Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan
lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan
susmsum tulang belakang atau spinal kord (Arif  Muttaqin, 2008).

Cedera medulla sinalis kebanyakan (80%) terjadi pada usia sekitar 15-30
tahun. Kebanyakan dialami oleh laki-laki daripada perempuan dengan
perbandingan 8:1, sebagian besar penyebabnya karena kecelakaan lalulintas dan
kecelakaan kerja. Sedangkan penyebab lainya adalah karena jatuh dari ketinggian,
cidera olah raga, RA (Reumatoid Artritis) atau osteoporosis bahkan akibat
penganiayaan. Dari data yang diperoleh di Amerika serikat tingkat insiden ini
mencapai 40 kasus per 1 juta penduduk setiap tahunnya, di perkirakan 12.000
kasus baru pertahun. Sekarang diperkirakan terdapat 183.000-230.000 pasien
dengan cidera medulla spinalis yang masih bertahan hidup di Amerka Serikat.
Sedangkan dari RSUD Dr.Soetomo Surabaya Jawa Timur ditemukan 111 kasus
pertahun utuk kejadian cidera medulla spinalis. Pasien dengan cedera medulla
spinalis memerlukan penyesuaian terhadap berbagai aspek, antara lain masalah
mobilitas yang terbatas, psikologis, urologis, pernafasan, kulit, disfungsi seksual,
dan ketidakmampuan untuk bekerja.

Menurut UU No. 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan, Keperawatan


adalah kegiatan pemberian asuhan kepada individu, keluarga, kelompok, atau
masyarakat, baik dalam keadaan sakit maupun sehat.  Perawat mempunyai
peranan yang sangat penting dalam setiap tindakan keperawatan. Intervensi
keperawatan yang tepat diperlukan untuk merawat klien baik secara fisik maupun
psikis. Dalam hal ini, peran perawat sangat dibutuhkan dalam membantu klien
yang mengalami cedera medulla spinalis agar mempu memaksimalkan

1
kemampuan yang dimiliki dalam melaksanakan aktivitas daily living untuk
memenuhi kebutuhan dasar manusia. Oleh karena itu, kami sempat tertarik untuk
membahas asuhan keperawatan pada klien dengan cedera medulla spinalis.

B. Rumusan Masalah
Dengan melihat latar belakang yang dikemukakan sebelumnya maka
terdapat masalah yang akan dirumuskan dalam makalah ini adalah:
1. Bagaimana tinjauan medis dengan cedera spinalis?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pada cedera spinalis?
C. Tujuan Penulisan
1. Mampu mengidentifikasi tinjauan medis pada klien dengan cedera spinalis.
2. Mampu mengidentifikasi asuhan keperawatan pada klien cedera spinalis.

2
BAB II

TINJAUAN MEDIS

A. DEFINISI CEDERA SPINALIS


Trauma medulla spinalis atau Spinal Cord Injury (SCI) didefinisikan
sebagai cidera atau kerusakan pada medulla spinalis yang menyebabkan
perubahan fungsional, baik secara mental maupun permanen, pada fungsi motorik,
sensorik, atau otonom. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma
ekstensi fiksasi ringan yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang
menyebabkan transeksi lengkap dari medulla spinalis dengan quadriplegia
(Fransiska B. Batticaca 2008).
Cedera medula spinalis (CMS) atau spinal cord injury (SCI ) ditandai
dengan adanya tetralegia atau paraplegia, parsial atau komplit, dan tingkatan atau
level tergantung area terjadinya lesi atau CMS. Tetraplegia atau quadriplegia
adalah kehilangan fungsi sensorik dan motorik di segmen servikal medulla
spinalis. Sedangkan paraplegia adalah gangguan fungsi sensorik dan motorik di
segmen thorakal, lumbal dan sakrum ( Kirshblum & Benevento, 2009).
Cedera Medula Spinalis adalah cedera yang mengenai Medula Spinalis
baik itu bagian servikalis, torakalis, lumbal maupun sakral akibat dari suatu
trauma yang mengenai tulang belakang. (Arif Muttaqin,2008).

B. ETIOLOGI CEDERA SPINALIS

Menurut Arif Muttaqin (2008) penyebab dari cidera medulla spinalis adalah :

a. otomobil, industri
Kecelakaan yang hebat dapat menyebabkan suatu benturan dari organ tubuh
salah satu yang terjadi adalah cidera tulang belakang secara langsung yang
mengenai tulang belakang dan melampui batas kemampuan tulang belakang
dalam melindungi saraf –saraf yang berada didalamnya.
b. Terjatuh, olahraga

3
Peristiwa jatuh karena suatu kegiatan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi terjadinya cidera salah satunya karena kegiatan olahraga.
Yang berat contohnya adalah olahraga motor GP , lari, lompat.
c. Luka tusuk, tembak
Luka tusuk pada abdomen atau tulang belakang dapat dikatakan menjadi
faktor terjadinya cidera karena terjadi suatu perlukaan atau insisi luka tusuk
atau luka tembak.
d. Tumor
Tumor merupakan suatu bentuk peradangan. jika terjadi komplikasi pada
daerah tulang belakang spinal. Ini merupakan bentuk cidera tulang belakang.
Medulla Spinalis

C. PATOFISIOLOGI CEDERA SPINALIS


Menurut Arif Muttaqin 2008, kerusakan medulla spinalis berkisar dari
komosis sementara (dimana pasien sembuh sempurna) sampai kontusio, laserasi,
dan kompresi substansi medulla (baik salah satu atau dalam kombinasi), sampai
transeksi lengkap medulla (yang membuat pasien paralisis di bawah tingkat
cedera). Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis darah dapat merembes
ke ekstradural, subdural atau daerah subarakhnoid pada kanal spinal. Segera
setelah terjadi kontusion atau robekan akibat cedera, serabut-serabut saraf mulai
membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansi grisea medulla spinalis
menjadi terganggu. Tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cedera pembuluh
darah medulla spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan
yang terjadi pada cedera medulla spinalis akut.
Suatu rantai sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia,
hipoksia, edema, dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan
mielin dan akson. Reaksi sekunder ini, diyakini menjadi penyebab prinsip
degenerasi medulla spinalis pada tingkat cedera, sekarang dianggap reversibel 4
sampai 6 jam setelah cedera. Untuk itu jika kerusakan medulla tidak dapat
diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan
kortikosteroid dan obat-obat antiinflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk

4
mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk kedalam kerusakan
total dan menetap.

D. TANDA DAN GEJALA CEDERA SPINALIS


1. Menurut Diane C. Baughman (2000) tanda dan gejala Medula Spinalis
Meliputi :
a. Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
b. Paraplegia
c. Tingkat neurologic
d. Paralisis sensorik motorik total
e. Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
f. Penurunan keringat dan tonus vasomotor
g. Penurunan fungsi pernafasan
h. Gagal nafas
i. Pernafasan dangkal
2. Menurut  ENA, (2000 tanda dan gejala Medula Spinalis Meliputi :
a. Penggunaan otot-otot pernafasan
b. Pergerakan dinding dada
c. Hipotensi
d. Bradikardi
e. Kulit teraba hangat dan kering
f. Poikilotermi (ketidakmampuan mengatur suhu tubuh)
g. Kehilangan sebagian atau seluruh kemampuan gerak
h. Kehilangan sensasi
i. Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegi, guadriparalesis, guadriparaplegia
j. Adanya spasme otot dan kekakuan
3. Menurut Brunner dan Suddarth, (2001) tanda dan gejala Medula Spinalis
Meliputi :

5
a. nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang
terkena
b. paraplegia
c. tingkat neurologik
d. paralisis sensorik motorik total
e. kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung
kemih)
f. penurunan keringat dan tonus vasomotor
g. penurunan fungsi pernafasan
h. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
4. Menurut campbell( 2004) tanda dan gejala Medula Spinalis Meliputi :
a. Kelemahan otot
b. Deformitas tulang belakang
c. Nyeri
d. Perubahan bentuk pada tulang servikal
e. Kehilangan kontrol eliminasi dan feses
f. Terjadi gangguan ereksi penis (priapism)
 
E. PENATALAKSANAAN CEDERA MEDULA SPINALIS (FASE AKUT)
Menurut Francisca B. Batticaca,(2008) penatalaksanaan Medula Spinalis
Meliputi:
1. Terapi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,
memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atas cidera lain, yang
menyertai, mencegah, serta mengobati komplikasi dan kerusakan neural lebih
lanjut. Reabduksi atas subluksasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu
tulang-ed). Untuk mendekompresi koral spiral dan tindakan imobilisasi
tulang belakang untuk melidungi koral spiral.
2. Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal, atau
debrideben luka terbuka.
3. Fikasi internal elekif dilakukan pada klien dengan ketidakstabilan tulang
belakang, cidera ligaemn tanpa tanpa fraktur, deformitas tulang belakang
progresif, cidera yang tak dapat direbduksi, dan fraktur non-union.

6
4. Terapi steroid, nomidipin, atau dopamine untuk perbaiki aliran darah koral
spiral. Dosis tertinggi metil prednisolon/bolus adalah 3mg/kgBB diikuti 5,4
mg/kgBB/jam untuk 23 jam berikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak
cedera akan memperbaiki pemulihan neurologis. Gangliosida mungkin juga
akan memperbaiki pemulihan setelah cedera koral spiral.
5. Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi
sensorik, motorik, dan penting untuk melacak deficit yang progresif atau
asenden.
6. Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan melacak
keadaan dekompensasi.
7. Pengelolaan cedera stabil tanpa deficit neurologis seperti angulasi atau baji
dari bahan luas tulang belakang, fraktr psoses transverses, spinosus, dan
lainnya, tindakannya simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang),
imobilisasi dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8. Cedera tak stabil disertai deficit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur
memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
a) Metode reabduksi antara lain : · Transaksi memakai sepit (tang) metal
yang dipasang pada tengkorak. Beban 20kg tergantung dari tingkat ruas
tulang belakang, ulai sekitar 2,5 kg pada fraktur C1. · Manipulasi dengan
anestesi umum · Reabduksi terbuka melalui operasi
b) Metode imobilisasi antara lain : · Ranjang khusus, rangka, atau selubung
plester. · Transaksi tengkorak perlu beban sedang untuk memperahankan
cedera yang sudah direabduksi. · Plester paris dan splin eksternal lain. ·
Operasi.
9. Cedera stabil disertai deficit neurologis. Bila fraktur stabil, kerusakan
neurologis disebabkan oleh:
a) Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan
trauma langsung terhadap koral spiral atau kerusakan vascular.
b) Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit
sebelumnya seperti spondiliosis servikal.
c) Fragmen tulang atau diskus terdorong ke kanal spiral.

7
10. Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang
tampak pada saat pertama kali diperiksa:
a) Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat konservatif
b) Cedera di daerah servikal, leher di mobilisasi dengan kolar atau sepit
(kapiler) dan di beri metal prednisolon.
c) Pemeriksaan penunjang MRI.
d) Cedera neurologis tak lengkap konservatif.
e) Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis servikal,
ttraksi tengkorak, dan metal prednisolon.
f) Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.

Cedera yang menyertai dan komplikasi: · cedera mayor berupa cedera kepala atau
otak, toraks, berhubungan dengan ominal, dan vascular. · cedera berat yang dapat
menyebabkan kematian, aspirasi, dan syok. (Fransisca B. Batticaca 2008).

F. PEMERIKSAN DIAGNOSTIK CEDERA SPINALIS


1. Pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada pasien fraktur lumbal
menurut Mahadewa dan Maliawan, (2009) adalah :
a. Foto Polos
Pemeriksaan foto yang terpenting adalah AP Lateral dan Oblique view.
Posisi lateral dalam keadaan fleksi dan ekstensi mungkin berguna untuk
melihat instabilitas ligament. Penilaian foto polos, dimulai dengan melihat
kesegarisan pada AP dan lateral, dengan identifikasi tepi korpus
vertebrae, garis spinolamina, artikulasi sendi facet, jarak interspinosus.
Posisi oblique berguna untuk menilai fraktur interartikularis, dan
subluksasi facet.
b. CT Scan
CT scan baik untuk melihat fraktur yang kompleks, dan terutama yang
mengenai elemen posterior dari medulla spinalis. Fraktur dengan garis
fraktur sesuai bidang horizontal, seperti Chane fraktur, dan fraktur
kompresif kurang baik dilihat dengan CT scan aksial. Rekonstruksi
tridimensi dapat digunakan untuk melihat pendesakan kanal oleh fragmen
tulang, dan melihat fraktur elemen posterior.

8
c. MRI
MRI memberikan visualisasi yang lebih baik terhadap kelainan medulla
spinalis dan struktur ligament. Identifikasi ligament yang robek seringkali
lebih mudah dibandingkan yang utuh. Kelemahan pemakaian MRI adalah
terhadap penderita yang menggunakan fiksasi metal, dimaka akan
memberikan artefact yang mengganggu penilaian fisik. Kombinasi antara
foto polos, CT Scan dan MRI, memungkinkan kita bias melihat kelainan
pada tulang dan struktur jaringan lunak (ligament, diskus dan medulla
spinalis).
d. Elektromiografi dan Pemeriksaan Hantaran Saraf
Kedua prosedur ini biasannya dikerjakan bersama-sama satu sampai dua
minggu setelah terjadinya trauma. Elektromiografi dapat menunjukan
adanya denerfasi pada ekstremitass bawah. Pemeriksaan pada otot
paraspinal dapat membedakan lesi pada medulla spinalis atau cauda
equine, dengan lesi pada pleksus lumbal atau sacral
2. Sedangkan menurut Arif Mutaqim, (2005) pemeriksaan radiologi yang dapat
dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Pemeriksaan Rontgen
Pada pemeriksaan Rontgen, rnanipulasi penderita harus dilakukan secara
hati-hati. Pada fraktur C-2, pemeriksaan posisi AP dilakukan secara
khusus dengan membuka mulut. Pemeriksaan posisi AP secara lateral
dan kadang-kadang oblik dilakukan untuk menilai hal-hal sebagai
berikut.
 Diameter anteroposterior kanal spinal.
 Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra.
 Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal.
 Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosusKetinggian
ruangan diskus intervertebralisPembengkakanjaringan lunak.
b. Pemeriksaan CT-scan terutama untuk melihat fragmentasi dan pergeseran
fraktur dalam kanal spinal.
c. Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi.

9
d. Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak, yaitu
diskus intervertebralis dan ligamentum flavum serta lesi dalam
sumsum medulla spinalis.

G. KOMPLIKASI CEDERA SPINALIS


1. Neurogenik shock
Syok Neurogenik adalah kondisi medis yang ditandai dengan ketidakcukupan
aliran darah ke tubuh yang disebabkan karena gangguan sistem saraf yang
mengendalikan konstriksi dari pembuluh-pembuluh darah. Gangguan ini
menyebabkan kehilangan sinyal saraf tiba-tiba, yang menyebabkan terjadinya
relaksasi dan pelebaran pembuluh-pembuluh darah
2. Hipoksia.
Hipoksia merupakan kondisi di mana berkurangnya suplai oksigen ke
jaringan di bawah level normal yang tentunya tidak dapat memenuhi
kebutuhan tubuh.
3. Hipoventilasi
Hipoventilasi adalah kurangnya ventilasi dibandingkan dengan kebutuhan
metabolik, sehingga terjadi peningkatan PCO2 dan asidosis respiratorik
4. Instabilitas spinal
Instabilitas spinal adalah hilangnya kemampuan jaringan lunak pada spinal
(contoh : ligamen, otot dan diskus) untuk mempertahankan
kontrolintersegmental saat terjadinya beban atau stress fisiologis.
5. Orthostatic Hipotensi
Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah yang terjadi tiba-tiba
saat berubah posisi dari telentang ke posisi duduk atau tegak. Hal ini lebih
sering pada pasien yang mengambil obat antihipertensi. Gejala seperti lemah
tiba-tiba, pusing, terasa pingsan dan pingsan dapat terjadi.
6. Dekubitus
Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit,
bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan
pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan
sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan

10
yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang
lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan
dari luar dalam jangka waktu yang lama.

11
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dengan Cedera Medulla Spinalis


1. Pengkajian keperawatan (sumber)
Penting bagi perawat untuk mengetahui bahwa setiap adanya riwayat trauma
pada servikal merupakan hal yang penting diwaspadai.
a. Pengkajian

Anamnesa

Tanggal MRS :

Tanggal Pengkajian :

No. Registrasi :

Diagnose Medis :

Pengumpulan data

1.   Identitas

Nama Pasien :

Usia :

Jenis Kelamin :

Alamat :

Pendidikan :

Agama :

12
2. Anamnesis Riwayat Penyakit
a. Keluhan Utama
Cedera medulla spinalis mempunyai keluhan atau gejala utama yang
berbeda-beda tergantung letak lesi dan luas lesi. Keluhan utama yang
timbul seperti nyeri, rasa bebal, kekakuan pada leher atau punggun dan
kelemahan pada ekstremitas atas maupun bawah.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Pengkajian ini sangat penting dalam menentukan derajat kerusakan dan
adanya kehilangan fungsi neurologic. Medulla spinalis dapat mengalami
cedera melalui beberapa mekanisme, cedera primer meliputi satu atau lebih
proses verikut dan gaya : kompresi akut, benturan, destruksi, laserasi dan
trauma tembak.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Klien dengan cedera medulla spinalis bias disebabkan oleh beberapa
penyakit seperti Reumatoid Artritis, pseudohipoparatiroid, Spondilitis,
Ankilosis, Osteoporosis maupun Tumor ganas.
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan riwayat penyakit keluarga yang dapat memperberat
cedera medulla spinlis.
e. Riwayat Psiko-Sosio-Spiiritual
Pengkajian meliputi : Bagaimana emosi klien ? Apakah klien memiliki
kebiasaan meminum minuman keras dan suka mabuk? Bagaimana
keyakinan klien terhadap sakit yang dialaminya? Apakah ada penyangkalan
tentang penyakitnya ? Bagaimana emosi klien : sedih, marah, takut, cemas,
gelisah, menarik diri maupun tidak percaya diri?

3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik mengacu pada pengkajian B1-B6 dengan pengkajian focus
ditujukan pada gejala-gejala yang muncul akibat cedera medulla spinalis.
Keadaan umum : (Arif muttaqin 2008) Pada keadaan cidera tulang belakang
umumnya tidak mengalami penurunan kesadaran. Adanya perubahan pada
tanda-tanda vital, meliputi bradikardi dan hipotensi.

13
B1 (BREATHING)

Perubahan pada sistem pernapasan bergantung pada gradasi blok saraf


parasimpatis klien mengalami kelumpuhan otot otot pernapasan dan perubahan
karena adanya kerusakan jalur simpatetik desending akibat trauma pada tulang
belakang sehingga mengalami terputus jaringan saraf di medula spinalis,
pemeriksaan fisik dari sistem ini akan didapatkan hasil sebagai berikut inspeksi
umum didapatkan klien batuk peningkatan produksi sputum, sesak napas.dst

B2 (BLOOD)

Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan rejatan syok


hipovolemik yang sering terjadi pada klien cedera tulang belakang. Dari hasil
pemeriksaan didapatkan tekanan darah menurun nadi bradikardi dan jantung
berdebar-debar. Pada keadaan lainnya dapat meningkatkan hormon antidiuretik
yang berdampak pada kompensasi tubuh.

B3 (BRAIN)

Pengkajian ini meliputi tingkat kesadaran, pengkajian fungsi serebral dan


pengkajian saraf kranial. Pengkajian tingkat kesadaran : tingkat keterjagaan klien
dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi
sistem persyarafan. Pengkajian fungsi serebral : status mental observasi
penampilan, tingkah laku nilai gaya bicara dan aktivitas motorik klien Pengkajian
sistem motorik : inspeksi umum didapatkan kelumpuhan pada ekstermitas bawah,
baik bersifat paralis, paraplegia, maupun quadriplegia Pengkajian sistem sensori :
ganguan sensibilitas pada klien cedera medula spinalis sesuai dengan segmen
yang mengalami gangguan.

B4 (BLADDER)

Kaji keadaan urine meliputi warna ,jumlah,dan karakteristik urine,


termasuk berat jenis urine. Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan
dapat terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal. Bila terjadi lesi pada kauida
ekuina kandung kemih dikontrol oleh pusat (S2-S4) atau dibawah pusat spinal

14
kandung kemih akan menyebabkan interupsi hubungan antara kandung kemih dan
pusat spinal.

B5 (BOWEL)

Pada keadaan syok spinal, neuropraksia sering didapatkan adanya ileus


paralitik, dimana klinis didapatkan hilangnya bising usus, kembung,dan defekasi,
tidak ada. Hal ini merupakan gejala awal dari tahap syok spinal yang akan
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu.

B6 (BONE)

Paralisis motorik dan paralisis organ internal bergantung pada ketinggian


lesi saraf yang terkena trauma. Gejala gangguan motorik sesuai dengan distribusi
segmental dari saraf yang terkena.disfungsi motorik paling umum adalah
kelemahan dan kelumpuhan.pada saluran ekstermitas bawah. Kaji warna kulit,
suhu, kelembapan, dan turgor kulit dst.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
b. Radiologi
c. Neurofisiologi klinik
d. MRI
e. CT Scan

B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Arif Muttaqim, (2008) diagnosa keperawatan yang muncul pada Cedera
Medula Spinalis adalah sebagai berikut:
1. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
2. Resiko trauma berhubungan dengan penurunan kesadaran, kerusakan
mobilitas fisik.
3. Gangguan eliminasi alvi (konstipasi) yang berhubungan dengan
persyarafan pada usus dan rektum, immobilisasi, intake cairan yang tidak
adekuat.

15
C. Intervensi Keperawatan

NO Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi Rasional


1 Hambatan - Klien - Monitoring - Mengetahui
mobilitas meningkat tanda-tanda tingkat
fisik dalam vital kemampuan
berhubunga aktivitas fisik sebelum/sesu klien dalam
n dengan dah latihan melakukan
- Mengerti
kerusakan dan lihat aktivitas.
tujuan dari
neuromusku respon pasien
peningkatan - Menurunkan
lar. saat latihan
mobilitas rsiko terjadinya
- Konsultasika iskemia jaringan
- Memperagak
n dengan akibat sirkulassi
an
terapi fisik darah yang jelek
penggunaan
tentang pada daerah
alat Bantu
rencana yang tertekan.
untuk
ambulasi
mobilisasi - Gerakan aktif
sesuai dengan
(walker) memberikan
kebutuhan
massa, tonus,
- Bantu klien dan kekuatan
untuk otot serta
menggunakan memperbaiki
tongkat saat fungsi jantung
berjalan dan dan pernafasan.
cegah
- Otot volumter
terhadap
akan kehilangan
cedera
tonus dan
- Ajarkan kekuatanya bila
pasien atau tidahk dilatih
tenaga untuk digerakan
kesehatan

16
lain tentang - Untuk
teknik memelihara
ambulasi fleksibelitas
sendi sesui
- Kaji
kemampuan.
kemampuan
pasien dalam - Mempertahanka
mobilisasi n posisi tulang
belakang tetap
- Dampingi
rata.
dan Bantu
pasien saat - Dilakukan untuk
mobilisasi menegakan
dan bantu postur ddan
penuhi menguatkan
kebutuhan otot-otot spinal.
ADLs ps.

- Berikan alat
Bantu jika
klien
memerlukan.

- Ajarkan
pasien
bagaimana
merubah
posisi dan
berikan
bantuan jika
diperlukan

17
2 Risiko - Pasien terbebas -Sediakan - Meminimalkan
trauma dari trauma lingkungan rangsang nyeri
berhubunga fisik yang aman akibat gesekan
n dengan untuk pasien antara fragmen
- Lingkungan
penurunan tulang dengna
rumah aman -Identifikasi 
kesadaran, jaringan lunak di
kebutuhan
kerusakan sekitarnya.
- Perilaku
keamanan
mobilitas
pencegahan
pasien, - Menghindari
fisik
jatuh
sesuai     tekanan yang
dengan berlebih yang
- Dapat
kondisi fisik menonjol
medeteksi
dan fungsi
resiko
- Mencegah
kognitif 
perubahan posisi
pasien dan
dengan tetap
riwayat
mempertahankan
penyakit
kenyamanan dan
terdahulu
keamanan.
pasien

- Bila fase edema


-Menghindarkan
telah lewat,
lingkungan
kemungkinan
yang
bebat menjadi
berbahaya
longer dapat
(misalnya
terjadi.
memindahkan
perabotan)
- Antibiotik bersifat
bakte-
-Memasang side
riosida/baktiostati
rail tempat
ka untuk
tidur
membunuh/meng
-Menyediakan hambat
tempat tidur perkembangan

18
yang nyaman kuman
dan bersih
- Menilai
-Menempatkan perkembangan
saklar lampu masalah klein.
ditempat yang
mudah
dijangkau
pasien.

-Membatasi
pengunjung

-Memberikan
penerangan
yang cukup

-Menganjurkan
keluarga
untuk
menemani
pasien.

-Mengontrol
lingkungan
dari
kebisingan

-Memindahkan
barang-barang
yang dapat
membahayaka
n

19
-Berikan
penjelasan
pada pasien
dan keluarga
atau
pengunjung
adanya
perubahan
status
kesehatan dan
penyebab
penyakit.

3 Gangguan - Mempertahan - Monitor - Klien dan


eliminasi kan bentuk tanda dan keluarga akan
alvi fases lunak gejala mengerti tentang
(konstipasi) setiap 1-3 hari konstipasi penyebab
ygang obstipasi.
- Bebas dari - Monitor
berhubunga
ketidaknyama bising usus - Perdarahan
n dengan
nan dan gastrointestinal
gangguan
- Monitor
konstipasi dan lambung
persarafan
feses :
mungkin terjadi
pada usus
- Mengidentifik frekwensi,
akibat trauma
dan rektum,
asi indicator konsistensi,
dan stress.
imobilisasi,
ntuk menjega volume
intake cairan
konstipasi - Bising usus
yang tidak - Konsultasi
menandakan sifat
adekuat - Feses lunak dengan
aktifitas
dan berbentuk dokter
peristaltic.
tentang
Penurunan bising
penurunan
usus mungkin

20
dan ada selama syok
peningkatan spinal.
bising usus
- Diet seimbang
- Monitor tinggi kandungan
tanda dan serat merangsang
gejala peristaltic dan
rupture eliminasi regular.
usus/peritorit
- Masukan cairan
is
adeuat membantu
- Jelaskan mempertahankan
etiologi dan konsistensi feces
nasionalisasi yang sesui pada
tindakan usus dan
terhadap membantu
pasien eliminasi regular.

- Identifikasi - Aktifitas fisik


factor regular
penyebab membantu
dan eliminasi dengan
konstribusi memperbaikei
konstipasi tonus otot
abdomen dan
- Dukung
merangsang
intake cairan
nafsu makan dan
peristaltic.
- Kolaborasika
n pemberian
- Pelunak feces
laksatif
meningkatkan
efisiensi
- Pantau tanda-
pembasahan air
tanda dan

21
gejala usus, yang
konstipasi melunakan massa
dan inpaksi feces dan
membantu
- Memantau
eliminasi.
gerakan usus,
 
termasuk
konsistensi  
frekuensi,
bentuk,
volume dan
warna

- Memantau
bising usus

- Konsultasika
n dengan
dokter
tentang
penurunan/te
ntang
kenaikan
bising usus

- Pantau tanda-
tanda dan
gejala
pecahnya
usus

- Jelaskan
etiologi

22
masalah dan
pemikiran
tindakan
untuk pasien

- Meyusun
jadwal ke
toilet

- Mendorong
meningkatka
n asupan
cairan
kecuali
dikontraindik
asikan

- Evaluasi
profil obat
untuk efek
samping
gastrointestin
al

- Anjurkan
pasien/keluar
ga untuk
mencatat
warna,
volume,
frekuensi dan
konsistensi
tinja

23
- Ajarkan
pasien/keluar
ga
bagaimana
untuk
menjaga
buku harian
makanan

- Anjurkan
pasien/keluar
ga untuk idiet
tinggi serat

- Anjurkan
pasien/keluar
ga pada
penggunaan
yang tepat
dari obat
pencahar

- Anjurkan
pasien/keluar
ga pada
hubungan
asupan diet,
olahraga dan
cairan
sembelit

- Menyarankan
pasien untuk

24
berkonsultasi
dengan
dokter jika
sembelit
terus ada

D. Implementasi Keperawatan

NO Diagnosa Implementasi Evaluasi


1 Hambatan - memonitoring S:
mobilitas fisik tanda-tanda vital - klien mengatakan
berhubungan sebelum/sesudah sudah tidak merasa
dengan kerusakan latihan dan lihat kesulitan lagi
neuromuskular. respon pasien saat membolak balikkan
latihan posisi
- klien mengatakan
- mengkonsultasikan
sudah bisa
dengan terapi fisik
melakukan
tentang rencana
pergerakan sendi
ambulasi sesuai
dengan bebas.
dengan kebutuhan
O:
- membantu klien
untuk menggunakan - klien terlihat sudah
tongkat saat berjalan bisa melakukan
dan cegah terhadap gerakan motorik
cedera kasar dan halus.
- Klien tampak tidak
- mengajarkan pasien
tremor saat bergerak.
atau tenaga
kesehatan lain

25
tentang teknik A:
ambulasi
- Masalah hambatan
- mengkaji mobilitas fisik
kemampuan pasien teratasi
dalam mobilisasi
P:
- mendampingi dan
- Intervensi dihentikan
Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan
ADLs ps.

- memberikan alat
Bantu jika klien
memerlukan.

- mengajarkan pasien
bagaimana merubah
posisi dan berikan
bantuan jika
diperlukan

2 Risiko trauma -menyediakan S:


berhubungan lingkungan yang - Klien mengatakan
dengan penurunan aman untuk pasien sudah tidak merasa
kesadaran, lemah lagi.
-mengidentifikasi 
kerusakan
kebutuhan keamanan O:
mobilitas fisik
pasien, sesuai    
- Klien terlihat sudah
dengan kondisi fisik
aktif dan tidak
dan fungsi kognitif 
pasien dan riwayat

26
penyakit terdahulu tampak lemah lagi
pasien
A:
-Menghindarkan
- Masalah resiko
lingkungan yang
trauma teratasi
berbahaya (misalnya
memindahkan
P:
perabotan)
- Intervensi dihentikan
-Memasang side rail
tempat tidur

-Menyediakan tempat
tidur yang nyaman
dan bersih

-Menempatkan saklar
lampu ditempat yang
mudah dijangkau
pasien.

-Membatasi pengunjung

-Memberikan
penerangan yang
cukup

-Menganjurkan keluarga
untuk menemani
pasien.

-Mengontrol lingkungan
dari kebisingan

27
-Memindahkan barang-
barang yang dapat
membahayakan

-memberikan penjelasan
pada pasien dan
keluarga atau
pengunjung adanya
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit.

3 Gangguan - memonitor tanda S:


eliminasi alvi dan gejala - Klien mengatakan
(konstipasi) konstipasi sudah tidak merasa
ygang letih lagi
- memonitor bising
berhubungan - Klien mengatakan
usus
dengan gangguan sudah sering BAB
persarafan pada dan lancar.
- memonitor feses :
usus dan rektum, - Klien mengatakan
frekwensi,
imobilisasi, intake sudah tidak
konsistensi, volume
cairan yang tidak merasakan nyeri
adekuat - mengkonsultasi pada daerah
dengan dokter abdomen.
tentang penurunan
O:
dan peningkatan
bising usus
- Volume feses klien
meningkat
- memonitor tanda
- Sudah tidak ada
dan gejala rupture
darah merah pada
usus/peritoritis

28
feses klien.
- menjelaskan
etiologi dan A:
nasionalisasi
- Masalah gangguan
tindakan terhadap
eliminasi alvi
pasien
(konstipasi) teratasi.
- mengidentifikasi
P:
factor penyebab dan
konstribusi
- Intervensi
konstipasi
dihentikan.

- mendukung intake
cairan

- berkolaborasikan
pemberian laksatif

- memantau tanda-
tanda dan gejala
konstipasi dan
inpaksi

- Memantau gerakan
usus, termasuk
konsistensi
frekuensi, bentuk,
volume dan warna

- Memantau bising
usus

- konsultasikan
dengan dokter
tentang

29
penurunan/tentang
kenaikan bising
usus

- memantau tanda-
tanda dan gejala
pecahnya usus

- menjelaskan
etiologi masalah
dan pemikiran
tindakan untuk
pasien

- Meyusun jadwal ke
toilet

- Mendorong
meningkatkan
asupan cairan
kecuali
dikontraindikasikan

- mengevaluasi profil
obat untuk efek
samping
gastrointestinal

- menganjurkan
pasien/keluarga
untuk mencatat
warna, volume,
frekuensi dan
konsistensi tinja

30
- mengajarkan
pasien/keluarga
bagaimana untuk
menjaga buku
harian makanan

- menganjurkan
pasien/keluarga
untuk idiet tinggi
serat

- menganjurkan
pasien/keluarga
pada penggunaan
yang tepat dari obat
pencahar

- menganjurkan
pasien/keluarga
pada hubungan
asupan diet,
olahraga dan cairan
sembelit

- Menyarankan
pasien untuk
berkonsultasi
dengan dokter jika
sembelit terus ada

31
 

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa cedera medulla
spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan oleh benturan
pada daerah medulla spinalis. Penyebab dari cidera medulla spinalis adalah
otomobil, industri , terjatuh, olahraga, terluka tusuk, tembak ,tumor. Tanda dan
gejala cedera spinalis Menurut campbell (2004), yaitu : Kelemahan otot,
Deformitas tulang belakang, Nyeri, Perubahan bentuk pada tulang servikal,
Kehilangan kontrol eliminasi dan feses,Terjadi gangguan ereksi penis (priapism).

32
Pemeriksaan diagnostic cedera spinalis menurut Mahadewa dan Maliawan
(2009) adalah : Foto Polos, CT Scan, MRI, Elektromiografi dan Pemeriksaan
Hantaran Saraf.  Komplikasi cedera spinalis diantaranya Neurogenik shock ,
hipoksia, instabilitas spinal, infeksi saluran kemih, kontraktur, dekubitus,
inkontinensia blader, Dan konstipasi. Diagnosa banding cedera spinalis yaitu
Herniasi discus lumbalis dan kompresi medulla spinalis.

B. Saran
Selayaknya seorang mahasiswa keperawatan dan seorang perawat dalam
setiap pemberian asuhan keperawatan termasuk dalam asuhan keperawatan cedera
medulla spinalis menggunakan konsep yang sesuai dengan kebutuhan dasar
manusia yang bersifat holistic yang meliputi aspek biopsikospiritual dan semoga
makalah ini dapat digunakan sebagai titik acuh khalayak umum.

  

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol.
3 . Jakarta : EGC.

Mansjoer, A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi 3 Jakarta : FKUI

Muttaqin, arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta. Salemba Medika. Batticaca, F. 2008. Asuhan Keperawatan
Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta. Salemba Medika.
Riyawan.com | Kumpulan Artikel & Makalah Farmasi Keperawatan

33
Irapanussa, Frans. 2012. Diagnosis Dan Diagnosis Banding Cedera Spinalis.
Maluku. Diunduh dari : http://irapanussa.blogspot.co.id/2012/06/diagnosis-dan-
diagnosis-banding-cedera.html.

Setiawan, Iwan & Intan Mulida. 2010. Cedera Saraf Pusat Dan Asuhan
Keperawatannya. Yogyakarta. Nuha Medika

Snell RS. Neuroanatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Jakarta: EGC; 2007.
h. 20, 190.

Setiadi (2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha


Ilmu

34

Anda mungkin juga menyukai