Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN RESPIRATORY

DISTRESS SYNDROME (RDS)

DOSEN PENGAMPUH: Imardiana,S.Kep.,Ns,M.Kep

Kelompok:1

1. Alma Meta (21119091)


2. Anugrah Pratama (21119093)
3. Eko Afrizal (21119100)
4. Irma Julisa (21119106)
5. Marizka Putri Wati Zega (21119112)
6. Novi Lestari (21119116)
7. Tuhfatul Izza Wahdaniyah (21119131)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT ILMU KESEHATAN DAN TEKNOLOGI MUHAMMADIYAH
PALEMBANG 2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT, yang telah memberi hidayahnya
sehingga Makalah yang berjudul "RDS (Respiratory Distress Syndrome" dapat
diselesaikan. Makalah ini merupakan pelengkap tugas mata Kuliah Keperawatan anak.

Dalam menyusun makalah ini saya menyadari bahwa makalah ini belum sempurna dan
masih banyak kekurangan disana sini, baik mengenai materi maupun cara penyajiannya.
Oleh karena itu, kritik dan saran-saran dari siapapun yang bersifat membangun sangat
saya harapkan.

Akhirnya kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan makalah ini.

Palembang, 14 Oktober 2022

Kelompok 1
DAFATR ISI

COVER..............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………iii
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah...................................................................................................2
1.3 Tujuan......................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................4
2.1 Definisi RDS...........................................................................................................4
2.2 Anatomi...................................................................................................................4
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko RDS.............................................................................6
2.4 Klasifikasi RDS.......................................................................................................7
2.5 Manifestasi Klinis RDS...........................................................................................8
2.6 Patofisiologis RDS..................................................................................................9
2.7 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................................10
2.8 Penatalaksanaan.....................................................................................................11
2.9 Komplikasi RDS....................................................................................................13
2.10 Prognosis RDS.....................................................................................................14
2.11 Konsep Asuhan Keperawatan BAYI (RESPIRATORY DISTRESS
SYNDROME).............................................................................................................14
2.11.1 PengkajianKeperawatan.......................................................................................15
2.11.2 DiagnosaKeperawatan..........................................................................................15
2.11.3 Intervensi Keperawatan........................................................................................18
2.11.4 Implementasi........................................................................................................21
2.11.5 Evaluasi................................................................................................................21
BAB III PENATALAKSANAAN..................................................................................22

iii
3.1 Kasus.....................................................................................................................22
3.2 Penatalaksanaan.....................................................................................................23
BAB IV PENUTUP.........................................................................................................24
4.1 Kesimpulan............................................................................................................24
4.2 Saran......................................................................................................................24
BAB I
PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Kesehatan neonatus merupakan hal yang penting bagi kehidupan
manusia karena berhubungandengan pertumbuhan dan perkembangan fisik
maupun mental dimasa yang akan datang, sehingga kesehatan pada neonatus
lebih berfokus pada upaya peningkatan, pencegahan dan deteksi dini resiko
tinggi pada masa perkembangannya. Neonatus yang lahir tidak cukup bulan
akan berpotensi mengalami perlambatan pada perkembangan organ, hal ini yang
memicu berbagai penyakit. Salah satunya adalah penyakit RDS (Respiratory
Distress syndrome) yang disebabkan oleh perkembangan organ paru-paru pada
neonatus yang tidak adekuat sehingga terjadi disfungsi pernafasan atau gagal
nafas s (EFRIZA, 2022)
Kasus yang sering terjadi pada neonatus yang baru lahir adalah disfungsi
pernafasan atau RDS. RDS merupakan sindrom pernafasan yang disebabkan
maturitas paru masih belum berkembang dengan baik dan hal ini merupakan
kumpulan dari beberapa gejala seperti dispnea atau hiperpnea dengan frekuensi
pernafasan lebih dari 60x/menit, terdapat tanda sianosis pada area lidah dan
bibir, neonatus merintih saat melakukan ekspirasi, terdapat penarikan atau
retraksi pada area epigastrium dan intercostal saat neonatus melakukan inspirasi
dan terdapat apnea atau henti nafas lebih dari 20 detik. RDS dapat mengancam
nyawa neonatus dikarenakan oksigen yang masuk dalam paru-paru tidak
maksimal sehingga aliran oksigen dalam tubuh tidak dapat memenuhi kebutuhan
(Arthaningsih & Karna, 2018).
RDS menimbulkan defisiensi oksigen (hipoksia) dalam tubuh bayi,
sehingga bayi mengaktifkan metabolisme anaerob. Metabolisme anaerob akan
menghasilkan produk sampingan berupa asam laktat. Metabolisme anaerob yang
terjadi dalam waktu lama akan menyebabkan kerusakan otak dan berbagai
komplikasi pada organ tubuh. Komplikasi utama mencakup kebocoran udara
(emfisema interstisial pulmonal), perdarahan pulmonal, duktus arteriosus paten,
infeksi/kolaps paru, perdarahan intraventikular, yang berujung pada peningkatan
morbiditas dan mortalitas neonatus. RDS sering menjangkit bayi dengan berat
lahir rendah dikarenakan imaturitas fungsi organ tubuh. Berat bayi lahir ekstrem
rendah memiliki paru dengan struktur dan fungsi yang imatur, sehingga

v
menyebabkan lebih mudah terserang RDS akibat defisiensi surfaktan (Agrina et
al., 2017).

Neonatus dengan RDS terjadi sebanyak 60-80% pada umur kehamilan


kurang dari 28 minggu, 15-30% pada umur kehamilan 32-36 minggu, dan 3%
pada umur kehamilan lebih dari 37%. Kematian neonatus sangatlah erat dengan
kejadian RDS karena semakin usia kehamilan janin muda maka semakin
beresiko juga mengalami RDS. Bayi dengan berat badan kurang masih menjadi
masalah utama bagi kesehatan masyarakat karena beresiko mengalami RDS dan
pada tahun 2011, RDS terjadi sekitar 15% dari bayi lahir dengan berat badan
rendah. Kejadian RDS di Indonesia terjadi sekitar 10,2% pada tahun 2013 dan
hal ini berkurang pada tahun 2016, kejadian RDS menjadi 6,2% (Aminah et al.,
2007).
Angka Prevalensi RDS di negara maju seperti Amerika serikat, penyakit
ini masih mempengaruhi sekitar 40.000 bayisetiap tahunnya dan menyebabkan
20% kematian bayi. Respirasi Distress Syndrom (RDS) 60%- 80% terjadi pada
bayi prematur dan hanya 5% saja kejadian pada bayi matur (Wahyuni & Wiwin,
2020). Penelitian menjelaskan bahwa banyak penyebab gangguan pernafasan
bayi baru lahir yaitu Transient Tachypnea of Newborn (TTN) sebanyak 60 kasus
(30%), Respiratory Distress Syndrome (RDS) sebanyak 46 kasus (23%),
pneumonia sebanyak 24 kasus (12%), asfiksia lahir sebanyak 24 kasus (12%),
Meconium Aspiration Syndrome (MAS) sebanyak 22 kasus ( 11%), sepsis
sebanyak 18 kasus (9%), dan Congenital Heart Defect (CHD) sebanyak 6 kasus
(3%). Faktor risiko RDS yaitu usia ibu,jenis kelamin laki-laki, usia gestasi
cukup bulan, Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), APGAR Score dan riwayat
penyakit ibu. Sebuah studi yang dilakukan di Departement of Neonatology &
Neonatal Intensive Care Unit (NICU) Bayi Children’s Hospital di China pada
tahun 2014 juga menemukan bahwa 333 dari 703 bayi baru lahir mengalami
RDS yang mengakibatkan 82 kasus kematian. Faktor yang memicu kasus
tersebut yaitu kelahiran prematur(Soetomo & Tahun, 2022).

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari RDS?
2. Jelaskan etiologi RDS?
3. Apa penyebab RDS?
I.3 Tujuan
1. Dapat memahami RDS
2. Dapat menjelaskan etiologi RDS
3. Dapat memahami penyebab RDS

vii
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Definisi RDS


RDS (Respiratory Distress Syndrome) adalah penyakit yang diderita
oleh bayibaru lahir yang disebut juga dengan penyakit membrane hialin
dimana penyebab dari penyakit ini diduga karena prematuritas dan
penyakit ini paling banyak diderita oleh bayi yang dilahirkan sebelum usia
28 minggu. Abnormalitas yang terjadi pada bayi premature adalah adanya
insufisiensi surfaktan paru sehingga menyebabkan kegagalan paru untuk
berkembang setelag lahir.RDS disebut dengan penyakit membrane hialin
karena membrane ini melapisi bronkus respiratorius, duktus alveolus, dan
sel alveolus, ketika bayi yang dilahirkan memiliki reaksi inflamasi
neutrofil yang menyebabkan adanya lesi pada membrane ini maka akan
muncul gejala gagal nafas karena paru-paru masih belum berfungsi dengan
sempurna pada bayi premature (Ham & Saraswati, 2019).
RDS merupakan penyakit paru yang akut dan berat terutama
menyerang bayi preterm dengan tanda disfungsi pernafasan saat
dilahirkan. Sistem pernafasan yang tidak adequate dikarenakan
ketidakadekuatan jumlah surfaktan didalam paru-paru sehingga
menyebabkan pertukaran gas dalam alveolus tidak berjalan dengan efektif.
RDS dapat menimbulkan kematian pada bayi sekitar 3% hingga 38%
(Hardriana, 2016).
RDS disebut juga HMD (Hyaline Membrane Disease)yang terjadi
pada 10% bayi prematur yang disebabkan defisiensi sulfaktan yang
berfungsi untuk menjafa kantong alveolus tetap berkembang dan berisi
udara, pada penyakit RDS paru-paru neonatus tidak bisa mengembang
dengan sempurna sehingga menyebabkan gejala sesak nafas dan akan
bertambah berat dengan berjalannya waktu. RDS akan mengalami
takipnea (Respiratory Rate (RR) > 60x /menit) dan dan adanya sianosis
dalam rentang waktu 48-96 jam pertama setelah lahir. RDS sangatlah
berbahaya jika tidak segera dilakukan intervensi oksigenasi yang adekuat
(Soegijanto, 2016).
II.2 Anatomi
Paru-paru merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru terletak
sedemikian rupa sehingga setiap paru-paru berada di samping mediastinum.
Oleh karenanya, masing-masing paru-paru dipisahkan satu sama lain oleh
jantung dan pembuluh-pembuluh besar serta struktur-struktur lain dalam
mediastinum. Masing-masing paru-paru berbentuk konus dan diliputi oleh
pleura viseralis. Paru-paru terbenam bebas dalam rongga pleuranya sendiri, dan
hanya dilekatkan ke mediastinum oleh radiks pulmonalis. Masing-masing paru-
paru mempunyai apeks yang tumpul, menjorok ke atas dan masuk ke leher
sekitar 2,5 cm di atas klavikula. Di pertengahan permukaan medial, terdapat
hilus pulmonalis, suatu lekukan tempat masuknya bronkus, pembuluh darah dan
saraf ke paru-paru untuk membentuk radiks pulmonalis. Paru-paru kanan sedikit
lebih besar dari paru-paru kiri dan dibagi oleh fisura oblikua dan fisura
horisontalis menjadi 3 lobus, yaitu lobus superior, medius dan inferior.
Sedangkan paru-paru kiri dibagi oleh fisura oblikua menjadi 2 lobus, yaitu lobus
superior dan inferior.

Paru –paru berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx, yang
bercabang dan kemudian bercabang kembali membentuk struktur percabangan
bronkus. Proses ini terus berlanjut terus berlanjut setelah kelahiran hingga
sekitar usia 8 tahun sampai jumlah bronkiolus dan alveolus akan sepenuhnya
berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya bukti gerakan nafas
sepanjang trimester kedua dan ketiga. Ketidak matangan paru –paru akan
mengurangi peluang kelangsungan hidup bayi baru lahir sebelum usia24 minggu
yang disebabkan oleh keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem
kapiler paru –paru dan tidak mencukupinya jumlah surfaktan. Upaya pernapasan
pertama seorang bayi berfungsi untuk:
1.      Mengeluarkan cairan dalam paru.
2.      Mengembangkan jaringan alveolus paru –paru untuk pertama kali.

Agar alveolus daoat berfungsi, harus terdapat surfaktan yang cukup dan
aliran darah ke paru- paru. Produksi surfaktan dimulai pada 20 minggu
kehamilan dan jumlahnya akan meningkat sampai paru- paru matang sekitar 30 -
34 minggu kehamilan. Surfaktan ini mengurangi tekanan permukaan paru dan
membantu untuk menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps pada
akhir pernapasan. Tanpa surfaktan alveoli akan kolaps setiap saat setelah akhir
setiap pernapasan, yang menyebabkan sulit bernapas. Peningkatan kebutuhan
energi ini memerlukan penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai
peningkatan ini menyebabkan steress pada bayi yang sebelumnya sudah
terganggu.

Pada bayi cukup bulan, mempunyai cairan di dalam paru –parunya. Pada
saat bayi melalui jalan lahir selama persalinan, sekitar sepertiga cairan ini
diperas keluar dari paru –paru. Pada bayi yang dilahirkan melalui seksio sesaria
kehilangan keuntungan dari kompresi rongga dada dapat menderita paru- paru
basah dalam jangka waktu lebih lama. Dengan sisa cairan di dalam paru –paru

ix
dikeluarkan dari paru dan diserap oleh pembulu limfe dan darah. Semua alveolus
paru –paru akan berkembang terisi udara sesuai dengan perjalanan waktu.

II.3 Etiologi dan Faktor Resiko RDS


Menurut (Febri Agrina et al., 2017), penyebab dari penyakit RDS atau penyakit
gagal nafas oada neonatus adalah:
1. Neonatus preterm atau premature Neonatus dengan kelahiran yang
premature menjadi faktor penyebab utama kejadian RDS dikarenakan
fungsi organ bayi baru lahir masih belum sempurna atau matur sehingga
alveoli kecil dan sulit mengembang karena dinding dada masih sangat
lemah, produksi surfaktan belum sempurna sehingga menyebabkan
kapasitas paru kurang mencukupi kebutuhan oksigen didalam tubuh.
2. Neonatus preterm dengan jenis kelamin laki-laki Neonatus prematur
dengan jenis kelamin laki-laki lebih beresiko mengalami RDS dikarenakan
adanya hormone androgen pada laki-laki yang dapat menurunkan produksi
surfaktan oleh sel pneumosit tipe II.
3. Neonatus dengan ibu yang memiliki penyakit Diabetes Melitus gestasional
Neonatus yang dilahirkan ibu dengan gestasional DM akan mengalami
hipoglikemia dikarenakan ibu pada saat kehamilan mengalami kelebihan
glukosa didalam darah dan janin mengkompensasi hal tersebut dengan cara
memproduksi insulin sebanyak mungkin atau kondisi hiperinsulin, pada
saat bayi dilahirkan maka pasokan glukosa ibu yang biasanya disalurkan
melewati plasenta bayi sudah terhenti sehingga hiperinsulin pada neonatus
dapat menghambat proses maturasi paru dan menyebabkan gangguan
surfaktan paru.

Menurut (Rogayyah, 2016), penyebab lainnya dari penyakit RDS atau penyakit
gagal nafas pada neonatus adalah:
1. Neonatus yang dilahirkan dengan cara Sectio Caesaria
Neonatus yang dilahirkan secara SC (Sectio Caesaria) meningkatkan resiko
terjadinya gangguan pernafasan karena saat neonatus dilahirkan dengan SC
maka akan memiliki volume resido paru yang lebih besar dibandingkan
dengan cairan paru sehingga paru-paru bayi dengan SC kurang
mengeluarkan surfaktan pada permukaan alveolar dimana hal ini
menyebabkan resiko tinggi menderita RDS.
2. Ibu yang melahirkan neonatus dalam keadaan hipertensi
Neonatus yang lahir dari ibu dengan riwayat hipertensi dapat menyebabkan
vasospasme pada pembuluh darah ibu sehingga sirkulasi airan darah yang
masuk keplasenta janin tidak efektif dan ketika neonatus dilahirkan akan
mengalai penurunan kadar oksigen.
3. Asfiksia Neonatorum
Gangguan ini dikarenakan adanya gangguan perfusi neonatus, hipoksia,
dan kegagalan nafas secara spontan saat neonatus dilahirkan. Hal ini
berkaitan dengan kondisi ibu saat melahirkan, jeratan tali pusat, maupun
keadaan bayi baik saat dilahirkan maupun sebelum dilahirkan.
4. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Air ketuban ibu berfungsi untuk melindungi dan mempertahankan janin
agar tidak terbentur lingkungan sekitarnya baik didalam rahim ibu maupun
lingkungan luar dan air ketuban dapat membuat janin dapat bergerak bebas.
KPD dapat menyebabkan adanya interaksi antara intrauterine dan
ekstrauterine Hal ini dapat menyebabkan infeksi pada saat intrapartum
bahkan peritonitis pada ibu.
5. Infeksi Perinatal
Pneumonia primer menyebabkan RDS pada pasien sekitar 10% sehingga
berkembang menjadi sepsis dan kegagalan multiorgan. Neonatus saat lahir
dapat terinfeksi bakteri patogen dari ibu seperti bakkteri Streptococcus dan
Staphylococcus. Hal ini terjadi karena infeksi intrauterine atau selama
persalinan.

II.4 Klasifikasi RDS


Menurut (Atika, 2019), Klasifikasi RDS dibagi menjadi 3 jenis sesuai dengan
perhitungan Down Score dibawah ini:asi yang adekuat (Soegijanto, 2016).

xi
DownScore
Pemeriksaan
0 1 2
Frekuensinafas <60x/mnt 60-80x/mnt >80x/mnt
Retraksidada Tidakada Ringan Berat
Sianosis Tidakada Sianosis Sianosismenetaow
hilang alaupun
denganOksigen diberikanoksigen
AirEntry Udaramasuk Penurunanringan Tidakadaudara
udaramasuk masuk
Merintih Tidakmerintih Dapat didengar Dapat didengar
denganstetoskop tanpaalatbantu
Evaluasi Score<4:RDSringan
Score4-7: RDSsedang
Score>7:RDSberat

Menurut(Dwiristyan,2015),RDS jika diklasifikasikan dari gambaran foto dadanya


dibagi menjadi:
1. Stadium I : terdapat sedikit bercak yang berbentuk retikulogranular dan sedikit
bronkogram udara atau adanya udara dalam bronkus.
2. Stadium II: adanya bercak yang homogen retikulogranular pada semua lapang
paru kanan dan kiri dan terdapat gambaran cairan area bronkus sehigga
penumpukan udara terlihat lebih jelas dan meluas diarea tepian alveolus
sehingga menyebabkan bayangan pada jantung dan adanya penurunan aerasi
organ paru-paru.
3. Stadium III: sel-sel alveolus pada paru-paru terlihat kolaps yang ditandai dengan
penyusutan pengembangan alveolus paru dan bercak menutupi jantung dan
bronkogram udara lebih luas sehingga batas ruang jantung tidak terlihat.
4. Stadium IV: paru-paru Nampak putih dan tidak dapat dilihat secara jelas karena
udara sudah menumpuk diseluruh lapang paru.

II.5 Manifestasi Klinis RDS


Menurut (Rogayyah, 2016), manifestasi yang dapat diobservasi dari
adanya penyakit RDS adalah adanya tanda dispnea atau sesak nafas, neonatus
merintih (grunting), takipnea, adanya sianosis yang timbul pada 24 jam
pertama sesudah lahir. RDS dapat dilihat dari tanda dan gejala tersebut terlebih
lagi jika terdapat faktor resiko yang menyertainya. Pada neonatus dengan RDS
akan terdengar suara mendengus dan juga memungkinkan jika neonatus
memiliki jeda dalam bernafas secara langsung selama beberapa dengan atau
adanya tanda-tanda awal apnea.
Menurut (Moi, 2019), Tanda dan gejala terjadinya RDS pada neonatus
adalah sebagai berikut:
1. Memiliki berat badan lahir rendah dikarenakan usia kehamilan yang
masih premature.
2. Terjadi peningkatan frekuensi nafas atau takipnea dengan rata-rata
Respiratory Rate >60x/menit dan pernafasan tidak teratur
3. Pernafasan dangkal sehingga terlihat adanya retraksi dinding dada
suprasternal dan substernal.
4. Terdapat sianosis dikarenakan kekurangan suplai oksigen didalam tubuh
sehingga terjadi penurunan suhu tubuh.
5. Neonatus menggunakan pernafasan cuping hidung
II.6 Patofisiologis RDS
Menurut (Lilis, 2016), Faktor yang memicu atau resiko terjadinya RDS
pada bayi prematur atau kurang bulan disebabkan oleh alveoli masih kecil
sehingga sulit berkembang, pengembangan kurang sempurna paru disebabkan
karena dinding dada masih lemah sehingga menyebabkan produksi surfaktan
kurang sempurna. Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus
sehingga paru-paru menjadi kaku dan kapasitas udara yang masuk kedalam
paru-paru tidak bisa sempurna dan penuh. Hal tersebut menyebabkan perubahan
fisiologi paru sehingga daya pengembangan paru (compliance) menurun hingga
25 % dari kapasitas normal, pernafasan menjadi berat sehingga kejadian
shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat yang
menyebabkan hipoventilasi dan pada tahapan.
lebih lanjut menyebabkan asidosis respiratorik. Pada manusia diketahui
bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein , lipoprotein ini
berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli tetap
mengembang. Secara makroskopik, paru-paru tampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati. Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis
yang luas dari rongga udara bagian distal menyebabkan edem interstisial dan
kongesti dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel
alveoli type II. Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena
adanya defisiensi surfaktan ini. Dengan adanya atelektasis yang progresif
dengan barotrauma atau volutrauma dan toksisitas oksigen, menyebabkan
kerusakan pada endothelial dan epithelial sel jalan napas bagian distal sehingga

xiii
menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang berasal dari darah. Membran hyaline
yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu setengah jam setelah lahir. Epithelium
mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk pada 36- 72 jam setelah lahir.
Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi yang immatur dan
mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu dengan
chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
Gambaran radiologi tampak adanya retikulogranular karena atelektasis,dan air
bronchogram.

II.7 Pemeriksaan Penunjang


Menurut Cecily & Sowden (2009) dalam (Moi, 2019), pemeriksaan yang dapa
menunjang diagnosis RDS pada neonatus adalah dengan:
1. Kajian pada penampakan foto rontgen thoraks
2. Pola retikulogranular difus atau bercampur dengan udara yang saling
tumpang tindih
3. Tanda paru sentral dan batas jantung sukar dilihat karena tertutupi udara
yang terlihat adanya bercak putih yang diikuti hipoinflasi paru
4. Pada beberapa kasus terdapat kardiomegali bila system organ lain juga
terkena (bayi memiliki faktor resiko dilahirkan oleh ibu yang diabetes,
hipoksia atau gagal jantung kongestif)
5. Bayangan timus yang besar
6. Bergranul merata pada bronkogram udara yang menandakan penyakit
berat jika muncuk pada beberapa jam pertama
7. Gas darah arteri-hipoksia dengan asidosis respiratorik dan atau metabolik
8. AGD menunjukkan asidosis respiratory dan metabolik yaitu adanya
penurunan pH, penurunan PaO2, dan peningkatan paCO2, penurunan
HCO3.
9. Hitung darah lengkap atau cek darah lengkap pasien untuk mengetahui
jumlah haemoglobin, leukosit, dan trombosit neonates
10. Periksa serum elektrolit, kalsium, natrium, kalium, glukosa serum untuk
menentukan intervensi lanjutan
11. Tes cairan amnion (lesitin banding spingomielin) untuk menentukan
maturitas paru dan pastikan cairan ketuban saat neonatus dilahirkan
sudah hilang pada jalan nafasnya
12. Periksa Saturasi Oksigen dengan menggunakan oksimetri untuk
menentukan hipoksia dan banyak kebutuhan oksigen yang harus
diberikan pada bayi
13. Biopsi paru, terdapat adanya pengumpulan granulosit secara abnormal
dalam parenkim paru.
Menurut (Rogayyah, 2016), pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat
dilakukan untuk penetapan diagnosa RDS adalah dengan melakukan CT Scan
thorax dimana biasanya pada neonatus dengan RDS menunjukkan jika adanya
konsolidasi parenkim diarea paru mengikuti arah gravitasi dan biasanya
penemuan ini tidak dapat dilihat menggunakan pemeriksaan rontgen thorax saja.
Pada hasil pemeriksaan ini, RDS cenderung asimetris pada paru- paru.

II.8 Penatalaksanaan
Menurut Lowdermilk et al., (2014) dalam (Atika, 2019),
penatalakasanaan pada bayi baru lahir atau neonatus dengan gangguan
pernafasan atau RDS adalah sebagai berikut :
1. Terapi Oksigen
Tujuan terapi oksigen adalah untuk menyediakan oksigen sesuai dengan
kebutuhan jaringan tubuh, mencegah adanya penumpukan zat asam
laktat yang dihasilkan oleh ketika keadaan hipoksia, serta pada waktu
yang sama menghindari efek buruk yang potensial dari hiperoksia dan
radikal bebas. Jika bayi tidak membutuhkan ventilasi mekanik seperti
penggunaan ventilator maka oksigen dapat dipasok menggunakan tudung
plastic yang ditempatkan di atas kepala bayi, menggunakan nasal kanul,
atau penggunaan continuous positive airway pressure (CPAP) untuk
menyediakan konsentrasi dan kelembapan oksigen yang bervariasi.
Ventilasi mekanik (bantuan pernafasan dengan memberikan sejumlah
oksigen yang ditentukan melalui tabung endotrakeal) diatur untuk
memberikan sejumlah oksigen yang telah ditentukan pada bayi selama
nafas spontan dan menyediakan pernafasan mekanik pada saat tidak ada
nafas spontan.
2. Resusitasi Neonatal
Pengkajian bayi secara cepat dapat mengidentifikasi bayi yang tidak
membutuhkan resusitasi seperti: (a) bayi lahir cukup bulan tanpa ada
bukti meconium atau infeksi pada pada cairan amnion; (b) bernafas atau
menangis; dan (c) memiliki tonus otot yang baik. Keputusan untuk
melanjutkan langkah tindakan berdasarkan pengkajian pernafasan,
denyut jantung dan warna. Jika salah satu karakteristik tersebut tidak ada,
maka bayi harus menerima tindakan berikut secara berurutan :
a. Langkah awal penstabilan
berikan kehangatan dan menempatkan bayi di bawah pemancar panas,
posisikan kepala pada posisi jalan nafas terbuka, bersihkan jalan nafas
dengan bulb syringe atau kateter pengisap (suction), keringkan bayi,
rangsang untuk bernafas dan ubah posisi bayi

xv
b. Ventilasi
c. Kompresi dada
d. Pemberian epinefrin atau ekspansi volume atau keduanya.
e. Terapi Penggantian SurfaktanSurfaktan dapat diberikan sebagai
tambahan untuk terapi oksigen dan ventilasi. Pada umumnya, bayi yang
lahir sebelum usia kehamilan 32 minggu belum mempunyai surfaktan
paru yang cukup adekuat untuk kelangsungan hidup di luar rahim.
Penggunaan surfaktan disarankan pada bayi dengan distress pernafasan
sesegera mungkin, setelah kelahiran, terutama bayi BBLR, yang belum
terpapar steroid antenatal pada ibu hamil. Pemberian steroid antenatal
pada ibu hamil dan penggantian surfaktan dapat mengurangi insiden
distress pernafasan dan penyakit penyerta.
f. Terapi Tambahan Terapi tambahan Nitrat hidup (inhaled nitric oxcide-
INO), extracorporeal membrane oxygenation (ECMO), dan cairan
ventilasi merupakan terapi tambahan yang digunakan pada digunakan
bagi bayi matur/cukup bulan dan prematur akhir dengan kondisi seperti
hipertensi pulmonal, sindrom aspirasi mekonium, pneumonia, sepsis, dan
hernia diafragmatika kongenital untuk mengurangi atau membalikkan
hipertensi pulmonal, vasokontstriksi paru, asidosis, serta distres
pernapasan dan gagal napas bayi baru lahir. Terapi INO digunakan
bersamaan dengan terapi penggantian surfaktan, ventilasi frekuensi
tinggi, atau ECMO. ECMO digunakan pada penatalaksanaan bayi baru
lahir dengan gagal napas akut hebat pada kondisi yang sama seperti yang
disebutkan untuk INO. Terapi sebuah mesin jantung-paru yang
dimodifikasi, meskipun begitu, pada ECMO jantung tidak berhenti dan
darah tidak sepenuhnya melewati paru. Darah didorong dari kateter
atrium kanan atau vena jugularis kanan dengan gaya gravitasi ke sebuah
pompa pengatur, dipompa melalui membran paru di mana darah
dioksigenasi, kemudian melalui sebuah mesin penukar panas yang kecil
di mana darah menghangatkan, dan kemudian dikembalikan ke sistem
sirkulasi melalui sebuah arteri utama seperti arteri karotis ke lengkung
menyediakan oksigen untuk sirkulasi, yang memungkinkan paru
beristirahat serta menurunkan hipertensi paru maupun hipoksemia pada
kondisi seperti hipertensi paru menetap bayi baru lahir, hernia
diafragmatika kongenital, sepsis, aspirasi mekonium, dan pneumonia
berat.

Menurut (Lilis, 2016), penatalakasanaan neonatus dengan gangguan pernafasan


atau RDS adalah sebagai berikut:
1. Pemberian surfaktan merupakan salah satu terapi rutin yang diberikan
pada bayi prematur dengan RDS. Sampai saat ini ada dua pilihan terapi
surfaktan, yaitu natural surfaktan yang berasal dari hewan dan surfaktan
sintetik bebas protein, dimana surfaktan natural secara klinik lebih
efektif. Adanya perkembangan di bidang genetik dan biokimia, maka
dikembangkan secara aktif surfaktan sintetik. Surfaktan paru merupakan
pilihan terapi pada neonatus dengan RDS sejak awal tahun 1990 dan
merupakan campuran antara fosfolipid, lipid netral, dan protein yang
berfungsi menurunkan tegangan permukaan pada air-tissue interface.
2. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
homeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Pada permulaan diberikan
glukosa 5-10% dengan jumlah yang disesuaikan dengan umur dan berat
badan ialah 60-125 ml/kgBB/hari. Asidosis metabolic yang selalu
dijumpai harus segera dikoreksi dengan memberikan NaHCO3 secara
intravena yang berguna untuk mempertahankan agar pH darah 7,35-7,45.
Bila tidak ada fasilitas untuk pemeriksaan analisis gas darah, NaHCO3
dapat diberi langsung melalui tetesan dengan menggunakan campuran
larutan glukosa 5-10% dan NaHCO3 1,5% dalam perbandinagn 4:1
3. Pemberian antibiotic pada bayi dengan RDS perlu untuk mencegah
infeksi sekunder. dapat diberikan penisilin dengan dosis 50.000-100.000
U/kgBB/hari atau ampisilin 100 mg/kgBB/hari, dengan atau tanpa
gentamisin 3-5 mg/kgBB/hari.

II.9 Komplikasi RDS


Menurut (Soegijanto, 2019), Komplikasi neonatus dengan penyakit RDS dibagi
menjadi 2 yaitu:
a. Komplikasi Jangka Pendek
1) Ruptur alveoli: hal ini terjadi karena adanya kebocoran udara paru- paru,
biasanya gejala yang dapat terlihat dari komplikasi ini adalah hipotensi,
apnea, bradikardi, asidosis menetap. Hal ini memperburuk kondisi
neonatus.
2) Terjadi infeksi karena neonatus dalam keadaan yang memburuk, hal ini
memicu peningkatan leukosit dan trombositopenia. Infeksi juga dapat
terjadi karena tindakan invasif seperti pemasangan infus, kateter dan
penggunaan alat bantu pernafasan dalam waktu singkat maupun lama
3) Pendarahan pada otak atau intrakraial dan leukomalacia periventrikuler
yang terjadi pada sekitar 20-40% bayi premature dengan prevalensi
paling banyak pada neonatus yang menggunakan ventilasi mekanik
4) Adanya PDA dengan peningkatan stunting dari area kiri kekanan, hal ini
terjadi pada bayi yang terapi surfaktannya dihentikan karena kondisi
tertentu
b. Komplikasi Jangka Panjang
1) Komplikasi jangka panjang yang disebabkan oleh toksisitas oksigen dan
tekanan tinggi dalam paru-paru seperti BPD (Bronchopulmonary

xvii
Dysplasia) yaitu penyakit paru kronis pada bayi dengan usia kehamilan
ibu saat melahirkan neonatus 36 minggu. Biasanya BPD dikarenakan
penggunaaan alat bantu nafas mekanik dalam jangka waktu lama
sehingga meningkatkan resiko infeksi dan inflamasi, defisiensi vitamin
A.
2) Retinopathy Premature, Kegagalan fungsi neurologi yang terjadi sekitar
10-70% pada bayi dengan masa gestasi kurang bulan sehingga memicu
hipoksia dalam jangka waktu lama, meningkatkan komplikasi
intracranial dan infeksi pada banyak organ. Jika mengenai saraf mata
maka akan terjadi kebutaan pada neonatus yang bersifat permanen.

Menurut (Moi, 2019), Komplikasi yang dapat terjadi pada neonatus


dengan penyakit RDS adalah sebagai berikut:
1) Ketidakseimbangan asam basa
2) Kebocoran
udara(Pneumothoraks,pneumomediastinum,pneumoperikardium,pneumo
peritonium, emfisema subkutan, emfisema interstisial pulmonal)
3) Perdarahan pulmonal
4) Penyakit paru kronis pada bayi 5%-10%
5) Apnea
6) Hipotensi sistemik
7) Anemia
8) Infeksi (pneumonia, septikemia, atau nosokomial)
9) Perubahan perkembangan bayi dan perilaku orangtua

II.10 Prognosis RDS


Menurut (Rogayyah, 2016), prognosis dari penyakit RDS tergantung dari
etiologi atau penyebab dari RDS, adanya imaturitas organ tubuh neonatus
lainnya, usia kehamilan ibu saat neonatus dilahirkan dan penyakit kronis yang
diderita ibu maupun neonatus. Angka kematian neonatus dengan RDS mencapai
30-40% dari semua kasus dimana angka ini sangatlah banyak. Neonatus dengan
MODS (Multiple Organt Dysfunction Syndrome) dari organ yang megalami
perlambatan pertubuhan saat masa janin dapat meningkatkan angka kematian
mencapai >60%. Penyakit ini dapat dicegah dengan tes kematangan paru-paru
janin saat kehamilan karena saat neonatus sudah mengalami RDS maka sekitar 1
tahun setelah dilahirkan dan dinyatakan sembuh akan tetap memiliki gejala sisa
fisik maupun psikis yang perpengaruh terhadap kehidupan selanjutnya karena
sudah terdapat jaringan fibrosis dan dapat berkembang menjadi penyakit paru
obstruktif jika tidak dilakukan pemeriksaan dan terapi secara berkelanjut
II.11 Konsep Asuhan Keperawatan BAYI (RESPIRATORY DISTRESS
SYNDROME)

II.11.1 PengkajianKeperawatan
a. Identitas :
1) Identitaspasien : Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin,
alamat, pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan,
tanggal masuk rumah sakit (MRS), nomor register, dan diagnose
medik.
2) Identitas Penanggung Jawab Meliputi : Nama, umur, jenis
kelamin, alamat, pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien.
b. Keluhan utama :
terutama sistem pernafasan,cyanosis,gruntin,RR,cuping
hidung
c. Kaji riwayat kehamilan sekarang:
(apakah selama hamil ibu menderita hipotensi atau
perdarahan).
d. Kaji riwayat neonates:
(lahir afiksia akibat hipoksia akut, terpajang pada keadaan
hipotermia)
e. Kaji riwayat keluarga:
(kopingkeluargapositif)
f. Kaji nilai apgar rendah:
(bila rendah di lakukkan tindakan resustasi padabayi)
g. pemeriksaan fisik :
akan ditemukan tanda dan gejala RDS.
Seperti:takipnea (>60x/menit), pernapasan mendengkur, retraksi
dinding dada,pernapasancupinghidung, pucat, sianosis, apnea.
II.11.2 DiagnosaKeperawatan
1) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membranalveolar-kapiler (D.0003)
Definisi : kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan atau eliminasi

xix
Karbon dioksida pada membran alveolus kapiler
Penyebab : Perubahan membran alveolus-kapiler
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektif : Dispnea
2) Objektif : PCO2 meningkat/menurun, PO2
menurun,takikardia, pH arteri meningkat/menurun, bunyi
nafas tambahan

Kriteria minor :

1) Subjektif : Pusing, penglihatan kabur


2) Objektif : Sianosis, diaforesis, gelisah,nafas cuping hidung,
pola nafas abnormal, warna kulit abnormal, kesadaran
menurun.

Kondisi klinis terkait : Infeksi saluran nafas

2) Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi(D.0005)


Definisi : inspirasi dan/atau ekprasi yang tidak memberikan
ventilasi adekuat
Penyebab : hambatan upaya nafas (mis: Nyeri saat bernafas)
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1) Subjektf : Dipsnea
2) Objektif:Penggunaan otot bantu pernafasan, fase ekspirasi
memanjang, pola nafas abnormal Kriteria minor :

1) Subjektif : Ortopnea
2) Objektif : Pernafasan pursed, pernafasan cuping hidung,
diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi
semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekpirasi
dan inspirasi menurun, ekskrusi dada berubah.
Kondisi klinis terkait : Depresi sistem sraf pusat

3). bersihan jalan napas tidak efektif b.d penumpukan secret(D.0001)


Definisi : ketidakmampuan membersikan sekret atau obstruksi
jalan napas untuk mepertahankan jalan napas tetap paten
Penyebab : hipersekreesi jalan napas
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1. Subjektf : -
2. Objektif:mekonium di jalan napas(pada neonatus)
Kriteria minor :

3) Subjektif : dispnea
4) Objektif :sianosis,pola napas berubah,frekuensi napas berubah
Kondisi klinis terkait : sindrom aspirasi mekonium

4). Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif,terpajang


kuman pathogen(0142)
Definisi : berisiko mengalami peningkatan terserang oragnisme
patogenik
Penyebab : peningkatan paparan organisme patogen lingkungan
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
1. Subjektf : -
2. Objektif:-
Kriteria minor : -

5) Subjektif : -
6) Objektif :-
Kondisi klinis terkait : tindakan invasif

5). Hipotermia berhubungan dengan adaptasi lingkungan luar rahim


Definisi : berisiko mengalami kegagalan termoregulasi yang dapat
mengakibatkan suhu tubuh berada di bawah rentang normal
Penyebab : suhu lingkungan rendah

xxi
Batasan karakteristik :
Kriteria mayor :
3. Subjektf : -
4. Objektif:-
Kriteria minor : -

7) Subjektif : -
8) Objektif :-
Kondisi klinis terkait : dehiderasi

II.11.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang
dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian
klinis untuk mencapai tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI
DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI adalah :

Dx Tujuan & kriteria hasil Intervensi


Keperawatan
1.Gangguan Tujuan : Setelah dilakukan (Pemantauan Respirasi
pertukaran tindakan keperawatan selama I.01014)
gas b.d 2x 24 jam diharapkan 1. Monitor frekuensi irama,
perubahan pertukaran gas meningkat. kedalaman dan upaya nafas
membran Kriterian hasil : (Pertukaran 2. Monitor pola nafas
alveolus- gas L.01003) 1. Monitor kemampuan
kapiler 1.Dipsnea menurun batuk efektif
(D.0003) 2.bunyi nafas tambahan 2. Monitor nilai AGD
menurun 3. Monitor saturasi oksigen 6.
3.pola nafas membaik Auskultasi bunyi nafas
4.PCO2dan O2 membaik 1. Dokumentasikan hasil
pemantauan
2. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
3. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
4. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktifitas
dan/atau tidur
2 Ketidak Setelah dilakukan tindakan Monitor pernafasan:
efektifan keperawatan selam 1. Monitor
pola nafas 2x24jam diharapkan pola kecepatan,irama,kedalaman
berhubungan nafas efektif dengan dan upaya naik
dengan criteria hasil: 2. Monitor
hiperventilas 1. Pernafasan dalam batas pergerakan,kesimetrisan
i (D.0005) normal(40-60x/menit) dada, retraksi dada, dan alat
2. Pengen bangan dada bantu
simetris 3. Monitor adanya
3. irama nafas teratur – pernafasan cuping hhidung
tidak ada retraksi 4. Monitor pola nafas
dinding dada bardipnea, takipnea,
4. ada tidak suara nafas hiperventilasi, kusmaul,
tambahan danapnea
tidak takipneu 5. Monitor adanya

xxiii
kelemahan otot
diagfragma
6. Auskultasi suara nafas,
Catat area penurunan dan ketidak
adanya
3.bersihan Setelah dilakukan Manajemen jalan nafas:
jalan napas tindakan keperawatan 1. Bersihkan sluran
tidak efektif selama 1x24 pernafasan dan pastikan
b.d jam pasien dapat airway paten
penumpukan meningkatkan status 2. Monitor perilaku dan status
secret(D.000 pernafasan yang mental pasien,kelelahan
1) adekuat dengan kriteriahasil: agitasi danGelisah,
1. tidak ada suara sianosis, bunyi nafas
nafas tambahan tambahan,sputum berlebih
2. tidak ada retraksi konfus
dinding dada 3. Posisikan klien dengan
3. secret berkurang elevasi tempat tidur
4. pernafasandalambat 4. Monitor efeksedasi dan
asnormal(40-60x/ anlgetik pada pola nafas
menit) tidaksianosis klien
5. Berikan posisi semi fowler
dengan posisil ateral 10–
15derajat
Atau sesuai toleransi
4. Resiko Dalam jangka waktu 1jam Kontrolinfeksi:
infeksi b.d pasien akan terbebas dari 1. Bersihkan lingkungan
terpajangnya resiko infeksi dengan setelah dipakai
kuman kriteriahasil: 2. Pertahankan teknik isolasi
pathogen(01 1. bebas dari tanda 3. Batasi pengunjung bila perlu
42) tanda infeksi 4. Intruksikan pengunjung
Untuk mencuci tangan Sebelum
2. kemampuan mencegah
infeksi dan sesudah berkinjung
5. Gunakan sabun anti mikroba
3. jumlah leukosit
untuk cuci tangan
dalam batas normal
6. Cuci tangan sebelumdan
3. suhu dalam batas
sesudah perawatan pasien
normal
7. Pertahankan lingkungan
septic selama Pemasangan
alat
5.Hipotermi Dalam jangka waktu 1 jam Perawatan hipotermia
b.d adaptasi pasien akan terbebas dari 1. Monitor suhu tubuh tiap2
lingkungan hipotermi dengan jam
(0140) kriteriahasil: 2. Monitor warna kulit dan suhu
1. suhu dalam batas kulit
normal 3. Kaji tanda-tanda i hipertermi
2. nadi dan HR dalam atau hipotermia
batas normal 4. Tingkatkan intake nutrisidan
3. tidak sianosis cairan
4. tidak pucat 5. Selimuti pasien intuk
kulit hangat Mencegah hilangnya kehangatan
tubuh

II.11.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatanyang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkankriteria hasilyang diharapkan.Implemetasi
keperawatan adalah kategori serangkaian perilaku perawat yang
berkoordinasi dengan pasien, keluarga,dan anggota tim kesehatan
lain untuk membantu masalah kesehatan pasien yang sesuai dengan
perencanaan dan kriteria hasil yang telah ditentukan dengan cara
mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan

xxv
keperawatan yang telah dilakukan.

II.11.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yg menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan,
rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Mengakhiri rencana tindakan(klien telah mencapaitujuanyg
ditetapkan).
BAB III
PENATALAKSANAAN

III.1 Kasus
Ny. H.A lahir tanggal 24 Desember 2021 berjenis kelamin perempuan.
Bayi lahir segera menangis dengan tubuh yang tampak kemerahan dan
ekstremitas yang tampak kebiruan. Pasien juga sempat mengalami sesak dan
tarikan dinding dada kuat, sehingga dilakukan resusitasi. Setelah dilakukan
resusitasi seluruh badan dan ektremitas menjadi tampak kemerahan. Usia gestasi
bayi saat lahir adalah 30-32 minggu sehingga dikategorikan sebagai neonatus
kurang bulan sesuai masa kehamilan (NKBSMK). Saat lahir, bayi Ny.H.A
memiliki nilai APGAR Score 7 dengan BBL 1.320 gram sehingga dikategorikan
bayi dengan asfiksia ringan dan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR).
Pasien mengalami Respiratory distress syndrome (RDS) sehingga disarankan
dirawat di NICU. Hasil pemeriksaan yang dilakukan penulis (hari rawatan ke 3),
tanda-tanda vital (TTV) meliputi heart rate (HR) 140 x/m, respiratory rate (RR)
48 x/m, SpO2 100% dan suhu 36,7 oC.
Pasien terlihat lemah, tampak sesak, adanya retraksi dinding dada ringan
dan menangis lemah, terpasang CPAP terpasang PEEP 7 cmH2O FiO2 30%
sehingga untuk diagnosis pertama yang sesuai kondisi pasien adalah pola napas
tidak efektif. Pasien yang lahir secara prematur dengan BBLR yaitu 1.320 gram
rentan mengalami suhu tubuh yang fluktuatif akibat lemak subkutan tipis dan
pengaturan suhu tubuh yang belum sempurna, hal ini dapat mengakibatkan
masalah kesehatan yang berhubungan dengan termoregulasi tidak efektif.
Diagnosis selanjutnya adalah defisit nutrisi hal ini disebabkan oleh reflek
menghisap dan menelan yang lemah dari pasien sehingga pemberian nutrisi
diberikan melalui OGT. Selain itu kondisi pasien yang lahir secara prematur
dengan BBLR dimana seluruh sistem organ belum mengalami kematangan
secara sempurna serta penggunaan CPAP, OGT dan IVFD dalam waktu yang
lama akan akan meningkatkan kemungkinan terjadi Risiko Infeksi Studi kasus
ini merupakan studi untuk menggambarkan asuhan keperawatan bayi dengan
respiratory distress syndrome dan BBLR di NICU Rumah Sakit Umum Banda
Aceh. Studi kasus di lakukan mulai tanggal 27 Desember 2021 sampai 29
Desember 2021. Asuhan keperawatan dimulai dari pengkajian data, analisis data
dilakukan sejak penulis di lapangan. Analisa data di lakukan dengan cara
mengemukakan fakta, selanjutnya membandingkan dengan teori yang ada dan
dituangkan dalam pembahasan. Teknik analisis yang digunakan dengan cara
menarasikan hasil pengkajian untuk menjawab rumusan masalah, untuk

xxvii
selanjutnya di interprestasikan dan dibandingkan dengan teori yang ada sebagai
bahan untuk memberikan rekomendasi dalam intervensi.
III.2 Penatalaksanaan
Menurut Suriadi dan Yuliani (2001) tindakan untuk mengatasi masalah
kegawatan pernafasan meliputi:
a.       Mempertahankan ventilasi dan oksigenasi adekuat.
b.      Mempertahankan keseimbangan asam basa.
c.       Mempertahankan suhu lingkungan netral.
d.      Mempertahankan perfusi jaringan adekuat.
e.       Mencegah hipotermia.
f.       Mempertahankan cairan dan elektrolit adekuat.

Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
a.       Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
b.      Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan
caiaran paru.
c.       Fenobarbital.
d.      Vitamin E menurunkan produksi radikal bebas oksigen.
g.      Metilksantin (teofilin dan kafein) untuk mengobati apnea dan untuk
pemberhentian dari pemakaian ventilasi mekanik.
h.      Salah satu pengobatan terbaru dan telah diterima penggunaan dalam
pengobatan RDS adalah pemberian surfaktan eksogen (derifat dari sumber
alami misalnya manusia, didapat dari cairan amnion atau paru sapi, tetapi
bisa juga berbentuk surfaktan buatan ).
BAB IV
PENUTUP

IV.1 Kesimpulan
Sindrom distres pernafasan adalah perkembangan yang imatur pada sistem
pernafasan atau tidak adekuatnya jumlah surfaktan dalam paru, RDS dikatakan
sebagai Hyaline Membrane Disesse (Suryadi dan Yuliani, 2001).

IV.2 Saran
Semoga Makalah ini dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan
saran sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik

xxix
DAFTAR PUSTAKA

EFRIZA, E. (2022). Gambaran Faktor Risiko Respiratory Distress Syndrome Pada


Neonatus Di Rsup Dr M. Djamil Padang. HEALTHY : Jurnal Inovasi Riset Ilmu
Kesehatan, 1(2), 73–80. https://doi.org/10.51878/healthy.v1i2.1064
Soetomo, R., & Tahun, S. (2022). FAKTOR RISIKO DAN MANIFESTASI KLINIS
PASIEN SEPSIS NEONATORUM DI Abstrak RISK FACTOR AND CLINICAL
MANIFESTATION OF NEONATAL SEPSIS PATIENTS AT DR . SOETOMO
REGIONAL GENERAL HOSPITAL , SURABAYA IN 2019 Abstract Pendahuluan
Hasil Survei Demografi dan Keseha. 9, 16–28.
Agrina, M. F., Toyibah, A., Jupriyono. 2017. Tingkat Kejadian RDS antara BBLR
Preterm dan BBLR Dismatur. Jurnal Informasi Kesehatan Indonesia, Vol. 3, No.
2, 125-131

Akbar, M. A. 2019. Buku Ajar Konsep-Konsep Dasar dalam Keperawatan Komunitas.


Deepublish. Yogyakarta.
Atika, A. N. 2019. Faktor Risiko Kejadian Respiratory Distress of Newborn di Neonatal
Intensive Care Unit RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo [Skripsi]. Universitas
Hasanudin
Dwiristyan, F. 2015. Hubungan usia kehamilan dengan kejadian RDS pada neonatus di
Ruang Perinatologi [Skripsi]. Poltekes Denpasar
Fajariyah, S.U., Bermawi, H., Tasli, J.M. 2016. Terapi Surfaktan Pada Penyakit
Membran Hyalin. Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Vol.3, No.3.
Hasnidar, Sulfianti, Noviyanti, Putri, R., Tahir, A., Arum, D. N. S., Indryani, Nardina,
E. A., Hutomo, C. S., Astyandini, B., Isharyanti, S., Wahyuni, Argaheni, N. B.,
Astuti, R. D., Megasari, A. L. 2021. Asuhan Kebidanan Neonatus, Bayi, dan
Balita. Yayasan Kita Menulis. Jakarta.
IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia). 2016. Konsensus: Asuhan Nutrisi Bayi Prematur.
IDAI. Jakarta. Kumar, Abas, & Aster. 2019. Buku Ajar Patologi Dasar
Robbins. Elsevier. Amerika. Lilis, L. 2016.
Respiratory Distress Syndrome [Makalah]. Universitas Negeri Yogyakarta. Riskesdas.
2018. Hasil Utama Riset Kesehatan Dasar Indonesia. Kementerian Kesehatan
RI. Jakarta. Rogayyah. 2016.
Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Respiratory Distress Syndrome di Rumah
Sakit Daerah Palembang Dari periode 2013-2014 [Skripso]. Universitas
Muhammadiyah Palembang. Soegijanto, S. 2016.
Kumpulan Makalah Penyat Tropis dan Infeksi di Indonesia. Airlangga University Press.
Surabaya .
Sari, Fitri P. 2021. Literature Study: Therapeutic Hypothermia In Newborn Babies With
Asphysia. Desiminasi Hasil Penelitan Dosen. Vol 3, No. 2, pg. 2338- 4514.
Solichin. 2021.
Buku Petunjuk Praktikum Keperawatan Medikal Bedah. Universitas Mulawarman.
Kalimantan Timur. Sulfianti, Nardina, E. A., Hutabarat, J., Astuti, E.D.,
Muyassaroh, Y., Yuliani, D.R., Hapsari, W., Azizah, N., Hutomo, C. S.,
Argaheni, N.B. 2021.
Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Yayasan Kita Menulis. Jakarta. Suminto, S. 2017.
Surfaktan Eksogen Pada Tatalaksana Respiratory Distess Syndrome Bayi
Prematur. Jounal of CFD, Vol.44, No.3. Wahyuni, S., Wiwin, N. M. 2020.
Hubungan Usia Ibu dan Asfiksia Neonatorum dengan Kejadian Respiratory Distress
Syndrome (RDS) Pada Neonatus di RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.
Borneo Student Research. Vol. 1, No. 3. WHO (World Health Organization).
2016.
WHO Technical Spesifications of Neonatal Resuscitation Devices. WHO. British.
Lusiana. 2020.
Faktor yang Berhubungan Dengan Kejadian Cedera Septum Pada Bayi Terpasang
CPAP di Ruang NICU RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo [Skripsi]. Universitas
Hasanudin. Sulawesi Utara. Nugraha. S.A., 2014.
Low Birth Infant With Respiratory Distess Syndrome [Laporan Kasus]. Universitas
Lampung.
Tim RSUD Dr. Koesma. 2019.Pemakaian CPAP (Continous Positive Airway Pressure)
Pada Bayi [SOP]. Kabupaten Tuban.
Muna, L, & Pamungkas, M. R.P. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Bayi Dengan RDS
(Respiratory Distress Syndrome) [Laporan Kasus]. Akademi Keperawatan
Muhammadiyah Kendal

xxxi
xxxiii
xxxv

Anda mungkin juga menyukai