Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

KLIEN DENGAN SPINAL CORD INJURY


Tugas Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Keperawatan Gawat Darurat dan Managemen Bencana

Disusun Oleh :

1. Amalia Nurul Azizah P27220020004


2. Azizah Nur ‘Aini P27220020009
3. Nissa Latifah Achmad P27220020032
4. Prihatiasa Ma’afi Jannah P27220020035

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Spinal Cord Injury (SCI) dapat didefinisikan sebagai kerusakan atau
trauma sumsum tulang belakang yang dapat mengakibatkan kehilangan atau
gangguan fungsi yang mengakibatkan berkurangnya mobilitas atau perasaan
(sensasi). Spinal cord injury (SCI) terjadi ketika sumsum tulang belakang
rusak, sehingga mengakibatkan hilangnya beberapa sensasi dan kontrol
motorik. Spinal cord injury (SCI) adalah suatu tekanan terhadap sumsum
tulang belakang yang mengakibatkan perubahan, baik sementara atau
permanen, di motorik normal, indera, atau fungsi otonom. Efek dari spinal
cord injury tergantung pada jenis luka dan tingkat dari cedera. Akibat yang
ditimbulkan karena cedera SCI bervariasi, dan yang terparah bisa sampai
mengakibatkan hilangnya fungsimotorik dan sensorik serta kehilangan fungsi
defekasi dan berkemih.
Pada awal tahun 1900, angka kematian 1 tahun setelah trauma pada pasien
dengan lesi komplit mencapai 100 %. Namun kini, angka ketahanan hidup 5
tahun pada pasien dengan trauma tetraplegia mencapai 90 %. Pasien dengan
trauma spinal cord komplit berpeluang sembuh kurang dari 5 %. Jika terjadi
paralisis komplit dalam waktu 72 jamsetelah trauma, peluang perbaikan
adalah nol. Untuk prognosis trauma spinal cordinkomplit lebih baik jika
dibandingkan dengan trauma spinal cord komplit. Jika fungsisensoris masih
ada, peluang pasien untuk dapat berjalan kembali lebih dari 50 %.Angka
kejadian dengan spinal cord injury dapat dikatakan masih relatif tinggi. DiU.S.
saja, insiden trauma SCI sekitar 5 kasus per satu juta populasi per tahun atau
sekitar 14.000 pasien per tahun. Insiden trauma SCI tertinggi terjadi pada usia
16-30 tahun (53,1%).
Laki-laki-wanita rasio individu dengan SCI di Amerika Serikat adalah 4:1;
yaitu, laki-laki merupakan sekitar 80% orang dengan SCI. Sekitar 80 % pria
dengan trauma SCIrata-rata berusia 18-25 tahun. Laki-laki berusia antara 18-
25 tahun lebih cenderungmenderita spinal cord injury akibat trauma
(kecelakaan atau beberapa tindakankekerasan). Dan di atas 50 % cedera spinal
cord injury ini mengenai daerah servikalis.60% lebih pasien dengan cedera
spinal cord disertai dengan cedera mayor, seperti:cedera pada kepala atau
otak, toraks, abdominal, atau vaskuler.
Penyebab spinal cord injury meliputi kecelakaan sepeda motor (44 %),
tindak kekerasan (24 %), jatuh (22 %) (pada orang usia 65 tahun ke atas), luka
karena senjata api (9%), kecelakaan olahraga (rata-rata pada usia 29 tahun)
misal menyelam (8 %), dan penyebab lain misalnya infeksi atau penyakit,
seperti tumor, kista di tulang belakang,multiple sclerosis, atau cervical
spondylosis (degenerasi dari disk dan tulang belakang dileher)(2 %).

B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran analisa pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
Spinal Cord Injury?

C. Tujuan
1. Menganalisis konsep medis pada pasien Spinal Cord Injury (SCI).
2. Menganalisis masalah keperawatan dengan konsep teori terkait dan
konsep kasus terkait Spinal Cord Injury (SCI).
3. Menganalisis intervensi dengan konsep terkait Spinal Cord Injury (SCI).
BAB II
KONSEP ASKEP

KONSEP TEORI
A. Pengertian
Tulang belakang (vertebrae) adalah tulang yang memanjang dari leher
sampai ke selangkangan. Tulang vertebrae terdiri dari 33 tulang, antara lain: 7
buah tulang servikal, 12 buah tulang torakal, 5 buah tulang lumbal, 5 buah
tulang sacral. Diskus intervertebrale merupakan penghubung antara dua
korpus vertebrae. Sistem otot ligamentum membentuk jajaran barisan
(aligment) tulang belakang dan memungkinkan mobilitas vertebrae. Di dalam
susunan tulang tersebut terangkai pula rangkaian syaraf-syaraf, yang bila
terjadi cedera di tulang belakang maka akan mempengaruhi syaraf-syaraf
tersebut.
Spinal cord injury (SCI) atau cedera medula spinalis adalah suatu kondisi
gangguan pada medula spinalis atau sumsum tulang belakang dengan gejala
fungsi neurologis mulai dari fungsi motorik, sensorik, dan otonomik, yang
dapat berujung menjadi kecacatan menetap hingga kematian. SCI merupakan
ancaman serius yang dapat menyebabkan defisit neurologis dan kecacatan
menetap pasca cedera. Kasus traumatis menjadi faktor tersering penyebab SCI
mulai dari kecelakaan lalu lintas, jatuh, kecelakaan karena rekreasi, pekerjaan,
dsb. Maka, setiap terjadinya kecelakaan dengan trauma multiple perlu
dicurigai pasien menderita SCI. (Surya, 2021).

B. Etiologi
Menurut Christopher, Witiw, & Fehlings, 2015; Pertiwi & Berawi, 2017
etiologi dari SCI secara garis besar, SCI dapat dibedakan menjadi 2 yaitu
traumatik dan non-traumatik. Traumatik memiliki tingkat kejadian yang lebih
banyak (90%) ketimbang non-traumatik (10%) (Surya, 2021).
1. Traumatik
Di antara trauma yang menjadi penyebab spinal cord injury, kecelakaan
kendaraan bermotor ada di peringkat pertama (40,4%), diikuti oleh cedera
karena jatuh terutama pada orang dewasa usia 45 tahun ke atas (27,9%).
Terbanyak ketiga adalah kekerasan interpersonal (paling sering adalah
luka tembak) sebanyak 15%. Penyebab tersering selanjutnya adalah cedera
karena olah raga (8%).
2. Non traumatik
Beberapa sebab kasus cedera spinal non trauma adalah sebagai berikut :
a. Kelainan kongenital: spina bifida, myelomeningocele, Arnold-Chiari
malformation,malformasi skeletal, syringomyelis
b. Penyakit degeneratif kolum vertebra: spondilosis vertebra, stenosis
spinalis, prolaps diskus, spondilolistesis
c. Kompresi tumor
d. Iskemia vaskular
e. Penyakit infeksi: polio, tuberkulosis, sifilis
f. Multiple sclerosis
g. Fraktur vertebra akibat osteoporosis sekunder
h. Iatrogenik: komplikasi injeksi spinal, kateter epidural, pungsi lumbal

C. Klasifikasi
Klasifikasi pada Spinal Cord Injury menurut American Spinal Injury
Association:
a. Frenkle A : Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sensorik hingga level
terbawah.
b. Frenkle B : Hilangnya seluruh fungsi motorik dan sebagian fungsi sensorik
di bawah tingkat lesi.
c. Frenkle C : jika lebih dari separuh kekuatan otot yang di tes dengan MMT
memilki nilai kurang dari 3.
d. Frenkle D : jika lebih dari separuh kekuatan otot yang di tes dengan MMT
memiliki nilai lebih atau sama dengan 3.
e. Frenkle E : Fungsi motorik dan sensorik normal (tidak ada defisit
neurologis).

D. Manifestasi Klinis
1. Antara C1 sampai C5
Respiratori paralisis dan kuadriplegi, biasanya pasien meninggal
2. Antara C5 dan C6
Paralisis kaki, tangan, pergelangan; abduksi bahu dan fleksi siku
yang lemah; kehilangan refleks brachioradialis
3. Antara C6 dan C7
Paralisis kaki, pergelangan, dan tangan, tapi pergerakan bahu dan
fleksi siku masih bisa dilakukan; kehilangan refleks bisep
4. Antara C7 dan C8
Paralisis kaki dan tangan
5. C8 sampai T1
Horner's syndrome (ptosis, miotic pupils, facial anhidrosis),
paralisis kaki
6. Antara T11 dan T12
Paralisis otot-otot kaki di atas dan bawah lutut
7. T12 sampai L1
Paralisis di bawah lutut
8. Cauda equina
Hiporeflex atau paresis extremitas bawah, biasanya nyeri dan
usually pain and hyperesthesia, kehilangan control bowel dan
bladder
9. S3 sampai S5 atau conus medullaris pada L1
Kehilangan kontrol bowel dan bladder secara total

E. Patofisiologi
Terdapat dua patofisiologi terjadinya cedera tulang belakang,
mekanisme primer dan mekanisme sekunder. Pada mekanisme primer
terjadinya cedera tulang belakang akibat dari proses hiperekstensi,
yaitu adanya akselerasi yang tiba-tiba sehingga menimbulkan daya
yang sangat besar yang diserap oleh tulang belakang sehingga
menyebabkan bentuk dari tulang belakang terlalu menekuk ke depan.
Kedua yaitu kompresi yaitu saat posisi terduduk atau berdiri maka akan
ada tekanan atau kompresi yang sangat besar pada kolum vertebrae
tertentu karena menahan berat. Ketiga rotasi yaitu saat sendi berputar
dengan derajat putaran melebihi kemampuannya. Yang terakhir adalah
injury penetrasi yaitu jika ada benda tajam yang menusuk area tulang
belakang dan merusak struktur yang ada di dalam tulang belakang.
Mekanisme sekunder terjadinya cedera tulang belakang adalah
perdarahan atau masalah vaskularisasi, tingginya oksigen pada sel-sel
jaringan yang membentuk struktur tulang belakang, pengeluaran
neurotransmitter yang berlebihan menyebabkan jaringan nervus yang
berlebihan menghantarkan impuls, syok neurologic akibat iskemia dan
hipoksia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, rusaknya akson
yang menghambat penghantaran impuls sensori. Cedera spinal cord
terjadi akibat patah tulang belakang, dan kasus terbanyak cedera spinal
cord mengenai daerah servikal dan lumbal. Cedera dapat terjadi akibat
hiperfleksi, hiperekstensi, kompresi atau rotasi pada tulang belakang.
Fraktur pada cedera spinal cord dapat berupa patah tulang
sederhana, kompresi, kominutif, dan dislokasi. Sedangkan kerusakan
pada cedera spinal cord dapat berupa memar, kontusio, kerusakan
melintang laserasi dengan atau tanpa gangguan peredaran darah, dan
perdarahan. Kerusakan ini akan memblok syaraf parasimpatis untuk
melepaskan mediator kimia, kelumpuhan otot pernapasan, sehingga
mengakibatkan respon nyeri hebat dan akut anestesi. Iskemia dan
hipoksemia syok spinal, gangguan fungsi rektum serta kandung kemih.
Gangguan kebutuhan gangguan rasa nyaman nyeri, oksigen dan
potensial komplikasi, hipotensi, bradikardia dan gangguan eliminasi.
Temuan fisik pada spinal cord injury sangat bergantung pada lokasi
yang terkena: jika terjadi cedera pada C-1 sampai C-3 Pasien akan
mengalami tetraplegia dengan kehilangan fungsi pernapasan atau
sistem muskular total; jika cedera mengenai saraf C-4 dan C-5 akan
terjadi tetraplegia dengan kerusakan, menurunnya kapasitas paru,
ketergantungan total terhadap aktivitas sehari-hari; jika terjadi cedera
pada C-6 dan C-7 Pasien akan mengalami tetraplegia dengan beberapa
gerakan lengan atau tangan yang memungkinkan untuk melakukan
sebagian aktivitas sehari-hari; jika terjadi kerusakan pada spinal C-7
sampai T-1 seseorang akan mengalami tetraplegia dengan keterbatasan
menggunakan jari tangan, meningkat kemandiriannya; pada T-2
sampai L-1 akan terjadi paraplegia dengan fungsi tangan dan berbagai
fungsi dari otot interkostal dan abdomen masih baik; jika terjadi cedera
pada L-1 dan L-2 atau dibawahnya, maka orang tersebut akan
kehilangan fungsi motorik dan sensorik, kehilangan fungsi defekasi
dan berkemih (Muryati, 2015).

F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
Berdasarkan patofisiologi di atas, maka sangat penting dilakukan pemeriksaan
diagnostikSCI yang dapat meliputi :
1. Sinar x spinal : menentukan lokasi dan jenis cedera tulang (fraktur atau
dislok)
2. CT scan : untuk menentukan tempat luka/jejas
3. MRI : untuk mengidentifikasi kerusakan syaraf spinal
4. Foto rongent thorak : mengetahui keadaan paru
5. AGD : menunjukkan keefektifan pertukaran gas dan upaya ventilasi.

H. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


1. Penatalaksaan Medis
a. Tindakan-tindakan untuk imobilisasi dan mempertahankan vertebral
dalam posisi lurus :
1) Pemakaian kollar leher, bantal psir atau kantung IV untuk
mempertahankan agar leher stabil, dan menggunakan papan
punggung bila memindahkan pasien.
2) Lakukan traksi skeletal untuk fraktur servikal, yang
meliputi penggunaan Crutchfield, Vinke, atau tong Gard-
Wellsbrace pada tengkorak.
3) Tirah baring total dan pakaikan brace haloi untuk pasien dengan
fraktur servikal stabil ringan.
4) Pembedahan (laminektomi, fusi spinal atau insersi batang
Harrington) untuk mengurangi tekanan pada spinal bila
pada pemeriksaan sinar-x ditemui spinal tidak aktif.
b. Tindakan-tidakan untuk mengurangi pembengkakan pada
medula spinalis dengan menggunakan glukortiko steroid intravena
2. Penatalaksaan Keperawatan
a. Pengkajian fisik didasarakan pada pemeriksaan pada neurologis,
kemungkinan didapati defisit motorik dan sensorik di bawah area
yang terkena : syok spinal, nyeri, perubahan fungsi kandung kemih,
perusakan fungsi seksual pada pria, pada wanita umumnya tidak
terganggu fungsi seksualnya, perubahan fungsi defekasi.
b. Kaji perasaan pasien terhadap kondisinya
c. Pemeriksaan diagnostic
d. Pertahankan prinsip A-B-C (Airway, Breathing, Circulation)

I. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang muncul akibat SCI, antara lain :
1. Perubahan tekanan darah, bisa menjadi ekstrim (autonomic
hyperreflexia).
2. Komplikasi akibat imobilisasi :
a. Deep vein thrombosis
b. Infeksi pulmonal : atelektasis, pneumonia
c. Kerusakan integritas kulit : decubitus
d. Kontraktur
e. Peningkatan resiko injuri pada bagian tubuh yang mati rasa
f. Meningkatkan resiko gagal ginjal
g. Meningkatkan resiko infeksi saluran kemih
h. Hilangnya kontrol pada bladder
i. Hilangnya kontrol pada bowel
j. Kehilangan sensasi
k. Disfungsi seksual (impoten pada pria)
l. Spasme otot
m. Nyeri
n. Paralysis otot pernapasan
o. Paralysis (paraplegia, quadriplegia) (Fransisca, 2008; Brunner &
Suddart, 2001)
KONSEP ASKEP
A. Pengkajian Keperawatan
1. Triase
a. Prioritas 1 : Apakah pasien mengalami ancaman sehingga
membutuhkan tindakan life saving segera
b. Prioritas 2 : Dapatlah tindakan terapi pasien ditunda
2. Pengkajian Identitas Pasien
Identitas pasien terdiri atas : nama, umur, pekerjaan, agama, jenis kelamin,
alamat, tanggal masuk RS, alasan masuk RS dan penanggung jawab.
3. Primary Survey
a. Airway
Control servical (adanya desakan otot diagfragma dan interkosta
sehingga mengganggu jalan nafas)
b. Breathing
Control ventilasi (adanya pernafasan dangkal dan penggunaan otot-otot
bantu nafas)
c. Circulation
Adanya hipotensi, bradikardi, poikilotermi
d. Disability
Kaji sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan
sensasi dan kelemahan otot.
e. Exposure
Buka pakaian pasien dan selimuti, periksa secara menyeluruh dan teliti
mulai dari kepala sampai kaki
4. Secondary Survey
a. Kaji riwayat trauma
b. Kaji tingkat kesadaran
c. Ukur tanda-tanda vital
d. Kaji apakah ada alergi obat
e. Pemeriksaan fisik
a) Kepala dan wajah
b) Cervical spine
c) Thorax
d) Abdomen (termasuk pervis)
e) Ekstermitas

B. Diagnosa Keperawatan
1. Pola nafas tidak efktif berhubungan dengan hiperventilasi ditandai dengan
dispnea dan terdapat otot bantu nafas
2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan
aliran darah ditandai dengan bradikardi, nadi teraba lemah, kelemahan,
AGD abnormal
3. Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan syaraf

C. Intervensi Keperawatan

N Dx Keperawatan Tindakan dan kriteria hasil Intervensi Keperawatan


o
1 Pola nafas tidak Tujuan : 1. Pantau ketat tanda-
efktif Setelah dilakukan tindakan tanda vital dan
berhubungan keperawatan selama 1 x 4 pertahankan ABC
dengan jam diharapkan pola nafas 2. Gunakan servikal
hiperventilasi pasien efektif dengan collar, imobilisasi
ditandai dengan kriteria hasil lateral kepala,
dispnea dan 1. Sesak nafas berkurang letakkan papan di
terdapat otot 2. Pernafasan teratur bawah tulang
bantu nafas 3. Takipnea tidak ada belakang
4. Pengembangan dada 3. Berikan oksigen
simetris sesuai indikasi
2. Perfusi jaringan Tujuan : 1. Atur posisi kepala
perifer tidak Setelah dilakukan tindakan dan leher untuk
efektif keperawatan selama 1 x 4 mendukung airway
berhubungan jam diharapkan perfusi (jaw thrust) jangan
dengan jaringan adekuat dengan memutar atau
penyumbatan kriteria hasil : menarik leher
aliran darah 1. Nadi teraba kuat kebelakang
ditandai dengan 2. Kesadaran compos (hiperekstensi),
bradikardi, nadi mentis mempertimbangkam
teraba lemah, 3. Sianosis atau pucat OPA, NPA, intubasi
kelemahan, AGD tidak ada 2. Berikan oksigen
abnormal 4. Akral teraba hangat sesuai indikasi
5. CRT < 2 detik 3. Pantau adanya
6. GCS 13 – 15 ketiakadekuatan
7. AGD normal perfusi
4. Ukur tanda-tanda
vital
5. Pantau GCS
6. Awasi pemeriksaan
AGD
3. Nyeri akut Tujuan : 1. Kaji tipe, lokasi dan
berhubungan Setelah dilakukan tindakan durasi nyeri
dengan trauma keperawatan selama 1 x 4 2. Kaji perubahan
jaringan syaraf jam diharapkan nyeri intensitas nyeri
berkurang atau hilang 3. Batasi pergerakan
dengan kriteria hasil : pada daerah yang
1. Pasien tidak mengeluh cedera
nyeri 4. Ajarkan teknik
2. Pasien tenang relaksasi
5. Kolaborasi dengan
tim medis dalam
pemberian analgesik
D. Implementasi keperawatan
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan
dimana rencana keperawatan dilaksanakan melaksanakan intervensi
atau aktivitas yang telah ditentukan, pada tahap ini perawat siap untuk
melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam rencana
perawatan klien. Agar implementasi perencanaan dapat tepat waktu
dan efektif terhadap biaya, pertama-tama harus mengidentifikasi
prioritas perawatan klien, kemudian bila perawatan telah dilaksanakan,
memantau dan mencatat respons klien terhadap setiap intervensi dan
mengkomunikasikan informasi ini kepada penyedia perawatan
kesehatan lainnya. Kemudian, dengan menggunakan data, dapat
mengevaluasi dan merevisi rencana perawatan dalam tahap proses
keperawatan berikutnya

E. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan
untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan
tercapai. Evaluasi ini dilakukan dengan cara membandingkan hasil
akhir yang teramati dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat dalam
rencana keperawatan. Cara Penulisan SOAP untuk perawat :
a) S: Data berdasarkan keluhan yang disampaikan pasien setelah
dilakukan tindakan.
b) O: Data berdasarkan hasil pengukuran / observasi langsung kepada
pasien setelah dilakukan tindakan.
c) A: Masalah keperawatan yang terjadi akibat perubahan status klien
dalam data subyektif dan obyektif.
d) P : Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan
atau dimodifikasi
BAB III
PEMBAHASAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama pasien : Tn. R
Jenis kelamin : Laki-laki
Tempat tanggal lahir : 31 Desember 1954 / 65 tahun
Agama : Islam
Alamat : Ujung Desa Tiroang
Diagnose medis : Traumatic Brain Injury GCS 12
Tempat perawatan : UGD Bedah
Nomor RM : 897885
Tanggal MRM : 09-10-2019
Tanggal pengkajian : 09-10-2019
2. Triage
a. Keluhan utama :
Kesadaran Menurun
b. Riwayat keluhan utama :
Dialami sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit Dr.
Wahidin Sudirohusodo. Akibat kecelakaan lalu lintas. Sebelumnya
pasien dirawat di RSUD Barru . Riwayat kejang tidak ada, terdapat
luka lecet di bawah mata kiri serta benjolan pada tempoparental
dextra, pasien memiliki riwayat pingsan ketika kecelakaan, ada riwayat
muntah.
Mekanisme trauma
Pasien berada didalam mobil bersama 4 orang Penumpang lainnya,
bertabrakan dengan mobil lain dan sopir tidak bisa mengedalikan
mobilnya, pasien terpental kedepan dan kepala pasien sebelah kanan
terbentur keatap mobil, pasien saat kejadian tidak sadarkan diri,
muntah darah. TTV
Tekanan darah : 110/70 mmmhg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 28 x/menit
Suhu : 36,1
c. Pengkajian primer
1) Airway :
a) Keadaan jalan napas : Jalan napas bebas, tidak ada sumbatan,
Resusitasi tidak dilakukan, Re evaluasi tidak dilakukan
b) Masalah keperawatan : -
c) Intervensi keperawatan : -
2) Breathing :
a) Fungsi pernapasan
Dada simetris, pasien mengalami takipneu yaitu 28 kali/menit,
menggunakan otot aksesories pernapasan dan terdapat retraksi
dada.
b) Masalah keperawatan
Ketidakefektifan pola napas.
3) Circulation :
a) Keadaan sirkulasi
Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 84 x/menit, CRT <2 detik,
ada perdarahan di kepala, tampak gelisah dan temperatur kulit
hangat.
b) Masalah keperawatan / diagnosa keperawatan
Penurunan kapasitas adaptif intracranial.
4) Disability :
a) Penilaian fungsi neurologis
Tingkat kesadaran pasien 12 yaitu E=3 V=3 M=6, dengan
tingkat kesadaran apatis, pasien gelisah, dan reaksi pupil isokor
b) Masalah keperawatan / diagnosis keperawatan
Penurunan kapasitas adaptif intracranial
5) Exposure : suhu tubuh pasien 36,1

d. Pengkajian sekunder
1) SAMPLE
S : tidak ada
A : keluarga pasien mengatakan tidak memiliki alergi
M : keluarga pasien mengatakan tidak mengonsumsi obat
apapun.
P : keluarga pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit
L : keluarga pasien mengatakan terakhir makan jam 20.00
E : keluarga pasien mengatakan pasien memiliki riwayat
kecelakaan motor 3 hari yang lalu sebelum masuk RS
2) Pengkajian head to toe
a) Kepala
Kulit kepala : Tampak ada benjolan
b) Mata : Simetris kiri dan kanan, terdapat ada luka lecet di
bawah mata kiri
c) Telinga : Simetris kiri dan kanan, tidak ada serumen dan tidak
terdapat nyeri tekan
d) Hidung : Simetris kiri dan kanan, tidak terdapat darah pada
hidung, tidak ada nyeri tekan
e) Mulut dan gigi : Mulut tampak simetris, bibir lembab,
gigi tampak tidak bersih, tidak ada bau mulut dan tidak ada
nyeri tekan
f) Wajah : Simetris kiri dan kanan
g) Leher : Tidak Terdapat nyeri tekan pada leher, tidak ada luka
dan tidak ada fraktur servikal
h) Dada/ thoraks
i) Paru-paru : Simetris kiri dan kanan, ada retraksi
dinding dada saat bernafas. Tidak ada nyeri tekan, Tidak
Ada Massa atau Tumor. Pernapasan cepat .
j) Jantung : Tidak ada nyeri tekan , tidak ada massa atau
tumor, CRT ≤ 2 detik
k) Abdomen : Kesimetrisan dan warna sekitar : simetris kiri
dan kanan, Peristaltik usus 6 x/menit, Tidak teraba adanya
pembesaran hepar. Tidak ada nyeri tekan
l) Pelvis :Simetris kiri dan kanan. Tidak ada nyeri tekan
m) Perineum dan rektum: Tidak dikaji
n) Genitalia : Tidak dikaji
o) Ekstremitas :Capillary refiil ≤ 2 detik, Terpasang infuse
NaCl 0,9 % 20 tetes/menit. Simetris kiri dan kanan
p) Fungsi sensorik :GCS 12 (E3V3M6)
q) Pengkajian nyeri
P : Provokatif (penyebab) : kecelakaan mobil
Q : Quality (kualitas) : sulit dinilai
R : Radiation (paparan) : pada bagian kepala, dan mata
S : Severity ( tingkat keparahan) : skala 6
T : Timing (waktu) : sulit dinilai
3) Pemeriksaan penunjang
a) Hasil Laboratorium
Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan
Normal
WBC 5.4 4.00-10.0 103/UL
RBC 3,89 4.00-6.00 106/UL
HGB 11,6 12.0-16.0 Gr/dl
HCT 35 37.0-48.0 %
MCV 89 80.0-97.0 fL
MCH 30 26.5-33.5 pg
MCHC 34 31.5-35.0 Gr/dl
PLT 182 150-400 103/UL
RDW-CV 13,3 10.0-15.0
PDW 10,0 10.0-18.0 fL
MPV 9,7 6.50-11.0 fL
PCT 0.00 0.15-0.50 %
NEUT 80,3 52.0-75.0 %
LYMPH 6,7 20.0-40.0 %
MONO 12,6 2.00-8.00 103/UL
EO 0,0 1.00-3.00 103/UL
BASO 0.4 0.00-0.10 103/UL
KOAGULASI
PT 11.9 10-14 Detik
INR 1.15 - -
APTT 24.5 22.0-30.0 Detik
KIMIA DARAH
Glukosa

GDS 78 140 mg/dl


Fungsi ginjal
Ureum 26 10-50 mg/dl
Kreatinin 0.39 L (<1.3) P mg/dl
Fungsi hati (<1.1)
SGOT 17 <38 U/L
SGPT 10 <41 U/L
Elektrolit
Natrium 140 136-145 Mmol/l
Kalium 3.5 3.5-5.1 Mmol/l
Klorida 104 97-111 Mmol/l

b) Hasil Pemeriksaan CT Scan


Hasil pemeriksaan : Pendarahan Intra cerebral regio
temporoparetal dextra
c) Hasil pemeriksaan Foto Toraks PA/AP
Kesan : Cor dan pulmonal dalam batas normal

4) Terapi medikasi
a) Infus Nacl 20 tts/menit
b) Injeksi ceftriaxone 1 gr /12 jam / intravena
c) Injeksi ranitidine 50 mg / 12 jam / intravena
d) Injeksi ketorolac 30 mg/ 8 jam / intravena

B. Klasifikasi Data

Data Subjektif Data Objektif


1. Penurunan kesadaran 1. Respirasi : 28 x / mnt
2. Keluarga pasien mengatakan 2. Terpasang oksigen Non Rebreathing
pasien jatuh dari motor mask 8 liter/menit
3. Pernapasan nampak cepat dan dangkal,
tampak ada retraksi dinding dada saat
bernafas
4. Pasien nampak tidak sadarkan diri
5. Pupil klien isokor
6. Respon motorik pasien 6
7. Respon verbal pasien 3
8. Respon eye pasien 3
9. GCS = 12
10. CT Scan kepala : CT Scan Kepala :
Pendarahan Intra cerebral regio
temporoparetal dextra
11. Klien nampak meringis
12. Tampak ada luka lecet di bawah mata
sebelah kiri
13. Hasil CT Scan kepala menunjukkan
Pendarahan Intra cerebral regio
temporoparetal dextra
14. Nyeri terjadi karena adanya trauma pada
Kepala, dengan skala 6. Ekspresi
wajah : skor 3 (menutup kelopak
mata), anggota badan sebelah atas : skor
2 (sebagian ditekuk). Vokalisasi
mendengus kecil : 1 menggunakan
(Metode BPS non ventilator) nyeri
dirasakan terus- menerus.
15. Klien tidak sadarkan diri
16. Klien tampak tirah baring

C. Analisa Data

Masalah
No. Data Fokus Etiologi
Keperawatan

1. DS : Ketidakefektifan Ketidakefektif an
a. Penurunan kesadaran pola nafas pola nafas b/d
b. Keluarga pasien disfungsi
mengatakan pasien jatuh neuromuskular
dari motor
DO :
a. Respirasi : 28 x / mnt
b. Terpasang oksigen Non
Rebreathing mask 8
liter/menit
c. Pernapasan nampak cepat
dan dangkal, tampak ada
retraksi dinding dada saat
bernafas
2. DS: - Penurunan Penurunan
DO: kapasitas adaptif kapasitas adaptif
a. Pasien nampak tidak intrakranial intrakrania
sadarkan diri
b. Pupil klien isokor
c. Respon motorik pasien 6
d. Respon verbal pasien 3
e. Respon eye pasien 3
f. GCS = 12
g. CT Scan kepala : CT Scan
Kepala : Pendarahan Intra
cerebral regio temporoparet
al dextra
3. DS : Terputusnya Nyeri akut b/d
Sulit dikaji (penurunan kontinuitas agen injury fisik
kesadaran) jaringan kulit,
DO : otot dan vaskular
a. Klien nampak meringis
b. Tampak ada luka lecet di
bawah mata sebelah kiri
c. Hasil CT Scan kepala
menunjukkan Pendarahan
Intra cerebral regio
temporoparet al dextra
d. Nyeri terjadi karena adanya
trauma pada Kepala,
dengan skala 6. Ekspresi
wajah : skor 3 (menutup
kelopak mata), anggota
badan sebelah atas : skor 2
(sebagian ditekuk).
Vokalisasi mendengus
kecil : 1 menggunaka n
(Metode BPS non
ventilator) nyeri dirasakan
terusmenerus.

D. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pola nafas b/d disfungsi neuromuskular
2. Penurunan kapasitas adaptif intracranial
3. Nyeri akut b/d agen injury fisik

E. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi


. Keperawatan Hasil Keperawatan
1. Ketidakefektifan Setelah dilakukan Observasi :
pola napas tindakan keperawatan 1. Kaji pola napas
berhubungan selama 1 x 4 jam (frekuensi,
dengan disfungsi pasien menunjukkan : kedalaman, usaha
neuromuskular 1. Frekuensi napas)
Pernapasan dalam 2. Kaji pergerakan
rentang normal dada,
(16-20 kali/menit) kesimetrisan,
2. Irama Pernapasan penggunaan otot
normal (Fase bantu napas, dan
Ekspirasi = Fase retraksi pada otot
Inspirasi) dada.
3. Penggunaan otot Terapeutik :
bantu napas tidak Posisikan pasien head
ada up 30-45 derajat
4. Suara napas Kolaborasi :
tambahan tidak Berikan oksigen
ada sesuai intruksi
5. Retraksi dinding
dada tidak ada
2. Penurunan kapasitas Setelah dilakukan Observasi :
adaptif intracranial tindakan keperawatan Monitor tanda-tanda
selama 1 x 4 jam peningkatan TIK
pasien menunjukkan klien 2. Monitor suhu
perfusi jaringan Monitoring
serebral yang adekuat Neurologis (2620) 6.
dengan kriteria hasil : Monitor tanda-tanda
1. Tekanan vital
intrakarnial tidak Terapeutik :
ada dari kisaran Berikan posisi
normal nyaman
2. Nilai rata-rata Kolaborasi :
tekanan darah Kolaborasi pemberian
tidak ada devisisi antibiotic
dari kisaran
normal
3. Penurunan tingkat
kesadaran tidak
ada
4. Tidak ada
kegelisahan
5. Pasien mampu
membuka mata
terhadap stimulus
eksternal
6. Pasien tidak
mengalami
penurunan
kesadaran
Nyeri akut Setelah melakukan Observasi :
berhubungan asuhan keperawatan 1. Lakukan
dengan agen injury selama 1 x 4 jam pengkajian nyeri
fisik pasien menunjukkan dengan BPS
tingkat nyeri yang 2. Monitor vital sign
dibuktikan tingkat Terapeutik
nyeri menurun Atur posisi tidur
dengan kriteria hasil: senyaman mungkin
1. Kontrol nyeri Kolaborasi
2. Menggunakan Kolaborasi pemberian
tindakan obat Analgesik.
pengurangan
(nyeri) tanpa
analgetik secara
konsisten
3. Melaporkan nyeri
yang terkontrol
secara konsisten
4. Tingkat Nyeri
5. Melaporkan tidak
ada nyeri dari
skala 4 ke 0
6. Tidak ada
ekspresi nyeri
wajah
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
SCI merupakan ancaman serius yang dapat menyebabkan defisit neurologis dan
kecacatan menetap pasca cedera. Kasus traumatis menjadi faktor tersering penyebab SCI
mulai dari kecelakaan lalu lintas, jatuh, kecelakaan karena rekreasi, pekerjaan, dsb. Maka,
setiap terjadinya kecelakaan dengan trauma multiple perlu dicurigai pasien menderita
SCI.
Penanganan dengan tindakan ABCDE pada primary survey wajib dilakukan dengan
segera setelah pasien sampai di unit gawat darurat dan tindakan pembedahan darurat
mungkin dilakukan pada kondisi tertentu. Prognosis pada lesi komplit umumnya buruk
dan lesi inkomplit memiliki prognosis yang lebih baik. Peningkatan kualitas hidup pasca
cedera merupakan hal yang krusial dialami pasien karena harus beradaptasi dengan situasi
kecacatan pasca cedera, sehingga membutuhkan dukungan baik secara fisik, mental, dan
sosial dari dalam diri pasien maupun pihak lainnya di lingkungan pasien.
DAFTAR PUSTAKA

https://adoc.pub/spinal-cord-injury-sci.html
https://adoc.pub/asuhan-keperawatan-spinal-cord-injury-sci.html
https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-3_Trauma-
Medulla-Spinalis.pdf
Mustakin. (2019). Manajemen Asuhan Keperawatan Gawat Darurat Pada Tn. R dengan
Diagnosis Trauma Brain Injury di Ruangan IGD Bedah RSUP Dr. Wahidin
Sudirohusodo.
https://stikespanakkukang.ac.id/assets/uploads/alumni/7063126af1f2f2c1af3bc9fd178
17961.pdf
Rakhmat Hidayat, S., & Marsan Dirdjo, M. (2021). Analisis Praktik Klinik Keperawatan
pada Pasien Spinal Cord Injury C3-C5 dengan Terapi Musik Religi terhadap
Penurunan Intensitas Nyeri di Ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Abdul Wahab
Sjahranie Samarinda Tahun 2021.
https://dspace.umkt.ac.id/bitstream/handle/463.2017/2554/BAB%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y
Surya Gede & Agung Gede Wira Pratama Yasa. (2021). "The Overview of Spinal Cord
Injury". Ganesha Medicina Journal, Vol 1 No 2.
https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/GM/article/viewFile/39735/20634

Anda mungkin juga menyukai