 2:1 hingga 3:1. Perbedaan ini

diasumsikan karena pengaruh dari hormon namun data ini masih

dalam penelitian. Wanita memiliki hormon estrogen sehingga dapat


11

memicu sistem imun. Onset rheumatoid arthritis terjadi pada orang-

orang usia sekitar 50 tahun.

d. Obesitas

Secara statistik perempuan memiliki body mass index (BMI) diatas

rata-rata dimana kategori BMI pada perempuan Asia menurut jurnal

American Clinical NutritionYusrisal tahun 2012 dengan penelitian

jumlah BMI pada perempuan asia menunjukan antara 24 sampai

dengan 26,9kg/m2. BMI di atas rata-rata mengakibatkan terjadinya

penumpukan lemak pada sendi sehingga meningkatkan tekanan mekanik

pada sendi penahan beban tubuh, khususnya lutut.

e. Lingkungan

Banyak faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap keparahan

rheumatoid arthritis, meskipun tidak ada objek spesifik yang

diidentifikasikan sebagai masalah utama. Merokok adalah salah satu

faktor resiko dari keparahan rheumatoid arthritis pada populasi tertentu.

Tetapi alasan pengaruh rokok terhadap sinovitis belum sepenuhnya

didefinisikan, tapi rokok mempengaruhi sistem kekebalan bawaan di

jalan nafas.
12

3. Manifestasi Klinis

Tanda gejalanya yaitu terjadi kekakuan sendi jari tangan pada pagi

hari (morning stiffness) dan nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan.

(American Reumatism Association dalam Zairin, (2012).Rheumatoid artritis

menyebabkan lansia mengalami penurunan aktivitas (Nurarif, 2013).

Penurunan aktivitas menjadikan penderita tidak dapat mengurus dirinya

sendiri sehingga kemampuan merawat dirinya menurun dan timbul

ketergantungan.

Ada beberapa gejala yang lazim di temukan pada penderita

Rheumatoid arthritis.:

a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan

menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.

b. Poliartritis simetris terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di

tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi interfalangs distal

hamper semua sendi diartrodial dapat terserang.

c. Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan

mekanisme dengan nyeri yang disebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul

setelah aktivitas dan hilang setelah istirahat serta tidak timbul pada pagi
13

hari merupakan tanda nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan

bertambah berat pada pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi

atau nyeri yang hebat pada awal gerak dan kekurangan setelah

melakukan aktivitas.

d. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat

generalisata tetapi terutama menyerang sendi-sendi, kekakuan ini

berbeda dengan kekakuan sendi pada Osteoartritis, yang biasanya

berlangsung selama beberapa menit dan selalu kurang dari 1 jam.

e. Artritis erosive merupakan cirri khas dari penyakit ini pada gambaran

radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan erosi di tepi

tulang.

f. Deformitas merupakan kerusakan dari struktur-struktur penunjang sendi

dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulna atau deviasi jari, sublikasi

sendi metakarppofalangeal, leher angsa adalah beberapa deformitas

tangan sering di jumpai pada penderita. Pada laki-laki terdapat protusi

(benjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari sublikasi

metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terangsang dan

mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam

melakukan gerak ekstensi.

g. Nodula-nodula rheumatoid adalah masa subkutan yang ditemukan pada

sepertiga orang dewasa penderita rheumatoid arthritis. Lokasi paling

sering dari deformitas ini adalah bursa elekranon (sendi siku) atau di
14

sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walupun demikian nodula-

nodula ini dapat timbul pada tempat-tempat lainya. Adapun nodila-

nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan

lebih berat.

h. Manifestasi ekstra artikular: rheumatoid arthritis juga dapat menyerang

organ –organ lain diluar sendi, jantung (perikarditis), paru-paru

(pleuritis), mata dan pembuluh darah dapat rusak.

4. Patofisiologi

Dalam penyakitRheumatoid arthritis yaitu reaksi autoimun pada

Rheumatoid arthritis terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis

menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan

memecah kolagen sehingga terjadi edema, profilerasi membran sinovial dan

akhirnya membentuk pannus. Pannus inilah yang akan menghancurkan

tulang rawan dan menimbulkan erosi pada tulang. Sehingga akibatnya

adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak

sendi, Dan otot akan ikut terkena karena serabut otot akan mengalami

perubahan degeneratif dan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan

kontraksi otot (Smeltzer&Bare, 2002 dalam Noorhidayah,Yasmina,

SantiVol.01.2013).
15
16

5. Komplikasi

a. Sistem Respiratori

Peradangan pada sendi krikoaritenoid tidak jarang dijumpai pada

Rheumatoid Artritis. Gejala keterlibatan saluran napas atas ini dapat

berupa nyeri tenggorokan, nyeri menelan atau disfonia yang umumnya

terasa lebih berat pada pagi hari.

b. System Kardiovaskuler

Seperti halanya pada system respiratori, pada Rhumatoid Artritis

yang dijumpai gejala perikarditis berupa nyeri dada atau gangguan faal

jantung. Akan tetapi pada beberapa pasien dapat pula di dapat gejala

perikarditis yang berat.

c. Sistem Gastrointestinal

Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis

dan ulkus peptic yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat

anti inflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan

penyakit (disease modifying antirheumatoid drungs, DMARD) yang

menjadi penyebab morbiditas dan mortalitas utama pada Rheumatoid

Artritis.

d. Sistem Persyarafan

Komplikasi neurologis yang sering dijumpai pada Rheumatoid

Artritis umumnya tidak memberikan gambaran yang jelas sehingga


17

sukar untuk membedakan komplikasi neurologis akibat lesi, artikular

dan lesi neuropatik.

e. Sistem Perkemihan: Ginjal

Berbeda dengan lupus eritematosus sistemik pada Rheumatoid

artritis jaran sekali di jumpai kelainan glomelural. Jika pada pasien

rheumatoid arthritis protelnuria, umumnya hal tersebut lebih sering

disebabkan karena efek samping pengobatan seperti garam emas dan D-

penisilamin atau terjadi sekunder akibat amiloidosis. Walaupaun

kelainan ginjal interstisial dapat dijumpai pada Syndrom sjogren,

umumnya kelainan tersebut lebih banyak berhubungan dengan

penggunaan OAINS. Penggunaan OAINS, yang tidak terkontrol dapat

sampai menimbulkan Nekrosis papilar ginjal.

f. Sistem hematologis

Anemia akibat penyakit kronik yang di tandai dengan gambaran

eritrosit normasistik-normokromik (hipokromik ringan ) yang di sertai

dengan kadar lesi serum yang rendah serta kapasitas pengikat besi yang

normal atau rendah merupakan gambaran umum yang sering di jumpai

pada Rheumatoid arthritis. (Aspiani,2014).


18

6. Sendi-sendi Yang Terkena Rheumatoid Arthritis

Beberapa sendi yang sering terkena pada pasien Rheumatoid arthritis

adalah sebagai berikut :

a. Tangan dan Pergelangan Tangan

Dampak rheumatoid arthritis pada tangan sangat parah. Pada awal

gejala jari menjadi bengkak, nyeri dan kaku. Radang pada selubung

tendon fleksor dapat meningkatkan gangguan fungsional.

b. Bahu

Rheumatoid arthritis juga mempengarui bahu. Awal gejala meniru

manset rotator tendonosis dengan sindrom busur menyakitkan dan nyeri

pada lengan atas dimalam hari. Sebagian sendi menjadi rusak, kaku

menyeluruh. Hal ini bisa mengganggu pada saat berpakaian, makan dan

di toilet.

c. Siku

Sinovitis pada siku menyebabkan pembengkakan dan deformitas

fleksi yang menyakitkan. Pasien juga mengalami kesulitan makan jika

dikombinasikan dengan bahu, tangan dan pergelangan tangan yang

cacat.

d. Kaki

Salah satu manifestasi awal rheumatoid arthritis adalah

pembengkakan. Kaki menjadi lebih luas dan deformitas hammer-toe


19

berkembang. Paparan dari kepala metatarsal, tekanan oleh migrasi

fibrofatty pada pelindung menyebabkan rasa sakit.

e. Lutut

Sebagian besar sinovitis dan efusi terjadi di lutut.

f. Pinggul

Pinggul jarang terkena pada awal rheumatoid arthritis. Nyeri dan

kekauan yang disertai dengan hilangnya radiologi dari ruang sendi dan

juxta-artikular osteoporosis.

g. Tulang Belakang Pada Leher

Kekauan dan nyeri di leher pada rheumatoid arthritis bisa karena

otot leher.

7. Diagnosis Artritis Reumatoid

a. Pemeriksaan Laboratorium

1) Tes faktor Rheumatoid biasanya positif lebih dari 75% pasie

Rheumatoid arthritis terutama bila masih aktif. Sisanya dapat di

temukan pada pasien leprae, tuberkolosis paru, sirosis hepatis,

hepatitis infeksiosa, endokarditis bakterialis, penyakit dan

sarkoidosis.

2) Protein C-reaktif biasanya meningkat

3) LED meningkat

4) Leukosit normal atau meningkat sedikit


20

5) Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.

6) Trombosit meningkat

7) Kadar albumin serum menurun dan globulin naik

b. Pada pemeriksaan rontgen, semua sendi dapat terkena, tetapi yang

sering adalah metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka

juga sering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak

dan demineralisasi jukstra artikular kemudian terjadi penyempitan

ruang sendi dan erosi. (Aspiani,2014).

8. Terapi Farmakologi

pengobatan rheumatoid arthritis tidak hanya mengontrol gejala penyakit,

tetapi juga penekanan aktivitas penyakit untuk mencegah kerusakan

permanen jurnal keperawatan Nikolas, 2012 dalam Noorhidayah,Yasmina,

SantiVol.01.2013 penelitian terapi farmakologi rheumatoid artritis).

Pemberian terapi rheumatoid arthritis dilakukan untukmengurangi nyeri

sendi dan bengkak, serta meringankan kekakuan dan mencegah kerusakan

sendi sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup pasien meringankan

gejala tetapi juga memperlambat kemajuan penyakit. Penderita RA memulai

pengobatan mereka dengan DMARDs (Disease Modifying Anti-Rheumatic

Drugs) seperti metotreksat, sulfasalazin dan leflunomid (American College

of Rheumatology Subcommittee, 2012).

a. Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs)


21

Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs) memiliki

potensi untuk mengurangi kerusakan pada sendi, mempertahankan

integritas dan fungsi sendi dan pada akhirnya mengurangi biaya

perawatan dan meningkatkan produktivitas pasien RA. Obat-obat

DMARDs yang sering digunakan pada pengobatan RA adalah

metotreksat (MTX), sulfasalazin, leflunomide, klorokuin, siklosporin

dan azatioprin (Perhimpunan Reumatologi Indonesia, 2014).

b. Agen Biologik

Beberapa DMARDs biologik dapat diberikan dengan infeksi

bakterial yang serius aktif seperti aktivasi hepatitis B dan aktivasi TB.

c. Kortikosteroid

Pengobatan farmakologi dengan kortikosteroid oral dalam dosis

rendah/sedang bisa menjadi bagian dari pengobatan RA, namun

sebaiknya dihindari pemberian bersama OAINS selagi menunggu efek

terapi dari DMARDs .(Innes et al., 2009 dalam Noorhidayah,Yasmina,

SantiVol.01.2013).

Perlu diingatkan juga bahwa OAINS tidak mempengaruhi

perjalanan penyakit ataupun mencegah kerusakan sendi. OAINS yang

dipergunakan tergantung pada pencegahan efek samping Kombinasi dua

atau lebih OAINS harus dihindari karena tidak menambah efektivitas

tetapi meningkatkan efek samping (Petri, 2007 dalam


22

Noorhidayah,Yasmina, SantiVol.01.2013 penelitian tentang terapi

farmakologi rheumatoid artritis).

9. Terapi Non Farmakologi

a. Olahraga

Olahraga yang di anjurkan adalah olahraga yang tidak terlalu berat dan

tidak menyebabkan kompresi atau tekanan atau trauma pada sendi,

misalnya berenang atau menggunakan sepeda. Olahraga selain untuk

mengurangi rasa sakit dan kaku juga bermanfaat untuk mengontrol berat

badan.

b. Proteksi /Perlindungan Sendi

Dalam hal ini sendi dijaga dari berbagai aktivitas sehari-hari dan

pekerjaan yang dapat menambah stress/tekanan pada sendi. Perlu

dihindari, aktivitas yang berlebihan pada sendi yang sakit, pemakaian

tongkat, Beban pada lutut yang berlenbihan karena kaki yang tertekuk

(pronatio).

c. Terapi Panas atau Dingin

1) Terapi panas digunakan untuk mengurangi rasa sakit, membuat otot-

otot sekitas sendi menjadi rileks dan melancarkan peredaran darah.


23

Terapi panas dapat di peroleh dari kompres dengan air hangat/panas,

sinar IR ( infra merah) dan alat-alat terapi lain seperti SWD/MWAD

2) Terapi dingin digunakan untuk mengurangi bengkak pada sendi dan

mengurangi rasa sakit. Terapi dingin biasanya di paki saat kondisi

masih akut. Dapat di peroleh dengan kompres dingin.

d. Diet

Diet untuk menurunkan berat badan pasien, penurunan berat badan

seringkali dapat mengurangi timbulnya keluhan dan peradangan.

Pemberian vitamin C,D,E dan Beta karoten, vitamin-vitamin tersebut

bermanfaat untuk mengurangi perkembangan Rheumatoid arthritis.

e. Hubungan Psikososial

Dukungan psikososial diperlukan pasien rheumatoid arthritis oleh

karena sifatnya yang menahun dan ketidakmampuan yang di

timbulkannya. Disatu pihat pasien ingin menyembunyikan ketidak

mampuan pasien rheumatoid arthritis seringkali merasa keberatan untuk

memakai alat-alat bantu karena faktor psikologis.(Aspiani, 2014).

f. Relaksasi napas dalam

Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan, yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien

bagaimana cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan ispirasi

secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara

perlahan. Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi


24

nafas dalam juga dapat meningkatkan ventrikel paru dan meningkatkan

oksigenasi darah (smeltzer & bare, 2007).

B. TinjauanManajemen Nyeri

1. Definisi Nyeri

Nyeri merupakan suatu keadaan yang tidak menyenangkan akibat

terjadinya rangsangan fisikmaupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak

dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis, dan emosional (Hidayat, 2009 dalam

Sasono Mardiono, 2012. Vol. 1 No.1).

Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa telah terjadi kerusakan

jaringan, yang harus menjadi pertimbangan utama saat melakukan

pengkajian pada pasien yang mengalami atau meraskan nyeri. International

Association for Study of Pain (IASP), mendevenisikan nyeri merupakan

pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan.

2. Fisiologi Nyeri

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima

rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah

ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat

yang secara potensial merusak.


25

Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri

(nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielien dari

syaraf perifer.

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam

beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatik dalam (deep

somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah,

nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.

a. Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan,

nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan

didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua

komponen yaitu :

1) Reseptor A delta yang merupakan serabut komponen cepat

(kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya

nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri

dihilangkan.

2) Serabut C yang merupakan serabut komponen lambat (kecepatan

0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri

biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi.

b. Struktur reseptor nyeri somantik dalam meliputi reseptor

nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan

jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri

yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.


26

c. Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral,

reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus,

ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya

tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetap sangat sensitif terhadap

penekanan, iskemia, inflamasi.

3. Manajemen Nyeri
Dalam manajemen nyeri, terdapat empat teknik yang bisa digunakan,

antara lain : (Tamsuri, 2007)

a. Stimulas Kutaneus :Merupakan teknik reduksi nyeri dengan melakukan

stimulasi pada kulit untuk menghilangkan nyeri. Beberapa teknik untuk

stimulasi kulit antara lain :

1) Kompres dingin

2) Kompres hangat

3) Analgetic ointments

4) Counteriritan, seperti plester hangat

5) Contralateral stimulation, yaitu massage kulit pada area yang

berlawanan dengan area nyeri.

b. Distraksi :Merupakan teknik reduksi nyeri dengan mengalihkan

perhatian kepada hal lain sehingga kesadaran terhadap nyerinya

berkurang. Teknik distraksi dapat dilakukan diantaranya dengan cara:

1) Nafas dalam lambat dan berirama

2) Massage and slow, rhythmic breating


27

3) Rhythmic singing and tapping

4) Active listening

5) Guided imagery (kekuatan imajinasi klien bisa dengan

mendengarkan musik yang lembut).

c. Anticipatory Guidance :Merupakan teknik reduksi yang dilakukan oleh

perawat dengan cara memberikan informasi yang dapat mencegah

terjadinya misinterpretasi dari kejadian yang dapat menimbulkan nyeri

dan membantu pemahaman apa yang diharapkan. Informasi yang

diberikan kepada klien diantaranya :

1) Penyebab nyeri

2) Proses terjadinya nyeri

3) Lama dan kualitas nyeri

4) Berat-ringannya nyeri

5) Lokasi nyeri

6) Informasi tentang keamanan yang akan diberikan kepada klien.

7) Metode yang digunakan perawat pada klien untuk mengurangi

nyeri.

d. RelaksasiTeknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan

memberikan beberapa keuntungan, antara lain :

1) Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri

atau stres.

2) Menurunkan nyeri.
28

3) Menolong individu untuk melupakan nyeri.

4) Meningkatkan periode istirahat dan tidur.

5) Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain.

6) Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat

nyeri.

Manajemen nyeri adalah pengurangan atau reduksi nyeri sampai pada

tingkat kenyamanan dan dapat diterima oleh pasien (NIC-NOC 2016).

Nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang

tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang bersifat

actual atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi

kerusakan (prasetyo,2010). Nyeri sebagai pengalaman pribadi, subjektif,

yang dipengaruhi oleh budaya, presepsi seseorang, perhatian, dan

variabel-variabel psikologis lain, yang menggangu perilaku

berkelanjutan dan memotivasi setiap orang yang menghentikan rasa

tersebut.(Andarmoya,2013) salah satu alternative meredakan nyeri

adalah teknik relaksasi nafas dalam. Konsep nilai yang berkaitan dengan

neyeri sebagai berikut:

Nyeri hanya dapat dirasakan dan dapat digambarkan secara akurat oleh

individu yang mengalami nyeri itu sendiri.

1. Apabila seseorang mengatakan nyeri, dia benar-benar secara nyata

merasakan walaupun mungkin perawat tidak menemukan adanya


29

kerusak tubuhnya.Nyeri menyangkut multi dimensional, sosial, kultural,

maupun spiritual.

2. Nyeri sebagai peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat

actual maupun potensial.

4. Penilaian Respon Intensitas Nyeri


Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri

dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual serta memungkinkan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan

sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respons

fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan

teknik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu

sendiri (Tamsuri, 2007).

Penilaian intensitas nyeri dapat dilakukan dengan menggunakan skala

berikut:

a. Skala Deskritif

Skala deskritif merupakan alat pengukur tingkat keparahan nyeri

yang lebih objektif. Skala pendeskripsi verbal ( Verbal Descriptor

Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima

kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang

garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri

yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukan klien skala tersebut dan


30

memintaklien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia rasakan.

Perawatjuga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan

dan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh

nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan

klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.

0 1 2 3 45 6 7 8 9 10
Tidak nyeriri nyeri ringan nyeri sedang nyeri berat terkontrol nyeri berat

tidak terkontrol

1) 0 : tidak merasakan nyeri : sangat senang karna tidak merasakan nyeri

2) 1-3: Nyeri ringan : nyeri yang dirasakan hanya sedikit.

3) 4-6: Nyeri sedang : nyeri dirasakan sedikit lebih sakit

4) 7-9 : Nyeri berat : nyeri dirasakan jauh lebi sakit.

5) 10 : nyeri sangant berat : nyeri dirasakan sangat luar biasa.

Skala Nyeri 0-10 (Comparative Pain Scale)

1) 0= tidak ada rasa sakit. Merasa normal

2) 1 Nyeri hamper tak terasa (sangat ringan) = sangat ringan, seperti gigitan

nyamuk. Sebagian besar waktu anda tidak perna berpikir tentang rasa sakit.

3) 2 (tidak menyenangkan) = nyeri ringan, seperti cubitan ringan pada kulit.

4) 3 (bisa ditoleransi) = nyeri sangat terasa, seperti pukulan kehidung

menyebabkan hidung berdarah, atau suntikan oleh dokter.


31

5) 4(menyedihkan) = kuat, nyeri yang dalam, seperti sakit gigi atau rasa sakit dari

sengatan lebah.

6) 5( sangat menyedihkan) = kuat, dalam, nyeri yang menusuk, seperti

pergelangan kaki terkilir

7) 6 (intens) = kuat, dalam, nyeri yang menusuk begitu kuat sehingga tampaknya

sebagian mempengaruhi sebagian indra anda, menyebabkan tidak fokus,

komunikasi terganggu.

8) 7 ( sangat intens) = sama seperti 6 kecuali bahwa rasa sakit benar- benar

mendominasi indra anda menyebabkan tidak dapat berkomunikasi dengan baik

dan tak mampu melakukan perawatan diri.

9) 8 (benar- benar mengerikan) = nyeri begitu kuat sehingga anda tidak lagi dapat

berpikir jernih, dan sering mengalami perubahan kepribadian yang parah jika

sakit dating dan berlangsung lama.

10) 9 (menyiksa tak tertahankan) = nyeri begitu kuat sehingga anda tidak bisa

mentolerirnya dan sampai – sampai menuntut untuk segera menghilangkan rasa

sakit apapun caranya, tidak peduli apa efek samping atau resikonya.

11) 10 ( sakit tak terbayangkan tak dapat diungkapkan) = Nyeri begitu kuat tak

sadarkan diri. Kebanyakan orang tidak perna mengalami skala rasa sakit ini.

Karena suda keburu pingsan seperti mengalami kecelakaan parah,tangan

hancur, dan kesadaran akan hilang sebagai akibat dari rasa sakit yang luar biasa

parah.
32

C. Konsep Teknik Relaksasi Nafas Dalam

1. Definisi Relaksasi Nafas Dalam


Teknik relaksasi nafas dalam merupakan suatu bentuk asuhan

keperawatan yang dalam hal ini perawat mengajarkan kepada klien bagaimana

cara melakukan nafas dalam, nafas lambat (menahan inspirasi secara

maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara perlahan. Selain

dapat menurunkan intensitas nyeri, teknik relaksasi nafas dalam juga dapat

meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah (Smeltzer

dan Bare, 2002).

2. Relaksasi terbagi menjadi dua kelompok yaitu :

a. Relakasi yang menekankan pada fisik, seperti yoga, relaksasi otot

progresif, latihan nafas dalam.

b. Relaksasi yang menekankan pada mental/psikis adalah autogenic

suggestion, imagery, relaxating self talk dan meditasi.

3. Tujuan dan Manfaat Teknik Relaksasi Nafas Dalam


33

Menurut National Safety Council (2004), bahwa teknik relaksasi nafas

dalam saat ini masih menjadi metode ralaksasi yang termudah. Metode ini

mudah dilakukan karena pernafasan itu sendiri merupakan tindakan yang

dapat dilakukan secara normal tanpa perlu berfikir atau merasa ragu.

Sementara Smeltzer dan Bare (2015) menyatakan bahwa tujuan dari

teknik relaksasi nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli,

memelihara pertukaran gas, mencegah atelektasi paru, meningkatkan efesiensi

batuk, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu

menurunkan intensitas nyeri dan menurunkan kecemasan. Sedangkan manfaat

yang dapat dirasakan oleh klien setelah melakukan teknik relaksasi nafas

dalam adalah dapat menghilangkan nyeri, ketentraman hati, dan berkurangnya

rasa cemas.

1. Prosedur Tindakan Relaksasi Nafas Dalam

Tabel 2.3
SOP Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Prosedur Bentuk pernafasan yang digunakan pada prosedur
ini adalah pernafasan diafragma yang mengacu
pada pendataran kubah diafragma selama inspirasi
yang mengakibatkan pembesaran abdomen bagian
atas sejalan dengan desakan udara masuk selama
inspirasi (Priharjo, 2003). untuk keefektifan
latihan teknik relaksasi nafas dalam sebaiknya
dilakukan sedikitnya memakan waktu 15-20 menit
guna mendapatkan hasil yang maksimal sehingga
dapat meminimalkan nyeri yang dirasakan.
1. Usahakan rileks dan tenang
2. Menarik nafas yang dalam melalui hidung
dengan hitungan 1,2,3 kemudian tahan sekitar
5-10 detik.
34

3. Hembuskan nafas melalui mulut secara


perlahan-lahan.
4. Menarik nafas lagi melalui hidung dan
menghembuskannya lagi melalui mulut secara
perlahan-lahan.
5. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga
nyeri terasa berkurang.
6. Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat
singkat setiap 5 kali.
7. Setelah pasien mulai merasakan ketenangan
minta klien untuk melakukan secara mandiri.

Sumber: Priharjo (2003)

D. Asuhan Keperawatan Penyakit Rheumatoid Artritis

1. Pengkajian

Merupakan tahapan awal dari proses keperawatan yang merupakan dasar

dari kegiatan selanjutnya, yang dilaksanakan dengan menggunakan

pendekatan sistematis dalam mengumpulkan data dan menganalisanya

sehingga dapat diketahui kebutuhan klien sesuai dengan masalah yang ada.

Tahap pengkajian adalah pengumpulan data yang diperoleh dengan

wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta

mempelajari cacatan lain tentang status kesehatan klien

a) Identitas / Biodata :Berisikan tentang nama, umur, alamat, jenis kelamin,

status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, suku / bangsa. Identitas

klien yang biasa di kaji pada penyakit sistem kardiovaskuler adalah usia,
35

karena ada beberapa penyakit kardiovaskuler banyak terjadi pada klien

diatas usia 60 tahun.

b) Riwayat Kesehatan :

1) Keluhan Utama : Keluhan utama yang sering ditemukan pada klien

dengan penyakit kardiovaskuler seperti : gagal jantung kongestif,

penyakit jantung koroner, Hipertensi, penyakit jantung valvular,

maupun penyakit Cor Pulmonal adalah klien mengeluh nyeri dada

sebelah kiri, disertai sesak nafas dan ketidakmampuan beraktivitas.

c) Riwayat Penyakit Sekarang :Riwayat kesehatan saat ini berupa uraian

mengenai penyakit yang diderita oleh klien dari mulai timbulnya keluhan

yang dirasakan sampai klien dibawa ke rumah sakit, dan apakah pernah

memeriksakan diri ke tempat lain selain rumah sakit umum serta

pengobatan apa yang pernah diberikan dan bagaimana perubahannya dan

data yang didapatkan saat pengkajian.

d) Riwayat Penyakit yang Lalu :Riwayat kesehatan yang lalu seperti riwayat

penyakit kardiovaskuler sebelumnya, riwayat pekerjaan pada pekerja yang

berhubungan dengan peningkatan aktivitas, riwayat penggunaan obat-

obatan, riwayat mengkonsumsi alkohol dan merokok.

e) Riwayat Kesehatan Keluarga :yang perlu dikaji apakah dalam keluarga

ada yang menderita penyakit sama karena faktor genetik/keturunan.

f) Pengkajian Fisik :
36

1) Keadaan Umum : Keadaan umum klien lansia yang mengalami

gangguan kardiovaskuler biasanya lemah

2) Kesadaran :Kesadaran klien biasanya Composmentis, apatis dan

somnolen.

3) Tanda-Tanda Vital :

a. terdiri dari pemeriksaan: suhu normalnya (370c)

b. nadi meningkat (N: 70-82x/menit).

c. Tekanan darah meningkat atau menurun.

d. Pernafasan biasanya mengalami peningkatan.

4) Pemeriksaan Review Of System (ROS)

b. sistem pernafasan

dapat ditemukan sesak nafas, sesak waktu beraktivitas,

peningkatan frekuensi pernafasan, adanya penggunaan otot bantu

pernafasan, adanya gangguan pernafasan.

c. sistem sirkulasi

kaji adanya penyakit jantung, frekuensi nadi apikal, sirkulasi

periper, warna dan kehangatan, periksa adanya distensi vena

jugularis.

d. sistem persarafan

kaji adanya hilangnya gerakan/sensasi, spasme otot, terlihat

kelemahan/hilang fungsi, pergerakan mete/kejelasan melihat,


37

dilatasi pupil, Agitasi (mungkin berhubungan dengan

nyeri/ansietas).

e. sistem perkemihan

perubahan pola berkemih, seperti inkontinensial urine, disuria,

distensi kandung kemih, warna dan bau urin, dan kebersihannya.

f. sistem pencernaan

konstipasi, konsisten feses, frekuensi eliminasi, auskultasi bising

usus, anoreksia, adanya distensi abdomen, nyeri tekan abdomen.

g. sistem muskuloskeletal

nyeri berat tiba-tiba/mungkin terlokalisasi pada area jaringan,

dapat berkurang pada imobilisasi, kontraktur atrofi otot, laserasi

kulit dan perubahan warna.

5) Pola fungsi kesehatan

a. Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat

Menggambarkan persepsi, pemeliharaan, dan penanganan

kesehatan.

b. Pola nutrisi

Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan, dan elektrolit,

nafsu makan, pola makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah,

dan makanan kesukaan.

c. Pola eliminasi
38

Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih, defekasi, ada

tidaknya masalah defekasi, masalah nutrisi, dan penggunaan

kateter.

d. Pola tidur dan istirahat

Menggambarkan pola tidur, istirahat, dan persepsi terhadap energi,

jumlah tidur pada siang dan malam, masalah tidur, dan insomnia.

e. Pola aktivitas dan istirahat

Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan

sirkulasi, riwayat penyakit jantung, frekuensi, irama, dan

kedalaman pernafasan. Pengkajian Indeks KATZ.

f. Pola hubungan dan peran

Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien

terhadap anggota keluarga dan masyarakat tempat tinggal,

pekerjaan, tidak punya rumah, dan masalah keuangan. Pengkajian

APGAR keluarga (tabel APGAR keluarga).

g. Pola sensori dan kognitif

Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori

meliputi pengkajian penglihatan, pendengaran, perasaan, dan

pembau. Pada klien katarak dapat ditemukan gejala gangguan

penglihatan perifer, kesulitan memfokuskan kerja dengan merasa

diruang gelap. Sedangkan tandanya adalah tampak kecoklatan atau

putih susu pada pipul, peningkatan air mata, Pengkajian Status


39

Mental menggunakan Tabel Short Portable Mental Status

Quesionare (SPMSQ).

h. Pola persepsi dan konsep diri

Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap

kemampuan konsep diri. Konsep diri menggambarkan gambaran

diri, harga diri, peran, identitas diri. Manusia sebagai sistem

terbuka dan mahluk bio-psiko-sosio-kultural-spiritual, kecemasan,

ketakutan, dan dampak dampak terhadap sakit. Pengkajian tingkat

Depresi menggunakan Tabel Inventaris Depresi Back.

i. Pola seksual dan reproduksi

Menggambarkan kepuasan/masalah terhadap seksualitas.

j. Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping

Menggambarkan kemampuan untuk menangani stress.

k. Pola tata nilai dan kepercayaan

Menggambarkan dan menjelaskan pola, nilai keyakinan termasuk

spiritual (Allen, 1998).

2. Diagnosa Keperawatan

a. Pengertian.

Diagnosa merupakan hasil akhir dari pada pengkajian yang

dirumuskan berdasarkan hasil dari pengumpulan data yang didapatkan.

Diagnosa keperawatan menggambarkan respon manusia pada diri pasien


40

terhadap perubahan-perubahan dalam dimensi-dimensi biopsiko social

spiritual.

1. Diagnosa yang muncul pada pasien Rheumatoid Artritis

(Aspiani,2014) dan (Judith,2016).

Tabel: 2.2. Diagnosa Keperawatan berdasarkan

No Diagnosa Keperawatan Batasan Karakteristik


1 Nyeri akut. (00132) mengomunikasikan descriptor nyeri
Definisi: pengalaman sensori dan mis,
emosi yang tidak menyenangkan 1. rasa tidak nyaman
akibat adanya kerusakan jaringan 2. ekspresi waja meringis
yang actual dan potensial, atau di 3. posisi untuk mengurangi nyeri
gambarkan dengan istilah seperti 4. melaporkan nyeri secara verbal
kerusakan ( international atau non verbal
association for the study of pain): 5. melindungi area nyeri
awitan yang tiba-tiba atau perlahan 6. dan kesemutan pada ekstremitas.
dengan intensitas ringan sampai
berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diramalkan dan
durasinya kurang dari enam bulan.
Faktor yang Berhubungan:
Agen cidera (mis, biologis zat
kimia, fisik psikolosis.
2 Hambatan mobilitas fisik. 1. Penurunan waktu reaksi
Definisi: keterbatasan pada 2. Kesulitan membolak balikan
pergerakan fisik tubuh atau satu posisi
atau lebih ekstremitas secara 3. Melakukan aktivitas lain sebagai
mandiri dan terarah. pengganti pergerakan (mis,
41

Faktor yang Berhubungan: meningkatkan perhatian pada


1. Intoleransi aktivitas aktivitas orang lain,
2. Perubahan metabolisme seluler mengendalikan perilaku).
3. Ansietas gangguan kognitif 4. Dispnea saat beraktivitas
4. Fisik tidak bugar 5. Perubahan cara berjalan
5. Penurunan kesehatan tubuh 6. Gerakan bergetar
6. Penurunan kendali otot 7. Keterbatasan kemampuan
7. Penurunan masa otot melakukan ketrampilan motorik
8. Malnutrisi halus dan kasar
9. Gangguan muskuloskletal 8. Keterbatasan rentang pergerakan
10. Gangguan neuromuscular, sendi
nyeri 9. Pergerakan lambat
11. Kerusakan integritas struktur 10. Pergerakan tidak terkoordinasi
tulang
12. Kurang dukungan
lingkungan(mis, fisik atau
social).
3 Cemas. 1. Produktivitas berkurang, kontak
Factor yang Berhubungan: mata buruk
dengan krisis situasional, 2. klien tampak gelisah
perubahan status peran, perubahan 3. klien mudah tersinggung
status kesehatan, stress, ancaman 4. klien tampak khawatir
terhadap konsep diri, ancama 5. klien tampak cemas
terhadap kematian. 6. respirasi menigkat
7. nadi meningkat
8. suara gemetar
9. refleks meningkat
10. wajah tegang
11. anoreksia
42

12. kelelahan
13. peningkatan tekanan darah
14. klien sulit untuk berkonsentrasi

4 Gangguan citra tubuh. 1. perilaku mengenali tubuh


Definisi: konfusi dalam gambaran individu
mental tentang diri-fisik individu. 2. perilaku menghindari tubuh
Faktor Yang Berhubugan: individu
1. biofisik , kognitif 3. perilaku memantau tubuh
2. budaya, tahap perkembangan individu
3. penyakit, cidera 4. respon nonverbal terhadap
perceptual, psikososial, perubahan actual pada tubuh
spiritual (mis, penampilan, struktur,
4. pembedahan, trauma fungsi)
5. terapi penyakit 5. mengungkapkan perasaan yang
mencerminkan perubahan
pandang tentang tubuh individu
(penampilan, struktur, fungsi)
6. trauma pada bagian tubuh yang
tidak berfungsi (objektif)
7. mengungkapkan perubahan gaya
hidup (subjektif)
8. ketakutan terhadap reaksi orang
lain
5 Resiko jatuh.
Definisi: peningkatan keretakan
untukjatuh yang dapat
menyebabkan bahaya fisik
43

Factor yang Berhubungan:


1. adanya peradangan pada
persendian (arthritis)
2. penurunan kekuatan
ekstremitas
3. kerusakan mobilitas fisik

6 Defisit perawatan diri: Mandi. Ketidakmampuan untuk melakukan


Definisi: hanbatan kemampuan tugas-tugas berikut:
untuk melakukan atau memenuhi b. Mengakses kamar mandi
aktivitas mandi atau hygiene sendiri c. Mengeringkan badan
Factor yang Berhubungan: d. Mengambil perlengkapan mandi
a. penurunan motivasi e. Mendapat sumber air
1. kendala lingkungan f. Mengatur suhu atau aliran air
2. ketidakmampuan untuk mandi
merasakan bagian tubuh g. Memnbersihkan tubuh atau
3. gangguan muskuloskletal anggota tubuh
4. kerusakan neuromuskular
5. Nyeri
6. Gangguan presepsi atau
kognitif
7. Ansietas hebat
8. Kelemahan (keletihan)

7 Defisit perawatan diri : Eliminasi 1. Ketidakmampuan melakukan


Definisi: hambatan kemampuan hygiene eliminasi yang tepat
untuk melakukan atau 2. Ketidakmampuan menyiram
menyelesaikan eliminasi kloset atau kursi buang air
Factor yang Berhubugan: 3. Ketidakmampuan mencapai
44

1. Penurunan motivasi kloset atau kursi buang air


2. Hambatan lingkungan 4. Ketidakmampuan memanipulasi
3. Keletihan pakaian atau eliminasi
4. Hambatan mobilitas 5. Ketidakmampuan untuk duduk
5. Hambatan kemepampuan atau bangun dari kloset atau kursi
untuk berpindah buang air.
6. Gangguan musculoskeletal
7. Gangguan neuromuskular
8. Nyeri
9. Gangguan presepsi atau
kognitif
10. Ansietas berat
11. Kelemahan

3. Perencanaan/intervensi

Tabel: 2.3. Intervensi Keperawatan

Diangnosa Keperawatan NOC NIC


Nyeri akut Pain Control Pain Manajement:
(1400)
(00132). (3016).
1. Melakukan
Batasan Karakteristik: Kriteria Hasil:
45

1. Klien dapat pengkajian nyeri


mengomunikasikan
mengetahui secara konmprehensif
descriptor nyeri ( mis, rasa
peneyebab nyeri, termasuk lokasi,
tidak nyaman, ekspresi waja
onset nyeri, durasi, frekuensi,
meringis, posisi untuk
maupun kualitas,
mengurangi nyeri,
menggunakan intensitas/beratnya
melindungi area nyeri,
teknik non nyeri, dan factor-
melaporkan nyeri secara
farmakologi untuk faktor presipitasi.
verbal atau non verbal, dan
mengurangi nyeri, 2. Gunakan komunikasi
kesemutan pada ekstremitas.)
dan tindakan terapeutik agar klien
Faktor yang berhubungan: pencegahan nyeri. dapat
1. Agen cidera (mis, 2. Klien mampu mengekspresikan.
biologis zat kimia, fisik mengenali tanda- nyeri yang dirasakan.
psikolosis tanda pencetus 3. Kurangi faktor
nyeri untuk pencetus nyeri.
mencari 4. tidur/istrahat yang
pertolongan cukup.
3. Klien melaporkan 5. lakukan penanganan
menggunakan nyeri dengan terapi
manejemen nyeri Non farmakologi
bila nyeri timbul. melalui terapi. Teknik
relaksasi napas
dalam.
6. Evaluasi keefektifan
dari tindakan
mengontrol nyeri
7. Anjurkan klien untuk
memonitor secara
46

mandiri tentang nyeri


yang dirasakan.
8. Berikan informasi
tentang nyeri, seperti:
penyebab, berapa
lama terjadi, dan
tindakan
spencegahannya.
Sumber: Nursing Interventions Classifiaction (NIC) Edisi ke-6
Nursing Outcomes Classifiactions (NOC) Edisi ke-6
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalahjenis studi kasus

keperawatan dengan tindakan penerapan teknik relaksasi nafas dalam

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lama atau waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan juli berlokasi di

Kel. Kasiguncu selama satu minggu (1 minggu).

C. Subyek Studi Keperawatan

Subyek penelitian tentang studi kasus asuhan keperawatan yang di gunakan

dalam penerapan asuhan keperawatan ini yaitu pasien atau lansia yang

mengalami penyakit Rheumatoid Arthritis dan akan dilakukan tindakan asuhan

keperawatan melalui: Penerapan Teknik Relaksasi Napas Dalam untuk

mengontrol nyeri.

D. Fokus Studi

Fokus studi yang di gunakan adalah berfokus pada Penerapan Teknik

Relaksasi Napas Dalam untuk mengontrol neyeri penderita Rheumatoid Artritis

E. Definisi Oprasional

Definisi oprasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana caranya

menentukan variabel dan mengukur suatu variabel. Definisi oprasional

47
48

merupakan suatu informasi ilmiah yang akan membantu peneliti yang lain yang

ingin menggunakan variabel yang sama. Definisi oprasional mempermudah

pembaca dalam mengartikan (Kartika, 2007).

1. Asuhan Keperawatan

Asuhan Keperawatan yang dimaksud dan dipahami dalam penelitian ini

adalah proses keperawatan yang di mulai dari tahap pengkajian, diagnose

keperawatan, perencananaan keperawatan, implementasi keperawatan, serta

dilakukanya evaluasi keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian adalah suatu bentuk pengumpulan data yang dilakukan

melalui wawancara yang bertujuan untuk mendapatkan data subjektif dan

data objektif . Data– data yang akan dikaji yaitu berupa identitas pasien,

riwayat kesehtan keluarga, pemeriksaan fisik, pola fungsi kesehatan

pasien dan analisa data.

b. Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yaitu masalah keperawatan yang timbul menurut

hasil dari pengkajian yang dilakukan sehingga perawat dapat menentukan

perencanaan yang akan dilakukan pada pasien sehingga dapat mencapai

tujuan yang diharapkan.

c. Intervensi
49

Intervensi yaitu perencanaan tindakan yang akan dilakukan pada pasien

untuk menurunkan, mencegah dan merubah status kesehatan pasien.

d. Implementasi

Implementasi yaitu pelaksanaan tindakan dari intevensi.

e. Evaluasi

Evaluasi yaitu penilaian dari intervensi yang telah dilakukan, apakah

berhasil atau tidak dan melakukan perencanaan selanjutnya.

2. Teknik Relaksasi Napas Dalam

Relaksasi nafas dalam adalah proses keperawatan yang mengajarkan suatu

teknik kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam dimana nafas

akan menjadi lambat dan menahan inspirasi secara maksimal serta bagaimana

menghembuskan kembali nafas secara perlahan sehingga dengan melakukan

teknik relaksasi nafas dalam secara baik dan benar dapat menurunkan

intensitas nyeri yang dirasakan, dan juga dapat meningkatkan ventilasi paru

dan meningkatkan oksigenasi darah.

3. Pengertian nyeri

Nyeri merupakan gejala atau respon dari berbagai kelainan tubuh organik

maupun fugsional. Nyeri sebagai sensasi tidak menyenangkan yang dirasakan

tubuh melibatkan emosi seseorang ketika merasakan nyeri. Nyeridisebabkan

oleh stimulus yang berasal dari dalam intrakranial atau exstrakranial.


50

F. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang di gunakan yaitu:

1. wawancara diguanakan oleh peneliti untuk mendapatkan dan mengumpulkan

data-data tentang pasien. Seperti :identitas pasien, keluhan utama, riwayat

penyakit sekarang, dahulu keluarga. Dan untuk memperoleh data melalui

wawancara tersebut dapat dilakukan dan di peroleh dari pasien dan keluarga.

2. Observasi dan Pemeriksaan Fisik

selain melalui wawancara untuk memperoleh data dapat dilakukan

pengumpulan data melalui observasi dan pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik

disini dilakukan dengan cara:

a. inspeksi (melihat) dan mengevaluasi secara visual untuk mengkaji/menilai

pasien, dengan menginspeksi bagian tubuh dapat mendeteksi karakteristik

normal atau tanda fisik yang signifikan.

b. palpasi (meraba) dapat dilakukan pengukuran melalui sentuhsn tangan

terhadap tanda fisik termasuk posisi, ukuran, kekenyalan, kekerasan,

tekstur dan mobilitas.

c. perkusi (mengetuk) dimana menepuk permukaan tubuh secara ringan dan

tajam, untuk menetukan posisi, ukuran dan densitas struktur atau cairan

serta udara yang di bawahnya.

d. auskultasi (mendengar) adanya suara gerakan dalam paru-paru, terbentuk

oleh thorax, jantung, pembuluh darah, dan bagian dalam/viscera abdomen.

3. Studi dokumentasi dan angket


51

Memperoleh datamelalui wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik tentang

penyakit yang diderita pasien.

G. Analisa Data

Analisa data dilakukan pengumpulan data sampai semua data terkumpul.

Analisa dilakukan dengan cara mengemukakan fakta dan membandingkan dengan

teori. Teknik yang digunakan adalah dengan menarasikan jawaban dari hasil

pengumpulan data (wawancara, observasi) yang dilakukan untuk menjawab

rumusan masalah dan tujuan penelitian. Urutan dalam analisa adalah:

1. Pengumpulan data

Data yang dikumpulkan dari hasil wawancara, observasi, studi dokumen

dituliskan dalam bentuk catatan.

2. Penyajian data

Penyajian data dilakukan dalam bentuk tabel, disertai narasi, kerahasian

responden tetap harus diperhatikan.

3. Kesimpulan

Data yang disajiakan selanjutnya dibahas dan dibandingkan dengan hasil

penelitian sebelumnya dan teori-teori yang mendukung. dilakukan sesuai

dengan tahapan asuhan keperawatan pengkajian, diagnosa, perencanaan,

tindakan, evaluasi.
52

H. Etika Penelitian

Dicantumkan etika yang mendasari suatu penelitian, terdiri dari :

1. Prinsip manfaat (Beneficience)

Prinsip ini berarti bahwa responden bebas dari penderitaan, eksploitasi,

memperhatikan risiko yang akan terjadi, dan keuntungan yang akan

didapatkan klien. Partisipasi responden dalam mengikuti penelitian serta

informasi yang telah diberikan, tidak dipergunakan untuk hal-hal yang tidak

menguntungkan responden dalam bentuk apapun. Responden mendapatkan

manfaat dari perlakuan yang diberikan, yaitu terhadap penurunan tekanan

darahpada penderita penyakit hipertensi. Tindakan yang diberikan merupakan

tindakan keperawatan alternatif yang tidak memiliki risiko cidera dan

merugikan.

2. Prinsip menghargai hak asasi manusia (respect human dignity)

Hak untuk menjadi responden berarti hak untuk mendapatkan jaminan

dari perlakuan yang diberikan dan pemberian informed consent. Sebelum

penelitian dilakukan, responden mendapatkan penjelasan secara lengkap

melalui informed consent yang diberikan. Penjelasan yang diberikan berupa

tujuan penelitian, prosedur, dan keuntungan yang didapat. Pada saat

dilaksanakannya penelitian, responden berhak menanyakan hal-hal yang

kurang jelas mengenai penelitian dan mendapatkan informasi ulang dari

peneliti. Responden juga berhak untuk menentukan keikusertaannya dalam

penelitian, menghentikan proses intervensi, dan memutuskan untuk berhenti


53

menjadi responden. Tidak ada unsur paksaan bagi responden yang menolak

untuk menjadi responden penelitian, karena penelitian ini bersifat sukarela.

3. Prinsip keadilan (right for justice)

Responden berhak bahwa semua data yang telah diberikan selama

penelitian disimpan dan dijaga kerahasiaannya. Peneliti telah merahasiakan

data klien dengan cara memberikan nomor sebagai pengganti nama klien yang

berarti bahwa identitas responden klien hanya diketahui oleh penelian.


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaranumum Lokasi Penelitian

Kelurahan kasiguncu berada di Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso dan

berada diwilaya kerja Puskesmas Mapane. Penelitian melakukan penelitian di

kelurahan kasiguncu kurang lebih satu minggu dengan tindakan keperawatan yang

diterapkan yaitu penerapan Teknik Relaksasi Napas Dalam Terhadap Kontrol

Nyeri Pada Asuhan Keperawatan Dengan Kasus Rheumatoid Artritis.

1.Biodata Klien

Pengkajian dimulai pada hari Rabu tanggal 18 Juli 2018 Pukul 15:00

WITA. Di Kelurahan Kasiguncu Kecamatan Poso Pesisir Kabupaten Poso.

Dengan metode wawancara kepada klien dan juga kepada keluarga klien,

observasi langsung pada klien, pemeriksaan fisik dan juga permeriksaan Lab.

Sehingga penulis mendapatkan data sebagai berikut: Klien bernama Ny.Y. usia

64 Tahun jenis kelamin perempuan, alamat Kelurahan Kasiguncu, beragama

Kristen, suku Pamona klien di Diagnosa menderita Rheumatoid Artritis setelah

melakukan pemeriksaan di Puskesmas Mapane pada tanggal 18 Juli 2018,

dengan hasil pemeriksaan darah untuk asam urat (AU. Acid) 7,8 mg/dl.

54
55

Penanggung jawab klien yaitu Ny.R. Jenis kelamin perempuan, hubungan

dengan klien anak kandung. Alamat, kelurahan Kasiguncu dan pekerjaan ibu

rumah tangga.

2.Pengkajian

Saat dilakukan pengkajian, Ny. Y mengeluh merasa nyeri pada lutut. Rasa

sakit yang dirasakan oleh klien hanya terasa pada daerah lutut saja. Skala nyeri

yang dirasakan pada saat dilakukan pengkajian yaitu dengan skala 6( nyeri

sedang) Ny.Y juga mengatakanrasa nyeri dirasakan saatdingin pada pagi hari,

malam hari, dan saat berdiri setelah duduk lama.

Ny. Y memahami tentang penyakit dan penatalaksanaan kesehatan yang

ada, sehingga Ny. Y melakukan pemeriksaan dan juga mengikuti posyandu

lansia yang dilakukan setiap bulan.

Adapun obat-obatan yang biasanya dikonsumsi atau diminum oleh klien

saat merasakan nyeri pada lutut yaitu: Alupurinol 2x1, Piroxicam 2x1, Calac

2x1. Ny. Y mengatakan telah mengikuti dan mendapat imunisasi. Tetanus,

Difteri, Influenza. Klien juga mengatakan tidak memiliki riwayat alergi pada

obat-obatan, makanan dan juga keadaan lingkungan sekitar. Adapun penyakit

yang diderita bukan hanya menderita penyakit Rheumatoid Artritis saja tetapi

juga klien menderita penyakit Mag dan juga Hipertensi. Namun penyakit yang

sering di derita atau penyakit yang sering menimbulkan rasa nyeri yaitu rasa

nyeri pada daerah lutut. Ny. Y saat ini bekerja sebagai ibu rumah tangga yang

hanya melakukan pekerjaan dapur dan juga menjaga cucu di rumah.


56

3.Sistem Pendukung

Apabilah penyakit yang di derita oleh Ny. Y kambuh lagi maka Ny. Y

pergi ke pelayanan kesehatan untuk berobat dan di tangani oleh Bidan dan juga

Perawat yang ada di Pelayanan kesehatan. Keluarga Ny. Y mengatakan bahwa

jarak pelayanan kesehatan dengan tempat tinggal klien sekitar ± 1 kilo meter.

Klien mengatakan tidak ada perawatan sehari-hari yang dilakukan oleh keluarga

kepadanya selain mengantarkan ke pelayanan kesehatan untuk berobat dan juga

mengingatkan untuk minum obat apabilah penyakita atau rasa sakit pada

lututnya datang lagi.

Ny. Y mengatakan pandangan dirinya tentang penyakit yang di alami yang

berhubungan dengan kesehatannya yaitu klien mengatakan sakit adalah hal

yang wajar dan pasti akan dialami oleh semua orang klien juga mengatakan

pasrah dengan penyakit yang di alami dan berusaha

mencari jalan keluar tentang bagaimana cara untuk dapat menangani nyeri

yang dirasakan terutama pada daerah lutut. Saat ini klien hanya mampu

melakukan kegiatan dirumah saja. Seperti memasak dan merawat cucu.      

4.Pengkajian Status Fungsional

Berdasarkan Indeks KATZ menujukan bahwa Ny. Y masih dapat

melakukan kemandirian dalam hal makanan, berpindah, ke kamar kecil,

berpakain dan juga mandi.

Pola metabolik pada Ny. Y saat dilakukan pengkajian dengan metode

wawancara kepada klien dan juga kelurga didapatkan hasil klien makan 3 kali
57

sehari dengan porsi, 1 porsi di habiskan, nafsu makan baik, jenis makanan yang

biasanya dikonsumsi oleh klien yaitu nasi, sayur, ikan. Begitu juga dengan

kebutuhan minum. Saat dilakukan wawancara dan juga observasi kepada klien

dan juga keluarga, klien mengatakan bahwa minum 8 kali dalam sehari, jenis

minuman yang biasa di minum air putih, dan juga susu 2 kali dalam sehari

dengan takaran 400 cc.

Pola eliminasi pada klien, setelah dilakukan pengkajian dengan metode

wawancara, didapatkan hasil. Klien mengatakan BAB dalam sehari 2 kali,

konsistensi BAB tidak menentu dan bau khas feses. BAK 10 dalam sehari,

warna kuning, bau khas BAK.

Pola istirahat dan tidur, Ny. Y mengatakan tidur tidak teratur terkadang

tidur pada siang hari hanya sekitar 1,5 jam pada siang hari dan pada malam hari

sekitar 9 jam

Pola kebersihan diri, saat dilakukan pengakajian melalui metode

wawancara dan juga observasi di dapatkan hasil data klien mengatakan mandi

3x dalam sehari, mandi dengan menggunakan air hangat,mandi dengan

menggunakan sabu dan juga sampo, klien juga tidak lupa untuk mengosok gigi.

5.Pemeriksaan Fisik

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik melalui inspeksi dan palpasi

didapatkan data keadaan umum baik, tekanan darah 150/90 mmHg, nadi

80x/mnt, pernafasan 20x/mnt, suhu tubuh 37,00 C,  berat badan 68 kg dan tinggi
58

badan  150 cm. Pemeriksaan dilakukan pada Ny. Y dengan melakukan metode

pemeriksaan persistem yaitu:

a. Kepala

Saat dilakukan pengkajian di dapatkan hasil bentuk kepala bulat atau

brachiocephalus, kulit kepala tampak terlihat bersih, rambut pendek

berombak, rambut beruban, dan tidak terdapat nyeri tekan pada kepala.

b. Fungsi sensoris

1). Penglihatan 

Saat dilakukan pengkajian. Bentuk mata simetris kiri dan kanan, mata

sipit bola mata berbentuk bulat, konjungtiva anemis, pupil mata isokor

(normal apabilah di beri rangsangan cahaya). Ny. Y mengatakan bahwa

merasa sulit untuk melihat dan membaca objek atau tulisan dari dekat dan

hanya di bantu dengan kaca mata karena klien mengalami Hipermetropi

(rabun dekat).

2). Pendengaran

Saat dilakukan pengkajian, Bentuk telinga simetris antara kiri dan kanan,

tidak terdapat pengeluaran serumen, pendengaran mulai berkurang dan

tidak terdapat nyeri tekan.

3). Penciuman
59

Bentuk hidung tidak terlalu mancung, simetris antara lubang hidung

sebelah kiri dan kanan. Masih dapat membedakan bau, dan tidak

terdapat nyeri tekan pada daerah hidung.

4). Pengecapan   

Saat dilakukan pengkajian pada system pengecapan, klien dapat

membedakan rasa.

5). Sistem pernapasan

Bentuk dada barell chest, tidak terdapat benjolan pada daerah dada,

terdapat pergerakan dada saat bernapas, pernapasan 20x/mnt, tidak

terdapat suara napas tambahan dan tidak terdapat nyeri tekana pada

daerah dada.

c. Sistem kardiovaskuler

Saat dilakukan pengkajian di dapatkan hasil TD: 150/90 mmhg, N: 80x/mnt.

d. Sistem gastrointestinal 

Bentuk perut bulat, tidak terdapat lesi atau luka bekas oprasi, tidak terdapat

nyeri tekan. BAB  2x sehari

e. Sistem genitourinarius 

Saat dilakukan pengkajian BAK 10 kali sehari.

f. Sistem integumen    
60

turgor kulit tidak elastis, warna kulit sawo matang, kulit mulai keriput dan

tidak terdapat alergi pada kulit.        

g. Sistem muskuloskeletal 

Saat dilakukan pengkajian fisik di dapatkan hasil, simetris antara ekstremitas

tangan kiri dan kanan, kaki kiri dan kanan, jumlah jari tangan dan kaki

lengkap 10 buah, bentuk kaki O terdapat kelainan bentuk pada kaki

khususnya pada lutut, nyeri saat dingin dan pada saat berdiri setelah duduk

lama, nyeri skala 6 (nyeri sedang) dan nyeri dirasakan hanya di sekitar lutut.

Kekuatan otot tangan kiri dan kanan 5/5 atau mampu menggerakan

persendian dan mampu melawan gaya gravitasi dengan penuh. Sedangkan,

untuk ekstremitas bawah sebelah kanan, klien hanya mampu untuk tegakdan

terdapat nyeri tekan.

h.  Psikologis

Keluarga Ny. Y mengatakan bahwa klien terkadang sudah mulai pelupa,

daya ingat sudah berkurang. Proses berpikir masih baik. Ny.Y mengatakan

rajin mengikuti ibadah lansia dan juga tidak lupa untuk berdo’a sebelum

makan dan juga sebelum tidur. Klien mengatakan mempunyai harapan di

usianya yang sudah semakin tua dan dalam keadaanya yang sekarang sedang

sakit, klien bisah menghabiskan waktu bersama dengan keluarganya.

6.Pengkajian Status Sosial


61

Berdasarkan APGAR keluarga hasil pengkajian status sosial menunjukan

bahwa klien selalu merasa puas terhadap pernyataan yang terdapat pada

APGAR keluarga dengan skor nilai 10 dari 5 pernyataan.

7.Data Penunjang

Setelah dilakukan pemeriksaan LAB melalui pemeriksaan darah pada tanggal

19 Juli 2018 didapatkan hasil nilai untuk pemeriksaan asam urat (AU. Acid) 7,8

mg/dl. dengan nilai normal untuk AU Acid 3,7-5,6 gr/dl.

8.Perumusan Masalah

Dari hasil pengkajian dan observasi yang telah dilakukan pada klien dan

juga keluarga pada tanggal 18 Juli 2018 penulis melakukan analisa data dan

merumuskan masalah diagnosa keperawatan yang ditandai dengan data

subjektif, Ny. Y mengatakan merasakan nyeri pada daerah lutut sebelah kanan,

Ny. Y juga mengatakan merasa nyeri apabilah dingin, dan juga ketika berdiri

setelah duduk lama.

Data objektif, keadaan umum baik, ekspresi waja Ny. Y tampak meringis

kesakitan saat dilakukan pengkajian dengan cara palpasi pada daerah lutut

sebelah kanan, Nyeri yang dirasakan dengan skala 6 (nyeri sedang ) dari 1-10,

Kekuatan otot ekstremitas atas 5/5 dan kekuatan otot ekstremitas 5/5.

Setelah dilakukan perumusan masalah sesuai dengan data subjektif dan

data objektif yang diperoleh dari pengkajian dan juga observasi. Maka penulis
62

menentukan diagnosa keperawatan yang menjadi prioritas utama yaitu. Nyeri

akut berhubungan dengan agen cidera biologis.

9. Intervensi Keperawatan

4.1. Implementasi keperawatan

No Diagnosa Tujuan & criteria Intervensi (NIC)

keperawatan hasil (NOC)

1 Nyeri akut Setelah dilakukan


1. 1.kaji secar komprehensif
berhubungan dengan
tindakan tentang nyeri meliputi:
Agen cidera biologis
keperawatan 6x24 lokasi, karakteristik,
yang ditandai
dengan: jam nyeri terkontrol durasi, frekuensi,

DS: -Ny. Y deng- an kriteria: kualitas, intensitas/

mengatakan - Melaporkan rasa beratnya nyeri, dan faktor


merasakan
nyeri lutut –faktor presipitasi.
nyeri pada
daerah lutut terkontrol
2.Gunakan komunikasi
sebelah kanan. - Ekspresi wajah
terapeutik agar klien
63

-Ny. Y juga rileks dapat mengespresikan


mengatakan
- Menggunakan nyeri.
merasa nyeri
tehnik relaksasi 3.Ajarkan penggunaan
apabilah dingin,
dan juga ketika napas dalam tehnik non farmakologi
berdiri setelah
untuk mengontrol yaitu tenik relaksasi
duduk lama.
nyeri napas dalam.
DO: keadaan umum
baik - Mengurangi 4. menganjurkan untuk
- ekspresi waja
aktivitas berat mengurangi aktivitas –
tampak
yang aktivitas yang dapat
meringis
kesakitan saat menimbulkan menimbulkan nyeri
dilakukan
nyeri pada lutut. pada daerah lutut.
pengkajian
4.evaluasi keefektitifan
dengan cara
palpasi pada dan tindakan
daerah lutut
mengontrol nyeri.
sebelah kanan.
64

10. Pelaksanaan dan evaluasi

a. Pelaksanaan

4.2 Implementasi keperawatan

Tanggal/waktu Implementasi

kamis tanggal 19 Juli 1. Mengkaji secara komprehensif tentang nyeri


2018
meliputi: lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
Pagi. Pukul : 07:00
kualitas, intensitas/ beratnya nyeri, dan faktor-
WITA
faktor presipitasi. Dengan hasi: Nyeri dirasakan di

bagian lutut sebelah kanan,rasa sakit ini dirasakan

pada pagi hari dan juga malam hari apabila dingin

dan saat berdiri setelah duduk lama.

2. Menggunakan komunikasi terapeutik agar klien


65

Pukul 07.15 WITA dapat mengespresikan atau menjelaskan nyeri yang

dirasakan. Dengan hasil :Klien mengerti dan juga

mampu memberikan informasi tentang rasa nyeri

yang dirasakan dengan koperatif.

3. Mengajarkan penggunaan tenik non farmakologi

Pukul 07.30 WITA yaitu tehnik relaksasi napas dalam selama 15-20

menit, dengan cara usahakan klien rileks dan

tenang, menarik nafas yang dalam melalui hidung

dengan hitungan 1,2,3 kemudian tahan sekitar 5-10

detik, hembuskan nafas melalui mulut secara

perlahan- lahan, ulangi sampai 15 kali dengan

selingan istirahat singkat setiap 5 kali.

Pukul 18.00 WITA 4. menjelaskan dan menganjurkan klien untuk

mengurangi aktivitas- aktivitas yang dapat

menimbulkan nyeri pada daerah lutut klien. Seperti

berjalan pada jarak yang jauh, mendaki gunung dan

mengagkat benda yang berat.

Jumat 20 juli 2018 1. Melakukan pengkajian nyeri pada daerah lutut Ny.

Pukul 07:00 WITA Y dengan hasil klien mengatakan nyeri yang

dirasakan pada lutut sebelah kanan, nyeri yang

dirasakan masi sama dengan rasa nyeri seperti


66

pada saat pengkajian nyeri di hari pertama klien

juga mengatakan merasa nyeri saat berdiri setelah

duduk lama.

Pukul 07.30 WITA 2. melakukan penaganan nyeri pada lutut klien dengan

melakukan teknik relaksasi napas dalam selama 15-

20 menit

Pukul 17:00WITA 3. menganjurkan klien untuk mengatur pola tidur atau

istirahat dengan baik.

Pukul 17:15 WITA 4. melakukan penaganan nyeri pada lutut klien dengan

melakukan teknik relaksasi napas dalam selama 15-

20 menit

Sabtu 21 juli 2018 1. Melakukan pengkajian nyeri pada daerah lutut klien

Pukul 07:15 WITA

Pukul 17:30 WITA


2 Menganjurkan klien untuk memperhatikan dan

melakukan terapi secara mandiri apabilah

merasakan nyeri pada daerah lutut.


Pukul 18:00 WITA
3.melakukan penanganan nyeri dengan teknik relaksasi

napas dalam selama 15-20 menit


Minggu 22 juli 2018
1. melakukan pengkajian nyeri pada klien
Pukul 07:15 WITA
67

Pukul 08:00 WITA 2.peneliti kembali melakukan penanganan nyeri

dengan teknik relaksasi napas dalam selama 15-20.

Pukul 17:30WITA 3. peneliti kembali melakukan penanganan nyeri pada

dengan teknik relaksasi napas dalam selama 15-20,

dengan hasil klien mengatakan nyeri yang di

rasakan mulai berkurang dari 5 menjadi 4 dari (1-

10). Namun masih dalam skala nyeri sedang.

Senin 23 juli 2018 1. melakukan evaluasi tindakan mandiri yang

Pukul 07:00 WITA dilakukan oleh klien.

Pukul 07:15 WITA 2.penulis kembali melakukan penanganan nyeri

dengan terknik relaksasi napas dalam selama 15-20

menit.

Pukul 17:00 WITA 3. melakukan evaluasi tindakan mandiri yang

dilakukan oleh klien untuk menangani nyeri

Pukul 17:30 WITA 4. melakukan penanganan nyeri dengan teknik

relaksasi napas dalam selama 15-20 menit

Selasa 24 juli 2018 1. penulis melakukan evaluasi tindakan mandiri yang

Pukul 08:00 WITA dilakukan klien dengan teknik relaksasi napas


68

dalam. Dengan hasil klien mengatakan sudah

melakukan tindakan secara mandiri saat

beristirahat.

11. Evaluasi

4.3 Catatan perkembangan

Waktu /tanggal Implementasi Perkembangan keperawatan


19-07-2018 1.Melakukan pengkajian nyeri S:-Klien mengatakan nyeri
Pukul 07.00
WITA pada daerah lutut klien dengan yang dirasakan pada lutut

hasil. sebelah kanan.

Pukul 07:15 2. Menggunakan komunikasi -Klien mengatakan rasa sakit


WITA
terapeutik agar klien dapat ini di rasakan pada pagi dan

mengespresikan atau juga malam hari apabilah

menjelaskan nyeri yang dingin dan saat berdiri

dirasakan setelah duduk lama.

Sore Pukul 3. Mengajarkan penggunaan - klien mengatakan suda


69

17:30 WITA tenik non farmakologi yaitu mengurangi aktivitasnya.

tehnik relaksasi napas dalam

selama 15-20 menit, O: klien dapat melakukan

4. Menganjurkan klien untuk teknik napas dalam yang


Pukul 18:00
WITA mengurangi aktivitas-aktivitas di ajarkan

yang dapat menimbulkan

nyeri pada daerah lutut klien. A: Masalah nyeri belum

terkontrol

P: Lanjutkan intervensi

pengkajian nyeri dan

kontrol nyeri dengan

teknik relaksasi napas

dalam.

20-07-2018 1. Melakukan pengkajian nyeri S: Klien mengatakan


Pukul 07.00
Telah mengontrol nyeri
WITA pada daerah lutut Ny. Y
dengan teknik relaksasi
Pukul 07:30 2. Melakukan penanganan nyeri
napas dalam bila timbul
WITA
klien dengan melakukan O:klien dapat melakukan
teknik relaksasi yang di
teknik relaksasi napas
ajarkan
dalamrapi selama 15-20

A: Masalah nyeri belum


70

menit. terkontrol
Pukul 17:00
WITA
3.Menganjurkan klien untuk P: Lanjutkan intervensi

mengatur pola tidur atau pengkajian nyeri dan juga


penanganan nyeri dengan
Pukul 17:15 istirahat dengan baik.
teknik relaksasi napas
WITA
dalam.
4. Melakukan penanganan nyeri

klien dengan melakukan teknik

relaksasi napas dalam selama

15-20 menit.dengan hasil:

klien mengatakan masih

merasa nyeri pada daerah lutut

sebelah kanan.

21-07-2018 1. Melakukan pengkajian nyeri S: -Klien mengatakan masih


Pukul 07.15
merasakan nyeri pada
pada daerah lutut klien
lutut sebelah kanan.
dengan hasil: klien
- klien mengatakan
mengatakan masih
menerima anjuran yang
merasakan nyeri pada lutut
di sampaikan kepadanya
sebelah kanan.
untuk memperhatikan
Pukul 08:00
WITA 2.Melakukan penanganan nyeri
dan melakukan relaksasi
dengan teknik relaksasi napas
napas dalam secara
dalam selama 15-30 menit
mandiri dirumah.
71

dengan hasil: skala nyeri 5 O: klien tampak melakukan


teknik relaksasi napas
dari (1-10) nyeri sedang
Sore Pukul dalam saat melakukan
17:30WITA 3. Menganjurkan klien untuk
pengkajian.
memperhatikan dan A: Masalah belum teratasi

melakukan terapi secara


P: Lanjutkan intervensi
mandiri apabilah merasakan
pengkajian nyeri dan
nyeri pada daerah lutut. penanganan nyeri dengan
teknik relaksasi napas
dalam.

Pukul 18:00
WITA 4.Melakukan penanganan nyeri

dengan terapi teknik relaksasi

napas dalam hangat selama 15-

20 menit pada lutut yang nyeri,

dengan hasil: klien mengatakan

nyeri masih sama seperti nyeri

sebelumnya.

22 – 07 2018
Pukul 07:30 1.Peneliti kembali melakukan S: Klien mengatakan bila
WITA
penanganan nyeri pada lutut nyeri timbul klien dapat
mengontol dengan
dengan teknik relaksasi napas
menggunakan teknik
72

dalamrapi selama 15-30 menit relaksasi napas dalam.

O:klien mampu melakukan


Sore Pukul 2.Melakukan pengkajian nyeri
teknik nonfarmakologi
17: 30 WITA
pada klien dengan hasil: klien A: Masalah nyeri dapat
terkontrol
mengatakan masih merasakan

nyeri pada lutut.


P: Lanjutkan intervensi
Pukul 17:30 3.Penelit melakukan penanganan melakukan pengkajian
WITA
nyeri dan penanganan
nyeri di daerah lutut dengan
nyeri dengan terapi teknik
melakukan teknik relaksasi
relaksasi napas dalam.
napas dalam selama 15-30

menit.

1.Melakukan evaluasi tindakan


Senin, 23 Juli
mandiri yang dilakukan oleh
2018 pukul
klien, dengan hasil: klien S: Klien mengatakan nyeri
Pagi. 07:00
mengatakan sudah melakukan yang di rasakan dapat di
WITA.
tindakan mandiri dengan cara kontrol dengan
melakukan teknik relaksasi menggunakan teknik
napas dalam apabilah sedang relaksasi napas dalam
beristirahat di rumah.
2.Peneliti kembali melakukan O:- ekspresi waja tidak
Pukul 07:15
WITA penanganan nyeri dengan meringis
teknik relaksasi napas
73

dalamselama 15-30 menit. A: Masalah nyeri dapat


terkontrol jika nyeri timbul
klien melakukan teknik
napas dalam.
P: Lanjutkan intervensi
evaluasi tindakan mandiri
klien.

1.Penulis melakukan evaluasi


tindakan mandiri yang S: Klien mengatakan sudah
Selasa 24juli
2018 dilakukan klien dengan teknik melakukan tindakan secara
Pukul 08:00
relaksasi napas dalam. Dengan mandiri dengan meakukan
WITA
hasil: klien mengatakan sudah teknik relaksasi napas
melakukan tindakan secara dalam selama 15-20 menit
mandiri saat klien merasakan pada daerah lutut yang
nyeri timbul nyeri
O: ekspresi waja tidak
meringis

A: Masalah nyeri dapat


terkontrol jika nyeri timbul
klien melakukan teknik
napas dalam.

P: Pertahankan intervensi
74

B. Pembahasan

Proses Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar

manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,

implementasi dan evaluasi. Penulisan akan membahas tentang ` aplikasi tindakan

penerapan tehnik relaksasi napas dalam terhadap kontrol nyeri pada asuhan

keperawatan dengan kasusu rheumatoid artritis di kelurahan kasiguncu kecamatan

poso pesisir kabupaten poso.

1. Pengkajian

Dalam pengkajian penulis terhadap Ny.Y didapatkan data bahwa

klien mengeluh nyeri pada lutut. Rasa sakit yang dirasakan oleh klien hanya

terasa pada daerah lutut sebelah kanan, dirasakan pada pagi hari dan saat

berdiri setelah duduk lama.Menurut Mardiyono, (2012). Kronologi gejala

klinis pasien penyakit rheumatoid artritis umumnya disertai tanda berupa

nyeri sendi pada pagi hari dan setelah duduk lama. Dan didukung oleh terori

Hidayat (2013), bahwa kronologi penyakit rheumatoid artritis yaitu nyeri

sendi pada pagi hari dan setelah duduk lama. Berdasarkan hasil pengkajian

pada Ny.Y dengan kasus Rheumatoid artritis telah sesuai dengan teori yang

ditemukan oleh Peneliti sebelumya berupa nyeri sendi pada pagi hari dan

setelah duduk sehingga tidak ada kesenjangan teori.


75

Skala nyeri yang dirasakan pada saat dilakukan pengkajian yaitu

dengan skala 6( nyeri sedang). Ny.Y juga mengatakanrasa nyeri dirasakan

saat dingin pada pagi hari, malam hari, dan saat berdiri setelah duduk lama.

Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa telah terjadi kerusakan jaringan,

yang harus menjadi pertimbangan utama saat melakukan pengkajian pada

pasien yang mengalami atau meraskan nyeri. International Association for

Study of Pain (IASP), mendefinisikan nyeri merupakan pengalaman sensoris

subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan.

Adapun obat-obatan yang biasanya di konsumsi atau diminum oleh

klien saat merasakan nyeri pada lutut yaitu: Alupurinol 2x1 500 mg/tablet,

Piroxicam 2x1 10 mg/tablet, calac 2x1 500 mg/tablet. Namun, obat- oabatan

yang diminum oleh klien di berhentikan sementara waktu agar penulis bisah

melihat hasil dari terapi non farmakologi yang di terapkan melalui teknik

relaksasi napas dalam pada klien selama satu minggu. Dan setelah dilakukan

tindakan terapi non farmakologi kepada klien ternyata penerapan teknik

relaksasi napas dalam berhasil mengontor dan menurunkan nyeri yang

dirasakan. Dan sekarang klien hanya dianjurkan minum obat alupurinol 2x1

500 mg/tablet jika merasa nyei.

Nyeri yang terjadi pada penderita Rheumatoid artritis yaitu saat system

imun menyerang sinovial atau lapisan yang mengelilingi sendi menjadi

inflamasi sehingga terjadi penebalan synovial pada tulang rawan dan tulang
76

dalam sendi sehingga menyebabkan peradangan dan kemudian

mengakibatkan rasa nyeri pada sendi. Menurut Aspian (2014).

2. Diagnosa keperawatan

Berdasarkan teori yang yang ditemukan penulis, menurut Nanda NIC-

NOC (2015) diagnosa keperawatan yang sering muncul pada klien dengan

kasus Rheumatoid artritis yaitu nyeri akut, hambatan mobilitas fisik,

gangguan citra tubuh, Risiko jatuh, Defisit perawatan diri mandi, Defisit

perawatan diri eliminasi. Dan berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan

penulis hanya berfokus pada satu diagnosa saja yaitu nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis.

Diagnosa keperawatan yang menjadi prioritas utama yang dijadikan

sebagai fokus pada penelitian ini yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera biologis dengan data subjektif, Ny. Y mengatakan merasakan nyeri

pada daerah lutut sebelah kanan, Ny. Y juga mengatakan merasa nyeri apabila

udara dingin, dan juga ketika berdiri setelah duduk lama. Dan data objektif

keadaan umum baik, Ny. Y tampak kesakitan saat dilakukan pengkaian

dengan cara palpasi pada daerah lutut sebelah kanan, kekuatan otot 5/5 dan

5/5. Menurut Nurarif (2013). Untuk diagnosa nyeri akut berhubungan dengan

agen cidera biologis intervensi keperawatan meliputi, kriteria hasil dimana

klien mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi nyeri,

mencari bantuan. Klien melaporkan bahwa dapat mengontrol bila nyeri timbul
77

dengan menggunakan teknik relaksasi napas dalam. Dan tidak ditemukan

kesenjagan teoi yang ada.

3. Intervensi keperawatan

Prioritas diagnosa pada asuhan keperawatan NY.Y adalah sebagai berikut:

Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi mukosa lambung tujuan yang ingin

dicapai adalah setelah dilakukan tindakan keperawatan 6x24 jam terkontrol

dengan criteria hasil: melaporkan rasa nyeri lutut terkontrol, ekspresi wajah

rileks, wajah klien tidak meringis, menggunakan tehnik relaksasi napas dalam

saat mengontol nyeri. Intervensi yang dapat dilakukan yang pertama adalah

mengkaji secara komprehensif tentang nyeri meliputi: lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, intensitas/beratnya nyeri tujuan untuk mengetahui

tingkat nyeri klien. Menggunkan komunikasi terapeutik agar klien dapat

mengespresikan nyeri tujuannya menjalin kerja sama antara perawat dan

klien. Mengajarkan tehnik non farmakologi yaitu tehnik relaksasi napas

dalam. Tujuannya agar klien bisa mengetahui tehnik relaksasi napas dalam.

Melakukan tehnik non farmakologi untuk mengurangi nyeri yaitu tehnik

relaksasi napas dalam yang diberikan selama 15-20 menit. Tujuannya untuk

mempercepat proses penyembuhan. Intevensi yang peneliti lakukan sudah

sesuai dengan Nanda NIC-NOC (2015).

Menurut Demir. (2012), dari hasil penelitianya mengatakan teknik

relaksasi napas dalam dapat menghambat rasa nyeri dengan cara


78

mengistrahatkan atau rileksasi otot – otot tubuh maka kebutuhan oksigen ke

jaringan lebih baik dan metabolisme sel berubah dari anaerob menjadi aerob

sehingga penimbunan asam laktat tidak terjadi dengan relaksasi napas dalam

diharapkan ventilasi paru bertambah baik, tubuh kaya akan oksigen, maka

metabolisme dapat berjalan dengan baik dan otak akan relaksasi, sehingga

implus nyeri yang diterima akan diolah dengan baik dan diinterpretasikan

sehingga nyeri berkurang dikalangan lansia, mudah dilakukan dirumah,

biayanya terjangkau, efisien, dan tidak membahayakan lansia dari segi

kesehatan fisik. Priharjo Robert (2010).

4. Implementasi

Tindakan keperawatan yang dilakukan oleh peneliti dalam mengatasi

diagnosa keperawatan pada Ny.Y yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen

cidera biologis inflamasi selama 6 hari, penulis sudah melakukan tindakan

sesuai intervensi keperawatan yaitu: Mengkaji secara komprehensif tentang

nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas

/beratnya nyeri. Menggunakan komunikasi terapeutik agar klien dapat

mengespresikan nyeri. Mengajarkan penggunaan tehnik non farmakologi

yaitu tehnik relaksasi napas dalam. Melakukan tehnik non farmakologi untuk

mengontrol nyeri yaitu tehnik relaksasi napas dalam. Tehnik relaksasi napas

dalam adalah metode penyembuhan atau terapi komplementer dalam


79

meningkatkan relaksasi otot dan mobilitas, menurunkan nyeri sendi dan

menghilangkan kekakuan sendi pagi hari.

Hasil penelitian yang di lakukan pada klien Ny. Y setelah dilakukan

penerapan tehnik Relaksasi napas dalam selama 6 hari dengan 8 kali

penerapan tehnik relaksasi napas dalam menunjukan perubahan yang

signifikan, klien Ny.Y mengatakan sebelum diberikan penerapan tehnik

relaksasi napas dalam klien merasakan nyeri dengan skala 6 (sedang). Tapi

setelah di lakukan tindakan penerapan teknik relaksasi napas dalam selama 8

kali klien merasakan nyerinya sudah terkontrol dan dapat beraktivitas

kembali. Sebelumnya Ny.Y jarang atau bahkan belum pernah melakukan

terapi pengobatan nyeri Rheumatoid artritis dengan menggunakan teknik

relaksasi napas dalam. Ny.Y mengandalkan obat-obat medis.Setelah Ny.Y

melakukan penerapan teknik relaksasi napas dalam, intensitas nyeri menjadi

terkontrol karena efek dari napas dalam yang dapat mengurangi stress,dan

memberikan perasaan nyaman.

Penelitian sebelumnya ditemukan oleh (Syafudin 2006 dalam

Saragih,2010), didalam menanganai nyeri yaitu dengan melakukan teknik

relaksasi napas dalam waktu 8 hari. Mendapatkan hasil evaluasi masalah

teratasi dengan intervensi yang tepat. Dalam penelitian dilakukan pada Ny. Y

terdapat kesenjangan antara peneliti sebelumnya dengan peneliti yang

sekarang peneliti lakukan. terdapat perbedaan 2 hari untuk mendapat evaluasi


80

dengan masalah nyeri terkontrol. Dimana pada peneliti sebelumnya dalam

waktu 8 hari peneliti mampu mendapat evaluasi dengan masalah teratasi.

Sedangakan pada penelitian yang di lakukan pada Ny. Y memerlukan waktu

6 hari agar dapat mendapatkan evaluasi dengan masalah teratasi.

Dan diperkuat oleh ( Smeltzer & Bare 2002) (teknik relaksasi napas

dalam) adalah teknik pernapasan diafragma yang mengacu pada pendataran

kubu diafragma selama inspirasi yang mengakibatkan pembesaran abdomen

bagian atas sejalan desakan udara masuk selama inspirasi dan keefektifan

latihan teknik relaksasi napas dalam sebaiknya dilakukan selama 15-20 menit

guna mendapatkan hasil yang maksimal sehingga dapat meminimalkan nyeri

yang dirasakan. Teknik relaksasi napas dalam diduga dapat menurunkan

derajat nyeri, menurunkan persepsi nyeri, dengan stimulus sistem kontrol

desendes. Yang mengakibatkan lebih sedikit stimulus nyeri yang

ditransmisikan ke otak. Keefektifan teknik relaksasi napas dalam tergantung

pada kemampuan klien untuk menerima dan membangkitkan input sensori

selain nyeri.Terapi napas dalam adalah suatu usaha untuk meningkatkan

ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah.

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh ,tehnik relaksasi napas

dalam memiliki pengaruh dengan mengurangi intensitas nyeri Rheumatoid

artritis dimana Ny,Y mengalami penurunan intensitas nyeri setelah dilakuan

penerapan tehnik relaksasi napas dalam selama 15-20 menit.


81

Jadi dapat di tarik kesimpulan bahwa penerapan teknik relaksasi napas

dalam dengan 8 kali pemberian pagi dan sore hari selama 6 hari dalam waktu

15-20 menit dapat menurunkan nyeri yang dirasakan Ny.Y.

5. Evaluasi

Evaluasi keperawatan pada Ny.Y dilakukan selama 6 hari untuk

diagnosa nyeri didapatkan hasil evaluasi data subjektif klien mengatakan

nyeri pada daerah lutut sebelah kanan, nyeri dirasakan saat udara dingin, dan

juga berdiri setelah duduk lama. Data objektif nyeri tekan pada lutut sebelah

kanan, ekspresi waja meringis. Analisa masalah nyeri akut teratasi planing

pertahankan intervensi dan penatalaksanaan terapi medis.

Penelitian sebelumnya ditemukan oleh ( Syafudin 2006 dalam

Saragih,2010), didalam menanganai nyeri yaitu dengan melakukan teknik

relaksasi napas dalam waktu 8 hari. Mendapatkan hasil evaluasi masalah

teratasi dengan intervensi yang tepat. Dalam penelitian pada Ny. Y terdapat

kesenjangan antara peneliti sebelumnya dengan peneliti yang sekarang

peneliti lakukan. terdapat perbedaan 2 hari untuk mendapat evaluasi dengan

masalah teratasi. Dimana pada peneliti sebelumnya dalam waktu 8 hari

peneliti mampu mendapat evaluasi dengan masalah teratasi. Sedangakan pada

penelitian yang di lakukan pada Ny. Y memerlukan waktu 6 hari agar dapat

mendapatkan evaluasi dengan masalah teratasi.


82
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Setelah penulis melakukan tindakan penerapan teknik relaksasi napas

dalam terhadap kontrol nyeri pada asuhan keperawatan dengan kasus rheumatoid

artritis di kelurahan kasiguncu kecamatan poso pesisisr kabupaten poso.

1. Pada pengkajian Ny.Y dengan Rheumotoid artritis di dapatkan data nyeri

pada daerah lutut sebelah kanan, nyeri dirasakan saat udara dingin dan juga

saat berdiri setelah duduk lama, nyeri tekan pada lutut sebelah kanan.

2. Diagnosa keperawatan prioritas pada Ny. Y adalah nyeri akut berhubungan

dengan agen cidera biologis

3. Intervensi keperawatan utama pada Ny. Y dengan rheumatoid artritis adalah

Teknin relaksasi napas dalam dilakukan 2x/ hari selama 15-20 menit.

4. Implementasi keperawatan pada Ny. Y yaitu teknik relaksasi napas dalam.

5. Evaluasi keperawatan Ny. Y yaitu setelah dilakukan teknik relaksasi napas

dalam selama 8 kali dalam kurun waktu 6 hari didapatkan hasil nyeri yang

dirasakan klien dapat terkontrol.

83
84

B. Saran

setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada Ny. Y dengan kasus

rheumatoid artritis, penulis memberikan saran dan masukan yang positif kepada

bidang kesehatan antara lain:

1. Bagi Klien

Peneulis mengharapkan setelah mendapatkan penanganan nyeri yang

dirasakan melalui penerapan teknik relaksasi napas dalam klien dapat

memonitoring dan melakukan tindakan secara mandiri di rumah apabilah

merasakan nyeri.

2. Bagi tenaga kesehatan

Bagi tenaga kesehatan puskesmas untuk menerapkan intervensi atau tindakan

keperawatan untuk mengurangi nyeri bagi penderita rheumatoid artritis

dengan teknik relaksasi napas dalam yang diberikan selama 15-20 menit.

3. Peneliti

Selain sebagai tambahan pengalaman baru penulis juga dapat menjadikan

sebagai pelajaran untuk lebih giat lagi mencari informasi-informasi yang

berkaitan dengan penerapan –penerapan non farmakologi yang dapat

mengatasi masalah yang didapatkan atau dialami oleh klien.


DAFTAR PUSTAKA

soediman et al, 2015. Gambaran Tentang Penderita Rheumatoid artritis Diperoleh


tanggal 13 Februari 2018.Teknik Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Penurunan
nyeri D Pada Penderita rheumatoid artritis.Muhammad Nurman.pdf
https://www.scribd.com/doc/297885021/Sop-teknik-relaksasi-napas-dalam.
(Diakses tanggal 18 April 2018).
Arthritis Foundation, (2015), Arthritis Foundation Scientific Strategy. 205-2020,
http://www.arthritis.org /Documents/arthritis-foundationscientific-strategy.pdf
(Di akses tanggal 08 maret 2018).
Aspiani & Yuli Reni. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan, Aplikasi NANDA NIC
dan NOC. Jilid 1. Jakarta: TIM.
Babakal, Ismanto, Ndede (2015). Teknik relaksasi napas dalam pada tempat
penyuntikkan terhadap respon nyeri pada bayi saat imunisasi di puskesmas
tanawangko kabupaten minahasa.ejournal keperawatan (e-Kp) Volume 3.
Nomor 1. (Di akses tanggal, 19 Apri 2018)
Bintang, Ennye ,(2016). Menilai Skala Nyeri. Di ambil dari:
https://www.scribd.com/doc/311579157/Menilai-Skala-Nyeri. (Di akses
tanggal 24 April 2018).
Choy, E., (2012), Understanding the dynamics: pathways involved in the
pathogenesis of rheumatoid arthritis, Rheumatology, 2012 ;51:v3-v11.
doi:10.1093 /rheumatology/kes113.(Di akses tanggal 05 April 2018).
Dewi, setyoadi & Widastra 2011). (2012). Pengaruh relaksasi napas dalam dalam
Menurunkan Skala Nyeri pada Lansia yang Mengalami Nyeri Rematik Di Panti
Sosial Tresna Werdha Teratai Palembang.www.banyuasinkab.go. (Di akses
tanggal 16 mei 2018).
Hippobaliat,(2016). Waspada! Penyakit Rematik Sendi dan Tulang. Di ambil dari:
http://hippobali.com/waspada-penyakit-rematik-sendi-dan-tulang/. ( Di akses
tanggal 11 april 2018).
La Ode, Sharif.2012. Asuhan Keperawatan rheumatoid atritis berstandarkan Nanda
NIC-NOC dilengkapi Teori dan Contoh Kasus Askep. Nuha Medika: Nuha
Medika.

85
86

Lukman, & Ningsih, (2012). Asuhan Keperawatan Klien dengn Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika.
Lutfi Chabib, Zullies Ikawati, Ronny Martien, Hilda Ismail. (2016). Review
Rheumatoid Arthritis: Terapi Farmakologi, Potensi Kurkumin dan Analognya,
serta Pengembangan Sistem Nanopartikel. Jurnal Pharmascience,Vol.03.
No.1:10-18.(Di akses tanggal 09 April 2018).

Muchlisin, Riadi, (2013). Pengertian, klasifikasi, Faktor dan Pengukuran Nyeri.Di


ambil dari:https://www.kajianpustaka.com/2013/07/pengetian-klasifikasi-
faktor-dan.html. (Di aksestanggal 20 April 2018).
Nurarif, Amin Huda, (2013) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC –NOC. Jakarta: MediAction.
Nurarif & Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC. Edisi Revisi Jilid 3. Jogjakarta: Mediaction.
Dina dewi, setioadi, Santi. Teknik relaksasi napas dalam terhadap penurunan tingkat
nyeri klien lansia dengan nyeri rematik. DK.Vol.01. No.01:73-80.2013.(Di
akses tanggal 16 mei 2018).
Sasono, Mardiono, (2012). Pengaruh terapi range of motion (rom) dalam
menurunkan skala nyeri penyakit artritis rheumatoid pada lansia di panti
sosial tresna werdha warga tama indralaya. Jurnal Harapan Bangsa Vol.1
No.1.(Di akses tanggal 10 April 2018).
Siti, Nur Kholifah,(2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan: Keperawatan
Gerontik. Di ambil dari: https://www.google.co.id/search?q=Siti
%2C+Nur+Kholifah%2C(2016).+Modul+Bahan+Ajar+Cetak+Keperawatan
%3A+Keperawatan+Gerontik&oq=Siti%2C+Nur+Kholifah%2C(2016).
+Modul+Bahan+Ajar+Cetak+Keperawatan
%3A+Keperawatan+Gerontik&aqs=chrome..69i57.1324j0j7&sourceid=chrome
&ie=UTF-8. (Di akses tanggal 24 April 2018).
Wilkinson, Judith M, (2016). Diagnosis Keperawatan : diagnosis NANDA-I,
intervensi NIC, hasil NOC. Edisi. 10. Jakarta: EGC.
Dinas kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah Kabupaten poso. (2017). Jumlah
Penderita Rheumatoid Arthritis di Sulawesi Tengah.
WHO. (2015).id.Wikipedia.org/wiki/lansia_tahun_2015. Diakses 29 April 2018
Nurarif & kusman. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC-NOC, Jakrta: MediaAction.

Riskasdes (2013). Riset Kesehatan Dasar Tentang Penyakit Sendi. Diakses dari
87

www.litbang.depkes.go.id.Pada tanggal 15 maret 2018

Tamsuri. (2007). Konsep dan penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC

Wilkinson, Judith. M, (2016). Buku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA-1,


Intervensi NIC, Hasil NOC. Edisi 10. Jakarta : EGC
smeltzer & bare,( 2007). Konsep teknik relaksasi.Jakarta.EGC.

th
Bulechek, G. (2013). Nursing interventions Classification (NIC). 6 Edition.
Missouri: Elseiver Mosby.

Bulechek, G. (2013). Nursing Outcome Classification (NOC). 6 thEdition. Missouri:


Elseiver Mosby.

Data penderita Rheimatoid artritis Puskesmas Mapane tahun 2016-2018 Prevalensi


Penyakit rheumatoid artritis

Aspiani Yuli Reni, (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik Aplikasi
NANDA NIC dan Noc. Jilid 1, Jakarta : TIM

Anda mungkin juga menyukai