Anda di halaman 1dari 104

HALAMAN JUDUL

PENERAPAN LATIHAN RANGE OF MOTION (ROM) PASIF TERHADAP


KEKUATAN OTOT PADA ASUHAN KEPERAWATAN
DENGAN KASUS STROKE NON HEMORAGIK
DI RSUD POSO

KARYA TULIS ILMIAH

Diajukan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan program


Pendidikan Diploma III Kesehatan Politeknik Kesehatan
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan
Prodi D-III Keperawatan Poso

Oleh
MOH. FADEL
NIM. PO 0220216027

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN POSO
TAHUN 2019
ii
iii
iv

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh tim penguji
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Palu Jurusan Keperawatan Program
Studi D-III Keperawatan Poso pada tanggal 31 Juli 2019

Nama : MOH. FADEL


Nim : PO0220216027

Poso, 31 Juli 2019


Pembimbing I

Nirva Rantesigi,S.Kep.Ns.MM.
NIP.197104271990022001

Poso, 31 Juli 2019


Pembimbing II

Ns. I Made Nursana, S.Kep, M.Kes


NIP.197106231995031002

Menyetujui,
Ketua Program Studi Keperawatan

Abdul Malik Lawira, S.Kep.Ns.,M.Kes


NIP. 197111021996031001
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui oleh Tim Penguji Poltekkes
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Program Studi D-III Keperawatan Poso pada
tanggal 31 Juli 2019

NAMA : MOH. FADEL


NIM : PO0220216027

Poso, 31 Juli 2019

Penguji 1

Ni Made Ridla Nilasanti, S.Kep,Ns,M.Biomed


NIP.198301302006042002
Penguji 2

H. Amir. S.Kep. Ns. MM


NIP. 197404011995041004
Penguji 3

Dafrosia Darmi Manggasa. S.Kep. Ns. M.Biomed


NIP. 198106082005012003

Mengetahui Menyetujui
Direktur Poltekkes Kemenkes Palu Ketua Jurusan Keperawatan

Nasrul SKM,M.KES Selvi Alfrida Mangundap,S.Kp.M,Si


Nip.196804051988021001 NIP. 196604191989032002

v
vi

ABSTRAK

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU

JURUSAN KEPERAWATAN PRODI DIII KEPERAWATAN POSO

Moh, Fadel, 2019 Penerapan Latihan Range Of Motion Pasif Terhadap


Kekuatan Otot pada Asuhan Keperawatan Tn. J Dengan Kasus Stroke
Non Hemoragik di Ruang Stroke Center Care RSUD Poso.
Pembimbing: (1) Nirva Rantesigi (2) I Made Nursana

ABSTRAK

Xii + 81 halaman + 7 tabel + 8 lampiran


Latar Belakang stroke merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah
ke otak terganggu atau berkurang, akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh
darah. Tanpa darah, otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi,
sehinggah sel-sel pada sebagian area otak akan mati. Kondisi ini menyebabkan
bagian tubuh yang dikendalikan oleh area otak yang rusak tidak dapat berfungsi
dengan baik. Tujuan mengetahui penerapan latihan Range Of Motion (ROM) pasif
terhadap kekuatan otot pada asuhan keperawatan dengan kasus stroke non
hemoragik di RSUD Poso. Metode Penelitian yaitu dengan menggunakan metode
pendekatan deskriptif desain penelitian studi kasus. Hasil terdapat pengaruh dalam
pemberian latihan ROM pasif terhadap kekuatan otot pada penderita penyakit
stroke non hemoragik. Kesimpulan skala kekuatan otot sesudah diberikan latihan
ROM pasif pada pasien stroke non hemoragik mengalami peningkatan kekuatan
otot, pada ekstremitas atas bagian kanan dan kiri dari skala 4 menjadi 5 dan
ekstremitas bawah bagian kanan dari skala 4 menjadi skala 5, bagian kiri dari skala
1 menjadi skala 4. Saran Diharapkan bagi perawat yang bertugas di Ruang Stroke
Center RSUD Poso dapat memberikan latihan ROM 1- 2 kali sehari pada penderita
Stroke.

Kata Kunci : stroke non hemoragik, kelumpuhan, rom pasif

Daftar Rujukan : 26 (2002-2019)


KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat yang telah
diberikan-Nya, sehingga Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Penerapan latihan
Range Of Motion (ROM) Pasif Terhadap Kekuatan Otot Pada Asuhan
Keperawatan Dengan Kasus Stroke Non Hemoragik di RSUD Poso” ini bisa
terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Terutama kepada kedua orang tua saya Muhadjir Djugara, S.Ag dan ibu saya
Sa’da Usman yang telah membesarkan dan mendidik saya sehingga menjadi seperti
sekarang. Selalu mendukung, memberikan nasihat dan memotivasi agar saya selalu
sabar dan ikhlas selama penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
Karya Tulis Ilmiah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih banyak berbagai pihak yang telah
membantu penulis, kepada :
1. Nasrul, SKM,M.Kes. Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan
Palu
2. Direktur RSUD Poso yang telah memberikan izin dan informasi selama penulis
melakukan penelitian di Ruang Stroke Center RSUD Poso.
3. Selvi Alfrida Mangundap,S.Kp.M,Si Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik
Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu
4. Abd. Malik Lawira,S.Kep.Ns.M.Kes. Ketua Program Studi Keperawatan
Politekknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu Prodi D-III Keperawatan
Poso
5. Nirva Rantesigi,S.Kep.Ns.MM. Pembimbing 1 yang telah memberikan saran
dan memberikan masukan dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.
6. Ns. I Made Nursana,S.Kep.M.Kes. Pembimbing 2 yang telah memberikan saran
dan masukan dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah ini.
7. Ni Made Ridla Nilasanti, S.Kep,Ns,M.Biomed, H. Amir, S.kep,Ns. MM dan
Dafrosia Darmi Manggasa. S.Kep.Ns,M.Biomed selaku tim penguji yang telah
memberikan kritik dan saran yang positif sehingga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
di selesaikan.

vii
viii

8. Kepala ruangan dan staf ruangan NSCC RSUD Poso yang telah memberikan
ilmu dan informasi selama penulis melakukan penelitian.
9. Kadar Ramadhan SKM.MKM. selaku Pembimbing Akademik yang telah
membimbing penulis selama belajar di Poltekkes Kemenkes Palu Prodi Poso
10. Kakak satu-satunya Fadlia Muhadjir, SKM bersama suaminya Safrudin
Muchlis, Lc yang selalu memberikan motivasi, dan serta nasehat selama
penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.
11. Bapak/Ibu dan Tenaga Kependidikan Program Studi Keperawatan Poso yang
selama ini telah banyak memberikan bantuan kepada penulis
12. Para kolega saya terutama, Aldi, Anto, Dayat, Franly, Farhan, Fadlan, Rizki,
Rizal Fahmi, Riki, Steven yang telah memberikan dukungan walaupun lebih
banyak bermainnya, motivasi dan selalu menemani dalam senang maupun
susah, sehingga saya dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.
13. Teman-teman perempuan seangkatan 2016 dan Aini Pakaya, yang selalu
menyemangati dan memberikan dukungan sehingga saya dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah ini.
Penulis menyadari dengan segala keterbatasan pengetahuan dan
kemampuan yang dimiliki penulis maka Karya Tulis Ilmia ini masih jauh dari
kesempurnaan, maka dari itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat
diharapkan penulis untuk dijadikan sebagai perbaikan dalam penyusunan hasil
penelitian.
Poso, Juli 2019

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL............................................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................iv
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI ........................................................................ v
ABSTRAK ...........................................................................................................................vi
DAFTAR ISI........................................................................................................................ v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................vi
DAFTAR TABEL ...............................................................................................................vii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................
A. Latar Belakang ...................................................................................................... 1
B. Batasan Masaalah ................................................................................................. 2
C. Rumusan Masalah ................................................................................................. 3
D. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 4
E. Manfaat Penelitian ................................................................................................ 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................... 7
A. Konsep Dasar Stroke ............................................................................................ 8
1. Pengertian ............................................................................................................. 8
2. Etiologi ................................................................................................................. 9
3. Manifestasi klinis (Setyopranoto, I., 2011) ......................................................... 10
4. Patofisiologi ........................................................................................................ 11
5. Patway ................................................................................................................ 12
6. Laboratorium ...................................................................................................... 13
7. Komplikasi ......................................................................................................... 14
8. Diagnosa (Menurut Judith Wilkinson, 2014), ..................................................... 15
9. Penatalaksanaan .................................................................................................. 16
10. Faktor Resiko ...................................................................................................... 17
B. Konsep Range of Motion (ROM) ........................................................................ 18
1. Pengertian Range of Motion (ROM) ................................................................... 19
2. Tujuan Range of Motion (ROM) ......................................................................... 20
3. Manfaat Range of Motion (ROM) ....................................................................... 21

ix
x

4. Prinsip Range of Motion (ROM) ......................................................................... 22


5. Jenis – jenis Latihan of Motion (ROM) .............................................................. 23
6. Indikasi Range of Motion (ROM) ....................................................................... 24
C. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke .................................................................. 25
1. Pengkajian Keperawatan ..................................................................................... 26
2. Diagnosa dan intervensi keperawatan ................................................................ 27
3. Implementasi ...................................................................................................... 28
4. Evaluasi .............................................................................................................. 29
BAB III .............................................................................................................................. 42
METODE PENELITIAN ................................................................................................... 43
A. Jenis penelitian ................................................................................................... 44
B. Lokasi dan waktu penelitian ............................................................................... 45
C. Subyek studi kasus .............................................................................................. 46
D. Fokus studi .......................................................................................................... 47
E. Definisi operasional ............................................................................................ 48
F. Pengumpulan data ............................................................................................... 49
G. Etika penelitian ................................................................................................... 46
BAB IV .............................................................................................................................. 47
HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................................... 48
A. Gambaran Lokasi Penelitian ............................................................................... 49
B. Hasil Penelitian ................................................................................................... 50
1. Biodata pasien ..................................................................................................... 51
2. Pengkajian .......................................................................................................... 52
3. Data penunjang ................................................................................................... 53
4. Terapi medis ....................................................................................................... 54
5. Analisa data ........................................................................................................ 55
6. Rencana keperawatan ......................................................................................... 56
7. Catatan perkembangan ........................................................................................ 57
C. Pembahasan ........................................................................................................ 58
1. Pengkajian .......................................................................................................... 59
2. Diagnosa keperawatan ........................................................................................ 60
3. Intervensi ............................................................................................................ 61
4. Implementasi ...................................................................................................... 62
5. Evaluasi .............................................................................................................. 63
BAB V ............................................................................................................................... 64
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................................... 65
A. Kesimpulan ......................................................................................................... 66
B. Saran ................................................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 68

xi
xii

Persyaratan Keaslian Tulisan

Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Moh Fadel

NIM : PO0220216027

Jurusan/Prodi : Keperawatan Poso

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa Karya Tulis Ilmiah yang

saya tulis ini benar-benar hasil karya saya sendiri, bukan merupakan

pengambilan tulisan atau pikiran yang lain yang saya akui sebagai hasil

tulisan atau pikiran saya sendiri. Apabila kemudian hari terbukti atau

dibuktikan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini hasil ciplakan maka saya bersedia

menerima sanksi perbuatan tersebut.

Poso, .Juli 2019


Yang Membuat Pernyataan

Moh Fadel
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Standar Operasional Prosedur ROM

Lampiran 2 : Surat Informed Consent

Lampiran 3 : Surat Perjanjian Pengambilan Data

Lampiran 4 : Format Pengkajian Asuhan Keperawatan

Lampiran 5 : Surat Perjanjian Penelitian

Lampiran 6 : Surat keterangan Selesai Penelitian

Lampiran 7 : Surat keaslian penulis

Lampiran 8 : Dokumentasi Asuhan Keperawatan ROM pasif

xiii
xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Pengukuran Kekuatan Otot

Tabel 2.2 : Intervensi Asuhan Keperawatan

Tabel 4.1 : Data Penunjang

Tabel 4.2 : Terapi Medis

Tabel 4.3 : Analisa data

Tabel 4.4 : Rencana Keperawatan

Tabel 4.5 : Catatan perkembangan


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 : Pathway Stroke

Gambar 2.1 : Range Of Motion (ROM) Pasif

xv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Stroke merupakan urutan kedua penyakit mematikan setelah jantung.

Serangan stroke lebih banyak dipicu karena hipertensi yang disebut silent

killer, diabetes melitus, obesitas dan berbagai gangguan aliran darah ke

otak. (Pudiastuti, 2014). Angka kejadian stroke di dunia kira – kira 200 per

100.000 penduduk dalam setahun. Stroke usia 35 – 44 tahun sekitar 0,2%,

usia 45 – 54 tahun sekitar 0,7%, usia 55 – 64 tahun sekitar 1,8%, usia 65 –

74 tahun sekitar 2,7%, usia 75 – 85 sekitar 10,4% (Pudiastuti, 2014). Data

yang lebih rinci oleh American Heart Association/American Stroke

Association (AHA/ASA) dalam Heart Disease and Stroke Statistics 2017

Updates, menyebutkan bahwa di Amerika rata-rata setiap 40 detik

seseorang mengalami stroke dan setiap 4 menit seseorang meninggal akibat

stroke (Roger et al., 2017).

Di Indonesia, diperkirakan setiap tahun terjadi 500.000 penduduk

terkena serangan stroke dan sekitar 2,5% atau 125.000 orang meninggal

(PDPERSI, 2010), sedangkan sisanya mengalami cacat ringan bahkan

menjadi cacat berat (Pudiastuti, 2014). Di Indonesia usia pasien stroke pada

umumnya berkisar pada usia lebih dari 45 tahun (Audina & Halimuddin,

2016).

Sulawesi Tengah sendiri prevelensi penyakit stroke juga mengalami

peningkatan dari 8,6 % di tahun 2013 menjadi 10 %, pada tahun 2018

(Riskesdas, 2018).

1
2

Pada tahun 2018 kasus stroke terutama di kabupaten Poso

mengalami peningkatan setiap tahunnya dimana pada tahun 2017 tercatat

603 kasus meningkat pada tahun 2018 sebanyak 369 kasus jadi, 972 kasus

(Dinkes Poso,2018). Berdasarkan hasil survei awal di lokasi penelitian yaitu

RSUD Poso tahun 2017 jumlah penderita stroke yang di rawat di Rumah

Sakit Umum Poso sebanyak 287 pasien. Berdasarkan data yang jumlah

penderita stroke sebanyak 199 pasien (Juli s/d Desember 2018). Untuk

bulan januari terdapat penderita stroke sebanyak 11 pasien. (Data RSUD

Poso,2019).

Stroke mengakibatkan ada penurunan parsial/total gerakan lengan

dan tungkai, bermasalah dalam berpikir dan mengingat, menderita depresi,

dan mengalami kesulitan berbicara, menelan, serta membedakan kanan dan

kiri Menurut (Dourman, 2013). Penurunan parsial / total gerakan lengan dan

tungkai Menurut (Lingga 2013), merupakan suatu Kelumpuhan dimana

terjadi cacat pada salah satu sisi tubuh (himeplegia), jika dampaknya tidak

terlalu parah hanya menyebabkan anggota tubuh tersebut menjadi tidak

bertenaga atau dalam bahasa medis disebut hemipareses. Kelumpuhan dapat

terjadi di berbagai bagian tubuh, mulai dari wajah, tangan, kaki, lidah, dan

tenggorokan. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh menyebabkan pasien

malas menggerakkan tubuhnya yang sehat sehingga persendian akhirnya

menjadi kaku, malas bergerak, serta akan menyulitkan proses pemulihan

anggota gerak namun juga menyebabkan sisi tubuh yang normal akhirnya

ikut cacat. Untuk mencegah hal tersebut, pasien perlu melakukan latihan

fisik secara rutin.


Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi

kelumpuhan adalah dengan menerapkan latihan fisik tersebut salah satunya

mobilisasi persendian yaitu dengan latihan Range of Motion (ROM). Range

of Motion (ROM) atau bisa dikenal dengan latihan rentang gerak, adalah

latihan gerak sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan

pergerakan otot, dimana klien menggerakkan masing-masing persendiannya

sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Perry & Potter

(2006). Latihan Range of Motion (ROM) merupakan salah satu bentuk

latihan untuk mencegah terjadinya kelumpuhan pada pasien stroke.

(Pudiastuti, 2014)

Penelitian oleh Lynch, et al. (2005) menyimpulkan bahwa latihan

ROM dapat meningkatkan fleksibilitas sendi. Begitu juga penelitian Astrid

(2011) mendapatkan hasil bahwa kekuatan otot meningkat dan kemampuan

fungsional meningkat secara signifikan setelah diberikan latihan.

Berdasarkan pengalaman selama praktik klinik di RS, latihan ROM

dilakukan pada penderita stroke dilakukan hanya sehari sekali karena

keterbatasan tenaga keperawatan hal ini memperlambat proses

penyembuhan, untuk mengatasi hal tersebut perawat hanya mengajarkan

cara latihan ROM pada keluarga. Jadi latihan ROM hanya dilakukan oleh

keluarga, tidak pernah di evaluasi oleh perawat sampai klien pulang ke

rumah.

Berdasarakan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk

meneliti tentang Penerapan Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif

3
4

Terhadap Kekuatan Otot pada Asuhan Keperawatan Pasien dengan kasus

Stroke Non Hemoragik di Rumah Sakit Umum Daerah Poso’’.

B. Batasan Masaalah

Aspek kasus yang dibatasi untuk diteliti oleh peniliti, pada studi kasus ini

“Penerapan latihan Range of Motion (ROM) pasif terhadap kekuatan otot

pada asuhan keperawatan dengan kasus stroke non hemoragik’

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut: Bagaimana Penerapan Latihan Range Of Motion (ROM) Pasif

Terhadap Kekuatan Otot Pada Asuhan Keperawatan secara komprehensif

Dengan Kasus Stroke Non Hemoragik di Rumah Sakit Umum Daerah Poso?

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui penerapan latihan Range of Motion (rom) pasif

terhadap kekuatan otot pada asuhan keperawatan dengan kasus stroke

non hemoragik di Rumah Sakit Umum Daerah Poso.

2. Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian secara komprehensif pada pasien dengan

kasus stroke non hemoragik.

b. Menentukan diagnosa keperawatan pada kasus stroke non

hemoragik.

c. Menyusun intervensi keperawatan yang sesuai pada kasus stroke non

hemoragik.
d. Melakukan implementasi keperawatan pada kasus stroke non

hemoragik.

e. Melakukan evaluasi terhadap tindakan yang dilakukan pada kasus

stroke non hemoragik.

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang

latihan Range Of Motion (ROM) sehinggah dapat dijadikan masukan

perawat untuk meningkatkan kualitas pelayanan perawatan di rumah

sakit.

2. Bagi Institusi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan bacaan bagi

adik-adik mahasiswa dan menambah keluasan ilmu dalam bidang

keperawatan.

3. Bagi Peneliti

Memperoleh pengalaman dalam mengimplementasikan latihan range of

motion (rom) pasif pada pasien stroke non hemoragik.

4. Bagi Pasien

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan pasien

stroke tentang menajemen kesehatan terutama dalam hal latihan

kekuatan otot.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Stroke

1. Pengertian

Stroke adalah kehilangan fungi otak yang diakibatkan oleh berhentinya

suplai darah ke bagian otak (Smelzher C Suzanne, 2002). Stroke menurut

World Health Organization (WHO) adalah tanda-tanda klinis yang berkembang

cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global), dengan gejala-gejala

yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian,

tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler (Mutaqqin, 2008).

Dari beberapa pengertian di atas dapat diambil kesimpulan stroke

merupakan suatu kondisi yang terjadi ketika pasokan darah ke otak terganggu

atau berkurang, akibat penyumbatan atau pecahnya pembuluh darah. Tanpa

darah, otak tidak akan mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi, sehinggah sel-

sel pada sebagian area otak akan mati. Kondisi ini menyebabkan bagian tubuh

yang dikendalikan oleh area otak yang rusak tidak dapat berfungsi dengan baik.

2. Etiologi

Stroke dibagi menjadi 2 jenis yaitu : stroke iskemik dan stroke hemoragik

a. Stroke iskemik (non hemoragic) yaitu tersumbatnya pembuluh darah yang

menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.

Stroke iskemik ini dibagi menjadi 3 jenis,yaitu :

7
8

1) Stroke trombotik: proses terbentuknya thrombus yang membuat

pengumpalan

2) Stroke embolik: tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah

3) Hipoperfusion sistemik: berkurangnya aliran darah ke seluruh bagian

tubuh karena adanya gangguan denyut jantung.

b. Stroke hemoragik disebabkan pecahnya pembuluh darah otak. Hampir 70%

kasus stroke hemoragik terjadi pada penderita hipertensi.

Stroke stroke hemoragik ada2 jenis, yaitu:

1) Hemoragik intraserebral : pendarahan yang terjadi di dalam jaringan otak.

2) Hemoragik subaraknoid : pendarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid

(ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan yang menutupi

otak

3. Manifestasi klinis (Setyopranoto, I., 2011)

a. Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separuh badan

b. Tiba-tiba hilang rasa peka

c. Bicara cadel atau pelo

d. Gangguan bicara dan Bahasa

e. Gangguan penglihatan

f. Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai

g. Gangguan daya ingat

h. Nyeri kepala hebat

i. Vertigo

j. Kesadaran menurun
9

k. Proses kencing terganggu

l. Gangguan fungsi otak

4. Patofisiologi

Otak sangat tergantung pada oksigen dan tidak mempunyai persediaan

suplai oksigen. Pada saat terjadi anoksia sebaiman pada CVA, metabolisme serebral

akan segera mengalami perubahan dan kematian sel dan kerusakan permanen dapat

terjadi dalam 3-10 menit. Banyak kondisi yang merubah perfusi serebral yang akan

menyebabkan hipoksia atau anoksia. Hipoksia pertama kali menimbulkan iskemia.

Iskemia dalam waktu singkat (kurang dari 10-15 menit) menyebabkan deficit

sementara. Iskemia dalam waktu yang lama menyebabkan kematian sel permanen

dan infark serebral dengan disertai edema serebral. Tipe defisit fokal permanen

akan tergantung pada daerah otak yang dipengaruhi. Daerah otak yang di pengaruhi

tergangtung pada pembuluh darah serebral yang dipengaruhi. Paling umum

pembuluh darah yang dipengaruhi adalah middle cerebral arteri, yang kedua adalah

arteri korotis interna. Stroke trombotik adalah tipe stroke yang paling umum,

dimana sering dikaitkan dengan aterosklerotik dan menyebabkan penyempitan

lumen arteri, sehingga menyebabkan gangguan suplai darah yang menuju ke otak.

Fase awal dari thrombus tidak selalu menyumbat komplit lumen. Penyumbatan

komplit dapat terjadi beberapa jam. Gejala-gejala dari CVA akibat thrombus terjadi

selama tidur atau segera setelah bangun. Hal ini berkaitan pada orang tua aktivitas

simpatisnya menurun dan sikap berbaring menyebabkan menurunnya tekanan

darah, yang akan menimbulkan iskemik otak. Pada orang ini biasanya mempunyai

hipotensi postural atau buruknya refleks terhadap perubahan posisi. Tanda dan
10

gejala sering memperlihatkan keadaan yang lebih buruk pada 48 jam pertama

setelah thrombosis.

Stroke embolik yang disebabkan embolus adalah penyebab umum kedua

dari stroke. Klien yang mengalami stroke akibat embolis biasanya usianya lebih

mudah dan paling umum embolus berasal dari thrombus jantung. Miokardial

thrombus paling umum disebabkan oleh penyakit jantung rheumatic dangan mitral

stenosis atau atrial fibrilasi. Penyebab yang lain stroke emboli adalah lemak, tumor

sel embolik, septik embolik, eksudat dari sub akut bacterial endocarditis, emboli

akibat pembedahan jantung atau vaskuler. Transient Ischemic Attack (TIA)

berkaitan dengan iskemik serebral dengan disfungsi neurologi sementara. Disfungsi

neurologi dapat berupa hilang kesadaran dan hilangnya seluruh fungsi sensorik dam

motorik, atau hanya ada defisit fokal. Defisit paling umum adalah kelemahan

kontra lateral wajah, tangan, lengan, dan tungkai, disfasia sementara dan beberapa

gangguan sensorik. Serangan iskemik berlangsung beberapa menit sampai beberapa

jam (Widagdo, Suharyanto & Aryani, 2008).


11

5. Patway

Stroke non hemoragik Stroke hemoragik


Trombus/emboli di serebral peningkatan tekanan sistemik

Peredaran darah otak terganggu Ruptur pembuluh darah

Suplai darah ke jaringan tidak adekuat perdarahan subarachnoid

hematoma serebral

Resiko Ketidakefektifan
perfusi Menekan jaringan otak
jaringan serebral
Herniasi otak/PTIK

Kesadaran menurun

Iskemik/infark jaringan Vasospasme arteri serebral saraf sentral

Defisit neurologis reversibel/ireversibel

Hemiparese kanan hemiparese kiri

Hemiparese/plegi kiri hemiparese/plegi kanan

Penekanan pada area brocca


Hambatan
mobilitas fisik
Kerusakan fungsi nervous VII & XII Tirah baring lama

Penurunan motilitas gastrointestinal


Kerusakan
Kerusakan
konstipasi integritas kulit
komunikasi verbal

Sumber : Buku NANDA NIC-NOC Jilid 3


12

6. Laboratorium

Pemeriksaan darah rutin :

1) Pemeriksaan kimia darah lengkap

a) Gula darah sewaktu

b) Kolesterol, ureum, kreatinin, asam urat, fungsi hati, enzim

SGOT/SGPT/CPK, dan profil lipid (trigliserid, LDL – HDL serta total

lipid)

2) Pemeriksaan hemostatis (darah lengkap)

a) Waktu protrombin

b) APTT

c) Kadar fibrinogen

d) D-dinner

e) INR

f) Viskositas plasma

a. Foto thorax

Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta mengidentifikasi kelainan

paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan memperburuk

prognosis.

b. CT – Scan Otak

CT – Scan mungkin tidak perlu dilakukan oleh semua pasien terutama jika

diagnosis klinisnya sudah jelas, tetapi pemeriksaan ini berguna untuk mencari

gambaran perdarahan atau infark, karena perbedaan manajemen untuk stroke


13

perdarahan dan infark. Pemeriksaan ini juga dapat menyingkirkan diagnosis

banding seperti tumor intracranial (Dinata, C. & Safritai, Y., 2013)

7. Komplikasi

Menurut, Junaidi (2011) komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke

yaitu:

a. Dekubitus merupakan tidur yang terlalu lama karena kelumpuh dapaT

mengakibatkan luka/lecet pada bagian yang menjadi tumpuan saat

berbaring, seperti pinggul, sendi kaki, pantat dan tumit. Luka dekubitus

jika dibiarkan akan menyebabkan infeksi.

b. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada kaki

yang lumpuh dan penumpukan cairan.

c. Srtoke adanya serangan defisit neurologis/kelumpuhan fokal seperti :

hemiparese, yaitu kelumpuhan sebelah badan yang kanan atau kiri,

kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan

kekauan pada otot atau sendi. Kekuatan otot melemah merupakan

terbaring lama akan menimbulkan kekauan pada otot atau sendi.

Penekanan saraf peroneus dapat menyebabkan drop foot. Selain itu dapat

terjadi kompresi saraf ulnar dan kompresi saraf femoral.

d. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini dapat dilihat dari berkurangnya

densitas mineral pada tulang. Keadaan ini dapat disebabkan oleh

imobilisasi dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari.

e. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah imobilitas,

kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian obat.


14

f. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi dan

nyeri bahu pada bagian di sisi yang lemah. Kontraktur dan nyeri bahu

(shoulder hand syndrome) terjadi pada 27% pasien stroke.

8. Diagnosa (Menurut Judith Wilkinson, 2014),

a. Resiko Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral

b. Gangguan mobilitas fisik

c. Konstipasi

d. Hambatan komunikasi verbal

e. Kerusakan integritas kulit

9. Penatalaksanaan

Penderita stroke sejak mulai sakit pertama kali dirawat sampai proses rawat

jalan di luar RS, memerlukan perawatan dan pengobatan terus menerus sampai

optimal dan mencapai keadaan fisik maksimal. Pengobatan pada stroke non

hemoragis dibedakan menjadi :

a. Pengobatan Umum

Untuk pengobatan umum ini dipakai patokan 5B, yaitu :

1) Breathing

Harus dijaga agar jalan nafas bebas dan fungsi paru-paru cukup baik. Fungsi

paru sering terganggu karena curah jantung yang kurang, maka jantung

harus dimonitor dengan seksama. Pengobatan dengan oksigen hanya perlu

bila kadar oksigen dalam darah berkurang.


15

2) Blood

a) Tekanan darah

Tekanan darah dijaga agar tetap cukup tinggi untuk mengalirkan darah

ke otak. Pada fase akut pada umumnya tekanan darah meningkat dan

secara spontan akan menurun secara gradual. Pengobatan hipertensi

pada fase akut dapat mengurangi tekanan perfusi yang justru menambah

iskemik lagi.

b) Komposisi darah

Kadar Hb dan glukosa harus dijaga cukup baik untuk metabolisme otak.

Bila terdapat polisitemia harus dilakukan hemodilusi. Pemberian infus

glukosa harus dihindari karena akan menambah terjadinya asidosis di

daerah infark yang mempermudah terjadinya edem dan karena

hiperglikemia menyebabkan perburukan fungsi neurologis dan

keluaran. Keseimbangan elektrolit harus dijaga.

3) Bowel

Defekasi dan nutrisi harus diperhatikan. Hindari terjadinya obstipasi karena

akan membuat pasien gelisah. Nutrisi harus cukup, bila perlu diberikan

melalui nasogastric tube.

4) Bladder

Miksi dan balance cairan harus diperhatikan. Jangan sampai terjadi retensio

urin. Bila terjadi inkontinensia, untuk laki-laki harus dipasang kondom

kateter, kalau wanita harus dipasang kateter tetap.


16

5) Brain

Edema otak dan kejang harus dicegah dan diatasi. Bila terjadi edema otak,

dapat dilihat dari keadaan penderita yang mengantuk, adanya bradikardi

atau dengan pemeriksaan funduskopi, dapat diberikan manitol. Untuk

mengatasi kejang-kejang yang timbul dapat diberikan Diphenylhydantion

atau Carbamazepin.

b. Pengobatan Khusus

Pada fase akut pengobatan ditujukan untuk membatasi kerusakan otak

semaksimal mungkin agar kecacatan yang ditimbulkan menjadi seminimal

mungkin. Untuk daerah yang mengalami infark, kita tidak bisa berbuat banyak.

Yang penting adalah menyelamatkan daerah di sekitar infark yang disebut

daerah penumbra.

Neuron-neuron di daerah penumbra ini sebenarnya masih hidup, akan tetapi

tidak dapat berfungsi oleh karena aliran darahnya tidak adekuat. Daerah inilah

yang harus diselamatkan agar dapat berfungsi kembali. Untuk keperluan

tersebut maka aliran darah di daerah tersebut harus diperbaiki. Menurut hukum

Hagen-Poisseuille, viskositas darah memegang peranan penting. Viskositas

darah dipengaruhi oleh :

1. Hematokrit

2. Plasma fibrinogen

3. Rigiditas eritrosit

4. Agregasi trombosit
17

a) Tromblosis

Satu- satunya obat yang diakui FDA sebagai standar adalah

pemakaian r-TPA (Recombinant - Tissue Plasminogen Activator)

yang diberikan pada penderita stroke iskemik dengan syarat tertentu

baik i.v maupun arterial dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset

stroke.

b) Antikoagulan

Obat yang diberikan adalah heparin atau heparinoid (fraxiparine).

Efek antikoagulan heparin adalah inhibisi terhadap faktor koagulasi

dan mencegah atau memperkecil pembentukkan fibrin dan propagasi

trombus. Antikoagulansia mencegah terjadinya gumpalan darah dan

embolisasi trombus. Antikoagulansia masih sering digunakan pada

penderita stroke dengan kelainan jantung yang dapat menimbulkan

embolus.

c) Anti agregasi trombosit

Obat yang dipakai untuk mencegah pengumpulan sehingga mencegah

terbentuknya trombus yang dapat menyumbat pembuluh darah. Obat

ini dapat digunakan pada TIA. Obat yang banyak digunakan adalah

asetosal (aspirin) dengan dosis 40 mg – 1,3 gram/hari. Akhir-akhir ini

digunakan tiklopidin dengan dosis 2 x 250 mg.


18

d) Neuroprotektor

Mencegah dan memblok proses yang menyebabkan kematian sel-sel

terutama di daerah penumbra. Berperan dalam menginhibisi dan

mengubah reversibilitas neuronal yang terganggu akibat ischemic

cascade. Obat-obat ini misalnya piracetam, citikolin, nimodipin,

pentoksifilin.

e) Anti edema

Obat anti edema otak adalah cairan hiperosmolar, misalnya manitol

20%, larutan gliserol 10%. Pembatasan cairan juga dapat membantu.

Dapat pula menggunakan kortikosteroid.

10. Faktor Resiko

Resiko stroke meningkat seiring dengan berat dan banyaknya faktor resiko.
Yaitu kelainan atau penyakit yang membuat seseorang lebih rentan terhadap
serangan stroke.
a. Faktro resiko yang tidak dapat dirubah
1) Usia
Stroke dapat terjadi pada semua usia, namun lebih dari 70% stroke

terjadi .pada usia di atas 45 tahun ke atas. Perubahan struktur pembuluh

darah karena penuaan dapat menjadi salah satu faktor terjadi serangan

stroke.

2) Jenis kelamin

Pria memiliki kecenderungan lebih besar untuk terkena stroke pada

usia dewasa awal dibandingkan dengan wanita dengan perbandingan 2:1.

Insiden stroke lebih tinggi terjadi pada laki-laki dari pada perempuan
19

dengan rata-rata 25%-30% Walaupun para pria lebih rawan dari pada wanita

pada usia yang lebih muda, tetapi para wanita akan menyusul setelah usia

mereka mencapai menopause. Usia dewasa awal (18-40 Tahun) perempuan

memiliki peluang yang sama juga dengan laki-laki untuk terserang stroke.

Hal ini membuktikan bahwa resiko laki-laki dan perempuan untuk

terserang stroke pada usia dewasa awal adalah sama. Pria memiliki risiko

terkena stroke iskemik atau perdarahan intra sereberal lebih tinggi sekitar

20% daripada wanita. Namun, wanita memiliki resiko perdarahan

subaraknoid sekitar 50%. Sehingga baik jenis kelamin laki-laki maupun

perempuan memiliki peluang yang sama untuk terkena stroke pada usia

dewasa awal 18-40 Tahun.

b. Faktor yang dapat dirubah

1) Stres

Pengaruh stres yang dapat ditimbulkan oleh faktor stres pada proses

aterisklerosis melalui peningkatan pengeluaran hormon seperti hormon

kortisol, epinefrin, adernaline dan ketokolamin. Dikeluarkanya hormon

kartisol, hormon adernaline atau hormon kewaspadaan lainya secara

berlebihan akan berefek pada peningkatan tekanan darah dan denyut

jantung. Sehingga bila terlalu sering dapat merusak dinding pembuluh

darah dan menyebabkan terjadinya plak. Jika sudah terbentuk plak

akanmenghambat atau berhentinya peredaran darah ke bagian otak

sehingga menyebabkan suplai darah atau oksigen tidak adekuat.


20

2) Hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah di atas normal dimana

tekanan darah sistolik diatas 140 mmHg dan tekanan distolik diatas 90

mmHg. Hipertensi dapat mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya

pembuluh darah otak, sedangkan penyempitan pembuluh darah dapat

mengurangi suplai darah otak dan menyebabkan kematian sel-sel otak.

Hipertensi mempercepat pengerasan dinding pembuluh darah arteri dan

mengakibatkan penghancuran lemak pada sel otot polos sehingga

mempercepat proses arterisklerosis, melalui efek penekanan pada sel

endotel atau lapisan dalam dinding arteri yang berakibat pembentukan plak

pada pembuluh darah semakin cepat.

3) Diabetes melitus

Diabetes melitus mempercepat terjadinya arteriskelorosis baik pada

pembuluh darah kecil maupun pembuluh darah besar atau pembuluh darah

otak dan jantung. Kadar glukosa darah yang tinggi akan menghambat

aliran darah dikarenakan pada kadar gula darah tinggi terjadinya

pengentalan darah sehingga menghamabat aliran darah ke otak. Diabetes

melitus juga dapat menimbulkan perubahan pada sistem vaskular

(pembuluh darah dan jantung), diabetes melitus mempercepat terjadinya

arteriosklerosis yang lebih berat, lebih tersebar sehingga risiko penderita

stroke meninggal lebih besar. Pasien yang memiliki riwayat diabetes

melitus dan menderita stroke mungkin diakibatkan karena riwayat diabetes

melitus diturunkan secara genetik dari keluarga dan diperparah dengan


21

pola hidup yang kurang sehat seperti banyak mengkonsumsi makanan

yang manis dan makanan siap saji yang tidak diimbangi dengan

berolahraga teratur atau cenderung malas bergerak.

4) Hiperkolestrolemia

Secara alamiah tubuh kita lewat fungsi hati membentuk kolesterol sekitar

1000 mg setiap hari dari lemak jenuh. Selain itu, tubuh banyak dipenuhi

kolesterol jika mengkonsumsi makanan berbasis hewani, kolesterol inilah

yang menempel pada permukaan dinding pembuluh darah yang semakin

hari semakin menebal dan dapat menyebabkan penyempitan dinding

pembuluh darah. Kolestrol merupakan zat di dalam aliran darah di mana

semakin tinggi kolestrol semakin besar kolestrol tertimbun pada dinding

pembuluh darah. Hal ini menyebabkan saluran pembuluh darah menjadi

lebih sempit sehingga mengganggu suplai darah ke otak. Hiperkolestrol

akan meningkatkanya LDL (lemak jahat) yang akan mengakibatkan

terbentuknya arterosklerosis yang kemudian diikuti dengan penurunan

elastisitas pembuluh darah yang akan menghambat aliran darah.

5) Merokok

Merokok adalah salah satu faktor resiko terbentuknya lesi aterosklerosis

yang paling kuat. Nikotin akan menurunkan aliran darah ke eksterminitas

dan meningkatkan frekuensi jantung atau tekanan darah dengan

menstimulasi sistem saraf simpatis. Merokok dapat menurunkan elastisitas

pembuluh darah yang disebabkan oleh kandungan nikotin di rokok dan

terganggunya konsentrasi fibrinogen, kondisi ini mempermudah terjadinya


22

penebalan dinding pembuluh darah dan peningkatan kekentalan darah.

Perlu diketahui bahwa merokok memicu produksi fibrinogen (faktor

penggumpal darah) lebih banyak sehingga merangsang timbulnya

aterosklerosis.

6) Konsumsi Alkohol

Alkohol merupakan faktor resiko untuk stroke iskemik dan kemungkinan

juga terkena serangan stroke hemoragik. Minuman beralkohol dalam

waktu 24 jam sebelum serangan stroke merupakan faktor resiko untuk

terjadinya perdarahan subarakhnoid. Alkohol merupakan racun untuk otak

dan apabila seseorang mengkonsumsi alkohol akan mengakibatkan otak

akan berhenti berfungsi.

B. Konsep Range of Motion (ROM)

1. Pengertian Range of Motion (ROM)

Range Of Motion (ROM) adalah jumlah maksimum gerakan yang

mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu

sagital, transfersal, frontal. Sagital adalah garis yang melewati tubuh dari depan

ke belakang, membagi tubuh menjadi bagian kiri dan kanan. Potongan frontal

melewati tubuh dari sisi ke sisi dan membagi tubuh menjadi bagian depan ke

belakang. Potongan transfersal adalah garis horizontal yang membagi tubuh

menjadi bagian atas dan bawah. Mobilisasi sendi disetiap potongan dibatasi

oleh ligament, otot, dan konstruksi sendi. Beberapa gerakan sendi spesifik

untuk setiap potongan. Pada potongan sagital, gerakannya adalah fleksi dan
23

ekstensi (jari-jari tangan dan siku) dan hiperekstensi (pinggul) (Adamovich &

Lewis. 2007)

Pada potongan frontal, gerakannya adalah abduksi dan adduksi (lengan

dan tungkai), eversi dan inversi (kaki). Pada potongan transfersal, gerakannya

adalah pronasi dan supinasi (tangan), rotasi internal dan eksternal (lutut), dan

dorsifleksi dan plantarfleksi (kaki). Ketika mengkaji rentang gerak, perawat

menanyakan pertanyaan dan mengobservasi dalam mengumpulkan data

tentang kekakuan sendi, pembengkakan, nyeri, keterbatsan gerak, dan gerakkan

yang tidak sama. Klien yang memiliki keterbatasan mobilisasi sendi karena

penyakit, ketidakmampuan, atau trauma membutuhkan latihan sendi untuk

mengurangi bahaya mobilisasi. Pengertian ROM lainnya adalah latihan

gerakan sendi yang memungkinkan terjadinya kontraksi dan pergerakkan otot,

dimana klien menggerakkan masing-masing persendiannya sesuai gerakan

normal secara pasif ataupun aktif (Potter & Perry, 2006).

2. Tujuan Range of Motion (ROM)

Tujuan dari Range Of Motion (ROM) yaitu :

a. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan kekutan otot

b. Mempertahankan fungsi jantung dan pernapasan

c. Mencegah kekakuan pada sendi

d. Merangsang sirkulasi darah

e. Mencegah kelainan bentuk, kekakuan dan kontraktur


24

3. Manfaat Range of Motion (ROM)


Manfaat Range of Motion (ROM), yaitu :
a. Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam melakukan

pergerakan

b. Mengkaji tulang, sendi, dan otot

c. Mencegah terjadinya kekakuan sendi

d. Memperbaiki tonus otot

e. Meningkatkan mobilitas sendi

f. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan

4. Prinsip Range of Motion (ROM)


Prinsip Range of Motion (ROM), yaitu :

a. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 1 kali sehari

b. ROM dilakukan perlahan dan hati-hati sehingga tidak melelahkan pasien

c. Dalam merencanakan program latihan ROM , perhatikan umur pasien,

diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring

d. Bagian-bagian tubuh yang dapat dilakukan latihan ROM dalah leher, jari,

lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan pergelangan kaki.

e. ROM dapat dilakukan pada semua persendian atau hanya pada bagian-

bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.

f. Melakukan latihan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah

mandi atau perawatan rutin.


25

5. Jenis – jenis Latihan of Motion (ROM)

ROM dibedakan menjadi 2 jenis yaitu :

a. ROM pasif

ROM Pasif yaitu energi yang dikeluarkan untuk latihan berasal dari

orang lain (perawat) atau alat mekanik. Perawat melakukan gerakan

persendian klien sesuai dengan rentang gerak yang normal. Indikasi

latihan adalah pasien semi koma dan tidak sadar, dengan keterbatasan

mobilisasi tidak mampu melakukan beberapa atau semua latihan latihan

rentang gerak dengan mandiri atau pasien dengan paralisis ektremitas

total (Suratun, 2008).

b. ROM aktif

ROM Aktif yaitu gerakan yang dilakukan oleh seseorang (pasien)

dengan menggunakan energi sendiri. Perawat memberikan motivasi,

dan membimbing klien dalam dalam melaksanakan pergerakan sendiri

secara mandiri sesuai dengan rentang gerak sendi normal. Hal ini untuk

melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi dengan cara

menggunakan otot-ototnya secara aktif (Suratun, 2008).

6. Indikasi Range of Motion (ROM)

a. Indikasi ROM pasif

1) Pada daerah mana terdapat inflamasi jaringan akut yang apabila

dilakukan pergerakan aktif akan menghambat proses penyembuhan


26

2) Ketika pasien tidak dapat atau tidak dapat diperbolehkan untuk

bergerak aktif pada ruas atau seluruh tubuh, misalnya keadaan koma,

kelumpuhan atau bed rest total

b. Indikasi ROM aktif

1) Pada saat pasien dapat melakukan kontraksi otot secara aktif dan

menggerakkan ruas sendinya baik dengan bantuan atau tidak

2) Pada saat pasien memiliki kelemahan otot dan tidak dapat

menggerakkan persendian sepenuhnya, digunakan A-AROM (Active-

Assistive Range Of Motion) adalah jenis ROM aktif yang mana bantuan

diberikan melalui gaya dari luar apakah secara manual atau mekanik,

karena otot penggerak primer memerlukan bantuan untuk

menyelesaikan gerakan.

3) ROM Aktif dapat digunakan untuk program latihan aerobik

4) ROM Aktif digunakan untuk memelihara mobilisasi ruas diatas dan

dibawah daerah yang tidak dapat bergerak.

C. Konsep Asuhan Keperawatan Stroke

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu

proses pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan

mengidentifikasi status kesehatan klien (Nursalam, 2011).

Pengkajian pada pasien stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,

riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,

dan pengkajian psikososial.


27

a. Identitas Klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk

rumah sakit, nomor registrasi, diagnosa medis

b. Keluhan Utama

Sering menjdi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan adalah

kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien

melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan

kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau

gangguan fungsi otak yang lain. Adanya penurunan atau perubahan pada

tingkat kesadaran disebabkan oleh perubahan didalam intracranial. Keluhan

perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit,

dapat terjadi alergi, tidak responsif, dan koma.

d. Riwayat Penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes mellitus,

penyakit jantung, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,

penggunaan obat-obatan anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat

adiktif, dan obesitas. Pengkajian obat-obatan yang sering digunakan klien,

seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan

lainnya. Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaa obat


28

kontrasepsi oral. Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari

riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih

jauh dan untuk meberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Biasanya adanya riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes

melitus, atau adanya riwayat stroke dari keluarga.

f. Pengkajian Psikosospritual

Meliputi beberapa dimensi yang memungkinkan perawat untuk rnemperoleh

persepsi yang jelas mengenai status emosi, kognitif, dan perilaku klien.

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien juga penting untuk

menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan

perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau

pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya, baik dalam keluarga ataupun

dalam masyarakat.

g. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara persistem dengan focus

pemeriksaan fisik neurologi yang terarah dan dihubungkan dengan

keluhankeluhan klien.

1) Keadaan Umum :

Umumnya pada pasien stroke mengalami penurunan kesadaran, kadang

mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang tidak bisa

bicara dan tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, dan denyut nadi

bervariasi.
29

2) Sistem Pernafasan

Pada kasus infeksi di dapatkan klien batuk, peningkatan produksi

sputum,sesak nafas, penggunaan otot bantu pernafasan, dan

peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan

seperti ronchi pada klien peningkatan produksi secret dan kemampuan

batuk yang menurun yang sering di dapatkan pada klien stroke dengan

penurunan tingkat kesadaran (koma).

3) Sistem kardiovaskuler

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler di dapatkan syok hipovolemik

yang seringa terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi

peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masih (tekanan darah lebih dari

200 mmHg).

4) Sistem Perkemihan

Setelah terjadinya stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urin

sementara karena konfusi, ketidakmampuan untuk mengendalikan

kandung kemih karena kerusakan kontrol motorik dan postural.

5) Sistem Pencernaan

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,

mual dam muntah pada fase akut. Mual dan muntah pada pasien stroke

disebabakan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga

menimbulkan masalah kebutuhan nutrisi.


30

6) Sistem Moskuloskeletal

Pengkajian muskuloskeletal pemeriksaan pada tulang, persendian, dan

otot-otot. Pengkajian ini untuk pergerakan, penunjang, dan stabilitas

tubuh dan fungsinya sangat terintegrasi dengan sistem kulit dan

neurologis.

Tabel 2.1
Pengukuran kekuatan otot

No Nilai Kekuatan Otot Keterangan

1 0 (0%) Paralisis, tidak ada kontraski otot sama sekali

2 1 (10%) Terlihat atau teraba getaran kontraksi otot tetapi tidak


ada gerakan sama sekali

3 2 (25%) Dapat menggerakkan anggota gerak tanpa gravitasi

4 3 (50% ) Dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan


berat (gravitasi)

5 4 (75%) Dapat menggerakkan sendi dengan aktif dan melawan


tahanan dengan minimal

6 5 (100%) Dapat menggerakkan sendi dengan aktif dan melawan


tahanan dengan maksimal / penuh (kekuatan normal)

Sumber : Kozier, et al (1995) buku ajar Fundamental keperawatan


konsep,proses,praktik
31

h. Neurosensorik

Pemeriksaan 12 saraf kranial

1) Saraf Olfaktorius (Nervus I)

Fungsi : saraf sensorik, untuk penciuman

Cara pemeriksaan : Anjurkan klien untuk menutup mata dan uji satu

persatu penciuman klien kemudian anjurkan klien untuk mengidentifikasi

perbedaan bau-bauan yang diberikan.

2) Saraf Optikus (Nervus II)

Fungsi : saraf sensorik, untuk penglihatan

Cara pemeriksaan : Dengan snellen card pada jarak 5-6 meter dan

pemeriksaan luas pandang dengan cara menjalankan sebuah benda dari

samping ke depan (kiri dan kanan, atas dan bawah).

3) Saraf okulomotorius (Nervus III)

Fungsi : saraf sensorik, untuk mengangkut kelopak mata dan kontraksi

pupil.

Cara pemeriksaan : anjurkan klien menggerakkan dari dalam keluar, dan

dengan menggunakan lampu senter uji reaksi pupil dengan memberikan

rangsangan kedalamnya.

4) Saraf troklearis (Nervus IV)

Fungsi : saraf motorik, untuk pergerakan bola mata

Cara pemeriksaan : anjurkan klien melihat kebawah dan kesamping kanan

kiri dengan menggerakan tangan pemeriksa.


32

5) Saraf trigeminalis (Nervus V)

Fungsi : saraf motorik, gerakkan mengunyah, sensasi wajah, lidah atau

gigi, refleks kornea dan refleks berkedip.

Cara pemeriksaan : dengan menggunakan kapas halus sentuh pada kornea

klien, perhatikan refleks berkedip klien, dengan kapas sentuhkan pada

wajah klien, uji kepekaan lidah dan gigi, untuk menggerakkan rahang atau

mengigit.

6) Sistem abdusen (Nervus VI)

Fungsi : saraf motorik, pergerakkan bola mata, kesamping melalui otot

lateralis.

Cara pemeriksaan : anjurkan klien melirik kekanan

7) Saraf fasialis (Nervus VII)

Fungsi : saraf motorik, untuk ekspresi wajah.

Cara pemeriksaan : dengan cara menganjurkan klien tersenyum,

mengangakat alis, megerutkan dahi, uji rasa dengan menganjurkan klien

untuk menutup mata kemudian tempatkan garam/gula pada ujung lidah

dan anjurkan klien untuk mengidentifikasi rasa tersebut.

8) Saraf vestibulokoklearis (Nervus VIII)

Fungsi : saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa

Cara pemeriksaan : tes rine weber dan bisikan, tes keseimbangan dengan

klien berdiri menutup mata.


33

9) Saraf glosofaringeus (Nervus XI)

Fungsi : saraf sensorik dan motorik, untuk sensasi rasa

Cara pemeriksaan : dengan cara membedakan rasa manis dan asam,

dengan mengembungkan mulut.

10) Saraf vagus (Nervus X)

Fungsi : saraf sensorik dan motorik, untuk refleks muntah dan menelan

Cara pemeriksaan : dengan menyentuh faring posterior, klien menelan

sekaligus disuruh mengucapakan kata “Ahh”.

11) Saraf asesorius (Nervus XI)

Fungsi : saraf motorik, untuk menggerakan bahu

Cara pemeriksaan : anjurkan klien untuk meggerakkan bahu dan lakukan

tahanan sambil klien melawan tahanan tersebut.

12) Saraf hipoglusus (Nervus XII)

Fungsi : saraf motorik, untuk menggerakan lidah.

Cara pemeriksaan : dengan cara klien disuruh menjulurkan lidah dan

menggerakkan dari sisi ke sisi.

i. Pengkajian aktivitas/istirahat

Gejala : Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,

kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia). Merasa mudah lelah, susah

untuk beristirahat (nyeri/kejang otot).

Tanda : gangguan tonus otot (flaksid, spastis), paralitik (hemiplagia), dan

terjadi kelemahan umum. Gangguan penglihatan dan gangguan tingkat

kesadaran.
34

j. Pengkajian sirkulasi

Gejala : Adanya penyakit jantung (miocard infark), reumatik/penyakit jantung

vasikuler, gagal jantung kongestif, endokarditis bekterial, polisitemia, riwayat

hipotensi postural.

Tanda : Hipertensi arterial sehubungan dengan adanya embolisme/malformasi

vaskuler. Frekuensi nadi dapat bervariasi karena ketidakstabilan fungsi jantung

atau kondisi jantung, distrimia, perubahan EKG.

k. Integritas ego

Gejala : Perasaan tidak berdaya, perasaan putus asa

Tanda : Emosi yang labil dan ketidaksiapan untuk marah, sedih, dan gembira,

kesulitan untuk mengekspresikan diri.

l. Eliminasi

Gejala : Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urin, anuria.

Tanda : distensi abdomen bising usus negatif (ileus paralitik).

m. Makanan/cairan

Gejala : Nafsu makan menurun. Mual muntah selama fase akut (peningkatan

TIK). Kehilangan sensasi rasa pada lidah, pipi, dan tenggorokan, disfalgia.

Adanya riwayat diabetes, peningkatan lemak dalam darah.

Tanda : kesulitan menelan (gangguan refleks palatum dan faringeal). Obesitas

(faktor risiko).
35

2. Diagnosa dan intervensi keperawatan

Tabel 2.2

Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Intervensi Keperawatan


Hasil (NOC) (NIC)

Ketidakefektifan perfusi jaringan 1. Circulation status (Manajemen edema


serebral 2. Tissue prefusion : selebral)
Definisi : mengalami penurunan cerebral
1. Lakukan latihan ROM
sirkulasi jaringan otak yang dapat
Kriteria Hasil : pasif
mengganggu kesehatan
2. Monitor adanya
Batasan karekteristik : 1. Mendemonstrasikan kebingungan,
status sirkulasi yang perubahan pikiran,
1. Ateroklerosis aerotik ditandai dengan :
2. Pembesaran pembuluh darah keluhan pusing
2. Tekanan systole dan 3. Monitor status
3. Embolisme
diastole dalam neurologis dengan ketat
4. Trauma kepala
5. Hierkolesterolemia rentang yang dan bandingkan dengan
6. Perubahan status mental diharapkan nilai normal
7. Perubahan perilaku 3. Berkomunikasi 4. Monitor tanda-tanda
8. Perubahan respon motorik dengan jelas dan vital
9. Perubahan reaksi pupil sesuai dengan
10. Kesulitan menalan 5. Kurangi stimulus
kemampuan lingkuangan pasien
11. Kelemahan
4. Menunjukan perhatian 6. Rencanakan asuhan
12. Paralisis
13. Ketidaknormalan dalam konsentrasi dan keperawatan untuk
berbicara orientasi memberikan periode
5. Memproses informasi istirahat
6. Membuat keputusan 7. Catat perubahan pasien
dengan benar dalam berespon
terhadap stimulus
8. Saring percakapan
dalam pendengaran
pasien
9. Posisikan tinggi kepala
tempat tidur 30 derajat
atau lebh

Hambatan mobilitas fisik 1. Ciculation status Exercise therapy :


2. Tissue perfusion : ambulation
Definisi : keterbatasan pada cerebral
pergerakan fisik tubuh satu atau 1. Monitoring vital sign
36

lebih ekstremitas secara mandiri dan Kriteria hasil : sebelum/sesudah


terarah. latihan dan lihat respon
Mendemonstrasikan pasien saat latihan.
Batasan karakteristik : status sirkulasi yang 2. Konsultasikan dengan
1. Penurunan waktu reaksi ditandai dengan : terapi fisik tentang
2. Kesulitan membolak balik posisi rencana ambulasi
3. Melakukan aktivitas lain sebagai 1. Tekanan systole dan
diastole dalam sesuai dengan
pengganti pergerakan (mis,
meningkatkan pada perhatian rentang yang kebutuhan
aktivitas orang lain, diharapkan 3. Bantu klien untuk
mengendalikan perilaku, focus 2. tidak ada ortostatik menggunakan taongkat
pada ketunadayaan/aktivitas hipertensi saat berjalan cegah
sebelum sakit). terhadap cedera
3. tidak ada tanda-tanda
4. Dispnes setelah beraktivitas 4. Ajarkan pasien atau
5. Perubahan cara berjalan peningkatan tekanan
intrakranial (tidak tenaga kesehatan lain
6. Gerakan bergetar
7. Keterbatasan kemampuan lebih dari 15 mmHg) tentang teknik ambulasi
melakukan keterampilan 5. Kaji kemampuan
motorik halus Mendomonstrasikan pasien dalam
8. Keterbatasan kemampuan kemampuan kongnitif pemenuhan kebutuhan
melakukan keterampilan yang ditandai dengan : ADL secara mandiri
motorik kasar sesuai kemampuan
9. Keterbatasan rentang pergerakan 1. Berkomunikasi
6. Dampingi dan bantu
sendi dengan jelas dan
10. Tremor akibat pergerakan pasien saat mobilisasi
sesuai dengan
11. Ketidakstabilan postur dan bantu penuhi
kemampuan
12. Pergerakan lambat kebutuhan ADL
13. Pergerakan tidak terkoordinasi 2. Menunjukkan
7. Berikan alat bantu jika
perhatian, konsentrasi
Faktor yang berhubungan : klien memerlukan
dan orientasi
8. Ajarkan pasien
1. Intoleransi aktivitas 3. Memproses informasi
bagaimana merubah
2. Perubahan metabolisme selular 4. Membuat keputusan
posisi dan berikan
3. Ansietas dengan benar
bantuan jika diperlukan
4. Fisik tidak bugar
5. Penurunan ketahanan tubuh Menunjukkan fungsi
6. Penurunan kendati otot sensori motori cranial
7. Penurunan masa otot yang utuh : tingkat
8. Gangguan muskuloskeletal kesadaran
9. Gangguan neuromuskular, nyeri
10. Penurunan kekuatan otot
11. Ketidaknyamanan
12. Disuse, kaku sendi

Hambatan komunikasi verbal 1. Anxiety self control Communication


2. Coping Enhancement : specech
37

3. Sensory function : deficit


hearing & vision
4. Fear self control 1. Gunakan
penerjamah, jika
Kriteria hasil : diperlukan
2. Beri satu kalimat
1. Komunikasi : simple setiap
penerimaan, bertemu, jika
intrepretasi dan diperlukan
ekspresi pesan 3. Konsultasikan dengan
2. Lisan, tulisan, dan dokter kebutuhan
non verbal bicara
meningkat 4. Dorong pasien untuk
3. Komunikasi berkomunikasi
ekspresif (kesulitan 5. Dengarkan dengan
berbicara) : ekspresi penuh perhatin
pesan verbal atau 6. Berdiri didepan
non verbal yang pasien katika
bermakna berbicara
4. Komunikasi reseptif 7. Berikan pujian
(kesulitan positive
mendengar ) : 8. Anjurkan kunjungan
penerimaan keluarga secara
komunikasi dan teratur untuk member
intreprestasi pesan stimulus komunikasi
verbal / non verbal
5. Gerakan
terkoordinasi :
mampu
mengkoordinasi
gerakan dalam
menggunakan
isyarat
6. Pengolahan
informasi : klien
mampu untuk
memperoleh,
mengatur, dan
menggunakan
informasi
7. Mampu mengontrol
38

respon ketakutan
dan kecemasan
terhadap
ketidakmampuan
berbicara

Konstipasi 1. Bowel elimination Constipation / impact


2. Hydration Management
Definisi : penurunan pada frekuensi
normal defekasi yang disertai oleh Kriteria Hasil : 1. Monitor tanda gejala
kesulitan atau pengeluaran tidak konstipasi
lengkap feses/atau pengeluaran feses 1. Mempertahankan 2. Monitor bising usus
yang kering, keras, dan banyak bentuk feses lunak 3. Monitor feses :
setiap 1-3 hari
frekuensi, konsistensi
Batasan Karakteristik 2. Bebas dari dan volume
ketidaknyamanan 4. Konsultasi dengan
1. Nyeri abdomen dan konstipasi
2. Nyeri tekan abdomen dengan dokter
3. Mengidentifikasi 5. Tentang penurunan
teraba resistensi otot indicator untuk
3. Darah merah pada feses dan peningkatan
mencegah konstipasi
4. Penurunan frekuwensi bising usus
5. Penurunan volume feses Feses lunak dan 6. Jekaskan etiologi dan
6. Keletihan umum berbentuk rasionalisasi tindakan
7. Feses keras dan berbentuk terhadap pasien
8. Sakit kepala 7. Identifikasi faktor
9. Mual penyebab dan
10. Nyeri pada saat defekasi konstribusi konstipasi
11. Muntah 8. Dukung intake cairan
9. Kolaborasikan
Faktor yang berhubungan pemberian laksatif
10. Pantau tanda-tanda
1. Fungsional
dan gejala infeksi
1) Kelemahan otot abdomen
11. Memantau gerakan
2) Ketidakadekuatan toileting
usus, termasuk
(mis, batasan waktu,
konsistensi, frekuensi,
bentuk, volume, dan
warna
12. Mendorong
meningkatkan asupan
cairan.
13. Evaluasi profil obat
untuk efek samping
39

gastrointestinal
14. Anjurkan keluarga
klien
memantau/mencatat
warna, volume,
frekuensi, dan
konsistensi tinja

Kerusakan integritas kulit 1. Tissue integrity : skin Pressure ulcer


mucous prevention wound care
Definisi : kerusakan jaringan 2. Wound healing :
membran mukosa, kornea, primary and 1. Anjurkan pasien
integumen, atau subkutan secondary intention menggunakan pakaian
yang longgar
Batas karakteristik Kriteria hasil : 2. Jaga kulit agar tetap
1. Kerusakan jaringan (mis, kornea 1. Perfusi jaringan bersih
membran, kornea integumen, 3. Mobilisasi pasien
normal (ubah posisi pasien)
atau subkutan) 2. Tidak ada tanda-tanda
2. Kerusakan jaringan setiap 2 jam sekali
infeksi 4. Monitor kulit akan
Faktor yang berhubungan 3. Ketebalan dan tekstur adanya kemerahan
jaringan normal 5. Oleskan lotion atau
1. Gangguan sirkulasi 4. Menunjukan minyak baby oil pada
2. Iritan zat kimia pemahaman dalam daerah yang tertekan
3. Defisit cairan proses perbaikan kulit 6. Monitor aktivitas dan
4. Defisit cairan dan mencegah mobilisasi pasien
5. Kelebihan cairan terjadinya cidera 7. Memandikan pasien
6. Kurang pengetahuan berulang
dengan sabun dan air
7. Faktor nutrisi 5. Menunjukan hangat
terjadinya proses
penyembuhan luka
40

3. Implementasi

Pelaksanaan adalah pemberian asuhan keperawatan secara nyata berupa

serangkaian kegiatan sistematis berdasarkan perencanaan untuk mencapai hasil

yang optimal. Pada tahap ini perawat menggunakan segala kemampuan yang

dimiliki dalam melaksanakan tindakan keperawatan terhadap klien baik secara

umum maupun secara khusus. Pada pelaksanaan ini perawat melakukan

fungsinya secara independen, interdependen, dan dependen (Jitowiyono, dkk,

2010).

Pada fungsi independen adalah mencakup dari semua kegiatan yang

diprakarsai oleh perawat itu sendiri sesuai dengan kemampuan dan ketrampilan

yang dimilikinya. Pada fungsi interdependen adalah dimana fungsi yang

dilakukan dengan bekerja sama dengan profesi/disiplin ilmu yang lain dalam

perawatan maupun pelayanan kesehatan. Sedangkan fungsi dependen adalah

fungsi yang dilaksanakan oleh perawat berdasarkan atas pesan orang lain

(Jitowiyono, dkk, 2010)

4. Evaluasi

Evaluasi adalah tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan

yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan dan

pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.

Tahapan evaluasi merupakan proses yang menentukan sejauh mana tujuan

dapat dicapai, sehingga dalam mengevaluasi efektivitas tindakan keperawatan.

Perawat perlu mengetahui kriteria keberhasilan dimana kriteria ini harus dapat
41

diukur dan diamati agar kemajuan perkembangan keperawatan kesehatan klien

dapat diketahui.

Dalam evaluasi dapat dikemukakan 4 kemungkinan yang menentuan

keperawatan selanjutnya yaitu :

a. Masalah klien dapat dipecahkan.

b. Sebagian masalah klien dapat dipecahkan.

c. Masalah klien tidak dapat dipecahkan.

d. Dapat muncul masalah baru


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian

Metode yang digunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah adalah deskriptif

dengan pendekatan Studi Kasus. Desain/jenis penelitian yaitu Studi Kasus

Deskriptif yang dipilih untuk studi yang akan dilaksanakan. Penelitian ini

untuk mengeksplorasi penerapan latihan ROM pasif terhadap peningkatan

kekuatan otot ekstremitas pada asuhan keperawatan dengan kasus stroke di

RSUD Poso.

B. Lokasi dan waktu penelitian

Penelitian ini telah dilaksanakan di RSUD Poso, pada bulan Mei 2019

C. Subyek studi kasus

Subyek penelitian 1 orang pasien stroke non hemoragik yang mengalami

penurunan kekuatan otot pada ekstremitas atas/bawah dengan rentan nilai 0-3

dan akan dilakukan selama 6 hari

D. Fokus studi

Studi Kasus penelitian ini berfokus pada penerapan latihan Range Of Motion

(ROM) pasif terhadap peningkatan kekuatan otot pada asuhan keperawatan

stroke.

42
43

E. Definisi operasional

Studi kasus penerapan prosedur keperawatan :

1. Asuhan keperawatan merupakan proses atau rangkaian kegiatan pada

praktik keperawatan yang diberikan secara langsung kepada klien meliputi

pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi

dan evaluasi.

2. Latihan ROM merupakan suatu kebutuhan manusia untuk melakukan

pergerakan dimana pergerakan tersebut dilakukan secara bebas sesuai

standar operasional prosedur.

3. Gerak pasif adalah gerak yang dilakukan oleh seseorang yang menggerakan

anggota tubuhnya dengan bantuan orang lain.

4. Kekuatan Otot adalah kemampuan otot yang menghasilkan tegangan dan

tenaga pada otot.

5. Ektremitas merupakan salah satu anggota tubuh yakni tangan dan kaki

F. Pengumpulan data

Metode yang dipakai dalam pengumpulan data yaitu :

1. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari sumber asli atau pertama dan

melalui :

a. Wawancara

Wawancara yaitu suatu metode yang digunakan untuk mengumpulkan

data, dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi secara

lisan dari seseorang sasaran peneliti atau responden, atau bercakap-cakap

berhadapan muka dengan orang tersebut (Notoatmodjo, 2012). Pada studi


44

kasus ini wawancara akan dilakukan pada klien, keluarga, dokter dan

petugas kesehatan lainnnya. Pada saat pengkajian, wawancara yang

dilakukan untuk menggali informasi pasien mengenai identitas pasien,

alasan masuk rumah sakit, keluhan yang di alami saat ini, riwayat

penyakit, yang pernah di alami dan pola aktivitas sehari-hari.

b. Obsevasi

Menurut Notoatmodjo (2012), observasi adalah teknik pengumpulan data

yang berencana, antara lain meliputi :melihat, mencatat jumlah antar

afaktivitas tertentu yang ada hubungannya dengan masalah yang di teliti.

Observasi direncanakan setiap hari dan pada waktu tertentu, dimulai dari

klien datang. Pada kasus klien Partus Prematurus Imminens yang di

observasikan adalah tanda-tanda vital sign dan perilaku klien dengan

rasional untuk mengetahui status kesehatan klien.

c. Studi Dokumentasi

Study dokumentasi adalah setiap bahan tertulis yang dipersiapkan karena

adanya permintaan seseorang yang menyidik (Nursalam, 2013). Dalam

kasus ini studi dokumentasi akan dilakukan dengan mengumpulkan data

yang diambil dari catatan rekam medik klien.

2. Data sekunder yaitu data yang sudah tersedia sehingga kita tinggal mencari

dan data yang di ambil yaitu data penderita penyakit stroke dari :

a. Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah

b. Dinas Kesehatan Kabupaten Poso

c. Rumah Sakit Umum Daerah Poso


G. Etika penelitian

Dalam menyelesaikan studi kasus peneliti menerapkan etika penelitian dengan

menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :

1. Prinsip menghargai hak asasi manusia (Respect Human Dignity). Hak untuk

menjadi responden berarti hak untuk mendapatkan jaminan dari perlakuan

yang diberikan dan pemberian informed consent. Sebelum penelitian

dilakukan, responden akan mendapatkan penjelasan secara lengkap melalui

informed consent yang diberikan. Penjelasan yang diberikan berupa tujuan

penelitian, prosedur, dan keuntungan yang didapat.

2. Prinsip manfaat (benefience)

Prinsip ini berarti bahwa responden bebas dari penderitaan, eksplorasi,

memperhatikan risiko yang akan terjadi, dan keuntungan yang akan

didapatkan klien. Partisipasi responden dalam mengikuti penelitian serta

informasi yang telah diberikan, tidak dipergunakan untuk hal-hal yang tidak

menguntungkan responden dalam bentuk apapun. Tindakan yang diberikan

merupakan tindakan keperawatan alternatif yang tidak memiliki risiko

cedera dan merugikan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Lokasi Penelitian

Di ruangan Neuro Stroke Center Care terdiri dari 3 ruangan kelas

dan 1 ruangan stroke center. Kelas 1 terdiri terdiri dari 1 ruangan dengan 2

tempat tidur, kelas 2 terdiri dari 2 ruangan dengan masing-masing ruangan

memiliki 3 tempat tidur, kelas 3 atau bangsal terdiri dari 1 ruangan khusus

perempuan dan 1 ruangan khusus laki-laki dengan masing-masing ruangan

memiliki 6 tempat tidur, dan 1 ruangan stroke center terdiri 4 tempat tidur.

B. Hasil Penelitian

1. Pengkajian

a. Biodata pasien

Pegkajian keperawatan dilaksanakan pada hari senin, 17–06–

2019 Pukul 09.25 WITA diruangan NSCC ( Neuro Stroke Center

Care ) Ruang Ebony laki-laki RSUD Poso. Nama pasien Tn. J, usia

54 tahun, jenis kelamin laki-laki, beragama kristen, alamat Desa

Sepe (Kecamatan Lage), pekerjaan sebagai petani/peternak sapi,

pendidikan terakhir SMEA, dan No. RM 134159. Tn. J masuk

Rumah Sakit Umum Daerah Poso pada tanggal 16-06-2019 pukul

17.30 WITA. Terdiagnosa medis NHS (Non Hemoragik Stroke).

Penanggung jawab istrinya Tn. J atas nama Ny. M berusia 52 tahun

44
45

Riwayat kesehatan

1) Keluhan utama :

Pasien mengeluh merasa kram pada kaki kirinya dan sulit untuk

digerakkan.

2) Riwayat keluhan utama :

Pasien mengeluh kaki kirinya kram dan sulit digerakan sejak

semalam. keluarga pasien mengatakan, sebelumnya pada pagi

hari Tn. J pergi ke kebun, Tn. J pulang ke rumah siang hari.

Tiba-tiba cara bicara pasien mulai tidak jelas/pelo, dan sudah

merasakan kram dibagian kaki kiri dan sulit digerakkan

Kekuatan otot 4 4

1 4

3) Riwayat kesehatan yang lalu :

Keluarga pasien mengatakan, Tn. J pernah masuk RSUD Poso,

dengan penyakit yang sama 2 tahun lalu, penyebabnya Tn. J

pernah ditanduk sapi dibagian kepala, dan menyebabkan adanya

benjolan kecil sebesar kelereng dikepala bagian belakang.

Sampai sekarang ukuranya tidak berubah (sebesar biji kelereng)

4) Riwayat kesehatan keluarga :

Keluarga pasien mengatakan, seluruh keluarga mempunyai

riwayat hipertensi.
46

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik Tn. J didapatkan hasil kesadaran

composmentis GCS : E:4 V:5 M: 6. Keadaan umum pasien lemah

dan setelah dilakukan pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan

hasil, TD 140/80, nadi 84x/menit, suhu 36.6̊c, pernapasan

22x/menit. Berat badan sebelum sakit 62 kg, tinggi badan 155 cm.

Pemeriksaan sistematis yang dilakukan pada Tn. J melakukan

metode Head To Toe didapatkan hasil sebagai berikut :

1) Kepala, bentuk kepala bulat, tidak ada nyeri dibagian kepala,

adanya benjolan kecil dibagian belakang sebesar kelereng

2) Muka, bentuk muka simetris, tidak ada luka, tidak ada

kelainan bentuk muka, tidak ada nyeri tekan.

3) Mata, bentuk mata simetris, konjungtiva anemis, pupil

isokor, mata cipit sebelah kiri.

4) Telinga, bentuk telinga simetris, sedikit kotor, tidak ada

pengeluaran serumen, pendengaran baik.

5) Hidung, bentuk hidung simetris, hidung bersih.

6) Mulut, tidak simetris, mulut berbau, mulkosa bibir lembab,

gigi tidak lengkap, lidah bersih, penutupan bibir tidak

sempurna, pasien sulit menelan

7) Tenggorokan, tidak ada pembesaran tonsil.

8) Leher, tidak terdapat pembesaran kelenjar tiroid, tidak

terdapat embesaran kelenjar getah bening.


47

9) Dada, bentuk dada simetris, suara nafas reguler, tidak

terdapat retraksi dinding dada,tidak ada bunyi nafas

tambahan. Pernafasan : 22x/menit.

10) Abdomen, tidak terdapat nyeri tekan, tidak ada luka, tidak

ada pembengkakan abdomen.

11) Integument, crt < 2 detik, kulit tidak ada luka, kulit

sawomatang

12) Ekstremitas, kekuatan otot pada ekstremitas atas kiri dan

kanan nilai 4 (dapat menggerakkan anggota gerak degan aktif

untuk menahan berat dengan minimal), tangan kiri terpasang

infus RL 20 tpm. Ekstremitas bawah kaki kanan nilai 4

(dapat menggerakkan anggota gerak dengan aktif untuk

menahan berat gravitasi dengan minimal), kaki kiri sulit

digerakan dengan nilai 1 (terlihat atau teraba getaran

kontraksi otot tetapi tidak ada gerakan sama sekali), tidak ada

edema, dan tidak ada varises.

c. Pemeriksaan saraf kranial


1) N 1, pasien mampu membedakan bau ikan dan bubur.

2) N II, pasien dapat menyebutkan huruf dibuku.

3) N III, mata kanan pasien mampu menggerakan bola mata,

konjungtiva tidak anemis, refleks pupil isokor.

Pasien tidak bisa menggerakan bola mata sebelah kiri.


48

4) N IV, pasien mampu menggerakan bola mata ke bawah dan ke

dalam mata sebelah kanan, mata sebelah kiri tidak bisa

digerakan

5) N V, pasien mampu menggerakan rahang ke semua sisi, pasien

sulit menelan

6) N VI, pasien menggerakkan rahangnya, memejamkan mata,

konjungtiva tidak anemis

7) N VII, pasien senyum, pasien mengangkat alis tetapi hanya

sebelah kanan, pasien bisa menjulurkan lidah, dan pasien sulit

menelan

8) N VIII, pasien mampu mendengar bunyi.

9) N IX, pasien mampu membedakan manis dan asam, pasien sulit

menelan.

10) N X, refleks muntah (-).

11) N XI, pasien mampu menggerakkan bahu, dan mampu melawan

tahanan tersebut.

12) N XII, pasien menjulurkan lidah dan menggerakkan ke segala

sisi, pasien sulit menelan.

d. Pola kebiasaan klien


1) Nutrisi, sebelum sakit, pasien makan nasi,ikan,sayur,daging,

dengan frekuensi 3x sehari, saat sakit makan nasi/bubur dengan

frekuensi 3x sehari tetapi tidak dihabiskan, Pasien mengalami

gangguan menelan dan saat makan pasien tersedak, pasien

makan bubur lunak


49

2) Eliminasi urin, sebelum sakit 3-4 kali sehari, saat sakit 2-3 kali

sehari, warna kuning, bau amoniak.

3) Eleminasi fecal, sebelum sakit frekuensi setiap bangun pagi,

warna kecoklatan,bebau,lunak/encer dan pada saat sakit pasien

BAB 3 kali selama seminggu

4) Pengkajian status fungsional (barthel Indeks) sebelum sakit

aktivitas ringan mandi, makan, tidur, berjalan disekitar

lingkungan rumah. Aktivitas berat ke kebun, berternak, dengan

frekuensi setiap hari. Status fungsional pasien ketergantungan

ringan (skala 13)

5) Istirahat dan tidur pasien sebelum sakit pasien jarang tidur siang,

tidur malam kurang lebih 9 jam, saat sakit tidur siang kurang

lebih 1 jam, tidur malam kurang lebih 3-4 jam. Kebiasaan

lainnya, kadang merokok, mengkonsumsi alkohol.


50

2. Data penunjang
Laboratorium
Tanggal, 16-06-2019. Pukul 14.26

Tabel 4.1

Result Flag Normal limit

WBC 5.6 - 4.0 / 10.0

LYM 1.7 - 1.0 / 5.0

MON 0.4 - 0.1 / 1.0

GRA 3.5 - 2.0 / 8.0

LYM % 31.0 - 25.0 / 50.0

MON % 6.4 - 2.0 / 8.0

GRA % 62.6 - 52.0 / 75.0

RBC 5.98 - 4.00 / 6.00

HGB 18.1 H 12.0 / 16.0

HCT 53.7 H 37.0 / 48.0

MCU 89.0 - 80.0 / 97.0

MCH 30.3 - 26.5 / 33.5

MCHC 33.7 - 31.5 / 35.0

RDW 12.0 - 10.0 / 16.0

PLT 222 - 150 / 400

MPU 82 - 6.5 / 11.0

PCT 0.182 - 0.150 / 0.500

PDW 14.4 - 10.0 / 18.0


51

Tanggal, 16 – 06 – 2019
Tabel 4.2

Test Result Normal range

CHOLESTEROL 194 mg/dl 80 – 200 mg/dl

GLUCOSE 123.9 mg/dl 75 – 140 mg/dl

UREA 22.5 mg/dl 18 – 55 mg/dl

CREATINIE 1.22 mg/dl 0.00 – 1.30 mg/dl


52

3. Terapi medis
Tabel. 4.3

No Nama obat Dosis & cara Manfaat / cara kerja


pemberian obat

1 Ringer lactat 20 Tpm & Sebagai sumber elektrolit


(RL) intravena dan air untuk tubuh

2 Citicoline 1 amp / 12 jam Meningkatkan daya ingat


&intravena Mempercepat masa
(pukul.18.00 dan pemulihan akibat stroke
06.00)

3 Drips neuro sanbe 1 amp / 24 jam & Thiamin, penambah energi


: intravena (pukul. dan mengoptimalkan kerja
18.00) otak
➢ Thiamin Pyridoxin, pencegahan
(vitamin B1) penyakit jantung, nutrisi
➢ Pyridoxin bagi darah, kulit, dan
(vitamin B6) sistem saraf pusat
➢ Cobalamin Cobalamin, menjaga
(vitamin B12) sistem saraf,
memperlancar produksi
DNA, mengatur
pembentukan sel darah
merah dalam tubuh
4 Ranitidine 1 amp / 12 jam & Menurunkan sekresi asam
intravena pukul. lambung
(18.00 dan 06.00)

5 Aspilet 80 mg/hari & oral Untuk pencegahan


0-1-0. (pukul. terhadap terjadinya
13.00) serangan jantung dan
tambahan paska stroke
6 Atorvastatin 80 mg/hari & oral Menjaga keseimbangan
0-0-1 (pukul. antara kolesterol dalam
19.00) darah
Menurunkan resiko
penyakit jantung koroner
7 Amlodipin 10 mg/hari & oral Menurunkan tekanan
0-0-1 (pukul. darah mencegah jenis
19.00) nyeri dada
53

4. Analisa data
Tabel 4.4

No Analisa data Etiologi Problem

1 Ds : Penurunan kekuatan, Hambatan mobilitas fisik


kendali, atau masa
1. Pasien mengatakan kakinya
kram
2. Pasien mengatakan sulit
digerakan

Do :

1. Pasien sulit untuk


membolak balikan tubuh
2. Pasien tampak lemah
3. Barthel indeks,
ketergantungan ringan skala
13
4. Kekuatan otot

4 4

4 1

2 Ds : Gangguan Gangguan menelan


neuromoskular
1. Pasien mengatakan sulit
untuk menelan
2. Pasien mengatakan saat
makan ia menelan
berulang-ulang

Do :

1. Saat diberi makan,


makanan jatuh dari mulut
2. Penutupan bibir tidak
lengkap
3. Pasien menelan sedikit
demi sedikit
4. Waktu makan pasien lama,
tetapi dengan konsumsi
sedikit
5. Pasien makan bubur lunak
54

5. Rencana keperawatan
Tabel 4.5

No Diagnosa Tujuan dan kriteria hasil Intervensi keperawatan


keperawatan (NOC) (NIC)

1 Hambatan Setelah dilakukan Terapi latihan : mobiliats


mobilitas fisik b.d perawatan selama 6 hari sendi
penurunan diharapkan masalah
1. Membantu klien
kekuatan,kendali hambatan mobilitas fisik
melakukan latihan
atau masa otot b.d penurunan ROM pasif dengan
kekuatan,kendali atau bantuan sesuai
masa otot dapat teratasi indikasi
dengan kriteria berat nilai 2. Menginstruksikan
2 menjadi ringan nilai 4, pasien/keluarga cara
sebagai berikut : melakukan latihan
ROM pasif
1. Meningkatnya 3. Memotivasi klien
kekuatan otot untuk meningkatkan
2. Meningkatnya atau memelihara
Pergerakan sendi pergerakan sendi
3. Mengerti tujuan dan 4. Bantu pasien
peningkatan mobilitas mendapatkan posisi
tubuh yang optimal
untuk pergerakan
sendi
5. Penatalaksanan
pemberian terapi
fisik dalam
mengembangkan
dan menerapkan
sebuah program
latihan
2 Gangguan menelan Setelah dilakukan Terapi menelan :
b.d gangguan perawatan selama 6 hari
neuromoskular diharapkan masalah 1. Menginstruksikan
klien untuk hindari
gangguan menelan b.d penggunaan sedotan
gangguan neuromoskural untuk minum
dapat teratasi dengan 2. Bantu pasien untuk
kriteria berat nilai 2 duduk
menjadi sedang 3 nilai 3. Mengintruksikan
sebagai berikut : pasien untuk tidak
bicara selama makan
1. Dapat menelan 4. Mengajarkan pasien
makanan dengan baik untuk mengucapkan
2. Pasien dapat makan kata “ahs” untuk
tidak tersedak meningkatkan elevasi
langit-langit
5. Bantu pasien untuk
menempatkan
makanan ke mulut
bagian belakang dan
dibagian yang tidak
sakit
6. Penatalaksanaan
untuk menyediakan
rencana terapi yang
berlanjut bagi pasien

6. Catatan perkembangan
Tabel 4.6

Hari/tanggal/jam No Implementasi Evaluasi


DX

Senin, 17-06-2019 1 Terapi latihan : mobiliats sendi S:


Pukul 09.25 1. Membantu klien Pasien mengatakan
melakukan latihan ROM kakinya sulit digerakan
pasif dengan bantuan
sesuai indikasi O:
2. Menginstruksikan
Terlihat atau teraba
pasien/keluarga cara
getaran kontraksi otot
melakukan latihan ROM
tetapi tidak ada gerakan
pasif
3. Memotivasi klien untuk Pasien tidur dengan
meningkatkan atau posisi semifowler
memelihara pergerakan
sendi A:
4. Bantu pasien
mendapatkan posisi tubuh Masalah hambatan
yang optimal untuk mobilitas fisik belum
pergerakan sendi teratasi nilai
5. Penatalaksanan pemberian P:
terapi fisik dalam
mengembangkan dan Lanjutkan intervensi
menerapkan sebuah
program latihan 1) Terapi latihan
mobilitas sendi
56

Pukul 13: 00 2 Terapi menelan : S:


1) Meginstruksikan klien Pasien mengatakan
hindari penggunaan sedotan masih sulit untuk
untuk minum menelan
2) Menginstruksikan pasien
untuk tidak bicara selama O:
makan
Pasien makan dengan
3) Membantu pasien untuk
duduk tegak
duduk tegak saat makan
4) Penatalaksaan terapi dengan Penutupan bibir yang
anggota tim kesehatan yang tidak sempurna
lain untuk menyediakan
rencana terapi yang Menjatuhkan makanan
berlanjut bagi pasien dari mulut
A:
Masalah gangguan
menalan belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1. Terapi menelan
2. Terapi medis
Selasa, 18-06-2019 1 Terapi latihan : mobiliats sendi S:
Pukul 09.00 1. Membantu klien Pasien/keluarga
melakukan latihan ROM mengatakan kaki kirinya
pasif dengan bantuan sulit digerakkan
sesuai indikasi
2. Menginstruksikan O:
pasien/keluarga cara
Terlihat atau teraba
melakukan latihan ROM
getaran kontraksi otot
pasif
tetapi tidak ada gerakan
3. Memotivasi klien untuk
meningkatkan atau Pasien tidur dengan
memelihara pergerakan posisi semifowler
sendi
4. Membantu pasien A:
mendapatkan posisi tubuh
yang optimal untuk Masalah hambatan
pergerakan sendi yaitu mobilitas fisik belum
posisi semifowler teratasi
5. Penatalaksanan pemberian P : lanjutkan intervensi
terapi fisik dalam
mengembangkan dan 1) Terapi latihan :
menerapkan sebuah mobilitas sendi
program latihan
Pukul 13.25 2 Terapi menelan : S:
1) Meginstruksikan klien Pasien mengatakan
hindari penggunaan sedotan masih sulit untuk
untuk minum menelan
2) Menginstruksikan pasien
untuk tidak bicara selama O:
makan
Pasien makan dengan
3) Membantu pasien untuk
duduk tegak
duduk tegak saat makan
4) Penatalaksaan terapi dengan Penutupan bibir yang
anggota tim kesehatan yang tidak sempurna
lain untuk menyediakan
rencana terapi yang Menjatuhkan makanan
berlanjut bagi pasien dari mulut
A:
Masalah gangguan
menalan belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
3. Terapi menelan
4. Terapi medis
Rabu, 19-06-2019 1 Terapi latihan : mobiliats sendi S:
Pukul 08.30 1) Membantu klien untuk Keluarga pasien
melakukan latihan ROM mengatakan kaki kiri
pasif dengan bantuan sesuai suaminya mulai ada
indikasi gerakan
2) Mengnstruksikan
pasien/keluarga cara Keluarga pasien
melakukan latihan ROM mengatakan mengikuti
pasif petunjuk tertulis untuk
3) Membantu klien melakukan latihan
menentukan level motivasi
O:
klien untuk meningkatkan
atau memelihara pergerakan Pasien tampak tenang
sendi
4) Membantu pasien Ekstremitas bawah
mendapatkan posisi tubuh bagian kiri mulai ada
yang optimal untuk
58

pergerakan sendi gerakan


5) Menyediakan petunjuk
tertulis untuk melakukan A:
latihan
Masalah hambatan
Penatalaksaan terapi fisik
mobilitas fisik belum
dengan ahli terapi fisk
teratasi nilai
dalam mengembangkan dan
menerapkan sebuah P:
program latihan
Lanjutkan intervensi
1) Terapi latihan :
mobilitas sendi
Pukul 13.00 2 Terapi menelan : S:
1) Menginstruksikan klien Keluarga pasien
untuk menghindari mengatakan masih sulit
penggunaan sedotan untuk untuk menelan
minum
2) Membantu pasien untuk O:
duduk tegak
Pasien makan dengan
3) Mengintruksikan pasien
duduk tegak
untuk tidak bicara selama
makan Pasien mengunyah
4) Mengajari pasien untuk makanan dengan dengan
mengucapkan kata “ahs” sangat lama
untuk meningkatkan
elevasi langit-langit Pasien menjatuhkan
5) Membantu pasien untuk makanan dari mulut
menempatkan makanan ke
mulut bagian belakang A:
dan dibagian yang tidak Masalah gangguan
sakit menelan belum teratasi
6) Penatalaksaan terapi
dengan anggota tim P:
kesehatan yang lain untuk
menyediakan rencana Lanjutkan intervensi
terapi yang berlanjut bagi
1) Terapi menelan
pasien
2) Terapi medis
Kamis, 20-06-2019 1 Terapi latihan : mobiliats sendi S:
Pukul 09.05 1) Membantu klien untuk Keluarga pasien
lakukan latihan ROM mengatakan mulai ada
pasif dengan bantuan gerakan dan sesekali
sesuai indikasi kakinya diangkat
2) Membantu klien untuk
menentukan level motivasi O:
klien untuk meningkatkan
atau memelihara Ekstremitas bawah
pergerakan sendi bagian kiri sudah bisa
3) Membantu pasien dapat menggerakkan
mendapatkan posisi tubuh anggota gerak untuk
yang optimal untuk menahan gravitasi
pergerakan sendi
TTV : TD 130/80 mmHg
4) Penatalaksaan dengan ahli
terapi fisik dalam A:
mengembangkan dan
menerapkan sebuah Masalah hambatan
program latihan mobilitas fisik belum
teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1) Terapi latihan :
mobilitas sendi
Pukul 13.00 2 Terapi menelan : S:
1) Menginstruksikan klien Pasien mengatakan
untuk duduk tegak saat masih sulit menelan
makan
2) Menginstruksikan pasien O:
untu menempatkan
Pasien hanya makan 4
makanan ke mulut bagian
sendok makanan
belakang dan dibagian
yang tidak sakit Pasien tampak tenang
3) Mengajari pasien untuk
mengucapkan kata “ahs” A:
untuk meningkatkan
elevasi langit-langit Masalah gangguan
4) Penatalaksnaan terapi menelan belum teratasi
dengan anggota tim P:
kesehatan yang lain untuk
menyediakan rencana Lanjutkan intervensi
terapi yang berlanjut bagi
pasien 1) Terapi menelan
2) Terapi medis
Jum’at, 21-06- 1 Terapi latihan : mobiliats sendi S:
2019
1) Membantu klien untuk Pasien mengatakan kaki
Pukul 09.10 melakukan latihan ROM kirinya sudah bisa
pasif dengan bantuan digerakkan dan dingkat
sesuai indikasi
60

2) Membantu klien untuk O:


menetukan level motivasi
klien untuk meningkatkan Ekstremitas bawah
atau memelihara bagian kiri sudah dapat
pergerakan sendi menggerakkan sendi
3) Membantu pasien dengan aktif dan
mendapatkan posisi tubuh melawan tahanan dengan
yang optimal untuk minimal
pergerakan sendi
A:
4) Penatalaksaanm terapi
dengan ahli fisik dalam Masalah hambatan
mengembangkan dan mobilitas fisik belum
menerapkan sebuah teratasi
program latihan
P:
Lanjutkan intervensi
1) Terapi latihan :
mobilitas sendi
Pukul 13.30 2 Terapi menelan : S:
1) Menginstruksikan pasien Pasien/keluarga
untuk duduk tegak saat mengatakan mulai ada
makan perubahan
2) mengintruksikan pasien
untuk tidak bicara selama O:
makan
Pasien makan 4-6 sendok
3) mengajari pasien untuk
makanan
mengucapkan kata “ahs”
untuk meningkatkan Penutupan bibir tidak
elevasi langit-langit sempurna
4) Penatalaksaan terapi
dengan anggota tim Pasien tampak tenang
kesehatan yang lain untuk
menyediakan rencana A:
terapi yang berlanjut bagi Masalah gangguan
pasien menelan belum teratasi
P:
Lanjutkan intervensi
1) Terapi menelan
2) Terapi medis
Sabtu, 22 juli 2019 1 Terapi latihan : mobiliats sendi S:
1) Membantu klien untuk Pasien mengatakan kaki
Pukul 09:00 lakukan latihan ROM kirinya sudah bisa
pasif dengan bantuan digerakkan dan diangkat
sesuai indikasi
2) Membantu Tentukan level O:
motivasi klien untuk
Ekstremitas bawah
meningkatkan atau
bagian kiri sudah dapat
memelihara pergerakan
menggerakkan sendi
sendi
dengan aktif dan
3) Membantu pasien untuk
melawan tahanan dengan
mendapatkan posisi tubuh
minimal
yang optimal untuk
pergerakan sendi Pasien tampak senang
4) Penatalaksaan terapi
dengan ahli terapi fisik A:
dalam mengembangkan
dan menerapkan sebuah Masalah hambatan
program latihan mobilitas fisik teratasi
P:
Intervensi dihentikan

Pukul 10.40 2 Terapi menelan : S:


1) Menginstruksikan pasien Pasien/keluarga
untuk duduk tegak saat mengatakan proses
makan menelan mulai ada
2) Mengintruksikan pasien perubahan sejak semalam
untuk tidak bicara selama
makan Pasien mengatakan
3) Mengajari pasien untuk jumlah porsi makananya
mengucapkan kata “ahs” meningkat yang biasa
untuk meningkatkan hanya 4 sendok, menjadi
elevasi langit-langit 6 sampai 7 sendok
4) Penatalakasan terapi
O:
dengan anggota tim
kesehatan yang lain untuk Pasien makan dengan
menyediakan rencana tenang
terapi yang berlanjut bagi
pasien Pasien tampak senang
A:
Masalah gangguan
menelan teratasi
P:
62

Intervensi dihentikan
Pihak rumah sakit sudah
memperbolehkan Tn. J
pulang ke Rumah.
Sabtu, 22-06-2019
Pukul 11.00

C. Pembahasan

Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan

dasar manusia melalui tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi

keperawatan, implementasi dan evaluasi. Penulis akan membahas tentang

aplikasi tentang pemberian latihan Range Of Motion (ROM) pasif pada

asuhan keperawatan Ny. N dengan Non Hemoragik Stroke di Ruangan

Stroke Center RSUD Poso.

1. Asuhan keperawatan Stroke non hemoragik pada Tn. J

a) Pengkajian

Pada pengkajian, pasien Tn. J didapatkan data bahwa pasien datang

dengan keluhan kram dibagian kaki kiri dan sulit digerakkan,

bicara kurang jelas, sulit menelan makanan. Menurut Junaidi

(2011), gejala klinis penyakit Non Hemoragik Srtoke adanya

serangan defisit neurologis/kelumpuhan fokal seperti : hemiparese,

yaitu kelumpuhan sebelah badan yang kanan atau kiri, kekuatan

otot melemah merupakan terbaring lama akan menimbulkan

kekakuan pada otot atau sendi, Sebab berdasarkan pengkajian pada

pasien Tn. J dengan kasus NHS telah sesuai dengan teori Junaidi
(2011) yang telah ditemukan oleh peneliti yaitu kelumpuhan

sebelah badan (hemiparese). Menurut Nursalam (2011) keadaan

umumnya pada pasien stroke mengalami penurunan kesadaran,

kadang mengalami gangguan bicara yaitu sulit dimengerti, kadang

tidak bisa bicara dan pada tanda-tanda vital: tekanan darah

meningkat dan denyut nadi berfariasi. Sistem penafasan: pada

kasus infeksi didapatkan pasien batuk, peningkatan produksi

sputum, sesak nafas. Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan

peneliti, didapatkan hasil kesadaran composmentis GCS : E:4 V:5

M: 6. Keadaan umum pasien lemah dan setelah dilakukan

pemeriksaan tanda – tanda vital didapatkan hasil, TD 140/80, nadi

84x/menit, suhu 36.6̊c, pernapasan 22x/menit. Berat badan

sebelum sakit 62 kg, tinggi badan 155 cm. Berdasarkan pengkajian

Head To Toe terdapat benjolan sebesar kelereng, pasien sulit

menelan, ekstremitas bawah, kaki kiri klien sulit digerakkan nilai 1

(terlihat atau teraba getaran kontraksi otot tetapi tidak ada gerakkan

sama sekali).

b) Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinis tentang individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan aktual atau

potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk

mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan

perawat (Taylor, 2015). Berdasarkan kasus Tn. J. Diagnosa


64

keperawatan yang dapat ditegakkan berdasarkan hasil pengkajian

adalah hambatan mobilitas fisik berhungan dengan penurunan otot

masa otot, dan gangguan menelan berhubungan gangguan

neuromoskular.

1) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan

kekuatan otot atau masa otot karena penurunan waktu reaksi,

kesulitan membolak-balik posisi tubuh, dispnea saat

beraktivitas, perubahan cara berjalan, pergerakan menyentak,

keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan

motorik halus, keterbatasan kemampuan untuk melakukan

keterampilan motorik kasar, keterbatasan rentang pergerakan

sendi, tremor yang diinduksi oleh pergerakan, ketidakstabilan

postur tubuh, melambatnya pergerakan, dan gerakan tidak

teratur atau tidak terkoordinasi. Menurut Wilkinson (2011).

Alasan penulis merumuskan diagnosa ini mengacu pada

pengkajian dimana keluhan utama klien adalah kaki kiri sulit

digerakan, sulit untuk membolak balikan posisi tubuh.

2) Gangguan menelan berhubungan dengan gangguan

neuromoskular. Penulis merumuskan diagnosa ini mengacu

pada pengkajian yaitu data obyektif Saat diberi makan,

makanan jatuh dari mulut, penutupan bibir tidak lengkap,

menelan sedikit demi sedikit, waktu makan pasien lama, tetapi

dengan konsumsi sedikit dimana klien mengalami kesulitan


dalam menelan karena stroke pada arteri vertebrobasiler yang

mempengaruhi saraf yang mengatur proses menelan, yaitu N.V

(trigeminus), N VII (facialis), N IX (glossofarengeus) dan N

XII (hipoglosus). Smeltzer dan Bare (2002).

Menurut Mutaqqin, (2008) diagnosa keperawatan yang muncul

pada pasien stroke non hemoragik resiko ketidakefektifan perfusi

serebral, hambatan mobilitas fisik, nyeri akut, hambatan komunikasi

verbal, gangguan menelan. Berdasarkan data diatas peneliti

menemukan kesenjangan antara teori dan penentuan diagnosa

keperawatan pada klien Tn. J dengan kasus stroke non hemoragik.

Nyeri akut, hambatan komunikasi verbal, tidak dirumuskan dalam

penelitian ini. Hal ini disebabkan karena menurut (Smeltzer & Bare,

2002), munculnya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya

rangsangan. Reseptor nyeri tersebar pada kulit dan mukosa dimana

reseptor nyeri memberikan respon jika adanya stimulasi atau

rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimia seperti

histamine, bradikinin, prostaglandin dan macam-macam asam yang

terlepas apabila terdapat kerusakan pada jaringan akibat kekurangan

oksigen. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik, atau

mekanis. Begitu pula menurut, Suzzane C. Smelzzer, (2001)

disfungsi bahasa dan komunikasi disatria (kesulitan berbicara),

ditunjukan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan

oleh paralisis otot yang bertanggung jawab menghasilkan bicara,


66

disfasia atau afasia (kehilangan bicara), yang terutama ekspresif atau

reseptif, apraksia, ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang

dipelajari sebelumnya. Sedangkan pada penelitian yang dilakukan

pada Tn. J tidak ada data yang menunjang untuk merumuskan

diagnosa tersebut, itulah mengapa peneliti tidak merumuskan

diagnosa tersebut.

c) Intervensi keperawatan

Intervensi keperawatan keperawatan adalah tindakan perawat

yang dilakukan berdasarkan pertimbangan dan pengetahuan klinis

untuk meningkatkan perawatan klien (Potter & Perry, 2009). Tahap

ini harus memperhatikan beberapa hal yaitu menentukan prioritas,

menentukan tujuan, melakukan kriteria hasil dan merencanakan

tindakan.

Intervensi atau rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan

diagnosa keperawatan hambatan mobilitas fisik, tujuan dan kriteria

hasil Nursing Outcome Clasification (NOC) setelah dilakukan

tindakan keperawatan 6 x 24 jam diharapkan masalah hambatan

mobilitas fisik dapat teratasi dari nilai 4 (berat) menjadi 2 (ringan)

dengan kriteria hasil : untuk meningkatkan kekuatan otot,

menigkatnya pergerakan sendi, dan mengerti tujuan dan peningkatan

mobilitas. Nursing Intervetion Clasification adalah lakukan latihan

rom pasif dengan bantuan sesuai indikasi, instruksikan

pasien/keluarga cara melakukan latihan rom pasif, tentukan level


motivasi klien untuk meningkatkan atau memelihara pergerakan

sendi, bantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang optimal untuk

pergerakan sendi, sediakan petunjuk tertulis untuk melakukan

latihan, kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam

mengembangkan dan menerapkan sebuah program latihan.

Intervensi atau rencana keperawatan yang dibuat berdasarkan

diagnosa keperawatan gangguan menelan, tujuan dan kriteria hasil

Nursing Outcome Clasification (NOC) setelah dilakukan tindakan

keperawatan selama 6 x 24 jam diharapkan masalah gangguan

menelan dapat teratasi dari nilai 4 (berat) menjadi 3 (sedang) dengan

kriteria hasil : klien dapat menelan makanan dengan baik dan pasien

saat makan tidak tersedak. Nursing Intervetion Clasification (NIC)

adalah hindari penggunaan sedotan untuk minum, bantu pasien

untuk duduk, intruksikan pasien untuk tidak bicara selama makan,

ajari pasien untuk mengucapkan kata “ahs” untuk meningkatkan

elevasi langit-langit, bantu pasien untuk menempatkan makanan ke

mulut bagian belakang dan dibagian yang tidak sakit, dan

kolaborasikan dengan anggota tim kesehatan yang lain untuk

menyediakan rencana terapi yang berlanjut bagi pasien.

d) Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang

dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status

kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang


68

menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Peneliti melakukan

implementasi sesuai dengan rencana yang telah disusun.

Implementasi untuk diagnosa pertama peneliti melakukan

tindakan latihan rom pasif dengan bantuan sesuai indikasi,

instruksikan pasien/keluarga cara melakukan latihan rom pasif,

tentukan level motivasi klien untuk meningkatkan atau memelihara

pergerakan sendi, bantu pasien mendapatkan posisi tubuh yang

optimal untuk pergerakan sendi, sediakan petunjuk tertulis untuk

melakukan latihan, kolaborasikan dengan ahli terapi fisik dalam

mengembangkan dan menerapkan sebuah program latihan. Tindakan

ini dilakukan untuk meningkatkan kekuatan otot, serta menigkatkan

pergerakan sendi.

Implementasi untuk diagnosa kedua peniliti melakukan

tindakan menghindari penggunaan sedotan untuk minum, bantu

pasien untuk duduk, intruksikan pasien untuk tidak bicara selama

makan, ajari pasien untuk mengucapkan kata “ahs” untuk

meningkatkan elevasi langit-langit, bantu pasien untuk

menempatkan makanan ke mulut bagian belakang dan dibagian yang

tidak sakit, dan kolaborasikan dengan anggota tim kesehatan yang

lain untuk menyediakan rencana terapi yang berlanjut bagi pasien.

Tindakan ini dilakukan agar klien dapat menelan makanan dengan

baik dan saat makan klien tidak tersedak


e) Evaluasi

Evaluasi keperawatan pada Tn. J dengan kasus stroke non

hemoragik diruangan Neuro stroke center care untuk diagnosa.

Pada diagnosa hambatan mobilitas fisik setelah dilakukan

implementasi selama 6 hari didapatkan hasil data subyektif pasien

mengatakan kaki kirinya sudah bisa digerakkan dan diangkat. Data

obyektif ekstremitas bawah bagian kiri sudah dapat menggerakkan

sendi dengan aktif dan melawan tahanan dengan minimal, pasien

tampak senang. Assesment masalah hambatan mobilitas fisik nilai 2

(ringan) dari target 2 (ringan) dengan kriteria hasil target yang

diingikan tercapai. Planning intervensi dihentikan pasien pulang

Pada diagnosa gangguan menelan setelah dilakukan

implementasi selama 6 hari didapatkan hasil data subyektif

Pasien/keluarga mengatakan proses menelan mulai ada perubahan

sejak semalam, pasien mengatakan jumlah porsi makananya

meningkat yang biasa hanya 4 sendok, menjadi 6 sampai 7 sendok.

Data obyektif klien makan dengan tenang, klien tampak senang.

Assesment masalah gangguan menelan teratasi nilai 3 (sedang) dari

3 (sedang) dengan kriteria hasil target yang diinginkan tercapai.

Planning intervensi dihentikan pasien pulang.


70

2. Penerapan Range Of Motion (Rom) pasif pada Tn. J

Pada tanggal 17 juni 2019 dilakukan pengkajian pada pasien Tn. J

mengalami perubahan kekuatan otot pada ekstremitas, pasien mengeluh

kaki kirinya kram dan sulit digerakan. Setelah mendapatkan data

tersebut peneliti mencoba dengan kriteria pasien yang telah

ditetapkannya. Tn. J memenuhi kriteria yang telah ditetapkan maka

peneliti menjelaskan latihan gerak sendi dan peningkatan kekuatan otot

rom pasif.

Pada hari pertama penulis melakukan BHSP dengan keluarga pasien

Tn. J dan menjelaskan tujuan manfaat melakukan latihan rentang gerak

sendi, setelah itu penulis melakukan intervensi yaitu mengatur posisi

tubuh pasien untuk pergerakkan sendi pasif, melakukan latihan ROM

pasif sesuai standar operasional prosedur, dan memberikan panduan

SOAP ROM pasif untuk mengintruksikan kepada keluarga untuk

membuat jadwal latihan ROM. Namun, masalah belum teratasi karena

ekstremitas bawah bagian kiri belum bisa bergerak sedangkan pada

ekstremitas atas kanan dan kiri, ekstremitas bawah bagian kanan masih

dapat menggerakkan anggota gerak untuk menahan berat (gravitasi),

sehinggah penulis akan mengulangi intervensi.

Pada hari kedua penulis melakukan tindakan latihan ROM pasif

sesuai jadwal yang dibuat yakni pagi namun belum ada perubahan pada

ekstremitas bawah bagian kiri teraba getaran kontarksi otot, tetapi tidak
ada gerakan sama sekali, sehinggah masalah belum teratasi, akan

diulangi intervensi.

Pada hari ketiga, penulis mengulangi tindakan latihan ROM pasif

sesuai jadwal yang telah dibuat setelah dilakukan latihan, ekstremitas

bawah bagian kiri mulai ada gerakkan sehinggah masalah belum

teratasi.

Pada hari keempat, penulis masih melakukan tindakan yang sama

yaitu latihan ROM pasif pada pagi hari, didapatkan hasil kaki bagian

kiri sudah bisa dapat menggerakan anggota gerak untuk menahan

(gravitasi). Sehinggah penulis menganalisa masalah sebagian teratasi

dan akan diulangi intervensi besok hari.

Pada hari kelima, penulis melakukan tindakan intervensi latihan

ROM pasif pada pagi hari, didapatkan hasil kaki kiri sudah dapat

menggerakkan sendi dengan aktif dan melawan tahanan dengan

minimal, masalah teratasi dan ulangi intervensi besok hari.

Pada hari keenam, penulis melakukan tindakan intervensi latihan

ROM pasif pada pagi hari, didapatkan hasil ekstremitas atas dan bawah

terutama kaki kiri sudah dapat menggerakkan sendi dengan aktif dan

melawan tahanan dengan minimal, sehinggah penulis menganalisa

masalah teratasi, pertahankan intervensi, pada saat itu juga pihak

Rumah Sakit sudah memperbolehkan Tn J untuk bisa pulang ke Rumah.


72

Setelah dilakukan implementasi selama 6 hari dan melakukan

evaluasi keperawatan akhir, dengan kriteria hasil kekuatan otot

ekstremitas bawah bagian kiri meningkat, diperoleh data subyektif

pasien/keluarga pasien mengatakan kaki kirinya sudah bisa digerakan,

sedangkan data obyektif yang diperoleh ekstremitas bawah bagian kiri

sudah dapat digerakkan dengan aktif dan melawan tahanan dengan

minimal. Penelitian ini sejalan dengan, penelitian Maria dkk (2011)

mengemukakan bahwa latihan ROM pasif 3 kali sehari maupun latihan

ROM yang diberikan 1 kali sehari sama-sama berpengaruh terhadap

peningkatan kemampuan fungsional otot. Menurut Perry & Potter

(2006), latihan gerak sendi dapat meningkatkan kekuatan otot, dan

terjadinya kontraksi pergerakan otot, dimana klien menggerakan

masing-masing persendianya sesuai gerakan normal baik secara pasif

ataupun aktif. Begitu juga menurut Adamovich & Lewis, (2007)

mengemukakan bahwa rom pasif yang dilakukan pada pasien stroke

dapat meningkatkan kekuatan otot, dimana reaksi kontraksi dan

relaksasi selama gerakan rom pasif yang dilakukan pada pasien stroke

non hemoragik terjadi peningkatan aliran darah. Sehinggah rom pasif

dapat dilakukan sebagai alternatif dalam meningkatkan kekuatan otot

pada pasien stroke.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Setelah menerapkan terapi non-farmakologis yaitu dengan pemberian

latihan Range Of Motion (ROM) pasif pada Asuhan Keperawatan Stroke

dengan kasus Non Hemoragik Stroke di ruangan Stroke Center RSUD Poso,

maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Pengkajian yang didapatkan pada pasien yaitu Pasien bernama Tn. J,

usia 54 tahun jenis kelamin laki-laki, berstatus sebagai kepala rumah

tangga, agama kristen, alamat Desa Sepe. Tn. J masuk RSUD Poso

pada tanggal 16 Juni 2019 dengan diagnosa medis Non Hemoragik

Stroke serta keluhan utama merasa kram dibagian kaki kiri dan sulit

digerakkan, sulit untuk membolak balikan tubuh, mata cipit sebelah

kiri, terdapat benjolan kecil sebesar kelereng dikepala bagian belakang,

sulit untuk menelan.

2. Diagnosa keperawatan adalah hambatan mobilitas fisik, dan gangguan

menelan

3. Intervensi keperawatan yang dilakukan untuk diagnosa hambatan

mobilitas fisik yaitu meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan

pergerakkan sendi. Intervensi yang dilakukan untuk diagnosa gangguan

menelan yaitu klien dapat menelan makanan dengan baik


74

4. Implementasi yang dilakukan penulis yaitu melatih ROM pasif 6 hari

setiap hari pada pagi hari, dan pemberian terapi menelan 6 hari setiap

hari pada siang hari

5. Evaluasi pada diagnosa hambatan mobilitas fisik yang dilakukan setiap

hari pada pagi hari tercapai. Evaluasi pada diagnosa gangguan menelan

yang dilakukan setiap hari pada siang hari tercapai.

6. Penerapan latihan ROM pasif pada Tn. J mengalami peningkatan

terhadap kekuatan otot ektremitas pada penderita penyakit stroke non

hemoragik di RSUD Poso.

B. Saran

1. Bagi Institusi Pelayanan Rumah Sakit

Diharapkan bagi perawat yang bertugas di Ruang Stroke Center RSUD

Poso dapat memberikan latihan ROM 1- 2 kali sehari pada penderita

Stroke.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan referensi tentang penerapan latihan Range OF

Motion pasif kepada pasien yang mengalami Stroke Non Hemoragik


DAFTAR PUSTAKA

Adamovich & Lewis, Pengaruh pemberian latihan ROM terhadap kekuatan otot
Pasien Stroke di RSUD Gambiran 2007
Arif Mutaqqin,. Asuhan Keperawatan dengan gangguan sistem persarafan.
salemba medika. Jakarta. 2008
Astrid. (2011). Pengaruh latihan range of motion (ROM) terhadap kekuatan otot,
luas gerak sendi dan kemampuan fungsional pasien stroke di RS Sint
Carolus Jakarta (Tesis, Tidak dipublikasikan). Fakultas Ilmu Keperawatan
Universitas Indonesia, Jakarta.
Audina, D. & Halimuddin, 2016. Usia, Jenis Kelamin, dan Klasifikasi Hipertensi
dengan Jenis Stroke di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. JIM
Unsyiah. 1(1):1-6
Batticaca Fransisca, C. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Buku Asuhan Keperawatan NANDA NIC-NOC Jilid 3, Tentang Konsep Penyakit
Stroke, 2015, Mediaction Jogja
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tengah, (Riskesdas,2018). Pravelensi Penderita
Stroke di Sulawesi Tengah
Dinas Kesehatan Kabupaten Poso, 2019 Pravelensi Penderita Stroke di
Kabupaten Poso
Dinata, C. & Safritai, Y., 2013. Gambaran Faktor Risiko dan Tipe Stroke pada
Pasien Rawat di Bagian Penyakit Dalam RSUD Kabupaten Solok Selatan
Periode 1 Januari 2010-31 Juni 2012. Jurnal Kesehatan Andalas, 2(2): 57-61
Dourman. 2013. Waspadai Stroke Usia Muda. Jakarta : Cerdas Sehat
Jitowiyono, S dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi Pendektan Nanda,
NIC, NOC. Yogyakarta: Nuha Medika.
Judith Wilkinson, 2014. Buku Saku Diagnosis Keperawatan.Jakarta : EGC.
Junaidi. 2011. Stroke Waspadai Ancamannya. Yogyakarta : Andi
Kozier, et al (1995) buku ajar Fundamental keperawatan konsep,proses,praktik,
(fourth edition) California : Addison-Wesley-Publishing CO
Lingga, Lanny. 2013. All About Stroke, Jakarta: Elex Media Komputindo.
76

Maria dkk, 2011. Pengaruh Latihan Range Of Motion (ROM) Terhadap Kekuatan
Otot, Luas Gerak dan Kemampuan Fungsional Pasien Stroke di RS Sint
Carolus Jakarta.
Misbach, J., 2011. Pandangan Umum Mengenai Stroke. Dalam Rasyid, A.,
Soertidewi, L.Unit Stroke: Manajemen Stroke Secara Komprehensif.
Jakarta: Balai Penerbit Universitas Indonesia. pp.1-9.
Mutaqqin, 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Stroke.
Jakarta: Salemba Medika
Nursalam. (2011). Konsep dan dokumentasi keperawatan, konsep dan praktek.
Jakarta : Salemba Medika
Potter & Perry. 2006, 2009. Buku ajar fundamental keperawatan konsep, proses,
dan praktik . Jakarta : Erlangga
Potter, P.A & Perry A.G. 2012. Fundamental of Nursing. Jakarta : EGC
Pudiastuti, 2014. Penyakit Pemicu Stroke. Yogyakarta: Nuha Medika.
Roger, V. et al., 2017. Heart Disease and Stroke Statistics-2017 Update: A Re port
From the American Heart Association. Circulation, 135(10): 146-603
Setyopranoto, I., 2011. Stroke: Gejala dan Penatalaksanaan. CDK, 38(4):247250
Smeltzer C Suzanne. 2001, 2002. Medical surgical nursing (7th Ed.). United Stated
of America: Lippincort.
Suratun, 2008. Konsep latihan Range Of Motion . Jakarta: Mediaction
Sofwan, Rudianto. 2010. Stroke dan Rehabilitasi Pasca-Stroke. Jakarta: PT Bhuana
Ilmu Populer.
Taylor, (2015), Health Psyochology (8th edition). New York: McGraw-Hill Higher
Education
Widagdo,suharyanto,Aryani(2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan
gangguan sistem persarafan.Jakarta : Trans Info Media.
Wilkinson, Judith.(2008), (2011) Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7, 9.
Penerbit Buku Kedokteran (EGC). Jakarta
Dokumentasi Penelitian
82
84
STANDART SOP RANGE OF MOTION (ROM) Pasif
OPERASIONAL
PROSEDUR

Pengertian Latihan gerak pasif atau range of motion (ROM) adalah latihan
yang dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakkan persendian secara
normal dan lengkap, dibantu oleh seorang perawat

Tujuan 1. Untuk mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan pada


otot yang dapat dilakukan secara pasif dengan keadaan pasien.
2. Meningkatkan atau mempertahankan fleksibilitas dan
kekuatan otot

Indikasi 1. Pasien yang mengalami hambatan mobilitas fisik


2. Pasien yang mengalami keterbatasan rentang gerak

Prosedur Kerja Tahap Kerja


1. Gerakan ROM pasif
2. Leher fleksi dan ekstensi lalu lakukan hyper ekstensi,
sirkumduksi, lateral fleksi

3. Lengan, fleksi, ekstensi,hyperekstensi,abduksi,aduksi,outward


rotasi,dan inward rotasi.

4. Siku : fleksi,ekstensi gerakan lengan ke atas dan gerakan lurus

5. Pergelangan tangan dengan melakukan abduksi,aduksi, dan


sirkomduksi
56

6. Jari Tangan tekuk keempat jari tangan ke arah dalam lalu


regangkan kembali. Kepalkan seluruh jari lalu buka.Tekuk
tiap jari satu persatu.

7. Lutut Angkat, lakukan gerakan fleksi dan ekstensi. Gerakan


inversi, eversi, dan sirkomduksi

8. Pergelangan kaki, lakukan gerakan ekstensi dan fleksi.Tekuk


jari kaki ke atas dan kebawah.
Evaluasi a. Respon
Respon verbal: klien mengatakan tidak kaku lagi
Respon non verbal: klien tidak terlihat sulit untuk
menggerakkan sisi tubuhnya yang kaku.
b. Beri reinforcement positif
c. Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
d. Mengakhiri kegiatan dengan baik
66

Anda mungkin juga menyukai