Anda di halaman 1dari 23

PRE PLANNING

TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) TENTANG “STIMULASI


PERSEPSI HALUSINASI” DI RUANGAN AL-BALKHI I RUMAH SAKIT
LANCANG KUNING PEKANBARU

CI LAHAN : Ns. R. TRIONA AFISMA, S. Kep

CI PENDIDIKAN : Ns. YENI YARNITA, S. Kep., M. Kep

Ns. PRATIWI GASRIL, S. Kep., M. Kep

DISUSUN OLEH :

FARHAN NUR AKSA INTAN MARFIDIA WATI

RAFIQAH ZAHRAH MARATUS SOLEKHATI

DESTI ARNITA JUANDRI VANESA FITRINDA

NUR AYU SYAHFITRI TRI INDAH UTAMI

YUNIA HUSNA

FAKULTAS MATEMATIKA ILMU PENGETAHUAN ALAM

DAN KESEHATAN PRODI DIII KEPERAWATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU

2021
PRE PLANNING
TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK) TENTANG “STIMULASI PERSEPSI
HALUSINASI” DI RUANGAN AL-BALKHI I RUMAH SAKIT LANCANG KUNING
PEKANBARU

1. Latar Belakang
Gangguan jiwa adalah sindrom atau pola perilaku yang secara klinis bermakna
yang berhubungan dengan distress atau penderitaan (Suryenti & Sari, 2017). Gangguan
jiwa merupakan salah satu penyakit yang menempati urutan 4 besar bersama dengan
penyakit degeneratif, kanker, dan kecelakaan (Hidayah, 2015).

Menurut World Health Organization (2009) memperkirakan 450 juta orang di


seluruh dunia mengalami gangguan jiwa, sekitar 10% orang dewasa mengalami gangguan
jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan akan mengalami gangguan jiwa pada usia
tertentu selama hidupnya. Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013) menunjukkan bahwa
penderita gangguan jiwa berat di Indonesia adalah 1,7 per 1.000 orang. Riskesdas (2013)
turut mencatat proporsi rumah tangga dengan minimal salah satu rumah tangga
mengalami gangguan jiwa berat dan pernah dipasung mencapai 18,2% di daerah
pedesaan. Sementara di perkotaan, proporsinya mencapai 10,7% (Riset Kesehatan Dasar ,
2013). Menurut hasil penelitian yang pernah dilakukan, gangguan jiwa yang terjadi di
Provinsi Jawa Tengah terdapat 3 orang perseribu penduduk dan 50% adalah akibat dari
kehilangan pekerjaan. Dengan demikian dari 32.952.040 penduduk Jawa Tengah terdapat
sekitar 98.856 orang yang mengalami gangguan jiwa (Hidayah, 2015).

Halusinasi merupakan salah satu gangguan jiwa yang sering temui pada pasien
rumah sakit jiwa. Halusinasi adalah gangguan penerimaan pancaindra tanpa stimulasi
eksternal (halusinasi pendengaran, penglihatan, pengecapan, penciuman, dan perabaan).
Gangguan jiwa halusinasi pada individu ditandai dengan perubahan sensori persepsi yaitu
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghiduan (Keliat, 2016).

Prevalensi pasien halusinasi di RSJD DR. Amino Gondohutomo tahun 2012


menunjukkan bahwa pasien halusinasi berjumlah 3.444 pasien dengan rata-rata perbulan
287 pasien, tahun 2013 meningkat menjadi 3.665 pasien dengan rata-rata perbulan 305.
Pada bulan Januari 2014 jumlah pasien halusinasi mencapai 300 pasien, kajadian ini
menunjukan bahwa kasus halusinasi semakin meningkat setiap tahunnya berdasarkan
Pencatatan Rekam Medis RSJD Dr. Amino Gondohutomo Semarang tahun 2013
(Hidayah, 2015).

Setelah melakukan pengkajian di Rumah Sakit Lancang Kuning Pekanbaru


khususnya di ruang rawat inap Al-Balkhi 1, prevalensi pasien halusinasi mencapai
setengah dari jumlah pasien yang dirawat di ruangan tersebut dengan jumlah 15 pasien
dari 30 pasien yang dirawat di ruangan Al-Balkhi 1. Pasien tersebut menderita berbagai
macam halusinasi, mulai dari halusinasi pendengaran, penglihatan, penciuman dan lain-
lain.

Adapun gejala-gejala yang dapat diamati pada pasien halusinasi diantaranya


bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab, menunjuk ke arah tertentu,
ketakutan pada sesuatu yang tidak jelas, mencium seperti sedang membau-bauin sesuatu,
menutup hidung (Yusuf, 2015).

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh klien yang mengalami halusinasi adalah
kehilangan kontrol dirinya. Dimana klien mengalami panik dan perilakunya dikendalikan
oleh halusinasinya. Dalam situasi ini klien dapat melakukan bunuh diri (suicide),
membunuh orang lain (homicide), bahkan merusak lingkungan. Untuk memperkecil
dampak yang ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi dengan segera dan tepat
dimana langkah pertama adalah membina hubungan saling percaya melalui komunikasi
dengan halusinasi (Hidayah, 2015).

Terapi yang bisa di berikan dalam penatalaksanaan mengatasi halusinasi barupa


terapi psikofarmakodinamika, terapi ETC dan terapi aktivitas keloompok (Hidayah,
2015). Terapi aktivitas kelompok merupakan suatu psikoterapi dilakukan sekelompok
pasien bersama-sama dengan berjalan berdiskusi satu sama lain yang di pimpin atau di
arahkan oleh sesorang therapist atau petugas kesehatan jiwa yang telah terlatih (Suryenti
& sari, 2017)

Keuntungan dalam terapi aktivitas kelompok yaitu dapat mengobati klien dalam
jumlah banyak; anggota kelompok dapat mendiskusikan masalah-masalah mereka
sehingga menurunkan perasaan terisolasi, perbedaan-perbedaan, dan meningkatkan klien
dalam berpartisiapasi dan bertukar pikiran, memberi kesempatan kepada klien unuk
menggali gaya-gaya berkomunikasi dari klien dalam lingkungan yang aman dan mampu
menerima umpan balik dari orang lain, anggota kelompok dapat belajar bermacam cara
dalam memecahkan masalah, serta dapat membantu memecahkan masalah orang lain
(Muhith, 2015)

Penggunan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa memberikan dampak


positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta pemulihan kesehatan jiwa.
Selain itu, dinamika kelompok tersebut membantu pasien meningkatkan perilaku adaptif
dan mengurangi perilaku maladaptif (Yusuf, 2015).

Berdasarkan data dan permasalahan diatas, maka kami tertarik untuk


melakukan Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) mengenai Stimulasi Persepsi Halusinasi
yang kami anggap efektif dilakukan untuk menolong pasien dalam hal sosialisasinya
dengan lingkungan sekitarnya dan mampu mengontrol halusinasinya. Dan yang bisa
mengikuti TAK ini adalah pasien halusinasi yang sudah kooperatif dan mampu
mengontrol dirinya sendiri dan tidak mengganggu orang lain.
2. Topik
Terapi Aktivitas Kelompok Halusinasi : Stimulus Persepsi dengan tema “Mengenal
Halusinasi dan Cara Mengontrol Halusinasi dengan Menghardik Halusinasi.”
3. Tujuan
a. Tujuan Umum
Setelah di berikan Terapi Aktivitas Kelompok diharapkan para pasien dapat
mengenal halusinasi dan cara menghardik halusinasi.
b. Tujuan Khusus
 Klien dapat mengetahui tentang pengertian halusinasi
 Klien mengenal waktu terjadinya halusinasi
 Klien mengenal terjadinya halusinasi
 Klien mengenal perasaannya pada saat tejadi halusinasi
 Klien mengetahui cara mengontrol halusinasi dengan cara menghardik
halusinasi
4. Kriteria Klien
Kriteria klien yang akan diikut sertakan dalam kegiatan kelompok terapi aktivitas
kelompok ini adalah :
a. Klien dalam keadaan tenang dan kooperatif
b. Klien bersedia mengikuti TAK
c. Klien yang sehat secara fisik
d. Klien dengan halusinasi
5. Struktur Kegiatan
a. Tempat Kegiatan
Kegiatan dilaksanakan di Ruangan Al-Balkhi 1 Rumah Sakit Lancang Kuning
Pekanbaru
b. Hari/Tanggal
Hari : Sabtu
Tanggal : 24 April 2021
c. Waktu
Kegiatan ini dilaksanakan pada pukul 08.30-09.30 WIB
d. Jumlah Peserta
Kegiatan ini melibatkan 15 orang pasien halusinasi
e. Setting Tempat
Peserta dan para terapis duduk bersama dan membentuk lingkaran di tempat yang
telah disediakan

Keterangan
: Leader

: Co.Leader

: Observer

: Pasien
: Observer

: Moderator

: Dokumentator

f. Metode TAK
Bermain game bola yang bertujuan untuk menarik perhatian pasien mau bercerita
tentang halusinasinya. Dan mengajarkan metode menghardik kepada para pasien.
g. Pembagian Tugas
No Peran Tugas Partisipan
1. Moderator - Membuka acara
- Memperkenalkan mahasiswa
- Menjelaskan tujuan dan topic yang
akan disampaikan
- Menjelaskan kontrak dan waktu Rafiqah Zahrah
kegiatan
- Mengatur jalannya kegiatan
- Menutup acara kegiatan

2. Leader - Memimpin pelaksanaan TAK


- Mengkoordinir seluruh kegiatan
- Membaca Tata Tertib Acara Desti Arnita
- Mendemonstrasikan cara Juandri
menghardik
- Memimpin jalannya diskusi
3. Co- Leader - Membantu leader mengarahkan dan
mengontrol jalannya TAK
- Mengingatkan leader jika ada yang
Tri Indah Utami
terlupa atau terlewatkan
- Membantu leader untuk
mendemonstrasikan cara
menghardik
- Membantu leader dalam
pelaksanaan kegiatan game yang
dilakukan
4. Fasilitator - Memotivasi pasien dalam aktivitas
kelompok
- Mengatur posisi pasien selama
permainan berlangsung
Nur Ayu
- Membimbing peserta selama
Syahfitri, Intan
kegiatan
Marfidia Wati,
- Membantu leader dalam
Farhan Nur
melaksanakan kegiatan
Aksa
- Bertanggung jawab terhadap
program antisipasi masalah
- Memfasilitasi pasien yang kurang
aktif
5. Observer - Mengawasi dan mengamati semua
proses kegiatan yang berkaitan
dengan waktu, tempat dan jalannya
kegiatan
Vanesa Fitrinda
- Melaporkan hasil pengalaman pada
leader dan semua anggota
kelompok dengan evaluasi
kelompok
6. Dokumentator - Mendokumentasikan kegiatan yang Maratus
dilakukan Solekhati

6. Alat yang digunakan


a. MP3 dari laptop atau Handphone
b. Speaker
c. Bola
d. Buku
e. Pena
7. Tahap Pelaksanaan
No Waktu Fase Uraian Kegiatan
Kegiatan Mahasiswa Kegiatan Pasien
D3 Keperawatan
1. 07.30- Persiapan a. Memilih klien sesuai -
08.00 dengan indikasi
yaitu klien dengan
yang tenang dan
mengalami
perubahan persepsi
sensori : Halusinasi
b. Membuat kontrak
dengan klien
c. Mempersiapkan alat
dan tempat
pertemuan
1 08.30-  Salam Terapeutik
08.40 Orientasi a. Salam dari a. Menjawab
perawat kepada Salam
pasien
b. Perkenalkan b. Menjawab
nama
mahasiswa
c. Menjawab
c. Menanyakan
nama dan
panggilan
semua klien
 Evaluasi/Validasi
d. Menjawab
a. Menanyakan
perasaan klien
saat ini
 Kontrak
a. Moderator a. Mendengar
menjelaskan kan
tujuan kegiatan
yang akan
dilaksanakan
pada pasien
dengan
gangguan
persepsi sensori
: Halusinasi
b. Moderator b. Mendengar
menjelaskan kan
aturan main
sebagai berikut :
- Jika ada
klien yang
ingin
meninggalka
n kegiatan,
harus minta
izin kepada
mahasiswa
- Lama
kegiatan 60
menit
2 08.41- Kerja a. Leader menjelaskan a. Mendengarkan
09.00 konsep halusinasi memperhatikan
dan cara menghardik dan mengikuti
halusinasi kegiatan
b. Leader dan Co b. mendemonsrasi
Leader dibantu oleh kan
fasilitator
mengajarkan
Cara menghardik
halusinasi
c. Peserta melakukan
demonstrasi tentang
menghardik
halusinasi yang
dibantu oleh
fasilitator
d. Peserta di izinkan
untuk bertannya
e. Memberikan
reinforcement positif
pada peserta yang
maju kedepan
f. Leader memberikan
game berupa
mengulang kembali
cara menghardik
halusinasi dengan
baik dan benar
g. Leader memberikan
dooprize kepada
pasien yang bisa
mempraktekkan
kembali cara
menghardik
halusinasi
3 09.00- Game a. Memberikan game a. Peserta
09.20 15 menit berupa mengoper melakukan cara
bola hingga music menghardik
berhenti, ketika halusinasi
music berhenti dan
bola ada di tangan
pasien, maka pasien
tersbeut di suruh
berdiri kemudian
mengulang kembali
cara menghardik
halusinasi
dengan baik dan
benar
b. Memberikan
doorprize kepada
pasien yang bisa
mempraktekan
kembali cara
menghardik
halusinasi
c. Co-Leader
memberikan buah
tangan kepada
pasien yang
berpartisipasi yang
telah mengikuti
acara TAK.

4 09.21- Hasil dan a. Memberikan a. Mendengarkan


09.30 Terminasi reinforcement positif
kepada pasien
b. Moderator b. Menjawab
menanyakan
perasaan pasien
setelah mengikuti
TAK
c. Observer membuat c. Mendengarkan
kesimpulan
mengenai TAK yang
sudah dilakukan
d. Moderator d. Menjawab
mengucapkan salam
penutup

8. Tata Tertib dan Antisipasi Masalah


a. Tata tertib TAK :
a) Peserta bersedia mengikuti kegiatan TAK sampai selesai
b) Peserta wajib hadir 5 menit sebelum kegiatan dimulai
c) Peserta berpakaian rapi, bersih, dan sudah mandi
d) Peserta tidak diperkenankan makan, minum, merokok selama kegiatan TAK
berlangsung
e) Jika ingin mengajukan atau menjawab pertanyaan, peserta mengangkat
tangan kanan dan berbicara setelah dipersilahkan oleh pemimpin
f) Peserta yang mengacaukan jalannya acara akan dikeluarkan dari TAK
b. Antisipasi kejadian yang tidak diinginkan saat proses TAK berlangsung :
a) Penanganan peserta yang tidak aktif saat aktivitas kelompok :
1) Memanggil dan menghampiri pasien
2) Memberi kesempatan kepada peserta untuk menjawab sapaan perawat atau
pasien yang lain
b) Bila peserta meninggalkan kegiatan :
1) Panggil dan hampiri pasien
2) Tanya alasan pasien mengapa meninggalkan kegiatan TAK
3) Berikan penjelasan tentang tujuan kegiatan
c) Bila ada peserta lain ingin mengikuti kegiatan TAK :
1) Berikan penjelasan bahwa kegiatan ini ditujukan kepada pasien yang telah
dipilih
2) Jelaskan pada pasien lain bahwa ada kegiatan lain yang mungkin dapat
diikuti pasien tersebut
3) Jika pasien memaksa, beri kesempatan masuk dengan tidak memberi peran
dalam kegiatan TAK tersebut.
9. Kriteria Evaluasi
a. Kriteria Struktur
1) 85% menyiapkan preplanning tepat waktu
2) 85% tempat, perlengkapan, dan media sesuai rencana
3) 85% peran dan tugas mahasiswa sesuai rencana
b. Kriteria Proses
1) 85% pelaksanaan kegiatan Terapi Aktivitas Kelompok sesuai dengan
waktu dan strategi pelaksaan yang telah direncanakan
2) 85% pasien hadir mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai
3) 85% peserta dan mahasiswa aktif dalam kegiatan Terapi Aktivitas
Kelompok ini
c. Kriteria Hasil
1) 85% pasien mampu memahami tentang pengertian halusinasi
2) 85% pasien mengetahui tentang halusinasi yang dialaminya
3) 85% pasien mengetahui cara menghardik halusinasi dan bisa
mempraktikkannya
4) 85% pasien mengatakan senang dengan adanya TAK yang dilakukan
5) 85% pasien semangat dan ceria dalam kegiatan TAK yang dilakukan
MATERI TAK
Konsep Dasar Halusinasi

1. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan atau penghidu ( Direja, 2011). Halusinasi adalah gangguan
persepsi sensori tentang suatu objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi
tanpa adanya rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem penginderaan
(Dalami, dkk, 2014). Halusinasi hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi
persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan yang
nyata (Kusumawati, 2012).

2. Proses Terjadinya Halusinasi

Menurut Stuart (2007) proses terjadinya halusinasi dapat dilihat dari faktor
predisposisi dan faktor presipitasi ( Dalami, dkk, 2014) :

a. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi ( Dalami, dkk, 2014) :

1) Biologis
Hal yang dikaji dalam faktor biologis meliputi : Adanya faktor herediter
mengalami gangguan jiwa, adanya resiko bunuh diri, riwayat penyakit atau trauma
kepala, dan riwayat penggunaan Napza. Abnormalitas perkembangan sistem saraf
yang berhubungan dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai
dipahami. Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian berikut:

a) Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan otak yang lebih


luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi pada daerah frontal, temporal
dan limbik berhubungan dengan perilaku psikotik.

b) Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter yang


berlebihan dan masalah-masalah pada sistem reseptor dopamin dikaitkan
dengan terjadinya skizofrenia.
c) Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukkan
terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia. Pada anatomi otak
klien dengan skizofrenia kronis, ditemukan pelebaran lateral ventrikel,
atropi korteks bagian depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan
kelainan anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2) Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respon dan


kondisi psikologis klien. Salah satu sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi
gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam
rentang hidup klien adanya kegagalan yang berulang, kurangnya kasih sayang, atau
overprotektif.

3) Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti:


kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana alam) dan
kehidupan yang terisolasi disertai stress.

b. Faktor Presipitasi

Menurut Stuart dan Sudeen faktor presipitasi dapat meliputi (Prabowo, 2014) :

1) Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur
proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus
yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.
2) Stress lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap stressor
lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.
3) Sumber koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.
3. Jenis-Jenis Halusinasi

Jenis-jenis halusinasi adalah :

a. Auditory : halusinasi pendengaran dimana seseorang mendengar suarasuara


contohnya, suara beisik atau suara-suara yang bicara tentang pasien, suara
perbincangan beberapa orang, suara yang membicarakan apa yang pasien pikirkan
suara memerintah dan kadang suara tersebut memerintahkan pasien untuk
melakukan sesuatu yang mungkin berbahaya.
b. Visual : halusinasi penglihatan dimana seseorang melihat gambaran mungkin
dalam bentuk lintasan cahaya, gambaran geometris, gambaran kartun, atau
pandangan yang terperinci atau kompleks. Penglihatan tersebut bisa jadi
menyenangkan atau malah menakutkan misalnya melihat monster.
c. Olfactory : halusinasi penghidu dimana seseorang membaui bau busuk, sangat
menjijikan, bau tengik seperti darah, air kencing atau kotoran manusia tetapi
kadang-kadang bau bisa menyenangkan. Halusinasi penghidu umumnya berkaitan
dengan stroke, tumor atau kejang.
d. Gustatory : halusinasi pengecap dimana seseorang merasa mengecap sesuatu yang
busuk, menjijikan, rasa tengik seperti darah, air kencing dan kotoran manusia.
e. Tactile : halusinasi peraba dimana seseorang mengalami perasaan tidak nyaman
atau nyeri tanpa adanya rangsangan. Misalnya, merasakan sensasi listrik datang
dari tanah, objek mati atau orang lain.
f. Cenesthetik : halusinasi dimana seseorang merasa fungsi tubuhnya sendiri
misalnya seseorang merasakan darah mengalir melalui pembuluh darah,
merasakan bagaimana makanan dicerna dan merasakan bagaimana pembentukkan
air kencing.
g. Kinesthetic : halusinasi dimana seseorang mengalami sensasi pergerakan saat
berdiri tidak bergerak atau mungkin sebaliknya pada saat bergerak tetapi merasa
seperti hanya diam saja (Stuart, 2001).

4. Fase Halusinasi

Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut


(Kusumawati, 2012) :
a. Fase pertama
Disebut dengan comforting yaitu fase menyenangkan. Pada tahap ini masuk dalam
gelombang nonpsikotik.
Karakteristik : klien mengalami strees, cemas, perasaan, perpisahan, rasa bersalah,
kesepian yang memuncak, dan tidak dapat didelesaikan, klien mulai melamun dan
memikirkan hal-hal yang menyenangkan.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yangtidak sesuai, menggerakan bibir tanpa
suara, pergerakan mata cepat, respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan
halusinasinya dab suka menyendiri
b. Fase kedua
Disebut dengan fase condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.
Karateristik : pengalaman sensori menjiikan dalam menakutkan, kecemasan
meningkat, melamun dan berfikir sendiri jdi dominan. Mulai dirasakan ada
bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu, dan ia tetap dapat
mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya
dan tidak bisa membedakan realitas.
c. Fase ketiga
Disebut dengan controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karateristik: bisikan suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien, klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
Perilaku klien : kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan
tidak mampu mematuhi perintah
d. Fase keempat
Adalah conguering atau panik yaitu klien lebur dengan halusiasinya. Termasuk
dalam psikotik berat.
Karateristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien, klien mejadi takut,tak berdaya, hilang kontrol dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain dilingkungan.
Perilaku klien: prilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, prilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katakonik, tidak mampu merespon terhadap perintah
komplek, dan tidak mampu berspon lebih dari satu orang.

5. Simulasi Langkah Kegiatan Menghardik Halusinasi

a. Persiapan

1) Memilih klien sesuai dengan indikasi yaitu klien yang berada di ruangan Al-Balkhi
1

2) Membuat kontrak dengan klien

3) Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan

b. Observasi

1) Salam terapetik

a) Salam terapis kepada klien “ selamat pagi ibu....bapak....bagaimana kabar bapak


dan ibu pagi ini?”

b) Perkenalkan nama dan nama panggilan terapis (pakai papan nama) “sebelumnya
mahasiswa akan memperkenalkan diri mahasiswa terlebih dahulu. Nama mahasiswa
Noviyanti, perawat biasa dipanggil suster Novi”

c) Menanyakan nama dan nama semua panggilan klien (pakai papan nama) “baiklah
suster akan mengabsen nama bapak dan ibu satu persatu, bila ada yang disebut
namanya bapak dan ibu tunjuk tangan ya......!”

1. Ny. Muharna
2. Tn. Tunggul
3. Ny. Nurfitria
4. Ny. Lindawati
5. Tn. Masrizal
6. Ny. Ria Angelia
7. Ny. Azizah
8. Ny. Rospita
9. Tn. Frengki
10. Ny.Nurhayati
11. Tn. Marpaung
12. Tn. Gesher
13. Ny. Witi Lina
14. Tn. Nur Islami
15. Ny.Rahmi

2) Evaluasi validasi
Menanyakan perasaan klien saat ini “bagaiman perasaan bapak dan ibu hari ini ?”

3) Kontrak

a) Terapis menjelaskan tujuan yang akan tercapai pada saat kegiatan TAK

“tujuan kita bermain pada hari ini agar bapak dan ibu mampu untuk mengontrol
halusinasi.”

b) Terapis menjelaskan aturan main sebagai berikut :

terapis.

a kegiatan yang akan berjalan 60 menit.

Setiap klien harus mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir kegiatan.

c. Tahap Kerja

1) Perawat bercerita terlebih dahulu tentang pengertian halusinasi dan gejala dan jenis
halusinasi

“ disini sebelum kita main, kita akan belajar dulu tentang apa itu halusinasi, siapa
yang tau apa itu halusinasi? Halusinasi itu adalah sesuatu yang tidak ada dan tidak
nyata. Tetapi orang tersebut menganggap ada hal tersebut. Nah halusinasi ini ada
beberapa macam, seperti halusinasi pendengaran, ibu atau bapak/abang mendengar
suara-suara bisikan mengganggu. Halusinasi penglihatan, bapak/abang atau ibu
melihat sesuatu yang aneh dan mengganggu ibu. Halusinasi penciuman,
ibu/bapak/abanag mencium bau-bau yang tidak enak. Halusinasi perabaan,
ibu/bapak/abang merasakan ada yang meraba. Halusinasi pengecapan.”
2) Perawat meminta klien menceritakan apa yang dilakukan pada saat mengalami
halusinasi, dan bagaimana hasilnya. Ulangi sampai semua klien mendapat giliran.

“perawat punya bola, pada saat musik dinyalakan bola diberikan kepada teman
disamping ibu, apabila musik berhenti berarti ibu harus maju ke depan sama
perawat ya...! setelah itu ibu cerita sama perawat dan teman-teman apa yang ibu
lakukan kalau ibu melihat atau mendengar suara suara aneh.”

3) Berikan pujian setiap klien selesai bercerita


“bagus ibu sudah berani bercerita kepada suster dan teman-teman.”
4) Perawat menjelaskan cara mengatasi halusinasi dengan menghardik halusinasi
saat halusinasi muncul
“kalau ibu mendengar suara dan melihat yang aneh-aneh, tutup kuping dan tutup
mata.”
5) Terapis memperagakan cara menghardik halusinasi yaitu:
“ibu kalau mendengar suara atau melihat yang aneh-aneh bapak atau ibu tutup
kuping atau tutup mata dan bilang “ pergi jangan ganggu saya”.
6) Terapis meminta masing-masing klien memperagakan cara menghardik
halusinasi dimulai dari klien sebelah kiri terapis dan berurutan searah jarum jam
sampai semua peserta dapat giliran
“pada saat musik dimainkan, bola diberikan kepada teman disamping ibu, apabila
musik berhenti ibu harus maju kedepan dan harus memperagakan apa yang telah
perawat ajarkan tadi.”
6) Terapis memberikan pujian dan mengajak klien bertepuk tangan saat setiap klien
selesai memperagakan mneghardik halusiansi. “bagus,,,tepuk tangan semuanya,,,!
d. Tahap terminasi
1) Evaluasi
a) Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
“bagaimana perasaan ibu setelah bermain bersama suster dan temanteman tadi?”
b) Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok
“ibu sudah dapat melakukan apa yang suster ajarkan tadi dengan baik...tepuk
tangan donk...!
2) Tindak lanjut

Terapis menganjurkan klien untuk menerapkan cara yang telah dipelajari jika
halisinasi muncul

“kalau ibu mendengar suara dan melihat yang aneh-aneh lagi, ibu tutup mata atau
telinga dan bilang “pergi jangan ganggu saya”

3) Kontrak yang akan datang

a) Terapis membuat kesepakatan dengan klien untuk mengingatkan klien agar


mengulang kembali pelajaran yang telah di ajarkan pada TAK.

e. Evaluasi dan Dokumentasi

a. Evaluasi

TAK
Stimulasi Persepsi : Halusinasi
Kemampuan Menghardik Halusinasi

Aspek yang di nilai


Menyebutkan Menyebutkan Menyebutkan Memperagakan
No Nama klien cara yang selama efektifitas cara cara mengatasi menghardik
ini digunakan halusinasi halusinasi
mengatasi dengan
halusinasi menghardik
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Evaluasi dilakukan saat proses TAK berlangsung, khususnya pada tahap kerja. Aspek
yang dievaluasi adalah kemampuan klien sesuai dengan tujuan TAK. Untuk TAK stimulasi
persepsi halusinasi, kemampuan yang diharapkan adalah mengatasi halusinasi dengan
menghardik. Formulir halusinasi sebagai berikut.

Petunjuk :

1. Tulis nama panggilan klien yang ikut TAK pada kolom nama klien

2. Untuk setiap klien.beri penilaian kemampuan menyebutkan : cara yang biasa


digunakan untuk mengatasi halusinasi, ke efektifannya, cara menghardik halusinasi,
dan memperagakannya, beri tanda jika klien mampu √ dan tanda x jika klien tidak
mampu

b. Dokumentasi

Dokumentasikan kemampuan yang dimiliki klien saat TAK pada catatan


proses keperawatSan tiap klien contoh : klien mengikuti TAK stimulasi persepsi
halusinasi, klien mampu memperagakan cara menghardik halusinasi anjurkan klien
menggunakan jika halusinasi muncul, khususnya pada malam hari (buat jadwal).
DAFTAR PUSTAKA

Dalami E, dkk (2014). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa. Jakarta:
CV. Trans Info Media.

Direja, Ade Herman Surya (2011). Buku Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (2013).

Hidayah, A. N. (2015). Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi persepsi-


persepsi terhadap kemampuan mengontrol halusinansi pada pasien halusinasi di
RSJD DR. Amino Gondohutomo semarang. Jurnal Keparawatan , vol. 8, No. 1 ,44-
55.

Keliat. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Kusumawati, Farida dan Yudi Hartono (2012). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta:
Salemba Medika.

Muhith, Abdul (2015). Pendidikan Keperawatan Jiwa. Jakarta: Penerbit ANDI.

Prabowo, Eko (2014). Konsep & Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Suryenti, V., & Sari, E. V. (2017). Pengaruh terapi aktivitas kelompok stimulasi
persepsi halusinasi terhadap kemampuan mengontrol halusinasi pada pasien
skizofrenia di ruang rawat inap arjuna rumah Sakit Jiwa Daerah Provinsi Jambi.
Riset Informasi Kesehatan, vol. 6, No.2, 174-183.

Yusuf, AH, dkk (2015). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: Salemba
Medika.

Anda mungkin juga menyukai