Anda di halaman 1dari 24

BAGIAN RADIOLOGI LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2019


UNIVERSITAS HASANUDDIN

HIDROPNEUMOTORAKS

Oleh:

Nurul Asmi Mansyur C014182269


Dheeta Khaerunnisa C014182270
Andi Sriana C014182271
Nurfitasari C014182272

Pembimbing Residen:
dr. Herdi Armawan

Konsulen Pembimbing :
dr. Luthfy Attamimi, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA


TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
HALAMAN PENGESAHAN

JUDUL LAPORAN KASUS : Hidropneumotoraks

Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa,


NAMA/NIM :

1. Nurul Asmi Mansyur C014182269


2. Dheeta Khaerunnisa C014182270
3. Andi Sriana C014182271
4. Nurfitasari C014182272

Telah menyelesaikan tugas Laporan Kasus dengan Judul “Hidropneumotoraks” dalam


rangka kepaniteraan klinik pada bagian Radiologi Fakultas Kedokteran Universitas
Hasanuddin tahun 2019.

Makassar, 5 November 2019

Dosen Pembimbing, Residen Pembimbing,

dr. Luthfy Attamimi, Sp.Rad dr. Herdi Armawan

Mengetahui, Kepala Bagian Radiologi


Fakultas KedokteranUniversitas Hasanuddin

Prof.Dr.dr.Bachtiar Murtala, Sp.Rad(K)

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL............................................................................................1
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................. 2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB 1 PENDAHULUAN.......................................................................................4
LAPORAN KASUS................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pleura...............................................................10
2.2 Definisi.................................................................................................11
2.3 Epidemiologi........................................................................................12
2.4 Etiologi dan Patogenesis......................................................................12
2.6 Diagnosis..............................................................................................13
2.7 Diagnosis Banding...............................................................................15
2.8 Komplikasi...........................................................................................18
2.9 Penatalaksanaan...................................................................................18
BAB 3 DSKUSI DAN KESIMPULAN.................................................................20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................24

3
BAB 1

PENDAHULUAN

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan
pleura parietalis. Pleura merupakan suatu membran serosa yang melapisi permukaan
dalam dinding toraks kanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma kanan
dan kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri yang semuanya disebut pleura parietalis,
dan pleura viseralis merupakan membran yang melapisi paru. Diantara pleura parietal
dan viseral terdapat ruang yang disebut rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan
pleura yang jumlahnya sangat sedikit yang hanya berfungsi memisahkan pleura
parietal dan viseral.1,2,3

Hidropneumotoraks merupakan suatu keadaan dimana terdapat udara dan


cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru. Etiologi
dari beberapa keadaan tersebut diatas biasanya berasal dari penyakit paru seperti
pneumonia, abses paru, adanya fistula bronkopleura, bronkiektasis, tuberculosis paru,
aktinomikosis paru dan dari luar seperti trauma toraks, pembedahan toraks,
torakosentesis pada efusi pleura, abses subphrenik dan abses hati amuba. Insidennya
belum diketahui secara pasti namun didapatkan insiden pneumotoraks berkisar antara
2,4-17,8/100.000 penduduk pertahun dengan 25% kasus pneumotoraks ditemukan
juga sedikit cairan dalam pleuranya (efusi pleura). 2

Pada gambaran radiologi hidropneumotoraks merupakan perpaduan antara


gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumothorax. Pada hidropneumotoraks
cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus sign tidak tampak. Pada foto
supine maka akan dijumpai air fluid level meskipun cairan sedikit. Pada foto tegak
terlihat garis mendatar karena adanya udara di atas cairan. 2

Pada hakekatnya, pengenalan radiologis dan diagnosis hidropneumotoraks,


sangat diperlukan karena hal ini menentukan terapi dan tatalaksana awal terbaik yang
perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya terapi yang tidak sesuai dan komplikasi
yang tidak diharapkan.

4
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. AR
Tgl Lahir/Umur : 1 April 1982 / 37 tahun
Alamat : Jl. Lumpuran, Takalar
No. RM : 898107
Hari/tgl masuk : 14 Oktober 2019
Ruangan : Infection Center Lt.2

1.2 Anamnesis
a. Keluhan utama : Batuk
b. Anamnesis terpimpin : Pasien masuk dari poli dengan keluhan batuk
yang dialami sejak 5 bulan yang lalu. Batuk disertai dahak warna putih. Batuk
darah tidak ada, riwayat batuk darah tidak ada. Riwayat sesak napas ada saat
sebelum dirawat di RS tarakan pada bulan 9. Nyeri dada ada di luka selang
WSD. Nyeri ulu hati tidak ada. Mual dan muntah tidak ada. Buang air besar
kesan sulit, buang air kecil biasa. Demam ada sejak bulan Sembilan. Demam
naik turun. Kadang disertai keringat malam. Nafsu makan berkurang. Riwayat
penurunan berat badan sebanyak 6 kilogram dalam 1 bulan terakhir. Riwayat
merokok ada selama 10 tahun sebanyak 15 batang per hari. Kontak dengan
penderita tuberculosis tidak ada. Saat ini pasien sedang mengkonsumsi obat
anti tuberculosis sejak tanggal 4 Oktober 2019 dengan hasil dahak tidak
diketahui. Riwayat keganasan dalam keluarga tidak ada. Riwayat diabetes dan
tekanan darah tinggi tidak ada. Riwayat pekerjaan sebagai pembersih toilet
tersumbat (sedot tinja) dan sebelumnya sebagai pembuat batu bata. Riwayat
dirawat di rumah sakit Tarakan tanggal 2 September 2019 dengan keluhan
sesak, lalu dipasang selang, warna seperti teh pekat, tetapi lama kelamaan jadi
warna kuning.
c. Riwayat penyakit sebelumnya : Ada
d. Riwayat penyakit keluarga : Tidak ada

5
1.3 Pemeriksaan Fisis (31 Oktober 2019)
a. Keadaan umum: Compos Mentis, keadaan sakit sedang, gizi kurang
b. Tanda-tanda vital
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 78 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 37,0’C
Saturasi O2 : 95% (tanpa modalitas)
BB : 46 kg
TB : 164 cm
IMT : 17,1 kgBB/m2 (Gizi cukup)
c. Pemeriksaan Fisis
1) Kepala : Normocephal, mesocephal
2) Mata
Anemis : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada
Udem Palpebrae : Tidak ada
Mata cekung : Tidak ada
Pupil : Isokor dengan diameter 2,2 mm
3) THT :
Bibir : Normal Lidah : Normal
Tonsil : Normal Faring : Normal
4) Leher : JVP normal, pembesaran kelenjar limfe (-), kaku kuduk (-)
5) Thoraks
Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, terpasang WSD pada ICS VII
dextra
Palpasi : Vocal fremitus simetris di kedua hemithoraks, namun lemah di
lateral hemitoraks dextra
Perkusi : Hipersonor pada lateral hemithoraks dextra
Auskultasi : Bunyi napas bronkovesicular, rhonki dan wheezing tidak ada
6) Jantung :
Bunyi Jantung I/II normal regular, murmur jantung(-)

6
7) Abdomen :
Peristaltik normal, hepar dan lien tidak teraba
8) Ekstremitas:
Akral hangat, edema tidak ada
1.4. Pemeriksaan Laboratorium (31 Oktober 2019)
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUK UNIT
Urinalisa
Ureum urine 7 12-20 gr/24 jam
KIMIA DARAH
Fungsi Hati
Natrium 127 136-145 mmol/l
Kalium 3.4 3.5-5.1 mmol/l
Klorida 95 97-111 mmol/l
Elektrolit
Albumin 2.4 3,5-5 g.dl
Hematologi rutin
WBC 7.00 4.00 – 10.0 [103/uL]
RBC 3.57 3.80 – 5.80 [106/uL]
HGB 9.9 12.0-16.0 g/dl
HCT 29.7 37.0 – 47.0 [%]
PLT 259 150-400 [10^3/UL]

1.5. Pemeriksaan Radiologi


a. Foto Thorax PA: (15/10/2019)

7
 Tampak hiperlusen avascular pada hemithorax dextra disertai air fluid level di
dalamnya setinggi ICS V anterior dextra
 Tampak bercak infiltrat disertai garis-garis fibrosis yang meretraksi hilus
sinistra
 Cor : CTI normal, aorta dilatasi
 Sinus kiri baik, diafragma kiri tenting
 Tulang-tulang intak
 Jaringan lunak disekitar kesan baik
 Terpasang chest tube pada hemithorax dextra setinggi ICS VIII posterior
dextra
Kesan :
- Hidropneumotoraks dextra
- TB Paru lama aktif lesi luas
- Dilatatio aortae
- Terpasang chest tube setinggi ICS VIII posterior dextra

1.7 Diagnosis
Diagnosis Klinis : Hidropneumotoraks dextra ecausa tuberculosis paru
DD/Piopneuotoraks
Diagnosis Radiologi : Hidropneumotoraks dextra

1.8 Penanganan
- 4FDC 3 tablet/24jam/oral
- N-acetylcystein 200mg/8 jam/oral

8
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI PLEURA


Pleura adalah suatu membran serosa yang melapisi permukaan dalam
dinding toraks kanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma kanan
dan kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri yang semuanya disebut pleura
parietalis. Kemudian pada pangkal paru. Membran serosa ini berbalik
melapisi paru dan disbut pleura visceralis yang engikuti fisura yang
membagi tiap lobusnya.1,2,3
Diantara pleura parietal dan viseral terdapat ruang yang disebut
rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan pleura seperti lapisan film
karena jumlahnya sangat sedikit yang hanya berfungsi memisahkan pleura

9
parietal dan viseral. Cairan pleura masuk ke dalam rongga pleura dari
dinding dada yaitu bagian pleura parietalis dan mengalir meninggalkan
rongga pleura menembus pleura viseralis untuk masuk ke dalam aliran limfa
melumasi permukaan pleura sehingga memungkinkan gesekan kedua lapisan
tersebut pada saat pernafasan. Arah aliran cairan pleura tersebut ditentukan

oleh tekanan hidrostatik dan tekanan osmotik di kapiler sistemik.3.4


Proses inspirasi terjadi apabila tekanan paru lebih kecil dari tekanan
atmosfer. Tekanan paru dapat lebih kecil jika volumenya diperbesar.
Membesarnya volume paru diakibatkan oleh pembesaran rongga dada.
Pembesaran rongga dada terjadi akibat 2 faktor, yaitu faktor thorakal dan
abdominal. Faktor thorakal (gerakan otot-otot pernafasan pada dinding dada)
akan memperbesar rongga dada ke arah transversal dan anterosuperior,
sementara faktor abdominal (kontraksi diafragma) akan memperbesar
diameter vertical rongga dada. Akibat membesarnya rongga dada dan
tekanan negatif pada kavum pleura, paru-paru menjadi terhisap sehingga

mengembang dan volumenya membesar, tekanan intrapulmoner pun


menurun. Oleh karena itu, udara yang kaya O2 akan bergerak dari
lingkungan luar ke alveolus. Di alveolus, O2 akan berdifusi masuk ke
kapiler sementara CO2 akan berdifusi dari kapiler ke alveolus.3.4
Sebaliknya, proses ekspirasi terjadi bila tekanan intrapulmonal lebih

besar dari tekanan atmosfer. Kerja otot-otot ekspirasi dan relaksasi


diafragma akan mengakibatkan rongga dada kembali ke ukuran semula

10
sehingga tekanan pada kavum pleura menjadi lebih positif dan mendesak
paru-paru. Akibatnya, tekanan intrapulmoner akan meningkat sehingga

udara yang kaya CO2 akan keluar dari paru-paru ke atmosfer.3.4

2.2 DEFINISI
Hidropneumotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara dan

cairan di dalam rongga pleura yang mengakibatkan kolapsnya jaringan paru.

Cairan ini bisa juga disebut dengan nanah (empiema) dan hal ini dinamakan
dengan piopneumothoraks, sedangkan pneumothorax itu sendiri ialah suatu
keadaan dimana hanya terdapat udara didalam rongga pleura yang juga

mengakibatkan kolaps jaringan paru.3,4,5


2.3 EPIDEMLOGI
Pencatatan tentang insiden dan prevalensi hidropneumotoraks belum

ada dilkakukan, namun insiden dan prevalensi pneumotoraks berkisar antara


2,4 – 17,8 per 100.000 penduduk per tahun, dengan 25% kasuspneumotoraks
ditemukan juga sedikit cairan dalam pleranya(efusi pleura). Menurut Barrie dkk,
seks ratio laki-laki dibandingkan dengan perepuan 5:1. Ada pula penemuan
yang mendapatkan 8:1. Pneumothorax lebih sering ditemukan pada
hemithoraks kanan daripada hemithoraks kiri. Pneumothorax bilateral kira-
kira 2% dari seluruh pneumohoraks spontan. Insiden dan prevalensi
pneumotoraks ventil 3 - 5% dari pneumotoraks spontan. Kemungkinan
berulangnya pneumotoraks menurut James dan Studdy 20% untuk kedua

kali,dan 50% untuk yang ketiga kali.5.6.7

2.4 ETIOLOGI DAN PATOGENESIS


Keadaan fisiologi dalam rongga dada pada waktu inspirasi tekanan

intrapleura lebih negatif dari tekanan intrabronkial, maka paru mengembang


mengikuti gerakan dinding dada sehingga udara dari luar akan terhisap masuk
melalui bronkus hingga mencapai alveoli. Pada saat ekspirasi dinding dada
menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih tinggi

11
daripada tekanan udara alveol atau di bronkus akibatnya udara akan ditekan

keluar melalui bronkus.3.4


Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan
pada saluran pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada
permulaan batuk, bersin atau mengejan. Pengkatan tekanan intrabronkial akan
mencapai puncak sesaat sebelum batuk, bersin atau mengedan. Apabila
dibagian perifer bronkus atau alveoli ada bagian yang lemah, maka

kemungkinan terjadinya robekan bronkus atau alveol akan sangat mudah.3.4


Dengan cara demikian dugaan terjadinya pneumotoraks dapat
dijelaskan yaitu jika ada kebocoran di bagian paru yang berisi udara melalui
robekan atau pleura yang pecah. Bagian yang robek tersebut berhubungan
dengan bronkus. Pelebaran alveol dan septa-septa alveol yang pecah kemudian
membentuk suatu bulla yang berdinding tipis di dekat daerah yang ada proses
non spesifik atau fibrosis granulomatosa. Keadaan ini merupakan penyebab

yang paling sering dari pneumothoraks.3.4


Ada beberapa kemungkinan komplikasi pneumotoraks, suatu “katup bola”
yang bocor yang menyebabkan tekanan pneumotoraks bergeser ke mediastinum.
Sirkulasi paru dapat menurun dan mungkin menjadi fatal. Apabila kebocoran tertutup
dan paru tidak mengadakan ekspansi kembali dalam beberap minggu , jaringan parut
dapat terjadi sehingga tidak pernah ekspansi kembali secara keseluruhan. Pada
keadaan ini cairan serosa terkumpul di dalam rongga pleura dan menimbulkan suatu
hidropneumotoraks.1,2
Hidropneumotoraks spontan sekunder bisa merupakan komplikasi dari TB paru
dan pneumotoraks yaitu dengan rupturnya fokus subpleura dari jaringan nekrotik
perkejuan sehingga tuberkuloprotein yang ada di dalam masuk rongga pleura dan
udara dapat masuk dalam paru pada proses inspirasi tetapi tidak dapat keluar paru
ketika proses ekspirasi, semakin lama tekanan udara dalam rongga pleura akan
meningkat melebihi tekanan atmosfer, udara yang terkumpul dalam rongga pleura
akan menekan paru sehingga sering timbul gagal napas.1,2

2.5 DIAGNOSIS

12
1. Diagnosis Klinis
Biasanya ditemukan anamnesis yang khas, yaitu rasa nyeri pada
dada seperti ditusuk, disertai sesak nafas dan kadang-kadang disertai
dengan batuk. Rasa nyeri dan sesak nafas ini makin lama dapat
berkurang atau bertambah hebat. Berat ringannya perasaan sesak nafas
tergantung dari derajat penguncupan paru, dan apakah paru dalam
keadaan nyeri atau tidak. Pada penderita dengan COPD, pneumotoraks
yang minimal sekali pun akan menimbulkan sesak nafas yang hebat.
Nyeri dada biasanya datang tiba- tiba seperti ditusuk-tusuk se tempat
pada sisi paru yang terkena, kadang-kadang menyebar kearah bahu,
hipokondrium dan skapula.1

Batuk-batuk biasanya merupakan keluhan yang jarang bila tidak


disertai penyakit paru lain; biasanya tidak berlangsung lama dan tidak
produktif. Keluhan-keluhan tersebut dapat terjadi bersama-sama,
bahkan ada penderita pneumotoraks yang tidak mempunyai keluhan
sama sekali. Pada penderita pneumotoraks ventil, rasa nyeri dan sesak
nafas ini makin lama makin hebat, penderita gelisah, sianosis, akhirnya
dapat mengalami syok karena gangguan aliran darah akibat penekanan
udara pada pembuluh darah dimediastinum.1

 Inspeksi; dapat terlihat sesak nafas, pergerakan dada berkurang,


batuk-batuk, sianosis serta iktus kordis terdorong kearah yang
sehat.
 Palpasi; dapat dijumpai spatium interkostalis yang melebar,
Stemfremitus yang melemah, trakea tergeser ke arah yang sehat
dan iktus kordis tidak teraba atau tergeser ke arah yang sehat.
 Perkusi; mungkin dijumpai sonor, hipersonor sampai timpani.
 Auskultasi; dapat dijumpai suara nafas yang melemah, sampai
menghilang. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan
Rontgen foto toraks. Pada rontgen foto toraks P.A akan terlihat
garis penguncupan paru yang halus seperti rambut. Apabila
pneumothorax disertai dengan adanya cairan di dalam rongga

13
pleura (hidropneumotoraks), akan menampilkan gambaran garis
datar yang merupaka batas udara dan cairan. Sebaiknya rontgen
thoraks dibuat dalam kedaan ekspirasi maksimal.1
2. Diagnosis Radiologis
Pada gambaran radiologi hidropneumotoraks (gambar 1) merupakan
perpaduan antara gambaran radiologi dari efusi pleura dan pneumotoraks. Pada

hidropneumothorax cairan pleura selalu bersama-sama udara, maka meniscus


sign tidak tampak. Pada foto lurus maka akan dijumpai air fluid level meskipun
cairan sedikit. Pada foto tegak terlihat garis mendatar karena adanya udara di
atas cairan. Gambaran radiologi pada hidropneumotoraks ini ruang pleura
sangat translusen dengan tak tampaknya gambaran pembuluh darah paru,
biasanya tampak garis putih tegas membatasi pleura visceralis yang membatasi
paru yang kolaps, tampak gambaran semiopak homogen menutupi paru bawah,
dan penumpukan cairan di dalam cavum pleura yang menyebabkan sinus
costofrenikus menumpul.3,4

2.6 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS


1. Abses Paru

14
Pada hidropneumotoraks salah satu gambaran radiologis yang tampak
pada foto terjadi gambaran pembentukan air fluid level akibat adanya udara
dan air yang memberikan tampilan densitasnya masing-masing. Diagnosis
banding dari hidropneumotoraks yang sama berdasarkan gambaran
pembentukan air fluid levelnya yaitu abses paru.
Abses Paru merupakan proses supurasi yang berlokalisir pada parenkim
paru.5 Gambaran radiologis dari abses paru yang terutama yaitu air fluid level,
dimana syarat dikatakan abses paru harus didapatkannya empat hal yaitu :
1. Adanya cavitas
2. Membentuk Air fluid level,yang memberikan densitas udara yang mengisi
ruang atas cavtas dan densitas air yang menempati bagian bawah ruang
cavitas.
3. Memiliki dinding tebal (thick wall) yang mengililingi cavitas atau
membatasi cavitas (jaringan paru yang sakit) dengan jaringan paru yang
sehat. Dinding ini memberikan gambaran densitas opak. Irreguler Border,
yaitu dinding luar dari kavitas yang tidak beraturan atau rata (smooth).
Abses paru dapat disebabkan baik oleh proses infeksi (seperti
Tuberculosis) maupun proses keganasan yaitu carsinoma paru, dimana yang
membedakan keduanya yaitu dilihat dari inner margin atau dinding dalam
kavitas, dimana pada infeksi biasanya mulus (smooth) dan carsinoma paru
nodular (kasar atau rough).5

Berikut contoh gambaran dari abses paru:

15
Keterangan gambar. Abses paru yang besar dengan air fluid level
dibagian distal pada suatu karsinoma hilus. Lobus kanan atas kolaps disertai
dengan emfisema sebagai kompensasi.
2. Empisema Pulmonum
Emfisema pulmonum adalah suatu kelainan anatomik paru yang
ditandai oleh pelebaran secara abnormal saluran napas bagian distal bronkus
terminalis, disertai dengan kerusakan dinding alveolus yang ireversibel. Pada
gambaran Chest X-ray dapat menunjukkan hiperinflasi paru, diafragma letak
rendah dan mendatar, peningkatan ruang udara retrosternal, penurunan tanda
vaskular/bulla (emfisema), jantung tampak sempit memanjang, peningkatan
bentuk bronchovaskular (bronchitis), normal ditemukan saat periode remisi
(asthma).17,18

3. Infected Bullae
Bulla termasuk salah satu jenis lesi pada paru yang berisi udara. Sebuah
bulla memiliki dinding yang tipis <1mm, memiliki ruang berisi udara, dan
berukuran 1 cm atau lebih besar. Dindingnya dapat dibentuk pleura, septa, atau
jaringan yang terkompresi. Gejala klinis pada pasien dengan bulla yang
terinfeksi cenderung lebih ringan disbanding abses paru, namun dapat juga
asimtomatik.19
Gambaran radiologis yang ditemukan pada foto thorax konvensional
yaitu Nampak lesi melingkar berdinding tipis, berbatas tegas, dan tidak

16
mengandung pembuluh darah. Sering berada di lobus atas paru dan cenderung
untuk menangkap udara sehingga dapat menjadi lebih besar pada ekspirasi.19
Tanda paling baik untuk menentukan bulla yang terinfeksi adalah
adanya gambaran air fluid level. Adanya gambaran bulla yang tidak terinfeksi
sebelumnya di lokasi yang sama pada gambaran air fluid level membantu
diagnosis. Perbedaan bulla yang terinfeksi dengan abses paru ialah bulla
mengandung cairan yang lebih sedikit, dinding tipis, dan tidak ada tanda
pneumonitis disekitarnya. Bulla dapat menjadi sangat besar sehingga membuat
paru normal yang tersisa hampir tidak terlihat. Kebanyakan bulla berhubungan
dengan emfisema dan juga dapatt menyebabkan pneumothorax.19

2.7 KOMPLIKASI
Komplikasi pneumothorax termasuk tension pneumothorax,
hemopneumothorax, bronchopleural fistula, pneumomediastinum, pneumothorax
kronik (kegagagalan paru untuk mengembang kembali).20

17
 Tension pneumothorax
Tension pneumothorax (terjadi pada 3-5% pasien pneumothorax), terjadi
perdorongan vena kava sehingga akan mengakibatkan berkurangnya curah
jantung, diikuti gejala hipoksia dan asidosis metabolic.
 Pneumomediastinum
Pneumomediastinum adalah komplikasi yang jarang terjadi (<1%).
Pneumomediastinum adalah kondisi dimana terdapat udara atau gas bebas yang
ditemukan di struktur mediastinum.
 Hemopneumothorax
Sekitar 5% dari pasien dengan pneumothorax akan mengalami
hemopneumothorax bersamaan dengan jumlah darah di rongga pleura.
 Fistula bronchopleural
Fistula bronchopleural dapat terjadi pada pasien dengan pneumothorax spontan
primer (3%-4%), meskipun lebih umum pada pasien dengan pneumothorax
spontan sekunder atau pneumothorax traumatis. Kebocoran udara persisten
yang terjadi setelah drainase thorax untuk pneumothorax adalah tanda klinis
awal dari komplikasi ini.
 Pneumothorax kronik
Chest tube digunakan untuk re-ekspansi paru. Tetapi dalam beberapa kasus,
prosedur ini gagal. Korteks yang menebal pada pleura visceral mencegah
perluasan kembali paru. Prosedur medis untuk kondisi ini adalah torakotomi
dan dekortikasi.

18
BAB 3
DISKUSI DAN KESIMPULAN
1. DISKUSI
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan utama batuk sejak 5
bulan yang lalu, batuk disertai dahak berwarna putih, ada riwayat
dirawat di Rumah sakit Tarakan pada bulan September 2019 dengan
keluhan sesak, lalu dipasang selang WSD.

Pada pemeriksaan fisis, ditemukan pergerakan dada simetris saat


statis dan dinamis dan terpasang WSD pada ICS VII dextra. Pada
palpasi, vocal fremitus simetris pada kedua hemitoraks, namun
melemah di lateral hemitoraks dextra. Pada perkusi, ditemukan
hipersonor di lateral hemitoraks dextra. Bunyi napas bronkovesikuler,
bunyi rhonki dan wheezing tidak ditemukan pada pasien ini.

Pada gambaran radiologis pasien ini ditemukan kelainan-kelainan


sebagai berikut :

19
a. Hiperlusen avaskuler merupakan gambaran air density akibat adanya udara
bebas dalam cavum pleura yang meyebabkan kolaps bagian paru yang berada
dibawah pleura sehingga tidak terlihat corakan bronchovaskular pada bagian
tersebut.4,5 Tanda ini ditandai dengan panah merah pada foto polos thorax di
atas.
b. Pleural white line merupakan gambaran pleura visceralis yang terpisah dari
pleura parietalis oleh karena adanya udara dalam cavum pleura yang
memisahkan diantara kedua selaput tersebut.4 Tanda ini dilihat sebagai garis
putih tipis yang mengikuti bentuk jaringan paru yang terdesak akibat desakan
udara diatasnya. Tanda ini ditandai dengan panah biru pada foto thorax diatas.
c. Perselubungan homogen merupakan gambaran semiopak atau intermediet
yang menutupi bagian paru.4 Tanda ini biasanya didapatkan akibat adanya
penumpukan cairan dalam cavum pleura yang memberikan tampilan densitas
cairan pada pemeriksaan radiologis. Tanda radiologis ini ditunjukan pada
panah hijau pada foto thorax di atas.
d. Air fluid level merupakan gambaran radiologik dimana terlihat penampakan
densitas udara dan densitas cairan yang terpisah dimana densitas udara (air
density) selalu menampati bagian atas dan densitas cairan (fluid density)
menempati ruang dibawahnya.4,5 Pada kasus hidropneumotoraks terjadi
pembentukan air fluid level yang dapat dilihat pada pemeriksaan radiologis,
akibat adanya udara dan cairan secara bersamaan dalam cavum pleura. Pada
umumnya pada penumpukan cairan dalam cavum pleura akan membentuk
meniscus sign pada tampilan radiologi, namun pada hidropneumotoraks
selain adanya cairan juga terdapat udara yang memberikan tekanan diatas
permukaan cairan sehingga pada hidropneumotoraks tidak terbentuk
meniscus sign seperti pada efusi pleura biasanya. Tampilan tanda ini
ditunjukan dengan garis putih pada foto thorax di atas.
Gambaran-gambaran radiologis yang diuraikan diatas, semakin memperkuat
diagnosis pasien, karena menampilkan gambaran-gambaran yang khas sebagai suatu
hidropneumotoraks dextra.

20
Untuk pemeriksaan radiologis pada hidropneumotoraks, ada beberapa
pemeriksaan yang dapat dilakukan jika pada pemeriksaan radiologis tegak posisi PA
belum cukup untuk menegakkan diagnosis, yaitu :
1. Pemeriksaan Foto Thorax lateral
Pemeriksaan ini untuk melihat gambaran cavum pleura yang berisi
cairan dan udara (hidropneumotoraks) lebih maksimal. 5 Pada pasien ini
sebaiknya dilakukan dari lateral kanan karena proses hidropneumotoraks pada
pasien terjadi dibagian hemithorax kanan. Namun bisa juga dlakukan
pemeriksaan dari lateral kiri, untuk melihat perbedaan permukaan cairan pada
cavum yang terbentuk pada foto thorax, dimana karena pada hemithorax kiri
terjadi efusi pleura tanpa adanya udara maka gambaran meniscus sign yang
terbentuk akan tetap terlihat, berbeda dengan permukaan cairan yang terjadi
pada hemithorax kanan yang mendatar atau hilang meniscus sign karena
terbentuknya air fluid level.5
2. Computer Tomography Scan (CT scan) paru
Pasien ini diusulkan untuk dilakukan pemeriksaan CT – Scan karena
melalui pemeriksaan CT – Scan dapat lebih jelas dan teliti menentukan daerah
pasti penumpukan cairan terjadi, apakah pada cavum pleura atau parenkim
paru, sehingga dapat memperkuat diagnosis. Pada hidropneumotoraks proses
terjadi pada cavum pleura sedangkan pada abses paru prosesnya terjadi di
parenkim paru. Selain itu dengan CT – Scan juga dapat terlihat apakah adanya
masa pada paru atau proses spesifik seperti TB dengan lebih jelas.5

21
Keterangan gambar. CT Scan pada hidropneumotoraks dapat
memberikan gambaran air fluid level yang jelas. CT scan sangat baik dalam
menilai efusi pleura yang jumlahnya sedikit dan memberikan informasi yang
jelas pada kelainan intrathorakal seperti kemungkinan neoplasma.
3. Ultrasonografi (USG) Toraks
Hidropneumotoraks juga dapat didiagnosis dengn USG dengan adanya
air fluid level. Air fluid level yang bergerak pada saat respirasi akan
menimbulkan gambaran berupa curtain sign, oleh karena udara pada pleura
akan menutupi efusi pada saat respirasi.10 USG memiliki sensitivitas dan
spesitas yang lebih superior dalam hal mendeteksi pneumotoraks yang minimal
pada penderita trauma (rontgen toraks vs USG : 52% vs 92% dan 100% vs
99,4%).11,12 Hal ini akan menurunkan biaya pemeriksaan (dibandingkan dengan
pemeriksaan rontgen toraks) dan meningkatkan kenyamanan penderita. 13 selain
itu, pada beberapa kasus trauma masal dimana rontgen toraks tidak dapat
dilakukan secara cepat, maka USG dapat menjadi pilihan alternatif yang dapat
diandalkan.14
Kemampuan USG dalam mendeteksi efusi pleura tidak dapat
dibantahkan. USG sangat bermanfaat dalam menegakkan diagnosis efusi
pleura yang terlokalisasi dan minimal, dan juga lebih sensitif dibandingkan
dengan rontgen toraks lateral dekubitus dengan ekspirasi maksimal. Pada
rontgen toraks, dibutuhkan setidaknya 150 mL cairan pleura untuk dapat
mendeteksi adanya efusi pleura, sedangkan pada pemeriksaan USG secara teliti
maka efusi pleura yang hanya 5 mL dapat terdeteksi.15,16

2. KESIMPULAN
Pasien atas nama Tn. AR usia 37 tahun yang dirawat dengan keluhan batuk
berdahak dengan riwayat sesak dan nyeri dada, pada hasil pemeriksaan foto thorax
awal saat MRS memberikan gambaran hidropneumotoraks dimana terdapat atau
tampak hiperlusen avaskular, pleural white line, perselubungan homogen yang
membentuk air fluid level pada hemithorax kanan paru.

22
DAFTAR PUSTAKA

1. Darmanto Djojodibroto. Respirologi. EGC: 2009


2. Sjahriar rasad. Radiologi diagnostic. 2009. Jakarta: Balai penerbit FKUI
3. Kahar Kusumawidjaja. Pleura dan Mediastinum; Radiologi diagnositik.
2010. Balai Penerbit FKUI; Jakarta.
4. Rubens MB, Padley SPG. The pleura. Dalam: Textbook of radiology and
imaging. Seventh Edition. 2015. Churchill Livingstone. P. 87-105
5. Corner J, Carrol M, Brown I, Delany D. Ch. Pleural efusion. Dalam: Chest x-
ray made easy. 2011. Churchill Livingstone. Hal 28-30
6. Alsagaff Hood. Dasar ilmu penyakit paru. 2010. Jakarta: EGC
7. Asril Bahar. Penyakit-penyakit Pleura; Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid
II. 2013. Balai Penerbit FKUI: Jakarta.
8. Slobodan, Milisavljevic dkk. Pneumothorax-Diagnosis and treatment. 2015.
Serbia: General and Thoracic Surgery Clinic, Clinical Centre Kraagujevac
Faculty of Medical Sciences University of Kragujevac
9. Sugeng bambang. Diktat Anatomi situs thoracis, ed. 2011
10. Mayo PH, Doelken P. Pleural Ultasonography. Cin Chest Med. 2006; 27: p.
215-227
11. Gimberg A, Shigueoka DC, Atallah AN, Azjen S, Lared W. Diagnostic
accuracy of sonography of pleural effusion: systematic review. Sao Paulo Med
J. 2010; 128(2): p.90-5
12. Youk JH, Kim EK, Kim MJ, Oh KK. Imaging finding of chest wall lesions on
breast sonography. J Ultrasound Med. 2008; 27: p. 125-38
13. Remple J, Noble V. Using lung ultrasound to defferential patients in acute
dyspnea in the pre hospital emergency setting. Critical care. 2011; 15: p. 161
14. Knudtson JL, Dort JM, Helmer SD, Smith RS. Surgeon-perform ultrasound for
pneumothorax in the trauma suite. J Trauma. 2014; 56(3): p, 572-30
15. Nafae R, Eman SR, Mohamad NA, El-Ghamry R, Ragheb AS. Adjuvant role
of lung ultrasound in the diagnosis of pneumonia in intensive care unit-
patients.
16. Bollinger CT, Herth FJF, Mayo PH, Beamis JF. Toracic Ultrasound overview.
Prog Respir Res. 2009; 37: p. 11-20.

23
17. Soemantri S, Bronkhitis Kronik dan Emfisema Paru dalam : Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid 2, Balai Penerbit FKUI, Jakarta 2010; Hal 754-61.
18. Mangunnegoro H, PPOK Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia, Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, Jakarta, 2011 Hal 1-24.
19. Herring, W. Learning Radiology, Recognizing the Basics 3rd edition. 2015.
Philadelpia: Elsevier
20. Slobodan, Milisavljevic dkk. Pneumothorax-Diagnosis and treatment. Serbia:
General and Thoracic Surgery Clinic, Clinical Centre Kraagujevac Faculty of
Medical Sciences University of Kragujevac. 2015

24

Anda mungkin juga menyukai