Anda di halaman 1dari 58

PRAKTEK BELAJAR LAPANGAN KOMPREHENSIF

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM


PERNAPASAN DENGAN NEONATUS RESPIRATORY DISTRESS
SYNDROME (NRDS) PADA BAYI DI RUANGAN NICU
RUMAH SAKIT TK II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN
TAHUN 2020

Disusun Dalam Rangka Menyelesaikan


Mata Ajar Praktik Belajar Lapangan Komprehensif

Oleh

JUNI IRMASARI SITUMEANG, S.Kep


NIM: 1905061

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


PROGRAM PROFESI
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
INSTITUT KESEHATAN SUMATERA UTARA
MEDAN 2020

i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Laporan Hasil Praktik Belajar Lapangan Komprehensif ini telah Mendapat


Persetujuan dengan Judul:

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM


PERNAPASAN DENGAN NEONATUS RESPIRATORY DISTRESS
SYNDROME (NRDS) PADA BAYI DI RUANGAN NICU
RUMAH SAKIT TK II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN
TAHUN 2020

Medan, 08 September 2020

Pembimbing II
Pembimbin
gI

Basri, S.Kep, Ners.,M. Kep Hoilisah, S.Kep, Ners

Disetujui oleh:

Program Studi Pendidikan Profesi Ners


Program Profesi Fakultas Ilmu Kesehatan
Institut Kesehatan Sumatera Utara

Dameria Br. Ginting, S.Kep, Ners, M.Kep

ii
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Hasil Praktik Belajar Lapangan Komprehensif ini telah Mendapat


Pengesahan dengan Judul:

MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM


PERNAPASAN DENGAN NEONATUS RESPIRATORY DISTRESS
SYNDROME (NRDS) PADA BAYI DI RUANGAN NICU
RUMAH SAKIT TK II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN
TAHUN 2020

Yang dipersiapkan dan dipertahankan oleh:

JUNI IRMASARI SITUMEANG, S.Kep


NIM: 1905061

Telah diseminarkan dan dipertahankan dihadapan Tim Penguji Praktek


Belajar Lapangan Komprehensif pada (tanggal) (bulan) (tahun) dan
dinyatakan telah memenuhi syarat untuk diterima.

Tim Penguji
Ketua Penguji

Basri, S.Kep, Ners.,M. Kep

Penguji I Penguji II

Arlis, S.Kep, Ners.,M. Kes Hoilisah, S.Kep, Ners


Mengetahui:

Program Studi Pendidikan Profesi Ners Program Profesi


Fakultas Ilmu Kesehatan Institut Kesehatan Sumatera Utara

Dameria Br. Ginting, S.Kep, Ners, M.Kep

iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Juni Irmasari Situmeang, S.Kep

Tempat / Tgl lahir : Sibaragas, 07 Juni 1993

Jenis kelamin : Perempuan

Anak ke : 4 dari 7 bersaudara

Agama : Kristen Protestan

Nama ayah : Winton Situmeang

Nama ibu : Ramauli Silaban

Riwayat Pendidikan :

1. Tahun 2005 SD No. 173136 Lumban Baringin Sumatera Utara

2. Tahun 2008 SMP Negeri 1 Sipoholon Sumatera Utara

3. Tahun 2011 SMK SWT 2 HKBP Seminarium Sipoholon

4. Tahun 2014 Akademi Keperawatan HKBP Balige

5. Tahun 2017 Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Sumatera Utara

iv
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena

dilimpahkan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

laporan Praktik Belajar Lapangan Komprehensif (PBLK) dengan judul

“MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA GANGGUAN SISTEM

PERNAPASAN DENGAN NEONATUS RESPIRATORY DISTRESS

SYNDROME (NRDS) PADA BAYI DI RUANGAN NICU RUMAH SAKIT

TK II PUTRI HIJAU KESDAM I/BB MEDAN TAHUN 2020 yang disusun

sebagai salah satu syarat menyelesaikan mata ajar Praktek Belajar Lapangan

Komprenhensip (PBLK) Profesi Ners Institut Kesehatan Sumatera Utara. Praktek

Belajar Lapangan Komprenhensip (PBLK) ini saya susun berdasarkan

pembelajaran atau temuan-temuan yang pernah saya pelajari.

Pendekatan yang digunakan penulis dalam PBLK ini dimaksudkan agar

saya dan teman-teman mahasiswa ataupun siapa yang membaca PBLK ini lebih

memahami tentang bagaimana Manajemen Asuhan Keperawatan Pada Gangguan

Sistem Pernapasan Dengan Neonatus Respiratory Distress Syndrome (NRDS)

Pada Bayi Di Ruangan Nicu Rumah Sakit Kesdam Putri Hijau Tingkat II Medan

Tahun 2020. Penulis mendapat banyak pengarahan dan bantuan dari berbagai

pihak dalam melaksanakan serta menyusun laporan PBLK ini, sehingga dalam

kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. H. Paul Sirait, SKM, M,Kes dan Bapak Drs Asman R.Karo-Karo,

SKM, MM selaku Pendiri Yayasan Institut Kesehatan Sumatera Utara.

v
2. Bapak DR. Ferrial Paesha Sirait, M.Sc, selaku ketua Yayasan X`Institut

Kesehatan Sumatera Utara.

3. Ibu Diana, SKM. Mkes, selaku Rektor Institut Kesehatan Sumatera Utara.

4. Ibu Mazly Astuty, S.Kep,Ns,M.Kep, Selaku Wakil Rektor I Bidang

Akademik Institut Kesehatan Sumatera Utara dan Selaku Dosen Pembimbing

PBLK.

5. Ibu Martalena Br S. Kembaren, SKM. M.Kes, selaku Wakil Rektor II Bidang

Administrasi Institut Kesehatan Sumatera Utara.

6. Bapak Dian Fajariadi, S.Kep,Ns,M.Kep, sebagai Wakil Rektor III Bidang

Kemahasiswaan Institut Kesehatan Sumatera Utara.

7. Ibu Dameria Ginting, S.kep, Ns, M.Kep, selaku Dekan Fakultas Ilmu

Kesehatan Institut Kesehatan Sumatera Utara.

8. Ibu Maita Sarah, S.Kep, Ns. M.Kep, Selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Program Profesi Ners Institut Kesehatan Sumatera Utara.

9. Bapak Basri, S.Kep,Ns, M.Kep selaku Sekretaris Program Studi Pendidikan

Profesi Ners Program Akademik Institut Kesehatan Sumatera Utara dan

selaku pembimbing saya dalam menyelesaikan PBLK ini.

10. Ibu Hoilisah, S.Kep, Ners sebagai Dosem Pembimbing 2 yang telah banyak

membantu dan memberi pengarahan kepada saya dalam menyelesaikan

PBLK ini

11. Seluruh Staf dan Dosen Pengajar S1 Keperawatan Sumatera Utara yang telah

banyak membantu dalam penyelesaian PBLK ini.

vi
12. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis persembahkan kepada

kedua orang tua saya Ayah dan Ibu yang telah memberikan dukungan moral

dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal ini dengan baik.

13. Serta teman Profesi Ners Inkessu dan sahabat – sahabat ku tercinta yang telah

mendukung dan mendoakan penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Namun penulis dan teman-teman sekalian diharapkan lebih belajar lagi

untuk menerapkan pengetahuan di dunia nyata. Kiranya PBLK ini bisa memenuhi

pengetahuan bagi siapapun yang membacanya serta bagi siapapun yang

membutuhkan isi dari PBLK ini. Meski begitu, penulis sadar bahwa PBLK ini

perlu untuk terus dilakukan perbaikan dan penyempurnaan. Untuk itu, saran dan

kritik yang membangun dari pembaca akan diterima de ngan senang hati. Tidak

lupa penulis ucapkan terima kasih, PBLK ini dapat dipakai untuk menambah ilmu

atau pengetahuan di sekolah.

Medan , 08 Juni 2020

Penulis

(Juni Irmasari Situmeang, S.Kep)

vii
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ..............................................................................................v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ viii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ....................................................................... 1

1.2 Tujuan ................................................................................. .. 5

1.3 Manfaat .................................................................................... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 7

2.1 Defenisi ................................................................................... 7

2.2 Etiologi .................................................................................... 8

2.3 Manifestasi Klinis..................................................................... 9

2.4 Mind Mapping ........................................................................ 10

2.5 Penatalaksanaan...................................................................... 12

2.5.1 Medis ......................................................................... 12

2.5.2 Keperawatan ............................................................. 13

2.5.3 Pengkajian................................................................... 13

viii
2.5.4 Rumusan Diagnosa Keperawatan ............................... 14

2.5.5 Perencanaan ............................................................... 15

2.5.6 Implementasi............................................................... 21

2.5.7 Evaluasi....................................................................... 21

2.5.8 Penerapan Evidence Based Nursing (EBN)................ 22

2.5.9 Discharge Planing ...................................................... 27

2.5.10 Prinsip Pasien Safety .................................................. 30

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................ 31

3.1 Evidence Based Nursing (EBN) Gangguam Sistem Pernapasan

dengan Neonatus Respiratory Distress Syndrome (NRDS) pada

Bayi ....................................................................................... 31

3.2 Pembahasan Patient Safety Gangguan Sistem Pernapasan

dengan Neonatus Respiratory Distress Syndrome (NRDS) pada

Bayi ........................................................................................ 36

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 39

4.1 Kesimpulan ........................................................................... 39

4.2 Saran ....................................................................................... 40

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 42

LAMPIRAN ........................................................................................................ 44

ix
DAFTAR TABEL

2.1 Intervensi Keperawatan .............................................................................. 16

x
DAFTAR GAMBAR

2.2 Mind Mapping Respiratory Distress Syndrome ......................................... 11

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Surat Persetujuan Judul PBLK ......................................................... 44

Lembar Konsultasi PBLK ..................................................................................... 45

xii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bernapas merupakan suatu ciri makhluk hidup. Pengertian respirasi

berasal dari kata latin yaitu respire yang artinya bernapas. Respirasi yaitu suatu

proses pembebasan energi yang tersimpan dalam zat sumber energi melalui proses

kimia dengan menggunakan sumber Oksigen (O 2 ) atau proses pertukaran Oksigen

(O2 ) antara atsmosfer dan darah serta pertukaran (CO 2 ) Karbodioksida antara

darah dan atsmosfer. Pada proses pernafasan sering dijumpai masalah yang

timbul, baik berkaitan dengan pola napas, jalan napas maupun hal-hal lain yang

berkaitan dengan oksigenasi. Salah satu masalah pernapasan yang timbul adalah

ketidakefektifan pola napas yang disebabkan dari berbagai sebab dan etiologi (Efi

Nuriyanti, 2017).

Gagal napas pada neonatus merupakan masalah klinis yang sangat serius,

yang berhubungan dengan tingginya morbiditas, mortalitas dan bia ya perawatan.

Sindroma gagal napas (Respiratory Distress Sindrom, RDS) adalah istilah yang

digunakan untuk disfungsi pernafasan pada neonatus. Gangguan ini merupakan

penyakit yang berhubungan dengan keterlambatan perkembangan maturitas paru

atau tidak kuatnya jumlah surfaktan dalam paru (Maria Yosefa Moi, 2019).

Respiratory Distress Syndrome merupakan penyebab yang utama

morbiditas dan mortalitas pada kelahiran bayi kurang bulan (BKB). Kirkpatrick

dan Muller" melaporkan kejadian RDS 50-70% pada usia gestasi 28-30 minggu

1
dengan kematian neonatal 80%. Di Inggris telah dilaporkan 70% kematian

perinatal terjadi karena prematuritas, setengah kasus mengalami morbiditas

kelainan neurologis jangka panjang dan Broncho Pulmonary Dysplasia (BPD)

atau Chronic Lung Disease (CLD).

Kegawatan pernapasan dapat terjadi pada bayi aterm maupaun pada bayi

preterm, yaitu bayi dengan berat lahir cukup maupun dengan berat badan lahir

rendah (BBLR). Bayi dengan BBLR yang preterm mempunyai potensi kegawatan

lebih besar karena belum maturnya fungsi organ orga n tubuh. Kegawatan sistem

pernapasan dapat terjadi pada bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari

2.500 gram dalam bentuk sindroma gagal napas dan asfiksia neonatorum yang

terjadi pada bayi cukup bulan paru (Maria Yosefa Moi, 2019).

Angka kematian bayi merupakan indikator yang digunakan untuk melihat

status kesehatan anak, dan kondisi ekonomi penduduk secara keseluruhan.

Kematian bayi adalah kematian yang terjadi pada periode sejak bayi lahir sampai

bayi belum berusia tepat satu tahun. Kematian bayi dipengaruhi oleh jumlah

kematian neonatal.

Morbiditas dan mortalitas neonatus masih merupakan masalah yang cukup

serius terutama di negara berkembang. Kurang lebih 3 /4 kematian neonatus ini

terjadi pada tujuh hari pertama dan untuk masalah respirasi mengambil peranan

penting dalam tingginya kematian pada neonatus. Penyebab kematian pada bayi

baru lahir 0-6 hari di Indonesia adalah gangguan pernapasan (36,9%),

prematuritas (32,4%), sepsis (12%), hipotermi (6,8%), kelainan darah/ikterus

(6,6%). Penyebab kematian bayi 7-28 hari adalah sepsis (20,5%), kelainan

2
kongenital (18,1%), pneumonia (15,4%), prematuritas dan bayi berat lahir rendah

(BBLR) (12,8%), dan Respiratory Distress Syndrome (RDS) (12,8%) (Rogayyah,

2016).

Salah satu penyebab kematian untuk masalah respirasi pada bayi baru lahir

adalah Respiratory Distress Syndome. Respiratory Distress Syndrome (RDS)

adalah kesulitan atau terjadinya disfungsi pernapasan pada neonatus yang

dikarenakan beberapa hal, yaitu pada masa maternal seperti riwayat penyakit pada

ibu (hipertensi dan diabetes); masa fetal seperti bayi lahir prematur dan kelahiran

ganda; masa persalinan seperti kehilangan darah yang berlebih, postmaturitas,

secsio secaria dan masa neonatal dikarenakan infeksi dan asfiksia neonatorum.

RDS merupakan masalah yang dapat menyebabkan henti nafas bahkan kematian,

sehingga dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir

(Rogayyah, 2016).

Di Amerika Serikat, sindrom gawat pernapasan telah diperkirakan terjadi

pada 20.000-30.000 bayi baru lahir setiap tahun. Sedangkan di Indonesia sekitar

0,3-1% kelahiran hidup mengalami Respiratory Distress Sydrome dan 15-20%

menyebabkan kernatian neonatus (Rogayyah, 2016).

Gangguan dan kelainan pernapasan menjadi penyebab utama kematian

neonatal (35,9%), lalu prematuritas (42,4%) dan sepsis (12%). Data bayi lahir

dengan RDS di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) tahun 2015 sebanyak 107

jiwa (Maria Yosefa Moi, 2019).

Angka kejadian RDS di Eropa sebelum pemberian rutin antenatal steroid

dan postnatal surfaktan sebanyak 2-3 %, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup

3
periode 1998 - 1987. Secara tinjauan kasus, di negara- negara Eropa sebelum

pemberian rutin antenatal steroid dan postnatal surfaktan, terdapat angka kejadian

RDS 2-3%, di USA 1,72% dari kelahiran bayi hidup periode 1986-1987.

Sedangkan jaman moderen sekarang ini dari pelayanan NICU turun menjadi 1%

di Asia Tenggara. Di Asia Tenggara penyebab terbanyak dari angka kesakitan dan

kematian pada bayi prematur adalah RDS. Sekitar 5-10% didapatkan pada bayi

kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501-1500 gram. Angka kejadian

berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan dan menurun sejak digunakan

surfaktan eksogen. Saat ini RDS didapatkan kurang dari 6% dari seluruh neonatus

(Maria Yosefa Moi, 2019).

Penatalaksanaan utama gagal napas pada neonatus adalah terapi suportif

dengan ventilasi mekanis, dan oksigenasi konsentrasi tinggi. Terapi lainnya

meliputi high-frequency ventilator, terapi surfaktan, inhalasi nitrat oksida dan

Extracorporeal Membran Oxigenation (ECMO). Penanganan neonatus yang

mengalami gagal napas memerlukan suatu unit perawatan intensif, dan

penatalaksanaan yang optimal tergantung pada sistem perawata n neonatal yang

ada yaitu ketrsediaan tenaga ahli, fasilitas yang memiliki kemampuan dalam

menilai dan memberikan tatalaksana kehamilan resiko tinggi, serta memiliki

kemampuan menerima rujukan dari fasilitas kesehatan dibawahnya (Maria Yosefa

Moi, 2019)

Peningkatan kesehatan ibu dan anak merupakan salah satu prioritas

pembangunan nasional 2015-2020. Upaya penurunan kematian bayi memerlukan

informasi tentang model intervensi pelayanan kesehatan bayi yang sesuai di

4
Indonesia. Tujuannya untuk mengetahui faktor- faktor yang berhubungan dengan

pelayanan kesehatan bayi dalam rangka menurunkan angka kematian bayi di

Indonesia.

Berdasarkan tingginya pravelensi Neonatus Respiratory Distress Syndome

(NRDS) maka dengan itu penulis ingin melakukan penelitian mengenai

Respiratory Distress Syndome (RDS) dengan melakukan penelitian faktor- faktor

yang berhubungan dengan gangguan sistem pernapasan dengan Neonatus

Respiratory Distress Syndrome (NRDS) pada bayi di Ruangan NICU Rumah

Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

1.2 Tujuan

1.2.1 Tujuan Umum

Setelah menyelesaikan Praktik Belajar Lapangan Komprehensip (PBLK) ini,

mahasiswa mampu melakukan manajemen asuhan keperawatan secara

komprehensip pada Bayi dengan Neonatus Respiratory Distress Syndrome di

Ruangan NICU Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 2020.

1.2.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui jumlah persalinan neonatus pada bayi diruangan NICU

Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

b. Mengetahui angka kejadian Respiratory Distress Syndrome di

Ruangan NICU Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

c. Mengetahui distribusi kejadian Respiratory Distress Syndrome di

Ruangan NICU Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

berdasarkan usia ibu, usia kehamilan, jumlah paritas, cara persalinan,

5
riwayat penyakit hipertensi ibu selama kehamilan, berat badan lahir

pada neonatus, ketuban pecah dini, infeksi perinatal dan derajat

asfiksia.

d. Menganalisis hubungan antara faktor risiko (usia ibu, usia kehamilan,

cara persalinan, riwayat penyakit hipertensi ibu selama kehamilan,

ketuban pecah dini, berat badan lahir pada neonatus dan derajat

asfiksia) dengan kejadian terjadinya Respiratory Distress Syndrome di

Ruangan NICU Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan.

1.3 Manfaat

1.3.1 Bagi Mahasiswa Keperawatan

Praktik Belajar Lapangan Komprehensip (PBLK) ini dapat menjadi

pengalaman berharga serta menambah wawasan dalam bidang ilmu

keperawatan anak tentang asuhan keperawatan yang diberikan pada bayi

dengan RDS.

1.3.2 Bagi Institusi

Praktik Belajar Lapangan Komprehensip (PBLK) ini dapat dijadikan

sebagai acuan dalam memberikan asuhan keperawatan khususnya pada

bayi dengan RDS.

1.3.3 Bagi Lahan Praktik

Praktik Belajar Lapangan Komprehensip (PBLK) ini dapat dijadikan

sebagai masukan bagi perawat dalam memberikan Asuhan Keperawatan

khususnya pada bayi dengan RDS.

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Defenisi

Respiratory Distress Syndronıe (RDS) adalah kesulitan atau terjadinya

disfungsi pernapasan pada neonatus yang dikarenakan beberapa hal, yaitu pada

masa matemal seperti riwayat penyakit pada ibu (hipertensi dan diabetes); masa

fetal seperti bayi lahir prematur dan kelahiran ganda; masa persalinan seperti

kehilangan darah yang berlebih, postmaturitas, secsio secaria); dan masa neonatal

dikarenakan infeksi dan asfiksia neonatorum.

Kegawatan nafas pada neonatus merupakan masalah yang dapat

menyebabkan henti napas bahkan kematian, sehingga dapat meningkatkan

morbiditas dan mortalitas pada bayi baru lahir. Kegawatan pernapasan dapat

terjadi pada bayi dengan gangguan pernapasan yang dapat menimbulkan dampak

yang cukup berat bagi bayi berupa kerusakan otak atau bahkan kematian. Akibat

dari gangguan pada sistem pernapasan adalah terjadinya kekurangan oksigen

(hipoksia) pada tubuh. Bayi akan beradaptasi terhadap kekurangan oksigen

dengan mengaktifkan metabolisme anaerob. Apabila keadaan hipoksia semakin

berat dan lama, metabolisme anaerob akan menghasilkan asam laktat. Dengan

memburuknya keadaan asidosis dan penurunan aliran darah ke otak maka akan

terjadi kerusakan otak dan organ lain karena hipoksia dan iskemia, dan hal ini

dapat menyebabkan kematian neonatus (Rogayyah, 2016).

7
2.2 Etiologi

RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya

produksi surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-

22, makin muda usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS.

Ada 4 faktor penting penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur,

asfiksia perinatal, maternal diabetes, seksual sesaria.. Surfaktan biasanya

didapatkan pada paru yang matur. Fungsi surfaktan untuk menjaga agar kantong

alveoli tetap berkembang dan berisi udara, sehingga pada bayi prematur dimana

surfaktan masih belum berkembang menyebabkan daya berkembang paru

kurang dan bayi akan mengalami sesak napas. Gejala tersebut biasanya muncul

segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.

RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur. Sindrom ini

dapat terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan

disesuaikan dengan penyebab sindrom ini. Kelainan dalam paru yang

menunjukan sindrom ini adalah pneumothoraks/ pneumomediastinum, penyakit

membran hialin (PMH), pneumonia, aspirasi. Faktor- faktornya antara lain

(Viniarni Realita, dkk (2014) :

1. Faktor ibu

Faktor ibu meliputi hipoksia pada ibu, gravida emmpat atau lebih,

sosial ekonomi rendah maupun penyakit pembuluh darah ibu yang

mengganggu pertukaran gas janin seperti hipertensi, penyakit diabetes

mellitus, dan lain-lain.

2. Faktor plasenta

8
Faktor plasenta meliputi sulosio plasenta, pendarahan plasenta,

plasenta kecil, plasenta tipis, plasenta tidak menempel pada

tempatnya.

3. Faktor janin

Faktor janin atau neonatus meliputi tali pusat menumbung, tali pusat

melilit leher, kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir, kelainan

kongenital pada neonaatus dan lain-lain.

4. Faktor persalinan

Faktor persalinan meliputi partus lama, partus dengan tindakan dan

lain-lain.

2.3 Manisfestasi Klinis

Gejala klinis yang dapat digunakan sebagai RDS (Viniarni Realita, dkk

(2014) adalah:

1. Manifestasi klinis respirasi

a. Takipnea (lebih dari 60 x/menit)

b. Dispnea

c. Retraksi interkostal dan/atau substernal yang jelas

d. Krepitasi inspirasi halus

e. Grunt ekspirasi yang keras

f. Cuping hidung eksternal

g. Sianosis dan/atau palor

2. Manifestasi ketika penyakit berkembang

a. Apnea

9
b. Flaksiditas

c. Tidak bergerak

d. Tidak berespons

e. Suara nafas berkurang

f. Bercak-bercak

3. Manifestasi berhubungan dengan penyakit berat

a. Keadaan seperti syok

b. Penurunan retum jantung dan bradikardia

c. Tekanan darah sistemik rendah

Berat atau ringannya gejala klinis pada penyakit RDS (Respiratory

Distress Syndrom) ini sangat dipengaruhi oleh tingkat maturitas paru. Se makin

rendah berat badan dan usia kehamilan, semakin berat gejala klinis yang

ditunjukan. Gejala dapat tampak beberapa jam setelah kelahiran. Bayi RDS

(Respiratory Distress Syndrom) yang mampu bertahan hidup sampai 96 jam

pertama mempunyai prognosis yang lebih baik. Gejala umum RDS yaitu: takipnea

(>60x/menit), pernapasan dangkal, mendengkur, sianosis, pucat, kelelahan, apnea

dan pernapasan tidak teratur, penurunan suhu tubuh, retraksi suprasternal dan

substernal, pernapasan cuping hidung (Maria Yosefina Moi, 2019).

2.4 Mind Mapping

Mind mapping adalah cara termudah untuk menempatkan informasi

kedalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak, mind mapping adalah

cara mencatat kratif, efektif, dan secara harfiah akan memetakan pikiran-pikiran

10
kita. Dengan mind map, daftar isi yang panjang dapat dialihkan menjadi diagram

warna-warni, sangat teratur, dan mudah diingat yang bekerja selaras dan cara

kerja alami otak dalam melakukan berbagai hal. (Tony Buzan, 1970). Berikut ini

adalah mind mapping pada Respiratory Distress Sindrome (RDS):

Gambar 2.1 Mind Mapping Respiratory Distress Syndrome

11
2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan neonatus dengan gagal napas sebaiknya ditujukan pada

penyakit yang mendasarinya. Saat ini terapi gagal napas pada neonatus ditujukan

untuk mencegah komplikasi dan memburuknya keadaan yang terjadi akibat

penyakit paru-paru pada neonatus, seperti hipoksemia dan asidemia, sehingga

proses penyembuhan dapat berlangsung. Bayi baru lahir yang mengalami

gangguan napas berat harus dirawat di ruang rawat intensif untuk neonatus

(NICU), bila tidak tersedia bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit yang

memiliki fasilitas NICU. Sebelum dirujuk atau dipindahkan ke NICU,

penatalaksanaan yang tepat sejak awal sangat diperlukan untuk mencapai

keberhasilan perawatan. Adapun penatalaksanaan dalam RDS adalah sebagai

berikut:

2.5.1 Medis

Menurut Cecily & Sowden (2009) penatalaksanaan medis pada bayi RDS

(Respiratory Distress Syndrom) dalam penelitian Maria Yosefa Moi (2019) yaitu:

1. Perbaiki oksigenasi dan pertahankan volume paru optimal.

a. Penggantian surfaktan melalui selang endotrakeal.

b. Tekanan jalan napas positif secara kontinu melalui kanul nasal

untuk mencegah kehilangan volume selama ekspirasi.

c. Pemantauan transkutan dan oksimetri nadi.

d. Fisioterapi dadaTindakan kardiorespirasi tambahan.

2. Pertahankan kestabilan suhu.

3. Berikan asupan cairan, elektrolit, dan nutrisi yang tepat.

12
4. Pantau nilai gas darah arteri, Hb dan Ht serta bilirubin.

5. Lakukankan transfusi darah seperlunya.

6. Hematokrit guna mengoptimalkan oksigenasi.

7. Pertahankan jalur arteri untuk memantau PaO dan pengambilan sampel

darah.

8. Berikan obat yang diperlukan.

2.5.2 Keperawatan

Menurut Surasmi (2003) penatalaksanan keperawatan terhadap RDS

meliputi tindakan pendukung yang sama dalam pengobatan pada bayi prematur

dengan tujuan mengoreksi ketidakseimbangan. Pemberian minum per oral tidak

diperbolehkan selama fase akut penyakit ini karena dapat menyebabkan aspirasi.

Pemberian minum dapat diberikan melalui perenteral.

Konsep Asuhan Keperawatan

Menurut Surasmi (Maria Yosefa Moi, 2019) penatalaksanan keperawatan

terhadap RDS meliputi tindakan pendukung yang sama dalam pengobatan pada

bayi prematur dengan tujuan mengoreksi ketidakseimbangan. Pemberian minum

per oral tidak diperbolehkan selama fase akut penyakit ini karena dapat

menyebabkan aspirasi. Pemberian minum dapat diberikan melalui perenteral.

Konsep Asuhan Keperawatan pada RDS.

2.5.3 Pengkajian

Pengkajian adalah proses pengumpulan data untuk mendapatkan berbagai

informasi yang berkaitan dengan masalah yang dialami klien. Pengkajian

13
dilakukan dengan berbagai cara yaitu anamnesa, observasi, pemeriksaan fisik,

pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dilaboratorium. (Surasmi dkk,2013).

Data yang dicari dalam riwayat keperawatan adalah

a. Kaji riwayat kehamilan sekarang (apakah selama hamil ibu menderita

hipotensi atau perdarahan )

b. Kaji riwayat neonatus (lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajan pada

keadaan hipotermia)

c. Kaji riwayat keluarga (koping keluarga positif

d. Kaji nilai apgar rendah (bila rendah di lakukkan tindakan resustasi pada bayi).

e. Pada pemeriksaan fisik akan ditemukan tanda dan gejala RDS. Seperti:

takipnea (>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi dinding dada,

pernapasan cuping hidung, pucat, sianosis, apnea.

2.5.4 Rumusan Diagnosa Keperawatan

Setelah didapatkan data dari pengkajian, data tersebut dianalisis.

Selanjutnya semua masalah yang ditemukan dirumuskan menjadi diagnosa

keperawatan untuk menentukan intervensi kepera watan (Cecily & Sowden, 2009)

Diagnosa keperawatan dari RDS yang sering muncul.

a. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-

kapiler

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi

c. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan

penumpukan sekret pada paru-paru

14
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, terpajan kuman

patogen

e. Hipotermia berhubungan dengan adaptasi lingkungan luar rahim 2.2.3

Intervensi Keperawatan

2.5.5 Perencanaan

Perencanaan merupakan bagian proses keperawatan yang mengidentifikasi

masalah/ kebutuhan pasien, tujuan, hasil perawatan dan intervensi untuk mencapai

hasil yang diharapkan dan menagani masalah. Intervensi keperawatan merupakan

tahap ketiga dalam proses keperawatan . intervensi disusun berdasarkan NANDA

(2015-2017), NOC dan NIC.

15
Tabel 2.1 Intervensi Keperawatan

No Dx Keperawatan NOC NIC

1. Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Terapi Oksigen:

berhubungan dengan perubahan keperawatan selama 1 x 24 jam, 1. Kelola humidifikasi oksigen sesuai

membran alveolar- pertukaran gas pasien menjadi peralatan.

Kapiler. efektif dengan kriteria hasil: 2. Siapkan peralatan oksigenasi

Batasan karakteristik: 1. Ventilasi dan oksigenasi 3. Kelola O sesuai indikasi.

1. Takipneu adekuat. 4. Monitor terapi osigen dan observasi

2. Dispnea 2. Bebas dari tanda-tanda tanda keracunan O.

3. Nafas cuping hidung distress pernafasan.

4. Sianosis

2. Ketidakefektifan pola nafas Setelah dilakukan keperawatan Monitor pernafasan:

berhubungan dengan hiperventilasi selam 2x24 jam diharapkan: 1. Monitor kecepatan, irama,

Batasan karakteristik: 1. Pola nafas efektif dengan kedalaman dan upaya naik.

16
1. Ada retraksi dinding dada kriteria hasil pernafasan 2. Monitor pergerakan, kesimetrisan

takipneu. dalam batas normal (40- dada, retraksi dada, dan alat bantu.

2. Dispnea 60x/menit). 3. Monitor adanya pernafasan cupinh

3. Nafas pendek 2. Pengenbangan dada hidung.

4. Suara tambahan simetris. 4. Monitor pola nafas bardipnea,

3. Irama nafas teratur. takipnea,hiperventilasi lusmaul,dan

4. Tidak ada retraksi dinding apnea.

dada. 5. Monitor adanya kelemahan otot

5. Tidak ada suara nafas. diagfragama.

6. Tidak takipneu. 6. Auskultasi suara nafas, catat area

penurunan dan ketidakadanya

ventilasi dan bunyi nafas.

3. Ketidakefektifan bersihan jalan Setelah dilakukan tindaka n Manajemenjalan nafas:

nafas berhubungan dengan keperawatan selama 1x24 ja m 1. Bersihkan sluran pernafasan da n

17
penumpukan sekret. pasien dapat meningkatka n pastikan airway paten.

Batsan karakteristik: status pernafasan yang 2. Monitor perilaku dan status menta l

1. Batuk tidak efektif. adekuat dengan kriteria hasil: pasien, kelelahan agitasi dan konfus.

2. Dispneu Gelisah. 1. Tidak ada suara nafas 3. Posisikan klien dengan elevas i

3. Sianosis. tambahan. tempat tidur .

4. Bunyi nafas. 2. Tidak ada retraksi dinding 4. Monitor efek sedasi dan

5. Tambahan -sputum berlebih. dada. anlgetikpada pola nafas klien.

3. Sekret berkurang. 5. Berikan posisi semi fowler dengan

4. Pernafasan dalam batas posisi lateral 10 – 15 derajat atau

normal (40-60x/menit). sesuai toleransi.

5. Tidak sianosis.

4. Resiko infeksi berhubungan dengan Dalam jangka waktu 1 jam Kontrol infeksi:

terpajannya kuman patogen. pasien akan terbebas dari resiko 1. Bersihkan lingkungan setela h

Batasan karakteristik: infeksi dengan kriteria hasil: dipakai.

18
1. Tanda gejala infeksi. 1. Bebas dari tanda tanda 2. Pertahankan teknik isolasi.

2. Kulit kemerahan. infeksi. 3. Batasi pengunjung bila perlu.

3. Kenaikan suhu tubuh. 2. Kemampuan mencegah 4. Intruksikan pengunjung untuk

infeksi. mencuci tangan sebelum da n

3. Jumlah leukosit dalam sesudah berkinjung.

batas normal. 5. Gunakan sabun antimikrobauntuk

4. Suhau dalam batas normal. cuci tangan.

6. Cuci tangan sebelum dan sesuda h

perawatan pasien.

7. Pertahankan lingkunag naseptik

selama pemasangan alat.

8. Ganti letak IV perifer dan line

central dan dressing sesuai petunjuk

umum.

19
9. Tingkatkan intake nutrisi

10. Berikan terapi antibiotik

bila perlu

5 Hipotermia berhubungan dengan Dalam jangka waktu 1 jam Perawatan hipotermia

adaptasi lingkungan. pasien akan terbebas dari 1. Monitor suhu tubuh tiap 2 jam.

Batasan karakteristik: hipotermi dengan kriteria hasil: 2. Monitor warna kulit dan suhu kulit.

1. Suhu dibawah batas normal. 1. Suhu dalam batas normal. 3. Kaji tanda tanda hipertermi

2. Pucat. 2. Nadi dan HR dalam batas atau hipotermi.

3. Kulit dingin. normal. 4. Tingkatjkan intake nutrisi dan cairan.

4. Kuku sianosis. 3. Tidak sianosis. 5. Selimuti pasien intuk mencega h

4. Tidak pucat. hilangnya kehangatan tubuh.

5. Kulit hangat.

20
2.5.6 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi

ke status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang

diharapkan. Implemetasi keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku

perawat yang berkoordinasi dengan pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan

lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan

dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat

respon pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilakukan.

2.5.7 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan, yakni proses

yang dilakukan secara terus- menerus dan penting untuk menjamin kualitas serta

ketepatan perawatan yang diberikan dan dilakukan dengan meninjau respon untuk

menentukan keefektifan rencana dalam memenuhi kebutuhan pasien. Perawat

mengevaluasi apakah perilaku dan respon pasien mencerminkan suatu

kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan atau pemeliharaan status

yang sehat selama evaluasi, perawat memutuskan apakah langkah proses

keperawatan sebelumnya telah efektif dengan menelah respon pasien dan

membandingkan dengan prilaku yang di sebutkan dalam hasil yang di harapkan

(doenges 2013).

Sejalan dengan telah di evaluasi pada tujuan, penyesuaian terhadap

rencaan asuahan dibuat sesuai dengan keperluan. Jika tujuan terpenuhi dengan

baik perawat menghentikan rencana asuhan keperawatan tersebut dan

21
mendokumentasikan analisa masalah teratasi. Tujuan yang tidak terpenuhi dan

tujuan yang sebagian terpenuhi mengharuskan perawat untuk melanjutkan rencana

atau memodifikasi rencana asuhn keperawatan.

2.5.8 Penerapan Evidence Based Nursing (EBN)

Penerapan Evidence Based Nursing (EBN) Keperawatan anak dengan

kejang demam adalah sebagai berikut:

1. Pemberian posisi (Positioning) dan Nesting pada bayi prematur :

Evaluasi Implementasi Perawatan Di Neonatal Intensive Care Unit

(NICU)

Pengaturan posisi tidur pada bayi baru lahir merupakan peran perawat

neonatus dalam memberikan perawatan rutin sehari- hari. Pengaturan posisi

khususnya pada bayi prematur bukanlah hal yang mudah. Kesalahan pemberian

posisi dapat berakibat pada perubahan status fisiologis (peningkatan laju

pernapasan, frekuensi nadi, dan penurunan saturasi oksigen), gangguan

kenyamanan dan kualitas tidur, intoleransi minum, deformitas sendi panggul, dan

perdarahan pada otak (Peng, et al., 2014; Werth, Atallah, Zwartkruis-pelgrim, &

Aarts, 2016). Dalam Effendi (2019).

Hasil penelusuran artikel menunjukkan bahwa posisi prone dan

semi/quarter-prone merupakan posisi yang banyak dikaji beberapa tahun terakhir.

Posisi prone dapat meningkatkan fungsi paru, meningkatkan fungsi tidur tenang,

dan tidur aktif pada bayi baru lahir. Posisi semi/quarter-prone dapat membantu

stabilisasi frekuensi napas pada bayi prematur yang menggunakan CPAP. Posisi

lateral kiri dapat digunakan sebagai alternatif perbaikan fungsi paru pada bayi

22
prematur. Posisi lateral kanan merupakan posisi alternatif dari posisi pronasi yang

terbukti dapat mengurangi residu lambung. Namun, terdapat terdapat risiko

penurunan cerebral flow pada bayi amat sangat prematur dengan posisi pronasi.

Effendi (2019).

Hasil dari penelitian dari berbagai negara menunjukkan bahwa positioning

dapat mengoptimalisasi fungsi paru pada bayi prematur (Gouna, et al., 2013;

Joanna Briggs Institution, 2010), meningktkan kualitas tidur bayi (Jarus, et al.,

2011), menurunkan stres dan distres (Madlinger- lewis, et al., 2014), peningkatan

ketepatan postur tubuh, perkembangan fungsi otonomi (Poulose, et al., 2015), dan

menurunkan gastroesophageal reflux (GERD) (Sangers, et al., 2013). Intervensi

pemberian posisi pronasi dan lateral kiri mampu meningkatkan fungsi paru dan

penurunan distres pernapasan pada bayi premature dalam Effendi (2019).

2. Penggunaan Nesting dengan Fiksasi mampu me njaga stabilitas saturasi

oksigen, frekuensi pernafasan, nadi dan suhu pada bayi pre matur

dengan gawat napas

Ventilasi mekanik merupakan salah satu tindakan untuk memberikan

suplai oksigen pada bayi yang mengalami hipoksemia. Tindakan noninvasive juga

di lakukan untuk meningkatkan efektivitas ventilasi dan perfusi. Tindakan

noninvasive ini dilakukan sebagai dukungan terhadap tindakan invasive seperti

pada pemasangan ventilasi mekanik bayi yang mengalami masalah pernafasan.

Salah satu tindakan noninvasif yang menyokong terapi oksigen adalah pengaturan

posisi (Kusumaningrum, 2009). Dalam Noor (2016).

23
Penatalaksanaan utama pada bayi RDS yaitu terapi oksigen yang meliputi

ventilasi mekanik, pemberian surfaktan, Inhalasi Nitric Oxide (INO), dan

dukungan nutrisi. Ventilasi mekanik adalah tindakan yang sering dibutuhkan pada

perawatan bayi baru lahir yang mengalami suatu penyakit dan masalah pernafasan

termasuk pada bayi prematur. Ventilasi mekanik ini diberikan dalam waktu yang

singkat atau sering juga diberikan dalam jangka waktu yang lama (Balaguer,

Escribano & Figuls, 2008). Dalam Noor (2016).

Penelitaian yang dilakukan oleh Noor (2016), menyatakan bahwa hasil

pengamatan setelah dilakukan penerapan penggunaan nesting dengan fiksasi

menunjukkan rata-rata saturasi oksigen dari ketiga responden tidak terdapat

perbedaan dan masih dalam batas normal, berkisar antara (90-100%). Hasil

pengamatan frekuensi nadi, pernafasan dan pemakaian alat bantu pernafasan serta

dampak terhadap berat badan di dapatkan bahwa penggunaan nesting dengan

fiksasi membantu peningkatan berat badan dengan stabilnya frekuensi nadi dan

pernafasan, serta lama pemakaian alat bantu pernafasan menjadi lebih singkat.

Hasil ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menerapkan pemakaian

nesting dengan fiksasi pada perawatan bayi dengan gawat nafas di ruangan NICU.

3. Posisi lateral kiri elevasi kepala 30 derajat terhadap nilai tekanan parsial

oksigen (Po2) pada pasien dengan ventilasi mekanik

Pasien dengan ventilasi mekanik membutuhkan oksigen untuk ventilasi

(Potter dan Perry, 2005). Penerapan posisi pasien di ruang intensif sebaiknya

dilakukan untuk meningkatkan drainase sekresi pernafasan, mencegah gastro-

esophageal pneumonia nosokomial dan ulkus tekanan dan memberikan

24
kenyamanan pasien (Mahvar et al., 2012). Posisi lateral kiri dan kanan pada

pasien dengan ventilasi mekanik menyebabkan peningkatan nilai tekanan parsial

oksigen (pO2) yang lebih tinggi pada dari pada posisi telentang (Glanville dan

Hewitt, 2009; Reid dan Chung, 2004). Dalam karmiza (2014).

Penelitian Mahvar et al. (2012) tentang efektifitas 3 jenis posisi dengan

selang waktu perubahan posisi 30 menit terhadap peningkatan nilai tekanan

parsial oksigen (pO2) pada pasien bypass arteri koroner menunjukkan hasil

tekanan parsial oksigen (pO2) dan saturasi oksigen pada posisi lateral kiri dan

lateral kanan lebih tinggi secara signifikan dibandingkan dengan posisi telentang

dan posisi semi fowler, dimana posisi lateral kiri memperoleh peningkatan

tekanan parsial oksigen (pO2) yang lebih tinggi dibanding posisi lainnya.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karmiza (2014), hasil

Analisis univariat menunjukkan nilai tekanan parsial oksigen (pO2) sebelum

intervensi antara 119–228 mmHg, sedangkan nilai tekanan parsial oksigen (pO2)

setelah intervensi antara 132–269 mmHg. Hasil uji T berpasangan menunjukkan

adanya perbedaan bermakna antara nilai pO2 sebelum dan sesudah pemberian

posisi lateral kiri dengan elevasi kepala 30 derajat di mana p= 0,040 ( p < 0,05).

Posisi lateral kiri dengan elevasi kepala 30 derajat dapat meningkatkan

tekanan parsial oksigen (pO2) pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk peningkatan kualitas

pelayanan pasien yang dirawat di ruang intensif dengan pemasangan ventilasi

mekanik sehingga dapat mengurangi hari rawatan pasien. Penelitian lanjutan

tentang intervensi ini dapat dikembangkan untuk pasien yang dirawat dengan

25
masalah pernapasan atau penyakit primer paru untuk meningkatkan nilai tekanan

parsial oksigen (pO2).

4. Continous positive airway pressure / CPAP pada kasus kegawatan nafas

pada bayi baru lahir

Pengobatan optimal untuk bayi dengan sindrom gangguan pernapasan

adalah dengan menggunakan dukungan pernafasan non- invasif dan sedapat

mungkin membatasi penggunaan ventilasi mekanis dan intubasi yang dapat

menimbulkan efek merugikan pada paru bayi lahir prematur dan risiko

selanjutnya dari displasia bronkopulmonalis (Huang,2018) dalam Asmarini

(2020).

Penelitian yang dilakukan oleh Asmarini (2020) merupakan sebuah studi

literature yang membahas beberapa penelitian tentang Continous Positive Airway

Pressure / CPAP pada kasus neonates dengan gagal nafas. Dari 8 artikel semuanya

membahas tentang teknologi perangkat keras dari industri teknologi kesehatan

yaitu CPAP.

Alat ini digunakan pada bayi yang mengalami gangguan pernafasan

diawal kelahirannya. Cara kerja CPAP memang efektf dari segi pe nggunaan dan

dalam hal biaya, namun seperti teknologi keras lainnya CPAP juga mempunyai

kekurangan dan komplikasinya yaitu : kerusakan nasal/hidung, pneumothorax,

tingkat kebisingan dari alat dan stress kerja pada perawat. Dalam penulisan ini

yang di monitor dan dievaluasi adalah kerusakan hidung/nasal dan intervensi

pencegahannya.

26
Berdasarkan telaah jurnal ini, penulis sangat merekomendasikan untuk

mengembangkan perangkat keras CPAP , memaksimalkan penggunaan CPAP dan

mencari terobosan baru mencegah dan mengurangi efek samping dari penggunaan

CPAP ini, dalam hal ini kerusakan hidung/nasal bayi baru lahir.

2.5.9 Discharge Planning

Discharge Planning adalah suatu proses yang bertujuan untuk membantu

pasien dan keluarga dalam meningkatkan atau mempertahankan derajat

kesehatannya. Shepperd, et.al (2004) menyatakan bahwa discharge planning

memberikan efek berarti dalam menurunkan komplikasi penyakit, pencegahan

kekambuhan dan menurunkan angka mortalitas dan morbiditas. (Darliana, Devi:

2012).

Discharge planning yang diberikan kepada pasien harus berdasarkan

kondisi kesehatan dan kebutuhan kesinambungan asuhan dan tindakan di rumah.

Oleh karena itu, regulasi pelaksanaan harus direncanakan secara matang agar

dapat terintegrasi sehingga semua asuhan dari Professional Pemberi Asuhan

(PPA) serta Manajer Pelayanan Pasien (MPP) dan keluarga juga dilibatkan dalam

proses discharge planning sesuai dengan kebutuhan (Komisi Akreditasi Rumah

Sakit, 2017).

Profesional Pemberi Asuhan (PPA) adalah tim interdisiplin yang terdiri

dari dokter, gizi, fisioterapi, farmasi, dan perawat yang memberikan asuhan

kepada pasien. Adapun peran PPA yaitu memfasilitasi pemenuhan kebutuhan

asuhan pasien, mengoptimalkan terlaksananya pelayanan berfokus pada pasien,

komunikasi dan koordinasi, edukasi dan advokasi, kendali mutu, dan biaya

27
pelayanan pasien (Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2017). Proses pemberian

discharge planning oleh PPA belum dilaksanakan secara maksimal Hardivianty,

2017) dalam (Novianty, Sri: 2019).

Perencanaan pulang (discarge Planning) perlu disusun sejak pasien masuk

ke rumah sakit. Perencanaan pulang (discharge Planning) yang dilakukan dengan

baik bermanfaat antara lain pasien dan keluarga merasa siap untuk kembali ke

rumah, mengurangi stress, meningkatkan kepuasan pasien dan keluar ga dalam

menerima pelayanan perawatan, serta meningkatkan koping pasien (Kozier, 2010)

dalam (Fuady, Nurul: 2016).

1. Tujuan Discharge Planning

Naylor (1999) dalam Darlina 2012 menjelaskan bahwa untuk mencapai

hari rawatan yang lebih pendek, mencegah risiko kekambuhan, meningkatkan

perkembangan kondisi kesehatan pasien dan menurunkan beban perawatan pada

keluarga dapat dilakukan dengan memberikan discharge planning. Pasien

memerlukan discharge planning untuk menjamin kelancaran proses perpindahan

pasien dari rumah sakit ke lingkungan lainnya agar perawatan yang telah

diberikan selama di rumah sakit dapat berkelanjutan.

Adapun tujuan discharge planning menurut Spath (2003) adalah sebagai

berikut:

a. Mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan psikologis untuk

pulang dan beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

28
b. Mempersiapkan keluarga secara emosional dan psikologis terhadap

perubahan kondisi pasien.

c. Memberikan informasi pada pasien dan keluarga sesuai kebutuhan

mereka baik secara tertulis maupun secara verbal.

d. Memfasilitasi kelancaran perpindahan dan meyakinkan bahwa semua

fasilitas kesehatan dan lingkungan pasien telah siap menerima kondisi

pasien.

e. Meningkatkan kemandirian pasien dan keluarga untuk meningkatkan

derajat kesehatan pasien.

f. Memberikan kontinuitas perawatan antara rumah sakit dengan

lingkungan baru pasien dengan menjalin komunikasi yang efektif.

2. Pelaksanaan Discharge Planning

Menurut Zwicker & Picariello, (2003) dalam Darlina 2012 ada beberapa

hal yang harus dipertimbangkan dalam pelaksanaan discharge planning adalah :

a. Discharge planning merupakan proses multidisiplin dalam memenuhi

kebutuhan pasien.

b. Prosedur discharge planning dilaksanakan secara konsisten untuk semua

pasien.

c. Pengkajian juga dilakukan terhadap keluarga sebagai orang yang akan

melanjutkan perawatan.

d. Meyakinkan bahwa pasien dipindahkan ke lingkungan yang aman dan

memadai.

29
e. Menjamin adanya kontinuitas dalam perawatan setelah pulang dari

rumah sakit.

f. Discharge planning dimulai saat kontak pertama dengan pasien.

g. Informasi tentang discharge planning disusun berdasarkan hasil diskusi

dan kesepakatan antara tenaga kesehatan dengan pasien atau keluarga.

h. Keyakinan/kepercayaan pasien harus dipertimbangkan dalam menyusun

discharge planning.

2.5.10 Prinsip Patien Safety

Patient Safety atau Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem di

mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut meliputi:

asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko

pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak

lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. (KKP

RS, 2007) dalam (Iskandar, Edy: 2017).

Isu keselamatan pasien merupakan salah satu isu utama dalam pelayanan

kesehatan. merupakan sesuatu yang jauh lebih penting dari pada sekedar efisiensi

pelayanan. Berbagai risiko akibat tindakan medik dapat terjadi sebagai bagian dari

pelayanan kepada pasien. Ternyata mutu pelayanan saja tidak cukup. Proses

hukum di Rumah Sakit sangat meningkat. Rumah Sakit dan Profesi gencar

menjadi sasaran serangan tudingan. Keselamatan pasien mengubah blaming

culture ke safety culture dan mengurangi litigasi di Rumah Sakit. (Hillary Clinton

and Barack Obama 2006) dalam (Iskandar, Edy: 2017).

30
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Evidence Based Nursing (EBN) Gangguan Sistem Pernafasan dengan

Neonatus Respiratory Distress Syndrome (NRDS) pada Bayi

Penyakit membran hialin (PMH) atau Respiratory Distress Syndrome

(RDS) adalah suatu sindroma yang terjadi pada bayi prematur karena imaturitas

struktur paru dan insufisiensi produksi surfaktan. Pada bayi prematur, defisiensi

surfaktan, baik produksi maupun sekresi surfaktan, akan menurunkan simpanan

surfaktan intraseluler dan ekstraseluler, yang selanjutnya mengakibatkan

insufisiensi surfaktan alveolar dan atelektasis..Sindrom ini terjadi pada bayi

prematur segera atau beberapa saat setelah lahir (4-6 jam) yang ditandai adanya

pemapasan cuping hidung, dispnu atau takipnu, retraksi (suprastemal, interkostal,

atau epigastrium), sianosis, suara merintih saat ekspirasi, yang menetap dan

menjadi progresif dalam 48-96 jam pertama kehidupan (Fajariyah: 2016).

Gagal nafas merupakan fase lanjut dari gangguan pernafasan yang

menyebabkan kegagalan paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan

mengeluarkan CO2. Gagal napas akut merupakan diagnosis primer hampir 50%

pasien yang masuk ruang pelayanan intensif anak dan merupakan penyebab henti

napas paling sering pada anak. Ada empat kelainan utama pada gagal napas akut,

yaitu hipoventilasi, gangguan difusi, pirau intrapulmonal dan ketidakpadanan

ventilasi-perfusi. (Bachtiar, 2015).

31
Penatalaksanaan utama pada bayi RDS yaitu terapi oksigen yang meliputi

ventilasi mekanik, pemberian surfaktan, inhalasi Nitric Oxide (iNO), dan

dukungan nutrisi. Ventilasi mekanik adalah tindakan yang sering dibutuhkan pada

perawatan bayi baru lahir yang mengalami suatu penyakit dan masalah pernafasan

termasuk pada bayi prematur. Ventilasi mekanik ini diberikan dalam waktu yang

singkat atau sering juga diberikan dalam jangka waktu yang lama (Balaguer,

Escribano & Figuls, 2008). Dalam Noor (2016).

Hasil penelusuran artikel menunjukkan bahwa posisi prone dan

semi/quarter-prone merupakan posisi yang banyak dikaji beberapa tahun terakhir.

Posisi prone dapat meningkatkan fungsi paru, meningkatkan fungsi tidur tenang,

dan tidur aktif pada bayi baru lahir. Posisi semi/quarter-prone dapat membantu

stabilisasi frekuensi napas pada bayi prematur yang menggunakan CPAP. Posisi

lateral kiri dapat digunakan sebagai alternatif perbaikan fungsi paru pada bayi

prematur. Posisi lateral kanan merupakan posisi alternatif dari posisi pronasi yang

terbukti dapat mengurangi residu lambung. Namun, terdapat terdapat risiko

penurunan cerebral flow pada bayi amat sangat prematur dengan posisi pronasi.

Effendi (2019).

Penelitaian yang dilakukan oleh Noor (2016), menyatakan bahwa hasil

pengamatan setelah dilakukan penerapan penggunaan nesting dengan fiksasi

menunjukkan rata-rata saturasi oksigen dari ketiga responden tidak terdapat

perbedaan dan masih dalam batas normal, berk isar antara (90-100%). Hasil

pengamatan frekuensi nadi, pernafasan dan pemakaian alat bantu pernafasan serta

dampak terhadap berat badan di dapatkan bahwa penggunaan nesting dengan

32
fiksasi membantu peningkatan berat badan dengan stabilnya frekuensi nadi da n

pernafasan, serta lama pemakaian alat bantu pernafasan menjadi lebih singkat.

Hasil ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam menerapkan pemakaian

nesting dengan fiksasi pada perawatan bayi dengan gawat nafas di ruangan NICU.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Karmiza (2014), hasil

Analisis univariat menunjukkan nilai tekanan parsial oksigen (pO2) sebelum

intervensi antara 119–228 mmHg, sedangkan nilai tekanan parsial oksigen (pO2)

setelah intervensi antara 132–269 mmHg. Hasil uji T berpasangan menunjukkan

adanya perbedaan bermakna antara nilai pO2 sebelum dan sesudah pemberian

posisi lateral kiri dengan elevasi kepala 30 derajat di mana p= 0,040 ( p < 0,05).

Posisi lateral kiri dengan elevasi kepala 30 derajat dapat meningkatkan

tekanan parsial oksigen (pO2) pada pasien yang terpasang ventilasi mekanik.

Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk peningkatan kualitas

pelayanan pasien yang dirawat di ruang intensif dengan pemasangan ventilasi

mekanik sehingga dapat mengurangi hari rawatan pasien. Penelitian lanjutan

tentang intervensi ini dapat dikembangkan untuk pasien yang dirawat dengan

masalah pernapasan atau penyakit primer paru untuk meningkatkan nilai tekanan

parsial oksigen (pO2).

Penelitian yang dilakukan oleh Asmarini (2020) merupakan sebuah studi

literature yang membahas beberapa penelitian tentang Continous Positive Airway

Pressure / CPAP pada kasus neonates dengan gagal nafas. Dari 8 artikel semuanya

membahas tentang teknologi perangkat keras dari industri teknologi kesehatan

yaitu CPAP.

33
Alat ini digunakan pada bayi yang mengalami gangguan pernafasan

diawal kelahirannya. Cara kerja CPAP memang efektf dari segi penggunaan dan

dalam hal biaya, namun seperti teknologi keras lainnya CPAP juga mempunyai

kekurangan dan komplikasinya yaitu : kerusakan nasal/hidung, pneumothorax,

tingkat kebisingan dari alat dan stress kerja pada perawat. Dalam penulisan ini

yang di monitor dan dievaluasi adalah kerusakan hidung/nasal dan intervensi

pencegahannya.

Menurut asumsi penulis penatalaksanan noenatus respiratory distress

sindrom berfokus pada kegawatan gagal nafas pada bayi neonatus yakni dengan

meningkatkan ventilasi mekanik, pengaturan posisi pada bayi dan memperhatikan

kepatenan oksigenisasi Hasil penelitian ini dapat dijadikan masukan untuk

peningkatan kualitas pelayanan pasien yang dirawat di ruang intensif dengan

pemasangan ventilasi mekanik sehingga dapat mengurangi hari rawatan pasien.

3.2 Pembahasan Discharge Planning Gangguan Sistem Pernafasan dengan

Neonatus Respiratory Distress Syndrome (NRDS) pada Bayi

Discharge Planning adalah suatu proses yang sistematis dalam pelayanan

kesehatan untuk membantu pasien dan keluarga dalam menetapkan kebutuhan,

mengimplementasikan serta mengkoordinasikan rencana perawatan yang akan

dilakukan setelah pasien pulang dari rumah sakit sehingga dapat meningkatkan

atau mempertahankan derajat kesehatannya (Zwicker & Picariello, 2003) dalam

(Darliana, Devi: 2012).

Rumah sakit merupakan sebuah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara paripurna yang menyediakan

34
pelayanan gawat darurat, rawat jalan, dan rawat inap. Fungsi utamanya adalah

memberikan pelayanan kepada pasien oleh tenaga professional secara

berkolaborasi multidisiplin untuk diagnostik dan terapeutik, serta berbagai

penyakit dan masalah kesehatan (Permenkes, 2009).

Setiap upaya pelayanan kesehatan yang diselenggarakan sendiri atau

secara bersamasama dalam suatu organisasi bertujuan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat

(Depkes, 2009). Saat ini, masih banyak keluhan yang dilaporkan oleh masyarakat

mengenai pelayanan kesehatan di rumah sakit yang kurang optimal. Salah satu

bentuk pelayanan kesehatan itu sendiri adalah discharge planning (perencanaan

pulang) (Noviiyanti, Sri: 2019).

Pada suatu penelitian epidemiologi gagal nafas di Amerika Serikat,

insidensi gagal napas di Amerika adalah 18 per 1000 kelahiran hidup. Meskipun

insidensinya lebih tinggi pada bayi dengan berat badan lahir rendah, sepertiga

kasus terjadi pada bayi dengan berat badan normal. Insidensi tertinggi terdapat

pada ras kulit hitam dan sangat berhubungan dengan kemiskinan.

Di Indonesia, sepertiga dari kematian bayi terjadi pada bulan pertama

setelah kelahiran, dan 80% diantaranya terjadi pada minggu pertama dengan

penyebab utama kematian diantaranya adalah infeksi pernafasan akut dan

komplikasi perinatal. Pada suatu studi kematian neonatal di daerah Cirebon tahun

2006 disebutkan pola penyakit kematian neonatal 50% disebabkan oleh gangguan

pernapasan meliputi asfiksia bayi baru lahir (38%), respiratory distress 4%, dan

35
aspirasi 8%.3,4 Meskipun angka-angka tersebut masih tinggi, Indonesia

sebenarnya telah mencapai tujuan keempat dari MDG, yaitu mengurangi tingkat

kematian anak. Dengan pencegahan dan penatalaksanaan yang tepat, serta sistem

rujukan yang baik, kematian neonatus khususnya akibat gangguan pernafasan

diharapkan dapat terus berkurang. (Effendi, 2015).

Menurut asumsi penulis dalam prinsip etik keperawatan sudah semestinya

penerapan discharge planning ditekankan pada diri setiap perawat., kehadiran

discharge planning merupakan hal pokok yang wajib dimilliki perawat untuk

melindungi hak- hak pasien, mengajarkan kelurga dank lien sendri untuk

melanjutkan pengobatan dan merupakan suatu kewajiban perawat agar mencegah

kejadian berulang yang memungkinkan terjadi kedepannya sehingga siklus

pengobatan bisa terus berkesinambungan dan masalah kesehatan pasien teratasi.

3.3 Pembahasan Patient Safety Gangguan Sistem Pernafasan dengan

Neonatus Respiratory Distress Syndrome (NRDS) pada Bayi

Patient safety merupakan suatu langkah untuk memperbaiki mutu

pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan (Cahyono, 2008). Inti dari

patient safety yaitu penghindaran, pencegahan dan perbaikan dari kejadian yang

tidak diharapkan atau mengatasi cedera-cedera dari proses pelayanan kesehatan

(Ballard, 2003). Sehingga, program utama patient safety yaitu suatu usaha untuk

menurunkan angka kejadian tidak diharapkan (KTD) yang sering terjadi pada

pasien selama dirawat di rumah sakit yang sangat merugikan baik pasien maupun

pihak rumah sakit (Cecep Triwibowo, 2016).

36
Respiratory distress syndrome (RDS) disebut juga hyaline membrane

didease (HMD), merupakan sindrom gawat nafas yang disebabkan defisiensi

surfaktan terutama pada bayi yang lahir dengan masa gestasi kurang (Honrubia &

Stark). Manifestasi dari RDS disebabkan adanya atelektasis alveoli, edema, dan

kerusakan sel dan selanjutnya menyebabkan bocornya serum prote in ke dalam

alveoli sehingga menghambat fungsi surfaktan. Surfaktan merupakan suatu zat

yang dapat menurunkan tegangan dinding alveoli paru. Pertumbuhan surfaktan

paru mencapai maksimum pada minggu ke 35 kehamilan. Defisiensi surfaktan

menyebabkan gangguan kemampuan paru untuk mempertahankan stabilitasnya,

alveolus akan kembali kolaps setiap akhir ekspirasi sehingga untuk pernafasan

berikutnya dibutuhkan tekana negative intoraks yang lebih besar yang disertai

usaha inspirasi yang kuat. Tanda klinis sindrom gawat nafas adalah pernafasan

cepat, sianosis perioral, merintih waktu ekspirasi, retraksi substernal dan

interkostal (Pantiawati, 2010) dalam Noor (2016).

Penyakit membran hialin (PMH) biasanya teijadi pada bayi prematur dan

insidennya secara proporsional berlawanan dengan usia gestasi dan berat lahir.

Enam puluh sampai delapan puluh persen teijadi pada bayi dengan gestasi kurang

dari 28 minggu, 15-30% teijadi pada gestasi antara 32-36 minggu, dan 5% pada

gestasi 37 minggu keatas. Fanaroff, dkk melaporkan bahwa 42% bayi antara 501-

1500 gr mengalami PMH, dimana 71% dialami bayi dengan berat badan antara

501-750 gr, 54% antara 751-1000 gr, 36% antara 1001-1250 gr, dan 22% antara

1251-1500 gr. (Fajariyah, 2016).

37
Penatalaksanaan neonatus dengan gagal nafas sebaiknya ditujukan pada

penyakit yang mendasarinya. Saat ini terapi gagal nafas pada neonatus ditujukan

untuk mencegah 6 komplikasi dan memburuknya keadaan yang terjadi akibat

penyakit paru-paru pada neonatus, seperti hipoksemia dan asidemia, sehingga

proses penyembuhan dapat berlangsung. Bayi baru lahir yang mengalami

gangguan nafas berat harus dirawat di ruang rawat intensif untuk neonatus

(NICU), bila tidak tersedia bayi harus segera dirujuk ke rumah sakit yang

memiliki fasilitas NICU. ( Effendy, 2015).

Menurut asumsi penulis, pelaksanaan patient safety di Indonesia masih

menjadi tugas yang harus dijadikan kebiasaan sehari hari dalam memberikan

asuhan keperawatan. Di rumah sakit Indonesia patient safety sudah menjadi

bagian dari SNARS yang menajdi patokan dalam melakukan tindakan medis dan

keperawatan. Dikarenakan tidak jarang dari pasien yang berada di rumah sakit

adalah pasien dengan kejadian berulang dengan tingkan kecelakaan medis

menjadi faktor pendukung pasien kembali berobat, misalnya seperti infeksi,

keluhan yang berulang, kesalahan pemberian obat dan lain sebagainya.

38
BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengkajian, tinjauan teoritis, Evidence Based Nursing

(EBN) dan pembahasan, maka dapat diambil kesimpulan mengenai Manaje men

Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernafasan dengan Neonatus

Respiratory Distress Syndrome (NRDS) pada Bayi di Ruangan NICU Rumah

Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan Tahun 2020 adalah sebagai berikut:

a. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada gangguan sistem pernapasan

dengan neonatus Respiratory Distress Syndrome (NRDS) Pada Bayi bahwa

dalam pengkajian yang telah di lakukan anamnesa meliputi data subjektif dan

objektif di ambil suatu diagnosa dan masalah berdasarkan data yang

menunjang untuk merumuskan masalah.

b. Setelah melakukan asuhan keperawatan pada gangguan sistem pernapasan

dengan neonatus Respiratory Distress Syndrome (NRDS) Pada Bayi

didapatkan diagnosa keperawatan yaitu gangguan pertukaran gas, hipotermia,

ketidakefektifan bersihan jalan napas, Resiko tinggi infeksi dan Pola napas

tidak efektif.

c. Perencanaan keperawatan pada gangguan sistem pernapasan Dengan

Neonatus Respiratory Distress Syndrome (NRDS) pada bayi didasarkan pada

masalah keperawatan utama yaitu gangguan pertukaran gas, hipotermia,

ketidakefektifan bersihan jalan napas, resiko tinggi infeksi dan pola nafas

39
tidak efektif. Perencanaan asuhan keperawatan juga disusun berdasarkan

teori dalam tinjauan keperawatan buku panduan Nursing Outcome

Classification (NOC) dan Nurshing Intervention Classification (NIC)

d. Implementasi yang dilakukan sesuai dengan intervensi dalam teori.

e. Evaluasi dilakukan setelah implementasi terlaksana

f. Penerapanaplikasi EBN (Evindance Based Nursing) sudah dilakukan pada

pasien anak dengan kejang demam.

g. Hasil evaluasi terhadap discharger planning yang dilakukan terhadap pasien

plasenta previa yaitu pasien merasa mampu dan termotivasi untuk mengikuti

anjuran dan larangan yang di sampaikan, dimana paisen dapat

mengungkapkan kembali pengetahuan dan mengikuti serta melakukan

kegiatan yang di ajarkan oleh penulis.

4.2 Saran

a. Bagi Mahasiswa

Diharapkan lebih proaktif, cepat dan tanggap dalam menanggapi segala situasi

dan kondisi yang di hadapi baik dalam teori atau di lapangan, khususunya dalam

pelaksanaan asuhan keperawatan.

b. Bagi Institusi Pendidikan Kesehatan Sumatera Utara

Dapat melatih dalam melaksanakan asuhan manajemen pasien guna untuk

meningkatkan kualitas lulusanya sehingga dapat mengaplikasikannya dengan

berbagai jenis penyakit.

40
c. Bagi Perawat di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

Diharapkan bagi perawat di Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan

dapat memberikan pelayanan kesehatan yang menerapkan manajemen kasus

pada saat melaksanakan asuhan keperawatan mulai dari pengkajian sampai

evaluasi terlebih pada pasien Gangguan Sistem Pernafasan Dengan Neonatus

Respiratory Distress Syndrome (NRDS) Pada Bayi.

41
DAFTAR PUSTAKA

Darliana, Devi. 2012. Discharge Planning Dalam Keperawatan,; A Literature


Review. Idea Nursing Journal ISSN: 2087-2879 : Banda Aceh

Fuady, Nurul, dkk. 2016. Pengaruh Pelaksanaan Discharge Planning Terhadap


Dukungan Psikososial Keluarga Merawat Pasien Stroke Di Rsup Dr. Wahidin
Sudirohusodo. JST Kesehatan Vol.6 No.2 : 172 – 178 ISSN 2252-5416 :
Jakarta

Iskandar, Edy. 2017. Tata Kelola dan Kepatuhan Penerapan Standar Patient
Safety Penyakit Stroke di Rumah Sakit Dr. Kanujoso Djatiwibowo Tahun 2015.
Jurnal ARSI : Jakarta

Kamil, Hajjul. 2018. Patient Safety. Idea Nursing Journal ISSN : 2087-2879 :
Banda Aceh

Ladewing, Patricia dkk. (2006). Buku Saku Asuhan Keperawatan Bayi Baru
Lahir_Edisi 5. Jakarta : EGC

Moi, Maria Yoseffa. (2019). Asuhan Keperawatan Pada Bayi Ny. T dengan RDS
(Respiratory Distress Syndrom) di Ruang NHCU RSUD
Prof.DR.W.Z.Johannes Kupang. Kupang : Politeknik Kesehatan Kemenkes.

Najihah. 2018. Budaya Keselamatan Pasien Dan Insiden Keselamatan Pasien Di


Rumah Sakit: Literature Review. Journal Of Islamic Nursing: Jakarta

Noviyanti, Sri, dkk. 2019. Pelaksanaan Discharge Planning oleh Profesional


Pemberi Asuhan (PPA) di Ruang Rawat Inap. Jurnal Kesehatan Vokasional,:
Bandung.

Nuriyanti, Efi. (2017). Analisis Asuhan Keperawatan pada Neonatus dengan


Masalah Ketidakefektifan Pola Nafas Diruang Melati RSUD Prof. Dr.
Margoyono Purwokerto. Gombong : Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah.

Price dan Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis, Proses Penyakit, Buku
I_Edisi 4. Jakarta : EGC.

Santosa, Budi (2006). Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005-2006.


Jakarta : Prima Medika.

Soeparman dan Waspadji (1990). Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I_Edisi 3. Jakarta
:Balai Penerbitan FKUI.

42
Surarmi, Asrining dkk. (2003). Perawatan Bayi Risiko Tinggi. Jakarta : EGC.

Triwibowo, Cecep, dkk. 2016. Handover Sebagai Upaya Peningkatan


Keselamatan Pasien (Patient Safety) Di Rumah Sakit. Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing: Jakarta.

Tobing, Ramona. (2004). Kelainan Kardiovaskular pada Sindrom Gawat Nafas


Neonatus. Medan : Kepala Subbagian Gizi FK USU.

Viniarni, dkk. (2014). Asuhan Keperawatan Maternitas Bayi Baru Lahir dengan
Gawat Napas. Semarang : Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Wilkinson, Judith. M (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan


Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta :EGC.

Wong, L. Donna (2005). Pedoman Klinis Keperawatan Padiatrik_Edisi 4. Jakarta


:EGC.

43
LAMPIRAN

Lampiran I : Surat Persetujuan Judul PBLK

44
LEMBAR KONSULTASI PBLK

Nama : Juni Irmasari Situmeang, S.Kep


NIM : 1905061
Pembimbing 1 : Basri, S.Kep, Ners.,M. Kep
Judul : Manajemen Keperawatan pada Gangguan Sistem
Pernapasan dengan Neonatus Respiratory Distress
Syndrome (NRDS) pada Bayi di Ruangan NICU
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan
Tahun 2020

No TANGGAL MATERI SARAN PARAF


1 30 Mei 2020 BAB I Perbaiki latar
belakang dan tujuan.
2 06 Juni 2020 BAB II Tinjauan teoritis
belum sesuai dengan
urutan panduan
PBLK.
3 15 Juni 2020 BAB III Pembahasan
sesuaikan dengan
tujuan dalam PBLK
yang akan dibahas.
4 24 Juli 2020 BAB I, II, III, IV Perhatikan teknik
penulisan kalimat
yang benar.
5 18 Agustus 2020 Daftar Isi Sesuakian daftar isi
dengan halaman
PBLK dan judul
setiap halaman.
6 05 Sept 2020 BAB I, II, III, IV Siap uji

45
LEMBAR KONSULTASI PBLK

Nama : Juni Irmasari Situmeang, S.Kep


NIM : 1905061
Pembimbing 2 : Hoilisah, S.Kep, Ners
Judul : Manajemen Keperawatan pada Gangguan Sistem
Pernapasan dengan Neonatus Respiratory Distress
Syndrome (NRDS) pada Bayi di Ruangan NICU
Rumah Sakit TK II Putri Hijau Kesdam I/BB Medan
Tahun 2020

No TANGGAL MATERI SARAN PARAF


1 30 Mei 2020 BAB I Perbanyak halaman
latar belakang.
2 06 Juni 2020 BAB II Tinjauan sesuaikan
dengan referensi
atau teori ilmiah..
3 15 Juni 2020 BAB III Pembahasan ikuti
pedoman PBLK
yang ada.
4 24 Juli 2020 BAB I, II, III, IV Koreksi lagi cara
penulisan yang
benar sesuai
dengan EYD.
5 18 Agustus 2020 Daftar Isi Lebih dirapikan
lagi.
6 05 Sept 2020 BAB I, II, III, IV Siap uji

46

Anda mungkin juga menyukai