Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH TRAUMA MEDULA SPINALIS

DOSEN PEMBIMBING

Dwi Retnaningsih,S.Kep., Ns., M.Kes, M.Kep

DI SUSUN OLEH

Dani Kurniawan (2205008)

Puput Larasati (22050015)

Rindiani (2205018)

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN DIPLOMA TIGA

FAKULTAS KEPERAWATAN BISNIS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS WIDYA HUSADA SEMARANG

TAHUN 2023/2024
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma medulla spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang


disebabkan seringkali oleh kecelakaan lalu lintas. Apabila Trauma itu mengenai
daerah L1-L2 dan/atau di bawahnya maka dapat mengakibatkan hilangnya fungsi
motorik dan sensorik serta kehilangan fungsi defekasi dan berkemih.

Cedera medula spinalis adalah cedera yang mengenai servikalis


vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang.
Cedera medula spinalis adalah masalah kesehatan mayor yang mempengaruhi
150.000 sampai 500.000 orang hampir di setiap negara, dengan perkiraan 10.000
cedera baru yang terjadi setiap tahunnya. Kejadian ini lebih dominan pada pria
usia muda sekitar 75% dari seluruh cedera. Setengah dari kasus ini akibat dari
kecelakaan kendaraan bermotor, selain itu banyak akibat jatuh, olahraga dan
kejadian industri dan luka tembak.

Vertebra yang paling sering mengalami cedera adalah medula spinalis


pada daerah servikal ke-5, 6, dan 7, torakal ke-12 dan lumbal pertama. Vertebra
ini adalah paling rentan karena ada rentang mobilitas yang lebih besar dalam
kolumna vertebral pada area ini. Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria
di bandingkan pada wanita karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.
(Afif Nurul Hidayat, 2018)

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Trauma Medula Spinalis?

2. Apa etilogi dari Trauma Medula Spinalis?

3. Apa patofisiologi Trauma Medula Spinalis?

4. Bagaimana pathway Trauma Medula Spinalis?

5. Apa manifestasi klinis Trauma Medula Spinalis?

6. Apa saja komplikasi Trauma Medula Spinalis?


7. Apa saja pemeriksaan penunjang Trauma Medula Spinalis?

8. Apa saja pengkajian fokus Trauma Medula Spinalis?

9. Apa saja diagnosa keperawatan Trauma Medula Spinalis?

10. Seperti apa intervensi keperawatannya?

11. Bagaimana penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis?

C. Tujuan

1. Untuk mengetaui apa pengertian Trauma Medula Spinalis

2. Untuk mengetaui apa etilogi dari Trauma Medula Spinalis

3. Untuk mengetaui apa patofisiologi Trauma Medula Spinalis

4. Untuk mengetaui bagaimana pathway Trauma Medula Spinalis

5. Untuk mengetaui apa manifestasi klinis Trauma Medula Spinalis

6. Untuk mengetaui apa saja komplikasi Trauma Medula Spinalis

7. Untuk mengetaui apa saja pemeriksaan penunjang Trauma Medula Spinalis

8. Untuk mengetaui apa saja pengkajian fokus Trauma Medula Spinalis

9. Untuk mengetaui apa saja diagnosa keperawatan Trauma Medula Spinalis

10.Untuk mengetaui seperti apa intervensi keperawatan Trauma Medula Spinalis

11.Untuk mengetaui bagaimana penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Trauma Medula Spinalis

Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang
mengenai servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang
mengenai tulang belakang, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas,
kecelakaan olahraga, dan sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang
belakang sendiri dan susmsum tulang belakang atau spinal kord. Apabila
Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan tungkai mata
penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka
dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat
digunakan (Afif Nurul Hidayat, 2018)

Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing- masing
memiliki sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui
foramen inverterbra. Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang torakalis, 5
pasang lumbalis, 5 pasang sakralis, dan 1 pasang saraf kogsigis.

Trauma medulla spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang


mengakibatkan gangguan sistem persyarafan didalam tubuh manusia yang
diklasifikasikan sebagai :

1. Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)

2. Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)


B. Etiologi

Etiologi trauma medula spinalis antara lain kecelakaan lalu lintas


(penyebab paling sering),olahraga, kecelakaan jatuh dari pohon atau bangunan,
kejatuhan benda keras, gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil, atau
kondisi patologis yang menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang,
luka tembak atau luka tikam, gangguan lain yang menyebabkan cedera medulla
spinalis, atau trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance). Fraktur dapat
berupa patah tulang sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sementara
kerusakan medulla spinalis dapat berupa memar, kontusio, laserasi dengan atau
tanpa gangguan peredaran darah, atau perdarahan. Cedera sekunder medulla
spinalis dapat disebabkan hipoksemia dan iskemia, iskemia dapat disebabkan
oleh hipotensi, edema, atau kompresi.

Kerusakan neurologis akibat trauma medulla spinalis menyebabkan


hambatan impuls sensorik dan motorik baik dari maupun ke otak hingga level
lesi medula spinalis. Dampak trauma medula spinalis terhadap fungsi motorik,
sensorik dan otonom tergantung tingkat dan beratnya cedera2. Berdasarkan
beratnya cedera, trauma medulla spinalis dibagi 2 katagori yaitu cedera komplit
dan cedera inkomplit. Cedera medulla spinalis disebut cedera komplit bila terjadi
kehilangan fungsi sensorik (protopatik atau propioseptik), kehilangan fungsi
motorik di bawah level lesi medulla spinalis, dan pemeriksaan radiologi vertebrae
menunjukkan fraktur, luksasi, atau listesis. Lesi komplit menyebabkan semua
fungsi reflek hilang pada semua segmen medulla spinalis, di bawah level lesi.
Sementara cedera medulla spinalis disebut cedera inkomplit bila terjadi
penurunan fungsi sensorik atau motorik, dan pemeriksaan radiologi vertebrae
menunjukkan hasil normal.
C. Patofisiologi

Medulla spinalis terdapat dalam kolumna spinalis yang terbentangdari otak


hingga Lumbal 1 – Lumbal 2, berakhir pada konus medularis. Akhir dari medulla
spinalis pada kanalis spinalis, dikenal dengan cauda equine. Medulla spinalis
memliki level segment tersendiri yang berkaitan dengan jaringan saraf yang
keluar dari medulla spinalis diantara setiap tulang vertebra. Terdapat 31 pasang
jaras saraf, yaitu 8 servikal, 12 torakal, 5 lumbal, 5 sakral dan 1 koksigeal.

Froster A, et al, 2016 dalam jurnalnya menyebutkan bahwa diameter medulla


spinalis paling besar terdapat pada cervikal dan terkecil pada sacrum. Diameter
transversal cervikal 11.3 mm sampai dengan 13.3 mm sedangkan diameter
anteroposterior 7 mm sampai dengan 8.3 mm.

Jaumard NV, et al, 2015, menyebutkan bahwa medulla spinalis yang yang mirip
dengan manusia adalah tikus winstar, sehingga hewan ini banyak digunakan
sebagai model hewan coba dalam penelitian trauma medulla spinalis. Namun
terdapat perbedaan geometri anatomi, perbedaan tersebut adalah bentuk kanalis
medulla spinalis pada tikus winstar lebih elips dibandingkan dengan manusia,
terutama pada level dibawah cervikal. Hal ini dihipotesiskan karena perbedaan
cervicothorasik lordosis antara manusi dan tikus winstar. Pada lumbal geometri
anatomi antara manusia dan tikus winstar adalah sama. Dalam penelitiannya
dilakukan pengukuran diameter medulla spinalis, didapatkan diameter medulla
spinalis pada cervikal lebih lebardaripada level dibawahnya. Pada cervikal
diameter 4.37 mm sampai dengan 4.99mm, sedangkan kedalamannya adalah
2.83 mm sampai dengan 2.58 mm.

Mekanisme primer dalam konteks ini adalah kerusakan langsung medullaspinalis


akibat penetrasi akibat trauma yang mengenai parenkim. Beberapa kemungkinan
yang dapat terjadi adalah trauma dengan rusaknya tulang dan atau avulsi
ligament, yang mengenai langsung medulla spinalis. Mekanisme lain trauma
medulla spinalis adalah trauma luka tembak yang mengenai medullaspinalis
dapat berupa leserasi, ataupun distraksi medulla spinalis.

Mekanisme primer menyebabkan kerusakan neuron local dan oligidendrisit


dengan penigkatan permeabilitas parenkim medulla spinalis dan perubahan
konsentrasi elektrolit, dengan perubahan fungsi kanal kalsium dan natrium.
Kerusakan langsung neuron dan oligodendrosit selalu bersamaan dengan
mikrovaskular, menyebabkan iskemia fokal dan inflamasi yang selanjutnya
menyebabkan kerusakan jaringan. 7,10,12 Pathogenesis lain seperti iskemis
fokal, vasospame, mikrohemoragik, dan thrombosis fokal akibat kelainan gregasi
trombosit mengakibatkan radikal bebas oksigen. Keadaan ini selanjutnya
mengakibatkan gangguan transport elektronakibat disfungsi pospolipid enzim,
sehingga menyebabkan perubahan gradient membrane sel dan menyebabkan
kematian selular. Mekanisme iskemia sering ditemukan pada tumor medulla
spinalis akibat penekanan pembuluh daraholehmassa tumor.

D. Pathway

Kecelakaan otomobil, industry, terjatuh, olah-raga,


menyelam, luka tusuk/tembak tumor

Kerusakan medulla

Serabut-serabut
membengkak/hsncur
Trauma medulla spinalis

Spasme Otot Kerusakan Kerusakan Lumbal 2


paravertebralis, iritasi

HR Paraplegia paralis
Perasaan Nyeri,
ketidaknyamanan
Kehilangan

PENURUNAN Fungsi pergerakan


CURAH sendi
JANTUNG

NYERI AKUT
Penekanan

RESIKO
KERUSAKAN
INTEGRITAS

https://www.scribd.com/doc/44385901/Pathway-Medulla-Spinalis#download
E. Manifestasi Klinis

Transeksi Medula Spinalis menyebabkan terputusnya jalur sinyal sensoris dari


bawah level lesi dan jalur sinyal motoris dari otak. Meskipun kelainan sensoris
terjadi di bawah level lesi, letak lesi sebenarnya dapat diketahui dengan adanya
nyeri radikuler atau parestesia yang segmental.

Apabila medula spinalis tiba-tiba mengalami cedera, dapat muncul kelainan


seperti :

1. Pergerakan volunter di bawah lesi hilang secara mendadak dan bersifat


permanen, reflex fisiologis dapat menghilang atau dapat meningkat.

2. Sensasi sensorik terhadap reflex fisiologis bisa menghilang atau


meningkat.

3. Terjadi kelainan fungsi otonom.

Cedera medula spinalis dapat memberikan tanda :

1. Gangguan sensasi (anastesia, hiperestesia, parastesia).

2. Gangguan motorik (kelemahan otot-otot dan reflek tendon miotom).

3. Gangguan fungsi vegetatif dan otonom (flaccid dan sapstic blader dan
bowel).

4. Gangguan fungsi kehidupan sehari-hari (makan, toileting, berpakaian,


kebersihan diri).

5. Gangguan mobilisasi.

6. Penurunan tanda vital.

7. Masalah pada kulit (ulkus decubitus).

8. Nyeri akut yang menjalar dari lesi menuju ke bawah.

9. Paraplegia

10. Disfungsi autonom berupa penurunan keringat dan tonus vasomotor.

11. Infertilitas

F. Komplikasi
Komplikasi pada cedera medulla spinalis antara lain:

1. Ulkus decubitus

2. Osteoporosis dan fraktur

3. Pneumonia, atelectasis, dan aspirasi

4. Deep vein thrombosis (DVT)

5. Cardiovasculer disease

6. Neuropatic pain

7. Kontrol bladder dan bowel terganggu

8. Respon seksual terganggu

9. Menstruasi terhambat

G. Pemeriksaan Diagnostik

1. Sinar X spinal: menentukan lokasi dan jenis trauma tulang (fraktur,


dislokasi) untuk kesejajaran, reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi.

2. CT scan: menentukan tempat luka, mengevaluasi gangguan struktural.

3. MRI: mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema, da kompresi.

4. Foto rontgen thorax, memperlihatkan keadaan paru (contoh perubahan


pada diafragma, atelektasis).

5. Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vital, volume tidal): mengukur volume


inspirasi maksimal khusunya pada pasien dengan trauma servikal bagian
bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saral
frenikus/otot interkostal.

6. GDA: menunjukkan keefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi.

7. Pemantauan EKG kontinu merupakan indikasi karena bradikardia


(perlambatan frekuensi jantung) dan asistole (standstill jantung) umum
terjadi pada cedera servikal akut.

H. Penatalaksaan
1. Penatalaksanaan Kedaruratan.

a. Di tempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal


(punggung), dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk
mencegah cedera komplit.

b. Salah satu anggota tim harus mengontrol kepala pasien untuk


mencegah fleksi, rotasi atau ekstensi kepala.

c. Tangan ditempatkan pada kedua sisi dejat telinga untuk


mempertahankan traksi dan kesejajaran sementara papan spinal atau
alat imobilisasi servikal dipasang.

d. Paling sedikit empat orang harus mengangkat korban dengan hati-hati


ke atas papan untuk memindahkan ke rumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medulla spinalis irevesibel yang
menyebabkan fragmen tulang vertebra terputus, patah, atau
memotong medulla komplet.

2. Penatalaksanaan Trauma Medulla Spinalis (Fase Akut)

a. Farmakoterapi Pemberian kortikosteroid dosis tinggi, khususnya


metilprednisolon telah ditemukan untuk memperbaiki prognosis dan
mengurangi kecacatan bila diberikan dalam 8 jam cedera.

b. Hipotermia

Keefektifan teknik pendinginan atau penyebaran hipotermia ke daerah


cedera dari medulla spinalis, untuk mengatasi kekuatan autodestruktif
yang mengikuti tipe cedera ini masih diselidiki.

c. Tindakan pernapasan

Oksigen diberikan untuk mempertahankan PO: arteri tinggi, karena


anoksemia dapat menimbulkan atau memperburuk defisit neurologik
medulla spinalis.

d. Diaphragma pacing (stimulasi listrik terhadap saraf frenik) dapat


dipertimbangkan untuk pasien dengan lesi servikal tinggi tetapi
biasanya dilakukan setelah fase akut.

e. Pembedahan dilakukan untuk untuk mengurangi fraktur spinal atau


dislokasi atau dekompresi medulla.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Fokus

1. Identitas klien, meliputi nama, usia (kebanyakan terjadi pada usia muda),
jenis kelamin (kebanyakan laki-laki karena sering mengebut saat
mengendarai motor tanpa pengaman helm), pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register,
dan diagnosis medis.

2. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien meminta pertolong an


kesehatan adalah nyeri, kelemahan dan kelumpuhan ekstremitas,
inkontinensia urine dan inkontinensia alvi, nyeri tekan otot, hiperestesia
tepat di atas daerah trauma, dan deformitas pada daerahtrauma.

3. Riwayat penyakit sekarang. Kaji adanya riwayat trauma tulang bela kang
akibat kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olahraga, kecelakaan industri,
jatuh dari pohon atau bangunan, luka tusuk, luka tembak, trauma karena
tali pengaman (fraktur chance), dan kejatuhan benda keras. Pengkajian
yang didapat meliputi hilangnya sensibilitas, paralisis (dimulai dari
paralisis layu disertai hilangnya sensibilitas secara total dan melemah/
menghilangnya refleks alat dalam) ileus paralitik, retensi urine, dan
hilangnya refleks-refleks.

4. Riwayat kesehatan dahulu. Merupakan data yang diperlukan untuk


mengetahui kondisi kesehatan klien sebelum menderita penyakit sekarang
berupa riwayat trauma medula spinalis. Biasanya ada trauma/ kecelakaan.

5. Riwayat kesehatan keluarga. Untuk mengetahui ada penyebab herediter


atau tidak

6. Masalah penggunaan obat-obatan adiktif dan alkohol.

7. Riwayat penyakit dahulu. Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi


adanya riwayat penyakit degeneratif pada tulang belakang, seperti
osteoporosis dan osteoartritis. Pengkajian psikososiospiritual.

8. Pemeriksaan fisik.

a. Aktivitas istirahat

Tanda: kelumpuhan otot (terjadi kelemahan selama syok spinal) pada/


dibawah lesi. Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya
kompresi saraf).

b. Sirkulasi

Gejala: Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi atau


bergerak.Tanda: hipotensi, hipotensi postural, bradikardi, ektremias
dingin dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.

c. Eliminasi

Tanda inkontinensia defekasi dan berkemih. Retensi urine. Distensi


abdomen, peristaltic usus hilang. Melena, emesis berwarna seperti
kopi tanah/hematemesis

d. Integritas Ego

Gejala: Menyangkal, tidak percaya, sedih, marah. Tanda takut, cemas,


gelisah, menari diri.

e. Makanan/Cairan

Tanda mengalami distensi abdomen, peristaltic usus hilang ( ileus


paralitik).

f. Higyene

Tanda sangat ketergantungan dalam melakukan aktivitas sehari-hari

g. Neurosensori

Gejala kebas, kesemutan, rasa terbakar pada lengan /kaki. Paralysis


flaksid/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi, tergantung
pada area spinal yang sakit.Tanda Kelumpuhan, kelemahan (kejang
dapat berkembang saat terjadi perubahan pada syok spinal.
Kehilangan sensasi, kehilangan tonus otot vasomotor, kehilangan
refleks refleks asimetris termasuk tendon dalam. Perubahan reaksi
pupil,ptosis, kehilangan keringat dari bagian tubuh yang terkena karena
pengaruh trauma spinal.

h. Nyeri/kenyamanan

Gejala: Nyeri tekan otot, hiperestesia tepat diatas daerah trauma

Tanda: Mengalami deformitas, postur, nyeritekan vertebral.


i. Pernapasan

Gejala napas pendek," lapar udara" sulit bernapas. Tanda pernapasan


dangkal/labored, periode apnea, penurunan bunyi napas, ronki,pucat,
sianosis.

j. Keamanan

gejala suhu yang berfluktuasi

k. Seksualitas

gejala keinginan untuk kembali seperti fungsi normal. Tanda: Ereksi


tidak terkendali (pripisme), menstruasi tidak teratur.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri Akut (D.0077) berhubungan dengan agen pencederaan fisik (mis. Abses,
amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma,
latihan fisik berlebihan).

2. Penurnan Curah Jantung (D.0008) berhubungan dengan perubahan irama


jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan kontraktilitas, perubahan
preload, perubahan afterload.

3. Gangguan integritas kulit b.d faktor mekanis (mis. Penekanan pada tonjolan
tulang, gesekan) atau faktor elektris (elektrodiatermi, energi listrik bertegangan
tinggi) (D.0192)

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


1 Nyeri Akut D.0077 b.d Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri (I.08238)
agen pencederaan fisik keperawatan diharapkan
(mis. Abses, amputasi, diharapkan Tingkat Nyeri Observasi
terbakar, terpotong, (L.08066) menurun dengan - Identifikasi lokasi,
mengangkat berat, karakteristik, durasi, frekuensi,
kriteria hasil :
prosedur operasi, kualitas, intensitas nyeri
trauma, latihan fisik - Identifikasi skala nyeri
berlebihan). 1. Keluhan nyeri menurun - Identifikasi respon nyeri non
verbal
2. Meringis menurun - Identifikasi faktor yang
memperberat dan
3. Sikap protektif memperingan nyeri
menurun - Identifikasi pengetahuan dan
keyakinan tentang nyeri
4. Gelisah menurun - Identifikasi pengaruh budaya
terhadap respon nyeri
5. Kesulitan tidur - Identifikasi pengaruh nyeri
mneurun pada kualitas hidup
- Monitor keberhasilan terapi
6. Frekuensi nadi komplementer yang sudah
membaik diberikan
Terapeutik
- Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresure,
terapi musik, biofeedback,
terapi pijat, aromaterapi, teknik
imajinasi terbimbing, kompres
hangat atau dingin, terapi
bermain)
- Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis.
suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam pemilihan
strategi meredakan nyeri
- Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Edukasi
- Jelaskan penyebab periode
dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan
nyeri
- Anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
- Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
- Ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Penurnan Curah Setelah dilakukan tindakan Perawatan Jantung (I.02075)
Jantung (D.0008) keperawatan diharapkan
berhubungan dengan diharapkan Curah jantung Observasi
perubahan irama meningkat (L.02008) kriteria
jantung, perubahan - Identifikasi tanda atau gejala
hasil :
frekuensi jantung, primer penurunan curah
perubahan jantung (meliputi dispnea,
kontraktilitas, 1. Kekuatan nadi perifer kelelahan, edema, ortopnea,
perubahan preload, meningkat paroxysmal nocturnal dyspnea,
perubahan afterload. 2. Ejection fraction (EF) peningkatan CVP)
meningkat - Identifikasi tanda atau gejala
3. Palpitasi menurun sekunder penurunan curah
4. Bradikardia menurun jantung (meliputi peningkatan
5. Takikardia menurun berat badan, hepatomegali,
6. Gambaran EKG Aritmia distensi vena jugularis,
menurun palpitasi, ronkhi basah,
7. Lelah menurun
8. Edema menurun oliguria, batuk, kulit pucat)
9. Distensi vena jugularis - Monitor tekanan darah
menurun (termasuk tekanan darah
10. Dispnea menurun ortostatik, jika perlu)
11. Oliguria menurun - Monitor intake dan output
12. Pucat/sianosis cairan
menurun - Monitor berat badan setiap
13. Paroximal nocturnal hari pada waktu yang sama
dyspnea (PND) - Monitor saturasi oksigen
menurun - Monitor keluhan nyeri dada
14. Ortopnea menurun (mis. intensitas, lokasi, radiasi,
15. Batuk menurun durasi, presivitasi yang
16. Suara jantung S3 mengurangi nyeri)
menurun - Monitor EKG 12 sadapan
17. Suara jantung S4 - Monitor aritmia (kelainan
menurun irama dan frekuensi)
18. Tekanan darah - Monitor nilai laboratorium
membaik jantung (mis. elektrolit, enzim
19. Pengisian kapiler jantung, BNP, NTpro-BNP)
membaik - Monitor fungsi alat pacu
jantung
- Periksa tekanan darah dan
fungsi nadi sebelum dan
sesudah aktivitas
- Periksa tekanan darah dan
frekuensi nadi sebelum
pemberian obat (mis. beta
blocker, ACE inhibitor, calcium
channel blocker, digoksin)
Terapiutik

- Posisikan pasien semi-Fowler


atau Fowler dengan kaki ke
bawah atau posisi nyaman
- Berikan diet jantung yang
sesuai (mis. batasi asupan
kafein, natrium, kolesterol, dan
makanan tinggi lemak)
- Gunakan stocking elastis atau
pneumatik intermiten, sesuai
indikasi
- Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup
sehat
- Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress, jika perlu
- Berikan dukungan emosional
dan spiritual
- Berikan oksigen untuk
mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi

- Anjurkan beraktivitas fisik


sesuai toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
- Anjurkan berhenti merokok
- Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur berat badan harian
- Ajarkan pasien dan keluarga
mengukur intake dan output
cairan harian
Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
- Rujuk ke program
rehabilitasi jantung
3 Gangguan integritas Setelah dilakukan tindakan Perawatan Integritas Kulit (I.11353)
kulit b.d faktor mekanis keperawatan diharapkan
(mis. Penekanan pada diharapkan Integritas Kulitdan Observasi
tonjolan tulang, Jaringan meningkat dengan
gesekan) atau faktor - Identifikasi penyebab
kriteria hasil :
elektris (elektrodiatermi, gangguan integritas kulit
energi listrik
1. Kerusakan jaringan (mis.perubahan sirkulasi,
bertegangan tinggi)
(D.0192) menurun perubahan status nutrisi,
penurunan kelembaban,
2. Kerusakan lapisan kulit suhu lingkungan ekstrem,
menurun penurunan mobilitas)

3. Nyeri menurun Terapeutik

- Ubah posisi tiap 2 jam jika


tirah baring

- Lakukan pemijatan pada


area penonjolan tulang, jika
perlu

- Bersihkan perineal dengan


air hangat, terutama
selama periode diare

- Gunakan produk berbahan


petroleum atau minyak
pada kulit kering

- Gunakan produk berbahan


ringan/alami dan
hipoalergik pada kulit
sensitive

- Hindari produk berbahan


dasar alcohol pada kulit
kering

Edukasi

- Anjurkan menggunakan
pelembab (mis.lotion,
serum)

- Anjurkan minum air yang


cukup

- Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi

- Anjurkan meningkatkan
asupan buah dan sayur

- Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem

- Anjurkan menggunakan
tabir surya SPF minimal 30
saat berada diluar rumah

- Anjurkan mandi dan


menggunakan sabun
secukupnya

Anda mungkin juga menyukai