Anda di halaman 1dari 111

HALAMAN JUDUL

PENERAPAN KOMBINASI TERAPI BERMAIN PLASTISIN DENGAN


BIBLIOTHERAPI TERHADAP KECEMASAN ANAK DENGAN
KASUS GNAPS DI RSUD POSO

KARYA TULIS ILMIAH


Di Ajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Diploma III
Kesehatan Politekknik Kesehatan Kemenkes Palu Jurusan
Keperawatan Prodi D-III Keperawatan Poso

Di susun oleh :

MILA KARMILA SALILAMA


NIM. P00220218020

POLITEKNIK KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK


KESEHATAN KEMENKES PALUJURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-III KEPERAWATAN POSO
2021

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Karya Tulis Ilmiah ini telah disetujui untuk diuji oleh tim penguji Poltekkes
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Prodi Keperawatan Poso
Nama : Mila Karmila Salilama
NIM : PO0220218020

Poso, 14 Juli 2021


Pembirnbing I,

Ns. Ni Made Ridla, S.Kep, M.Biomed


NIP 19601041984032001

Pembimbing II,

Tasnim, S.Kep, Ns,MM


NIP 196301041984032001

Mengetahui
Ketua Program Studi Keperawatan Poso

Agusrianto, S.Kep, Ns. MM


NIP. 197307271997031002

ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI

Karya Tulis Ilmiah ini telah diperiksa dan disetujui oleh Tim penguji Poltekkes
Kemenkes Palu Jurusan Keperawatan Prodi DIII Keperawatan Poso pada tanggal
14 Juli 2021
Nama : Mila Karmila Salilama
NIM : PO0220218020

Poso, 14 Juli 2021


Penguji 1,

Dewi Nurviana Suharto,S.Kep.Ns.M.kep.Sp.Kep.MB


NIP 198511102010122003

Penguji 2,

Ulfa Sufyaningsi,S.kep.M.kes
NIDN 0925019001

Penguji 3,

Nirva Rantesigi,S.Kep.MM
NIP 197104271990022001

Mengetahui
Ketua Program Studi

Agusrianto, S.Kep, Ns. MM


NIP 97307271997031002

iii
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES PALU
JURUSAN KEPERAWATAN PRODI D-III KEPERAWATAN POSO
Salilama Karmila Mila,2021. Penerapan Kombinasi Terapi Bermain Plastisin Dengan
Bibliotherapi Terhadap Kecemasan Anak Dengan Kasus Gnaps Di RSUD
Poso. Karya Tulis Ilmiah Prodi DIII Keperawatan Poso Jurusan Keperawatan
Poltekkes kemenkes Palu. Pembimbing : (1) Ni Made Ridla Nilasanti (2)
Tasnim

ABSTRAK
(xi + 76 + 10 Tabel + 3 Gambar + 6 Lampiran)
Latar belakang : Hospitalisasi (rawat inap) pada pasien anak dapat menyebabkan
kecemasan atau stress. Penyebab kecemasan di pengaruhi oleh banyak faktor, baik dari
faktor petugas kesehatan, maupun faktor lingkungan yang baru. Hal ini yang mendasari
perilaku anak seringkali menjadi tidak kooperatif. Masalah kecemasan dapat di atasi
dengan penerapan kombinasi terapi bermain plastisin dengan bibliotherapy. Tujuan
penelitian untuk mengetahui Penerapan Kombinasi Terapi Bermain Plastisin Dengan
Bibliotherapi Terhadap Kecemasan Anak Dengan Kasus Gnaps Di RSUD Poso. Metode
penelitian : Deskriptif dengan pendekatan studi kasus. Sampel penelitian adalah satu
orang pasien anak dengan kecemasan yang menjalani hospitalisasi dan penelitian
dilakukan selama 5 hari. Hasil : pengkajian di dapatkan An.J di rawat dengan keluhan
demam 38,8 0C, ada pembengkakan di bagian mata, punggung kaki dan bengkak pada
scrotum dan penis, wajah An.J nampak tegang, An.J takut saat interaksi dengan perawat,
dan An.J lebih banyak diam. Intervensi keperawatan manajemen hipertermia, manajemen
hypervolemia, reduksi ansietas, dan pencegahan syok, implementasi di lakukan selama 5
hari. Evaluasi di lakukan pada hari ke 5 dengan masalah hipertermi, kelebihan volume
cairan dan kecemasan tertasi. Kesimpulan : Penerapan Kombinasi Terapi Bermain
Plastisin Dengan Bibliotherapi dapat menurunkan kecemasan pada anak. Saran di
harapkan bagi perawat yang bertugas di ruangan perawatan anak RSUD poso dapat
memberikan Kombinasi Terapi Bermain Plastisin dan Bibliotherapi untuk menurunkan
masalah kecemasan pada anak.
Kata kunci : Asuhan Keperawatan, Kecemasan, Terapi Bermain Plastisin dan
Biblioterapi
Daftar Rujukan : 34 (2003-2020)

iv
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat


Allah SWT yang telah memberikan Rahmat-Nya sehingga penulis diberikan
kesehatan dan kelancaran dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini untuk
memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka menyelesaikan Program Diploma
III Keperawatan di Politeknik Kesehatan Palu Program Studi Keperawatan Poso.
Studi kasus ini berjudul “Penerapan Kombinasi Terapi Bermain Plastisin
Dengan Bibliotherapi Terhadap Kecemasan Anak Dengan Kasus GNAPS Di
RSUD Poso”. Dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak
menghadapi hambatan dan kesulitan, namun atas bimbingan, bantuan dan arahan
dari berbagai pihak maka penyusunan Studi Kasus ini dapat terselesaikan.
Untuk itu, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada ayah dan ibu
tercinta, selaku orang tua yang telah banyak berkorban baik secara moril maupun
materil dan selalu memberi nasehat, arahan serta mendoakan penulis sehingga dapat
menyelesaikan Pendidikan ini. Pada kesempatan ini, penulis juga mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Nasrul, SKM.M.Kes selaku Direktur Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Palu
2. Selvi Alfrida Mangundap, S.Kep,M.Si selaku Ketua Jurusan Keperawatan
Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Palu
3. Agusrianto, S.Kep, Ns.MM selaku Ketua Program Studi Keperawatan Prodi
D-III Keperawatan Poso
4. Ns. Ni made Ridla, S.Kep, M.Biomed selaku Pembimbing 1 yang selalu sabar
dan tidak pernah lelah memberikan masukan dan bimbingannya selama
proses penulisan proposal studi kasus ini.
5. Tasnim, S.Kep, Ns.MM selaku Pembimbing 2 yang telah memberikan saran
dan masukan dalam menyelesaikan penulisan proposal studi kasus ini.
6. Dafrosia Darmi Manggasa, S.Kep. Ns. M.Biomed selaku Pembimbing
Akademik yang telah membimbing penulis selama belajar di Poltekkes
Kemenkes Palu Prodi Poso.

v
7. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staf yang telah banyak memberi ilmu
yang sangat bermanfaat selama penulis mengikuti Pendidikan.
8. Kepala ruangan beserta petugas perawat di ruangan anak yang telah
memberikan bimbingan dan arahan selama penulis melakukan penelitian di
ruangan anak RSUD Poso.
9. Kepada mama dan papa yang selalu ada yang selalu mensuport penulis
sehingga terus bersemangat dan bisa menyelesaikan Pendidikan di politeknik
kesehatan kemenkes Palu program studi keperawatan Poso.
10. Kakakku Irma yang selalu ada dan mendukung penulis agar terus semangat.
11. Sahabatku Steffi, Ester, Melly, dan Gebi yang selalu setia memberi bantuan,
semangat, dan dorongan sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis
Ilmiah.
12. Kepada sahabat-sahabat saya yang di kos pelangi Mariva, Ressi, Windi, Yani,
Vini, dan Stefi yang selalu memberikan semangat dan motifasi buat penulis
13. Kepada sahabat-sahabat saya dan teman-teman seangkatan 2018 yang selalu
menyemangati dan memberikan dukungan sehingga saya dapat
menyelesaikan Proposal Studi Kasus ini.
Penulis menyadari dengan segala keterbatasan pengetahuan dan kemampuan yang
dimiliki penulis, maka Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan,
maka dari itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan
penulis untuk di jadikan sebagai perbaikan dalam penyusunan hasil Studi Kasus.

Poso, 14 Juli 2021


Penulis

Mila Karmila Salilama

DAFTAR ISI

vi
HALAMAN JUDUL................................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING..........................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN TIM PENGUJI..........................................................iii
KATA PENGANTAR.............................................................................................v
DAFTAR ISI..........................................................................................................vii
DAFTAR TABEL................................................................................................viii
DAFTAR GAMBAR...............................................................................................x
DAFTAR LAMPIRAN..........................................................................................xi
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang................................................................................................1
B. Rumusan Masalah...........................................................................................1
C. Tujuan Studi Kasus.........................................................................................4
D. Manfaat Studi Kasus.......................................................................................5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................7
A. Tinjauan Umum Tentang GNAPS..................................................................7
B. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan..........................................................13
C. Tinjauan Umum Tentang Terapi Bermain....................................................21
D. Tinjauan Tentang Askep Anak Dengan Kasus GNAPS..............................30
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................41
A. Jenis Penelitian.............................................................................................41
B. Lokasi dan Waktu Penelitian........................................................................41
C. Subyek Studi Kasus......................................................................................41
D. Fokus Studi...................................................................................................41
E. Definisi Operasional.....................................................................................41
F. Pengumpulan Data........................................................................................43
G. Etika penelitian.............................................................................................43
BAB IV..................................................................................................................45
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.....................................................45
A. Gambaran umum lokasi penelitian...............................................................45
B. Hasil penelitian.............................................................................................45
C. Pembahasan..................................................................................................68
BAB V....................................................................................................................80
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................80
A. Kesimpulan...................................................................................................80

vii
B. Saran.............................................................................................................82
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................83

viii
DAFTAR TABEL

Tabel 2. 1 Respon Fisiologi Kecemasan................................................................19


Tabel 2. 2 Respon Psikologis Terhadap Kecemasan.............................................20
Tabel 2. 3 Diagnosa Keperawatan.........................................................................32
Tabel 2. 4 Perencanaan Keperawatan....................................................................36

Tabel 4. 1 Hasil Lab Tanggal 20 Juni 2021...........................................................50


Tabel 4. 2 Hasil Lab tanggal 21 juni 2021.............................................................50
Tabel 4. 3 Analisa data...........................................................................................51
Tabel 4. 4 Intervensi Keperawatan........................................................................53
Tabel 4. 5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.............................................56
Tabel 4. 6 lembar observasi tingkat kecemasan.....................................................68

ix
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 visual Analogue Scale.......................................................................19


Gambar 2. 2 Plastisin.............................................................................................25
Gambar 2. 3 Buku Biblioterapi..............................................................................27

x
DAFTAR LAMPIRAN

1. Jadwal Kegiatan Penelitian


2. Biodata penulis
3. Informed consent
4. Penjelasan Sebelum Penelitian
5. SOP
6. Alat ukur kecemasan / vas scale

xi
BAB I PENDAHULUAN
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Glomerulonefritis akut merupakan penyakit ginjal umum pada masa
kanak-kanak, glomerulonephritis akut memengaruhi glomerulus laju filtrasi
ginjal, yang menyebabkan retensi natrium dan air, serta hipertensi.
Glomerulonefritis merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap
akhir dan tingginya angka morbiditas pada anak maupun pada dewasa.
Sebagian besar glomerulonefritis bersifat kronis dengan penyebab yang tidak
jelas dan sebagian besar bersifat imunologis (Arsid et al., 2019). Pada anak
dengan kondisi GNAPS akan mengalami suatu sindrom nefritik yang di
tandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi
ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi, umumnya oleh kuman
streptococcus beta hemolyticus group A di saluran napas bagian atas atau di
kulit, hal inilah yang menyebabkan anak harus menjalani hospitalisasi atau
rawat inap.
Hospitalisasi (rawat inap) merupakan suatu proses yang berencana atau
darurat, mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
dan perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah (setiawan, 2014).
Ketika Anak sakitpun mempunyai respon berbeda dimana anak mengalami
kecemasan dengan tidak biasa berinteraksi dengan orang lain, hal ini
menyebabkan anak harus menjalani hospitalisasi (Khairani & Olivia, 2018).
Penyakit dan hospitalisasi sering kali menjadi krisis pertama yang harus di
hadapi anak, terutama selama tahun awal sangat rentan terhadap krisis
penyakit dan hospitalisasi karena cemas akibat perubahan rutinitas
lingkungan.
Kecemasan merupakan gangguan alam perasaan yang di tandai dengan
pesrasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan
(Hawari, 2011). Pada pasien anak dapat menyebabkan kecemasan dan stress

1
2

pada semua tingkat usia. Penyebab kecemasan di pengaruhi oleh banyak


faktor, baik dari faktor petugas (perawat, dokter dan tenaga kesehatan
lainnya), maupun faktor lingkungan yang baru (Pulungan et al., 2017). Pada
usia ini anak akan menganggap bahwa kecemasan akibat sakit yang dialami
dapat menimbulkan sesuatu perasaan atau hal yang sangat menakutkan dan
dapat menimbulkan perubahan pada lingkungan menjadi sangat tidak
menyenangkan. Hal ini yang mendasari perilaku anak seringkali menjadi
tidak kooperatif seperti meminta pulang, takut ketika berinteraksi kepada
petugas kesehatan yang ada, menangis, atau melakukan tindakan yang agresif
seperti menggigit, menendeng, memukul, atau berlari keluar (Apriany et al.,
2018).
Pada masa anak prasekolah, emosi anak sangat kuat, di tandai dengan
luapan kemarahan, ketakutan yang hebat, iri hati, rasa senang, jengkel dalam
menghadapi lingkungan (Tamisa, 2016). Masa prasekolah merupakan masa di
mana anak mulai belajar untuk mandiri, mengembangkan berbagai
keterampilan, mematuhi peraturan, dan menghabiskan waktu untuk bermain,
terutama dengan teman sebaya. Anak prasekolah merupakan periode kanak-
kanak awal antara usia 3-7 tahun. Pada usia prasekolah, anak belajar
mengembangkan kemampuan dalam menyusun bahasa, berinteraksi dengan
orang lain (Dermawan, 2012).
Berdasarkan data (WHO. (2018). World Health Organization, n.d.) tahun
2018 bahwa 3%-10% pasien anak yang di rawat di Amerika Serikat
mengalami stress selama hospitalisasi. Angka kesakitan anak di Indonesia
mencapai lebih dari 45% dari jumlah keseluruhan populasi anak di Indonesia
(RISKESDAS, 2018). Sehingga di dapat peningkatan hospitalisasi pada anak
menurut Data Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2018 angka rawat inap
atau hospitalisasi anak di Indonesia naik sebesar 13% di bandingkan tahun
2017 (Badan Pusat Statistik, 2018).
Kecemasan pada anak tidak dapat dianggap hal yang sepele dan terus
dibiarkan, karena pada hal ini akan menyebabkan berdampak buruk pada
pemulihaan anak yang sedang menjalani perawatan (Rahman, 2010). Salah
3

satu cara untuk menangani kecemasan dapat dilakukan dengan memberikan


terapi berupa aktivitas bermain. Terapi bermain merupakan terapi yang cukup
efektif menekan angka kecemasan pada pasien yang menjalani hospitalisasi.
Bermain dapat membuat anak terlepas dari ketegangan dan stres yang
dialaminya (Padila et al., 2020). Dengan terapi bermain anak akan
memperoleh kesenangan dan kegembiraan sehingga membuat anak
melupakan kecemasannya (Aisyah, 2012).
Salah satu terapi bermain yang sesuai pada anak usia pra sekolah adalah
jenis permainan plastisin, dimana permainan lebih banyak menggunakan
kemampuan motoriknya, selain itu teknik yang bisa di gunakan untuk
mengurangi kecemasan adalah bibliotherapy (Purwanto, 2015). Terapi
bermain bibliotherapy merupakan teknik cerita bergambar yang di sampaikan
supaya anak tidak bosan mendengarnya dan dapat di tambah dengan kelucuan
dan hiburan dalam cerita tersebut (Apriza, 2017). Jadi dengan
mengkombinasikan kedua terapi bermain tersebut di harapkan pasien anak
mampu mengatasi kecemasannya dalam perawatan di rumah sakit.
Dalam penelitian (Alini, 2017) menyatakan bahwa terjadi penurunan
tingkat kecemasan setelah diberikan terapi dengan rata-rata tingkat
kecemasan responden sebelum di berikan intervensi adalah 14,07 sedangkan
setelah diberikan terapi bermain plastisin rata-rata tingkat kecemasan
responden adalah 9,60 sehingga perbedaan tingkat kecemasan responden
sebelum dan setelah pemberian terapi bermain plastisin adalah sebesar 4,467.
Sejalan dengan hasil penelitian yang di lakukan oleh (Dewi et al., 2018)
dengan hasil penelitian setelah di lakukan intervensi terapi bermain plastisin
sebagian besar tergolong kategori cemas sedang dengan 22 responden
(44,9%). Berdasarkan hasil penelitian (Apriza, 2017) diketahui bahwa data
tentang perbedaan tingkat kecemasan responden sebelum dan setelah
pemberian biblioterapi adalah sebesar 4,7 dengan menggunakan uji Paired
Sample Test menunjukkan nilai p= 0,001< α = 0,05 yang berarti ada
perbedaan yang bermakna terhadap tingkat kecemasan antara sebelum dan
setelah pemberian biblioterapi. Hasil penelitian menunjukkan kecemasan
4

setelah pemberian biblioterapi didapat rerata 18,6. Terjadinya penurunan atau


selisih sebanyak 4,7. Sejalan dengan penelitian (Elnovreny & Fithri, 2019)
dari 32 anak terdapat 30 anak yang kecemasannya berkurang setelah
mendapat intervensi bibliotherapy dan 2 anak kecemasannya sama sebelum di
intervensi bibliotherapy.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka saya tertarik untuk melakukan
studi kasus mengenai bagaimana pengaruh terapi bermain plastisin
(playdought) dan pengaruh pemberian biblioterapi terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi di ruang perawatan anak RSUD Poso.
B. Rumusan Masalah
“Penerapan Kombinasi Terapi Bermain Plastisin Dengan Bibliotherapi
Terhadap Kecemasan Anak Dengan Kasus GNAPS Di RSUD Poso “
C. Tujuan Studi Kasus
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui penerapan kombinasi terapi bermain plastisin
dengan bibliotherapi terhadap kecemasan anak dengan kasus gnaps
(glomerulonefritis akut pasca streptokokus) di rsud poso.
2. Tujuan khusus
a. Dapat melakukan pengkajian secara komprehensif pada pasien anak
yang mengalami kecemasan akibat hospitalisasi di RSUD Poso
b. Dapat merumuskan diagnose keperawatan sesuai dengan hasil
pengkajian pada pasien anak yang mengalami kecemasan akibat
hospitalisasi di RSUD Poso
c. Dapat menetapkan intervensi yang sesuai dengan masalah
keperawatan pasien anak yang mengalami kecemasan akibat
hospitalisasi di RSUD Poso
d. Dapat memberikan implementasi sesuai dengan penetapan intervensi
dan menerapkan kombinasi terapi bermain plastisin dengan
bibliotherapi terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada asuhan
keperawatan anak di RSUD poso
5

e. Melakukan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang dilakukan


dan membuat pendokumentasian pasien anak yang mengalami
kecemasan akibat hospitalisasi di RSUD Poso.

D. Manfaat Studi Kasus


Manfaat penulis proposal studi kasus ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi Rumah Sakit
Dapat menjadi masukan bagi tenaga kesehatan khususnya perawat yang
ada di Rumah Sakit untuk mengambil langkah-langkah penanganan kasus
kecemasan akibat hospitalisasi dan meningkatkan pelayanan terhadap
kecemasan anak.
2. Bagi Institusi
Hasil penelitian di harapkan menjadi sumber informasi bagi
mahasiswa yang ingin melanjutkan kasus tentang penerapan kombinasi
terapi bermain plastisin dengan bibliotherapi terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi menjadi bahan bacaan di perpustakaan program studi
keperawatan poso.
3. Bagi Penulis
Hasil studi kasus ini di harapkan dapat di terapkan oleh penulis
kelak setelah memasuki dunia kerja dan merupakan pengalaman nyata.
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang GNAPS


1. Pengertian
Glomerulonefritis Akut (GNA) merupakan keadaan atau
manifefstasi utama gangguan sistemik dengan rentang penyakit minimal
sampai berat sampai berat. Glomerulonefritis poststreptokokal akut
(APSGN, acute poststreptokokal glomerulonefritis) merupakan penyakit
ginjal pasca infeksi yang sering terjadi pada masa kanak-kanak dan
merupakan penyakit yang menyebabkan dapat ditegakan pada sebagian
besar kasus. dapat terjadi pada setiap tingkatan usia tetapi terutama
menyerang anak-anak pada awal usia sekolah dengan awitan paling sering
terjadi pada usia 6-7 tahun. Penyakit ini jarang dijumpai pada anak-
anak ,usia dibawah 2 tahun ( Donna L wong, 2009 ).
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu
inflamasi dan proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama
disebabkan mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis
glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. Pada anak
kebanyakan kasus glomerulonefritis akut adalah pasca infeksi, paling
sering infeksi streptokokus beta hemolitikus grup A.
2. Etiologi
Penyakit ini sering di temukan pada anak berumur antara 3-7 tahun
dan lebih sering mengenai anak pria di bandingkan anak wanita.
Timbulnya GNA didahului oleh infeksi ekstra-renal, terutama di traktus
respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman Streptococcus beta
hemolyticus golongan A,tipe 12,4,16,25 dan 49. Hubungan antara GNA
dan infeksi streptococcus ini di kemukakan pertama kali oleh Lohlein pada
tahun 1907 dengan alasan bahwa:
a. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina.
b. Diisolasinya kuman streptococcus beta hemolyticus golongan A.

7
8

c. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.


Antara infeksi bakteri dan timbulnya GNA terdapat masa laten selama
lebih kurang 10 hari. Dari pada tipe tersebut di atas tipe12 dan 25 lebih
bersifat nefritogen dari pada yang lain. Mengapa tipe yang satu lebih
bersifat nefritogen dari pada yang lain tidaklah di ketahui.
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi
mempengaruhi terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman
Streptococcus. GNA dapat juga di sebabkan oleh sifilis, keracunan (timah
hitam, tridion), penyakit amiloid, trombosis vena renalis, purpura
anafilaktoid dan lupus eritematosus.
3. Manifestasi klinis
a. Hematuria (kencing berwarna seperti air cucian daging). Hematuria
dapat terjadi karena kerusakan pada rumbai kapiler glomerulus).
b. Proinuria (protein dalam urine) adalah suatu kondisi dimana urine
mengandung jumlah protein yang tidak normal.
c. Oliguria dan anuria.
Selama fase akut terdapat vasokonstriksi arteriol glomerulus yang
mengakibatkan tekanan filtrasi menjadi kurang dan karena hal ini
kecepatan filtrasi glomerulus juga berkurang. Filtrasi air, garam,
ureum dan zat-zat lainnya berkurang dan sebagai akibatnya kadar
ureum dan kreatinin dalam darah meningkat. Fungsi tubulus relatif
kurang terganggu, ion natrium dan air diresorbsi kembali sehingga
diuresis berkurang maka timbul oliguria dan anuria.
d. Edema
Edema yang biasanya dimulai pada kelopak mata dan bisa ke seluruh
tubuh. Edema dapat terjadi karena adanya akumulasi cairan akibat
penurunan fungsi ginjal, dimana terjadi penurunan laju filtrasi
glomerulus yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen
mungkin berkurang, sehingga terjadi edema.
9

e. Hipertensi.
Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal, maka tekanan darah akan tetap
tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila keadaan
penyakitnya menjadi kronis. Hal ini disebabkan akibat terinduksinya
sistem renninangiotensin.
f. Hipertermi/suhu tubuh meningkat.
Dikarenakan adanya inflamasi oleh strepkokus.
g. Menurunya out put urine ( pengeluaran urine ) adalah keadaan dimana
produksi urine seseorang kurang dari 500 mililiter dalam 24 jam.
h. Anak pucat dan lesu.
i. Mual muntah.
j. Fatigue ( keletihan atau kelelahan ) adalah suatu kondisi yang
memiliki tanda berkurangnya kapasitas yang dimiliki seseorang untuk
bekerja dan mengurangi efisiensi prestasi dan biasanya hal ini disertai
dengan perasaan letih dan lemah.
k. Demam.
l. Sesak napas.
m. Anoreksia (penurunan nafsu makan).
4. Patofisiologi
Hampir pada semua tipe glomelurusnefritis terjadi gangguan di
lapisan epitel atau lapisan podosit membran glomelurus. Gangguan ini
mengakibatkan hilangnya muatan negatif. Glomerulonefritis
pascastreptokokal akut terjadi karena kompleks antigen–antibodi
terperangkap dan menumpuk di dalam membran kapiler glomelurus
sesudah infeksi oleh streptococcus beta-hemolyticus group A. Antigen
tersebut, yang bisa endogen atau eksogen, menstimulasi pembentukan
antibodi. Kompleks antigenantibodi yang beredar di dalam darah akan
tersangkut di dalam kapiler glomerulus. Cedera glomerulus terjadi ketika
kompleks tersebut memulai pengaktifan komplemen dan pelepasan
10

substansi imunologi yang menimbulkan lisis sel serta meningkatkan


permeabilitas membran.
Intensitas kerusakan glomerulus dan insufisiensi renal
berhubungan dengan ukuran, jumlah, lokasi (lokal atau difus), durasi
panjang dan tipe kompleks antigenantibodi dalam dinding kapiler
glomerulus mengaktifkan mediator biokimiawi inflamasi yaitu,
komplemen, leukosit, dan fibrin. Komplemen yang sudah diaktifkan akan
menarik sel–sel neutrofil serta monosit yang melepaskan enzim lisosom.
Enzim lisosom ini merusak dinding sel glomelurus dan menyebabkan
poliferasi matriks ekstrasel yang akan mempengaruhi aliran darah
glomerulus. Semua kejadian tersebut meningkatkan permeabilitas
membran yang menyebabkan kehilangan muatan negatif pada membran
glomerulus dan meningkatkan pula filtrasi protein. Kerusakan membran
menyebabkan agregasi trombosit, dan degranulasi trombosit melepaskan
subtansi yang meningkatkan permeabilitas glomerulus. Molekul protein
dan sel darah merah kini dapat melintas masuk ke dalam urine sehingga
terjadi proteinnuria dan hematuria. Pengaktivan sistem koagulasi
menimbulkan endapan fibrin dalam ruang Bowman. Akibatnya adalah
pembentukan struktur terbentuk bulan sabit (erescent) dan penurunan
aliran darah renal serta laju filtrasi glomelurus.
Perdarahan glomelurus menyebabkan urine menjadi asam.
Keadaan ini akan mengubah hemoglobin menjadi meihemoglobin dan
mengakibatkan urine berwarna cokelat tampa ada bekuan darah. Respons
inflamasi akan menurunkan laju filtrasi glomelurus, dan keadaan ini
menyebabkan retensi cairan serta penurunan haluaran urine, peningkatan
volume cairan ekstrasel, dan hopertensi. Proteinuria yang nyata menyertai
sindrom nefrotik sesudah 10 hingga 20 tahun kemudian akan terjadi
insufisiensi renal, yang diikuti oleh sindrom nefrotik dan gagal ginjal
terminal. Sindrom goodpasture merupakan glomerulonefritis progresif
cepat yang disertai produksi antibodi terhadap kapiler pulmoner dan
membran basalis glomelurus. Proliferasi antibodi intrasel yang difus dalam
11

ruang bowman menyebabkan pembentukan struktur berbentuk bulan sabit


yang menyumbat ruang tersebut. Struktur ini tersusun atas fibrin dan sel –
sel endotel, mesangial, serta fagositik yang menekan kapiler glomerulus,
mengurangi aliran darah, dan menimbulkan parut yang luas pada
glomerulus.
Laju filtrasi glomerulus menurun dan gagal ginjal terjadi dalam
waktu beberapa minggu atau beberapa bulan. Nefropati IgA atau penyakit
berger biasanya bersifat idiopatik. Kadar IgA plasma meninggi dan IgA
serta sel–sel inflamasi mengendap di dalam ruang bowman. Akibatnya
adalah sklerosis dan fibrosis glomerulus serta penurunan laju filtrasi
glomerulus. Nefrosis lipid menyebabkan disrupsi membran filtrasi kapiler
dan hilangnya muatan negatif pada membran ini. Keadaan ini
meningkatkan permeabilitas yang disertai hilangnya protein sebagai
akibatnya sehingga terjadi sindrom nefrotik. Penyakit sistemik, seperti
infeksi virus hepatitis B, sistemik lupus eritematosus atau tumor solid yang
malignan, menyebabkan nefropati membranosa. Proses inflamasi
menyebabkan penebalan dinding kapiler glomerulus. Peningkatan
permeabilitas dan proteinuria menimbulkan sindrom nefrotik. Kadang–
kadang komplemen imun merusak lebih lanjut membran glomerulus.
Glomerulus yang rusak dan mengalami inflamasi akan kehilangan
kemampuan untuk memiliki permeabilitas yang selektif sehingga sel darah
merah dan protein dapat melewati filtrasi membran tersebut ketika laju
filtrasi glomerulus menurun. Keracunan karena ureum dapat terjadi.
Fungsi ginjal dapat memburuk, khususnya pada pasien dewasa dengan
glomelurus pascastreptokokal akut, yang umumnya berbentuk glomerulus
sklerosis dan disertai hipertensi. Semakin berat gangguan tersebut,
semakin besar kemungkinan terjadi komplikasi. Hipovolemik
menimbulkan hipotensi yang bisa terjadi karena retensi natrium dan air
(akibat penurunan laju filtrasi glomerulus) atau pelepasan renin yang tidak
tepat. Pasien mengalami edema paru dan gagal jantung. (kowalak, welsh
dan mayer, 2011).
12

5. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan urin sangat penting untuk menegakkan diagnosis nefritis
akut. Volume urin sering berkurang dengan warna gelap atau
kecoklatan seperti air cucian daging.
b. Tes darah : Bun (bloot urea nitrogen : nitrogen urea darah) dan
creatinine meningkat kreatinin serum menigkat bila fungsi ginjal
mulai menurun.Albumin serum dan protein total mungkin normal atau
agak turun (karena hemodilusi).
c. Laju endap darah meninggi, kadar Hb menurun sebagai akibat
hipervolemia (retensi garam dan air). Pada pemeriksaan urin di
dapatkan jumlah urin mengurang, berat jenis meninggi. Hematuria
makroskopis ditemukan pada 50% penderita. Ditemukan pula albumin
(+), eritrosit (++), leukosit (+), silinder leukosit, dan hialin.
d. Biopsi ginjal dapat di indikasikan jika dilakukan kemungkinan temuan
adalah menningkatnya jumlah sel dalam setiap.
6. Penatalaksanaan
Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan
kelainan di glomerulus.
a. Istirahat mutlak selama 3-4 minggu. Dahulu dianjurkan selama 6
minggu. Tetapi penyelidikan terakhir dengan hanya istirahat 3-4
minggu tidak berakibat buruk bagi perjalanan penyakitnya.
b. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotik ini tidak
mempengaruhi beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi
menyebarnya infeksi Streptococcus yang mungkin masih ada.
Pemberian penisilin dianjurkan hanya untuk 10 hari. Pemberian
profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap kuman
penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap.
Secara teoritis, anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil.
13

c. Makanan pada fase akut diberikan makanan rendah protein


(1g/KgBB/hari) dan rendah garam. Makanan lunak diberikan pada
pasien dengan suhu tinggi dan makanan biasa bila suhu normal
kembali. Bila anuria atau muntah, diberikan IVFD dengan larutan
glukosa 10%. Pada pasien dengan tanpa komplikasi pemberian cairan
disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi maka
jumlah cairan harus dibatasi.
d. Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi,
pemebrian sedative untuk menenangkan pasien sehingga dapat cukup
beristirahat. Pada hipertensi dengan gejala serebral diberikan reserpin
dan hidralazin. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi
karena member efek toksik.
e. Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus
dikeluarkan dari dalam darah.
f. Diuretikum dulu tidak diberikan pada GNA akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosamid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgBB/kali)
dalam 5-10 menit dan tidak berakibat buruk pada hemodinamika
ginjal dan filtrasi glomerulus.
B. Tinjauan Umum Tentang Kecemasan
1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah suatu keadaan khawatir yang mengeluhkan
bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi yang bersifat abnormal bila
tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman, atau adanya penyebab
tertentu kecemasan (Struart, 2012). Kecemasan adalah suatu peristiwa
yang dihadapi diluar jangkauan kenyamanan atau dapat diartikan sebagai
perasaan tidak tenang, rasa khawatir, ketakutan berlebihan terhadap
sesuatu yang tidak jelas objeknya (Carvelon, 2012). Kecemasan atau
Anxiety merupakan salah satu bentuk emosi individu yang berhubungan
dengan rasa terancam oleh sesuatu objek yang tidak jelas yang dapat
menggangu keadaan fisik dan psikis individu (Yati et al., 2017).
2. Proses Terjadinya Kecemasan
14

Kecemasan atau stress emosional yang mengaktifkan amygdala


yang merupakan bagian dari system limbik yang berhubungan dengan
komponen emosional dari otak. Respon emosional yang timbul ditahan
oleh input dari pusat yang lebih tinggi di ferobrain., selajutnya akan terjadi
respon neurologis dari amygdala di trasmisikan dan menstimulasi respon
hormonal dari hipotalamus, kemudian hipotalamus akan melepaskan
hormone CRF (corticotropin-releasing factor) yang menstimulasi hipofisis
untuk melepaskan hormone lain yaitu ACTH (adrenocortropic hormone)
ke dalam darah ACTH sebagai gantinya menstimulasi kelenjar adrenal
untuk menhasilkan kortisol, suatu kelenjar kecil yang terletak diatas ginjal,
yang merupakan penghasil kortisol sehingga semakin seseorang
mengalami kecemasan kelenjar adrenal akan semakin banyak
menghasilkan kortisol yang dapat menekan system imun secara simultan
sedangkan pada pemberian terapi akan mengeluarkan/menghasilkan efek
kebahagiaan yang dapat memicu keluarnya serotonin yang menekang
produksi kelenjar adrenal sehingga hormone kortisol berkurang dan
kecemasan dapat menurun atau berkurang (Guyton, 2007).
3. Etiologi
Stressor pencetus dapat berasal dari internal atau eksternal. Stressor
pencetus :
a. Ancaman terhadap integritas fisik meliputi disabilitas
(Ketidakmampuan) fisiologis yang akan terjadi atau penurunan
kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
b. Ancaman terhadap system diri dapat membahayakan identitas, harga
diri, dan fungsi social yang ada pada individu
4. Tanda dan gejala kecemasan
Menurut (Hawari, 2015) tanda dan gejala kecemasan bisa berupa
khawatir, mudah tersinggung, tegang, tidak tenang, gelisah, takut
sendirian, gangguan pola tidur, gangguan konsentrasi, jantung berdebar-
debar dan sesak nafas. Selain itu gejala kecemasan di kategorikan
15

menjadi gejala fisiologi, gejala emosional, dan gejala kognitif, yaitu


sebagai berikut:

a. Gejala fisiologi
Berupa peningkatan frekuensi nadi, tekanan darah, frekuensi
nafas, keluar keringat berlebih, suara cepat terputus-putus, gemetar,
mual muntah, sering berkemih, diare, insomnia, kelelahan,
kelemahan, pucat pada wajah, mulut kering, gelisah, dan demam.
b. Gejala emosional
Berupa perasaan ketakutan, tidak berdaya, gugup, kehilangan
kontrol, tidak dapat rileks, individu peka terhadap rangsangan, tidak
sabar, marah meledak, menangis, cenderum menyalahkan orang lain,
reaksi terkejut, mengkritik diri sendiri dan orang lain, menarik diri,
kurang inisiatif, dan mengutuk diri sendiri
c. Gejala kognitif
Berupa ketidak mampuan berkosentrasi, kurang orientasi
lingkungan, pelupa, termenung, ketidak mampuan berfikir lebih.
Gejala kecemasan menurut (Rahman, 2010) adalah:
1) Hal – hal yang mengecewakan hati, hampir setiap kejadian
menimbulkan rasa takut atau sikap tidak berani
2) Adanya emosi yang kuat dan tidak stabil. Keadaan berubah-
ubah seperti mudah rewel dan menangis tampa sebab
3) Sering merasa mual dan muntah, badan terasa sangat lelah,
banyak berkerkeringat, gemetar, dan seringkali menderita diare
Menurut (Utami et al., 2017) tanda dan gejala kecemasan pada anak
yaitu:
a. Sakit kepala
b. Sulit bernafas
c. Takut jauh dari orangtua
d. Takut teradap orang asing
16

e. Sakit perut
f. Gelisah
g. Jantung berdebar
h. Gemetar
i. Mimpi buruk
j. Ketakutan dan berkeringat
5. Faktor Faktor Penyebab Kecemasan Anak
Kecemasan akan berkembang seiring dengan tidak ditanganinya
dengan baik yang di pengaruhi oleh peristiwa- peristiwa atau situasi
khusus yang dapat mempercepat munculnya kecemasan. Berikut factor-
faktor penyebab kecemasan menurut (Carvelon, 2012) yaitu :
a. Lingkungan
Lingkungan sekitar tempat tinggal dan lingkungan baru dapat
menjadi faktor terjadinya kecemasan dikarenakan adanya
pengalaman tidak nyaman yang dirasakan individu dengan keluarga,
sahabat, orang baru dan lain-lain.
b. Emosi yang ditekan
Kecemasan terjadi jika individu tidak mampu menemukan
jalan keluar untuk perasaan sendiri dalam hubungan individu
terutama ketika dirinya merasa tidak nyaman dan marah.
c. Sebab- sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa berinteraksi secara abnormal
yang akan menyebabkan terjadinya kecemasan. Hal ini terlihat
dalam kondisi nyeri, dihospitalisasi, demam, dan penyakit lainnya
yang menggangu kenyaman.
d. Pendidikan
Pendidikan menjadi suatu faktor yang dapat mempegaruhi
kecemasan dikarenakan kurangnnya pemahaman tentang keadaan
yang dirasakan oleh individu contohnya anak- anak.
e. Pengalaman dirawat sebelumnya
17

Pengalaman anak dirawat sebelumnya mempengaruhi reaksi


anak. Apabila anak pernah dirawat sebelumnya, anak akan
mempunyai pengalaman tidak menyenangkan di rawat dirumah sakit
sebelumnya, maka hal itu akan menyebabkan anak menjadi takut dan
trauma, apabila ketika anak dirumah sakit dengan baik maka anak
akan mempunyai pengalaman sebalikanya.
f. Lama perawatan
Lama anak dirawat sangat mempengaruhi kecemasan pada
anak karena perlakuan dan dan tidakan yang dialami anak semakin
banyak yang menimbulkan nyeri pada anak sehingga anak akan
merasakan kecemasan yang tinggi.
6. Tahap Respon Perilaku Kecemasan anak
Respon kecemasan pada anak prasekolah akibat hospitaisasi adalah
anak akan menolak pemenuhan nutrisi seperti makan dan minum, sering
bertanya, menangis, tidak kooperatif terhadap perawat atau petugas
kesehatan dan tindakan medis yang dilakukan. Hospitalisasi pada anak
prasekolah dianggap sebagai hukuman pada anak sehingga anak merasa
malu, takut, agresif, berontak, dan marah (Carvelon, 2012). Respon
perilaku anak dibagi menjadi 3 tahapan yaitu:
a. Tahap Protes (Phase Of Protest)
Tahap ini ditandai dengan anak menangis kuat, menjerit, memanggil
orang terdekat misalnya orang tuanya seperti ibu dan ayah. Secara
verbal anak akan menyerang dengan rasa marah seperti anak
mengatakan “pergi aku tidak mau bertemu denganmu”. Perilaku
protes ini akan berlanjut dan anak akan berhenti ketika merasa Lelah.
b. Tahap Putus Asa (Phase of Despair)
Pada tahap ini anak tampak tegang, menangis, anak kurang aktif,
kurang minat bermain, tidak nafsu makan, menarik diri, tidak
kooperatif, perilaku regresi seperti sering mengompol atau
menghisap jari.
c. Tahap Menolak (Phase of Denial)
18

Pada tahapan ini anak akan mulai menerima perpisahan dengan


mulai tertarik dengan lingkungan sekitar, dan mulai membina
hubungan dengan orang lain.

7. Tingkat Kecemasan
Menurut hildegar peplau dalam (Struart, Gail Wiscarz, 2009)
tingkat kecemasan dibagi menjadi 4 yaitu :
a. Kecemasan ringan
Yaitu suatu keadaan yang dihubungkan dengan keadaan sehari-hari
yang dialami anak atau individu seperti tugas belajar.
b. Kecemasan sedang
Yaitu dimana individu hanya terfokus pada satu pikiran yang
menjadi perhatian, terjadi penyempitan lapangan presepsi.
c. Kecemasan berat
Lapangan presepsi individu yang sangat sempit, focus pikiran hanya
hal yang kecil yang dianggap penting dan tidak mampu memikirkan
hal lain atau pun menerima arahan dari orang lain.
d. Panik
Individu kehilangan kendali diri dan detail perhatian hilang,
dikarenakan hilangnya kontrol atau tidak mampu melakukan apapun
walaupun diperintah seperti, hilangnya focus, tidak mampu berfikir
rasional yang disertai disorganisasi kepribadian anak atau individu.
8. Alat ukur kecemasan
Breivik H, Borchgrevink P.C, Allen S (Hassyati, 2018),
mengemukakan VAS sebagai salah satu skala pengukuran yang digunakan
untuk mengukur intensitas kecemasan pasien yang biasa di gunakan.
Terdapat 11 titik, mulai dari tidak ada rasa cemas (nilai 0) hingga rasa
cemas terburuk yang bisa di bayangkan (nilai 10). VAS merupakan
pengukuran tingkat kecemasan yang cukup sensitive dan unggul karena
pasien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian, dari pada di
paksa memilih satu kata atau satu angka. Pengukuran dengan VAS pada
19

nilai 0 dikatakan tidak ada kecemasan, nilai 1-3 dikatakan sebagai cemas
ringan, nilai 4-6 dikatakan sebagai cemas sedang, di antara nilai 7-9 cemas
berat, dan 10 di anggap panik atau kecemasan luar biasa.

Gambar 2. 1 visual Analogue Scale


9. Respon Fisiologi Dan
Psikologi Kecemasan
Menurut (Struart, 2012) Respon fisiologi dari kecemasan meliputi
perubahan pada sistem kardiovaskuler, pernapasan, neuromoskuler,
gastrointestinal, truktus urinnaria, dan kulit. Sedangkan respon psikologis
ada dua aspek yaitu perilaku dan kognitif.

Tabel 2. 1 Respon Fisiologi Kecemasan


No Sistem Tubuh Respon
.
1. Kardiovaskuler Palpitasi jantung berdebar, tekanan darah
meningkat, rasa mau pingsan, pingsan,
tekanan darah menurun, denyut nadi menurun
2. Pernafasan Nafas pendek, napas cepat, tekanan pada
dada, nafas dangkal, pembengkakan pada
tenggorokan, sensasi tercekik dan terpental-
20

pental
3. Neuromuskuler Reflex meningkat, kedutan, mata berkedip-
kedip, imsomnia, tremor, gelisa, wajah
tegang, kelemahan umum, kaki goyah dan
gerakan janggal
4. gastrointestinal Kehilangan nafsu makan, menolak makan,
rasa tidak nyaman pada bagian abdomen,
mual dan merasa terbaka
5. Traktus Urinaria Tidak dapat menahan kencing atau sering
berkemih
6. Intergument Wajah kemerahan, telapak tangan
berkeringat, gatal, rasa panas dan dingin pada
kulit, wajah pucat dan berkeringat seluruh
tubuh.

Tabel 2. 2 Respon Psikologis Terhadap Kecemasan


No Aspek Respon
.
1. Perilaku Gelisah, ketegangan fisik, tremor, gugup,
bicara cepat, kurang koordinasi, cenderum
mendapat cidera, menarik diri, menghalangi,
melarikan diri dari masalah, dan menghindar.
2. Kognitif Perhatian ternganggu, konsentrasi buruk,
pelupa, salah dalam memberikan penilaian
hambatan berfikir, bidang presepsi menurun,
kreativitas menurun, bingung, sangat
waspada, kesadaran meningkat, kehilangan
objektivitas, takut kehilangan kontrol, takut
pada gambaran visual, takut cidera atau
kematian.
3. Afektif Mudah terganggu, tidak sabar, gelisah, tegang
21

nervus, ketakutan, dan takut.


22

10. Rentang Respon kecemasan


Menurut (Stuart, 2003), bahwa rentang respons ansietas dari yang
adaptif ke maladaptif .
Respon adaktif dan maladaktif
Adaptif Maladaptif

Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

C. Tinjauan Umum Tentang Terapi Bermain


1. Defenisi Bermain
Ada beberapa defenisi bermain menurut para ahli, antara lain sebagai
berikut :
a. Wong, (2000)
Bermain merupakan cermin kemampuan fisik, intelektual,
emosional dan social; dan bermain merupakan media yang baik
untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan berkata-kata
(berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan,
melakukan apa yang dapat dilakukannya dan mengenal waktu, jarak
serta suara (Supartini, 2010).
b. Probel
Lebih menekankan pentingnya bermain dalam belajar karena
berdasarkan pengalamannya sebagai guru dia menyadari bahwa
kegiatan bermain maupun mainan yang dinikmati anak dapat
digunakan untuk menarik perhatian serta mengembangkan
pengetahuan mereka. Sebagai kegiatan yang mempunyai nilai-nilai
praktis, artinya bermain digunakan sebagai media untuk
meningkatkan keterampilan bagi anak.
2. Fungsi Terapi Bermain
Fungsi terapi bermain adalah merangsang perkembangan sensorik
motorik, perkembangan intelektual, perkembangan social, perkembangan
kreativitas serta untuk menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan
23

anak. Pemberian stimulasi akan lebih efektif apabila memperhatikan


kebutuhan-kebutuhan anak sesuai dengan tahap perkembangan antara lain
melalui alat permainan (Supartini, 2010).
3. Tujuan Terapi Bermain
Anak bermain pada dasarnya agar ia memperoleh kesenangan,
sehingga tidak akan merasa jenuh. Bermain tidak sekedar mengisi waktu
tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan, dan
cinta kasih. Bermain merupakan unsur yang penting untuk perkembangan
fisik, emosi, mental, intelektual, kreativitas dan sosial. Anak dengan
bermain dapat mengungkapkan konflik yang dialaminya. Bermain cara
yang baik untuk megatasi kemarahan, kekhawatiran, dan kedukaan
(Supartini, 2010).
Melalui fungsi permainan yang disebutkan di atas, pada prinsipnya
bermain mempunyai tujuan sebagai berikut :
a. Untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangan yang normal
karena pada saat sakit anak mengalami gangguan dalam
pertumbuhan dan perkembangannya.
b. Mengekspresikan perasaan, keinginan, fantasi, serta ide-idenya
seperti telah diuraikan di atas, pada saat sakit dan di rawat di rumah
sakit, anak mengalami berbagai perasaan yang sangat tidak
menyenangkan.
c. Mengembangkan kreativitas dan kemampuan memecahkan masalah.
Permainan akan menstimulasi daya pikir, imajinasi dan fantasinya
untuk menciptakan sesuatu seperti yang ada dalam pikirannya.
d. Dapat beradaptasi secara efektif terhadap stress karena sakit dan di
rawat di rumah sakit. Stress yang dialami anak saat di rawat dirumah
sakit tidak dapat dihindarkan sebagaimana juga yang dialami orang
tuanya.
4. Kategori Permainan
Menurut (Saputro et al., 2017), terapi bermain diklasifkasikan menjadi
2 yaitu:
24

a. Bermain Aktif
Dalam bermain aktif, kesenangan timbul dari apa yang
dilakukaan anak, apakah dalam bentuk kesenangan bemain alat
misalnya mewarnai gambar, melipat kertas origami dan menempel
gambar. Bermain aktif juga dapat dilakukan dengan bermain peran
misalnya bermain dokter-dokteran dan bermain dengan menebak
kata.
b. Bermain Pasif
Dalam bermain pasif, hiburan atau kesenangan diperoleh dari
kegiatan orang lain. Pemain menghabiskan sedikit energi, anak
hanya menikmati temannya bermain atau menonton televisi dan
membaca buku. Bermain tanpa mengeluarkan banyak tenaga, tetapi
kesenangannya hampir sama dengan bermain aktif.
5. Klasifikasi Permainan
Menurut (Wong, 2009), bahwa permainan dapat diklasifikasikan
yaitu :
a. Berdasarkan isinya
1) Bermain afektif sosial (social affective play)
Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang
menyenangkan antara anak dan orang lain. Anak mendapatkan
kesenangan dari hubungannya dengan orangtuannya.
2) Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure)
Permainan ini akan menimbulkan kesenangan bagi anakanak.
Permainan ini membutuhkan alat yang mampu memberikan
kesenangan pada anak, misalnya menggunakan pasir untuk
membuat gunung-gunung, menggunakan air yang dipindahkan
dari botol, atau menggunakan plastisin untuk membuat sebuah
konstruksi.
3) Permainan keterampilan (skill play)
25

Permainan ini akan meningkatkan keterampilan bagi anak.


Khususnya keterampilan motorik kasar dan motorik halus.
Keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan
dari permainan yang dilakukan.
4) Permainan simbolik atau pura-pura ( dramatic play role)
Permainan anak yang dilakukan dengan cara memainkan peran
dari orang lain. Dalam permainan ini akan membuat anak
melakukan percakapan tentang peran apa yang mereka tiru.
Dalam permainan ini penting untuk memproses atau
mengidentifikasi anak terhadap peran tertentu.
b. Berdasarkan karakteristk sosial
1) Solitary Play
Permainan ini dimulai dari usia bayi dan merupakan permainan
sendiri atau independent. Walaupun ada orang disekitarnya bayi
atau anak tetap melakukan permainan sendiri. Hal ini karena
keterbatasan mental, fisik, dan kognitif.
2) Paralel Play
Permainan ini dilakukan oleh sekelompok orang. Permainan ini
dilakukan anak balita atau prasekolah yang masing-masing
mempunyai permainan yang sama tetapi satu sama lainnya tidak
ada interaksi dan tidak saling bergantung, dan karakteristik pada
usia todler dan prasekolah.
3) Asosiative play
Permainan kelompok dengan atau tanpa tujuan kelompok.
Permainan ini dimulai dari usia toddler dan dilanjutkan sampai
usia prasekolah. Permainan ini merupakan permainan dimana
anak dalam kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum
terorganisir secara formal.
4) Cooperative play
Suatu permainan yang dimulai dari usia prasekolah. Permainan
ini dilakukan pada usia sekolah dan remaja.
26

5) Therapeutik play
Merupakan pedoman bagi tenaga dan tim kesehatan, khususnya
untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikososial anak selama
hospitalisasi. Dapat membantu dalam mengurangi stress, cemas,
memberikan instruksi dan perbaikan kemampuan fisiologis.
6. Jenis-Jenis Permainan
a. Bermain Plastisin
Plastisin merupakan salah satu keterampilan tangan yang
menggunakan bahan tepung dan lem kayu yang di buat menjadi
adonan yang di beri warna sesuai dengan keinginan. Dari adonan
tersebut dapat di bentuk sesuai yang kita inginkan seperti miniature
sayur-sayuran, buah-buahan, kue, boneka,dan sebagainya.

Gambar 2. 2 Plastisin

Plastisin merupakan mainan yang mengasyikan dan merupakan


salah satu media yang sesuai untuk mengembangkan kreativitas
anak. Lilin (plastisin) adalah bahan terbaik yang dapat di gunakan
oleh anak-anak karena lilin dapat mengajak anak untuk belajar dan
untuk terapi.
Plastisin memiliki banyak manfaat bagi anak. Menurut jatmika
dalam (Aisyah, 2012) di antaranya adalah sebagai berikut :
27

1) Melatih kemampuan sensorik. Salah satu cara anak mengenal


sesuatu adalah melalui sentuhan, dengan bermain plastisin anak
belajar tentang tekstur dan cara menciptakan sesuatu.
2) Mengembangkan kemampuan berfikir. Bermain plastisin bisa
mengasah kemampuan berfikir anak.
3) Berguna meningkatkan Self esteem. Bermain plastisin
merupakan bermain tanpa aturan sehingga berguna untuk
mengembangkan imajinasi dan kreativitas anak, sekaligus
mengajarkan tentang pemecahan masalah.
4) Mengasah kemampuan berbahasa. Meremas, berguling, dan
memutar adalah beberapa kata yang sering di dengar anak saat
bermain plastisin.
5) Memupuk kemampuan sosial. Hal ini karena dengan bermain
Bersama memberi kesempatan berinteraksi yang akrab, dan bisa
belajar bahwa bermain bersama sangat menyenangkan.
Manfaat lilin secara khusus yaitu untuk menolong anak tentang
apa yang di rasakan anak dan sedikit meninggalkan sesuatu yang
tertahan, hal ini terjadi seperti anak berperan di luar kendali
emosinya. Contohnya, seorang anak dapat memukul lilin atau
mengelus atau menggulung-gulung lilin. Lilin membolehkan anak
untuk memperoleh kepuasan dan keberhasilan dengan dapat
menyelesaikan produk lilin.
Dalam keadaan sakit, anak mungkin tidak menceritakan keadaan
mereka karena takut, tetapi dengan bermain plastisin anak memiliki
kebebasan untuk beraktivitas dan memberikan kesempatan untuk
anak memceritakan tentang pengalamannya dan apa yang di
rasakannya. Mengekspresikan perasaan dan pikiran pada anak yang
di harapkan menimbulkan perasaan rileks, emosi menjadi baik dan
menyebabkan peningkatan respon adaptif sehingga cemas akibat
hospitalisasi pada anak akan menurun.
b. Bermain Biblioterapi
28

Biblioterapi atau terapi membaca merupakan penggunaan buku


atau bahan bacaan dalam konseling untuk mendukung perubahan
klien (Trihantoro et al., 2016). Bibliotherapy adalah sebuah teknik
terapi dengan menggunakan literatur untuk menciptakan interaksi
yang bersifat terapeutik; menghasilkan perubahan proses kognitif,
emosional, dan perilaku individu sehingga individu dapat
memperoleh pemahaman yang benar dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi (Purwanto, 2015). Pelaksanaan
bibliotherapy dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu reading
bibliotherapy dimana Proses terapi hanya dilakukan dengan cara
membaca dan tidak melibatkan konselor sebagai fasilitator. Tugas
konselor hanya sebagai penyedia materi bacaan sesuai dengan
kebutuhan klien. Cara yang kedua adalah interactive bibliotherapy.
Bacaan dalam hal ini bersifat sebagai katalis sedangkan konselor
melakukan dialog dengan harapan dapat memberikan insight.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa fokus interactive
bibliotherapy pada proses penyembuhan bukan hanya pada stimulus
bacaan saja namun hingga pada tahap pengenalan tapi sampai pada
pemahaman yang terintegrasi (Purwanto, 2015).
Tujuan dari tipe ini adalah membantu partisipan untuk mencapai
pendidikannya atau mencapai kepuasan dan aktualisasi yang lebih
besar. Dalam tipe pendidikaan ini, biblioterapi dapat memperluas
pandangan seseorang tentang perbedaan kondisi manusiawi,
sehingga diperoleh pandangan yang luas mengenai perbedaan
kondisi yang sifatnya manusiawi (Trihantoro et al., 2016).
29

Gambar 2. 3 Buku Biblioterapi

Biblioterapi juga bermanfaat untuk mengubah konsep diri


individu, meningkatkan motivasi diri, menunjukkan jalan
menemukan jati diri, membentuk kejujuran diri, ketahanan emosi
dan tekanan mental, menunjukkan bahwa dia bukan satu-satunya
orang yang mempunyai masalah, menunjukkan bahwa ada lebih dari
satu alternatif penyelesaian masalah, menolong seseorang dengan
diskusi masalah, membantu merencanakan sebuah langkah kerja
dalammenyelesaikan masalah (Trihantoro et al., 2016).
7. Bermain Untuk Anak Yang Dirawat di Rumah Sakit
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang penuh
dengan stress baik bagi anak maupun orang tua. Lingkungan rumah sakit
itu sendiri juga merupakan penyebab stress bagi anak maupun orang
tuanya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial. Perasaan seperti
takut, cemas, nyeri dan perasaan tidak menyenangkan lainnya sering kali
dialami oleh anak.
Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan
perasaan tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan
selama dalam perawatan. Salah satu media yang paling efektif adalah
melalui kegiatan permainan. Permainan yang terapeutik didasarkan oleh
pandanagn bahwa permainan bagi anak merupakan aktivitas yang sehat
dan diperlukan untuk kelangsungan tumbuh kembang anak dan
30

memungkinkan untuk dapat menggali dan mengekspresikan perasaan dan


pikiran anak.
Aktivitas bermain yang diberikan perawat pada anak di rumah sakit
akan memberi manfaat sebagai berikut :
a. Meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan
perawat. Dengan melaksanakan kegiatan bermain, perawat
mempunyai kesempatan untuk membina hubungan yang baik dan
menyenangkan anak dan keluarga
b. Perawat di rumah sakit akan meningkatkan kemampuan anak untuk
mandiri. Aktivitas bermain yang terprogram akan memulihkan
perasaan mandiri pada anak
c. Permainan pada anak di rumah sakit akan membantu anak
mengekspresikan perasaan dan pikiran cemas, takut, sedih, tegang
dan nyeri
d. Permainan yang terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan
anak untuk mempunyai tingkah laku positif
e. Permainan dapat memberikan kesempatan pada anak untuk
berkompetisi secara sehat, serta dapat menurunkan ketegangan pada
anak dan keluarga.
8. Prinsip Bermain di Rumah Sakit
Meskipun anak sedang sakit atau dirawat di rumah sakit, tugas
pekembangan tidaklah terhenti. Hal ini bertujuan, melanjutkan tumbuh dan
kembang selama perawatan, sehingga kelangsungan tumbuh kembang
dapat berjalan, dapat mengembangkan kreativitas dan pengalaman, anak
akan mudah beradaptasi terhadap stress karena penyakit yang dialami.
Prinsip bermain di rumah sakit yaitu:
a. Tidak banyak mengeluarkan energi diberikan secara singkat dan
sederhana.
b. Mempertimbangkan keamanan dan infeksi silang.
c. Kelompok usia yang sebaya.
d. Permainan tidak bertentangan dengan pengobatan.
31

e. Melibatkan orang tua atau keluarga (Suriadi & Yuliani, 2010)


9. Fungsi Bermain di Rumah Sakit
Meskipun anak sedang mengalami perawatan di rumah sakit,
kebutuhan aktivitas anak akan aktivitas bermain tidak boleh terhenti.
Bermain di rumah sakit juga dibutuhkan. Menurut Ikhbal (2016) bermain
di rumah sakit memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Memfasilitasi anak untuk beradaptasi dengan lingkungan yang asing.
b. Memberi kesempatan untuk membuat keputusan dan control
c. Membantu mengurangi stress terhadap perpisahan.
d. Memberi kesempatan untuk mempelajari tentanng bagian-bagian
tubuh dan fungsinya.
e. Memperbaiki konsep-konsep yang salah tentang penggunaan dan
tujuan peralatan serta proedur medis.
f. Memberi peralihan dan relaksasi.
g. Membantu anak untuk merasa lebih aman dalam lingkungan.
h. Memberikan solusi untuk mengurangi tekanan dan untuk
mengeksplorasi perasaan.
i. Mengembangkan kemampuan anak berinteraksi dengan orang lain di
rumah sakit.
j. Mencapai tujuan terapeutik.
D. Tinjauan Tentang Askep Anak Dengan Kasus GNAPS
1. Pengkajian
Menurut (Kyle & Susan, 2015)
a. Riwayat kesehatan
1) Demografi : meliputi nama anak, usia, jenis kelamin, dan
informasi demografi lain.
2) Keluhan utama : meliputi keluhan yang dirasakan anak, catat
sesuai dengan yang disampaikan anak atau orang tua.
3) Riwayat kesakitan saat ini : meliputi awitan, durasi, pengobatan
sebelumnya, segala hal yang mengurangi dan memperburuk
masalah kesehatan.
32

4) Riwayat kesehatan masa lalu : meliputi riwayat prenatal, riwayat


perinatal, riwayat kesakitan dimasa lalu, masalah tumbuh
kembang, riwayat alergi makanan dan obat, status imuisasi.
5) Riwayat kesehatan keluarga : meliputi usia dan status kesehatan
orangtua, saudara kandung, dan anggota keluarga lain.
6) Tinjauan sistem : mengkaji tentang riwayat baik pada masa lalu
maupun sekarang yang berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan, kulit, kepala dan leher, mata dan penglihatan,
telinga dan pendengaran, mulut dan gigi, sistem pernapasan,
sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem
genitourinaria, dan sistem muskuloskeletal.
7) Riwayat perkembangan : mengkaji tentang kemampuan motorik
kasar, keterampilan motorik halus yang sudah dicapai,
kemampuann perawatan diri, toilet trainingg, keterampilan
makan, dan keterampilan sosial.
8) Riwayat fungsional : melakukan pengkajian mengenai pola
kebiasaan sebelum sakit dan saat atau setelah sakit meliputi,
nutrisi, eliminasi, aktivitas dan olahraga, perilaku tidur,
perawatan kebersihan diri, dan aspek psikososial.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala
Melihat kebersihan kulit kepala, distribusi rambut merata dan
warna rambut.
2) Wajah, melihat ke semetrisan kiri dan kanan.
3) Mata, terlihat sklera putih, konjuntiva merah muda, dan reflek
pupil mengecil ketika terkena sinar.
4) Mulut, terdapat napas yang berbau tidak sedap serta bibir kering,
dan pecah-pecah (ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor,
sementara ujung dan tepinya berwarna kemerahan dan jarang
disertai tremor.
5) Leher, tidak adanya distensi vena jugularis.
33

6) Abdomen, dapat ditemukan keadaan perut kembung. Bisa terjadi


konstipasi, atau mungkin diare atau normal.
7) Hati dan limfe membesar disertai dengan nyeri pada perabaan.
8) Ektermitas, pergerakan baik antara kiri dan kanan.
9) Integumen, akral teraba hangat dan terdapat pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan
karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan
pada minggu pertama demam).
c. Pemeriksaan penunjang
(EKG, EEG, Laboratorium, Pemeriksaan Radiologi, dll)
2. Diagnosa Keperawatan
a. Ansietas berhubungan dengan hospitalisasi
b. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
c. Kelebihan Volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
d. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan obstruksi anatomic
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan ketidakmampuan makan
f. Risiko perfusi renal tidak efektif dengan faktor resiko hipertensi dan
kekurangan volume cairan
Tabel 2. 3 Diagnosa Keperawatan
No Diagnosa Definisi Batasan Karakteristik
.
1. Ansietas Kondisi emosi 1. Gejala dan Tanda
dan Mayor
pengalaman a. Subjektif
subyektif  Merasa bingung
individu  Merasa khawatir
terhadap objek dengan akibat
yang tidak dari kondisi
jelas dan yang di hadapi
spesifik akibat  Sulit
antisipasi berkosentrasi
bahaya yang b. Objektif
memungkinkan  Tampak gelisah
34

individu  Tampak tegang


melakukan  Sulit tidur
tindakan untuk 2. Gejala dan Tanda
menghadapi Minor
ancaman. a. Subjektif
 Mengeluh
pusing
 Anoreksia
 Palpitasi
 Merasa tidak
berdaya
b. Objektif
 Frekuensi napas
meningkat
 Frekuensi nadi
meningkat
 Tekanan darah
meningkat
 Diaforesis
 Tremor
 Muka tampak
pucat
 Suara bergetar
 Kontak mata
buruk
 Sering
berkemih
 Berorientasi
pada masa lalu
2. Hipertermi Suhu tubuh 1. Gejala dan Tanda
meningkat di Mayor
atas rentang a. Objektif
normal tubuh.  Suhu tubuh di
atas nilai
normal
2. Gejala dan Tanda
Minor
a. Objektif
 Kulit merah
 Kejang
 Takikardi
 Takipnea
 Kulit terasa
hangat
35

3. Kelebihan volume Peningkatan  Bunyi napas


cairan asupan tambahan
dan/atau  Gangguan tekanan
retensi cairan darah perubahan
status mental
 Perubahan tekanan
arteri pulmonal
 Gangguan pola
napas
 Perubahan berat
jenis urine
 Anasarka
 Ansietas
 Azotemia
 Penurunan
hematokrit
 Penurunan
hemoglobin
 Dispnea
 Edema
 Ketidakseimbangan
elektrolit
 Oliguria
 Ortopnea
 Gelisah
 Penambahan berat
badan dalam waktu
sangat singkat
4. Gangguan Disfungsi  Disuria
eliminasi urine eliminasi urine  Sering berkemih
 Anyang-anyangan
 Nokturia
 Inkontinensia urine
 Retensi urine
 Dorongan berkemih
5. Ketidakseimbangan Asupan nutrisi 1. Gejala dan Tanda
nutrisi kurang dari tidak cukup Mayor
kebutuhan tubuh untuk a. Objektif
memenuhi  BB menurun
kebutuhan minimal 10% di
metabolisme. bawah rentang
ideal
2. Gejala dan Tanda
Minor
36

a. Subjektif
 Cepat kenyang
setelah makan
 Kram/nteri
abdomen
 Nafsu makan
menurun
b. Objektif
 Bising usus
hiperaktif
 Otot pengunyah
lemah
 Otot menelan
lemah
 Membrane mukosa
pucat
 Sariawan
 Serum albumin
turun
 Rambut rontok
berlebihan
 Diare
6. Risiko perfusi renal Berisiko 1. Faktor risiko
tidak efektif mengalami a. Kekurangan
penurunan volume cairan
sirkulasi darah b. Embolisme
ke ginjal vaskuler
c. Vaskulitis
d. Hipertensi
e. Disfungsi ginjal
f. Hiperglikemia
g. Keganasan
h. Pembedahan
jantung
i. Bypass
kardiopulmonal
j. Hipoksemia
k. Hipoksia
l. Asidosis
metabolic
m. Trauma
n. Sindrom
kompartemen
abdomen
o. Luka bakar
37

p. Sepsis
q. Sindrom respon
inflamasi
sistemik
r. Lanjut usia
s. Merokok
t. Penyalahgunaan
zat
2. Kondisi klinis yang
terkait
a. Diabetes melitus
b. Hipertensi
c. Aterosklerosis
d. Syok
e. Keganasan
f. Luka bakar
g. Pembedahan
jantung
h. Penyakit ginjal
i. Trauma

3. Perencanaan Keperawatan
Tabel 2. 4 Perencanaan Keperawatan
No. Diagnosa Tujuan dan Intervensi
Kriteria Hasil
1. Ansietas Setelah dilakukan O:
tindakan 1. Identifikasi saat tingkat
keperawatan ansietas berubah
selama 5 x 24 (mis.kondisi,waktu,stressor)
jam di harapkan 2. Monitor tanda-tanda
ansietas dapat ansietas (verbal dan
menurun dengan nonverbal)
kriteria hasil : T:
1. Pasien tidak 1. Ciptakan suasana terapeutik
tampak pucat untuk menumbuhkan
2. Tekanan kepercayaan
darah 2. Pahami situasi yang
menurun membuat ansietas
3. Pasien tidak 3. Dengarkan dengan penuh
tremor perhatian
4. Pola tidur 4. Gunakan pendekatan yang
membaik tenang dan meyakinkan
5. Kontak mata E:
sudah mulai 1. Jelaskan prosedur, termasuk
terjalin dgn sensasi yang mungkin di
38

baik alami
2. Anjurkan keluarga untuk
tetap ematoc pasien
3. Latih kegiatan pengalihan
untuk mengurangi
ketegangan
K:
4. Kolaborasi pemberian
terapi bermain dengan
biblioterapi dan plastisin
2 Hipertermi Setelah dilakukan O:
tindakan 1. Identifikasi penyebab
keperawatan hipertermia (mis.
selama 5 x 24 Dehidrasi, terpapar
jam di harapkan lingkungan yang panas,
intoleransi penggunaan incubator)
aktivitas dapat 2. Monitor suhu tubuh
meningkat 3. Monitor haluaran urine
dengan kriteria 4. Monitor komplikasi akibat
hasil : hipertermia
1. Suhu tubuh T:
kembali 1. Sediakan lingkungan yang
membaik dingin
dalam batas 2. Longgarkan atau lepaskan
normal pakaian
2. Suhu kulit 3. Berikan cairan oral
membaik 4. Lakukan pendinginan
3. Tekanan eksternal (mis. Selimut
darah hipotermia atau kompres
membaik dingin pada dahi, leher,
dada, abdomen, aksila)
5. Hindari pemberian
antipiretik atau aspirin
E:
1. Anjurkan tirah baring
K:
1. Kolaborasi pemberian
cairan dan elektrolit
intravena, jika perlu
3. Kelebihan Setelah di O:
volume cairan lakukan tindakan 1. Kaji masukan yang
keperawatan ematocr terhadap keluaran
selama 5 x 24 serta Ukur dan catat
jam di harapkan masukan keluaran dengan
kelebihan volume akurat.
cairan menurun 2. Timbang berat badan
39

dengan kriteria setiap hari ( atau lebih, bila


hasil : diindikasikan)
1. Tidak ada 3. Observasi edema disekitar
edema mata dan area dependen.
2. Tekanan 4. Monitor hasil pemeriksaan
darah laboratorium
normal (mis.hematokrit, Na, K, Cl,
3. 24 jam berat jenis urine, BUN)
intake dan T:
output 1. Atur masukan cairan
seimbang dengan cermat.
4. Elektrolit 2. Pantau infus intravena
urin dalam K:
batas normal 1. Kolaborasi pemberian di
uretic, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian
kortikosteroid sesuai
ketentuan
4. Gangguan Setelah di O:
eliminasi urine lakukan tindakan 1. Monitor eliminasi urine
keperawatan termasuk frekuensi,
selama 5 x 24 konsistensi, bau, volume,
jam di harapkan dan warna
gangguan 2. Pantau tanda dan gejala
eliminasi urine retensi urine
menurun dengan 3. Identifikasi faktor-faktor
kriteria hasil : yang berkontribusi
1. Bau urine terhadap terjadinya
2. Warna urine episode inkontinensia
3. kejernihan T:
urine 1. catat waktu eliminasi
4. retensi urine urine terakhir
5. jumlah urine 2. anjurkan pasien/keluarga
untuk mencatat output
urine yang sesuai
E:
1. Ajarkan pasien mengenai
tanda dan gejala infeksi
saluran kemih
2. Ajarkan pasien untuk
minum 8 gelas per hari
pada saat makan, di
antara jam makan dan di
sore hari
K:
1. Kolaborasi dengan dokter
40

jika tanda dan gejala


infeksi saluran kemih
terjadi

5. Ketidakseimba Setelah di O:
ngan nutrisi lakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi
kurang dari keperawatan 2. Identifikasi alergi dan
kebutuhan selama 5 x 24 intoleransi makanan
tubuh jam di harapkan 3. Identifikasi makanan yang
risiko cedera di sukai
menurun dengan T:
kriteria hasil : 1. Lakukan oral hygiene
1. Nafsu sebelum makan, jika perlu
makan mulai 2. Fasilitasi menentukan
membaik pedoman diet (mis.
2. Membran Piramida makanan)
mukosa 3. Berikan makanan tinggi
membaik serat untuk mencegah
3. Frekuensi konstipasi
makan mulai 4. Berikan makanan tinggi
teratur kalori dan tinggi protein
sehari 3x 5. Berikan suplemen
makanan, jika perlu
E:
1. Ajarkan diet yang di
programkan
K:
1. Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri,
antiemetic) jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis
nutrient yang di butuhkan,
jika perlu
6. Risiko perfusi Setelah di O:
renal tidak lakukan tindakan 1. Monitor status
efektif keperawatan kardiopulmunal (frekwensi
selama 5 x 24 dan kekuatan nadi,
jam di harapkan frekwensi nafas, TD,
risiko perfusi MAP)
renal membaik 2. Monitor status cairan
dengan kriteria (masukan dan haluaran,
hasil : turgor kulit, CRT)
1. Jumlah urine 3. Periksa riwayat alergi
41

meningkat T:
2. menurun 1. Pasang kateter urine untuk
3. Tekanan menilai produksi urine,
darah jika perlu
sistolik/diasto 2. Lakukan skinen skine test
lik membaik untuk mencegah reaksi
4. Keseimbanga alergi
n asam basa E:
membaik 1. Anjurkan memperbanyak
asupan oral
2. Anjurkan menghindari
allergen
K:
1. Kolaborasi pemberian IV,
jika perlu
2. Kolaborasi pemberian anti
inflamasi, jika perlu

4. Pelaksanaan Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang
dihadapi. Dalam melakukan implementasi pada anak, harus menerapkan
prinsip atraumatic care, hal ini karena perawatan pada anak tidak boleh
menimbulkan trauma pada anak. Selain itu, implementasi pada anak
diperlukan untuk melibatkan orangtua, karena orang tua yang akan
melakukan perawatan di rumah dan orangtua sebagai mekanisme koping
anak (Dermawan, 2012).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah membandingkan suatu hasil atau perbuatan dengan standar
untuk tujuan pengambilan keputusan yang tepat sejauh mana tujuan
tercapai. Efektifitas intervensi keperawatan ditentukan dengan pengkajian
ulang yang kontinu. Pengkajian ulang meliputi keluhan yang dirasakan
anak setelah diberikan intervensi dan juga membandingkan kondisi anak
saat dilakukan evaluasi dengan kriteria keberhasilan pada rencana
keperawatan (Dermawan, 2012).
BAB III METODE PENELITIAN
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Metode yang di gunakan peneliti dalam penulisan studi kasus ini adalah
penelitian deskriptif dengan pendekatan studi kasus (Case Study), adalah
studi untuk mengeksplorasi tindakan keperawatan, yaitu penerapan kombinasi
terapi bermain plastisin dengan bibliotherapi terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi pada asuhan keperawatan anak Di RSUD Poso.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penerapan dari tindakan ini akan dilaksanakan di ruang keperawatan anak di
RSUD Poso, di mulai saat pasien masuk rumah sakit sampai sebelum pasien
pulang. Penelitian ini di lakukan pada bulan Juni 2021.
C. Subyek Studi Kasus
Subyek penelitian dalam studi kasus ini adalah satu orang pasien anak dengan
kecemasan yang menjalani hospitalisasi.
D. Fokus Studi
Fokus tindakan dan penelitian ini adalah Penerapan Kombinasi Terapi
Bermain Plastisin Dengan Bibliotherapi Terhadap Kecemasan Anak Dengan
Kasus GNAPS Di RSUD Poso.
E. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah memuat definisi penelitian agar muda di ukur
1. Asuhan keperawatan
Asuhan keperawatan merupakan bentuk pelayanan keperawatan
professional. Di mulai dari tahap pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi keperawatan, implementasi keperawatan, serta dilakukannya
evaluasi keperawatan.
2. GNAPS (Glomerulonefritis Akut Pasca treptokokus)
Glomerulonefritis merupakan penyakit ginjal dengan suatu inflamasi dan
proliferasi sel glomerulus. Peradangan tersebut terutama disebabkan

42
43

mekanisme imunologis yang menimbulkan kelainan patologis


glomerulus dengan mekanisme yang masih belum jelas. GNAPS dapat
muncul secara sporadik maupun epidemik terutama menyerang anak-
anak atau dewasa muda pada usia sekitar 2-15 tahun dengan puncak usia
6-7 tahun.
3. Kecemasan
Ansietas atau kecemasan merupakan suatu respon dari makhluk hidup
yang tidak menyenangkan yang terjadi pada setiap individu dalam
kehidupan sehari-hari, khususnya pada anak usia prasekolah yang
mengalami hospitalisasi (perawatan di Rumah Sakit)
Alat ukur yang di gunakan pada studi kasus ini adalah VAS. VAS
(Visual Analogue Scala) merupakan pengukuran tingkat kecemasan yang
cukup sensitive dan unggul karena pasien dapat mengidentifikasi setiap
titik pada rangkaian, dari pada di paksa memilih satu kata atau satu
angka. Pengukuran dengan VAS pada nilai 0 dikatakan tidak ada
kecemasan, nilai 1-3 dikatakan sebagai cemas ringan, nilai 4-6 dikatakan
sebagai cemas sedang, di antara nilai 7-9 cemas berat, dan 10 di anggap
panik atau kecemasan luar biasa.
4. Terapi bermain Plastisin
Plastisin merupakan salah satu keterampilan tangan dengan bahan yang
lunak sehingga mudah di bentuk seperti dipipihkan, ditarik-tarik,
diremas-remas, gulung-gulung, dan bisa di bentuk sesuai dengan
imajinasi dan keinginan anak. Pemberian terapi bermain plastisin
dilakukan sebanyak dua kali seminggu selama 30 menit.
5. Terapi bermain Biblioterapi
Bibliotherapy merupakan teknik cerita bergambar yang di sampaikan
supaya anak tidak bosan mendengarnya dan dapat di tambah dengan
kelucuan dan hiburan dalam cerita tersebut. Pemberian terapi bermain
bibliotherapy dilakukan sebanyak 3 kali seminggu selama 30 menit,
dengan menggunakan buku cerita anak. Terapi di lakukan dengan cara
mengajak pasien anak berbincang untuk mengetahui bacaan apa yang di
44

sukainya, mencari penyebab penyakit atau stres, lalu menawarkan buku


yang tepat untuknya.
F. Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang di gunakan yaitu dengan 3 cara :
1. Metode Wawancara
Data yang di dapatkan dalam Metode wawancara yaitu dengan hasil
anamnesis tentang identitas pasien, keluhan utama, riwayat keluhan
utama, riwayat keluhan sekarang, dahulu,keluarga. Wawancara dilakukan
pada pasien, keluarga atau perawat.
2. Metode Observasi
Metode observasi yang dilakukan dalam penelitianini di peroleh melalui
pemeriksaan fisik pada pasien yaitu dengan inspeksi, palpasi, perkusi,
dan auskultasi pada system tubuh
3. Metode Dokumentasi
Studi dokumentasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan
pengambilan data melaui Dinas Kesehatan, dan RSUD Poso (rekam
medik, status pasien, dan dari hasil pemeriksaan Laboratorium dan
Radiologi).
G. Etika penelitian
Dalam menyelesaikan studi kasus ini, peneliti harus menerapkan etika
penelitian dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut :
1. Prinsip otonomi (autonomy)
Prinsip autonomy adalah menghargai harkat dan mertabat manusia
dengan memberikan kebebasan pada partisipan untuk membuat
keputusan atas dirinya sendiri secara sadar, bebas dari paksaan untuk
partisipasi dalam penelitian. Bentuk tindakan yang terkait dengan ini di
berikan informed consent.
2. Prinsip beneficence dan malefeicience
Prinsip ini bertujuan untuk mencegah kerugian, ketidaknyamanan, dan
menjaga data kerahasiaan partisipan.
45

3. Prinsip keadilan
Responden berhak bahwa semua data yang diberikan selama penelitian
disimpan dan di jaga kerahasiaan. Peneliti telah merahasiakan data klien
dengan cara memberikan inisial sebagai pengganti nama klien yang
berarti bahwa identitas responden klien hanya di ketahui oleh peneliti.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Peneltian ini di lakukan pada tanggal 19 juni sampai 25 juni 2021 di


Ruangan anak Rumah Sakit Umum Daerah Poso. Rumah Sakit Umum
Daerah Poso merupakan Rumah Sakit rujukan di kabupaten poso yang
sudah terakreditasi bintang tiga (madya). RSUD Poso terletak di Jalan
Jendral Sudirman nomor 33 kelurahan kasintuwu, kecamatan poso kota
utara kabupaten poso provinsi Sulawesi tengah. Rumah Sakit Umum
Daerah poso memiliki ruang rawat keperawatan di antaranya ruangan
UGD, ruangan ICU, ruangan NSCC, ruangan Interna, ruangan Bedah,
ruangan anak dan ruang rawat kebidanan, penelitian ini di lakukan di
ruang perawatan anak,di mana ada 24 perawat ruangan, 2 dokter spesialis
anak, 1 ruang tempat terapi bermain, 1 ruangan observasi, 6 ruangan
perawatan kelas dan 4 ruangan perawatan bangsal. Secara umum penyakit
yang di tangani di ruang perawatan anak ini antara lain seperti infeksi,
nutrisi, eliminasi dan pertukaran.
B. Hasil penelitian

Hasil penelitian ini menjelaskan tentang ringkasan pelaksanaan asuhan


keperawatan pada klien dengan kasus GNAPS (Glomerulonefiritis Akut
Pasca Streptokokus) yang telah di laksanakan di ruang Perawatan Anak
Rumah Sakit Umum Daerah Poso pada tanggal 19 Juni sampai 25 Juni
2021. Gambaran asuhan keperawatan yang telah peneliti lakukan meliputi
pengkajian keperawatan, merumuskan diagnosa keperawatan,
merumuskan intervensi keperawatan, melakukan implementasi
keperawatan sampai melakukan evaluasi keperawatan.

46
47

1. Pengkajian
a. Identitas klien
Nama klien An.J , Tempat tanggal lahir Sepe 18 November 2013
(7 tahun), berjenis kelamin laki-laki, beragama Kristen dan
bertempat tinggal di Desa Sepe. Klien di rawat sejak tanggal 14
Juni 2021, di lakukan pengkajian pada tanggal 19 Juni 2021,
diagnosa medik adalah GNAPS. Penanggung jawab adalah Ny.Y
umur 27 tahun, Pendidikan terakhir SMA, bekerja sebagai ibu
rumah tangga, beragama Kristen, bertempat tinggal di Desa Sepe,
status adalah ibu klien.
2. Riwayat Kesehatan
a. Alasan Masuk RS
Klien masuk RSUD Poso di bawah keluarga karena demam tinggi
dengan suhu 38,8 OC
b. Keluhan Utama
Ibu pasien mengatakan An.J demam sejak 4 hari yang lalu
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
Saat di lakukan pengkajian keadaan umum klien lemah, ibu klien
mengatakan An.J demam sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit, muntah 1x, sakit kepala. Saat di lakukan pengukuran
suhu di dapatkan suhu tubuh klien 38,8 O
C, wajah tampak
pucat,gelisah, mukosa bibir kering, dan wajah tegang. Ibu klien
juga mengatakan ada pembengkakan di bagian mata, punggung
kaki, dan bengkak pada scrotum dan penis.
d. Riwayat tumbuh kembang
Pertumbuhan fisik : Ibu klien mengatakan BB klien saat lahir 3200
gram dan TB 48 cm, BB sebelum masuk RS 18 kg, BB saat ini 20
kg, TB saat lahir 48 cm, TB saat ini 100 cm, waktu tumbuh gigi 7
bulan. Perkembangan tiap bulan : Ibu klien mengatakan klien
berguling saat umur 4 bulan, duduk saat 7 bulan, merangkak 10
48

bulan, berdiri 11 bulan, berjalan 1 tahun, bicara pertama kali 9


bulan.
e. Riwayat nutrisi
Ibu klien mengatakan klien mendapatkan ASI eksklusif selama 6
bulan, dan tidak ada pemberian susu formula. Pemberian makanan
pertama kali MPASI di berikan usia 6 bulan dengan jenis bubur
TIM.
f. Riwayat psikososial
Klien hidup dalam lingkungan harmonis dengan kedua orang tua
dalam satu rumah, hubungan orang tua klien baik, pola bermain
berkelompok Bersama dengan teman-teman.
g. Riwayat spiritual
Klien beragama Kristen, ibu klien mengatakan klien rajin
mengikuti ibadah sekolah minggu dan ibadah evanglisasi setiap
hari sabtu.
h. Pola fungsional kesehatan
Pada pengkajian nutrisi ibu klien mengatakan klien sebelum sakit
makan 3 x sehari dengan jenis nasi, ikan, sayur, buah dengan porsi
di habiskan, saat sakit An.J makan hanya porsi sedikit dengan jenis
bubur, buah (papaya dan pisang), dan minum susu. Pada
pengkajian eliminasi urin dan faces ibu klien mengatakan klien
BAK sebelum sakit 2-4x/hari (250 cc), warna urine kuning terang
sedangkan BAB 1-2x/hari (100 cc) dengan konsistensi lunak,
warna kuning kecoklatan, dan saat sakit ibu klien mengatakan klien
BAK sebanyak 3-5x/hari (300 cc), warna urine kuning kecoklatan
dan urine berbusa dan BAB sebanyak 1x/hari (100 cc), konsistensi
lunak dengan warna kecoklatan. BB pasien semenjak sakit naik 2
Kg dari 18 menjadi 20 Kg. Pada pengkajian cairan dan elektrolit,
ibu klien mengatakan klien sebelum sakit minum sebannyak 5-6
gelas/hari (1200 cc) dengan jenis air putih dan teh, saat sakit ibu
klien mengatakan klien minum 3-4 gelas/hari (800 cc) dengan jenis
49

air putih dan susu. Klien terpasang infus dextrose 5 % 1 kolf/24


jam (500 cc). Pada pengkajian aktivitas ibu klien mengatakan klien
sebelum sakit bermain dengan teman-teman dan saat sakit klien
hanya terbaring lemah karena dokter menganjurkan untuk bedrest
total. Pengkajian istrahat dan tidur, ibu klien mengatakan klien
sebelum sakit tidur siang 1-2 jam dan tidur malam 7-9 jam/hari dan
saat sakit tidur siang klien 3-4 jam dan tidur malam 6-8 jam/hari.
Pada pengkajian personal hygiene ibu klien mengatakan klien
sebelum sakit mandi 2 x sehari dan saat sakit klien belum pernah
mandi.
Tabel Balance cairan
Balance Cairan
Cairan Masuk Cairan Keluar
1. Infus Dextrose 5 % 1 1. Urine/24 jam : 300 cc
kolf/24 jam : 500 cc 2. Feses : 100 cc
2. Terapi Obat-obatan : 3. Keringat : 70 cc
 PCT : 20 cc/8 jam 4. IWL : (30 - 7) x 20 Kg =
 Ondansentron 1 amp/ 460
8 jam : 24 cc Total : 930 cc
 Ceftriaxon 2x800
mg/12 jam : 1600 cc
 Meropenem 3x500
mg/8 jam : 1500 cc
 Furosemide 10 mg/24
jam : 10 cc
3. Air (Makan dan Minum/
24 jam : 1200 cc
4. AM : 5 cc x 20 Kg = 100
Total : 4864 cc
Maka balance cairan An.J dalam 24 jam :
CM – CK
50

4.864 – 930 = 3934 cc


51

i. Pemeriksaan fisik
Keadaan umum sedang, berat badan 20 kg, tinggi badan 100 cm,
Kesadaran Composmentis, TTV : TD : 140/90 mmHg Nadi : 100
x/m, pernapasan : 22x/m Suhu : 38,8 OC.
Pemeriksaan head to toe : Kepala, kulit kepala tampak bersih,
pertumbuhan rambut merata, warna rambut hitam, tidak terdapat
benjolan dan nyeri tekan, Wajah : wajah tampak pucat, tidak ada
benjolan pada wajah dan muka sedikit bengkak di area sekitar
mata, Mata : Bentuk mata simetris kiri dan kanan, konjungtiva
anemis, dan edema palpebra, Telinga : Bentuk telinga simetris kiri
dan kanan, tidak ada serumen, tidak terdapat benjolan dan nyeri
tekan, Hidung : Bentuk hidung simetris kiri dan kanan, tidak
terdapat secret, tidak ada nafas cuping hidung, tidak terdapat
benjolan dan nyeri tekan, Mulut : Mukosa bibir kering, lidah
tampak kotor, gigi lengkap, tidak terdapat stomatitis, tidak ada
pembesaran tonsil, gusi sebelah kanan sedikit bengkak, Leher :
Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan tidak ada nyeri tekan,
Dada : Simetris kiri dan kanan, tidak ada retraksi dinding dada,
tidak ada bunyi napas tambahan, pernapasan normal frekuensi
28x/menit, tidak terdapat benjolan dan nyeri tekan, Abdomen :
Tidak ada pembengkakan, bising usus 15 kali/menit, dan tidak ada
nyeri tekan, Genetal : klien berjenis kelamin laki-laki, tidak ada
terpasang kateter, urine berwarna kuning kecoklatan dan bengkak
pada bagian skrotum dan penis, Ekstremitas : Bentuk tangan dan
kaki simetris kiri dan kanan, jumlah jari lengkap, tangan sebelah
kiri terpasang infus Dextrose 5%, 9 tpm/24 jam (5b00 cc), kedua
kaki bengkak, piting edema lebih dari 2 detik pergerakan normal,
Intergumen : Kulit putih bersih, akral teraba hangat,
52

j. Data penunjang

Tabel 4. 1 Hasil Lab Tanggal 20 Juni 2021


Nama Test Hasil Satuan Nilai
Rujukan
Urine test
Makroskopis
Warna Kuning Tua* - Kuning
kejernihan Keruh* - Jernih
Berat jenis 1.010 - 1.005-1.030
Nitrit Negatif - Negatif
pH 6.0 - 5.00-8.50
Reduksi/Glukosa Negatif - Negatif
Protein Positif* - Negatif
Blood Positif 3* - Negatif
Leukosit +/- * Negatif
Mikroskopis
Lekosit 7-9 * /LPB 0-3
Eritrosit Penuh* /LPB 0-1
Epitel 3-5 * - Positif
Silinder Positif* - Negatif
Kristal Negatif - Negatif
Bakteri Negatif - Negatif

Tabel 4. 2 Hasil Lab tanggal 21 juni 2021


Nama Test Hasil Satuan Nilai
Rujukan
Urine test
Makroskopis
Warna Kuning Tua* - Kuning
kejernihan Keruh* - Jernih
Berat jenis 1.010 - 1.005-1.030
Nitrit Negatif - Negatif
pH 5.5 - 5.00-8.50
Reduksi/Glukosa Negatif - Negatif
Blood Positif 3* Negatif
Mikroskopis
Lekosit 8-12 * /LPB 0-3
Eritrosit Penuh* /LPB 0-1
Epitel 1-3 * - Positif
Silinder Silinder - Negatif
Erytrosit*
Kristal Negatif - Negatif
Bakteri Negatif - Negatif
53
54

k. Terapi medis
Klien di diagnose GNAPS dan di berikan terapi medis PCT 20 cc/8
jam IV, Ondansentron 1 amp/8 jam IV, Ceftriaxon 2x800 mg/12
jam IV, Meropenem 3x500 mg IV, Furosemide 1,5 mg/24 jam IV,
paracetamol sirup 3x1.
5. Analisa Data

Tabel 4. 3 Analisa data


No Analisa Data Etiologi Masalah
.
1. DS: Proses Hipertermi
Ibu An.J mengatakan inflamasi
anaknya demam
Ibu An.J mengatakan
badan anaknya teraba
panas
DO:
An.J tampak lemah
Kulit An.J nampak
kemerahan
Akral teraba hangat
Mukosa bibir kering
Suhu : 38,8 OC
2. DS : Gangguan Kelebihan
 Ibu klien mengatakan mekanisme volume cairan
bengkak di wajah dan regulasi
kaki sejak 3 hari
masuk rumah sakit
DO :
 Kedua kaki bengkak
 Edema palpebra
 Wajah tampak
bengkak
 BB naik 2 kg
 Urine warna kuning
kecoklatan
 TD : 140/90 mmHg
 Balance cairan :
Input : 4864 cc
Output : 428 cc
Balance cairan selama
24 jam :
55

+ 4.436 cc
3. DS: Hospitalisasi Ansietas
Ibu klien mengatakan
kadang klien merasa
ketakutan, kurang
senang, dan merasa
sedih
DO:
Klien tampak gelisah
Wajah An.J Nampak
tegang
An.J takut saat
interaksi dengan
perawatat
An.J lebih banyak
diam
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 100 x/m
R : 22 x/m
4. DS:- Faktor risiko : Risiko perfusi
DO:  Hipertensi renal tidak efektif
Warna urine kuning  Kekurangan
tua volume
TD : 140/90 mmHg cairan
Lekosit : 8-9 LPB
Eritrosit : penuh
56

6. Intervensi keperawatan

Tabel 4. 4 Intervensi Keperawatan


No Diagnose Tujuan dan Intervensi
. keperawatan kriteria hasil (SIKI)
(SDKI) (SLKI)
1. Hipertemi b/d Setelah dilakukan O:
proses inflamasi tindakan 1. Identifikasi
keperawatan selama penyebab
5 x 24 jam di hipertermi
harapkan klien 2. Monitor suhu
menunjukan suhu tubuh
tubuh dalam batas 3. Monitor haluaran
normal dengan urine
kriteria hasil : 4. Monitor
1. Suhu tubuh komplikasi akibat
menurun sesuai hipertermia
dengan tolerasi T:
pasien dari 38,8 1. Sediakan
menjadi 37,5 0C. lingkungan yang
dingin
2. Longgarkan atau
lepaskan pakaian
3. Lakukan
pendinginan
eksternal (mis.
Selimut
hipotermia atau
kompres dingin
pada dahi, leher,
dada, abdomen,
aksila)
E:
1. Anjurkan tirah
baring
K:
1. Kolaborasi
pemberian cairan
dan elektrolit
intravena, jika
perlu
57

2. Kelebihan Setelah dilakukan O:


volume cairan tindakan 1. Kaji masukan
b/d gangguan keperawatan selama yang ersama
mekanisme 5 x 24 jam di terhadap keluaran
regulasi harapkan klien serta Ukur dan
menunjukan ke catat masukan
stabilan volume keluaran dengan
cairan dalam batas akurat.
normal dengan 2. Timbang berat
kriteria hasil : badan setiap hari
1. Edema berkurang ( atau lebih, bila
2. Pitting edema diindikasikan)
berkurang 3. Observasi edema
3. TD menurun disekitar mata
(dari 140 menjadi dan area
120) dependen.
4. Balance cairan 4. Monitor hasil
sesuai dengan pemeriksaan
program laboratorium
pengobatan (mis.hematokrit,
5. Nilai elektrolit Na, K, Cl, berat
sesuai dengan jenis urine, BUN)
program T:
pengobatan 1. Atur masukan
cairan dengan
cermat.
2. Pantau infus
intravena
K:
1. Kolaborasi
pemberian di
uretic, jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian
kortikosteroid
sesuai ketentuan
3. Ansietas b/d Setelah di lakukan O:
Hospitalisasi tindakan 1. Identifikasi saat
keperawatan selama tingkat ansietas
5 x24 jam di berubah
harapkan ansietas (mis.kondisi,wakt
dapat menurun u, stressor)
dengan kriteria 2. Monitor tanda-
hasil : tanda ansietas
1. Ansietas (verbal dan
berkurang nonverbal)
58

T:
1. Ciptakan suasana
terapeutik untuk
menumbuhkan
kepercayaan
2. Pahami situasi
yang membuat
ansietas
3. Dengarkan
dengan penuh
perhatian
4. Gunakan
pendekatan yang
tenang dan
meyakinkan
E:
1. Jelaskan
prosedur,
termasuk sensasi
yang mungkin di
alami
2. Anjurkan
keluarga untuk
tetap ersama
pasien
3. Latih kegiatan
pengalihan untuk
mengurangi
ketegangan
K:
1. Kolaborasi
pemberian terapi
bermain dengan
biblioterapi dan
plastisin.
4. Risiko perfusi Setelah di lakukan O:
renal tidak tindakan 1. Monitor status
efektif di tandai keperawatan selama kardiopulmunal
dengan faktor 5 x 24 jam di (frekwensi dan
hipertensi dan harapkan risiko kekuatan nadi,
kekurangan perfusi renal dapat frekwensi nafas,
volume cairan menurun dengan TD, MAP)
kriteria hasil : 2. Monitor status
1. Jumlah urine cairan (masukan
meningkat dan haluaran,
2. Tekanan darah turgor kulit,
59

sistolik/diastolik CRT)
membaik 3. Periksa riwayat
3. Keseimbangan alergi
asam basa T :
membaik 1. Pasang kateter
urine untuk
menilai produksi
urine, jika perlu
2. Lakukan skinen
skine test untuk
mencegah reaksi
alergi
E:
1. Anjurkan
memperbanyak
asupan oral
2. Anjurkan
menghindari
allergen
K:
1. Kolaborasi
pemberian IV,
jika perlu
2. Kolaborasi
pemberian anti
inflamasi, jika
perlu

7. Implementasi dan Evaluasi keperawatan

Tabel 4. 5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Hari No.Diagnosa Implementasi Evaluasi
dan
Tanggal
Sabtu, 19 Hipertemi b/d 1. Mengukur suhu S:
juni 2021 proses tubuh klien ibu klien
Pukul inflamasi ( 38,8 C) dan
0
mengatakan
11.30 memonitor anaknya masih
wita haluaran urine demam
(300 cc) O:
2. Memberikan  Kulit teraba
lingkungan yang hangat
aman dan  TTV:
nyaman S : 38,8 OC
3. Menganjurkan N : 98 x/m
60

tirah baring  Urine : 300 cc


4. Mengkolaborasi A:
pemberian terapi Masalah belum
Dextrose 5% 9 teratasi
tpm dan terapi P:
obat PCT 20 cc Lanjutkan
intervensi
Pukul Kelebihan 1. Mengkaji S:
16.00 volume masukan yang ibu klien
wita cairan b/d relatif terhadap mengatakan mata
gangguan keluaran serta dan kaki klien
mekanisme ukur dan catat masih bengkak
regulasi masukan dan penisnya
keluaran dengan masih bengkak
akurat. O:
2. Mengobservasi  Mata dan kaki
edema disekitar masih terlihat
mata dan area bengkak
dependen.  Hasil tes urine :
3. Memonitor hasil kuning
pemeriksaan kecoklatan
laboratorium  Protein positif
4. Memberikan  Blood positif 3
asupan cairan  TD : 140/90
sesuai kebutuhan mmHg
5. Mengkolaborasi  N : 98 x/m
pemberian A:
Furosemida Masalah belum
6. Mengukur TTV teratasi
 N : 98 x/m P:
 R : 22 x/m Lanjutkan
 S : 38,8 0C intervensi
 TD : 140/90
mmHg
Pukul Ansietas b/d 1. Mengkaji tingkat S:
17.00 Hospitalisasi kecemasan Ibu klien
wita 2. Melakukan mengatakan
pendekatan kadang klien
dengan tenang merasa ketakutan,
dan meyakinkan kurang senang,
3. Menjelaskan dan merasa sedih
tentang O:
perawatan yang  Klien masih
di berikan kepada tampak cemas
ibu klien dan dan gelisah
menjelaskan  Klien masih
61

manfaat dan takut untuk


tujuan dari bicara
Kolaborasi skala VAS 6
pemberian terapi (cemas sedang)
bermain dengan TTV:
biblioterapi dan TD : 140/90
plastisin mmHg
4. Melakukan terapi N : 98 x/m
bermain R : 22 x/m
biblioterapi S : 38,5 OC
sesuai SOP A:
(Standar Masalah belum
Operasional teratasi
Prosedur) P:
5. Mengkaji Lanjutkan
kembali tingkat intervensi
kecemasan
6. Membuat jadwal
dengan keluarga
untuk melakukan
terapi bermain
Pukul Risiko 1. Memonitor status S:-
20.00 perfusi renal kardiopulmunal O:
wita tidak efektif (frekwensi dan  Tekanan darah
di tandai kekuatan nadi, dan nadi masih
dengan faktor frekwensi nafas, meningkat
hipertensi TD, MAP)  Edema pada
dan 2. Memonitor kedua kaki
kekurangan status cairan  Warna urine
volume (masukan dan kuning tua
cairan haluaran, turgor  TTV :
kulit, CRT) N : 98 x/m
3. Periksa riwayat R : 22 x/m
alergi S : 38,8 0C
4. Lakukan skinen TD : 140/90
skine test untuk mmHg
mencegah reaksi A:
alergi Masalah belum
5. Anjurkan teratasi
menghindari P:
allergen Lanjutkan
6. Kolaborasi intervensi
pemberian IV,
jika perlu
7. Kolaborasi
pemberian anti
62

inflamasi, jika
perlu
63

Hari No.Diagnosa Implementasi Evaluasi


dan
Tanggal
Senin, 21 Hipertemi b/d 1. Mengukur suhu S:
juni 2021 proses tubuh klien ibu klien
Pukul inflamasi (38,0 C)
0
dan mengatakan
12.00 memonitor demamnya sudah
wita haluaran urine mulai menurun
(300 cc) O:
2. Menyediakan  Kulit teraba
lingkungan yang hangat
aman dan  TTV:
nyaman S : 38,0 OC
3. Menganjurkan N : 98 x/m
tirah baring  Urine : 300 cc
4. Mengkolaborasi A:
pemberian terapi Masalah teratasi
Dextrose 5% 9 sebagian
tpm dan terapi P:
obat PCT 20 cc Lanjutkan
intervensi
Pukul Kelebihan 1. Mengkaji S:
16.30 volume masukan yang ibu klien
wita cairan b/d relatif terhadap mengatakan
gangguan keluaran serta bengkaknya
mekanisme ukur dan catat sudah menurun
regulasi masukan O:
keluaran dengan  Tidak ada lagi
akurat. terlihat bengkak
2. Mengobservasi pada kaki dan
edema disekitar mata dan juga
mata dan area penis
dependen.  Membrane
3. Memonitor hasil mukosa sudah
pemeriksaan membaik
laboratorium  Hasil tes urine :
4. Memberikan kuning
asupan cairan kecoklatan
sesuai kebutuhan  Blood positif 3
5. Mengkolaborasi  TD : 140/90
pemberian mmHg
Furosemida  N : 98 x/m
6. Mengukur TTV A:
 N : 98 x/m Masalah teratasi
 R : 22 x/m
64

 S : 38,0 0C sebagian
 TD : 140/90 P :
mmHg Lanjutkan
intervensi
Pukul Ansietas b/d 1. Mengkaji tingkat S:
17.00 Hospitalisasi kecemasan Ibu klien
wita 2. Melakukan mengatakan klien
pendekatan tidak merasa
dengan tenang ketakutan lagi,
dan meyakinkan dan sudah mulai
3. Menjelaskan biasa dengan
tentang lingkungan yang
perawatan yang baru
di berikan kepada O:
ibu klien dan  Klien tampak
menjelaskan tidak gelisah
manfaat dan  Klien tampak
tujuan dari mulai aktif dan
Kolaborasi mau berbicara
pemberian terapi  skala VAS 5
bermain dengan (cemas sedang)
biblioterapi dan  TTV:
plastisin TD : 135/90
4. Melakukan terapi mmHg
bermain plastisin N : 95 x/m
sesuai SOP R : 21 x/m
(Standar S : 38,0 OC
Operasional A:
Prosedur) Masalah teratasi
5. Mengkaji sebagian
kembali tingkat P:
kecemasan Lanjutkan
6. Membuat jadwal intervensi
dengan keluarga
untuk melakukan
terapi bermain
Pukul Risiko 1. Memonitor status S : -
20.00 perfusi renal kardiopulmunal O:
wita tidak efektif (frekwensi dan  Tekanan darah
di tandai kekuatan nadi, dan nadi masih
dengan faktor frekwensi nafas, meningkat
hipertensi TD, MAP)  Edema pada
dan 2. Memonitor kedua kaki
kekurangan status cairan  TTV :
volume (masukan dan N : 95 x/m
cairan haluaran, turgor R : 21 x/m
65

kulit, CRT) S : 38,0 0C


3. Periksa riwayat TD : 135/90
alergi mmHg
4. Lakukan skinen A:
skine test untuk Masalah belum
mencegah reaksi teratasi
alergi P:
5. Anjurkan Lanjutkan
menghindari intervensi
allergen
6. Kolaborasi
pemberian IV,
jika perlu
7. Kolaborasi
pemberian anti
inflamasi, jika
perlu

Hari No.Diagnosa Implementasi Evaluasi


dan
Tanggal
Rabu, 23 Hipertemi b/d 1. Mengukur suhu S:
juni 2021 proses tubuh klien (37,5 ibu klien
Pukul inflamasi 0
C) dan mengatakan klien
12.00 memonitor tidak pernah
wita haluaran urine demam lagi dari
2. Menyediakan kemarin
lingkungan yang O:
aman dan Suhu kulit
nyaman membaik
3. Menganjurkan TTV: S : 37,5 OC
tirah baring N : 95 x/m
4. Mengkolaborasi A:
pemberian terapi Masalah teratasi
Dextrose 5% 9 P:
tpm dan terapi Pertahankan
obat PCT 20 cc intervensi
Pukul Kelebihan 1. Mengkaji S:
16.00 volume masukan yang Ibu klien
wita cairan b/d relatif terhadap mengatakan
gangguan keluaran serta bengkaknya
mekanisme ukur dan catat sudah menurun
regulasi masukan O:
keluaran dengan  Tidak ada lagi
akurat. terlihat
2. Mengobservasi bengkak pada
66

edema disekitar kaki dan mata


mata dan area dan juga penis
dependen.  Membrane
3. Memonitor hasil mukosa sudah
pemeriksaan membaik
laboratorium  Hasil tes
4. Memberikan urine : kuning
asupan cairan kecoklatan
sesuai kebutuhan  Blood positif 3
5. Mengkolaborasi  TD : 123/96
pemberian mmHg
Furosemida  N : 95 x/m
6. Mengukur TTV A:
 N : 95 x/m Masalah teratasi
 R : 21 x/m P:
 S : 37,5 0C Pertahankan
 TD:123/96 intervensi
mmHg

Pukul Ansietas b/d 1. Mengkaji tingkat S:


17.00 Hospitalisasi kecemasan Ibu klien
wita 2. Melakukan mengatakan klien
pendekatan tidak merasa
dengan tenang ketakutan lagi,
dan meyakinkan dan sudah mulai
3. Menjelaskan biasa dengan
tentang lingkungan yang
perawatan yang baru
di berikan kepada O:
klien dan Klien tampak
menjelaskan tidak gelisah
manfaat dan Klien tampak
tujuan dari mulai aktif dan
Kolaborasi mau berbicara
pemberian terapi Skala VAS 3
bermain dengan (cemas ringan)
biblioterapi dan TTV:
plastisin TD :123/98
4. Melakukan terapi mmHg
bermain N : 95 x/m
biblioterapi R : 21 x/m
sesuai SOP S : 37,5 OC
(Standar A:
Operasional Masalah teratasi
Prosedur) sebagian
5. Mengkaji
67

kembali tingkat P:
kecemasan Lanjutkan
Membuat jadwal intervensi
dengan keluarga
untuk melakukan
terapi bermain
Pukul Risiko 1. Memonitor status S:-
20.00 perfusi renal kardiopulmunal O:
wita tidak efektif (frekwensi dan  Tekanan darah
di tandai kekuatan nadi, dan nadi sudah
dengan faktor frekwensi nafas, mulai menurun
hipertensi TD, MAP)  Edema pada
dan 2. Memonitor kedua kaki
kekurangan status cairan sudah
volume (masukan dan berkurang
cairan haluaran, turgor  Warna urine
kulit, CRT) sudah mulai
3. Periksa riwayat kuning terang
alergi  TTV :
4. Lakukan skinen N : 95 x/m
skine test untuk R : 21 x/m
mencegah reaksi S : 37,5 0C
alergi TD : 123/96
5. Anjurkan mmHg
menghindari A:
allergen Masalah teratasi
6. Kolaborasi P:
pemberian IV, Pertahankan
jika perlu intervensi
Kolaborasi
pemberian anti
inflamasi, jika
perlu

Hari No.Diagnosa Implementasi Evaluasi


dan
Tanggal
Kamis, Hipertemi b/d 1. Mengukur suhu S:
24 juni proses tubuh klien (36,5 ibu klien
2021 inflamasi 0
C) dan mengatakan klien
Pukul memonitor tidak pernah
12.00 haluaran urine demam lagi
wita 2. Menyediakan O:
lingkungan yang Suhu tubuh
aman dan membaik
nyaman TTV: S : 36,5 OC
68

3. Menganjurkan N : 95 x/m
tirah baring A:
4. Mengkolaborasi Masalah teratasi
pemberian terapi P:
Dextrose 5% 9 Pertahankan
tpm dan terapi intervensi
obat PCT 20 cc
Pukul Kelebihan 1. Mengkaji S:
16.00 volume masukan yang Ibu klien
wita cairan b/d relatif terhadap mengatakan
gangguan keluaran serta bengkaknya
mekanisme ukur dan catat sudah menurun
regulasi masukan keluaran O:
dengan akurat.  Tidak ada lagi
2. Mengobservasi terlihat
edema disekitar bengkak pada
mata dan area kaki dan mata
dependen. dan juga penis
3. Memonitor hasil  Membrane
pemeriksaan mukosa sudah
laboratorium membaik
4. Memberikan  Hasil tes urine
asupan cairan : kuning
sesuai kebutuhan terang
5. Mengkolaborasi  TD : 123/96
pemberian mmHg
Furosemida  N : 95 x/m
6. Mengukur TTV A:
 N : 95 x/m Masalah teratasi
 R : 20 x/m P:
 S : 36,5 0C Pertahankan
 TD : 123/96 intervensi
mmHg

Pukul Ansietas b/d 1. Mengkaji tingkat S:


17.00 Hospitalisasi kecemasan Ibu klien
wita 2. Melakukan mengatakan klien
pendekatan tidak merasa
dengan tenang ketakutan lagi,
dan meyakinkan dan sudah mulai
3. Menjelaskan biasa dengan
tentang lingkungan yang
perawatan yang baru
di berikan kepada O:
ibu klien dan Klien tampak
menjelaskan tidak gelisah
69

manfaat dan Klien tampak


tujuan dari mulai aktif dan
Kolaborasi mau berbicara
pemberian terapi Skala VAS 3
bermain dengan (cemas ringan)
biblioterapi dan TTV:
plastisin TD:123/98
4. Melakukan terapi mmHg
bermain plastisin N : 92 x/m
sesuai SOP R : 20 x/m
(Standar S : 36,5 OC
Operasional A:
Prosedur) Masalah teratasi
5. Mengkaji sebagian
kembali tingkat P:
kecemasan Lanjutkan
6. Membuat jadwal intervensi
dengan keluarga
untuk melakukan
terapi bermain
Pukul Risiko 1. Memonitor status S:-
20.00 perfusi renal kardiopulmunal O:
wita tidak efektif (frekwensi dan  Tekanan darah
di tandai kekuatan nadi, dan nadi sudah
dengan faktor frekwensi nafas, mulai menurun
hipertensi TD, MAP)  Edema pada
dan 2. Memonitor kedua kaki
kekurangan status cairan sudah
volume (masukan dan berkurang
cairan haluaran, turgor  Warna urine
kulit, CRT) sudah mulai
3. Periksa riwayat kuning terang
alergi  TTV :
4. Lakukan skinen N : 92 x/m
skine test untuk R : 20 x/m
mencegah reaksi S : 36,5 0C
alergi TD : 123/96
5. Anjurkan mmHg
menghindari A:
allergen Masalah teratasi
6. Kolaborasi P:
pemberian IV, Pertahankan
jika perlu intervensi
Kolaborasi
pemberian anti
inflamasi, jika
70

perlu

Hari No.Diagnosa Implementasi Evaluasi


dan
Tanggal
Jumat, Hipertemi b/d 1. Mengukur suhu S:
25 juni proses tubuh klien ibu klien
2021 inflamasi (36,50C) dan mengatakan klien
Pukul memonitor tidak pernah
12.00 haluaran urine demam lagi
wita 2. Menyediakan O:
lingkungan yang Suhu tubuh
aman dan membaik
nyaman TTV: S : 36,5 OC
3. Menganjurkan N : 95 x/m
tirah baring A:
4. Mengkolaborasi Masalah teratasi
pemberian terapi P:
Dextrose 5% 9 Pertahankan
tpm dan terapi intervensi
obat PCT 20 cc
Pukul Kelebihan 1. Mengkaji S:
16.00 volume masukan yang Ibu klien
wita cairan b/d relatif terhadap mengatakan
gangguan keluaran serta bengkaknya
mekanisme ukur dan catat sudah tidak ada
regulasi masukan lagi
keluaran dengan O:
akurat.  Tidak ada lagi
2. Mengobservasi terlihat
edema disekitar bengkak pada
mata dan area kaki dan mata
dependen. dan juga penis
3. Memonitor hasil  Membrane
pemeriksaan mukosa sudah
laboratorium membaik
4. Memberikan  Hasil tes urine
asupan cairan : kuning
sesuai kebutuhan terang
5. Mengkolaborasi  TD : 120/80
pemberian mmHg
Furosemida  N : 95 x/m
6. Mengukur TTV A:
 N : 95 x/m Masalah teratasi
 R : 20 x/m P:
 S : 36,5 0C Pertahankan
71

 TD : 120/80 intervensi
mmHg

Pukul Ansietas b/d 1. Mengkaji tingkat S:


17.00 Hospitalisasi kecemasan Ibu klien
wita 2. Melakukan mengatakan klien
pendekatan sudah semangat
dengan tenang kembali, tidak
dan meyakinkan merasa ketakutan
3. Menjelaskan lagi, dan sudah
tentang mulai biasa
perawatan yang dengan
di berikan kepada lingkungan yang
ibu klien dan baru
menjelaskan O:
manfaat dan Klien tidak
tujuan dari gelisah lagi
Kolaborasi Klien sudah
pemberian terapi mulai aktif dan
bermain dengan mau berbicara
biblioterapi dan Skala VAS 1
plastisin (cemas ringan)
4. Melakukan terapi TTV:
bermain TD :120/80
biblioterapi mmHg
sesuai SOP N : 92 x/m
(Standar R : 20 x/m
Operasional S : 36,5 OC
Prosedur) A:
5. Mengkaji Masalah teratasi
kembali tingkat P:
kecemasan Pertahankan
intervensi
Pukul Risiko 1. Memonitor status S:-
20.00 perfusi renal kardiopulmunal O:
wita tidak efektif (frekwensi dan  Tekanan darah
di tandai kekuatan nadi, dan nadi sudah
dengan faktor frekwensi nafas, mulai menurun
hipertensi TD, MAP)  Edema pada
dan 2. Memonitor kedua kaki
kekurangan status cairan sudah
volume (masukan dan berkurang
cairan haluaran, turgor  Warna urine
kulit, CRT) sudah mulai
3. Periksa riwayat kuning terang
alergi
72

4. Lakukan skinen  TTV :


skine test untuk N : 92 x/m
mencegah reaksi R : 20 x/m
alergi S : 36,5 0C
5. Anjurkan TD : 120/80
menghindari mmHg
allergen A:
6. Kolaborasi Masalah teratasi
pemberian IV, P:
jika perlu Pertahankan
Kolaborasi intervensi
pemberian anti
inflamasi, jika
perlu

Tabel 4. 6 lembar observasi skor kecemasan dengan skala VAS


No. Hari / tanggal Skor skala VAS
Tidak Cemas Cemas Cemas Cemas
cemas ringan sedan berat luar
0 1-3 g 4-6 7-9 biasa
10
1. Sabtu/ 19 Juni 6
2021
2. Senin/ 20 Juni 5
2021
3. Rabu/ 23 Juni 3
2021
4. Kamis/ 24 Juni 3
2021
5. Jumat/ 25 Juni 1
2021

C. Pembahasan
Asuhan keperawatan memfokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar
manusia melalui tahap pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi
keperawatan, implementasi dan evaluasi. Penulis akan membahas tentang
aplikasi tentang Pemberian Penerapan Kombinasi Terapi Bermain
Plastisin Dengan Bibliotherapi Terhadap Kecemasan Pada Asuhan
Keperawatan Anak Dengan Kasus GNAPS (Glomerulonefiritis Akut
Pasca Streptokokus) Di Rsud Poso.
73

1. Pengkajian
Saat di lakukan pengkajian keadaan umum klien lemah, ibu
klien mengatakan klien demam sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit, muntah 1x, pusing, sakit kepala. Saat di lakukan
pengukuran suhu di dapatkan suhu tubuh klien 38,8 OC, wajah tampak
pucat,gelisah,kontak mata buruk dan mukosa bibir kering. Menurut
teori (Arsid et al., 2019) Salah satu manifestasi klinis
Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus (GNAPS), dimana terjadi
suatu proses inflamasi pada tubulus dan glomerulus ginjal yang terjadi
setelah adanya suatu infeksi streptokokus pada seseorang. GNAPS
berkembang setelah strain streptokokus tertentu yaitu streptokokus ß
hemolitikus group A tersering tipe 12 menginfeksi kulit atau saluran
nafas. Terjadi periode laten berkisar antara 1 – 2 minggu untuk infeksi
saluran nafas dan 1 – 3 minggu untuk infeksi kulit. Mekanisme yang
terjadi pada GNAPS adalah suatu proses kompleks imun dimana
antibodi dari tubuh akan bereaksi dengan antigen yang beredar dalam
darah dan komplemen untuk membentuk suatu kompleks imun,
kepustakaan menyebutkan bahwa edema merupakan gejala klinis
yang paling sering, umumnya pertama kali timbul dan hipertensi
merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Edema
terjadi akibat terjadinya retensi Na dan Air , sehingga dapat
menyebabkan edema dan hipetensi. Berdasarkan pengkajian pada
klien An.J dengan kasus GNAPS telah sesuai dengan teori yang telah
di temukan.
2. Diagnosa
Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI) dan
NANDA-I Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2018-
2020, penulis merumuskan diagnose utama pada asuhan keperawatan
anak dengan kasus GNAPS adalah : Hipertemi berhubungan dengan
proses inflamasi, Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
gangguan mekanisme regulasi, Ansietas berhubungan dengan
74

Hubungan interpersonal dengan lingkungan yang baru, dan risiko


perfusi renal tidak efektif di tandai dengan faktor risiko hipertensi dan
kekurangan volume cairan. Berdasarkan hasil pengkajian yang di
lakukan penulis, di dapatkan masalah keperawatan prioritas yaitu
Hipertemi berhubungan dengan proses inflamasi di tandai dengan
Data Subyektif An.J ibu klien mengatakan Ibu klien mengatakan
anaknya demam. Data Obyektif Klien tampak lemah, Kulit
kemerahan, Akral teraba hangat, Mukosa bibir kering, Suhu : 38,8 OC
(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)
Diagnosa keperawatan prioritas kedua adalah Kelebihan volume
cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi di tandai
dengan Data Subyektif Ibu klien mengatakan bengkak di area mata,
punggung kaki, dan bengkak pada scrotum dan penis, sejak 3 hari
masuk rumah sakit. Data Obyektif, Kedua punggung kaki tampak
bengkak, edema palpebra, Wajah tampak bengkak, BB naik 2 kg,
Urine warna kuning kecoklatan, TD : 140/90 mmHg (Nanda-1
Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2018–2020).
Diagnosa keperawatan prioritas ketiga adalah Ansietas
berhubungan dengan Hospitalisasi di tandai dengan Data Subyektif
Ibu klien mengatakan kadang klien merasa ketakutan, kurang senang,
dan merasa sedih. Data Obyektif Klien tampak gelisah, Wajah An.J
Nampak tegang, An.J takut saat interaksi dengan perawat, An.J lebih
banyak diam, TD : 140/90 mmHg, Nadi : 100 x/m, Pernafasan : 22
x/m (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Diagnosa keperawatan prioritas ke empat adalah risiko perfusi
renal tidak efektif di tandai dengan faktor risiko hipertensi dan
kekurangan volume cairan. Data subyektif (tidak ada), Data Obyektif
Warna urine kuning tua, TD : 140/90 mmHg, Lekosit : 8-9 LPB,
Eritrosit : penuh. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).
Menurut teori diagnosa keperawatan pada anak dengan
glomerulusnefritis akud pasca streptikokus di temukan diagnosa
75

sebagai berikut : hipertermi, kelebihan volume cairan, ansietas, risiko


perfusi renal tidak efektif di tandai dengan faktor risiko hipertensi dan
kekurangan volume cairan. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh, dan Gangguan eliminasi urine. Terdapat
kesenjangan antara teori dengan kasus nyata sehingga 2 diagnosa lain
pada teori yaitu : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh tidak di angkat karena saat pengkajian pasien tidak mengalami
penurunan berat badan yang drastis dan gangguan eliminasi urine
tidak di angkat karena tidak ada masalah atau gangguan dalam
perkemihan.
3. Intervensi
Berdasarkan diagnosa keperawatan di atas maka peneliti dapat
merumuskan rencana keperawatan sesuai dengan masalah yang
muncul pada An.J sebagai berikut :
a. Hipertemi berhubungan dengan proses inflamasi
Intervensi keperawatan yang telah di rumuskan menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah mengidentifikasi
penyebab hipertermi, memonitor suhu tubuh, memonitor haluaran
urine, Monitor komplikasi akibat hipertermia. Sediakan lingkungan
yang dingin, Longgarkan atau lepaskan pakaian, Lakukan
pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres panas
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila), Anjurkan tirah baring,
Mengkolaborasi pemberian terapi Dextrose 5% 9 tpm dan terapi
obat PCT 20 cc. Untuk diagnosa hipertermi tindakan yang di
lakukan adalah dengan cara tepid water sponge atau teknik
kompres hangat di mana menurut Johnson (2005) Teknik tersebut
dapat mengurangi demam, dimana pembulu darah supervisial akan
berdilatasi sehingga darah dapat mengalir dengan lancar dan juga
akan memberikan sinyal ke hipotalamus anterior yang nanti akan
merangsang system effector sehingga melepaskan panas dan
menurunkan suhu tubuh.
76

b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan


mekanisme regulasi
Intervensi keperawatan yang telah di rumuskan menurut Nanda-1
Diagnosis Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi 2018–2020 adalah
Kaji masukan yang relatif terhadap keluaran serta Ukur dan catat
masukan keluaran dengan akurat untuk mengetahui secara pasti
masukan dan pengeluaran cairan, Timbang berat badan setiap hari (
atau lebih, bila diindikasikan) untuk mengkaji retensi air, Observasi
edema disekitar mata dan area dependen sehingga membantu
mengetahui akumulasi cairan, Monitor hasil pemeriksaan
laboratorium (mis.hematokrit, Na, K, Cl, berat jenis urine, BUN),
Atur masukan cairan dengan cermat agar pasien tidak mendapatkan
lebih dari jumlah yang di tentukan, Pantau infus intravena untuk
mempertahankan masukan yang di resepkan, Kolaborasi pemberian
di uretic jika perlu untuk memberikan penghilangan sementara
edema, dan Kolaborasi pemberian furosemida sesuai ketentuan.
Terdapat kesenjangan antara teori dan kasus karena pasien adalah
anak-anak sehingga tidak di resepkan pemberian kortikosteroid.
c. Ansietas berhubungan dengan Hospitalisasi
Intervensi keperawatan yang telah di rumuskan menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah Identifikasi saat
tingkat ansietas berubah (mis.kondisi,waktu, stressor), Monitor
tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal), Ciptakan suasana
terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan, Pahami situasi yang
membuat ansietas, Dengarkan dengan penuh perhatian, Gunakan
pendekatan yang tenang dan meyakinkan, menjelaskan prosedur,
termasuk sensasi yang mungkin di alami, menganjurkan keluarga
untuk tetap bersama pasien, melatih kegiatan pengalihan untuk
mengurangi ketegangan, Mengkolaborasi pemberian terapi bermain
dengan biblioterapi dan plastisin. Dalam hal ini intervensi yang
lebih di utamakan yaitu bagaimana cara menumbuhkan rasa
77

percaya anak kepada peneliti agar anak tersebut mau melakukan


permainan, setelah itu peneliti melakukan terapi bermain pada
anak.
d. Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif Di Tandai Dengan Faktor
Risiko Hipertensi Dan Kekurangan Volume Cairan
Intervensi keperawatan yang telah di rumuskan menurut Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) adalah Memonitor status
kardiopulmunal (frekwensi dan kekuatan nadi, frekwensi nafas,
TD, MAP), Memonitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor
kulit, CRT), Periksa riwayat alergi, Lakukan skinen skine test
untuk mencegah reaksi alergi, Anjurkan menghindari allergen,
Kolaborasi pemberian IV, jika perlu, Kolaborasi pemberian anti
inflamasi, jika perlu
4. Implementasi
Tindakan keperawatan yang di lakukan oleh penulis dalam
mengatasi diagnosa keperawatan pada An.J yaitu hipertermi,
kelebihan volume cairan, dan ansietas yang di lakukan selama 5 hari.
Penulis sudah melakukan tindakan sesuai intervensi keperawatan yaitu
Penerapan Kombinasi Terapi Bermain Plastisin Dengan Bibliotherapi
Terhadap Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Anak Di Rsud Poso.
a. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi
Implementasi di lakukan setelah perencanaan di susun.
Tindakan keperawatan di lakukan mulai dari tanggal 19 – 25 juni
2021. Pada hari sabtu 19 juni 2021 pukul 11.30 WITA mengukur
suhu tubuh dengan hasil 38,8 OC, mengatur atau menyediakan
lingkungan yang nyaman, menganjurkan pada pasien agar banyak
istrahat, dan Mengkolaborasi pemberian terapi Dextrose 5% 9 tpm
dan terapi obat PCT 20 cc agar mencegah pasien dehidrasi,
menjelaskan cara pemberian tepid water sponge, melakukan tepid
water sponge, dan mengukur kembali suhu tubuh.
78

Pada hari senin 21 juni 2021 pukul 12.00 WITA kembali di


lakukan pengukuran suhu dengan hasil 38,0 OC, penulis kembali
melakukan tepid water sponge dengan hasil masalah bellum
teratasi.
Pada hari rabu, 23 juni 2021 pukul 12.00 WITA kembali di
lakukan pengukuran suhu dengan hasil 37,5 OC, masalah sudah
teratasi dan pertahankan intervensi. Menurut penelitian (Setiawati,
2010), rata-rata penurunan suhu tubuh pada anak hipertermi yang
mendapatkan metode kompres tepid water sponge penurunan suhu
tubuh sebesar 0,97OC dalam waktu 60 menit.
b. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi
Tindakan keperawatan di lakukan mulai tanggal 19-25 juni
2021. Pada hari sabtu 19 juni 2021 pukul 16.00 WITA, peneliti
melakukan pengukuran TTV dengan hasil tekanan darah 140/90
mmHg, nadi 98 x/m, suhu, 38,8 O
C, respirasi 22 x/m,
mengobservasi edema apakah ada perubahan, memeriksa hasil
laboratorium dengan hasil warna urine kuning kecoklatan,
memantau infus intravena untuk mempertahankan masukan yang
di resepkan, dan mengkolaborasi pemberian di uretic untuk
menurunkan edema sementara, dengan masalah belum teratasi,
intervensi di lanjutkan.
Pada hari senin 21 juni 2021 pukul 16.00 WITA, kembali
peneliti melakukan pemantauan edema pada pasien dengan hasil
edema sudah mulai menurun, Tekanan darah masih meningkat
140/90 mmHg, masalah teratasi sebagian, intervensi di di
lanjutkan.
Pada hari rabu 23 juni 2021 pukul 16.00 WITA, kembali
penelti melakukan pemantauan edema pada pasien, dengan hasil
tidak ada lagi keluhan dari pasien, edema sudah tidak ada lagi,
namun tekanan darah masih tinggi dengan hasil 123/96 mmhg,
79

masalah kelebihan volume cairan sudah teratasi edema sudah tidak


ada, tekanan darah masih di pantau hingga kembali normal.
c. Ansietas berhubungan dengan Hospitalisasi
Pada hari pertama penulis sudah melakukan pengkajian,
pendekatan dengan keluarga klien, dan melakukan kontrak waktu.
Setelah pendekatan dengan keluarga penulis menjelaskan tentang
perawatan yang di berikan kepada klien dan menjelaskan manfaat
dan tujuan dari kolaborasi pemberian terapi bermain dengan
biblioterapi dan plastisin, Biblioterapi menggunakan buku cerita
bergambar, karena dengan gambar anak akan dapat dengan mudah
terhibur dan tertarik untuk melihat dengan senang hati, buku cerita
bergambar merupakan buku bacaan cerita yang menampilkan teks
narasi secara verbal dan disertai gambar-gambar ilustrasi yang
mendidik, melakukan terapi bermain biblioterapi sesuai SOP
(Standar Operasional Prosedur), Mengkaji kembali tingkat
kecemasan, Membuat jadwal dengan keluarga untuk melakukan
terapi bermain. Implementasi di lakukan pada jam 11.30 wita
namun belum ada perubahan kecemasan pada klein sehingga
masalah belum teratasi, lanjutkan intervensi.
Pada hari kedua pukul 12.00 wita penulis kembali melakukan
terapi bermain plastisin sesuai SOP (Standar Operasional Prosedur)
dalam penelitian ini terapi bermain platisin (playdought) diberikan
sebanyak 1 kali selama 15 sampai 30 menit, dimana pemberian
terapi ini mampu menurunkan rata-rata tingkat kecemasan anak
sebesar 4,46 %, Mengkaji kembali tingkat kecemasan (skala VAS 5
(cemas sedang)), setelah di lakukan tindakan implementasi tingkat
kecemasan klien mengalami sedikit perubahan namun intervensi
belum berhasil dan melanjutkan intervensi.
hari ketiga pukul 12.00 wita penulis kembali melakukan
terapi bermain biblioterapi sesuai SOP (Standar Operasional
Prosedur), Biblioterapi menggunakan buku cerita bergambar,
80

karena dengan gambar anak akan dapat dengan mudah terhibur dan
tertarik untuk melihat dengan senang hati, buku cerita bergambar
merupakan buku bacaan cerita yang menampilkan teks narasi
secara verbal dan disertai gambar-gambar ilustrasi yang mendidik,
mengkaji kembali tingkat kecemasan (skala VAS 3 (cemas
ringan)), setelah di lakukan tindakan implementasi tingkat
kecemasan klien mengalami sedikit perubahan namun intervensi
belum berhasil dan melanjutkan intervensi.
Pada hari keempat pukul 12.00 wita penulis kembali
melakukan terapi bermain plastisin sesuai SOP (Standar
Operasional Prosedur), dalam penelitian ini terapi bermain platisin
(playdought) diberikan sebanyak 1 kali selama 15 sampai 30 menit,
dimana pemberian terapi ini mampu menurunkan rata-rata tingkat
kecemasan anak sebesar 4,46 %, Mengkaji kembali tingkat
kecemasan (skala VAS 3 (cemas ringan)), setelah di lakukan
tindakan implementasi tingkat kecemasan klien mengalami sedikit
perubahan namun intervensi belum berhasil dan melanjutkan
intervensi.
Pada hari kelima pukul 12.00 wita penulis kembali
melakukan terapi bermain biblioterapi sesuai SOP (Standar
Operasional Prosedur), Biblioterapi menggunakan buku cerita
bergambar, karena dengan gambar anak akan dapat dengan mudah
terhibur dan tertarik untuk melihat dengan senang hati, buku cerita
bergambar merupakan buku bacaan cerita yang menampilkan teks
narasi secara verbal dan disertai gambar-gambar ilustrasi yang
mendidik, Mengkaji kembali tingkat kecemasan (skala VAS 1
(cemas ringan)), setelah di lakukan tindakan implementasi tingkat
kecemasan klien mengalami perubahan kecemasan dan klien tidak
lagi merasa cemas, masalah teratasi dan pertahankan intervensi.
Hal ini sejalan dengan peneliti (Dewi et al., 2018)
berpendapat terapi bermain plastisin memiliki pengaruh terhadap
81

penurunan tingkat kecemasan pada anak yang mengalami


hospitalisasi, orang tua mengatakan anak sudah tidak rewel dan
tidak mudah menangis. Terjadi penurunan kecemasan setelah di
lakukan terapi bermain plastisin selama 30 menit. Anak yang
bermain plastisin merasa tenang dan rileks, karena rasa takut yang
di alaminya teralihkan oleh plastisin. Hal ini sesuai dengan
pendapat Bambang (2005) dengan bermain plastisin kecemasan
akibat hospitalisasi pada anak akan menurun. Dengan bermain
plastisin anak dapat mengekspresikan rasa sedih, tertekan, stress
dan menghapus segala kesedihan dan menciptakan gambaran-
gambaran yang membuat anak kembali merasa bahagia,
membangkitkan masa-masa indah yang pernah di alami bersama
orang-orang yang di cintai. Yang kedua Biblioterapi membuat anak
akan terhibur dengan gambar dan ceritanya, karena di dalam cerita
mengandung makna yang berhubungan dengan pengalaman orang
lain dalam kehidupan yang mampu di interprestasikan oleh anak
sehingga cerita tersebut mampu mengubah pola pikir, perasaan, dan
perilaku anak, maka di tarik kesimpulan bahwa biblioterapi dapat
menurunkan tingkat kecemasan anak.
Jadi kesimpulannya dengan mengkombinasikan terapi
bermain plastisin dan biblioterapi ternyata dapat menurunkan
kecemasan anak dengan sangat cepat dan efektif dari sedang
menjadi ringan, hal ini sejalan dengan penelitian (Tuasikal &
Siauta, 2020) menyatakan kecemasan sebelum di berikan terapi
bermain rata-rata 73,0% sedangkan setelah di berikan terapi
bermain mengalami penurunan dan nilai kecemasan rata-rata
menjadi 13%. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang di
lakukan (Suswati, 2010) yang melakukan penelitian tentang tingkat
kecemasan anak sesudah di berikan terapi dengan hasil anak yang
memiliki tingkat kecemasan ringan 6 orang (20%), anak yang
82

memiliki tingkat kecemasan sedang 24 orang (80%) dan tingkat


kecemasan berat 0 orang dari 40 responden.
d. Risiko perfusi renal tidak efektif di tandai dengan faktor risiko
hipertensi dan kekurangan volume cairan
Tindakan keperawatan di lakukan mulai tanggal 19-25 juni
2021. Pada hari sabtu 19 juni 2021 pukul 20.00 WITA, peneliti
melakukan pengukuran TTV dengan hasil tekanan darah 140/90
mmHg, nadi 98 x/m, suhu, 38,8 C, respirasi 22 x/m,
O

mengobservasi edema apakah ada perubahan, memeriksa hasil


laboratorium dengan hasil warna urine kuning kecoklatan,
memantau infus intravena untuk mempertahankan masukan yang
di resepkan, dan mengkolaborasi pemberian di uretic untuk
menurunkan edema sementara, dengan masalah belum teratasi,
intervensi di lanjutkan.
Pada hari senin 21 juni 2021 pukul 20.00 WITA, kembali
peneliti melakukan pemantauan edema pada pasien dengan hasil
edema sudah mulai menurun, Tekanan darah masih meningkat
140/90 mmHg, masalah teratasi sebagian, intervensi di di
lanjutkan.
Pada hari rabu 23 juni 2021 pukul 20.00 WITA, kembali
penelti melakukan pemantauan monitor status kardiopulmunal
(frekwensi dan kekuatan nadi, nafas, TD, MAP), memantau status
cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT), dan edema pada
pasien, dengan hasil tidak ada lagi keluhan dari pasien, edema
sudah tidak ada lagi, namun tekanan darah masih tinggi dengan
hasil 123/96 mmhg. Masalah risiko perfusi renal tidak efektif
sudah teratasi.
5. Evaluasi
Setelah di lakukan implementasi selama lima hari dan
melakukan evaluasi keperawatan akhir, masalah hipertermi teratasi
dan di peroleh data subyektif ibu klien mengatakan anaknya sudah
83

tidak panas lagi. Data obyektif di peroleh suhu kembali normal 36,5
o
C, dengan masalah teratasi.
Setelah di lakukan implementasi selama lima hari dan
melakukan evaluasi keperawatan akhir, masalah kelebihan volume
cairan teratasi, dan di peroleh data subyektif ibu klien mengatakan
bengkaknya sudah tidak ada lagi. Data obyektif di peroleh tidak ada
terlihat bengkak pada kaki dan muka, membrane mukosa sudah
membaik, tekanan darah 120/20 mmHg, dengan masalah teratasi.
Setelah di lakukan implementasi selama lima hari dan
melakukan evaluasi keperawatan akhir, masalah kecemasan teratasi
dengan tingkat kecemasan dari skala VAS 6 (cemas sedang) menjadi 1
(cemas ringan). hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang di lakukan
oleh (Alini, 2017) dan (Apriza, 2017) dengan hasil sesudah di berikan
terapi bermain tingkat kecemasan dari 14,07 menjadi 4,47 bahwa
setelah di berikan terapi bermain terjadi perubahan penurunan
kecemasan pada anak yang hospitalisasi, sehingga penulis menarik
kesimpulan bahwa tidak terjadi kesenjangan antara teori dan hasil
yang di dapatkan penulis pada kasus An.J.
Setelah di lakukan implementasi selama lima hari dan
melakukan evaluasi keperawatan akhir, masalah risiko perfusi renal
tidak efektif teratasi dan di peroleh data obyektif urine sudah kembali
normal (kuning terang), edema pada kaki sudah menurun, dan tanda-
tanda vital sudah kembali normal (N : 92 x/m, R : 21 x/m, S : 36,5 0 C,
TD : 120/86).
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Setelah penulis melakukan tindakan Terapi Bermain Plastisin Dengan
Bibliotherapi Terhadap Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Anak Di
Rsud Poso, di dapatkan :
1. Pengkajian
Saat di lakukan pengkajian keadaan umum klien lemah, orang tua klien
mengatakan klien demam sejak 4 hari yang lalu sebelum masuk rumah
sakit, muntah 1x, pusing, sakit kepala. Saat di lakukan pengukuran suhu
di dapatkan suhu tubuh klien 38,8 O
C, wajah tampak
pucat,gelisah,kontak mata buruk dan mukosa bibir kering
2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI), penulis
merumuskan diagnosa utama pada asuhan keperawatan anak dengan
kasus GNAPS adalah : Hipertermi berhubungan dengan proses
inflamasi, kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan
mekanisme regulasi, ansietas berhubungan dengan hospitalisasi, dan
risiko perfusi renal tidak efektif di tandai dengan faktor risiko hipertensi
dan kekurangan volume cairan.
3. Intervensi Keperawatan
Berdasarkan diagnosa keperawatan di atas maka peneliti dapat
merumuskan rencana keperawatan sesuai dengan masalah yang muncul
pada An.J sebagai berikut : Hipertemi berhubungan dengan proses
inflamasi, Intervensi keperawatan memonitor suhu tubuh, memonitor
haluaran urine, memberikan cairan oral (paracetamol sirup), Lakukan
pendinginan eksternal (mis. Selimut hipotermia atau kompres hangat
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila), Kolaborasi pemberian terapi
Dextrose 5% 9 tpm dan terapi obat PCT 20 cc.

84
85

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan


mekanisme regulasi, intervensi keperawatan adalah Kaji masukan yang
relatif terhadap keluaran serta Ukur dan catat masukan keluaran dengan
akurat, Timbang berat badan setiap hari ( atau lebih, bila diindikasikan)
untuk mengkaji retensi air, Observasi edema disekitar mata dan area
dependen sehingga membantu mengetahui akumulasi cairan, Monitor
hasil pemeriksaan laboratorium, Kolaborasi pemberian furosemida.
Ansietas berhubungan dengan Ancaman terhadap konsep diri,
Intervensi keperawatan adalah Kolaborasi pemberian terapi bermain
dengan biblioterapi dan plastisin. Untuk diagnosa ansietas ini terdapat
intervensi utama dan beberapa intervensi pendukung, kemudian peneliti
memilih intervensi terapi bermain plastisin dan biblioterapi sehingga
kecemasan pada anak bisa menurun.
Risiko Perfusi Renal Tidak Efektif Di Tandai Dengan Faktor
Risiko Hipertensi Dan Kekurangan Volume, Cairan Intervensi
keperawatan adalah Memonitor status kardiopulmunal (frekwensi dan
kekuatan nadi, frekwensi nafas, TD, MAP), Memonitor status cairan
(masukan dan haluaran, turgor kulit, CRT), Periksa riwayat alergi,
Lakukan skinen skine test untuk mencegah reaksi alergi, Anjurkan
menghindari allergen, Kolaborasi pemberian IV, jika perlu, Kolaborasi
pemberian anti inflamasi, jika perlu
4. Implementasi keperawatan
Implementasi yang di lakukan penulis yaitu sesuai dengan intervensi
yang di tentukan yaitu melakukan tindakan Terapi Bermain Plastisin
Dengan Bibliotherapi Terhadap Kecemasan Anak Di Rsud Poso selama
lima hari.
5. Evaluasi
Setelah penulis melakukan implementasi, penulis melakukan evaluasi
selama 5x24 jam di dapatkan masalah kecemasan dapat teratasi.
86

B. Saran
Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan pada An.J dengan kasus
GNAPS, pemberian asuhan dan masukan positif pada bidang kesehatan
antara lain :
1. Bagi Institusi Pelayanan Rumah Sakit
Di harapkan rumah sakit dapat memberikan pelayanan kesehatan dan
menjaga hubungan kerja sama yang baik antara tim kesehatan maupun
dengan keluarga klien, sehingga dapat meningkatkan pelayanan mutu
asuhan keperawatan yang optimal pada umumnya yang khususnya bagi
klien dengan kasus GNAPS.
2. Bagi Tenaga Kesehatan Khususnya Perawat
Di harapkan dapat memberikan Penerapan Kombinasi Terapi Bermain
Plastisin Dengan Bibliotherapi Terhadap Kecemasan Anak Dengan
Kasus GNAPS (Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus), sebagai
tindakan asuhan keperawatan mandiri.
3. Bagi Keluarga Klien
Di harapkan dapat memahami tentang cara Penerapan Kombinasi
Terapi Bermain Plastisin Dengan Bibliotherapi Terhadap Kecemasan
sehingga keluarga dapat melakukan latihan tersebut dengan mandiri
sesuai dengan apa yang telah di ajarkan oleh peneliti.
4. Bagi Peneliti
Dapat menggunakan materi ini sebagai gambaran dasar dalam peneliti
sehingga hasil penelitian selanjutnya lebih baik dan berkembang.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, S. (2012). Perkembangan dan Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia


Dini. Tanggerang Selatan:Universitas Terbuka.

Alini. (2017). Pengaruh Terapi Bermain Plastisin (Playdought) Terhadap


Kecemasan Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun) Yang Mengalami
Hospitalisasi Di Ruang Perawatan Anak Rsud Bangkinang Tahun 2017.
1(2), 1–10.

Apriany, D., Oyoh, & Maruf, A. F. (2018). Perbedaan Efektivitas Terapi


Mewarnai Dan Bermain Puzzle Terhadap Kecemasan Anak Prasekolah
Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rumah Sakit Umum Daerah Cibabat Kota
Cimahi Tahun 2018. 1(1), 110–122.

Apriza. (2017). Pengaruh Biblioterapi Dengan Buku Cerita Bergambar Terhadap


Tingkat Kecemasan Efek Hospitalisasi pada Anak Prasekolah. 1(2), 105–
110. https://doi.org/10.31004/obsesi.v1i2.21

Arsid, R., Praja, A., Sabir, M., & T, V. D. (2019). Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptococcus. 1(2), 98–104.

Carvelon. (2012). Nursing Psikiatri. Inggris.

Dermawan, D. (2012). Proses Keperawatan Penerapan Konsep dan Kerangka


Kerja. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Dewi, D. A. I. P., Darsini, & Zuhroh, I. N. (2018). Pengaruh Terapi Bermain


Plastisin Terhadap Penurunan Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak
Usia Prasekolah (3-6 Tahun). 2(2), 1–7.

Elnovreny, J., & Fithri, A. (2019). Pengaruh Pemberian Bibliotherapy Terhadap


Tingkat Kecemasan Anak Yang Mengalami Hospitalisasi Di Rumah Sakit
Imelda Medan. 3(1), 27–33.

Guyton. (2007). Buku Ajar fisiologi Kedokteran (9th ed.). Jakarta: EGC.

Hassyati, A. (2018). Hubungan Tingkat Pengetahuan Dengan Tingkat Kecemasan


Pada Pasien Odontektomidi Klinik Gigi Joy Dental Yogyakarta.
Skripsi.Yogyakarta:Poltekkes Kemenkes Yogyakarta.

Hawari, D. (2015). Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Jakarta: BP FKUI.

Khairani, A. I., & Olivia, N. (2018). Pengaruh Hospitalisasi Terhadap Tingkat


Kecemasan Anak Preschool Di Rumah Sakit Tk Ii Putri Hijau Kesdam I/Bb

87
88

Medan. 3(2), 82–87.

Kyle, T., & Susan, C. (2015). Buku Praktik Keperawatan Pediatri. Jakarta: EGC.

Padila, Yanti, L., Pratiwi, B. A., & Angraini, W. (2020). Touch, Talk Dan Skill
Play Terhadap Penurunan Kecemasan Anak Pre-School. 2(2), 64–72.

Pulungan, Z. S. A., Purnomo, E., & A., A. P. (2017). Hospitalisasi


Mempengaruhi Tingkat Kecemasan Anak Toddler. 3(2).

Purwanto, E. (2015). Pengaruh Bibliotherapy Terhadap Psychological Well-


Being Perempuan Lajang. 4(1), 1–26.

Rahman, K. L. (2010). Pengaruh Zikir Terhadap Penyebab Kecemasan Anak


Narapidana. 1, 103.

Saputro, Heri, & Fazrin, I. (2017). Anak Sakit Wajib Bermin di Rumah Sakit.
Ponorogo: forum Ilmiah Kesehatan(FORIKES).

Struart, Gail Wiscarz, S. S. J. (2009). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:


EGC.

Struart, G. . (2012). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Ns Pamilih, Ed.).


Jakarta;EGC.

Stuart, G. W. (2003). Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta:EGC.

Supartini, Y. (2010). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan anak. Jakarta:EGC.

Suriadi, & Yuliani, R. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta:


Perpustakaan Nasional RI.

Tamisa, A. (2016). Latar Belakang Kecemasan Anak Pra Sekolah Kasus A (Im)
Siswa Taman Kanak-Kanak Ar-Rahmah Palembang. 2(2).

Trihantoro, A., Hidaya, D. R., & Chanum, I. (2016). Pengaruh Teknik


Biblioterapi Untuk Mengubah Konsep Diri Siswa. 5(1), 8–14.

Utami, Widyarti, T., Yunani, & Livana. (2017). Hubungan Kecemasan dengan
Depresi Pada Anak Sekolah Dasar. 9(1).

Wong. (2009). Pedoman Perawatan Psikiatrik. Jakarta:EGC.

Yati, M., Wahyuni, S., & Pratiwi, D. S. (2017). The Effect Of Storytelling In A
Play Therapy On Anxiety Level In Pre-School Children During
Hospitalization In The General Hospital Of Buton. 3(3), 96–101.
89

Arsid, R., Praja, A., Sabir, M., & T, V. D. (2019). Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptococcus. 1(2), 98–104.

Dewi, D. A. I. P., Darsini, & Zuhroh, I. N. (2018). Pengaruh Terapi Bermain


Plastisin Terhadap Penurunan Kecemasan Akibat Hospitalisasi Pada Anak
Usia Prasekolah (3-6 Tahun). 2(2), 1–7.

Setiawati, T. (2010). Pengaruh Tepid Water Sponge. Jakarta : Fakultas Ilmu


Kedokteran Universitas Indonesia.

Suswati. (2010). Efektivitas Bermain Terapeutik (Menggambar) Untuk


menurunkan Tingkat Kecemasan Anak Usia Prasekolah Yang Menjalani
Hospitalisasi. Yogyakarta : Skripsi thesis, STIKES ’Aisyiyah Yogyakarta.

Tuasikal, H., & Siauta, M. (2020). Efektifitas Clay Therapy dan Bibliotherapi
Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak. 12(4), 893–898.
Lampiran 1

BIODATA PENULIS

A. Identitas
Nama : Mila Karmila Salilama
Nim : PO0220218020
Tempat Tanggal Lahir : Poso, 28 Januari 2000
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Kristen
Anak Ke : 2 dari 2 orang bersaudara
Alamat : Desa sangginora
B. Riwayat Pendidikan
1. Tamat SDN Sangginora Tahun 2012
2. Tamat SMP Negeri Satap Sangginora Tahun 2015
3. Tamat SMAN 2 Poso Tahun 2018
4. Terdaftar sebagai mahasiswa Politeknik Kesehatan Kementrian
Kesehatan Palu Prodi DIII Keperawatan Poso Tahun 2018

Novembe April Mei


Desember Januari Februari Maret
No Kegiatan r
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penyusunan
judul
Penyusunan
2
proposal

3 Konsultasi

4 Perbaikan

5 Persetujuan

Ujian
6
proposal

7 Perbaikan

Perizinan
8
penelitian

9 Penelitian

Pengelolaan
10
data
Konsultasi
11
hasil

12 Ujian KTI

13 Perbaikan

Penyetoran
14
KTI
Lampiran 2
Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 3
SURAT PERNYATAAN PERSETUJUAN

UNTUK IKUT SERTA DALAM PENELITIAN

(INFORMED CONSENT)
Yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama :

Jenis kelamin :

Usia :

Alamat :

Dengan sesungguhnya menyatakan bahwa :

Setelah memperoleh penjelasan sepenuhnya menyadari, mengerti dan memahami


tentang tujuan, manfaat, dan resiko yang timbul dalam studi kasus ini, maka saya
ikut serta dalam studi kasus yang berjudul:

“Penerapan Kombinasi Terapi Bermain Plastisin Dengan Bibliotherapi Terhadap


Kecemasan Anak Dengan Kasus Demam Typhoid Di Rsud Poso”

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan tanpa ada
paksaan dari pihak

Poso, 2021
Yang menyatakan

(…………………)
Lampiran 4
PENJELASAN SEBELUM PENELITIAN
Saya Mila Karmila Salilama Mahasiswa dari Poltekkes Kemenkes Palu Jurusan
Prodi D-III Keperawatan Poso yang sedang melakukan studi kasus tugas akhir,
dengan ini meminta Bapak/Ibu untuk berpartisipasi dengan suka rela dalam studi
kasus yang berjudul “Penerapan Kombinasi Terapi Bermain Plastisin Dengan
Bibliotherapi Terhadap Kecemasan Anak Dengan Kasus GNAPS Di RSUD
Poso”
1. Tujuan dari studi kasus ini adalah untuk melakukan penerapan kombinasi
terapi bermain plastisin dengan bibliotherapi terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi.
2. Manfaat bagi anak adalah akan merasa nyaman karena intensitas cemas yang
dirasakan anak menurun. Khususnya dalam pemberian asuhan keperawatan
dan tindakan keperawatan dengan pendekatan proses keperawatan serta
meningkatkan pengetahuan terutama mengenai ansietas.
3. Tindakan yang akan dilakukan adalah prosedur tindakan keperawatan dengan
Penerapan Kombinasi Terapi Bermain Plastisin Dengan Bibliotherapi
Terhadap Kecemasan Akibat Hospitalisasi
4. Partisipasi Bapak/Ibu bersifat sukarela, tidak ada paksaan dan Bapak/Ibu bisa
sewaktu-waktu mengundurkan diri dari penelitian ini.
5. Semua data yang telah diberikan selama studi kasus disimpan dijaga
kerahasiaannya. Penulis akan merahasiakan data anak tersebut dengan cara
memberikan inisial sebagai pengganti nama klien yang berarti identitas anak
tersebut hanya diketahui penulis. Untuk informasi lebih lanjut Bapak/Ibu
dapat menghubungi di nomor telepon 082291112753

Penulis

(Mila Karmila Salilama)


Lampiran 5
SOP
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR
TERAPI BERMAIN PLASTISIN

Pengertian Bermain merupakan kegiatan yang menyenangkan yang


biasanya di lakukan dengan tujuan mendapatkan rasa
relaksasi dan melepaskan rasa frustasi.
Tujuan Tujuan bermain di Rumah Sakit yaitu memberikan rasa
aman bagi anak-anak untuk mengekspresikan diri mereka.
Terapi bermain dapat membantu anak dalam menguasai
kecemasan dan konflik sehinga anak akan lebih merasa
rileks dalam menghadapi hospitalisasi.
Tempat Di lakukan di pavilium RSUD Poso
Petugas Peneliti
Persiapan Pasien 1. Pasien dan keluarga di beri tahu tujuan bermain plastisin
2. Melakukan kontrak waktu
3. Tidak ngantuk
4. Tidak rewel
5. Keadaan umum mulai membaik
6. Pasien bisa dengan tiduran atau duduk, sesuai kondisi
pasien
Peralatan Plastisin
Prosedur 1. Tahap Pra Interaksi (2 menit)
pelaksanaan a. Melakukan kontrak waktu
b. Mengecek kesiapan anak ( tidak ngantuk, tidak
rewel, keadaan umum membaik/kondisi yang
memungkinkan)
c. Menyiapkan alat
2. Tahap Orientasi (2 menit)
a. Memberikan salam kepada pasien dan menyapa
nama pasien
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur pelaksanaan
c. Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien
sebelum kegiatan di lakukan
3. Tahap kerja (25 menit)
a. Memberikan petunjuk pada anak cara bermain
plastisin
b. Mempersilahkan anak untuk melakukan
permainan sendiri atau di bantu
c. Memotivasi keterlibatan klien dan keluarga
d. Memberikan pujian pada anak bila dapat
melakukan
e. Mengobservasi emosi, hubungan inter-personal,
psikomotor anak saat bermain
f. Meminta anak menceritakan apa yang di
lakukan /dibuatnya
g. Menanyakan perasaan anak setelah bermain
plastisin
h. Menanyakan perasaan dan pendapat keluarga
tentang bermain
4. Tahap terminasi (1 menit)
a. Melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan
b. Berpamitan dengan pasien
c. Membereskan dan kembalikan alat ke tempat
semula
d. Mencuci tangan
e. Mencatat respon pasien serta keluarga kegiatan
dalam lembar catatan keperawatan dan
kesimpulan hasil bermain meliputi emosional,
hubungan inter-personal, psikomotor dan
anjuran untuk anak dan keluarga.
Lampiran 6
ALAT UKUR KECEMASAN / VAS SCALE
1. Skala VAS (visual analogue scala)

Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori:

Nilai 0 = dikatakan tidak ada kecemasan

Nilai 1-3 = dikatakan sebagai cemas ringan

Nilai 4-6 = Cemas sedang

Nilai 7-9 = cemas berat

Nilai 10 = dianggap panik atau kecemasan luar biasa


DOKUMENTASI

Anda mungkin juga menyukai