Anda di halaman 1dari 58

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA

(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)


Jl Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk Jakarta Barat

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
SMF ILMU PENYAKIT SARAF
RUMAH SAKIT HUSADA

REFERAT
TRAUMA MEDULA SPINALIS

Oleh :
Wahyu Purbo Pangesti
11 2014 186

PERIODE 13 Juli 2015 15 Agustus 2015


1. PENDAHULUAN
Trauma medula spinalis adalah cedera pada tulang belakang baik langsung
maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medula spinalis sehingga
menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau
kematian (PERDOSSI, 2006). Trauma medula spinalis terjadi pada 30.000 pasien setiap
tahun di Amerika Serikat. Insidensi pada negera berkembang berkisar antara 11,5 hingga
53,4 kasus dalam 1.000.000 populasi. Umumnya terjadi pada remaja dan dewasa muda
(Evans, 1996). Penyebab tersering adalah kecelakaan lalu lintas (50%), jatuh (25%) dan
cedera yang berhubungan dengan olahraga (10%). Sisanya akibat kekerasan dan
kecelakaan kerja. Hampir 40%-50% trauma medulla spinalis mengakibatkan defisit
neurologis, sering menimbulkan gejala yang berat, dan terkadang menimbulkan
kematian. Walaupun insiden pertahun relatif rendah, tapi biaya perawatan dan rehabilitasi
untuk cedera medulla spinalis sangat besar, yaitu sekitar US$ 1.000.000 / pasien. Angka
mortalitas diperkirakan 48% dalam 24 jam pertama, dan lebih kurang 80% meninggal di
tempat kejadian (Evans, 1996). Tiap lesi di medula spinalis yang merusak daerah jaras
kortikospinal lateral dapat menimbulkan kelumpuhan upper motor neuron (UMN) pada
otot-otot bagian tubuh yang terletak dibawah tingkat lesi. Bila lesi bilateral atau
transversal medula spinalis di bawah tingkat servical maka dapat muncul suatu paraplegi
spastik, bila lesinya di tingkat servical maka akan muncul suatu tetraplegi spastik
(Mardjono, 2003). Paraplegi dan tetraplegi spastik dapat terjadi secara tiba-tiba atau akut
yang disebabkan oleh dislokasi atau fraktur tulang belakang akibat trauma atau lesi
vaskuler seperti: trombosis arteri spinalis, hematomielia, aneurisma aorta disektans.
Paraplegia atau tetraplegi spastik pada anak-anak pada umumnya merupakan gejala
cerebral palsy atau manifestasi penyakit herediter yang menyertai keterbelakangan
mental. Paraplegia atau tetraplegi spastik yang berkembang secara sedikit demi sedikit
dalam jangka waktu yang bertahun-tahun biasanya disebabkan oleh Amyotrophic Lateral
Sclerosis (ALS), biasanya disertai defisit sensorik pada permukaan tubuh yang terletak

dibawah lesi, bahkan sebagian besar dapat terjadi gangguan miksi dan defekasi (Sidharta,
2005).
2. PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Trauma/Cedera Medula Spinalis

Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen inverterbra.
Terdapat 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang torakalis, 5 pasang lumbalis, 5 pasang
sakralis, dan 1 pasang saraf kogsigis.
Trauma spinal atau cedera pada tulang belakang adalah cedera yang mengenai
servikalis, vertebralis dan lumbalis akibat dari suatu trauma yang mengenai tulang belakang,
seperti

jatuh

dari

ketinggian,

kecelakaan

lalu

lintas,

kecelakaan

olahraga,

dan

sebagainya. Trauma pada tulang belakang dapat mengenai jaringan lunak pada tulang
belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang sendiri dan susmsum tulang belakang
atau spinal kord. .Apabila Trauma itu mengenai daerah servikal pada lengan, badan dan
tungkai mata penderita itu tidak tertolong. Dan apabila saraf frenitus itu terserang maka
dibutuhkan pernafasan buatan, sebelum alat pernafasan mekanik dapat digunakan.
(Muttaqin, 2008).
Merupakan keadaan patologi akut pada medula spinalis yang diakibatkan terputusnya
komunikasi sensori dan motorik dengan susunan saraf pusat dan saraf perifer. Tingkat
kerusakan pada medula spinalis tergantung dari keadaan komplet atau inkomplet.

Trauma Medula Spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan yang
terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebebkan transeksi lengkap dari
medula spinalis dengan quadriplegia (Fransisca B.Batticaca,2008 : 30).
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Trauma medulla
spinalis adalah kerusakan tulang dan sumsum yang mengakibatkan gangguan sistem
persyarafan didalam tubuh manusia yang diklasifikasikan sebagai :
a.
b.

Komplet (kehilangan sensasi dan fungsi motorik total)


Tidak komplet (campuran kehilagan sensori dan fungsi motorik)

Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis
yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau
kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang
medulla spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi.
Trauma medulla spinalis dapat terjadi bersamaan dengan trauma pada tulang
belakang yaitu terjadinya fraktur pada tulang belakang, ligamentum longitudainalis posterior
dan duramater bisa robek, bahkan dapat menusuk ke kanalis vertebralis serta arteri dan
vena-vena yang mengalirkan darah kemedula spinalis dapat ikut terputus .
Cedera medula spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi
saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih
banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terus
berbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.
Trauma tulang belakang adalah cedera pada tulang belakang (biasanya mengenai
servikal dan lumbal) yang ditandai dengan memar, robeknya bagaian pada tulang belakang
akibat luka tusuk atau fraktur/ dislokasi di kolumna spinalis. (ENA, 2000 ; 426)
Trauma spinal cord adalah cedera yang mengakibatkan fungsi konduksi saraf
terganggu, reflex dan fungsi motorik berkurang, terjadi perubahan sensasi, dan syok
neurogenik. (Campbell, 2004 ; 130)
Trauma Medulla Spinalis adalah Trauma yang terjadi pada jaringan medulla spinalis
yang dapat menyebabkan fraktur atau pergeseran satu atau lebih tulang vertebrata atau

kerusakan jaringan medulla spinalis lainnya termasuk akar-akar saraf yang berada sepanjang
medulla spinalis sehingga mengakibatkan defisit neurologi. ( Lynda Juall,carpenito,edisi 10 ).
Chairuddin Rasjad (1998) menegaskan bahwa semua trauma tulang belakang harus
dianggap suatu trauma hebat sehingga sejak awal pertolongan pertama dan transportasi ke
rumah sakit, penderita harus diperlakukan secara hati-hati. Trauma tulang belakang dapat
mengenai jaringan lunak pada tulang belakang yaitu ligamen dan diskus, tulang belakang
dan sumsum tulang belakang (medula Spinalis)
Cedera Medula spinalis adalah cedera yang biasanya berupa fraktur atau cedera lain
pada tulang vertebra, korda spinalis itu sendiri, yang terletak didalam kolumna vertebralis,
dapat terpotong, tertarik, terpilin atau tertekan. Kerusakan pada kolumna vertaebralis atau
korda dapat terjadi disetiap tingkatan,kerusakan korda spinalis dapat mengenai seluruh korda
atau hanya separuhnya.
Beberapa yang berhubungan dengan trauma medula spinalis seperti :
a.

Quadriplegia adalah keadaan paralisis/kelumpuhan pada ekstermitas dan terjadi


akibat trauma pada segmen thorakal 1 (T1) keatas. Kerusakan pada level akan
merusak sistem syaraf otonom khsusnya syaraf simpatis misalnya adanya

b.

gangguan pernapasan.
Komplit Quadriplegia adalah gambaran dari hilangnya fungsi modula karena

c.

kerusakan diatas segmen serfikal 6 (C6).


Inkomplit Quadriplegia adalah hilangnya fungsi neurologi karena kerusakan

d.

dibawah segmen serfikan 6 (C6).


Refpiratorik Quadriplegia (pentaplagia) adalah kerusakan yang terjadi pada

e.

serfikal pada bagian atas (C1-C4) sehingga terjadi gangguan pernapasan.


Paraplegia adalah paralisis ekstermitas bagian bawah, terjadi akibat kerusakan
pada segmen parakal 2 (T2) kebawah.

2.2 Anatomi Fisiologi Sistem Persarafan (Medulla Spinalis)


TABEL. 1 Secara garis besar susunan sistem saraf manusia dijelaskan pada diagram berikut.
Sistem saraf

Sistem saraf

Sistem saraf pusat

Sadar
Otak

Sumsum

Otak besar
Otak tengah
Otak depan
Jembatan Varol
Otak kecil
Sumsum lanjutan
Sumsum tulang
belakang

Sistem saraf tepi


(kraniospinal)
Sistem saraf
tidak sadar
(otonom)

31 pasang saraf sumsum tulang

belakang (saraf spinal)


12 pasang saraf otak (saraf kranial)
Sistem saraf simpatetik

Sistem saraf parasimpatetik

1. Medula Spinalis

Medulla spinalis (spinal cord) merupakan bagian susunan saraf pusat yang terletak
di dalam kanalis vertebralis dan menjulur dari foramen magnum ke bagian atas region
lumbalis. Trauma pada medulla spinalis dapat bervariasi dari trauma ekstensi fiksasi ringan
yang terjadi akibat benturan secara mendadak sampai yang menyebabkan transeksi lengkap
dari medula spinalis dengan quadriplegia.
Medulla Spinalis terdiri dari 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui voramina intervertebralis
(lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramina
intervertebralis tempat keluarnya saraf- saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang
keluar diantara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama. Dengan demikian, terdapat 8
pasang saraf servikal, 12 pasang torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf skralis,
dan 1 pasang saraf koksigeal.

Saraf spinal melekat pada permukaan lateral medulla spinalis dengan perantaran
dua radiks, radik posteriol atau dorsal (sensorik) dan radik anterior atau ventral (motorik).
Radiks dorsal memperlihatkan pembesaran, yaitu ganglion radiks dorsal yang terdiri dari
badan-badan sel neuron aferen atau neuron sensorik. Badan sel seluruh neuron aferen
medulla spinalis terdapat dapat ganglia tersebut. Serabut-serabut radiks dorsal merupakan
tonjolan tonjolan neuron sensorik yang membawa impuls dari bagian perifer ke medulla
spinalis. Badan sel neuron motorik terdapat di dalam medulla spinalis dalam kolumna anterior
dan lateral substansia grisea. Aksonnya membentuk serabut-serabut radiks ventral yang
berjalan menuju ke otot dan kelenjar. Kedua radiks keluar dari foramen intervertebralis dan
bersatu membentuk saraf spinal. Semua saraf spinal merupakan saraf campuran, yaitu
mengandung serabut sensorik maupun serabut motorik.

Bagian dorsal saraf spinal mempersarafi otot intrinsic punggung dan segmensegmen tertentu dari kulit yang melapisinya yang disebut dermatoma. Bagian ventral
merupakan bagian yang besar dan dan membentuk bagian utama yang membentuk spinal.
Otot-otot dan kulit leher, dada, abdomen, dan ekstremitas dipersarafi oleh bagian ventral.
Pada semua saraf spinal kecuali bagian torakal, saraf-saraf spinal bagian ini saling terjalin
sehingga membentuk jalinan saraf yang disebut Fleksus. Fleksus yang terbentuk adalah
fleksus servikalis, brakialis, lumbalis, sakralis dan koksigealis. Keempat saraf servikal yang
pertama (C1-C4) membentuk fleksus servikalis yang mempersarafi leher dan bagian
belakang kepala. Salah satu cabang yang penting sekali adalah saraf frenikus yang
mempersarafi diagfragma.
Fleksus brakialis yang dibentuk dari C5-T1, fleksus ini mempersarafi
ekstremitras atas. Saraf torakal (T3-T11) mempersarafi otot-otot abdomen bagian atas
dan kulit dada serta abdomen. Pleksus lumbalis berasal dari segmen spinal T12-L4
mempersarafi otot-otot dan kulit tubuh bagian bawah dan ekstremitas bawah. Pleksus
sakralis dari L4-S4, dan pleksus koksigealis dari S4 sampai saraf koksigealis. Saraf

utama dari pleksus ini adalah saraf femoralis dan obturatorius. Saraf utama dari pleksus
sakralis adalah saraf iskiadikus, saraf terbesar dalam tubuh. Saraf ini menembus bokong dan
turun kebawah melalui bagian belakang paha. Kulit dipersarafi oleh radiks dorsal dari tiap
saraf spinal, jadi dari satu segmen medulla spinalis disebut dermatom. Otot-otot rangka juga
mendapat persarafan segmental dari radiks spinal ventral.
Sumsum tulang belakang terdapat di dalam ruas-ruas tulang belakang (vertebrae)
yang memanjang dari daerah leher sampai pinggang. Vertebrae itu berfungsi melindungi
sumsum tulang belakang dari kerusakan.
Pada sumsum tulang belakang, materi kelabu terletak di bagian dalam dan
tersusun atas badan-badan sel, sinapsis, serta sel-sel saraf konektor yang tidak bermielin.
Sel-sel saraf konektor tersebut mengirimkan informasi dari sumsum tulang belakang ke
serabut saraf spinal, atau sebaliknya. Penampang melintang materi kelabu pada sumsum
tulang belakang berbentuk sepeti huruf H atau sayap kupu-kupu. Sementara itu, materi putih
yang terletak di bagian luar tersusun atas serabut-serabut saraf (akson bermielin). Akson
bermielin itu mengirimkan informasi dari sumsum tulang belakang menuju otak, atau
sebaliknya.
Sumsum tulang belakang juga dilindungi oleh tiga lapis membran (meninges). Di
bagian tengah sumsum tulang belakang, yaitu di antara membran dalam dan membran
tengah terdapat saluran tengah yang berisi cairan serebrospinal. Cairan tersebut berfungsi
memasok makanan bagi sumsum tulang belakang dan berperan sebagai peredam kejut atau
pelindung dari goncangan. Sumsum tulang belakang berhubungan dengan
1) Gerak refleks struktur tubuh di bawah leher
2) Menghantarkan rangsang sensori dari reseptor ke otak
3) Membawa rangsang motor dari otak ke efektor.
Columna Vertebralis adalah pilar utama tubuh yang berfungsi melindungi medula
spinalis dan menunjang berat kepala serta batang tubuh, yang diteruskannya ke lubanglubang

paha

dan

tungkai

bawah.

Masing-masing

tulang

dipisahkan

oleh

disitus

intervertebralis.

A. Vertebralis dikelompokkan sebagai berikut :


a. Vetebrata Thoracalis (atlas).
Vetebrata Thoracalis mempunyai ciri yaitu tidak memiliki corpus tetapi hanya
berupa cincin tulang. Vertebrata cervikalis kedua (axis) ini memiliki dens, yang
mirip dengan pasak. Veterbrata cervitalis ketujuh disebut prominan karena
mempunyai prosesus spinasus paling panjang.

b. Vertebrata Thoracalis.
Ukurannya semakin besar mulai dari atas kebawah. Corpus berbentuk
jantung, berjumlah 12 buah yang membentuk bagian belakang thorax.

c. Vertebrata Lumbalis.
Corpus setiap vertebra lumbalis bersifat masif dan berbentuk ginjal, berjumlah
5 buah yang membentuk daerah pinggang, memiliki corpus vertebra yang
besar ukurnanya sehingga pergerakannya lebih luas kearah fleksi.

d. Vertebrata Sacrum.
Terdiri dari 5 sacrum yang membentuk sakrum atau tulang kengkang dimana
ke 5 vertebral ini rudimenter yang bergabung yang membentuk tulang bayi.

e. Vertebrata Coccygis.
Terdiri dari 4 tulang yang juga disebut ekor pada manusia, mengalami
rudimenter.
Lengkung koluma vertebralis.kalau dilihat dari samping maka kolumna vertebralis
memperlihatkan empat kurva atau lengkung antero-pesterior : lengkung vertikal pada daerah
leher melengkung kedepan daerah torakal melengkung kebelakang, daerah lumbal kedepan
dan daerah pelvis melengkung kebelakang. Kedua lengkung yang menghadap pasterior,
yaitu torakal dan pelvis, disebut promer karena mereka mempertahankan lengkung aslinya
kebelakang dari hidung tulang belakang, yaitu bentuk (sewaktu janin dengna kepala
membengkak ke bawah sampai batas dada dan gelang panggul dimiringkan keatas kearah
depan badan. Kedua lengkung yang menghadap ke anterior adalah sekunder lengkung
servikal berkembang ketika kanak-kanak mengangkat kepalanya untuk melihat sekelilingnya
sambil menyelidiki, dan lengkung lumbal di bentuk ketika ia merangkak, berdiri dan berjalan
serta mempertahankan tegak.
Fungsi dari kolumna vertebralis. Sebagai pendukung badan yang kokoh dan sekaligus
bekerja sebagai penyangga kedengan prantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang
lengkungnya memberikan fleksibilitas dan memungkinkan membonkok tanpa patah.
Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat
badan seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum belkang
terlindung terhadap goncangan. Disamping itu juga untuk memikul berat badan, menyediakan
permukaan untuk kartan otot dan membentuk tapal batas pasterior yang kukuh untuk ronggarongga badan dan memberi kaitan pada iga.

1. Sistem saraf spinal (tulang belakang) berasal dari arah dorsal, sehingga
sifatnya sensorik. Berdasarkan asalnya, saraf sumsum tulang belakang yang
berjumlah 31 dibedakan menjadi:
a)
8 pasang saraf leher (saraf cervical) ( C1 sampai C8 )
Meliputi : Cerviks menunjukkan sekmen T,L,S,Co
(1) Pleksus servikal berasal dari ramus anterior saraf spinal C1
(2)
b)
c)
d)
e)

C4
Pleksus brakial C5 T1 / T2 mempersarafi anggota bagian

atas, saraf yang mempersarafi anggota bawah L2 S3.


12 pasang saraf punggung (saraf thorax) (T1 - T2 )
5 pasang saraf pinggang (saraf lumbar) ( L1 - L5 )
5 pasang saraf pinggul (saraf sacral) ( S1 - S5 )
1 pasang saraf ekor (saraf coccyigeal).

Otot otot representative dan segmen segmen spinal yang bersangkutan serta
persarafannya:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Otot bisep lengan C5 C6


Otot trisep C6 C8
Ototbrakial C6 C7
Otot intrinsic tangan C8 T1
Susunan otot dada T1 T8
Otot abdomen T6 T12
Otot quadrisep paha L2 L4
Otot gastrok nemius reflek untuk ektensi kaki L5 S2

Kemudian diantara beberapa saraf, ada yang menjadi satu ikatan atau gabungan
(pleksus) membentuk jaringan urat saraf. Pleksus terbagi menjadi 3 macam, yaitu:
1)
2)
3)

Plexus cervicalis (gabungan urat saraf leher)


Plexus branchialis (gabungan urat saraf lengan)
Plexus lumbo sakralis (gabungan urat saraf punggung dan pinggang)

Korda jaringan saraf yang terbungkus dalam kolumna vertebra yang memanjang dari
medula batang otak sampai ke area vertebra lumbal pertama disebut medula spinalis
A. Struktur umum medula spinalis
1. Medula spinalis berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter
medula spinalis bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari
kelingking. Panjang rata-rata 42 cm.
2. Dua pembesaran. Pembesaran lumbal dan serviks, menandai sisi keluar saraf
spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai
3. 31 satu pasang saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina
intervertebral
4. Korda berakhir dibagian bawah vertebra lumbal pertama atau kedua. Saraf spinal
bagian bawah yang keluar sebelum ujung korda mengarah ke bawah, disebut
korda ekuina, muncul dari kolumna spinlia pada foramina intervertebral lumbal dan
sakral yang tepat.
a. Konus medularis (terminalis) adalah ujung kaudal korda

b. Filum terminal adalah perpanjangan fibrosa piameter yang melekat pada konus
medularis ke kolumna vertebra
5. Meningen (durameter, piameter, arakhnoid) yang melapisi otak juga melapisi korda
6. Fisura Median Anterior (ventral) dalam fisura posterior (dorsal) yang lebih dangkal
menjalar di sepanjang korda dan membaginya menjadi bagian kanan dan kiri

B. Struktur Internal Medula Spinalis terdiri dari sebuah inti substansi abu-abu yang
diselubungi substansi putih
1. Kanal sentral berukuran kecil dikelilingi substansi abu-abu bentuknya seperti huruf
H
2. Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk, atau kolumna dan mengandung
badan sel, dendrit asosiasi, dan neuron eferen serta akson tidak termielinisasi
a. Tanduk abu-abu posterior (dorsal) adalah batang ventrikel atas substansi abuabu. Bagian ini mengandung badan sel yang menerima sinyal melaluisaraf
spinal dari neuron sensorik
b. Tanduk abu-abu anterior (ventral) adalah batang ventrikel bawah. Bagian ini
mengandung neuron motorik yang aksonnya mengirim impuls melalui saraf
spinal ke otot atau kelenjar
c. Tanduk lateral adalah protrusi diantara tanduk posterior dan anterior pada area
toraks dan lumbal sistem saraf perifer. Bagian ini mengandung badan sel
neuron sistem SSO

d. Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu disisi kiri dan kanan


melalui medula spinalis
C. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal atau satu radiks ventral. Radiks dorsal
terdiri dari kelompok-kelompok serabut sensorik yang memasuki korda. Radiks ventral
adalah penghubung ventral dan membawa serabut motorik ke korda
1. Setiap radiks yang memasuki atau meninggalkan korda membentuk tujuh sampai
sepuluh cabang radiks
2. Radiks dorsal dan ventral pada setiap sisi segmen medula spinalis menyatu untuk
membentuk saraf spinal
3. Radiks dorsal ganglia adalah pembesaran radiks dorsal yang mengandung sel
neuron sensorik

D. Traktus spinal. Substansi putih korda yang terdiri dari akson termielinisasi dibagi
menjadi funikulus anterior, posterior, lateral. Dalam funikulus terdapat fasikulus atau
traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya.
1. Traktus sensorik atau asenden membawa informasi dari tubuh ke otak. Bagian
penting traktus asenden meliputi:
A. Fasikulus grasilis dan fasikulus kuneatus
a. Origo dan tujuan. Impuls dari sentuhan reseptor peraba masuk ke medula
spinalis melalui radiks dorsal (neuron I). Akson memasuki korda,
berasenden untuk bersinaps dengan nuklei grasilis dan kuneatus di medula

bagian bawah (neuron II). Akson menyilang ke sisi yang berlawanan dan
bersinaps dalam talamus lateral (neuron III). Terminasinya berada pada
area somestetik korteks serebral
b. Fungsi. Traktus ini menyampaikan informasi mengenai sentuhan, tekanan,
vibrasi, dan tendon otot
B. Traktus spinoserebelar ventral (anterior) (berpasangan)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor kinestetik (kesadaran akan posisi
tubuh) pada otot dan tendon memauki medula spinalis melalui radiks dorsal
(neuron I) dan bersinaps dalam tanduk posterior (neuron II). Akson
berasenden disisi yang sama atau berlawanan dan berterminasi pada
b.

korteks serebral
Fungsi, Traktus spinoserebelar ventral

membawa informasi mengenai

gerakan dan posisi keseluruhan anggota gerak


C. Traktus spinoserebelar dorsal (posterior)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari traktus spinoserebelar dorsal memiliki awal
dan akhir yang sama dengan impuls dari traktus spinoserebelar ventral,
walaupun demikian, akson pada neuron II dalam tanduk posterior
bersenden disisi yang sama menuju korteks serebral
b. Fungsi. Traktus spinoserebelar dorsal membawa informasi mengenai
propriosepsi bawah sadar (kesadaran akan posisi tubuh, keseimbangan,
dan arah gerakan)
D. Traktus spinotalamik ventral (anterior)
a. Origo dan tujuan. Impuls dari reseptor taktil pada kulit masuk ke medulla
spinalis melalui radiks dorsal (neuron I) dan bersinaps dalam tanduk
posterior disisi yang sama (neuron II). Akson menyilang kesisi yang
berlawanan dan berasenden untuk bersinapsis dalam talamus (neuron III).
Akson berujung dalam area somestetik korteks serebral
b. Fungsi. Traktus spinotalamik ventral
membawa informasi mengenai
sentuhan, suhu dan nyeri
2. Traktus Motorik (Desenden) Mmebawa impuls motorik dari otak ke medulla spinalis
dan saraf spinal menuju tubuh. Fungsi traktus motorik yang penting meliputi:
A. Traktus kortikospinal lateral (piramidal)
a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari area motorik korteks serebral.
Akosn

berdesenden

ke

medulla

tempat

sebagian

besar

serabut

berdekusasi dan terus memanjang sampai ke tanduk posterior untuk


bersinapsis langsung atau melalui interneuron dengan neuron motorik
bagian bawah (neuron II) dalam tanduk anterior. Akson berterminasi pada
lempeng ujung motorik otot rangka.
b. Fungsi. Traktus kortikospinal lateral menghantar impuls untuk koordiasi
dan ketepatan gerakan volunter
B. Traktus kortikospinal (piramidal) ventral (anterior)
a. Origo dan tujuan. Neuron I berasal dari sel piramidal pada area motorik
korteks serebral dan berdesenden sampai ke medulla spinalis. Disini akson
menyilang ke sisi yang berlawanan tepat sebelum bersinapsis, secara
langsung maupun melalui interneuron dengan

neuron II dalam tanduk

anterior
b. Fungsi. Traktus kortikospinal ventral memiliki fungsi yang sama dengan
traktus kortokospinal lateral. Traktus tersebut menghantarkan impuls untuk
koordinasi dan ketepatan gerakan volunter.
C. Traktus ekstrapiramidal. Serabut dalam sistem ini berasal dari pusat lain,
misalnya nuklei motorik dalam korteks serebral dan area subkortikal di otak
a. Traktus retikulospinal berasal dari formasi retikular (neuron I) dan berujung
(neuron II) pada sisi yang sama dineuron motorik bagian bawah dalam
tanduk anterior medula spinalis. Impuls memberikan semacam pengaruh
fasilitas pada ekstensor tungkai dan fleksor lengan serta memberikan suatu
pengaruh inhibisi yang berkaitan dengan postur dan tonus otot
b. Traktus vestilospinal lateral berasal dari nukleus vestribular lateral dalam
medulla (neuron I) dan berdesenden pada sisi yang sama untuk untuk
berujung (neuron II) pada tanduk anterior medulla spinalis. Impuls
mempertahankan tonus otot dalam aktivitas refleks
c. Traktus vestibulospinal medial baerasal dari nukleus vestibular medial
dalam medula dan menyilang ke sisi yang berlawanan untuk berakhir pada
tanduk anterior. Traktus ini tidak berdesenden ke bawah area serviks.
Traktus ini berkaitan dengan pengendalian otot-otot kepala dan leher
d. Traktus rubrospinal, yang berasal dari nukleus merah otak tengah, traktus
olivospinal yang berasal dari olive inferior medula dan traktus tektospinal
yang berasal dari bagian tektum otak tengah, juga termasuk jenis traktus
ekstrapiramidal yang berhubungan dengan postur dan tonus otot.

Saraf Spinal. 31 pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal
(posterior) dan ventral (anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks
bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf gabungan
(motorik dan sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron aferen dan
meninggalkan korda melalui neuron eferen.
1. Divisi. Setelah saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf
kemudian bercabang menjadi 4 divisi
a. Cabang meningeal kecil masuk kembali ke medulla spinalis melalui foramen sama
yang digunakan saraf untuk keluar dan mempersarafi meninges, pembuluh darah
medula spinalis dan ligamen vertebralis
b. Ramus dorsal (posterior) terdiri dari serabut yang menyebar kearah posterior untuk
mempersarafi otot dan kulit pada bagian belakang kepala, leher, dan pada trunkus
di regia saraf spinal
c. Cabang ventral (anterior) terdiri dari serabut yang mensuplai bagian anterior dan
lateral pada trunkus dan anggota gerak
d. Cabang viseral adalah bagian dari SSO. Cabang ini memiliki ramus komunikans
putih dan ramus komunikans abu-abu yang membentuk hubungan abtara medula
spinalis dan ganglia pada trunkus simpatis SSO
2. Pleksus adalah jaring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh
saraf spinal, kecuali T1 dan T11 , yang merupakan awal saraf intercostae
a. Pleksus serviks terbentuk dari ramus ventral keempat saraf serviks pertama- C1,
C2, C3, C4- dan sebagian C5. Saraf ini menginversi otot leher, dan kulit kepala,
leher serta dada. Saraf terpenting yang berawal dari pleksus ini adalah saraf frenik
yang menginversi diagfragma
b. Pleksus brakhial terbentuk dari ramus ventral saraf serviks C5, C6, C7, C8, dan
saraf toraks pertama T1 dengan melibatkan C4 dan T2. Saraf dari pleksus brakhial
mensuplai lengan atas dan beberapa otot pada leher dan bahu
c. Pleksus lumbal terbentuk dari ramus saraf lumbal L1, L2, L3, L4 dengan bantuan
T12. Saraf dari pleksus ini menginversi kulit dan otot dinding abdomen, paha dan
genetalia eksternal. Saraf terbesar adalah saraf femoral, yang mensuplai otot
fleksor paha dan kulit pada paha anterior, regia panggul, dan tungkai bawah
d. Pleksus sakral terbentuk dari ramus ventral saraf sakral S1, S2, dan S3, serta
konstribusi dari L4, L5, dan S4. Saraf dari pleksus ini menginversi anggota gerak
bawah, bokong, dan regia perineal, saraf terbesar adalah saraf sklatik
e. Pleksus koksiks terbentuk dari ramus ventral S5 dan saraf spinal koksiks, dengan
konstribusi dari ramus S4. Pleksus ini merupakan awal saraf koksiks yang
mensupali regia koksiks.

Setiap saraf spinal keluar dari sumsum tulang belakang dengan dua buah akar, yaitu
akar depan (anterior) dan akar belakang (posterior). Setiap akar anterior dibentuk oleh
beberapa benang akar yang meninggalkan sumsum tulang belakang pada satu alur
membujur dan teratur dalam satu baris. Tempat alaur tersebut sesuai dengan tempat tanduk
depan terletak paling dekat di bawah permukaan sumsum tulang belakang. Benang-benang
akar dari satu segmen berhimpun untuk membentuk satu akar depan. Akar posterior pun
terdiri atas benang-benang akar serupa, yang mencapai sumsum tulang belakang pada satu
alur di permukaan belakang sumsum tulang belakang. Setiap akar belakang mempunyai
sebuah kumpulan sel saraf yang dinamakan simpulsaraf spinal. Akar anterior dan posterior
bertaut satu sama lain membentuk saraf spinal yang meninggalkan terusan tulang belakang
melalui sebuah lubang antar ruas tulang belakang dan kemudian segera bercabang menjadi
sebuah cabang belakang, cabang depan, dan cabang penghubung.
Cabang-cabang belakang saraf spinal mempersarafi otot-otot punggung sejati dan
sebagian kecil kulit punggung. Cabang-cabang depan mempersarafi semua otot kerangka
batang badan dan anggota-anggota gerak serta kulit tubuh kecuali kulit punggung. Cabangcabang depan untuk persarafan lengan membentuk suatu anyaman (plexus), yaitu anyaman
lengan (plexus brachialis). Dari anyaman inilah dilepaskan beberapa cabang pendek ke arah
bahu dan ketiak, dan beberapa cabang panjang untuk lengan dan tangan. Demikian pula
dibentuk oleh cabang-cabang depan untuk anggota-anggota gerak bawah dan untuk panggul
sebuah anyaman yang disebut plexus lumbosakralis, yang juga mengirimkan beberapa
cabang pendek ke arah pangkal paha dan bokong, serta beberapa cabang panjang untuk
tungkai atas dan tungkai bawah. Yang terbesar adalah saraf tulang duduk. Saraf ini terletak di
bidang posterior tulang paha.
Medulla spinalis atau sumsum tulang belakang bermula ada medula ablongata,
menjulur kearah kaudal melalu foramen magnum dan berakhir diantara vertebra-lumbalis
pertama dan kedua. Disini medula spinalis meruncing sebagai konus medularis, dna
kemudian sebuah sambungan tipis dasri pia meter yang disebut filum terminale, yang
menembus kantong durameter, bergerak menuju koksigis. Sumsum tulang belakang yang
berukuran panjang sekitar 45 cm ini, pada bagian depannya dibelah oleh figura anterior yang
dalam, sementara bagian belakang dibelah oleh sebuah figura sempit.

Pada sumsum tulang belakang terdapat dua penebalan, servikal dan lumbal. Dari
penebalan ini, plexus-plexus saraf bergerak guna melayani anggota badan atas dan bawah
dan plexus dari daerah thorax membentuk saraf-saraf interkostalis.
Fungsi sumsum tulang belakang :
1) Organ sensorik : menerima impuls, misalnya kulit.
2) Serabut saraf sensorik ; mengantarkan impuls-impuls tersebut menuju sel-sel
dalam ganglion radix pasterior dan selanjutnya menuju substansi kelabu pada
karnu pasterior mendula spinalis.
3) Sumsum tulang belakang, dimana serabut-serabut saraf penghubung
menghantarkan impuls-impuls menuju karnu anterior medula spinalis.
4) Sel saraf motorik ; dalam karnu anterior medula spinalis yang menerima dan
mengalihkan impuls tersebut melalui serabut sarag motorik.
5) Organ motorik yang melaksanakan gerakan karena dirangsang oleh impuls
saraf motorik.
6) Kerusakan pada sumsum tulang belakang khususnya apabila terputus pada
daerah torakal dan lumbal mengakibatkan (pada daerah torakal) paralisis
beberapa otot interkostal, paralisis pada otot abdomen dan otot-otot pada
kedua anggota gerak bawah, serta paralisis sfinker pada uretra dan rektum.

B. Sendi Kolumna Vertebra


Sendi ini dibentuk oleh bantalan tulang rawan yang diletakkan diantara setiap dua
vertebra, dikuatkan oleh ligamentum yang berjalan didepan dan dibelakang badan-badan
vertebra sepanjang kolumna vertebralis. Massa otot disetiap sisi membantu kestabilan tulang
belakang sepenuhnya.
Diskus Intervetebralis atau cakram antar ruas adalah bantalan tebal dari tulang
rawan fibrosa yang terdapat diantara badan vertebra yang dapat bergerak

C. Meningen Spinal
Meningen adalah selaput otak yang merupakan bagian dari susunan saraf yang
bersiaft non neural. Meningen terdiri dari jarningan ikat berupa membran yang menyelubungi
seluruh permukaan otak, batang otak dan medula spinalis. Meningen terdiri dari 3 lapisan,
yaitu Piamater, arakhnoid dan duramater.
Duramater yang merupakan lapisan yang kuat, Membran fibrosa, Bersatu dengan
filum terminale. Piamater berupa lapisan tipis, kaya pembuluh darah, nyambung dengan
medula spinalis. Rongga antara periosteum dengan duramater disebut dengan epidural yang
merupakan area yang mengandung banyak pembuluh darah dan lemak. Rongga antara

duramater dengan arachnoid disebut dengan subdural. Sub dural tidak mengandung CSF.
Rongga antara Arachnoid dan Piamater disebut dengan Subarachnoid. Pada rongga ini
terdapat Cerebro Spinal Fluid, Pembuluh Darah dan akar-akar syaraf
Piameter merupakan selaput tipis yang melekat pada permukaan otak yang mengikuti
setiap lekukan-lekukan pada sulkus-sulkus dan fisura-fisura, juga melekat pada permukaan
batang otak dan medula spinalis, terus ke kaudal sampai ke ujung medula spinalis setinggi
korpus vertebra. Arakhnoid mempunyai banyak trabekula halus yang berhubungan dengan
piameter, tetapi tidak mengikuti setiap lekukan otak.
Diantara arakhnoid dan piameter disebut ruang subrakhnoid, yang berisi cairan
serebrospinal

dan

pembuluh-pembuluh

darah.

Karena

arakhnoid

tidak

mengikuti

lekukanlekukan otak, maka di beberapa tempat ruang subarakhnoid melebar yang disebut
sisterna. Yang paling besar adalah siterna magna, terletak diantara bagian inferior serebelum
danme oblongata. Lainnya adalah sisterna pontis di permukaan ventral pons, sisterna
interpedunkularis di permukaan venttralmesensefalon, sisterna siasmatis di depan lamina
terminalis. Pada sudut antara serebelum dan lamina quadrigemina terdapat sisterna vena
magna serebri. Sisterna ini berhubungan dengan sisterna interpedunkularis melalui sisterna
ambiens. Ruang subarakhnoid spinal yang merupakan lanjutan dari sisterna magna dan
sisterna pontis merupakan selubung dari medula spinalis sampai setinggi S2. Ruang
subarakhnoid dibawah L2 dinamakan sakus atau teka lumbalis, tempat dimana cairan
serebrospinal diambil pada waktu pungsi lumbal.
1. Ruang Epidural
Diantara lapisan luar dura dan tulang tengkorak terdapat jaringan ikat yang
mengandung kapiler-kapiler halus yang mengisi suatu ruangan disebut ruang
epidural
2. Ruang Subdural
Diantara lapisan dalam durameter dan arakhnoid yang mengandung sedikit
cairan, mengisi suatu ruang disebut ruang subdural .

D. Cairan SerebroSpinal
Cairan serebrospinal yang berada di ruang subarakhnoid merupakan salah satu
proteksi untuk melindungi jaringan otak dan medula spinalis terhadap trauma atau gangguan
dari luar.

Pada orang dewasa volume intrakranial kurang lebih 1700 ml, volume otak sekitar
1400 ml, volume cairan serebrospinal 52-162 ml (rata-rata 104 ml) dan darah sekitar 150 ml.
80% dari jaringan otak terdiri dari cairan, baik ekstra sel maupun intra sel.
Rata-rata cairan serebrospinal dibentuk sebanyak 0,35 ml/menit atau 500 ml/hari,
sedangkan total volume cairan serebrospinal berkisar 75-150 ml dalam sewaktu. Ini
merupakan suatu kegiatan dinamis, berupa pembentukan, sirkulasi dan absorpsi. Untuk
mempertahankan jumlah cairan serebrospinal tetap dalam sewaktu, maka cairan
serebrospinal diganti 4-5 kali dalam sehari. Perubahan dalam cairan serebrospinal dapat
merupakan proses dasar patologi suatu kelainan klinik. Pemeriksaan cairan serebrospinal
sangat membantu dalam mendiagnosa penyakit-penyakit neurologi. Selain itu juga untuk
evaluasi pengobatan dan perjalanan penyakit, serta menentukan prognosa penyakit.
Pemeriksaan cairan serebrospinal adalah suatu tindakan yang aman, tidak mahal dan cepat
untuk menetapkan diagnosa, mengidentifikasi organism penyebab serta dapat untuk
melakukan test sensitivitas antibiotika.

E. Suplai Darah Medula Spinalis


Medula spinalis menerima darah melalui cabang-cabang arteri vertebralis (arteri
spinatis anterior dan posterior serta cabang-cabangnya) dan dari pembuluh-pembuluh
segmental regional yang berasal dari aorta torakalis dan abdominalis (arteri radikularis dan
cabang-cabangnya). Dari tempat percabangannya pada arteri vertebralis

disepanjang

medula, arteri spinalis anterior dan posterior akan berjalan menuju medula spinalis.
Medula spinalis mendapat dua suplai darah dari dua sumber yaitu: 1) arteri
Spinalis anterior yang merupakan percabangan arteri vertebralis, 2) arteri Spinalis posterior,
yang juga merupakan percabangan arteri vertebralis.
Antara arteri spinalis tersebut diatas terdapat banyak anastomosis sehingga
merupakan anyaman plexus yang mengelilingi medulla spinalis dan disebut vasocorona.
Vena di dalam otak tidak berjalan bersama-sama arteri. Vena jaringan otak bermuara di jalan
vena yang terdapat pada permukaan otak dan dasar otak. Dari anyaman plexus venosus
yang terdapat di dalam spatum subarachnoid darah vena dialirkan kedalam sistem sinus
venosus yang terdapat di dalam durameter diantara lapisan periostum dan selaput otak.
Arteri vertebralis dipercabangkan oleh arteri sub clavia. Arteri ini berjalan ke
kranial melalui foramen transversus vertebrae ke enam sampai pertama kemudian membelok
ke lateral masuk ke dalam foramen transversus magnum menuju cavum cranii. Arteri ini
kemudian berjalan ventral dari medula oblongata dorsal dari olivus, caudal dari tepi caudal

pons varolii. Arteri vertabralis kanan dan kiri akan bersatu menjadi arteri basilaris yang
kemudian berjalan frontal untuk akhirnya bercabang menjadi dua yaitu arteri cerebri posterior
kanan dan kiri.
Daerah yang diperdarahi oleh arteri cerbri posterior ini adalah facies convexa
lobus temporalis cortex cerebri mulai dari tepi bawah sampai setinggi sulcus temporalis
media, facies convexa parietooccipitalis, facies medialis lobus occipitalis cotex cerebri dan
lobus temporalis cortex cerebri. Anastomosis antara arteri-arteri cerebri berfungsi utnuk
menjaga agar aliran darah ke jaringan otak tetap terjaga secara continue. Sistem carotis yang
berasal dari arteri carotis interna dengan sistem vertebrobasilaris yang berasal dari arteri
vertebralis, dihubungkan oleh circulus arteriosus willisi membentuk Circle of willis yang
terdapat pada bagian dasar otak.
Selain itu terdapat anastomosis lain yaitu antara arteri cerebri media dengan
arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dengan arteri cerebri posterior.

F. Refleks Spinal

Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu stimulus internal
ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan seimbang dari tubuh. Refleks yang
melibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis dan Refleks yang melibatkan otot
polos, otot jantung atau kelenjar disebut refleks otonom atau visceral.

G. Konsep Refleks

Refleks merupakan kejadian involunter dan tidak dapat dikendalikan oleh kemauan.
Tindakan refleks merupakan gerakan motorik involunter atau respons sekretorik yang
diperlihatkan jaringan terhadap stimulus sensorik, seperti refleks menarik diri, bersin, batuk,
dan mengedip (Sue Hinchlift).
Secara fisiologis dengan ringkas dapat dijelaskan bahwa suatu respons refleks
terjadi bila suatu otot rangka dengan persarafan untuk diregangkan, otot ini akan kontraksi.
Respons seperti ini disebut refleks regang. Rangsangan yang membangkitkan refleks regang
adalah regangan pada otot, dan responsnya adalah kontraksi otot yang diregangkan itu.
Reseptor refleks ini adalah kumparan otot (muscle spindle). Impuls yang tercetus oleh
kumparan otot dihantarkan ke SSP melalui serat saraf sensorik penghantar cepat. Impuls
kemudian diteruskan ke neuron-neuron motorik yang mempersarafi otot yang teregang itu.
Neurotransmitter di sinaps pusat adalah glutamat.
Refleks-refleks regang merupakan refleks monosinaptik yang paling banyak
digunakan dalam pemeriksaan neurologis, seperti pada ketukan di tendon patella yang akan
membangkitkan refleks patella, yaitu refleks regang otot quadriseps femoris, akibat ketukan
pada tendon akan meregangkan otot. Kontraksi serupa akan timbul bila otot quadriseps
diregang secara manual (Ganong, 1999).
Tahanan otot terhadap regangan kerap disebut tonus. Bila neuron motorik ke suatu
otot dipotong, otot itu memberikan tahanan yang lemah dan disebut flaksid. Otot yang
hipertonik (spastik) adalah otot yang mempunyai tahanan yang tinggi terhadap regangan
karena adanya refleks regang yang hiperaktif. Diantara keadaan flaksid dan spastis terdapat
area yang sering kali di salah artikan sebagai area tonus normal. Otot umumnya hipotonik
bila pelepasan impuls eferennya rendah dan hipertonik bila tinggi.
Temuan lain yang khas untuk keadaan peningkatan impuls eferen adalah klonus.
Tanda neurologis ini merupakan peristiwa kontraksi otot yang teratur dan berirama akibat
regangan yang tiba-tiba dan bertahan. Klonus pergelangan kaki merupakan contoh yang
khas. Klonus ini dimulai dengan dorsofleksi kaki yang cepat dan mantap, dan reponsnya
adalah plantarfleksi pergelangan kaki berirama.
Suatu respons fleksor dapat ditimbulkan dengan rangsangan di kulit atau dengan
peregangan otot, tetapi respons fleksor kuat yang disertai gerakan menarik diri hanya
dibangkitkan oleh suatu rangsang yang berbahaya. Karena itu, rangsang ini disebut rangsang
nosiseptif. Respons menarik diri dari fleksi ekstremitas yang dirangsang menjauhkan tungkai
dari sumber iritasi dan ekstensi ekstremtas yang menyangga tubuh. Refleks menarik diri

sangat kuat, refleks ini menguasai jaras-jaras spinal sehingga membatalkan semua kegiatan
refleks lain yang terjadi pada saat yang bersamaan (Price, 1995).

H. Saraf spinal
Saraf spinal pada manusia dewasa memiliki panjang sekitar 45 cm dan lebar 14
mm. Pada bagian permukaan dorsal dari saraf spinal, terdapat alur yang dangkal secara
longitudinal di bagian medial posterior berupa sulkus dan bagian yang dalam dari anterior
berupa fisura.
Medula spinalis terdiri atas 31 segmen jaringan saraf dan masing-masing memiliki
sepasang saraf spinal yang keluar dari kanalis vertebralis melalui foramen intervertebra
(lubang pada tulang vertebra). Saraf-saraf spinal diberi nama sesuai dengan foramen
intervertebra tempat keluarnya saraf-saraf tersebut, kecuali saraf servikal pertama yang
keluar di antara tulang oksipital dan vertebra servikal pertama
Tiga puluh satu pasang saraf spinal keluar dari medula apinalis dan kemudian dari
kolumna vertabalis melalui celah sempit antara ruas-ruas tulang vertebra. Celah tersebut
dinamakan foramina intervertebrelia. Seluruh saraf spinal merupakan saraf campuran karena
mengandung serat-serat eferen yang membawa impuls baik sensorik maupun motorik.
Mendekati medula spinalis, serat-serat eferen memisahkan diri dari seratserat eferen. Serat
eferen masuk ke medula spinalis membentuk akar belakang (radix dorsalis), sedangkan serat
eferen keluar dari medula spinalis membentuk akar depan (radix ventralis). Setiap segmen
medula spinalis memiliki sepasang saraf spinal, kanan dan kiri. Sehingga dengan demikian
terdapat 8 pasang saraf spinal servikal, 12 pasang saraf spinal torakal, 5 pasang saraf spinal
lumbal, 5 pasang saraf spinal sakral dan satu pasang saraf spinal koksigeal. Untuk
kelangsungan fungsi integrasi, terdapat neuron-neuron penghubung disebut interneuron yang
tersusun sangat bervariasi mulai dari yang sederhana satu interneuron sampai yang sangat
kompleks banyak interneuron. Dalam menyelenggarakan fungsinya, tiap saraf spinal
melayani suatu segmen tertentu pada kulit, yang disebut dermatom. Hal ini hanya untuk
fungsi sensorik. Dengan demikian gangguan sensorik pada dermatom tertentu dapat
memberikan gambaran letak kerusakan.
Adapun ke 31 nervus spinalis, yaitu:
1.
2.

Nervus hipoglossus : Nervus yang mempersarafi lidah dan sekitarnya.


Nervus occipitalis minor : Nervus yang mempersarafi bagian otak belakang

3.

dalam trungkusnya.
Nervus thoracicus : Nervus yang mempersarafi otot serratus anterior.

4.

Nervus radialis: Nervus yang mempersyarafi otot lengan bawah bagian


posterior, mempersarafi otot triceps brachii, otot anconeus, otot brachioradialis
dan otot ekstensor lengan bawah dan mempersarafi kulit bagian posterior

5.

lengan atas dan lengan bawah. Merupakan saraf terbesar dari plexus.
Nervus thoracicus longus: Nervus yang mempersarafi otot subclavius, Nervus
thoracicus longus. berasal dari ramus C5, C6, dan C7, mempersarafi otot

6.

serratus anterior.
Nervus thoracodorsalis: Nervus yang mempersarafi otot deltoideus dan otot

7.
8.

trapezius, otot latissimus dorsi.


Nervus axillaris: Nervus ini bersandar pada collum chirurgicum humeri.
Nervus subciavius: Nervus subclavius berasal dari ramus C5 dan C6,

9.

mempersarafi otot subclavius..


Nervus supcapulari: Nervus ini bersal dari ramus C5, mempersarafi otot

10.

rhomboideus major dan minor serta otot levator scapulae,


Nervus supracaplaris: Berasal dari trunkus superior, mempersarafi otot

11.
12.
13.
14.

supraspinatus dan infraspinatus.


Nervusphrenicus: Nervus phrenicus mempersyarafi diafragma.
Nervus intercostalis
Nervus intercostobrachialis: Mempersyarafi kelenjar getah bening.
Nervus cutaneus brachii medialis: Nervus ini mempersarafi kulit sisi medial

15.

lengan atas.
Nervus cutaneus antebrachii medialis: Mempersarafi kulit sisi medial lengan

16.

bawah.
Nervus ulnaris: Mempersarafi satu setengah otot fleksor lengan bawah dan otot-

17.
18.

otot kecil tangan, dan kulit tangan di sebelah medial.


Nervus medianus: Memberikan cabang C5, C6, C7 untuk nervus medianus.
Nervus musculocutaneus: Berasal dari C5 dan C6, mempersarafi otot
coracobrachialis, otot brachialis, dan otot biceps brachii. Selanjutnya cabang ini

19.

akan menjadi nervus cutaneus lateralis dari lengan atas.


Nervusdorsalis scapulae: Nervus dorsalis scapulae bersal dari ramus C5,

20.
21.

mempersarafi otot rhomboideus.


Nervus transverses colli
Nervus nuricularis: Nervus auricularis posterior berjalan berdekatan menuju

22.
23.

foramen, Letakanatomisnya: sebelah atas dengan lamina terminalis,


NervusSubcostalis: Mempersarafi sistem kerja ginjal dan letaknya.
Nervus Iliochypogastricus: Nervus iliohypogastricusberpusat pada medulla

24.

spinalis.
Nervus Iliongnalis: Nervus yang mempersyarafi system genetal, atau kelamin
manusia.

25.

NervusGenitofemularis: Nervus genitofemoralis berpusat pada medulla spinalis


L1-2, berjalan ke caudal, menembus m. Psoas major setinggi vertebra lumbalis

26.

.
Nervus Cutaneus Femoris Lateralis: Mempersyarafi tungkai atas, bagian lateral

27.
28.

tungkai bawah, serta bagian lateral kaki.


NervusFemoralis: Nervus yang mempersyarafi daerah paha dan otot paha.
NervusGluteus Superior: Nervus gluteus superior (L4, 5, dan paha, walaupun

29.
30.

sering dijumpai percabangan dengan letak yang lebih tinggi.


Nervus Ischiadicus: Nervus yang mempersyarafi pangkal paha
NervusCutaneus Femoris Inferior: Nervus yang mempersyarafi bagian (s2 dan

31.

s3) pada bagian lengan bawah.


Nervus Pudendus: Letak nervus pudendus berdekatan dengan ujung spina
ischiadica. Nervus pudendus, Nervus pudendus menyarafi otot levator ani, dan
otot perineum(ke kiri / kanan ), sedangkan letak kepalanya dibuat sedikit lebih
rendah.

Tabel no. 2. Tabel Sistem saraf medulla spinalis


Jumlah

Medula

7 pasang

daerah
Servix

spinalis

Menuju
Kulit kepala, leher dan otot
tangan, membentuk daerah

12 pasang

Punggung/toraks

tengkuk.
Organ-organ dalam, membentuk
bagian belakang torax atau

5 pasang

Lumbal/pinggang

dada.
Paha, membentuk daerah lumbal

5 pasang

Sakral/kelangkang

atau pinggang.
Otot betis, kaki dan jari kaki,
membentuk os sakrum (tulang

1 pasang

Koksigeal

kelangkang).
Sekitar tulang ekor, membentuk

tulang koksigeus (tulang tungging)


(Sumber: Sistem Saraf I Andienchandras Blog.htm)
Bila sumsum tulang belakang ini mengalami cidera ditempat tertentu, maka akan
mempengaruhi sistem saraf disekitarnya, bahkan bisa menyebabkan kelumpuhan di area
bagian bawah tubuh, seperti anggota gerak bawah (kaki).

Secara fungsi, sumsum tulang belakang bekerja secara sadar dan tak sadar (saraf
otonom). Sumsum tulang belakang yang bekerja secara sadar di atur oleh otak sedangkan
sistem saraf tidak sadar (saraf otonom) mengontrol aktivitas yang tidak diatur oleh kerja otak
seperti denyut jantung, sistem pencernaan, sekresi keringat, gerak peristaltic usus, dan lainlain.

Fungsi sumsum tulang belakang yang utama adalah sebagai berikut.


1. Menghubungkan sistem saraf tepi ke otak. Informasi melalui neuron sensori

ditransmisikan dengan bantuan interneuron (impuls saraf dari dan ke otak).


2. Memungkinan jalan terpendek dari gerak refleks. Sehingga sumsum tulang belakang

juga biasa disebut saraf refleks.


3. Mengurusi persarafan tubuh, anggota badan dan kepala

2.3 Penyebab atau Etiologi dan Faktor Resiko trauma Medula Spinalis

Cedera Medula Spinalis disebapkan oleh trauma langsung yang mengenai tulang
belakang dimana trauma tersebut melampaui batas kemampuan tulang belakang dalam
melindungi saraf-saraf di dalamnya
Cedera sumsum tulang belakang terjadi akibat patah tulang belakang dan terbanyak
mengenai daerah servikal dan lumbal.cedera terjadi akibat hiperfleksi, hiperekstensi,
kompressi, atau rotasi tulang belakang.didaerah torakal tidak banyak terjadi karena terlindung
dengan struktur toraks.
Fraktur

dapat

berupa

patah

tulang

sederhana,

kompressi,

kominutif,

dan

dislokasi, sedangkan kerusakan pada sumsum tulanmg belakang dapat beruypa


memar, contusio, kerusakan melintang, laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran
darah,

atau

perdarahan.Kelainan

sekunder

pada

sumsum

belakang

dapat

doisebabkan hipoksemia dana iskemia.iskamia disebabkan hipotensi, oedema, atau


kompressi.
Perlu disadar bahwa kerusakan pada sumsum belakang merupakan kerusakan
yang permanen karena tidak akan terjadi regenerasi dari jaringan saraf. Pada fase awal
setelah trauma tidak dapat dipastikan apakah gangguan fungsi disebabkan oleh
kerusakan sebenarnya dari jaringan saraf atau disebabkan oleh tekanan, memar, atau
oedema.
A. Etiologi cedera spinal adalah:
1. Trauma misalnya kecelakaan lalu lintas, terjatuh, kegiatan olah raga, luka
tusuk atau luka tembak.
2. Non trauma seperti spondilitis

servikal

dengan

myelopati,

myelitis,

osteoporosis, tumor.
Menurut Arif muttaqin (2005, hal. 98) penyebab dari cedera medula spinalis adalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kecelakaan dijalan raya (penyebab paling sering).


Olahraga
Menyelan pada air yang dangkal
Kecelakaan lain, seperti jatuh dari pohon atau bangunan
Trauma karena tali pengaman (Fraktur Chance)
Kejatuhan benda keras
Gangguan spinal bawaan atau cacat sejak kecil atau kondisi patologis yang

8.
9.

menimbulkan penyakit tulang atau melemahnya tulang. (Harsono, 2000).


Luka tembak atau luka tikam
Gangguan lain yang dapat menyebabkan cedera medulla spinalis slompai,
yang seperti spondiliosis servikal dengan mielopati, yang menghasilkan saluran
sempit dan mengakibatkan cedera progresif terhadap medulla spinalis dan akar

mielitis akibat proses inflamasi infeksi maupun non infeksi osteoporosis yang
disebabkan oleh fraktur kompresi pada vertebra, singmelia, tumor infiltrasi
10.
11.
12.
13.

maupun kompresi, dan penyakit vascular.


Keganasan yang menyebabkan fraktur patologik
Infeksi
Osteoporosis
Mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan saat mengendarai mobil atau sepeda
motor.

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi trauma medulla spinalis


1. Usia
Pada usia 45-an fraktur banyak terjadi pada pria di bandingkan pada wanita
2.

3.

karena olahraga, pekerjaan, dan kecelakaan bermotor.


Jenis Kelamin
Belakangan ini wanita lebih banyak dibandingkan pria karena faktor
osteoporosis yang di asosiasikan dengan perubahan hormonal (menopause).
Status Nutrisi

2.4 Patofisiologi
Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma dapat menyebabkan kerusakan
pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena
fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat
menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash/trauma indirek.
Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang
secara cepat dan mendadak.Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian servikalis
bawah maupun torakalis bawah misal; pada waktu duduk dikendaraan yang sedang cepat
berjalan kemudian berhenti secara mendadak. Atau pada waktu terjun dari jarak tinggi,
menyelam dan masuk air yang dapat mengakibatkan paraplegia.
Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan
vertical (terutama pada T.12 sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis
dapat bersifat sementara atau menetap. Akibat trauma terhadap tulang belakang, medula
spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat
sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema,
perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla
spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi,
contusio, laserasio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis.
Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara
langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan / menggeserkan ruas tulang

belakang (fraktur dan dislokasi). Lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen
yang terkena (segmentransversa, hemitransversa, kuadran transversa). hematomielia adalah
perdarahan dalam medulla spinalis yang berbentuk lonjong dan bertempat di substansia
grisea. Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri,
jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio. Kompresi medulla spinalis terjadi
karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.
Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic
dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater
dan kolumna vertebralis. Gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla
spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis
Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik
dan mengalami jejas/reksis.pada trauma whislap, radiks columna 5-7 dapat mengalami hal
demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia,
gambaran tersebut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible.
Jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik
yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9
yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang
bersangkutan dan sindroma sistema anastomosis anterial anterior spinal.
Kerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara (dimana pasien sembuh
sempurna) sampai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medula (baik salah satu
maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula (yang membuat pasien paralisis
dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke extradural
subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi kontusio atau
robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah
ke substansia griseria medula spinalis menjadi terganggu tidak hanya hal ini saja yang
terjadi pada cidera pembuluh darah medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap
menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian-kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi
hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan mielin dan akson.
Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis pada tingkat
cidera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera. Untuk itu jika kerusakan
medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan
menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk

mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan
menetap
Akibat suatu trauma mengenai vertebrata mengakibatkan patah tulang belakang. Paling
banyak servikalis, lumbalis. Fraktur dapat berupa patah tulang sederhana kompresi
dislokasia, sedangkan pada sumsum tulang belakang dapat berupa memar / kontusio
laserasi dengan / tanpa perdarahan. Blok syaraf simpatis pelepasan mediator kimia iskemia,
dan hipoksemia, syok spinal, gangguan fungsi kandung kemih. Lokasi cedera medula spinalis
umumnya mengenai C1 dan C2,C4,C6, dan T11 atau L2. Trauma medulla spinalis dapat
terjadi pada lumbal 1-5
1. Lesi L1: Kehilangan sensorik yaitu sama menyebar sampai lipat paha dan bagian
2.
3.
4.
5.

dari bokong.
Lesi L2: Ekstremitas bagian bawah kecuali 1/3 atas dari anterior paha.
Lesi L3: Ekstremitas bagian bawah.
Lesi L4: Ekstremitas bagian bawah kecuali anterior paha.
Lesi L5: Bagian luar kaki dan pergelangan kaki.

Mekanisme utama terjadinya cedera vertebra adalah karena hiperekstensi, hiperfleksi,


trauma kompresi vertikal dan rotasi, bisa sendiri atau kombinasi. Cedera karena
hiperekstensi paling umum terjadi pada area cervikal dan kerusakan terjadi akibat kekuatan
akselerasi deselerasi. Cedera akibat hiperfleksi terjadi akibat regangan atau tarikan yang
berlebihan, kompresi dan perubahan bentuk dari medula spinalis secara tiba tiba.
Kerusakan medula spinalis terjadi akibat kompresi tulang, herniasi disk, hematoma,
edema, regangan jaringa saraf dan gangguan sirkulasi pada spinal. Adanya perdarahan
akibat trauma dari gray sampai white matter menurunkan perfusi vaskuler dan menurunkan
kadar oksigen dan menyebabkan iskemia pada daerah cedera. Keadaan tersebut lebih lanjut
mengakibatkan edema sel dan jaringan menjadi nekrosis. Sirkulasi dalam white matter akan
kembali menjadi normal kurang lenih 24 jam. Perubahan kimia dan metabolisme yang terjadi
adalah meningkatnya asam laktat dalam jaringan dan menurunnya kadar oksigen secara
cepat 30 enit setelah trauma, meningkatnya konsentrasi norephineprine. Meningkatnya
norephineprine disebabkan karena efek sikemia, ruptur vaskuler atau nekrosis jaringan saraf.
Trauma medula spinalis dapat menimbulkan renjatan spinal (spinal shock) yaitu terjadi
jika kerusakan secara tranversal sehingga mengakibatkan pemotongan komplit rangsangan.
Pemotongan komplit rangsangan menimbulkan semua fungsi reflektorik pada semua segmen
di bawah garis kerusakan akan hilang. Fase renjatan ini berlangsung beberpa minggu sampai
beberapa bulan (3 6 minggu).

Trauma pada daerah leher dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur kolumna
vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, dan kompresi medula spinalis
pada setiap sisinya dapat menekan spinal dan bermanifestasi pada kompresi radiks, dan
distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang servikal.
TABEL Kondisi Patologis Saraf Spinal Akibat Cedera
Batas Cedera
C1 C 4

Fungsi yang Hilang


Hilangnya fungsi motorik dan sensorik leher ke
bawah. Paralisis pernafasan, tidak terkontrolnya

C5

bowel dan blader.


Hilangnya fungsi motorik dari atas bahu ke bawah.
Hilangnya sensasi di bawah klavikula. Tidak

C6

terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya fungsi motorik di bawah batas bahu dan
lengan. Sensasi lebih banyak pada lengan dan
jempol.

C7

Fungsi motorik yang kurang sempurna pada bahu,


siku, pergelangan dan bagian dari lengan. Sensasi
lebih

banyak

pada

lengan

dan

tangan

dibandingkan pada C6. Yang lain mengalami


C8

fungsi yang sama dengan C5.


Mampu mengontrol lengan tetapi beberapa hari
lengan mengalami kelemahan. Hilangnya sensai

T1-T6

di bawah dada.
Hilangnya kemampuan motorik dan sensorik di
bawah dada tengah. Kemungkinan beberapa otot
interkosta

T6 T12

mengalami

kerusakan.

Hilangnya

kontrol bowel dan blader.


Hilangnya kemampuan motorik dan sensasi di
bawah pinggang. Fungsi pernafasan sempurna

L1 L3

tetapi hilangnya fngsi bowel dan blader.


Hilannya fungsi motorik dari plevis dan tungkai.
Hilangnya sensasi dari abdomen bagian bawah

L4 S1

dan tungkai. Tidak terkontrolnya bowel dan blader.


Hilangnya bebrapa fungsi motorik pada pangkal
paha, lutut dan kaki. Tidak terkontrolnya bowel
dan blader.

S2 S4

Hilangnya fungsi motorik ankle plantar fleksor.


Hilangnya sensai pada tungkai dan perineum.
Pada keadaan awal terjadi gangguan bowel dan
blader.

Trauma pada servikal bisa menyebabkan cedera spinal stabil dan tidak stabil. Cedera
stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh gerakan normal
sehingga sumsum tulang yang tidak rusak dan biasanya resikonya lebih rendah. Cedera
tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana terjadi
perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan, arkus
tulang posterior, ligamen interspinosa dan supraspinosa), komponen pertengahan (sepertiga
bagian posterior badan vertebral, bagian posterior dari diskus intervertebralis dan ligamen
longitudinal posterior), dan kolumna anterior (dua-pertiga bagian anterior korpus vertebra,
bagian anterior diskus intervertebralis, dan ligamen longitudinal anterior).
Pada cedera hiperekstensi servikal, pukulan pada muka atau dahi akan memaksa
kepala kebelakang dan tak ada yang menyangga oksiput hingga kepala itu membentur
bagian atas punggung. Ligamen anterior dan diskus dapat rusak atau arkus saraf mungkin
mengalami kerusakan.
Pada cedera fleksi akan meremukan badan vertebra menjadi baji; ini adalah cedera
yang stabil dan merupakan tipe fraktur vertebral yang paling sering ditemukan. Jika ligamen
posterior tersobek, cedera bersifat tak stabil dan badan vertebra bagian atas dapat miring ke
depan diatas badan vertebra dibawahnya.
Cedera vertebra torako-lumbal bisa disebabkan oleh trauma langsung pada torakal atau
bersifat patologis seperti pada kondisi osteoporosis yang akan mengalami fraktur kompresi
akibat keruntuhan tulang belakang. Fraktur kompresi dan fraktur dislokasi biasanya stabil.
Tetapi, kanalis spinalis pada segmen torakalis relatif sempit, sehingga kerusakan korda
sering ditemukan dengan adanya manifestasi defisit neurologis.
Kompresi vertikal (aksial); suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai
vertebra yang akan menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan
permukaan serta badan vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan
vertebra dan menyebabkan vertebra menjadi pecah (burst). Pada kondisi ini terjadi Burst
Fracture, kerusakan pada badan tulang belakang dan medula spinalis secara klinis akan
lebih parah di mana apabila ligamen posterior sobek maka akan terjadi fraktur spinal tidak
stabil.

Akibat kecelakaan, terpeleset, terjatuh dari motor, jatuh dari ketinggian dalam posisi
berdiri menyebabkan cedera pada kolumna vertebra dan medulla spinalis yang dapat
menyebabkan gangguan pada beberapa system, diantaranya :
1)

Kerusakan jalur simpatetik desending yang mengakibatkan terputusnya jaringan


saraf medulla spinalis, karena jaringan saraf ini terputus maka akan menimbulkan

2)

paralisis dan paraplegi pada ekstremitas.


Dari cedera tersebut akan menimbulkan perdarahan makroskopis yang akan
menimbulkan reaksi peradangan, dari reaksi peradangan tersebut akan
melepaskan mediator kimiawi yang menyebabkan timbulnya nyeri hebat dan
akut, nyeri yang timbul berkepanjangan mengakibatkan syok spinal yang apabila
berkepanjangan dapat menurunkan tingkat kesadaran. Reaksi peradangan
tersebut juga menimbulkan juga menyebabkan edema yang dapat menekan
jaringan sekitar sehingga aliran darah dan oksigen ke jaringan tersebut menjadi
terhambat dan mengalami hipoksia jaringan. Reaksi anastetik yang ditimbulkan
dari reaksi peradangan tersebut juga menimbulkan kerusakan pada system

3)

eliminasi urine.
Blok pada saraf simpatis juga dapat diakibatkan dari cedera tulang belakang
yang menyebabkan kelumpuhan otot pernapasan sehinggan pemasukan oksigen
ke dalam tubuh akan menurun, dengan menurunnya kadar oksigen ke dalam
tubuh akan mengakibatkan tubuh berkompensasi dengan meningkatkan
frekuensi pernapasan sehingga timbul sesak.

Hiperekstensi. Jenis cedera ini umumnya mengenai klien dengan usia dewasa yang
memiliki perubahan degenerative vertebra,usia muda yang mendapat kecelakaan lalu lintas
saat

mengendarai

kendaraan,

dan

usia

muda

yang

mengalami

cedera

leher

saat menyelam.Jenis cedera ini menyebabkan medulla spinalis bertentangan dengan


ligamentum flava dan mengakibatkan kontusio kolom dan dislokasi vertebra.Transeksi
lengkap dan medulla spinalis dapat mengikuti cedera hiperekstensi.Lesi lengkap dari medulla
spinalis mengakibatkan kehilangan pergerakan volunter menurun pada daerah lesi dan
kehilangan fungsi reflex pada isolasi bagian medulla spinalis.
Kompresi. Cedera kompresi sering disebabkan karena jatuh atau melompat dari
ketinggian dengan posisi kaki atau bokong (duduk). Tekanan mengakibatkan fraktur vertebra
dan menekan medulla spinalis .Diskus dan fragmen tulang dapat masuk ke medulla
spinalis .Lumbal dan toraks vertebra umumnya akan mengalami cedera serta menyebabkan

edema dan perdarahan. Edema pada medulla spinalis mengakibatkan kehilangan fungsi
sensasi.
Trauma pada medula spinalis dapat bermanifestasi pada kerusakan struktur kolumna
vertebra, kompresi diskus, sobeknya ligamentum servikalis, torakalis, lumbal dan sakral,
serta kompresi medula spinalis pada setiap sisinya yang dapat bermanifestasi pada kompresi
radiks dan distribusi saraf sesuai segmen dari tulang belakang.
Trauma pada medula spinalis bisa menyebabkan cedera spinal stabil maupun tidak
stabil. Cedera stabil adalah cedera yang komponen vertebralnya tidak akan tergeser oleh
gerakan normal sehingga sumsum tulang tidak rusak dan risikonya lebih rendah.
Cedera tidak stabil adalah cedera yang dapat mengalami pergeseran lebih jauh dimana
terjadi perubahan struktur dari oseoligamentosa posterior (pedikulus, sendi-sendi permukaan,
komponen pertengahan dan kolumna anterior.
Fleksi-rotasi, dislokasi, dislokasi fraktur, umumnya mengenai servikal pada C5 dan C6.
Jika mengenai spina torakalumbar, terjadi pada T12-L1. Fraktur lumbar adalah fraktur yang
terjadi pada daerah tulang belakng bagian bawah. Bentuk cedera ini mengenai ligamen,
fraktur vertebra, kerusakan pembuluh darah, dan mengakibatkan iskemia pada medulla
spinalis.

2.5

Mekanisme Terjadinya Cedera Medulla Spinalis

1. Fleksi
Trauma terjadi akibat fleksi dan disertai dengan sedikit kompresi pada vertebra.
Vertebra mengalami tekanan berbentuk remuk yang dapat menyebabkan kerusakan atau
tanpa kerusakan ligamen posterior. Apabila terdapat kerusakan ligamen posterior, maka
fraktur bersifat tidak stabil dan dapat terjadi subluksasi
2. Fleksi dan rotasi
Trauma jenis ini merupakan suatu trauma fleksi yang bersama-sama dengan rotasi.
Terdapat strain dari ligamen dan kapsul, juga ditemukan fraktur faset. Pada keadaan ini
terjadi pergerakan kedepan/dislokasi vertebra di atasnya. Semua fraktur dislokasi bersifat
tidak stabil.

3. Kompresi Vertikal (aksial)


Suatu trauma vertikal yang secara langsung mengenai vertebra yang akan
menyebabkan kompresi aksial. Nukleus pulposus akan memecahkan permukaan serta badan
vertebra secara vertikal. Material diskus akan masuk dalam badan vertebra dan
menyebabkan vertebra menjadi rekah (pecah). Pada trauma ini elemen posterior masih intak
sehingga fraktur yang terjadi bersifat stabil
4. Hiperekstensi atau retrofleksi
Biasanya terjadi hiperekstensi sehingga terjadi kombinasi distraksi dan ekstensi.
Keadaan ini sering ditemukan pada vertebra servikal dan jarang pada vertebra torakolumbalis. Ligamen anterior dan diskus dapat mengalami kerusakan atau terjadi fraktur pada
arkus neuralis. Fraktur ini biasanya bersifat stabil.
5. Fleksi lateral
Kompresi atau trauma distraksi yang menimbulkan fleksi lateral akan menyebabkan
fraktur pada komponen lateral, yaitu pedikel, foramen vertebra, dan sendi faset.
6. Fraktur dislokasi
Suatu trauma yang menyebabkan terjadinya fraktur tulang belakang dan terjadi
dislokasi pada ruas tulang belakang
Berikut ini adalah mekanisme cedera tumpul spinal menurut Campbell (2004 ; 131) :
1. Hiperektensi
Kepala dan leher bergerak ke belakang / hiperektensi secara berlebihan.
2. Hiperfleksi
Ke pala di atas dada bergerak ke depan / heperfleksi dengan berlebihan.
3. Kompresi
Bobot tubuh dari kepala hingga pelvis mengakibatkan penekanan pada leher atau
batang tubuh.
4. Rotasi
Rotasi yang berlebih dari batang tubuh atau kepala dan leher sehingga terjadi
pergerakan berlawanan arah dari kolumna spinalis.
5. Penekanan ke samping
Pergerakan ke samping yang berlebih menyebabkan pergeseran dari kolumna spinalis.
6. Distraksi
Peregangan yang berlebihan dan kolumna spinalis dan spinal cord.

Faktor yang membedakan cedera medulla spinalis dengan cedera kranio


serebral adalah:
1. Konsentrasi yang tinggi dari traktus dan pusat saraf yang
penting dalam suatu struktur yang diameternya relative kecil.
2. Posisi medulla spinalis dalam kolumna vertebralis
3. Adanya osteofit
4. Fariasi suplai pembuluh darah
Efek pada jaringan saraf paling penting pada medula spinalis, ada 4 mekanisme yang
mendasari:
1.

Kompresi oleh tulang, ligamen, benda asing, dan hematoma. Kerusakan paling
berat disebabkan oleh kompresi tulang, kompresi dari fragmen korpus vertebra

2.

yang tergeser ke belakang, dan cedera hiperekstensi.


Tarikan/regangan jaringan: regangan yang berlebihan yang menyebabkan
gangguan jaringan biasanya setelah hiperfleksi.
Toleransi regangan pada mendula spinalis menurun sesuai dengan usia yang

3.

bertambah.
Edema medula spinalis timbul segera dan menimbulkan gangguan sirkulasi

4.

kapiler lebih lanjut serta aliran balik vena, yang menyertai cedera primer.
Gangguan sirkulasi merupakan hasil kompresi oleh tulang atau struktur lain
pada sistem arteri spinalis posterior atau anterior.

Menurut Arif Mutaqim, (2005, hal. 99) jenis-jenis trauma pada sumsum tulang
belakang dan saraf tulang belakang adalah:
a.

Transeksi tidak total.


Transeksi tidak total disebabkan oleh trauma fleksi atau ekstensi karena terjadi
pergeseran lamina di atap dan pinggir vertebra yang mengatami fraktur di
sebelah bawah. Selain itu, dapat terjadi perdarahan pada sumsum tulang yang

b.

disebut hematomielia.
Transeksi total.
Transeksi total terjadi akibat suatu trauma yang menyebabkan fraktur dislokasi.
Fraktur tersebut disebabkan oleh fleksi atau rotasi yang dapat menyebabkan
hilangnya fungsi segmen di bawah trauma.

2.6.

Klasifikasi Cedera Medulla Spinalis

Berdasarkan sifat kondisi fraktur yang terjadi, Kelly dan Whitesides mengkategorikan
cedera spinal menjadi cedera stabil dan cedera non-stabil. Cedera stabil mencakup cedera
kompresi korpus vertebra baik anterior atau lateral dan burst fracture derajat ringan.
Sedangkan cedera yang tidak stabil mencakup cedera fleksi-dislokasi, fleksi-rotasi, dislokasifraktur (slice injury), dan burst fracture hebat.
1. Cedera stabil
Bila kemampuan fragmen tulang tidak memengaruhi kemampuan untuk bergeser
lebih jauh selain yang terjadi saat cedera. Komponen arkus neural intak serta ligament yang
menghubungkan ruas tulang belakang, terutama ligament longitudinal posterior tidak robek.
Cedera stabil disebabkan oleh tenga fleksi, ekstensi, dan kompresi yang sederhana terhadap
kolumna tulang belakang dan paling sering tampakd pada daerah toraks bawah serta lumbal
(fruktur baji badan ruas tulang belakang sering disebabkan oleh fleksi akut pada tulang
belakang).
a. Fleksi
Cedera fleksi akibat fraktura kompresi baji dari vertebra torakolumbal umum
ditemukan dan stabil. Kerusakan neurologik tidak lazim ditemukan. Cedera ini
menimbulkan rasa sakit, dan penatalaksanaannya terdiri atas perawatan di
rumah sakit selama beberapa hari istorahat total di tempat tidur dan observasi
terhadap paralitik ileus sekunder terhadap keterlibatan ganglia simpatik. Jika baji
lebih besar daripada 50 persen, brace atau gips dalam ekstensi dianjurkan. Jika
tidak, analgetik, korset, dan ambulasi dini diperlukan. Ketidaknyamanan yang
berkepanjangan tidak lazim ditemukan.

b. Fleksi ke Lateral dan Ekstensi


Cedera ini jarang ditemukan pada daerah torakolumbal. Cedera ini stabil, dan
defisit neurologik jarang. Terapi untuk kenyamanan pasien (analgetik dan korset)
adalah semua yang dibutuhkan.

c. Kompresi Vertikal
Tenaga aksial mengakibatkan kompresi aksial dari 2 jenis : (1) protrusi diskus ke
dalam lempeng akhir vertebral, (2) fraktura ledakan. Yang pertama terjadi pada
pasien muda dengan protrusi nukleus melalui lempeng akhir vertebra ke dalam
tulang berpori yang lunak. Ini merupakan fraktura yang stabil, dan defisit
neurologik tidak terjadi. Terapi termasuk analgetik, istirahat di tempat tidur selama
beberapa hari, dan korset untuk beberapa minggu. Meskipun fraktura ledakan
agak stabil, keterlibatan neurologik dapat terjadi karena masuknya fragmen ke
dalam kanalis spinalis. CT-Scan memberikan informasi radiologik yang lebih

berharga pada cedera. Jika tidak ada keterlibatan neurologik, pasien ditangani
dengan istirahat di tempat tidur sampai gejala-gejala akut menghilang. Brace atau
jaket gips untuk menyokong vertebra yang digunakan selama 3 atau 4 bulan
direkomendasikan. Jika ada keterlibatan neurologik, fragmen harus dipindahkan
dari kanalis neuralis. Pendekatan bisa dari anterior, lateral atau posterior.
Stabilisasi dengan batang kawat, plat atau graft tulang penting untuk mencegah
ketidakstabilan setelah dekompresi.
2. Cedera Tidak Stabil
Fraktur memengaruhi kemampuan untuk bergeser lebih jauh. Hal ini disebabkan
oleh adanyan elemen rotasi terhadap cedera fleksi atau ekstensi yang cukup untuk merobek
ligament longitudinal posterior serta merusak keutuhan arkus neural, baik akibat fraktur pada
fedekel dan lamina, maupun oleh dislokasi sendi apofiseal.
a. Cedera Rotasi Fleksi
Kombinasi dari fleksi dan rotasi dapat mengakibatkan fraktura dislokasi dengan
vertebra yang sangat tidak stabil. Karena cedera ini sangat tidak stabil, pasien
harus ditangani dengan hati-hati untuk melindungi medula spinalis dan radiks.
Fraktura dislokasi ini paling sering terjadi pada daerah transisional T10 sampai L1
dan berhubungan dengan insiden yang tinggi dari gangguan neurologik. Setelah
radiografik yang akurat didapatkan (terutama CT-Scan), dekompresi dengan
memindahkan unsur yang tergeser dan stabilisasi spinal menggunakan berbagai
alat metalik diindikasikan.
b. Fraktura Potong
Vertebra dapat tergeser ke arah anteroposterior atau lateral akibat trauma parah.
Pedikel atau prosesus artikularis biasanya patah. Jika cedera terjadi pada daerah
toraks, mengakibatkan paraplegia lengkap. Meskipun fraktura ini sangat tidak
stabil pada daerah lumbal, jarang terjadi gangguan neurologi karena ruang bebas
yang luas pada kanalis neuralis lumbalis. Fraktura ini ditangani seperti pada
cedera fleksi-rotasi.
c. Cedera Fleksi-Rotasi
Change fracture terjadi akibat tenaga distraksi seperti pada cedera sabuk
pengaman. Terjadi pemisahan horizontal, dan fraktura biasanya tidak stabil.
Stabilisasi bedah direkomendasikan.
Klasifikasi trauma Medula Spinalis

Trauma medula spinalis dapat diklasifikasikan :


1. Komosio modula spinalis adalah suatu keadaan dimana fungsi mendula spinalis
hilang sementara tanpa disertai gejala sisa atau sembuh secara sempurna.
Kerusakan pada komosio medula spinalis dapat berupa edema, perdarahan
verivaskuler kecil-kecil dan infark pada sekitar pembuluh darah.
2. Komprensi medula spinalis berhubngan dengan cedera vertebral, akibat dari tekanan
pada edula spinalis.
3. Kontusio adalah kondisi dimana terjadi kerusakan pada vertebrata, ligament dengan
terjadinya perdarahan, edema perubahan neuron dan reaksi peradangan.
4. Laserasio medula spinalis merupakan kondisi yang berat karena terjadi kerusakan
medula spinalis. Biasanya disebabkan karena dislokasi, luka tembak. Hilangnya
fungsi medula spinalis umumnya bersifat permanen.

2.7.

Manifestasi Klinis
Gambaran klinik tergantung pada lokasi dan besarnya kerusakan yang terjadi.

Kerusakan meningitis;lintang memberikan gambaran berupa hilangnya fungsi motorik


maupun sensorik kaudal dari tempat kerusakan disertai shock spinal. Shock spinal terjadi
pada kerusakan mendadak sumsum tulang belakang karena hilangnya rangsang yang
berasal dari pusat. Peristiwa ini umumnya berlangsung selama 1-6 minggu, kadang lebih
lama. Tandanya adalah kelumpuhan flasid, anastesia, refleksi, hilangnya fersfirasi, gangguan
fungsi rectum dan kandung kemih, triafismus, bradikardia dan hipotensi. Setelah shock spinal
pulih kembali, akan terdapat hiperrefleksi terlihat pula pada tanda gangguan fungsi otonom,
berupa kulit kering karena tidak berkeringat dan hipotensi ortostatik serta gangguan fungsi
kandung kemih dan gangguan defekasi (Price &Wilson (1995).
Sindrom sumsum belakang bagian depan menunjukkan kelumpuhan otot lurik dibawah
tempat kerusakan disertai hilangnya rasa nyeri dan suhu pada kedua sisinya, sedangkan
rasa raba dan posisi tidak terganggu (Price &Wilson (1995).
Cedera sumsum belakang sentral jarang ditemukan. Keadaan ini pada umumnnya
terjadi akibat cedera didaerah servikal dan disebabkan oleh hiperekstensi mendadak
sehinnga sumsum belakang terdesak dari dorsal oleh ligamentum flavum yang terlipat.cedera
tersebut dapat terjadi pada orang yang memikul barang berat diatas kepala, kemudian terjadi
gangguan keseimbangan yang mendadak sehingga beban jatuh dan tulang belakang
sekonyong-konyong di hiperekstensi. Gambaran klinik berupa tetraparese parsial. Gangguan
pada ekstremitas atas lebih ringan daripada ekstremitas atas sedangkan daerah perianal
tidak terganggu (Aston. J.N, 1998).

Kerusakan tulang belakang setinggi vertebra lumbal 1 dan 2 mengakibatkan anaestesia


perianal, gangguan fungsi defekasi, miksi, impotensi serta hilangnya refleks anal dan refleks
bulbokafernosa (Aston. J.N, 1998).
Manifestasi Klinis Trauma Medula Spinalis (Brunner dan Suddarth, 2001)
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
k.

Nyeri akut pada belakang leher, yang menyebar sepanjang saraf yang terkena
Paraplegia
Tingkat neurologik
Paralisis sensorik motorik total
Kehilangan kontrol kandung kemih (refensi urine, distensi kandung kemih)
Penurunan keringat dan tonus vasomoto
Penurunan fungsi pernafasan
Gagal nafas
Pasien biasanya mengatakan takut leher atau tulang punggungnya patah
Kehilangan kontrol kandung kemih dan usus besar
Biasanay terjadi retensi urine, dan distensi kandung kemih, penurunan keringat

dan tonus vasomotor, penurunan tekana darah diawalai dengan vaskuler perifer.
l. Penurunan fungsi pernafasan sampai pada kegagalan pernafasan
m. Kehilangan kesadaran
n. Kelemahan motorik ekstermitas atas lebih besar dari ekstermitas bawah
o. Penurunan keringat dan tonus vasomotor

2.8 Tanda dan Gejala


Tanda spinal shock (pemotongan komplit ransangan), meliputi: Flaccid paralisis dibawah
batas luka, hilangnya sensasi dibawah batas luka, hilangnya reflek-reflek spinal dibawah
batas luka, hilangnya tonus vaso motor (Hipotensi),Tidak ada keringat dibawah batas luka,
inkontinensia urine dan retensi feses berlangsung lama hiperreflek/paralisis spastic
Pemotongan sebagian rangsangan: tidak simetrisnya flaccid paralisis, tidak simetrisnya
hilangnya reflek dibawah batas luka, beberapa sensasi tetap utuh dibawah batas luka,
vasomotor menurun, menurunnya blader atau bowel, berkurangnya keluarnya keringat satu
sisi tubuh.
Tanda dan Gejala Cedera Medula Spinalis
Tanda dan gejala cedera medula spinalis tergantung dari tingkat kerusakan dan
lokasi kerusakan. Dibawah garis kerusakan terjadi misalnya hilangnya gerakan volunter,
hilangnya sensasi nyeri, temperature, tekanan dan proprioseption, hilangnya fungsi bowel
dan bladder dan hilangnya fungsi spinal dan refleks autonom.
1.
1. Perubahan refleks

Setelah terjadi cedera medula spinalis terjadi edema medula spinalis sehingga
stimulus refleks juga terganggu misalnya rfeleks p[ada blader, refleks ejakulasi dan
aktivitas viseral.
2. Spasme otot
Gangguan spame otot terutama terjadi pada trauma komplit transversal, dimana
pasien trejadi ketidakmampuan melakukan pergerakan.
2. Spinal shock
Tanda dan gejala spinal shock meliputi flacid paralisis di bawah garis kerusakan,
hilangnya sensasi, hilangnya refleks refleks spinal, hilangnya tonus vasomotor
yang mengakibatkan tidak stabilnya tekanan darah, tidak adanya keringat di bawah
garis kerusakan dan inkontinensia urine dan retensi feses.
3. Autonomik dysrefleksia
Terjadi pada cedera T6 keatas, dimana pasien mengalami gangguan refleks
autonom seperti terjadinya bradikardia, hipertensi paroksismal, distensi bladder.
4. Gangguan fungsi seksual.
Banyak kasus memperlihatkan pada laki laki adanya impotensi, menurunnya
sensai dan kesulitan ejakulasi. Pasien dapat ereksi tetapi tidak dapat ejakulasi.
Menurut menurut ENA (2000 : 426), tanda dan gejala adalah sebagai berikut:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Pernapasan dangkal
Penggunaan otot-otot pernapasan
Pergerakan dinding dada
Hipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg)
Bradikardi
Kulit teraba hangat dan kering
Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh

bergantung pada suhu lingkungan)


8) Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak
9) Kehilangan sensasi
10) Terjadi paralisis, paraparesis, paraplegia atau quadriparesis/quadriplegia
11) Adanya spasme otot, kekakuan
Menurut menurut Campbell (2004 ; 133)
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Kelemahan otot
Adanya deformitas tulang belakang
Adanya nyeri ketika tulang belakang bergerak
Terjadinya perubahan bentuk tulang servikal akibat cedera
Kehilangan control dalam eliminasi urin dan feses,
Terjadinya gangguan pada ereksi penis (priapism)

2.9 Prognosis
Pasien dengan cedera medula spinalis komplet hanya mempunyai harapan untuk
sembuh kurang dari 5%. Jika kelumpuhan total telah terjadi selama 72 jam, maka peluang
untuk sembuh menjadi tidak ada. Jika sebagian fungsi sensorik masih ada, maka pasien
mempunyai kesempatan untuk dapat berjalan kembali sebesar 50%. Secara umum, 90%
penderita cedera medula spinalis dapat sembuh dan mandiri
1. Sumsum tulang belakang memiliki kekuatan regenerasi.yang sangat terbatas
2. Pasien dengan complete cord injury memiliki kesempatan recovery yang sangat rendah,
terutama jika paralysis berlangsung selama lebih dari 72 jam.
3. Prognosis jauh lebih baik untuk incomplete cord syndromes
4. Prognosis untuk cervical spine fractures and dislocations sangat bervariasi, tergantung
pada tingkat kecacatan neurologis
5. Prognosis untuk defisit neurologis tergantung pada besarnya kerusakansaraf tulang
belakang pada saat onset.
6. Selain disfungsi neurologis, prognosis juga ditentukan oleh pencegahandan keefektifan
pengobatan infeksi - misalnya, pneumonia, dan infeksisaluran kemih.
7. Secara umum, sebagian besar individu mendapatkan kembali beberapafungsi motorik,
terutama dalam enam bulan pertama, meskipun mungkinada perbaikan lebih lanjut
yang perlu diamati diamati di tahun akan dating.(Tidy, 2014)

2.10 Komplikasi
Efek dari cedera kord spinal akut mungkin mengaburkan penilaian atas cedera lain
dan mungkin juga merubah respon terhadap terapi. 60% lebih pasien dengan cedera kord
spinal bersamaan dengan cedera major: kepala atau otak, toraks, abdominal, atau
vaskuler. Berat serta jangkauan cedera penyerta yang berpotensi didapat dari penilaian
primer yang sangat teliti dan penilaian ulang yang sistematik terhadap pasien setelah
cedera kord spinal. Dua penyebab kematian utama setelah cedera kord spinal adalah
aspirasi dan syok. (Wikipedia, Maret, 2009).

Kerusakan medula spinalis dari komorsio sementara (dimana pasien sembuh


sempurna) sampai kontusio, laserasi, dan komperensi substansi medula (baik salah satu
atau dalam kombinasi), sampai transaksi lengkap medula (yang membuat pasien paralisis
dibawah tingkat cidera).
Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes keekstra dural,
subdural, atau daerah subarakhloid pada kanal spinal. Setelah terjadi kontisio atau robekan
akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulsi darah
kesubtansia grisea medula spinalis menjadi terganggu.
Daerah lumbal adalah daerah yang paling sering mengalami herniasi nukleus
pulposus. Kandungan air diskus berkurang bersamaa dengan bertambahnya usia. Selain itu,
serabut-serabut itu menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu terjadinya
perubahan kearah hernia nukleus pulposus melalui anulus, dan menekan radiks saraf spinal.
1. Pendarahan mikroskopik
Pada semua cedera madula spinalis atau vertebra, terjadi perdarahan-perdarahan
kecil. Yang disertai reaksi peradangan, sehingga menyebabkan pembengkakan dan edema
dan

mengakibatkan

terjadinya

peningkatan

tekanan

didalam

dan

disekitar

korda.

Peningkatan tekanan menekan saraf dan menghambat aliran darah sehingga terjadi hipoksia
dan secara drastis meningkatkan luas cidera korda. Dapat timbul jaringan ikat sehingga saraf
didarah tersebut terhambat atau terjerat.
2. Hilangnya sensasi, kontrol motorik, dan refleks.
Pada cedera spinal yang parah, sensasi, kontrol motorik, dan refleks setinggi dan
dibawah cidera korda lenyap. Hilangnya semua refleks disebut syok spinal. Pembengkakan
dan edema yang mengelilingi korda dapat meluas kedua segmen diatas kedua cidera.
Dengan demkian lenyapnya fungsi sensorik dan motorik serta syok spinal dapat terjadi mulai
dari dua segmen diatas cidera. Syok spnal biasanya menghilang sendiri, tetap hilangnya
kontrol sensorik dan motorik akan tetap permanen apabila korda terputus akan terjadi
pembengkakan dan hipoksia yang parah.
3. Syok spinal.
Syok spinal adalah hilangnya secara akut semua refleks-refleks dari dua segmen
diatas dan dibawah tempat cidera. Refleks-refleks yang hilang adalah refleks yang
mengontrol postur, fungsi kandung kemih dan rektum, tekanan darah, dan pemeliharaan

suhu tubuh. Syok spinal terjadi akibat hilangnya secara akut semua muatan tonik yang
secara normal dibawah neuron asendens dari otak, yang bekerja untuk mempertahankan
fungsi refleks. Syok spinl biasanya berlangsung antara 7 dan 12 hari, tetapi dapat lebih lama.
Suatu syok spinal berkurang dapat tmbul hiperreflekssia, yang ditadai oleh spastisitas otot
serta refleks, pengosongan kandung kemih dan rektum.
4. Hiperrefleksia otonom.
Kelainan ini dapat ditandai oleh pengaktipan saraf-saraf simpatis secar refleks, yang
meneyebabkan peningkatan tekanan darah. Hiper refleksia otonom dapat timbul setiap saat
setelah hilangnya syok spinal. Suatu rangsangan sensorik nyeri disalurkan kekorda spnalis
dan mencetukan suatu refleks yang melibatkan pengaktifan sistem saraf simpatis. Dengan
diaktifkannya sistem simpatis, maka terjadi konstriksi pembuluh-pembuluh darah dan
penngkatan tekanan darah sistem
Pada orang yang korda spinalisnya utuh, tekanan darahnya akan segera diketahui
oleh baroreseptor. Sebagai respon terhadap pengaktifan baroreseptor, pusat kardiovaskuler
diotak akan meningkatkan stimulasi parasimpatis kejantung sehingga kecepatan denyut
jantunhg melambat,demikian respon saraf simpatis akan terhenti dan terjadi dilatasi
pembuluh darah. Respon parasimpatis dan simpatis bekerja untuk secara cepat memulihkan
tekanan darah kenormal. Pada individu yang mengalami lesi korda, pengaktifan parasimpatis
akan memperlambat kecepatan denyut jantung dan vasodilatasi diatas tempat cedera,
namun saraf desendens tidak dapat melewati lesi korda sehngga vasokontriksi akibat refleks
simpatis dibawah tingkat tersebut terus berlangsung.
Pada hiperrefleksia otonom, tekanan darah dapat meningkat melebihi 200 mmHg
sistolik, sehingga terjadi stroke atau infark miokardium. Rangsangan biasanya menyebabkan
hiperrefleksia otonom adalah distensi kandung kemih atau rektum,atau stimulasi reseptorreseptor permukaan untuk nyeri.
1. Paralisis
Paralisis adalah hilangnya fungsi sensorik dan motorik volunter. Pada transeksi korda
spinal, paralisis bersifat permanen. Paralisis ekstremitas atas dan bawah terjadi pada
transeksi korda setinggi C6 atau lebih tinggi dan disebut kuadriplegia. Paralisis separuh
bawah tubuh terjadi pada transeksi korda dibawah C6 dan disebut paraplegia. Apabila hanya
separuh korda yang mengalami transeksi maka dapat terjadi hemiparalisis.
2. Autonomic Dysreflexia

Terjadi adanya lesi diatas T6 dan Cervical. Bradikardia, hipertensi paroksimal,


berkeringat banyak, sakit kepala berat, goose flesh, nasal stuffness
3. Fungsi Seksual
Impotensi, menurunnya sensasi dan kesulitan ejakulasi, pada wanita kenikmatan
seksual berubah
4. Syok hipovolemik
Akibat perdarahan dan kehilangan cairan ekstrasel ke Jaringan yang rusak sehingga
terjadi kehilangan darah dalam jumlah besar akibat trauma.
5. Tromboemboli, infeksi, kaogulopati intravaskuler diseminata (KID).
Infeksi terjadi karena adanya kontaminasi kuman pada fraktur terbuka atau pada saat
pembedahan dan mungkin pula disebabkan oleh pemasangan alat seperti plate, paku pada
fraktur.
6. Emboli lemak
Saat fraktur, globula lemak masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang
lebih tinggi dari tekanan kapiler. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit dan
membentuk emboli yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil, yang memasok ke
otak, paru, ginjal, dan organ lain.
Adapun komplikasinya adalah sebagai berikut :
1. Neurogenik shock
2. Hipoksia
3. Gangguan paru-paru
4. Instabilitas spinal
5. Orthostatic hypotensi
6. Ileus paralitik
7. Infeksi saluran kemih
8. Kontraktur
9. Dekubitus
10. Inkontinensia bladder
11. Konstipasi
12. Trombosis vena profunda
13. Gagal napas
14. Hiperefleksia autonomik
15. Infeksi

2.11 Pemeriksaan Diagnostik dan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Diagnostik Meliputi:

a.

Pemeriksaan neurologis lengkap secara teliti segera setelah pasien tiba di rumah

b.

sakit
Pemeriksaan tulang belakang: deformasi, pembengkakan, nyeri tekan, gangguan

c.

gerakan(terutama leher)
Pemerikaan Radiologis: foto polos vertebra AP dan lateral. Pada servikal

d.

diperlukan proyeksi khusus mulut terbuka (odontoid).


Bila hasil meragukan lakukan ST-Scan,bila terdapat defisit neurologi harus
dilakukan MRI atau CT mielografi.

Pemeriksan diagnostik dengan cara :


a.

b.
c.
d.

Sinar X spinal
Menentukan lokasi dan jenis Trauma tulan (fraktur, dislokasi), unutk kesejajaran,
reduksi setelah dilakukan traksi atau operasi
CT-Scan
Menentukan tempat luka / jejas, mengevaluasi ganggaun struktural
MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi
Mielografi.
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika

faktor

putologisnya tidak jelas atau dicurigai adannya dilusi pada ruang sub anakhnoid
medulla spinalis (biasanya tidak akan dilakukan setelah mengalami luka
e.

penetrasi).
Foto rontgen thorak, memperlihatkan keadan paru (contoh : perubahan pada

f.

diafragma, atelektasis)
Pemeriksaan fungsi paru (kapasitas vita, volume tidal) : mengukur volume
inspirasi maksimal khususnya pada pasien dengan trauma servikat bagian
bawah atau pada trauma torakal dengan gangguan pada saraf frenikus /otot

g.
h.

interkostal).
GDA : Menunjukan kefektifan penukaran gas atau upaya ventilasi
Serum kimia, adanya hiperglikemia atau hipoglikemia, ketidakseimbangan

i.

elektrolit, kemungkinan menurunnya Hb dan Hmt.


Urodinamik, proses pengosongan bladder.

Gambaran anatomi dari servikal memberikan parameter pada perawat setiap adanya
kelainan atau perubahan yang didapat pada pemeriksaan diahnostik. Pada pemeriksaan
radiologis servikal didapatkan:
1.
2.
3.
4.

Fraktur odontoid didapatkan gambaran pergeseran tengkorak ke depan


Fraktur C2 didapatkan gambaran fraktur
Fraktur pada badan vertebra
Fraktur kompresi

5. Subluksasi pada tulang belakang servikal


6. Dislokasi pada tulang belakang servikal
Pemeriksaan Diagnostik
Rontgen foto
Pemeriksaan positif AP, lateral dan obliq dilakukan untuk menilai:
1.
2.
3.
4.
5.

Diameter anteroposterior kanal spinal


Kontur, bentuk, dan kesejajaran vertebra
Pergerakan fragmen tulang dalam kanal spinal
Keadaan simetris dari pedikel dan prosesus spinosus
Ketinggian ruangan diskus intervertebralis

Fraktur dapat menyebabkan fragmen tulang terpisah dari vertebra atau menglami
penekanan disertai hilangnya ketinggian dari badan vertebra, yang sering kali disertai
desakan dibagian anterior. Mungkin terdapat kehilangan kurvatura aspek posterior yang
normal dari badan vertebra. Fragmen-fragmen tulang dapat bergeser ke posterior ke dalam
kanalis spinalis sehingga terjadi defisit neurologis.
CT Scan dan MRI
CT Scan dan MRI bermanfaat untuk menunjukkan tingkat penyumbatan kanalis
spinalis. Pada fraktur dislokasi cedera paling sering terjadi pada sambungan torako-lumbal
dan biasanya disertai dengan kerusakan pada bagian terbawah korda atau kauda ekuina.
Klien harus diperiksa dengan sangat hati-hati agar tidak membahayakan korda atau akar
saraf lebih jauh.

2.12 Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Kedaruratan
Pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena penatalaksanaan
yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi neurologik. Korban
kecelakaan kendaraan bermotor atau kecelakaan berkendara, Trauma olahraga kontak,
jatuh, atau trauma langsung pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan
mengalami Trauma medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan.
1)

Ditempat kecelakaan, korban harus dimobilisasi pada papan spinal (punggung),


dengan kepala dan leher dalam posisi netral, untuk mencegah Trauma komplit.

2)

Salah satu anggota tim harus menggontrol kepala pasien untuk mencegah fleksi,

3)

rotasi atau ekstensi kepala.


Tangan ditempatkan pada kedua sisi dekat telinga untuk mempertahankan traksi

4)

dan kesejajaran sementara papan spinalatau alat imobilisasi servikal dipasang.


Paling sedikit empat orangharus mengangkat korban dengan hati- hati keatas
papan untuk memindahkan memindahkan kerumah sakit. Adanya gerakan
memuntir dapat merusak medula spinais ireversibel yang menyebabkan fragmen
tulang vertebra terputus, patah, atau memotong medula komplit.

Sebaiknya pasien dirujuk ke Trauma spinal regional atau pusat trauma karena
personel multidisiplin dan pelayanan pendukung dituntut untuk menghadapi perubahan
dekstruktif yang tejadi beberapa jam pertama setelah Trauma. Memindahkan pasien, selama
pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi, pasien dipertahankan diatas papan
pemindahan. Pemindahan pasien ketempat tidur menunjukkan masalah perawat yang pasti.
Pasien harus dipertahankan dalam posisi eksternal. Tidak ada bagian tubuh yang terpuntir
atau tertekuk, juga tidak boleh pasien dibiarkan mengambil posisi duduk.
Pasien harus ditempatkan diatas sebuah stryker atau kerangka pembalik lain ketika
merencanakan pemindahan ketempat tidur. Selanjutnya jika sudah terbukti bahwa ini bukan
Trauma medula, pasien dapat dipindahkan ketempat tidur biasa tanpa bahaya.Sebaliknya
kadang-kadang tindakan ini tidak benar. Jika stryker atau kerangka pembalik lain tidak
tersedia pasien harus ditempatkan diatas matras padat dengan papan tempat tidur
dibawahnya.
b. Penatalaksanaan Trauma Medula Spinalis (Fase Akut)
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mencegah Trauma medula spinalis lebih lanjut
dan untuk mengobservasi gejala perkembangan defisit neurologis. Lakukan resusitasi sesuai
kebutuhan dan pertahankan oksigenasi dan kestabilan kardiovaskuler.
Penatalaksanaan medis
1.

Terjadi dilakukan untuk mempertahankan fungsi neurologis yang masih ada,


memaksimalkan pemulihan neurologis, tindakan atau cedera lain yang menyertai,
mencegah, serta metu rnengobati komplikasi dan kerusakan neurallebih lanjut.
Reabduksi atau sublukasi (dislokasi sebagian pada sendi di salah satu tulanged). Untuk mendekopresi koral spiral dan tindakan imobilisasi tulang belakang
untuk melindungi koral spiral.

2.

Operasi lebih awal sebagai indikasi dekompresi neural, fiksasi internal,atau


debridement luka terbuka.

3.

Fiksasi internal elektif dilakukan pada klien dengan ketidak stabilan tulang
belakang, cedera ligamen tanpa fraktur, deformitas tulang belakang, progresif,
cedara yang tak dapat di reabduksi, dan fraktur non-union.

4.

Terapi steroid, nomidipin, atau dopamin untuk perbaikan aliran darah koral spiral.
Dosis tertinggi metil prednisolin/bolus adalah 30 mg/kg BB diikuti 5,4
mg/kgBB/jamberikutnya. Bila diberikan dalam 8 jam sejak cedera akan
memperbaiki pemulihan neurologis. Gangliosida mungkin juga akan memperbaiki
pemulihan setelah cedera koral spiral.

5.

Penilaian keadaan neurologis setiap jam, termasuk pengamatan fungsi sensorik,


motorik, dan penting untuk melacak defisit yang progresif atau asenden.

6.

Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, fungsi ventilasi, dan mecak


keadaan dekompensasi.

7.

Pengelolaan cedera stabil tanpa defisit neurologis seperti angulasi atau baji dari
badan ruas tulang belakang, fraktur proses transverses, spinous,dan lainnya.
Tindakannya simptomatis (istirahat baring hingga nyeri berkurang), imobilisasi
dengan fisioterapi untuk pemulihan kekuatan otot secara bertahap.

8.

Cedera tak stabil disertai defisit neurologis. Bila terjadi pergeseran, fraktur
memerlukan reabduksi dan posisi yang sudah baik harus dipertahankan.
a.

Metode reabduksi antara lain:


a)

Traksi memakai sepit (tang) mental yang dipasang pada tengkorak.


Beban 20 kg tergantung dari tingkat ruas tulang belakang mulai sekitar
2,5 kg pada fraktur C1

b.

b)

Menipulasi dengan anestensi umum

c)

Reabduksi terbuka melalui operasi

Metode imobilisasi antara lain:


a)

Ranjang khusu,rangka, atau selubung plester

b)

Traksi tengkorak perlu beban sedeng untuk mempertahankan cedera


yang sudah direabduksi

9.

c)

Plester paris dan splin eksternal lain

d)

Operasi

Cedera stabil diseratai defisit neurologis. Bilafraktur stabil, kerusakan neurologis


disebabkan oleh:

a. Pergeseran yang cukup besar yang terjadi saat cedera menyebabkan trauma
langsung terhadap koral spiral atau kerusakan vascular.
b. Tulang belakang yang sebetulnya sudah rusak akibat penyakit sebelumnya
seperti spondiliosis servikal.
c. Fragmen tulang atau diskus terdorong kekanal spiral.
Pengelolaan kelompok ini tergantung derajat kerusakan neurologis yang tampak pada
saat pertama kali diperiksa:
a)

Transeksi neurologis lengkap terbaik dirawat konservatif.

b)

Cedera di daerah servikal, leher dimobilisasi dengan kolar atau sepit (caliper)
dan diberi metil prednisolon.

c)

Pemeriksaan penunjang MRI

d)

Cedera neurologis tak lengkap konservatif.

e)

Bila terdapat atau didasari kerusakan adanya spondiliosis servikal. Traksi


tengkorak, dan metil prednisolon.

f)

Bedah bila spondiliosis sudah ada sebelumnya.

g)

Bila tak ada perbaikan atau ada perbaikan tetapi keadaan memburk maka
lakukan mielografi.

h)

Cedera tulang tak stabil.

i)

Bila lesinya total, dilakukan reabduksi yang diikuti imbolisasi, melindungi dengan
imobilisasi seperti penambahan perawatan paraplegia.

j)

Bila defisitneurologis tak lengkap, dilakukan reabduksi, diikuti imobilisasi untuk


sesui jenis cederanya.

k)

Bila diperlukan operasi dekompresi kenal spiral dilakukan pada saat yang sama.

l)

Cedera yang menyertai dan komplikasi:


a)

Cedera mayor berupa cedera kepala atau otak, toraks, berhubungan


dengan ominal, dari vascular.

b)

Cedera berat yang dapat menyebabkan kematian, aspirasi dan syok.

Menurut Muttaqim, (2008 hlm.111) penatalaksanaan pada trauma tulang belakang yaitu :
A.

Pemeriksaan klinik secara teliti:


a)

Pemeriksaan neurologis secara teliti tentang fungsi motorik, sensorik,


dan refleks.

B.

b)

Pemeriksaan nyeri lokal dan nyeri tekan serta kifosis yang menandakan

c)

adanya fraktur dislokasi.


Keadaan umum penderita.

Penatalaksanaan fraktur tulang belakang:


a)
b)
c)
d)
e)

Resusitasi klien.
Pertahankan pemberian cairan dan nutrisi.
Perawatan kandung kemih dan usus.
Mencegah dekubitus.
Mencegah kontraktur pada anggota gerak serta rangkaian rehabiIitasi
lainnya.

Farmakoterapy.
a)

Analgesik.
Obat-obatan anti-inflammatory drugs (NSAID) dapat membantu mengurangi rasa
sakit

dan

mengurangi

peradangan

di

sekitar

saraf.

Dokter

mungkin

merekomendasikan NSAID dngan dosis tinggi jika sakit tergolong parah. "Obat anti
inflamasi (anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID
(Non Steroidal Anti-inflammatory Drugs) adalah suatu golongan obat yang memiliki
khasiat analgesik (pereda nyeri), antipiretik (penurun panas), dan antiinflamasi (anti
radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk membedakan jenis obat-obatan ini
dengan steroid, yang juga memiliki khasiat serupa. NSAID bukan tergolong obatobatan jenis narkotika"
b)

Suntikan.
Suntikan kortikosteroid. Disuntikkan ke daerah yang terkena, ini dapat membantu
mengurangi rasa sakit dan peradangan. "Kortikosteroid adalah kelas obat yang
terkait dengan kortison, steroid. Obat-obat dari kelasini dapat mengurangi
peradangan. Mereka digunakan untuk mengurangi peradangan yang disebabkan
oleh berbagai penyakit".

c)

Fisioterapi
Fisioterapi merupakan suatu bentuk pelayanan kesehatan guna memelihara dan
memulihkan gerak dan fungsi tubuh dengan penanganan secara manual maupun
dengan menggunakan peralatan.
Seorang terapi fisik dapat mengajarkan latihan stretching / exercises yang
memperkuat dan meregangkan otot-otot di daerah yang terkena untuk mengurangi
tekanan pada saraf.

d)

Stimulasi Listrik
Bentuk yang paling umum dari stimulasi listrik yang digunakan dalam manajemen
nyeri saraf stimulasi listrik (TENS / Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation)
perangkat di gunakan untuk merangsang saraf melalui permukaan kulit. Tens
adalah salah satu dari sekian banyak modalitas/alat fisioterapi yang di gunakan
untuk mengurangi nyeri dengan mengalirkan arus listrik. Cara kerjanya dengan
merangsang saraf tertentu sehingga nyeri berkurang, tanpa efek samping yang
berarti.

e)

Ultrasound
Suatu terapi dengan menggunakan getaran mekanik gelombang suara dengan
frekuensi lebih dari 20.000 Hz. Yang digunakan dalam Fisioterapi adalah 0,5-5 MHz
dengan tujuan untuk menimbulkan efek terapeutik melalui proses tertentu.

f)

Traksi tulang
Alat terapi yang menggunakan kekuatan tarikan yang di gunakan pada satu bagian
tubuh, sementara bagian tubuh lainnya di tarik berlawanan.

Terapifisik

a)

Terapi fisik
Untuk saraf terjepit harus tetap konservatif di awal untuk menghindari lebih parah
kondisi. Penekanan akan di istirahat, mengurangi peradangan, beban dan stres
pada

daerah

yang

terkena.

Setelah

peradangan

awal

telah

berkurang,

program exercise dan penguatan akan dimulai untuk mengembalikan fleksibilitas


pada sendi dan otot yang terlibat, sambil meningkatkan kekuatan dan stabilitas pada
b)

tulang belakang.
Akupunktur
Praktek Cina kuno melibatkan memasukkan jarum yang sangat tipis pada titik

c)

tertentu pada kulit untuk menghilangkan rasa sakit.


Stimulator KWD
Alat terapi yang berfungsi sebagai stimulator pada pangkal jarum akupunktur
sehingga menghasilkan berbagai jenis getaran rangsangan yang bertujuan untuk

d)

menstimulasi titik akupunktur/ acupoint.


Chiropractic
Perawatan terapi alternatif yang sangat umum untuk nyeri kronis dan dapat
membantu untuk mengobati sakit punggung, terapis chiropractic menggunakan
penyesuaian tulang belakang dengan tujuan meningkatkan mobilitas antara tulang
belakang. Penyesuaian tersebut untuk membantu mengembalikan tulang ke posisi
yang lebih normal, membantu gerak juga menghilangkan atau mengurangi rasa
sakit.

Penatalaksanaan Medik trauma Medula Spinalis


Prinsip penatalaksanaan medik trauma medula spinalis adalah sebagai berikut:
1.
2.

Segera dilakukan imobilisasi.


Stabilisasi daerah tulang yang

mengalami

cedera

seperti

dilakukan

pemasangan collar servical, atau dengan menggunakan bantalan pasir.

3.
4.

5.

Mencegah progresivitas gangguan medula spinalis misalnya dengan pemberian


oksigen, cairan intravena, pemasangan NGT.
Terapi Pengobatan :
a. Kortikosteroid seperti dexametason untuk mengontrol edema.
b. Antihipertensi seperti diazolxide untuk mengontrol tekanan darah akibat
c.
d.

autonomic hiperrefleksia akut.


Kolinergik seperti bethanechol chloride untuk menurunkan aktifitas bladder.
Anti depresan seperti imipramine hyidro chklorida untuk meningkatkan

e.
f.
g.

tonus leher bradder.


Antihistamin untuk menstimulus beta reseptor dari bladder dan uretra.
Agen antiulcer seperti ranitidine
Pelunak fases seperti docusate sodium.

Tindakan operasi, di lakukan dengan indikasi tertentu seperti adanya fraktur


dengan fragmen yang menekan lengkung saraf.

6.

Rehabilisasi di lakukan untuk mencegah komplikasi, mengurangi cacat dan


mempersiapkan pasien untuk hidup di masyarakat.

2.13. Pencegahan.
Faktor faktor resiko dominan untuk Trauma medula spinalis meliputi usia dan jenis
kelamin. Frekuensi dengan mana faktor- faktor resiko ini dikaitkan dengan Trauma medula
spinalisbertindak untuk menekankan pentingnya pencegahan primer. Untuk mencegah
kerusakan dan bencana ini , langkah- langkah berikut perlu dilakukan :
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)

Menurunkan kecepatan berkendara.


Menggunakan sabuk keselamatan dan pelindung bahu.
Menggunakan helm untuk pengendara motor dan sepeda.
Program pendidikaan langsung untuk mencegah berkendara sambil mabuk.
Mengajarkan penggunaan air yang aman.
Mencegah jatuh.
Menggunakan alat- alat pelindung dan tekhnik latihan.

Personel paramedis diajarkan pentingnya memindahkan korban kecelakaan mobil dari


mobilnya dengan tepat dan mengikuti metode pemindahan korban yang tepat kebagian
kedaruratan rumah sakit untuk menghindari kemungkinan kerusakan lanjut dan menetap
pada medula spinalis.

3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Trauma medula spinalis adalah suatu kerusakan fungsi neurologis yang disebabkan
oleh benturan pada daerah medulla spinalis (Brunner & Suddarth, 2001). Penyebab dari
Trauma medulla spinalis yaitu: kecelakaan otomobil, industri terjatuh, olah-raga, menyelam,
luka tusuk, tembak dan tumor.
Cedera medula spinalis adalah suatu trauma yang mengenai medula spinalis atau
sumsum tulang akibat dari suatu trauma langsung yang mengenai tulang belakang.
Penyebab cedera medula spinalis adalh kejadian-kejadian yang secara langsung dapat
mengakibatkan terjadinya kompresi pada medula spinalis seperti terjatuh dari tempat yang
tinggi, kecelakaan lalu lintas, kecelakaan olaghara dan lain-lain.
Cedera medula spinalis dapat menyebabkan terjadinya kelumpuhan jika mengenai
saraf-saraf yang berperan terhadap suatu organ maupun otot. Cedera medula spinalis ini
terbagi menjadi 2 yaitu cedera medula spinalis stabil dan tidak stabil.
Bila hemoragi terjadi pada daerah medulla spinalis, darah dapat merembes ke
ekstradul subdural atau daerah suaranoid pada kanal spinal, segera sebelum terjadi kontusio
atau robekan pada Trauma, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi
darah ke medulla spinalis menjadi terganggu, tidak hanya ini saja tetapi proses patogenik

menyebabkan kerusakan yang terjadi pada Trauma medulla spinalis akut. Suatu rantai
sekunder kejadian-kejadian yang menimbulakn iskemia, hipoksia, edema, lesi, hemorargi.
Penatalaksanaan pasien segera ditempat kejadian adalah sangat penting, karena
penatalaksanaan yang tidak tepat dapat menyebabkan kerusakan kehilangan fungsi
neurologik.Pada kepala dan leher dan leher harus dipertimbangkan mengalami Trauma
medula spinalis sampai bukti Trauma ini disingkirkan. Memindahkan pasien, selama
pengobatan didepartemen kedaruratan dan radiologi,pasien dipertahankan diatas papan
pemindahan.
Penatalaksanaan untuk cedera medula spinalis adalah dengan pemberian obat
kortikosteroid dan melihat kepada sistem pernapasan, jika terjadi gangguan maka perlu
diberikan oksigen.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner and Suddarth, 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8, volume 2.
Jakarta : EGC.
Guyton, Arthur. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Edisi 3, Jakarta : EGC
Laurralee Sherwood. .2001. Fisiologi Manusia. Edisi 2, Jakarta : EGC
Sylvia and Lorraine. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi 6, volume 2.
Jakarta : EGC.
W.F.Ganong. 2005. Buku ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGCs
Hudak and Gallo, (1994), Critical Care Nursing, A Holistic Approach, JB Lippincott company,
Philadelpia.
Marilynn E Doengoes, et all, alih bahasa Kariasa IM, (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan, pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien, EGC, Jakarta.
Reksoprodjo Soelarto, (1995), Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah, Binarupa Aksara, Jakarta.
Suddarth Doris Smith, (1991), The lippincott Manual of Nursing Practice, fifth edition, JB
Lippincott Company, Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai