KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT HUSADA
REFERAT
TRAUMA MEDULA SPINALIS
Oleh :
Wahyu Purbo Pangesti
11 2014 186
dibawah lesi, bahkan sebagian besar dapat terjadi gangguan miksi dan defekasi (Sidharta,
2005).
2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen inverterbra.
Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang torakalis, 5 pasang lumbalis, 5 pasang
sakralis, dan 1 pasang saraf kogsigis.
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai
servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang,
seperti
jatuh
dari
ketinggian,
kecelakaan
lalu
lintas,
kecelakaan
olahraga,
dan
sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum tulang belakang
atau spinal kord. .Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan
tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka
dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
(Muttaqin, 2008).
Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang diakibatkan terputusnya
komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat dan saraf perifer. Tingkat
kerusakan pada medula spinalis tergantung dari keadaan komplet atau inkomplet.
Trauma Medula Spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang
terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebebkan transeksi lengkap dari
medula spinalis dengan quadriplegia (Fransisca B.Batticaca,2008 : 30).
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Trauma medulla
spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem
persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai :
a.
b.
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis
yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau
kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang
medulla spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang
belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudainalis posterior
dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk ke kanalis vertebralis serta arteri dan
vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .
Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi
saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih
banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus
berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.
Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang belakang (biasanya mengenai
servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar, robeknya bagaian pada tulang belakang
akibat luka tusuk atau fraktur/ dislokasi di kolumna spinalis. (ENA, 2000 ; 426)
Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan fungsi konduksi saraf
terganggu, reflex dan fungsi motorik berkurang, terjadi perubahan sensasi, dan syok
neurogenik. (Campbell, 2004 ; 130)
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis
yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau
kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang
medulla spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi. ( Lynda Juall,carpenito,edisi 10 ).
Chairuddin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua trauma tulang belakang harus
dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke
rumah sakit, penderita harus diperlakukan secara hati-hati. Trauma tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang
dan sumsum tulang belakang (medula Spinalis)
Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya berupa fraktur atau cedera lain
pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak didalam kolumna vertebralis,
dapat terpotong, tertarik, terpilin atau tertekan. Kerusakan pada kolumna vertaebralis atau
korda dapat terjadi disetiap tingkatan,kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh korda
atau hanya separuhnya.
Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula spinalis seperti :
a.
b.
gangguan pernapasan.
Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya fungsi modula karena
c.
d.
e.
Sistem saraf
Sadar
Otak
Sumsum
Otak besar
Otak tengah
Otak depan
Jembatan Varol
Otak kecil
Sumsum lanjutan
Sumsum tulang
belakang
1. Medula Spinalis
Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak
di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas region
lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan
yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap
dari medula spinalis dengan quadriplegia.
Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui voramina intervertebralis
(lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramina
intervertebralis tempat keluarnya saraf- saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang
keluar diantara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8
pasang saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf skralis,
dan 1 pasang saraf koksigeal.
Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis dengan perantaran
dua radiks, radik posteriol atau dorsal (sensorik) dan radik anterior atau ventral (motorik).
Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran, yaitu ganglion radiks dorsal yang terdiri dari
badan-badan sel neuron aferen atau neuron sensorik. Badan sel seluruh neuron aferen
medulla spinalis terdapat dapat ganglia tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan
tonjolan tonjolan neuron sensorik yang membawa impuls dari bagian perifer ke medulla
spinalis. Badan sel neuron motorik terdapat di dalam medulla spinalis dalam kolumna anterior
dan lateral substansia grisea. Aksonnya membentuk serabut-serabut radiks ventral yang
berjalan menuju ke otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen intervertebralis dan
bersatu membentuk saraf spinal. Semua saraf spinal merupakan saraf campuran, yaitu
mengandung serabut sensorik maupun serabut motorik.
Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic punggung dan segmensegmen tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut dermatoma. Bagian ventral
merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian utama yang membentuk spinal.
Otot-otot dan kulit leher, dada, abdomen, dan ekstremitas dipersarafi oleh bagian ventral.
Pada semua saraf spinal kecuali bagian torakal, saraf-saraf spinal bagian ini saling terjalin
sehingga membentuk jalinan saraf yang disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk adalah
fleksus servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis dan koksigealis. Keempat saraf servikal yang
pertama (C1-C4) membentuk fleksus servikalis yang mempersarafi leher dan bagian
belakang kepala. Salah satu cabang yang penting sekali adalah saraf frenikus yang
mempersarafi diagfragma.
Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1, fleksus ini mempersarafi
ekstremitras atas. Saraf torakal (T3-T11) mempersarafi otot-otot abdomen bagian atas
dan kulit dada serta abdomen. Pleksus lumbalis berasal dari segmen spinal T12-L4
mempersarafi otot-otot dan kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Pleksus
sakralis dari L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf koksigealis. Saraf
utama dari pleksus ini adalah saraf femoralis dan obturatorius. Saraf utama dari pleksus
sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam tubuh. Saraf ini menembus bokong dan
turun kebawah melalui bagian belakang paha. Kulit dipersarafi oleh radiks dorsal dari tiap
saraf spinal, jadi dari satu segmen medulla spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga
mendapat persarafan segmental dari radiks spinal ventral.
Sumsum tulang belakang terdapat di dalam ruas-ruas tulang belakang (vertebrae)
yang memanjang dari daerah leher sampai pinggang. Vertebrae itu berfungsi melindungi
sumsum tulang belakang dari kerusakan.
Pada sumsum tulang belakang, materi kelabu terletak di bagian dalam dan
tersusun atas badan-badan sel, sinapsis, serta sel-sel saraf konektor yang tidak bermielin.
Sel-sel saraf konektor tersebut mengirimkan informasi dari sumsum tulang belakang ke
serabut saraf spinal, atau sebaliknya. Penampang melintang materi kelabu pada sumsum
tulang belakang berbentuk sepeti huruf H atau sayap kupu-kupu. Sementara itu, materi putih
yang terletak di bagian luar tersusun atas serabut-serabut saraf (akson bermielin). Akson
bermielin itu mengirimkan informasi dari sumsum tulang belakang menuju otak, atau
sebaliknya.
Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga lapis membran (meninges). Di
bagian tengah sumsum tulang belakang, yaitu di antara membran dalam dan membran
tengah terdapat saluran tengah yang berisi cairan serebrospinal. Cairan tersebut berfungsi
memasok makanan bagi sumsum tulang belakang dan berperan sebagai peredam kejut atau
pelindung dari goncangan. Sumsum tulang belakang berhubungan dengan
1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher
2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke otak
3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula
spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubanglubang
paha
dan
tungkai
bawah.
Masing-masing
tulang
dipisahkan
oleh
disitus
intervertebralis.
b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk
jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.
c. Vertebrata Lumbalis.
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah
5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang
besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.
d. Vertebrata Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana
ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.
e. Vertebrata Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami
rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna vertebralis
memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung vertikal pada daerah
leher melengkung kedepan daerah torakal melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan
dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior,
yaitu torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya
kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengna kepala
membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah
depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder lengkung
servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya
sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan
serta mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus
bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang
lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan membonkok tanpa patah.
Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat
badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belkang
terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan, menyediakan
permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk ronggarongga badan dan memberi kaitan pada iga.
1. Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal, sehingga
sifatnya sensorik. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang yang
berjumlah 31 dibedakan menjadi:
a)
8 pasang saraf leher (saraf cervical) ( C1 sampai C8 )
Meliputi : Cerviks menunjukkan sekmen T,L,S,Co
(1) Pleksus servikal berasal dari ramus anterior saraf spinal C1
(2)
b)
c)
d)
e)
C4
Pleksus brakial C5 T1 / T2 mempersarafi anggota bagian
Otot otot representative dan segmen segmen spinal yang bersangkutan serta
persarafannya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau gabungan
(pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1)
2)
3)
Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra yang memanjang dari
medula batang otak sampai ke area vertebra lumbal pertama disebut medula spinalis
A. Struktur umum medula spinalis
1. Medula spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter
medula spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari
kelingking. Panjang rata-rata 42 cm.
2. Dua pembesaran. Pembesaran lumbal dan serviks, menandai sisi keluar saraf
spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai
3. 31 satu pasang saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina
intervertebral
4. Korda berakhir dibagian bawah vertebra lumbal pertama atau kedua. Saraf spinal
bagian bawah yang keluar sebelum ujung korda mengarah ke bawah, disebut
korda ekuina, muncul dari kolumna spinlia pada foramina intervertebral lumbal dan
sakral yang tepat.
a. Konus medularis (terminalis) adalah ujung kaudal korda
b. Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa piameter yang melekat pada konus
medularis ke kolumna vertebra
5. Meningen (durameter, piameter, arakhnoid) yang melapisi otak juga melapisi korda
6. Fisura Median Anterior (ventral) dalam fisura posterior (dorsal) yang lebih dangkal
menjalar di sepanjang korda dan membaginya menjadi bagian kanan dan kiri
B. Struktur Internal Medula Spinalis terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang
diselubungi substansi putih
1. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi substansi abu-abu bentuknya seperti huruf
H
2. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau kolumna dan mengandung
badan sel, dendrit asosiasi, dan neuron eferen serta akson tidak termielinisasi
a. Tanduk abu-abu posterior (dorsal) adalah batang ventrikel atas substansi abuabu. Bagian ini mengandung badan sel yang menerima sinyal melaluisaraf
spinal dari neuron sensorik
b. Tanduk abu-abu anterior (ventral) adalah batang ventrikel bawah. Bagian ini
mengandung neuron motorik yang aksonnya mengirim impuls melalui saraf
spinal ke otot atau kelenjar
c. Tanduk lateral adalah protrusi diantara tanduk posterior dan anterior pada area
toraks dan lumbal sistem saraf perifer. Bagian ini mengandung badan sel
neuron sistem SSO
D. Traktus spinal. Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi dibagi
menjadi funikulus anterior, posterior, lateral. Dalam funikulus terdapat fasikulus atau
traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya.
1. Traktus sensorik atau asenden membawa informasi dari tubuh ke otak. Bagian
penting traktus asenden meliputi:
A. Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus
a. Origo dan tujuan. Impuls dari sentuhan reseptor peraba masuk ke medula
spinalis melalui radiks dorsal (neuron I). Akson memasuki korda,
berasenden untuk bersinaps dengan nuklei grasilis dan kuneatus di medula
bagian bawah (neuron II). Akson menyilang ke sisi yang berlawanan dan
bersinaps dalam talamus lateral (neuron III). Terminasinya berada pada
area somestetik korteks serebral
b. Fungsi. Traktus ini menyampaikan informasi mengenai sentuhan, tekanan,
vibrasi, dan tendon otot
B. Traktus spinoserebelar ventral (anterior) (berpasangan)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor kinestetik (kesadaran akan posisi
tubuh) pada otot dan tendon memauki medula spinalis melalui radiks dorsal
(neuron I) dan bersinaps dalam tanduk posterior (neuron II). Akson
berasenden disisi yang sama atau berlawanan dan berterminasi pada
b.
korteks serebral
Fungsi, Traktus spinoserebelar ventral
berdesenden
ke
medulla
tempat
sebagian
besar
serabut
anterior
b. Fungsi. Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang sama dengan
traktus kortokospinal lateral. Traktus tersebut menghantarkan impuls untuk
koordinasi dan ketepatan gerakan volunter.
C. Traktus ekstrapiramidal. Serabut dalam sistem ini berasal dari pusat lain,
misalnya nuklei motorik dalam korteks serebral dan area subkortikal di otak
a. Traktus retikulospinal berasal dari formasi retikular (neuron I) dan berujung
(neuron II) pada sisi yang sama dineuron motorik bagian bawah dalam
tanduk anterior medula spinalis. Impuls memberikan semacam pengaruh
fasilitas pada ekstensor tungkai dan fleksor lengan serta memberikan suatu
pengaruh inhibisi yang berkaitan dengan postur dan tonus otot
b. Traktus vestilospinal lateral berasal dari nukleus vestribular lateral dalam
medulla (neuron I) dan berdesenden pada sisi yang sama untuk untuk
berujung (neuron II) pada tanduk anterior medulla spinalis. Impuls
mempertahankan tonus otot dalam aktivitas refleks
c. Traktus vestibulospinal medial baerasal dari nukleus vestibular medial
dalam medula dan menyilang ke sisi yang berlawanan untuk berakhir pada
tanduk anterior. Traktus ini tidak berdesenden ke bawah area serviks.
Traktus ini berkaitan dengan pengendalian otot-otot kepala dan leher
d. Traktus rubrospinal, yang berasal dari nukleus merah otak tengah, traktus
olivospinal yang berasal dari olive inferior medula dan traktus tektospinal
yang berasal dari bagian tektum otak tengah, juga termasuk jenis traktus
ekstrapiramidal yang berhubungan dengan postur dan tonus otot.
Saraf Spinal. 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks
bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan
(motorik dan sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan
meninggalkan korda melalui neuron eferen.
1. Divisi. Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf
kemudian bercabang menjadi 4 divisi
a. Cabang meningeal kecil masuk kembali ke medulla spinalis melalui foramen sama
yang digunakan saraf untuk keluar dan mempersarafi meninges, pembuluh darah
medula spinalis dan ligamen vertebralis
b. Ramus dorsal (posterior) terdiri dari serabut yang menyebar kearah posterior untuk
mempersarafi otot dan kulit pada bagian belakang kepala, leher, dan pada trunkus
di regia saraf spinal
c. Cabang ventral (anterior) terdiri dari serabut yang mensuplai bagian anterior dan
lateral pada trunkus dan anggota gerak
d. Cabang viseral adalah bagian dari SSO. Cabang ini memiliki ramus komunikans
putih dan ramus komunikans abu-abu yang membentuk hubungan abtara medula
spinalis dan ganglia pada trunkus simpatis SSO
2. Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh
saraf spinal, kecuali T1 dan T11 , yang merupakan awal saraf intercostae
a. Pleksus serviks terbentuk dari ramus ventral keempat saraf serviks pertama- C1,
C2, C3, C4- dan sebagian C5. Saraf ini menginversi otot leher, dan kulit kepala,
leher serta dada. Saraf terpenting yang berawal dari pleksus ini adalah saraf frenik
yang menginversi diagfragma
b. Pleksus brakhial terbentuk dari ramus ventral saraf serviks C5, C6, C7, C8, dan
saraf toraks pertama T1 dengan melibatkan C4 dan T2. Saraf dari pleksus brakhial
mensuplai lengan atas dan beberapa otot pada leher dan bahu
c. Pleksus lumbal terbentuk dari ramus saraf lumbal L1, L2, L3, L4 dengan bantuan
T12. Saraf dari pleksus ini menginversi kulit dan otot dinding abdomen, paha dan
genetalia eksternal. Saraf terbesar adalah saraf femoral, yang mensuplai otot
fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai bawah
d. Pleksus sakral terbentuk dari ramus ventral saraf sakral S1, S2, dan S3, serta
konstribusi dari L4, L5, dan S4. Saraf dari pleksus ini menginversi anggota gerak
bawah, bokong, dan regia perineal, saraf terbesar adalah saraf sklatik
e. Pleksus koksiks terbentuk dari ramus ventral S5 dan saraf spinal koksiks, dengan
konstribusi dari ramus S4. Pleksus ini merupakan awal saraf koksiks yang
mensupali regia koksiks.
Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua buah akar, yaitu
akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap akar anterior dibentuk oleh
beberapa benang akar yang meninggalkan sumsum tulang belakang pada satu alur
membujur dan teratur dalam satu baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan tempat tanduk
depan terletak paling dekat di bawah permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang
akar dari satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar posterior pun
terdiri atas benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum tulang belakang pada satu
alur di permukaan belakang sumsum tulang belakang. Setiap akar belakang mempunyai
sebuah kumpulan sel saraf yang dinamakan simpulsaraf spinal. Akar anterior dan posterior
bertaut satu sama lain membentuk saraf spinal yang meninggalkan terusan tulang belakang
melalui sebuah lubang antar ruas tulang belakang dan kemudian segera bercabang menjadi
sebuah cabang belakang, cabang depan, dan cabang penghubung.
Cabang-cabang belakang saraf spinal mempersarafi otot-otot punggung sejati dan
sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi semua otot kerangka
batang badan dan anggota-anggota gerak serta kulit tubuh kecuali kulit punggung. Cabangcabang depan untuk persarafan lengan membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman
lengan (plexus brachialis). Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang pendek ke arah
bahu dan ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan tangan. Demikian pula
dibentuk oleh cabang-cabang depan untuk anggota-anggota gerak bawah dan untuk panggul
sebuah anyaman yang disebut plexus lumbosakralis, yang juga mengirimkan beberapa
cabang pendek ke arah pangkal paha dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk
tungkai atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang duduk. Saraf ini terletak di
bidang posterior tulang paha.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablongata,
menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-lumbalis
pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus medularis, dna
kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang
menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang
berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura anterior yang
dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah figura sempit.
Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari
penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan bawah
dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang :
1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit.
2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-sel
dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada
karnu pasterior mendula spinalis.
3) Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung
menghantarkan impuls-impuls menuju karnu anterior medula spinalis.
4) Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan
mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik.
5) Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls
saraf motorik.
6) Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada
daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis
beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada
kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.
C. Meningen Spinal
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang
bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang menyelubungi
seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan,
yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater.
Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, Membran fibrosa, Bersatu dengan
filum terminale. Piamater berupa lapisan tipis, kaya pembuluh darah, nyambung dengan
medula spinalis. Rongga antara periosteum dengan duramater disebut dengan epidural yang
merupakan area yang mengandung banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga antara
duramater dengan arachnoid disebut dengan subdural. Sub dural tidak mengandung CSF.
Rongga antara Arachnoid dan Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada rongga ini
terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-akar syaraf
Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti
setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan
batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi
korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan
piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak.
Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan
serebrospinal
dan
pembuluh-pembuluh
darah.
Karena
arakhnoid
tidak
mengikuti
lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut
sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum
danme oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna
interpedunkularis di permukaan venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina
terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena
magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna
ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan
sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang
subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan
serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.
1. Ruang Epidural
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang
mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang
epidural
2. Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit
cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang subdural .
D. Cairan SerebroSpinal
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu
proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan
dari luar.
Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar
1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml.
80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari,
sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini
merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk
mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan
serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat
merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal
sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk
evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit.
Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat
untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organism penyebab serta dapat untuk
melakukan test sensitivitas antibiotika.
disepanjang
medula, arteri spinalis anterior dan posterior akan berjalan menuju medula spinalis.
Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu: 1) arteri
Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis, 2) arteri Spinalis posterior,
yang juga merupakan percabangan arteri vertebralis.
Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis sehingga
merupakan anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona.
Vena di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan otak bermuara di jalan
vena yang terdapat pada permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus
yang terdapat di dalam spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus
venosus yang terdapat di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak.
Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini berjalan ke
kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai pertama kemudian membelok
ke lateral masuk ke dalam foramen transversus magnum menuju cavum cranii. Arteri ini
kemudian berjalan ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal
pons varolii. Arteri vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang
kemudian berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior
kanan dan kiri.
Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies convexa
lobus temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulcus temporalis
media, facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus occipitalis cotex cerebri dan
lobus temporalis cortex cerebri. Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk
menjaga agar aliran darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang
berasal dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari arteri
vertebralis, dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang
terdapat pada bagian dasar otak.
Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri media dengan
arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior.
F. Refleks Spinal
Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu stimulus internal
ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan seimbang dari tubuh. Refleks yang
melibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis dan Refleks yang melibatkan otot
polos, otot jantung atau kelenjar disebut refleks otonom atau visceral.
G. Konsep Refleks
Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak dapat dikendalikan oleh kemauan.
Tindakan refleks merupakan gerakan motorik involunter atau respons sekretorik yang
diperlihatkan jaringan terhadap stimulus sensorik, seperti refleks menarik diri, bersin, batuk,
dan mengedip (Sue Hinchlift).
Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan bahwa suatu respons refleks
terjadi bila suatu otot rangka dengan persarafan untuk diregangkan, otot ini akan kontraksi.
Respons seperti ini disebut refleks regang. Rangsangan yang membangkitkan refleks regang
adalah regangan pada otot, dan responsnya adalah kontraksi otot yang diregangkan itu.
Reseptor refleks ini adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang tercetus oleh
kumparan otot dihantarkan ke SSP melalui serat saraf sensorik penghantar cepat. Impuls
kemudian diteruskan ke neuron-neuron motorik yang mempersarafi otot yang teregang itu.
Neurotransmitter di sinaps pusat adalah glutamat.
Refleks-refleks regang merupakan refleks monosinaptik yang paling banyak
digunakan dalam pemeriksaan neurologis, seperti pada ketukan di tendon patella yang akan
membangkitkan refleks patella, yaitu refleks regang otot quadriseps femoris, akibat ketukan
pada tendon akan meregangkan otot. Kontraksi serupa akan timbul bila otot quadriseps
diregang secara manual (Ganong, 1999).
Tahanan otot terhadap regangan kerap disebut tonus. Bila neuron motorik ke suatu
otot dipotong, otot itu memberikan tahanan yang lemah dan disebut flaksid. Otot yang
hipertonik (spastik) adalah otot yang mempunyai tahanan yang tinggi terhadap regangan
karena adanya refleks regang yang hiperaktif. Diantara keadaan flaksid dan spastis terdapat
area yang sering kali di salah artikan sebagai area tonus normal. Otot umumnya hipotonik
bila pelepasan impuls eferennya rendah dan hipertonik bila tinggi.
Temuan lain yang khas untuk keadaan peningkatan impuls eferen adalah klonus.
Tanda neurologis ini merupakan peristiwa kontraksi otot yang teratur dan berirama akibat
regangan yang tiba-tiba dan bertahan. Klonus pergelangan kaki merupakan contoh yang
khas. Klonus ini dimulai dengan dorsofleksi kaki yang cepat dan mantap, dan reponsnya
adalah plantarfleksi pergelangan kaki berirama.
Suatu respons fleksor dapat ditimbulkan dengan rangsangan di kulit atau dengan
peregangan otot, tetapi respons fleksor kuat yang disertai gerakan menarik diri hanya
dibangkitkan oleh suatu rangsang yang berbahaya. Karena itu, rangsang ini disebut rangsang
nosiseptif. Respons menarik diri dari fleksi ekstremitas yang dirangsang menjauhkan tungkai
dari sumber iritasi dan ekstensi ekstremtas yang menyangga tubuh. Refleks menarik diri
sangat kuat, refleks ini menguasai jaras-jaras spinal sehingga membatalkan semua kegiatan
refleks lain yang terjadi pada saat yang bersamaan (Price, 1995).
H. Saraf spinal
Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm dan lebar 14
mm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf spinal, terdapat alur yang dangkal secara
longitudinal di bagian medial posterior berupa sulkus dan bagian yang dalam dari anterior
berupa fisura.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen intervertebra
(lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen
intervertebra tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang
keluar di antara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama
Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan kemudian dari
kolumna vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang vertebra. Celah tersebut
dinamakan foramina intervertebrelia. Seluruh saraf spinal merupakan saraf campuran karena
mengandung serat-serat eferen yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik.
Mendekati medula spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari seratserat eferen. Serat
eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis), sedangkan serat
eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan (radix ventralis). Setiap segmen
medula spinalis memiliki sepasang saraf spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan demikian
terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal
lumbal, 5 pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk
kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang
tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu interneuron sampai yang sangat
kompleks banyak interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal
melayani suatu segmen tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk
fungsi sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat
memberikan gambaran letak kerusakan.
Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:
1.
2.
3.
dalam trungkusnya.
Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus anterior.
4.
5.
lengan atas dan lengan bawah. Merupakan saraf terbesar dari plexus.
Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot subclavius, Nervus
thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7, mempersarafi otot
6.
serratus anterior.
Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi otot deltoideus dan otot
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
lengan atas.
Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi medial lengan
16.
bawah.
Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan bawah dan otot-
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
spinalis.
Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal, atau kelamin
manusia.
25.
26.
.
Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas, bagian lateral
27.
28.
29.
30.
31.
Medula
7 pasang
daerah
Servix
spinalis
Menuju
Kulit kepala, leher dan otot
tangan, membentuk daerah
12 pasang
Punggung/toraks
tengkuk.
Organ-organ dalam, membentuk
bagian belakang torax atau
5 pasang
Lumbal/pinggang
dada.
Paha, membentuk daerah lumbal
5 pasang
Sakral/kelangkang
atau pinggang.
Otot betis, kaki dan jari kaki,
membentuk os sakrum (tulang
1 pasang
Koksigeal
kelangkang).
Sekitar tulang ekor, membentuk
Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara sadar dan tak sadar (saraf
otonom). Sumsum tulang belakang yang bekerja secara sadar di atur oleh otak sedangkan
sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol aktivitas yang tidak diatur oleh kerja otak
seperti denyut jantung, sistem pencernaan, sekresi keringat, gerak peristaltic usus, dan lainlain.
2.3 Penyebab atau Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis
Cedera Medula Spinalis disebapkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang dimana trauma tersebut melampaui batas kemampuan tulang belakang dalam
melindungi saraf-saraf di dalamnya
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak
mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,
kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung
dengan struktur toraks.
Fraktur
dapat
berupa
patah
tulang
sederhana,
kompressi,
kominutif,
dan
atau
perdarahan.Kelainan
sekunder
pada
sumsum
belakang
dapat
servikal
dengan
myelopati,
myelitis,
osteoporosis, tumor.
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera medula spinalis adalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang
disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi
10.
11.
12.
13.
3.
2.4 Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan
pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena
fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat
menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang
secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis
bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat
berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi,
menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan
vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis
dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula
spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat
sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,
perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla
spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,
contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara
langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan / menggeserkan ruas tulang
belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen
yang terkena (segmentransversa, hemitransversa, kuadran transversa). hematomielia adalah
perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat di substansia
grisea. Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri,
jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi
karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic
dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater
dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla
spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik
dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks columna 5-7 dapat mengalami hal
demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia,
gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible.
Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik
yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9
yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang
bersangkutan dan sindroma sistema anastomosis anterial anterior spinal.
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana pasien sembuh
sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medula (baik salah satu
maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula (yang membuat pasien paralisis
dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke extradural
subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi kontusio atau
robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah
ke substansia griseria medula spinalis menjadi terganggu tidak hanya hal ini saja yang
terjadi pada cidera pembuluh darah medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi
hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan mielin dan akson.
Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis pada tingkat
cidera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera. Untuk itu jika kerusakan
medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan
menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk
mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan
menetap
Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan patah tulang belakang. Paling
banyak servikalis, lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana kompresi
dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang belakang dapat berupa memar / kontusio
laserasi dengan / tanpa perdarahan. Blok syaraf simpatis pelepasan mediator kimia iskemia,
dan hipoksemia, syok spinal, gangguan fungsi kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis
umumnya mengenai C1 dan C2,C4,C6, dan T11 atau L2. Trauma medulla spinalis dapat
terjadi pada lumbal 1-5
1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian
2.
3.
4.
5.
dari bokong.
Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah.
Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.
Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur kolumna
vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan kompresi medula spinalis
pada setiap sisinya dapat menekan spinal dan bermanifestasi pada kompresi radiks, dan
distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang servikal.
TABEL Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera
C1 C 4
C5
C6
C7
banyak
pada
lengan
dan
tangan
T1-T6
di bawah dada.
Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di
bawah dada tengah. Kemungkinan beberapa otot
interkosta
T6 T12
mengalami
kerusakan.
Hilangnya
L1 L3
L4 S1
S2 S4
Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal stabil dan tidak stabil. Cedera
stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan normal
sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan biasanya resikonya lebih rendah. Cedera
tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi
perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus
tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa), komponen pertengahan (sepertiga
bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus intervertebralis dan ligamen
longitudinal posterior), dan kolumna anterior (dua-pertiga bagian anterior korpus vertebra,
bagian anterior diskus intervertebralis, dan ligamen longitudinal anterior).
Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka atau dahi akan memaksa
kepala kebelakang dan tak ada yang menyangga oksiput hingga kepala itu membentur
bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin
mengalami kerusakan.
Pada cedera fleksi akan meremukan badan vertebra menjadi baji; ini adalah cedera
yang stabil dan merupakan tipe fraktur vertebral yang paling sering ditemukan. Jika ligamen
posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil dan badan vertebra bagian atas dapat miring ke
depan diatas badan vertebra dibawahnya.
Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh trauma langsung pada torakal atau
bersifat patologis seperti pada kondisi osteoporosis yang akan mengalami fraktur kompresi
akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur kompresi dan fraktur dislokasi biasanya stabil.
Tetapi, kanalis spinalis pada segmen torakalis relatif sempit, sehingga kerusakan korda
sering ditemukan dengan adanya manifestasi defisit neurologis.
Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai
vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan
vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi Burst
Fracture, kerusakan pada badan tulang belakang dan medula spinalis secara klinis akan
lebih parah di mana apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur spinal tidak
stabil.
Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian dalam posisi
berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis yang dapat
menyebabkan gangguan pada beberapa system, diantaranya :
1)
2)
3)
eliminasi urine.
Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang belakang
yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan sehinggan pemasukan oksigen
ke dalam tubuh akan menurun, dengan menurunnya kadar oksigen ke dalam
tubuh akan mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan meningkatkan
frekuensi pernapasan sehingga timbul sesak.
Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa yang
memiliki perubahan degenerative vertebra,usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas
saat
mengendarai
kendaraan,
dan
usia
muda
yang
mengalami
cedera
leher
edema dan perdarahan. Edema pada medulla spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi
sensasi.
Trauma pada medula spinalis dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur kolumna
vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, torakalis, lumbal dan sakral,
serta kompresi medula spinalis pada setiap sisinya yang dapat bermanifestasi pada kompresi
radiks dan distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang.
Trauma pada medula spinalis bisa menyebabkan cedera spinal stabil maupun tidak
stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh
gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan risikonya lebih rendah.
Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana
terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan,
komponen pertengahan dan kolumna anterior.
Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal pada C5 dan C6.
Jika mengenai spina torakalumbar, terjadi pada T12-L1. Fraktur lumbar adalah fraktur yang
terjadi pada daerah tulang belakng bagian bawah. Bentuk cedera ini mengenai ligamen,
fraktur vertebra, kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada medulla
spinalis.
2.5
1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan atau
tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen posterior, maka
fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.
Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini
terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di atasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat
tidak stabil.
Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Kerusakan paling
berat disebabkan oleh kompresi tulang, kompresi dari fragmen korpus vertebra
2.
3.
bertambah.
Edema medula spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan sirkulasi
4.
kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena, yang menyertai cedera primer.
Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur lain
pada sistem arteri spinalis posterior atau anterior.
Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada sumsum tulang
belakang dan saraf tulang belakang adalah:
a.
b.
disebut hematomielia.
Transeksi total.
Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan fraktur dislokasi.
Fraktur tersebut disebabkan oleh fleksi atau rotasi yang dapat menyebabkan
hilangnya fungsi segmen di bawah trauma.
2.6.
Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides mengkategorikan
cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil mencakup cedera
kompresi korpus vertebra baik anterior atau lateral dan burst fracture derajat ringan.
Sedangkan cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasifraktur (slice injury), dan burst fracture hebat.
1. Cedera stabil
Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan untuk bergeser
lebih jauh selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus neural intak serta ligament yang
menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligament longitudinal posterior tidak robek.
Cedera stabil disebabkan oleh tenga fleksi, ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap
kolumna tulang belakang dan paling sering tampakd pada daerah toraks bawah serta lumbal
(fruktur baji badan ruas tulang belakang sering disebabkan oleh fleksi akut pada tulang
belakang).
a. Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum
ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini
menimbulkan rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di
rumah sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi
terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika baji
lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi dianjurkan. Jika
tidak, analgetik, korset, dan ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang
berkepanjangan tidak lazim ditemukan.
c. Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1) protrusi diskus ke
dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada
pasien muda dengan protrusi nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam
tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit
neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di tempat tidur selama
beberapa hari, dan korset untuk beberapa minggu. Meskipun fraktura ledakan
agak stabil, keterlibatan neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke
dalam kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang lebih
berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik, pasien ditangani
dengan istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala akut menghilang. Brace atau
jaket gips untuk menyokong vertebra yang digunakan selama 3 atau 4 bulan
direkomendasikan. Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus dipindahkan
dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau posterior.
Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft tulang penting untuk mencegah
ketidakstabilan setelah dekompresi.
2. Cedera Tidak Stabil
Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal ini disebabkan
oleh adanyan elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk merobek
ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada
fedekel dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.
a. Cedera Rotasi Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan
vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien
harus ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan radiks.
Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1
dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan neurologik. Setelah
radiografik yang akurat didapatkan (terutama CT-Scan), dekompresi dengan
memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi spinal menggunakan berbagai
alat metalik diindikasikan.
b. Fraktura Potong
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma parah.
Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi pada daerah
toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak
stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas
yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti pada
cedera fleksi-rotasi.
c. Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk
pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil.
Stabilisasi bedah direkomendasikan.
Klasifikasi trauma Medula Spinalis
2.7.
Manifestasi Klinis
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.
Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
Paraplegia
Tingkat neurologik
Paralisis sensorik motorik total
Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
Penurunan keringat dan tonus vasomoto
Penurunan fungsi pernafasan
Gagal nafas
Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan keringat
dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor
Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis sehingga
stimulus refleks juga terganggu misalnya rfeleks p[ada blader, refleks ejakulasi dan
aktivitas viseral.
2. Spasme otot
Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma komplit transversal, dimana
pasien trejadi ketidakmampuan melakukan pergerakan.
2. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis kerusakan,
hilangnya sensasi, hilangnya refleks refleks spinal, hilangnya tonus vasomotor
yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat di bawah
garis kerusakan dan inkontinensia urine dan retensi feses.
3. Autonomik dysrefleksia
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan refleks
autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal, distensi bladder.
4. Gangguan fungsi seksual.
Banyak kasus memperlihatkan pada laki laki adanya impotensi, menurunnya
sensai dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi tidak dapat ejakulasi.
Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
Pernapasan dangkal
Penggunaan otot-otot pernapasan
Pergerakan dinding dada
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)
Bradikardi
Kulit teraba hangat dan kering
Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh
Kelemahan otot
Adanya deformitas tulang belakang
Adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
Terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)
2.9 Prognosis
Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai harapan untuk
sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang
untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien
mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90%
penderita cedera medula spinalis dapat sembuh dan mandiri
1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi.yang sangat terbatas
2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan recovery yang sangat rendah,
terutama jika paralysis berlangsung selama lebih dari 72 jam.
3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord syndromes
4. Prognosis untuk cervical spine fractures and dislocations sangat bervariasi, tergantung
pada tingkat kecacatan neurologis
5. Prognosis untuk defisit neurologis tergantung pada besarnya kerusakansaraf tulang
belakang pada saat onset.
6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga ditentukan oleh pencegahandan keefektifan
pengobatan infeksi - misalnya, pneumonia, dan infeksisaluran kemih.
7. Secara umum, sebagian besar individu mendapatkan kembali beberapafungsi motorik,
terutama dalam enam bulan pertama, meskipun mungkinada perbaikan lebih lanjut
yang perlu diamati diamati di tahun akan dating.(Tidy, 2014)
2.10 Komplikasi
Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian atas cedera lain
dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi. 60% lebih pasien dengan cedera kord
spinal bersamaan dengan cedera major: kepala atau otak, toraks, abdominal, atau
vaskuler. Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi didapat dari penilaian
primer yang sangat teliti dan penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah
cedera kord spinal. Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah
aspirasi dan syok. (Wikipedia, Maret, 2009).
mengakibatkan
terjadinya
peningkatan
tekanan
didalam
dan
disekitar
korda.
Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia
dan secara drastis meningkatkan luas cidera korda. Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf
didarah tersebut terhambat atau terjerat.
2. Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks.
Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol motorik, dan refleks setinggi dan
dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal. Pembengkakan
dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segmen diatas kedua cidera.
Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai
dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya
kontrol sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi
pembengkakan dan hipoksia yang parah.
3. Syok spinal.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segmen
diatas dan dibawah tempat cidera. Refleks-refleks yang hilang adalah refleks yang
mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan
suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang
secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan
fungsi refleks. Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama.
Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot
serta refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.
4. Hiperrefleksia otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks, yang
meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap saat
setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis
dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis. Dengan
diaktifkannya sistem simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan
penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya utuh, tekanan darahnya akan segera diketahui
oleh baroreseptor. Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor, pusat kardiovaskuler
diotak akan meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut
jantunhg melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi
pembuluh darah. Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan
tekanan darah kenormal. Pada individu yang mengalami lesi korda, pengaktifan parasimpatis
akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera,
namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks
simpatis dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg
sistolik, sehingga terjadi stroke atau infark miokardium. Rangsangan biasanya menyebabkan
hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptorreseptor permukaan untuk nyeri.
1. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter. Pada transeksi korda
spinal, paralisis bersifat permanen. Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada
transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia. Paralisis separuh
bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia. Apabila hanya
separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
2. Autonomic Dysreflexia
a.
Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah
b.
sakit
Pemeriksaan tulang belakang: deformasi, pembengkakan, nyeri tekan, gangguan
c.
gerakan(terutama leher)
Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan lateral. Pada servikal
d.
b.
c.
d.
Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika
faktor
putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid
medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka
e.
penetrasi).
Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada
f.
diafragma, atelektasis)
Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian
bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot
g.
h.
interkostal).
GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia, ketidakseimbangan
i.
Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter pada perawat setiap adanya
kelainan atau perubahan yang didapat pada pemeriksaan diahnostik. Pada pemeriksaan
radiologis servikal didapatkan:
1.
2.
3.
4.
Fraktur dapat menyebabkan fragmen tulang terpisah dari vertebra atau menglami
penekanan disertai hilangnya ketinggian dari badan vertebra, yang sering kali disertai
desakan dibagian anterior. Mungkin terdapat kehilangan kurvatura aspek posterior yang
normal dari badan vertebra. Fragmen-fragmen tulang dapat bergeser ke posterior ke dalam
kanalis spinalis sehingga terjadi defisit neurologis.
CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI bermanfaat untuk menunjukkan tingkat penyumbatan kanalis
spinalis. Pada fraktur dislokasi cedera paling sering terjadi pada sambungan torako-lumbal
dan biasanya disertai dengan kerusakan pada bagian terbawah korda atau kauda ekuina.
Klien harus diperiksa dengan sangat hati-hati agar tidak membahayakan korda atau akar
saraf lebih jauh.
2.12 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan
yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik. Korban
kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara, Trauma olahraga kontak,
jatuh, atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan
mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1)
2)
Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi,
3)
4)
Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional atau pusat trauma karena
personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan
dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah Trauma. Memindahkan pasien, selama
pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi, pasien dipertahankan diatas papan
pemindahan. Pemindahan pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti.
Pasien harus dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir
atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika
merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan
Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya
kadang-kadang tindakan ini tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak
tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur
dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis lebih lanjut
dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai
kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
Penatalaksanaan medis
1.
2.
3.
Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidak stabilan tulang
belakang, cedera ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang belakang, progresif,
cedara yang tak dapat di reabduksi, dan fraktur non-union.
4.
Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaikan aliran darah koral spiral.
Dosis tertinggi metil prednisolin/bolus adalah 30 mg/kg BB diikuti 5,4
mg/kgBB/jamberikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan
memperbaiki pemulihan neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki
pemulihan setelah cedera koral spiral.
5.
6.
7.
Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji dari
badan ruas tulang belakang, fraktur proses transverses, spinous,dan lainnya.
Tindakannya simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi
dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.
8.
Cedera tak stabil disertai defisit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur
memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
a.
b.
b)
c)
b)
9.
c)
d)
Operasi
a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma
langsung terhadap koral spiral atau kerusakan vascular.
b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit sebelumnya
seperti spondiliosis servikal.
c. Fragmen tulang atau diskus terdorong kekanal spiral.
Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang tampak pada
saat pertama kali diperiksa:
a)
b)
Cedera di daerah servikal, leher dimobilisasi dengan kolar atau sepit (caliper)
dan diberi metil prednisolon.
c)
d)
e)
f)
g)
Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburk maka
lakukan mielografi.
h)
i)
Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imbolisasi, melindungi dengan
imobilisasi seperti penambahan perawatan paraplegia.
j)
k)
Bila diperlukan operasi dekompresi kenal spiral dilakukan pada saat yang sama.
l)
b)
Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang belakang yaitu :
A.
B.
b)
Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang menandakan
c)
Resusitasi klien.
Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
Perawatan kandung kemih dan usus.
Mencegah dekubitus.
Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabiIitasi
lainnya.
Farmakoterapy.
a)
Analgesik.
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu mengurangi rasa
sakit
dan
mengurangi
peradangan
di
sekitar
saraf.
Dokter
mungkin
merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika sakit tergolong parah. "Obat anti
inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID
(Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki
khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti
radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini
dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obatobatan jenis narkotika"
b)
Suntikan.
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini dapat membantu
mengurangi rasa sakit dan peradangan. "Kortikosteroid adalah kelas obat yang
terkait dengan kortison, steroid. Obat-obat dari kelasini dapat mengurangi
peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan yang disebabkan
oleh berbagai penyakit".
c)
Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan penanganan secara manual maupun
dengan menggunakan peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises yang
memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang terkena untuk mengurangi
tekanan pada saraf.
d)
Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam manajemen
nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
perangkat di gunakan untuk merangsang saraf melalui permukaan kulit. Tens
adalah salah satu dari sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan
untuk mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya dengan
merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa efek samping yang
berarti.
e)
Ultrasound
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara dengan
frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz
dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.
f)
Traksi tulang
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan pada satu bagian
tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik berlawanan.
Terapifisik
a)
Terapi fisik
Untuk saraf terjepit harus tetap konservatif di awal untuk menghindari lebih parah
kondisi. Penekanan akan di istirahat, mengurangi peradangan, beban dan stres
pada
daerah
yang
terkena.
Setelah
peradangan
awal
telah
berkurang,
tulang belakang.
Akupunktur
Praktek Cina kuno melibatkan memasukkan jarum yang sangat tipis pada titik
c)
d)
mengalami
cedera
seperti
dilakukan
3.
4.
5.
e.
f.
g.
6.
2.13. Pencegahan.
Faktor faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi usia dan jenis
kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan dengan Trauma medula
spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya pencegahan primer. Untuk mencegah
kerusakan dan bencana ini , langkah- langkah berikut perlu dilakukan :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Penyebab dari
Trauma medulla spinalis yaitu: kecelakaan otomobil, industri terjatuh, olah-raga, menyelam,
luka tusuk, tembak dan tumor.
Cedera medula spinalis adalah suatu trauma yang mengenai medula spinalis atau
sumsum tulang akibat dari suatu trauma langsung yang mengenai tulang belakang.
Penyebab cedera medula spinalis adalh kejadian-kejadian yang secara langsung dapat
mengakibatkan terjadinya kompresi pada medula spinalis seperti terjatuh dari tempat yang
tinggi, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olaghara dan lain-lain.
Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan jika mengenai
saraf-saraf yang berperan terhadap suatu organ maupun otot. Cedera medula spinalis ini
terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula spinalis stabil dan tidak stabil.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio
atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi
darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi
neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma
medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama
pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan
pemindahan.
Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah dengan pemberian obat
kortikosteroid dan melihat kepada sistem pernapasan, jika terjadi gangguan maka perlu
diberikan oksigen.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume 2.
Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3, Jakarta : EGC
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2.
Jakarta : EGC.
W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company,
Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB
Lippincott Company, Philadelphia.