Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

SKRINING CHAT

Di susun kelompok :

1. Anik Widyanti (S17163)

2. Ilham Setia Budi (S17181)

3. Luzain Indra R (S17188)

4. Meri Andariesta Yudi A (S17190)

5. Tri Wulandari (S17208)

SARJANA KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

KUSUMA HUSADA SURAKARTA

TAHUN 2019/2020
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak yang sehat dan normal adalah dambaan setiap orang-tua. Namun jika harus

menghadapi kenyataan bahwa anaknya mengalami ketidaknormalan dalam bentuk

perilaku, fisik, atau dalam hal mental, tentu setiap orangtua akan merasa sedih bercampur

cemas, takut anaknya tidak akan mampu menghadapi kehidupan ini dengan baik.

Dalam dunia medis dan psikiatris, gangguan autisme atau biasa disebut ASD

(Autistic Spectrum Disorder) merupakan gangguan perkembangan fungsi otak yang

kompleks dan sangat bervariasi (spektrum). Biasanya gangguan perkembangan ini

meliputi bidang komunikasi, interaksi, perilaku, emosi dan sensoris. Dari data para ahli

diketahui penyandang ASD anak lelaki empat kali lebih banyak dibanding penyandang

ASD anak perempuan [1].

Seiring dengan kemajuan pesat teknologi komputer saat ini, perkembangan

bidang medis dan psikiatris juga mengalami kemajuan yang pesat. Kemajuan bidang

medis dan psikiatris akan semakin lengkap jika dapat didukung perkembangan teknologi

komputer, terutama teknologi perangkat lunaknya. Ada satu penelitian yang dilakukan

oleh Joan Angelina Widians dan Sri Hartati (2008) membangun aplikasi sistem pakar

untuk mendiagnosa gangguan autis pada anak. Metode yang digunakan dalam penelitian

di atas adalah DSM IV. Diagnostic and Statistical Manual (DSM IV) merupakan aturan

klinis yang dapat digunakan untuk mendiagnosa autisme. Aplikasi ini telah berhasil

membantu psikolog atau paramedis dalam melakukan diagnosa awal.


Dari penelitian tersebut yang dinilai masih memiliki kelemahan, maka dalam

penelitian ini akan perlu adanya pengembangan sistem untuk menghasilkan informasi

yang lebih akurat dari sebelumnya. Dari metode DSM IV yang dipadukan dengan ICD 10

dan CHAT akan menghasilkan sebuah kesimpulan yang baik. Dalam American of

Pediatrics (2001) dijelaskan bahwa Checklist Autism in Toddlers (CHAT) merupakan

instrumen skrining untuk mengidentifikasi anak-anak yang berusia 18 bulan yang

beresiko untuk komunikasi sosial-disorders. CHAT berupa kuesioner yang diisi

olehorang tua. DSM IV dipadukan dengan ICD 10 saat ini telah menghasilkan sebuah

petunjuk manual untuk mewawancara orang tua yaitu Autism Diagnostic Interview

Revised (ADI-R) yang diterbitkan oleh Western Psychological Services.

Dari penjelasaan di atas, dimanfaatkanlah ilmu dan teknologi yang ada untuk

menganalisis dan membuat suatu sistem yang diangkat dalam skripsi ini, dengan judul

“Sistem Pakar Diagnosa Autisme Pada Anak”.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan autism?

2. Bagaimana Deteksi Autism dengan CHAT (Checklist Autism in Toddlers, di atas usia

18 bulan) ?

3. Bagaimana Observasi Secara Langsung ?

4. Bagaimana Peranan Orang Tua Dan Dokter Dalam Deteksi Dini ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui definisi dari autism


2. Untuk mengetahui Deteksi Autism dengan CHAT (Checklist Autism in Toddlers, di

atas usia 18 bulan)

3. Untuk mengetahui observasi secara langsung

4. Untuk mengetahui Peranan Orang Tua Dan Dokter Dalam Deteksi Dini
BAB 2

PEMBAHASAN

A. Definisi

Kata autis berasal dari bahasa Yunani "auto" berarti sendiri yang ditujukan pada

seseorang yang menunjukkan gejala "hidup dalam dunianya sendiri". Pada umumnya

penyandang autisma mengacuhkan suara, penglihatan ataupun kejadian yang melibatkan mereka.

Jika ada reaksi biasanya reaksi ini tidak sesuai dengan situasi atau malahan tidak ada reaksi sama

sekali. Mereka menghindari atau tidak berespon terhadap kontak sosial (pandangan mata,

sentuhan kasih sayang, bermain dengan anak lain dan sebagainya).

Pemakaian istilah autis kepada penyandang diperkenalkan pertama kali oleh Leo Kanner,

seorang psikiater dari Harvard (Kanner, Austistic Disturbance of Affective Contact) pada tahun

1943 berdasarkan pengamatan terhadap 11 penyandang yang menunjukkan gejala kesulitan

berhubungan dengan orang lain, mengisolasi diri, perilaku yang tidak biasa dan cara

berkomunikasi yang aneh.

Autis adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai dengan adanya

gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi dan interaksi

sosial. Autis dapat terjadipada semua kelompok masyarakat kaya miskin, di desa dikota,

berpendidikan maupun tidak serta pada semua kelompok etnis dan budaya di dunia.

Jumlah anak yang terkena autis semakin meningkat pesat di berbagai belahan dunia. Di

Kanada dan Jepang pertambahan ini mencapai 40 persen sejak 1980. Di California sendiri pada

tahun 2002 di-simpulkan terdapat 9 kasus autis per-harinya. Di Amerika Serikat disebutkan autis

terjadi pada 60.000 - 15.000 anak dibawah 15 tahun. Kepustakaan lain menyebutkan prevalens
autis 10-20 kasus dalam 10.000 orang, bahkan ada yang mengatakan 1 diantara 1000 anak. Di

Inggris pada awal tahun 2002 bahkan dilaporkan angka kejadian autis meningkat sangat pesat,

dicurigai 1 diantara 10 anak menderita autisma. Di Indonesia yang berpenduduk 200 juta, hingga

saat ini belum diketahui berapa persisnya jumlah penyandang namun diperkirakanjumlah anak

autis dapat mencapai 150 --200 ribu orang.Perbandingan antara laki dan perempuan adalah 2,6 -

4 : 1, namun anak perempuan yang terkena akan menunjukkan gejala yang lebih berat.

B. Deteksi Autism dengan CHAT (Checklist Autism in Toddlers, di atas usia 18 bulan).

Terdapat beberapa perangkat diagnosis untuk skreening (uji tapis) pada penyandang

autism sejak usia 18 bulan sering dipakai di adalah CHAT (Checklist Autism in Toddlers).

CHAT dikembangkan di Inggris dan telah digunakan untuk penjaringan lebih dari 16.000 balita.

Pertanyaan berjumlah 14 buah meliputi aspek-aspek : imitation, pretend play, and joint attention.

Menurut American of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities. Technical Report :

The Pediatrician's Role in Diagnosis and Management of Autistic Spectrum Disorder in

Children. Pediatrics !107 : 5, May 2001)

Interpretasi

Risiko tinggi menderita autis : bila tidak bisa melakukan A5, A7, B2, B3, dan B4

Risiko kecil menderita autis : tidak bisa melakukan A7 dan B4

Kemungkinan gangguan perkembangan lain : tidak bisa melakukan >3

Dalam batas normal : tidak bisa melakukan <3

Keterangan :
Pertanyaan A5, 7 dan B2, 3, 4 paling penting. Pertanyaan berjumlah 14 buah meliputi aspek-

aspek : imitation, pretend play, and joint attention. Menurut American of Pediatrics, Committee

on Children With Disabilities. Tetapi anak dengan keterlambatan perkembangan yang

menyeluruh juga tidak bisa melakukannya. Oleh karena itu perlu menyingkirkan kemungkinan

retardasi mental

C. Observasi Secara Langsung

Untuk dapat melakukan penilaian yang cermat tentang penyimpangan perilaku pada anak

sangat penting dilakukan observasi secara langsung. Observasi secara langsung ini meliputi

interaksi langsung, penilaian fungsional dan penilaian dasar bermain.

Observasi langsung yangs sering dilakukan adalah dengan melakukan interaksi langsung

dengan anak dan diikuti dengan wawancara terhadap orangtua dan keluarga. Informasi tentang

emosi anak, sosial, komunikasi, kemampuan kognitif dapat dilakukan secara bersamaan melalui

interaksi langsung, observasi dalam berbagai situasi, dan wawancara atau anamnesa dengan

orangtua dan pengasuhnya. Orang tua dan anggota lainnya harus ikut aktif dalam penilaian

tersebut. .

Observasi langsung lainnya adalah dengan melakukan penilaian fungsional. Tujuan

penilaian ini adalah untuk mengetahui bagaimana bisa terjadi perubahan perilaku seperti perilaku

gerakan yang aneh, perilaku bicara yang khas dan sebagainya. Berdasarkan pertimbangan itu

bahwa perubahan perilaku adalah suatu cara untuk berkomunikasi dengan lingkungan. Penilaian

fungsional termasuk wawancara, observasi langsung dan interaksi secara langsung untuk

mengetahui apakah anak menderita autism atau dikaitkan ketidakmampuan dalam komunikasi
melalui perilaku anak.Penilaian secara fungsional ini akan membantu dalam perencanaan

intervensi atau terapi okupasi yang harus diberikan.

Penilaian dasar bermain juga merupakan observasi langsung yang penting untuk

dilakukan. Penilaian ini melibatkan orang tua, guru, pengasuh atau anggota keluarga lainnya

untuk mengamati situasi permainan yang dapat memberikan informasi hubungan sosial,

eomosional, kognitif dan perkembangan komunikasi. Dengan mengetahui kebiasaan belajar anak

dan pola interaksi melalui penilaian permainan, pengobatan secara individual dapat

direncanakan.

D. Peranan Orang Tua Dan Dokter Dalam Deteksi Dini

Dalam perkembangannya menjadi manusia dewasa, seorang anak berkembang melalui

tahapan tertentu. Diantara jenis perkembangan, yang paling penting untuk menentukan

kemampuan intelegensi di kemudian hari adalah perkembangan motorik halus dan pemecahan

masalah visuo-motor, serta perkembangan berbahasa. Kemudian keduanya berkembang menjadi

perkembangan sosial yang merupakan adaptasi terhadap lingkungan. Walaupun kecepatan

perkembangan setiap anak berbeda-beda, kita harus waspada apabila seorang anak mengalami

keterlambatan perkembangan atau penyimpangan perkembangan. Untuk mendeteksi

keterlambatan khususnya gangguan , dapat digunakan 2 pendekatan :

Memberikan peranan kepada orang tua, nenek, guru atau pengasuh untuk melakukan

deteksi dini dan melaporkan kepada dokter bila anak mengalami keterlambatan atau gangguan

perkembangan dan perilaku. Kerugian cara ini adalah bahwa orang tua sering menganggap

bahwa anak akan dapat menyusul keterlambatannya dikemudian hari dan cukup ditunggu saja.

Misalnya bila anak mengalami keterlambatan bicara, nenek mengatakan bahwa ayah atau ibu
juga terlambat bicara, atau anggapan bahwa anak yang cepat jalan akan lebih lambat bicara.

Kadang-kadang disulitkan oleh reaksi menolak dari orang tua yang tidak mengakui bahwa anak

mengalami keterlambatan bicara.

Pendekatan lainnya adalah dengan deteksi aktif yang dapat dilakukan dokter atau dokter

spesialis anak. Deteksi aktif ini dengan membandingkan kemampuan seorang anak dapat

melakukan peningkatan perkembangan yang sesuai dengan baku untuk anak seusianya.

Pendekatan kedua juga mempunyai kelemahan yaitu akan terlalu banyak anak yang diidentifikasi

sebagai "abnormal" karena banyak gangguan perilaku penyandang autis pada usia di bawah 2

tahun juga dialami oleh penyandang yang normal. Sehingga beberapa klinisi bila kurang cermat

dalam melakukan deteksi aktif ini dapat mengalami keterlambatan dalam penegakkan diagnosis.

Tampaknya peranan orangtua sangatlah penting dalam mendeteksi gejala autis sejak dini.

Orangtua harus peka terhadap perkembangan anak sejak lahir. Kepekaan ini tentunya harus

ditunjang dengan peningkatan pengetahuan tentang perkembangan normal pada anak sejak dini.

Informasi tersebut saat ini sangat mudah didapatkan melalui media cetak seperti buku kesehatan

populer, koran, tabloid, majalah dan media elektronik seperti televisi, internet dan sebagainya.

Orang tua juga harus peka terhadap kecurigaan orang lain termasuk pengasuh, nenek, kakek

karena mereka sedikitnya telah mempunyai pengalaman dalam perawatan anak.

Peranan orang tua untuk melaporkan kecurigaannya dan peran dokter untuk menanggapi

keluhan tersebut sama pentingnya dalam penatalaksanaan anak. Bila dijumpai keterlambatan

atau penyimpangan harus dilakukan pemeriksaan atau menentukan apakah hal tersebut

merupakan variasi normal atau suatu kelainan yang serius. Jangan berpegang pada pendapat

:"Nanti juga akan membaik sendiri" atau "Anak semata-mata hanya terlambat sedikit" tanpa

pemeriksaan yang cermat. Akibat yang terjadi diagnosis yang terlambat dan penatalaksanaan
yang semakin sulit. Langkah yang harus dilakukan adalah dengan melakukan uji tapis atau

skrening gangguan perilaku atau autis pada anak yang dicurigai yang dapat dilakukan oleh

dokter.

Kemampuan penilaian skrening Autis ini hendaknya juga harus dipunyai oleh para dokter

umum atau khususnya dokter spesialis anak. Dokter hendaknya harus cermat dalam melakukan

penilaian skrening tersebut. Bila mendapatkan konsultasi dari orangtua pasien yang dicurigai

Autis atau gangguan perilaku lainnya sebaiknya dokter tidak melakukan penilaian atau advis

kepada orangtua sebelum melakukan skrening secara cermat. Banyak kasus dijumpai tanpa

pemeriksaan dan penilaian skrening Autis yang cermat, dokter sudah berani memberikan advis

bahwa masalah anak tersebut adalah normal dan nantinya akan membaik dengan sendirinya.

Hambatan lainnya yang sering dialami adalah keterbatasan waktu konsultasi dokter, sehingga

pengamatan skrening tersebut kadang sering tidak optimal. Orang tua sebaiknya tidak menerima

begitu saja advis dari dokter bila belum dilakukan skrening Autis secara cermat. Bila perlu

orangtua dapat melakukan pendapat kedua kepada dokter lainnya untuk mendapatkan konfirmasi

yang lebih jelas.

Sebaliknya sebelum cermat melakukan penilaian, dokter sebaiknya tidak terburu-buru

memvonis diagnosis Autis terhadap anak. Overdiagnosis Autis kadang menguntungkan

khususnya dalam intervensi dini, tetapi dilain pihak juga dapat merugikan khususnya dalam

menghadapi beban psikologis orang tua. Orangtua tertentu yang tidak kuat menghadapi vonis

autis tersebut kadangkala akan menjadikan overprotected atau overtreatment kepada anaknya.

Selain itu keadaan seperti itu dapat meningkatkan beban biaya pengobatan anak. Bukan menjadi

rahasia lagi, bahwa orangtua penyandang Autis sangat banyak mengeluarkan biaya konsultasi
pada berbagai dokter, terapi okupasi, pemeriksaan laboratorium yang kadang mungkin belum

perlu dilakukan.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ada beberapa diagnosis untuk skreening (uji tapis) pada penyandang autism sejak

usia 18 bulan sering dipakai di adalah CHAT. Menurut American of Pediatrics ,

Committee on Children With Disabilities. Pertanyaan untuk skrining CHAT

berjumlah 14 buah meliputi aspek-aspek : imitation, pretend play, and joint attention.

Menurut American of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities.

B. Saran

Menurutr kelompok kami sebaiknya skrining CHAT untuk Autism dilakukan sedini

mungkin dan orang tau bagaimana untuk test skrining CHAT.


DAFTAR PUSTAKA

American of Pediatrics, Committee on Children With Disabilities. Technical Report : The

Pediatrician's Role in Diagnosis and Management of Autistic Spectrum Disorder in

Children. Pediatrics !107 : 5, May 2001)

Anderson S, Romanczyk R: Early intervention for young children with autism: A

continuum-based behavioral models. JASH 1999; 24: 162-173.

APA: Diagnostic and statistic manual of mental disorders. 4th ed. Washington, DC:

American Psychiatric Association; 1994.

Bettelheim B: The Empty Fortress: Infantile Autism and the Birth of the Self. New York,

NY: Free

Buka SL, Tsuang MT, Lipsitt LP: Pregnancy/delivery complications and psychiatric

diagnosis. A prospective study. Arch Gen Psychiatry 1993 Feb; 50(2): 151-6.

Burd L, Severud R, Kerbeshian J, Klug MG: Prenatal and perinatal risk factors for autism.

J Perinat Med 1999; 27(6): 441-50.


Werner E, Dawson G, Osterling J, Dinno N: Brief report: Recognition of autism spectrum

disorder before one year of age: a retrospective study based on home videotapes. J

Autism Dev Disord 2000 Apr; 30(2): 157-62.

Wilkerson DS, Volpe AG, Dean RS, Titus JB. Perinatal complications as predictors of

infantile autism. Int J Neurosci 2002 Sep;112(9):1085-98

Anda mungkin juga menyukai