Anda di halaman 1dari 11

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

TRAUMA MEDULA SPINALIS

POLTEKKES KEMENKES PALU

PRODI D-III KEPERAWATAN POSO

T.A 2022/2023
A. Definisi
Trauma medula spinalis adalah suatu fraktur atau pergeseran dari satu/lebih
tulang vertebra yang menyebabkan kerusakan medulla spinalis dan akar saraf-
saraf sehingga mengakibatkan deficit neurologis dan perubahan persepsi
sensori/paralisis atau keduanya.
Trauma medulla spinalis adalah buatan kerusakan tulang dan sumsum yang
mengakibatkan gangguan sistem persyarafan di dalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total),
Tidak komplet (campuran kehilangan sensori dan fungsi motorik).
Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang
disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila trauma ini mengenai
daerah servikal pada lengan, badan, dan tungkai mata penderita itu tidak
tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka dibutuhkan pernafasan
buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medulla spinalis pada
daerah servikal (leher) ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12, dan lumbal pertama.
Vertebra ini adalah paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih besar
dalam kolumna vertebral dalam area ini.

B. Etiologi
Trauma Medula Spinalis bisa disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya
adalah akibat trauma langsung yang mengenai tulang belakang dan melampaui
batas kemampuan tulang belakang dalam melindungi saraf-saraf yang ada
didalamnya. Trauma Medula Spinalis dibedakan menjadi 2 macam:
1. Cedera medula spinalis traumatic.
Terjadi ketika benturan fisik ekstrenal seperti diakibatkan oleh kecelakaan
bermotor, jatuh, atau kekerasan.
2. Cedera medula spinalis non traumatic.
Terjadi ketika kondisi kesehatan seperti penyakit, infeksi, tumor, atau
kerusakan yang terjadi akibat bukan gaya fisik
C. Patofisiologi
Trauma medulla spinalis biasanya diakibatkan trauma vertebra yang
diakibatkan oleh benturan langsung/tidak langsung yang dapat menyebabkan
fraktur/dislokasi pada medulla spinalis. Kerusakan berkisar dari komotio sampai
kontusio, kompresi tulang yang mengakibatkan pemotongan complete atau
incomplete. Daerah yang sering dilibatkan adalah daerah servikal, torakal, dan
lumbal. Pada awalnya oleh paralisis, meskipun tidak ada perubahan mikroskopis
atau jelas sekali terpusatnya medulla spinalis. Kemudian perdarahan kecil
nampak pada substansia kelabu dan meningkatnya perdarahan/nekrotik.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradural, subdural atau daerah subarakhnoid pada kanal spinal. Segera setelah
terjadi kontusion atau robekan akibat cedera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia grisea medulla spinalis
menjadi terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cedera pembuluh
darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan
kerusakan yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut. Suatu rantai sekunder
kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema, dan lesi-lesi
hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan kerusakan mielin dan akson.
Reaksi sekunder ini, diyakini menjadi penyebab prinsip degenerasi
medulla spinalis pada tingkat cedera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6
jam setelah cedera. Untuk itu jika kerusakan medulla tidak dapat diperbaiki,
maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan
kortikosteroid dan obat-obat antiinflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk
mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk ke dalam
kerusakan total dan menetap.
Pathway Kecelakaan mobil, industry, terjatuh,
olahraga, menyelam, luka tusuk,
tumot, dll.

Kerusakan medulla spinalis

Hemoragi

Trauma medulla spinalis

Spasme otot vetebralis Kerusakan lumbal 1 Kerusakan T 1-12 Kerusakan lumbal 2-5

Iritasi serabut saraf Ketidakmampuan Kerusakan inevarsi otot Parapeglia paralisis


ejakulasi intercosta

Perasaan nyeri atau tidak Penurunan fungsi sendi


kenyamanan Disfungsi seksual Batuk

Nyeri Pola nafas tidak efektif

Penekanan setempat Gangguan mobilitas fisik

Risiko kerusakan
integritas kulit
D. Manifestasi klinis
Jika dalam keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada
belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Pasien sering
mengatakan takut kalau leher atau punggungnya patah. Cedera saraf spinal dapat
menyebabkan gambaran paraplegia atau quadriplegia. Akibat dari cedera kepala
bergantung pada tingkat cedera pada medulla dan tipe cedera.
Tingkat neurologik bagian bawah mengalami paralisis sensorik dan motorik
total, kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar (biasanya terjadi retensi
urine dan distensi kandung kemih, penurunan keringat dan tonus vasomotor, dan
penurunan tekanan darah diawali dengan resistensi vaskuler perifer.
Tipe cedera mengacu pada luasnya cedera medulla spinalis itu sendiri.
Masalah pernapasan dikaitkan dengan penurunan fungsi pernapasan, beratnya
bergantung pada tingkat cedera. Otot-otot yang berperan dalam pernapasan
adalah abdominal, interkostal (T1-T11) dan diafragma. Pada cedera medulla
servikal tinggi, kegagalan pernapasan akut adalah penyebab utama kematian.

E. Komplikasi
1. Syok spinal
Merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflek pada medulla spinalis (areflexia)
di bawah tingkat cedera.
2. Trombosis Vena Profunda (TVP)
Adalah komplikasi umum dari imobilitas dan umumnya pada pasien cedera
medulla spinalis. Pasien PVT beresiko mengalami embolisme paru (EP),
suatu komplikasi yang mengancam hidup. Manifestasi EP meliputi nyeri
dada pleuritis, cemas, napas pendek, dan nilai gas darah abnormal
(peningkatan PCO2 dan penurunan PO2).
3. Komplikasi lain, selain komplikasi pernapasan (gagal napas; pneunomia) dn
hiperfleksia autonomik (dikarakteristikan oleh sakit kepala berdenyut,
keringat banyak, kongesti nasal, piloereksi, bradikardia, dan hipertensi),
komplikasi lain yang terjadi meliputi dekubitus dan infeksi (infeksi
urinarius, pernapasan, dan lokal pada tempat pin).

F. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Kedaruratan
a. Di tempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal
(punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah
cedera komplit.
b. Salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk mencegah
fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.
c. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dejat telinga untuk mempertahankan
traksi dan kesejajaran sementara papan spinal atau alat imobilisasi servikal
dipasang.
d. Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati ke
atas papan untuk memindahkan ke rumah sakit. Adanya gerakan memuntir
dapat merusak medulla spinalis irevesibel yang menyebabkan fragmen
tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medulla komplet.

2. Penatalaksanaan Trauma Medulla Spinalis (Fase Akut)


a. Farmakoterapi
Pemberian kortikosteroid dosis tinggi, khususnya metilprednisolon telah
ditemukan untuk memperbaiki prognosis dan mengurangi kecacatan bila
diberikan dalam 8 jam cedera.
b. Hipotermia
Keefektifan teknik pendinginan atau penyebaran hipotermia ke daerah
cedera dari medulla spinalis, untuk mengatasi kekuatan autodestruktif yang
mengikuti tipe cedera ini masih diselidiki.
c. Tindakan pernapasan
Oksigen diberikan untuk mempertahankan PO2 arteri tinggi, karena
anoksemia dapat menimbulkan atau memperburuk defisit neurologik
medulla spinalis.
d. Diaphragma pacing (stimulasi listrik terhadap saraf frenik) dapat
dipertimbangkan untuk pasien dengan lesi servikal tinggi tetapi biasanya
dilakukan setelah fase akut.
e. Pembedahan dilakukan untuk untuk mengurangi fraktur spinal atau dislokasi
atau dekompresi medulla.

G. Pencegahan
Faktor-faktor risiko dominan untuk cedera medulla spinalis meliputi usia, jenis
kelamin, dan penyalahgunaan zat seperti alkohol dan obat-obatan. faktor risiko
ini dikaitan dengan trauma medulla spinalis bertindak untuk menekankan
pentingnya pencegahan primer. Untuk mencegah kerusakan dan bencana cedera
ini, langkah-langkah berikut perlu dilakukan:
1. Menurunkan kecepatan berkendara
2. Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu
3. Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda
4. Progam pendidikan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk
5. Mengajarkan penggunaan air yang aman
6. Mencegah jatuh
7. Menggunakan alat-alat pelindung dan teknik latihan

Personel para medis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan


mobil dari mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan korban
yang tepat ke bagian kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan
kerusakan lanjut dan menetap pada medulla spinalis.

H. Klasifikasi medulla spinalis


1. Komosio medula spinalis
Adalah suatu keadaan d mana fungsi hilang sementara tanpa disertai gejala
sisa atau sembuh secara sempurna. kerusakan pada comosio medulla spinalis
dapat berupa edema, perdarahan verivaskuler, kecil-kecil dan ifark pada
sekitar pembuluh darah.
2. Comprensi medulla spinalis berhubungan dengan cedera vetebrata, akibat
dari tekanan pada tekanan medulla spinalis
3. Kontustio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada veterbrata, ligament
dengan terjadi perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi peradangan
4. Laserasio adalah merupakan kondisi yang berat karena terjadi kerusakan
medulla spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka tembak.
Hilangnya fungsi ini bersifat permanen.
ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN TRAUMA MDEULLA SPINALIS

A. Pengkajian Focus
1. Identitas klien
meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia muda), jenis
kelamin (kebanyakan laki-laki karena sering mengebut saat
mengendarai motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit,
nomor register, dan diagnosis medis.
2. Keluhan utama
yang sering menjadi alasan klien meminta pertolongan kesehatan
adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas, inkontinensia
urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot, hiperestesia tepat di
atas daerah trauma, dan deformitas pada daerah trauma.
3. Riwayat penyakit sekarang.
Kaji adanya riwayat trauma tulang bela¬kang akibat kecelakaan lalu
lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri, jatuh dari pohon
atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma karena tali
pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan benda keras. Pengkajian
yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari
paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas secara total dan
melemah/ menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi
urine, dan hilangnya refleks-refleks.
4. Riwayat kesehatan dahulu.
Merupakan data yang diperlukan untuk mengetahui kondisi
kesehatan klien sebelum menderita penyakit sekarang , berupa
riwayat trauma medula spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Untuk mengetahui ada penyebab herediter atau tidak
6. Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol.
7. Riwayat penyakit dahulu.
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat penyakit
degeneratif pada tulang belakang, seperti osteoporosis dan
osteoartritis.\Pengkajian psikososiospiritual.
8. Pemeriksaan.
a. Aktivitas istirahat
Tanda: kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal)
pada/ dibawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot
(trauma dan adanya kompresi saraf)
b. Sirkulasi
Gejala: Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi
atau bergerak.
Tanda: hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ektremias dingin
dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
c. Eliminasi
Tanda : inkontinensia defekasi dan berkemih. Retensi urine.
Distensi abdomen, peristaltic usus hilang. Melena, emesis
berwarna seperti kopi tanah/hematemesis
d. Integritas Ego
Gejala : Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah.
Tanda : takut, cemas, gelisah , menari diri.
e. Makanan/ Cairan
Tanda : mengalami distensi abdomen, peristaltic usus hilang
( ileus paralitik)
f. Higyene
Tanda : sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-
hari
g. Neurosensori
1. Cervical nerves (C1-C8)
Terjadi pembengkakan maupun kejang pada otot leher,
kesulitan menelan, tidak merasakan nyeri pada tes pinpicrt
pada lengan maupun kaki, atau kesemutan di pangkal kepala,
penglihatan ganda atau kehilangan kesadaran
2. Thoracic nerves
Mati rasa atau kesemutan, kesulitan mengontrol buang air
besar atau kencing, kesulitan berjalan, hilangnya keammpuan
mengerakan kaki atau lengan(lumpuh)
3. Lumbar nerves
Kaki dan paha terasa kaku, berkurangnya kekampuan seksual,
nyeri punggung bagian bawah
4. Sacral nerves
Merasakan nyeri menyerupai kram yang di sertai sakit yang
terasa panas atau seperti tersengat listrik, kesemutan yang
menjalar dari punggung bawah hinggah kaki, otot tungkai
melemah.
h. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma
Tanda : Mengalami deformitas, postur,nyeritekan vertebral.
i. Pernapasan
Gejala : napas pendek, “ lapar udara” sulit bernapas.
Tanda : pernapasan dangkal/labored,periode apnea, penurunan
bunyi napas, ronki,pucat, sianosis.
j. Keamanan
gejala : suhu yang berfluktuasi
k. Seksualitas
gejala : keinginan untuk kembali seperti fungsi normal.
Tanda : Ereksi tidak terkendali (pripisme), menstruasi tidak
teratur.

B. Diagnose Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola napas yang berhubungan dengan kelemahan
atau paralisis otot abdominal dan interkostal serta ketidakmampuan
untuk membersihkan sekresi
2. Nyeri Akut berhubungan dengan agens cidera biologis
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan
muskuloskeletal
4. Risiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan gangguan
sensasi (akibat cedera medulla spinalis)
5. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh
(trauma medulla spinalis)

Anda mungkin juga menyukai