TINJAUAN TEORI
A. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi & Fisiologi
Medulla spinalis merupakan bagian dari susunan saraf pusat
terletak di dalam canalis vertebralis dan merupakan lanjutan dari
medulla oblongata dan ujung caudalnya membentuk conus medullaris.
Panjangnya pada pria sekitar 45 cm dan wanita 42-43cm. Segmen
upper cervical & thoracal berbentuk silindris dan segmen lower
cervical & lumbal berbentuk oval. Berawal dari dasar otak, berakhir
setinggi L1-L2 (conus medullaris), kebawah melanjutkan diri sebagai
fillum terminale. Dibawah conus medullaris terbentuk anyaman akar
saraf (saraf tepi) menyerupai ekor kuda (cauda equina). Setiap
pasangan saraf vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal
dan CSF. Saraf spinal berjumlah 31 pasang yaitu 8 pasang saraf
servikal, 12 pasang saraf thorakal, 5 pasang saraf lumbal, 5 pasang
saraf sakral, dan 1 pasang saraf koksigeal.
B. Definisi
Cedera Medulla spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang
terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis yang
dibentuk oleh tulang vertebra. Apabila cedera itu mengenai daerah L1-2
4
5
kontrol otot volunter dan sensasi. Lesi komplet yang melibatkan area
medulla spinalis C1 sampai T1 menyebabkan tetraplegia. Lesi
komplet yang mengenai area medulla spinalis T2 sampai L1
menyebabkan paraplegia.
American Spinal Injury Association (ASIA) bekerjasama dengan
International Medical Society Of Paraplegia (IMSOP)telah
mengembangkan dan mempublikasikan standart international untuk
klasifikasi fungsional dan neurologis cedera medulla spinalis.
Klasrifikasi ini berdasarkan pada Frankel (1969) :
4. Penyebab cedera
Cedera medulla spinalis juga dapat digolongkan menurut
penyebab cedera. Penyebab cedera medulla spinalis meliputi cedera
gegar otak atau jarring (cedera akibat goncangan) .
D. Etiologi
Penyebab dari medulla spinalis yaitu:
1. Kecelakaan lalu lintas dan industri
2. Terjatuh, olahraga dan menyelam
3. Luka tusuk, dan tembakan
8
4. Tumor
E. Patofisiologi
Kerusakan Medulla Spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana
pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, leserasi, dan kompresi
substansi medulla (baik salah satu atau dalam kombinasi) sampai transeksi
lengkap medulla (yang membuat pasien paralisis di bawah tingkat cedera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes
ke ekstradural, subdural atau daerah subarkhnoid pada kanal spinal. Segera
setelah terjadi kontusion atau robekan akibat cedera, serabut-serabut syaraf
mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia grisea
medulla spinalis menjadi terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi
pada cedera pembuluh darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik
dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medulla
spinalis akut. Suatu randai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan
iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi hemoragi yang pada gilirannya
mengakibatkan kerusakan mielin dan akson.
Reaksi sekunder ini diyakini menjadi penyebab prinsip degenerasi
medulla spinalis pada tingkat cedera, sekarang dianggap reversibel 4
smapai 6 jam setelah cedera. Untuk itu jika kerusakan medulla tidak dapat
diperbaiki maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan
menggunakan kortikostreroid dan obat-obat antiinflamasi lainnya yang
dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya
masuk kedalam kerusakan total dan menetap.
1. Cedera primer
Cedera medulla spinalis yang terjadi akibat benturan disebut cedera
primer. Kerusakan medulla spinalis paling sering terkait dengan
kerusakan kolumna verebra. Vertebra dapat mengalami fraktur,
dislokasi, atau kompresi, area kolumna vertebra yang paling sering
cedera. Akibat cedera kolumna vertebra, medulla spinalis dapat
mengalami kontusio, kompresi atau dislokasi.
2. Cedera sekunder
9
F. Pathways
Jatuh , kecelakaan
Nyeri akut
Kerusakan nervus Gangguan fungsi
frenikus pleksus brakhialis
Hambatan mobilitas
fisik
Tirah baring
Keterbatasan dalam
Penekanan pada melakukan aktifitas
daerah yang sama sehari-hari
dalam waktu lama
G. Manifestasi klinis
Jika pasien keadaan sadar, pasien biasanya mengeluh nyeri akut pada
belakang leher yang menyebar sepanjang saraf yang terkena. Pasien yang
sering mengatakan takut kalau leher atau punggungnya patah. Cedera saraf
spinal dapat menyebabkan gambaran paraplegia atau quadriplegia. Akibat
dari cedera kepala bergantung pada tingkat cedera pada medulla dan tipe
cedera. Tingkat neurologik yang berhubungan dengan tingkat fungsi
sensori dan motorik bagian bawah yang normal. Tingkat neurologik
bagian bawah mengalami paralisis sensori dan motorik total, kehilangan
kontrol kandung kemih dan usus besar (biasanya terjadi retensi urine dan
distensi kandung kemih, penurunan keringat dan tonus vasomotor dan
penurunan tekanan darah diawali dengan resistensi vaskular perifer.
Tipe cedera mengacu pada luasnya cedera medulla spinalis itu sendiri.
Masalah pernafasan dikaitkan dengan penurunan fungsi pernafasan,
beratnya tergantung pada tingkat cedera. Otot-otot yang berperan dalam
pernapasan adalah abdominal, interkostal (T1-T11) dan diafragma. Pada
cedera medulla servikal tinggi, kegagalan pernapasan akut adalah
penyebab utama kematian.
Cedera medulla spinalis mempunyai gambaran klinik yang berbeda-beda
tergantung letak lesi dan luas lesi dan dapat dibedakan menjadi 4 kelompok
yaitu:
H. Komplikasi
Medulla spinalis memiliki komplikasi sebagai berikut :
1. Disrefleksia Autonomik
Disreflksia audonomik adalah sindrom yang kadang terjadi setelah fase
akut pada pasien dengan lesi medulla spinalis pada T7 atau level di
atasnya. Disrefleksia autonomik merupakan kedaruratan medis.
Sindrom tersebut muncul dengan cepat dan dapat mendorong kejang
dan stroke. Kematian dapat terjadi jika penyebab dapat diatasi.
Disrefleksia autonomik dapat dipicu oleh distensi kandung kemih atau
usus, spastisitas, ulkus dekubitus, atau simulasi kuit dibawah area
cedera.
2. Komplikasi paru
Komplikasi paru adalah penyebab paling sering kematian individu
dengan cedera medulla spinalis baik pada fase akut maupun kronis.
Komplikasi paru ini terutama sering dialami oleh individu dengan
cedera di atas T10. Jika terjadi bersamaan dengan trauma dada atau
penyakit paru yang telah diderita pasien, riwayat merokok, atau lansia
resiko komplikasi paru lebih tinggi
I. Pemeriksaan penunjang
1. Laboratorium
a. Darah perifer lengkap
b. Gula darah sewaktu, ureum, kreatinin
13
2. Radiologi
a. Foto vertebra posisi AP/lateral dengan sentrasi sesuai dengan letak
lesi.
b. CT scan dan MRI jika diperlukan tindakan operasi. MRI
menggambarkan keadaan jaringan dan medulla spinalis dengan
lebih akurat.
c. Myelografi atau CT mielografi dilakukan jika tidak tersedia MRI.
3. Neurofisiologi klinik
a. EMG (Electro Miography).
b. NCN (Nerve Conduction Velocity).
c. SSEP (Somato Sensoric Evoked Potential).
J. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi cedera medulla spinalis ditunjukkan untuk :
1. Melindungi medulla spinalis dari kerusakan lebih lanjut
2. Mempertahankan struktur tulang belakang yang memungkinkan
pemulihan maksimal pada lesi inkomplit
3. Mencapai stabilitas vertebra yang memungkinka rehabilitas
Penatalaksanaan cedera medulla spinalis meliputi :
1. Umum
a. Jika ada fraktur atau dislokasi kolumna vertebralis servikalis dan
torakal atas, imobilitas servikal dan torakal saat transfer pasien
segera pasang kerah fiksasi leher (cervical coller).
b. Jika fraktur kolumna vertebralis torakalis bawah, angkut pasien
dalam keadaan tertelungkup untuk menjamin ekstensin ringan
vertebra, lakukan fiksasi torakal (pakai korset).
c. Fraktur daerah lumbal, fiksasi dengan korset lumbal
d. Kerusakan medulla spinalis dapat menyebabkan tonus pembuluh
darah menurun karena paralisis fungsi sistem saraf simpatik,
akibatnya tekanan darah turun, beri infus bila mungkin plasma,
dextran 40 atau ekspafusin. Sebaiknya jangan diberikan cairan
isotonik seperti NaCl 0.9% atau glukosa 5%. Bila perlu berikan
14